Anda di halaman 1dari 8

KOGNISI SOSIAL :

“Skema, Heuristik, & Pemrosesan Otomatis”

Dosen Pengampu : Sowanya Ardi Prahara, S.Psi., MA

Elisya Puspita Dewi 190810-494


Agustin Amanda Putri Utami 190810-495
Jeni Trias Verlina 190810-523
Arum Rejeki Qori Rahayu 190810-541
Awaliah Nugraheni Latifah 190810-573
Bima Bagas Adiantoro 190810-593
Racheliana Nursanti 190810-616
Wahyu Budi Prasetyo 190810-654

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
2019
Kognisi Sosial
Pada prinsipnya, cara kerja pikiran manusia dalam memahami lingkungan di
sekelilingnya agar di dalamnya dapat berfungsi secara adaptif. Psikolog sosial menggunakan
istilah kognisi sosial atau sosial cognition untuk menerangkan cara-cara manusia
menginterpretasi, menganalisis, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia sosial
– dengan kata lain, bagaimana manusia berpikir mengenai orang lain. Contohnya, ketika akan
naik trans jogja, Anda melihat supir bus memakai kemeja putih, dasi hitam dan celana hitam
sedangkan kernetnya memakai baju batik hijau bertuliskan “trans jogja”, dari situ Anda
berpendapat bahwa sopir bus tersebut merupakan karyawan baru yang masih dalam masa
magang atau training.

Dalam berbagai situasi, manusia bisa memproses informasi dari lingkungan sekitarnya
(informasi ditangkap secara otomatis), tanpa usaha, dan di luar kehendak. Ini menjelaskan
mengapa manusia dapat melakukan dua hal sekaligus dalam waktu bersamaan. Misalnya,
menyetir mobil sambil mendengarkan radio, mengikat tali sepatu sambil berbicara dengan
teman, atau mengetik sambil membaca buku sumbernya.

Kognisi sosial juga bisa terjadi secara otomatis, contohnya ketika kita mengetahui
seseorang adalah bagian dari suatu kelompok tertentu, kita cenderung berasumsi bahwa orang
tersebut memiliki ciri / sifat (trait) tertentu. Contohnya, ketika kita mendengar kata “anak
punk”, kira-kira gambaran seperti apa yang akan muncul di benak kita? Sebagian besar akan
menjawab : seseorang yang memakai celana panjang sobek-sobek, mungkin dibagian lutut dan
paha, memakai rompi jins, rambut berdiri seperti duri landak, memakai tindik di bibir, hidung
dan telinga.

Dapat disimpulkan bahwa kognisi sosial adalah adalah proses berpikir yang dilakukan
seseorang untuk memahami orang lain. Proses berpikir dalam kognisi sosial mencakup
bagaimana individu tersebut melakukan interpretasi (penafsiran), menganalisa, mengingat, dan
menggunakan informasi tentang dunia sosial yang dialaminya.

Tema lain dari penelitian bidang kognisi sosial adalah ada batasan-batasan yang pasti
pada kapasitas manusia untuk berpikir mengenai orang lain. Untuk alasan ini, manusia sering
kali mengambil jalan pintas yang dirancang untuk memperkecil usaha mentalnya dan
mempertahankan kapasitas kognitifnya. Walaupun berhasil memperkecil usaha mental, jalan
pintas tersebut juga beresiko, karena bisa mengarahkan pada kesalahan serius dalam pemikiran
mengenai orang lain.
Sebagaimana yang akan diketahui bahwa hubungan antara kognisi dan emosi bekerja
dua arah. Pemikiran manusia dapat mempengaruhi emosi dan perasaan, dan perasaan juga
dapat membentuk pikiran manusia. Misalnya, berpikir mengenai orang lain adalah aspek
penting dalam kehidupan sehari-hari. Namun bisa saja saat seseorang menyukai orang lain
maka penilaiannya terhadap orang tersebut akan dipengaruhi oleh emosi atau perasaannya.

