Kelompok 1
PENDAHULUAN
Lama hari rawat pasien merupakan salah satu indikator mutu pelayanan di rumah
sakit. Perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit kronis menjadikan
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan pasien semakin kompleks. Kualitas pelayanan
keperawatan merupakan salah satu factor penentu dalam penyelesaian masalah
kesehatan yang dialami oleh pasien. Desain kerja dalam kinerja keperawatan sangat
mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan (Barker et al.,
2011).
Strategi yang digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan salah
satunya adalah dengan pelaksanaan program ronde keperawatan yang merupakan salah
satu implementasi dari Relationship Based Care. Ronde keperawatan memungkinkan
perawat untuk melakukan hubungan timbal balik dengan pasien secara teratur dan
sistematis untuk menunjukkan keberadaan perawat dalam membantu mengantisipasi
kebutuhan dan memberikan kenyamanan serta perlindungan bagi pasien Woolley dalam
(Siahaan, et, al., 2018).
Laporan dari Studer Group (2007) dalam saleh (2012) menyatakan berdasarkan
hasil temuan pada tahun 2006 bahwa institusi yang melaksanakan ronde keperawatan
secara berkala dan sistematik meningkatkan kepuasan pasien hingga mencapai 89% dan
menurunkan angka jatuh hingga mencapai 60%. Selain itu terdapat 2 dari 12 rumah sakit
yang menerapkan ronde keperawatan secara berkala dan sistematis memperoleh
peningkatan rating pelayanan yang prima mencapai 41.85%.
Ronde keperawatan akan memberikan media bagi perawat untuk membahas lebih
dalam masalah dan kebutuhan pasien serta merupakan suatu proses belajar bagi perawat
denganharapan dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor
Kepekaan dan cara berpikir kritis perawat akan tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer
pengetahuan dan pengaplikasian konsep teori kedalam praktik keperawatan. Ronde
keperawatan merupakan strategi yang efektif dalam memulai banyak perubahan dalam
aspek perawatan terutama meningkatkan komunikasi di antara anggota tim terkait interaksi
antar perawat Aitken dalam (Wahyudi & Sintya, 2017).
1.2 Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan tugas praktikum mata kuliah manajemen keperawatan diharapkan
kelompok mampu melakukan prosedur ronde keperawatan
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah pasien yang belum teratasi yaitu Nyeri akut dan Risiko Infeksi
2. Tujuan Khusus
3. Sasaran
Pasien atas nama Tn. T usia 52 Tahun dengan diagnosa Post-Op Laparatomi
4. Materi
a. Teori Asuhan keperawatan pasien dengan post op Laparatomi
b. Masalah keperawatan yang muncul serta Intervensi keperawatan pada pasien
khususnya masalah keperawatan nyeri akut dan risiko infeksi.
5. Metode :Diskusi
6. Media
1. Dokumen/ statuspasien
2. Sarana diskusi : kertas,pulpen
1
7.Kegiatan ronde Keperawatan
KEGIATAN
WAKTU TAHAP KEGIATAN PELAKSANA TEMPAT
PASIEN
27/10/19 Pra Pra ronde : - Ketua Tim - Ruang
ronde 1. Menentukan kasus dan - Perawat perawat
Topik Pelaksana
2. Menentukan tim ronde
3. Menentukan literature
4. Membuat proposal
5. Mempersiapkan pasien
dengan pemberian
informed consent
6. Mempersiapkan resume
pasien
28/10/19 Ronde Pembukaan : Kepala Ruangan
08.00-
08.05 1. Salam pembuka
2. Memperkenalkan tim
ronde
3. Menjelaskan tujuan ronde
4. Mengenalkan
masalah pasien secara
sepintas
2
menetapkan prioritas yang
perlu didiskusikan
3
8. Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
- Ronde keperawatan dilaksanakan di ruang interna
- Peserta ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde keperawatan
- Persiapan ronde dilaksanakan sebelumnya
b. Evaluasi proses
- Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
- Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah
ditentukan
c. Evaluasi hasil
- Tindakan dilakukan kepada pasien dan dapat memenuhi kriteria hasil
- Masalah pasien dapat teratasi
- Perawat dapat:
1. Menumbuhkan cara berpikir yang kritis dan sistematis
2. Meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi masalah pasien
3. Meningkatkan kemampuan diagnosa keperawatan, menumbuhkan pemikiran
tindakan keperawatan yang berorientasi pada masalah pasien
4. Meningkatkan kemampuan justifikasi
5. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
6. Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan komunikasi antar petugas
kesehatan
9. Pengorganisasian
Kepala ruangan : Eni Yulistianingsih
Katim/PPI : Maria rosari
Katim/PPII : Zia
PPA I : Venti
PPA II : Enah
Petugas Gizi : Ners Elly Suryati
DPJP : Dokter Andik, Sp. B
4
Lampiran Materi
A. Pengertian
Appendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000). Appendisitis adalah radang
apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian
inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari Appendisitis adalah abstruksi
lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989). Appendisitis merupakan penyakit
prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka
waktu bervariasi (Sabiston, 1995). Appendisitis akut adalah penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Appendiktomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk memotong
jaringan apendiks yang mengalami peradangan. Appendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi. Appendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan
insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang
sangat efektif (Smletzer, Suzanne C, 2001).
B. Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus Appendisitis. Sumbatan pada
lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari Appendisitis akut, di samping
hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit),
tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga
dapat menyebabkan sumbatan (Mansjoer, 2000).
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat
dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feses
dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi
media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feses
manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli,
inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus
buntu (Mansjoer, 2000).
C. Klasifikasi
Menurut Syamsuhidayat (2004), Appendisitis di klasifikasikan menjadi :
1. Appendisitis akut
5
Appendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Appendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa :
Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
Fekalit
Benda asing
Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan
yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks. Selain obstruksi, Appendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara
hematogen ke apendiks.
2. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney,
defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans
muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
3. Appendisitis kronik
Diagnosis Appendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat,
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi. Kriteria mikroskopik Appendisitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi
kronik. Insidens Appendisitis kronik antara 1-5 persen.
6
4. Appendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
Appendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, Appendisitis tidak
perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut.
Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens Appendisitis
rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas. Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak
enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda Appendisitis akut.
Pengobatannya adalah Appendiktomi.
6. Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi
atas indikasi Appendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibanding hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah Appendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6%
kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang
menyebabkan gejala tersebut di atas. Meskipun diragukan sebagai keganasan,
karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga
diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan
karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi
ileosekal atau hemikolektomi kanan.
7
8. Apendiksitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasu dikelilingi oleh jaringan
nekrotik ( Rukmono, 2011)
D. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000) keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah
umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri
akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu
tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan
muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap.
Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan
denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri
maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan
lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas,
dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis (Syamsuhidayat, 2004).
Appendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah
dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak
dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah.
Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian
bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika
penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-
38,8° Celsius (Syamsuhidayat, 2004).
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut.
Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri
tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi
berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok (Syamsuhidayat, 2004).
E. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan Appendisitis dapat di klasifikasikan menjadi:
1. Pre-operasi
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
8
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.
Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Intra-operasi
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Appendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Post-operasi
Observasi TTV.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.
Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif
yang ditandai dengan :
Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis
Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
9
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan,
karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi
daripada pembedahan pada Appendisitis sederhana tanpa perforasi. Tindakan yang
dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat di tempat
tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-
lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau
tanpa peritonitis umum (Mansjoer, 2000).