Kognisi sosial merupakan area penelitian penting dalam psikologi sosial, adapun topik-
topik yang difokuskan dalam pembahasan diantaranya (namun pada makalah ini
pembahasannya hanya akan sampai poin kedua) ;

1. Skema (schema) yang merupakan komponen dasar kognisi sosial. Skema adalah
kerangka mental yang menuntun untuk mengorganisasi sejumlah besar informasi
dalam suatu cara yang efisien. Namun begitu terbentuk, kerangka ini memberikan
pengaruh yang kuat terhadap pemikiran sosial.
2. Jalan pintas mental yaitu teknik yang digunakan orang untuk mengurangi usaha
kognitif guna memahami dan mendapatkan kejelasan mengenai dunia sosial.
3. Tendensi khusus atau ‘penyimpangan’ dalam pemikiran sosial, yaitu
kecenderungan yang dapat mengarahkan manusia pada kesalahan-kesalahan
penyimpulan tentang orang lain, atau pada jenis kesalahan lain yang dapat terjadi
dalam usaha manusia untuk memahami dunia sosial.
4. Komplektisitas hubungan antara afek (affect) yaitu perasaan atau suasana hati saat ini
dengan berbagai aspek kognitif sosial yang saling mempengaruhi.

Skema : Kerangka Mental untuk Mengorganisir dan Menggunakan


Informasi Sosial
Skema merupakan struktur mental yang membantu manusia dalam mengorganisir
informasi sosial, dan yang menuntun pemrosesannya. Dalam otak kita, skema itu seperti
skenario, yang memiliki alur. Dan skema terbentuk berdasar kepada pengalaman yang pernah
dialami atau cerita dari orang lain. Begitu terbentuk, skema akan sangat berpengaruh pada
beberapa aspek kognisi sosial manusia, sehingga juga akan mempengaruhi perilaku sosialnya.
Contohnya, ketika Anda baru pertama kali ke Malaysia dan mengunjungi tempat wisata
batu caves. Batu caves adalah sebuah bukit kapur yang di dalamnya terdapat kuil yang
merupakan tempat ibadah untuk umat Hindu, untuk bisa ke sana kita harus melewati beberapa
anak tangga yang sangat banyak. Saat di pintu masuk tangga, ada beberapa ibu-ibu keturunan
India sudah berdiri disana dengan masing-masing membawa beberapa kain panjang. Kemudian
mereka memanggil Anda yang saat itu menggunakan celana pendek untuk datang mendekat.
Namun, ketika dia memberikan kain tersebut kepada Anda tanpa berbicara apapun, Anda
langsung mendekat dan mengangkat kedua tangan ke atas agar ibu tersebut dapat membantu
Anda memakai selendang tersebut ke badan. Setelah itu, dia mempersilahkan Anda untuk naik
ke atas untuk melihat kuil yang ada di dalam batu kapur tersebut. Meskipun itu merupakan
pengalaman pertama kali Anda berwisata ke sana, tapi Anda bisa langsung mengerti apa yang
akan dilakukan ibu tersebut dengan kain yang dia pegang karena sebelumnya pernah
mengalami hal yang serupa ketika dulu berwisata ke Bali mengunjungi kuil-kuil suci umat
Hindu.

Pengaruh Skema terhadap Kognisi Sosial :


Atensi, Pengodean, Mengingat Kembali

Bagaimana skema mempengaruhi kognisi sosial? Hasil penelitian mengungkapkan


bahwa skema menimbulkan efek yang kuat pada tiga proses dasar :

a. Perhatian atau atensi (attention) : proses pertama kali dimana individu memperhatikan
gejala-gejala sosial yang ada disekelilingnya
➢ Hubungan dengan Skema : disini skema berperan sebagai penyaring. Misalnya
informasi yang sifatnya konsisten dengan skema lebih diperhatikan dan lebih
mungkin untuk masuk ke dalam kesadaran manusia. Sedangkan, informasi yang
tidak sesuai cenderung diabaikan (Fiske, 1993).
b. Pengodean (encoding) : proses memasukkan apa yang diperhatikan kedalam memori
dan menyimpannya
➢ Hubungan dengan Skema : hanya informasi-informasi yang konsisten dengan
skema saja yang dikodekan, sedangkan informasi yang tidak konsisten dengan
skema atau tidak sesuai dengan harapan, kadang dikodekan dan diberi label unik.
Sehingga memaksa kita untuk menempatkannya dalam ingatan jangka panjang.
c. Mengingat kembali (retrieval) : proses mengingat kembali suatu informasi. Saat kita
menemukan gejala yang mirip, kita akan mengeluarkan ingatan kita dan
membandingkan. Apabila ternyata sama, maka kita akan mengatakan sesuatu mengenai
gejala tersebut atau mengeluarkannya disaat akan menceritakan peristiwa yang dialami.
➢ Hubungan dengan Skema : informasi yang tidak konsisten dengan skema mungkin
muncul dalam ingatan sekuat atau bahkan lebih kuat daripada informasi yang
konsisten dengan skema. Tapi pada umumnya, orang memiliki kecenderungan
untuk melaporkan atau menjelaskan informasi yang konsiten dengan skema
mereka.