F. Nutrisi Pasca Operasi
Pengobatan melalui diet dan nutrisi pasca operasi sangat penting dalam kesuksesan
operasi dan penyembuhan pasien. Luka operasi dan stress karena respon pasca
operasi memerlukan kalori untuk energi dan protein untuk sintesis protein. Dalam
penelitian Meilany,dkk (2012) menyebutkan bahwa 55-60% kebutuhan kalori total tubuh
berasal dari karbohidrat. Kepentingan karbohidrat untuk luka sebagai faktor struktural
lubrikan, fungsi transport, imunologi, hormonal dan enzimatik. Karbohidrat juga
merupakan komponen utama glikoprotein dalam penyembuhan luka dan aktivitas enzim
heksokinase dan sintesa sitrat dalam reaksi penyembuhan luka. Penyediaan energi dari
karbohidrat juga dapat melalui penggunaan laktat. Laktat sebagai produk metabolik
glukosa penting untuk efek penyembuhan luka. Laktat menstimuli sintesis kolagen dan
aktivator penting pada jalur penyembuhan selain sebagai penyedia energi. Protein telah
diketahui diperlukan untuk penyembuhan luka dan apabila kekurangan maka akan
menghambat penyembuhan baik luka akut maupun kronis. Aktivitas penyembuhan luka
diperankan oleh dipeptida dan polipeptida. Sesuai dengan peraturan Kemenkes 129
tahun 2008 tentang standar minimal pelayanan rumah sakit, dalam pelayanan gizi
standar minimal untuk sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien adalah sebanyak
≤20%. Dari hasil pengamatan, pemberian makanan diberikan secara bertahap, mulai
dari bentuk cair, saring, lunak, dan biasa. Pemberian makanan dari tahap ke tahap
tergantung dari macam pembedahan dan kondisi pasien. Pada pasien pasca operasi
laparatomi, pemberian makanan diberikan secara hati-hati, bergantung pada kondisi
sistem gastrointestinal pasien. Diet rutin pada bedah laparatomi menempatkan pasien
dalam kondisi terbatas. Hari ke-0 sampai hari pertama akan diberikan diet cairan
secara bertahap. Hari kedua diberikan makanan cair kental atau lunak dengan tinggi
protein. Hari ketiga sampai hari keenam diberikan makanan lunak dan jumlah makanan
akan ditingkatkan sampai diet makanan biasa diberikan kepada pasien. Pasien
memulai makan jika ada tanda-tanda flatus dan bising usus. Rata-rata pemenuhan
nutrisi pasien pasca operasi (Kusumayanti, 2013)
10
Lampiran: informed concent
Malang,
Perawat yang menerangkan Penanggung jawab
…………………………….
……………………
…… Saksi–saksi: Tanda tangan:
1. …………………………. …………………………
2. ………………………….
…………………………
11
Lampiran Form Dokumentasi Ronde
Menyelesaikan masalah pasien yang belum teratasi yaitu Nyeri akut dan
Risiko Infeksi
2. Tujuan Khusus
a. Menjustifikasi masalah yang belum teratasi.
b. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan tim keperawatan, tim
kesehatan lain
c. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien
d. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai dengan masalah
pasien.
Sasaran :Tn. T/Usia 52 tahun
Materi :
Metode :Diskusi
12
Peserta Ronde :
- Kepala Ruangan
- Ketua tim 1
- Ketua tim 2
- Perawat pelaksana 1
- Perawat pelaksana 2
- DPJP
- Departemen gizi
- Pasien
- Keluarga pasien
Proses Ronde
Pra Ronde : Waktu
Ronde :
13
Bedside Teaching :
- Hasil Observasi:
- Masukan Peserta
Pengorganisasian :
- Karu :
- Katim/ Perawat Primer :
Daftar Pustaka
14
Lampiran : Resume pasien – Ronde Keperawatan
A. IDENTITAS
Nama :Tn. T
Umur : 52 thn
Status : menikah
Pekerjaan : swasta
Alamat : jl. Sumbersari no .50
15
Trombosit : 167.000/mm
Albumin 1,9 g/dl
b) Terapi tanggal 27-10-2019
Infuse RL 20 tpm
Metronidazole 500 gr/8 jam
Paracetamol 500mg/8jam
Cefotaxim 1 gr/12 jam
H. Diagnosis keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ,
klien tindak menunjukan tanda dan gejalan resiko infeksi
Kriteria hasil :
data subjektif klien mengatakan rasa panas pada luka jahitan
sudah berkurang
data objektif luka jahitan tampak bersih dan kering, tidak ada
pus.suhu 37°C
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ( post operasi)
Tujuan : setelah diberikan perawatan 3x24 jam, klien tidak menunjukan tanda
dan gejala nyeri akut
kriteria hasil :
data subjektif :
nyeri pada luka jahitan sudah berkurang. Skala nyeri 4 dari 1-10 skala
nyeri
data objektif :
yang didapat klien tampak tenang, luka jahitan tampak bersih dan kering,
tidak ada pus, karena data yang didapatkan belum sesuai dengan
kriteria hasil maka intervensi dilanjutkan dengan mengkaji karakteristik
nyeri, melakukan pemeriksaan TTV, mengajarkan teknik relaksasi nafas
dalam, berkolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian analgetik
16
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer. A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Smeltzer, S. C., Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol. 2. Jakarta :
EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Kusumayanti, Ni Luh Putu Devi., 2013. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Lamanya
Perawatan Pada Pasien Pasca Operasi Laparatomi Di Instalasi Rawat Inap BRSU
Tabanan. Jurnal Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Udayana
Siahaan, J. V., Siagian, A., & Bukit, E. K. (2018). Pengaruh pelatihan ronde keperawatan
terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di rs royal prima medan. Jumantik
(Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan), 3(1), 1–15.
Wahyudi, I., & Sintya, Y. Y. (2017). Pengalaman Perawat dalam Melaksanakan Asuhan
Keperawatan dengan Metode Tim di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Slamet Garut. Jurnal
Medika Cendikia, 4(02), 131–145.
17
Roleplay Ronde Keperawatan
Diruang bedah RSUD Waras akan diadakan ronde keperawatan pada pasien T dengan
apendicitis perforasi post laparatomi 4 hari yang lalu. Dengan tim ronde sebagai berikut:
Setelah mendapatkan mendapatkan persetujuan dari kepala ruangan, ketua tim melakukan
informed concent kepada pasien dan keluarga.
Ruangan Pasien
18
Katim : Selamat pagi, bagaimana keadaan bapak pagi ini ? apa yang dirasakan ?
Pasien : Masih seperti biasa sus…sakit diluka operasi dan badan masih terasa demam.
Istri Tn.T : Semalam bapak tidak terlalu bisa tidur karena badannya terasa demam.
Katim : Bapak yang sabar ya…begini pak, untuk menindaklanjuti keluhan yang masih
bapak rasakan saat ini, saya berencana akan melakukan ronde keperawatan
besok jam 10 dan saya ingin meminta persetujuan bapak dan ibu untuk
melakukan kegiatan tersebut.
Istri Tn.T : Ronde keperawatan itu apa sus ?
Katim : Ronde keperawatan itu adalah kegiatan diskusi yang melibatkan bapak serta
ibu dan tenaga kesehatan untuk menyelesaikan masalah yang masih
dirasakan bapak saat ini
Pasien : Saya setuju saja suster, yang penting saya cepat sembuh dan pulang kerumah
Istri Tn.T : Saya juga setuju suster
Katim : Baik pak, bu…sekarang saya minta bapak mengisi lembar persetujuan ini
Pelaksanaan
Karu : Selamat pagi, terimakasih atas kehadirannya….hari ini kita akan melakukan
kegiatan ronde keperawatan.
Silahkan nurse zia memperkenalkan tim dan menyampaikan permasalahan
yang ada pada Tn.T
Katim 1 : Dokter : Andik, Sp. B
Nutrisionis : Ners Elly Suryati, S. Kep
Perawat konselor : Enah
Perawat Pelaksana : Venti
Permasalahan :
Tn.T usia 52 Tahun dengan diagnosa medis apendicitis perforasi post
laparatomi 4 hari ang lalu, diagnosa keperawatan resiko infeksi dan nyeri
akut. Saat ini, kondisi luka operasi ada nanah sedikit dan luka terasa nyeri
dengan skala nyeri 4-5, pasien mengeluh demam naik turun suhu tubuh
terahir 38,5oC, Leukosit 15.000, albumin 1,9 g/dl, kami menemukan
hambatan bahwa pasien takut melakukan mobilisasi dengan alasan nyeri
dan pasien tidak berani makan ikan laut ataupun telur dikarenakan pasien
meyakini makan telur dan ikan laut memperburuk luka.
Karu Baiklah, selanjutnya kita semua akan keruangan pasien untuk validasi
19
1. Katim 1 : Sari
2. Katim 2 : Zia
3. Konselor gizi : Elly
4. Dokter bedah : Andik
5. Kepala Ruangan : Eni
Katim 1 : Kami disini semua akan bekerjasama untuk membantu bapak mengatasi
masalah yang masih dirasakan. Bagaimana kondisi bapak saat ini, apa yang
bapak rasakan?
Pasien : Alhamdulillah, nyerinya agak berkurang, kadang-kadang demam
Katim 2 : Apa bapak sudah bisa duduk?
Istri Tn. T : Suami sy tidak berani bergerak karena sakit dan takut lukanya jd tambah
Ahli Gizi : parah
Istri Tn. T : Ini bu.. makananya kenapa ikan dan telurnya tdak dimakan?
Iya bu.. orang bilang kalo habis operasi tdak boleh makan ikan laut dan telur
nanti lukanya jadi benyek dan susah sembuh
Dokter : Saya dokter andik, permisi pak…saya periksa dulu kondisi lukanya ya
Istri Tn.T : Bagaimana dokter keadaan lukanya ?
Dokter : Keluhan nyeri pada luka tersebut dikarenakan adanya infeksi dan beberapa
faktor lain pak, bu…setelah ini kami akan berunding untuk tindakan yang
akan dilakukan
PAsien : Terimakasih
Kepala : Baiklah, cukup sekian…apakah dari bapak dan ibu ada pertanyaan ?
ruangan
Istri Tn.T : Tidak ada
Karu : Kalau begitu, kami kembali keruangan dan akan berdiskusi.
Tetap semangat pak…kami permisi
pasien : Iya, terimakasih
Nurse Station
Karu : Baiklah, kita sudah melakukan validasi. Saya persilahkan untuk
menyampaikan masukan dan solusi apa yang mau disepakati untuk pasien
Tn T
Dokter : Adanya infeksi pada luka operasi Tn.T. bisa disebabkan karena pasien
mengalami hipoalbumin dan akan mendapatkan tambahan terapi transfusi
albumin sampai albumin >2.5 g/dL.itu masukan dari saya
Katim 1 : Kami dari keperawatan mendapatkan bahwa pasien tidak berani melakukan
mobilisasi yang merupakan faktor yang sangat penting dalam penyembuhan
luka operasi, selanjutnya kami akan melakukan penkes terkait
penyembuhan luka termasuk faktor penghambat dan faktor pendukung
penyembuhan luka dan kami akan memaksimalkan perawatan luka operasi
sesuai eviden base
Ahli gizi : Saya mendapatkan masalah bahwa pasien selama ini tidak berani
mengkonsumsi ikan laut dan telur, sehingga menyebabkan asupan protein
tidak adekuat yang berdampak proses pada penyembuhan luka,
selanjutnya dari gizi akan melakukan penkes dan konseling dan akan
menambahkan jus ekstra putih telur
Karu : Dari beberapa masukan dari teman- teman sejawat manakah yang ingin
diprioritaskan masalahnya. Apakah masih ada saran untuk pemberian
intervensi untuk Tn T.
Tim Ronde : Tidak ada
Karu : Baik, dari masukan dan saran dari teman-teman sejawat kita sepakat untuk
memprioritaskan masalah infeksi pada Tn T terlebih dahulu, saya akhiri
20
ronde keperawatan pada pagi hari ini, terimakasih kerjasamanya.
21