Contohnya, kita menaruh buku novel pada rak buku dan pena pada tempat pensil, secara
tidak kita sadari hal tersebut sudah terskema dalam pikiran kita, terjadi proses pengkodean saat
kita meletakkan barang-barang sesuai dengan yang kita mau. Sehingga saat kita mencari pena
kita akan dengan mudah mengingat bahwa pena tersebut ada pada tempat pensil dan buku novel
terletak di rak buku.

Bisa dikatakan, sekali terbentuk skema sulit sekali diubah. Skema memiliki efek
bertahan (perseverance effect), yang tidak akan berubah bahkan ketika menghadapi informasi
yang kontradiktif (Kunda & Oleson, 1995).

❖ Contohnya, ketika berhadapan dengan informasi yang tidak konsisten dengan skema :
Ketika kita bertemu dengan seseorang dengan penampilan yang urakan dan kita
berpikir orang tersebut akan berbuat kasar kepada orang lain. Tapi siapa sangka ternyata
orang berpenampilan urakan tersebut malah membantu seorang nenek menyebrang
jalan raya.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Richards & Hewstone (dalam Baron & Bryne, 2003 :
82-83) yaitu, “kita tidak akan mengubah skema kita, akan tetapi kita akan menempatkan dia
dalam kategori atau subtipe yang mencakup orang-orang yang tidak cocok dengan skema atau
stereotip.”

Lebih buruknya lagi, kadang kala skema bisa memberikan efek pemenuhan harapan
diri (self-fulfilling) : skema membuat dunia sosial yang kita alami menjadi konsisten dengan
skema yang kita miliki. Contohnya, pada tahun 1929 terjadi masa depresi dimana banyak orang
percaya gosip yang menyatakan bahwa bank tempat mereka menyimpan uang akan bangkrut.
Akibatnya, sejumlah besar orang bergegas menarik deposito mereka, dan justru ini yang
menyebabkan mereka bangkrut. Yang menarik, skema juga dapat memberikan efek seperti itu,
yang terkadang dijelaskan sebagai self-fulfilling prophecy yaitu ramalan yang membuat
ramalan itu sendiri benar-benar terjadi. Hal tersebut dapat menjadi bukti tentang bagaimana
karakteristik pemastian diri dari skema : kapan dan bagaimana keyakinan dapat membentuk
realitas

Heuristik (Heuristic) dan Pemrosesan Otomatis ;


Bagaimana Mengurangi Usaha Kita dalam Kognisi Sosial

Sebuah kejadian dimana seorang pengemudi sedang berbicara ditelepon selularnya,


tanpa disadari ia mengemudikan mobilnya ke perempatan jalan yang masih ramai walaupun
lampu lalu lintas masih menunjukkan warna merah. Satu alasan mengapa ini bisa terjadi adalah
kapasitas kogitif yang sudah terlalu penuh dan memasuki suatu keadaan kejenuhan informasi
(information overload), dimana tuntutan pada sistem kognitif lebih besar daripada yang bisa
diolah.

Berbagai strategi digunakan untuk melebarkan kapasitas kognitif, yaitu untuk bisa
melakukan lebih banyak dengan usaha yang lebih sedikit. Banyak jalan pintas yang berpotensi
untuk mengurangi usaha mental, dan yang paling berguna adalah heuristik (heuristic), yaitu
aturan sederhana dalam membuat keputusan yang kompleks atau menyusun kesimpulan dalam
waktu cepat seakan tanpa usaha yang berarti.

Heuristik terbagi jadi 2 macam:


a. Heuristik keterwakilan (heuristic representativeness): sebuah strategi untuk membuat
penilaian berdasarkan pada sejauh mana stimulasi atau peristiwa tersebut mempunyai
kemiripan dengan stimulasi atau kategori yang lain. Contoh: kita mengenal seorang
wanita sebagai pribadi yang teratur, ramah, rapi, dan mempunyai perpustakaan di rumah.
Tetapi kita tidak mengetahui pekerjaan dari wanita ini dan kita langsung menyimpulkan
bahwa wanita ini adalah seorang pustakawati. Dengan kata lain, kita menilai berdasar
semakin mirip seseorang dengan ciri khas orang-orang dari suatu kelompok tertentu,
semakin mungkin orang tesebut adalah bagian dari kelomok itu.
b. Heuristik Ketersediaan (availability heuristics) : merupakan sebuah strategi untuk
membuat keputusan berdasarkan seberapa mudah suatu informasi spesifik dapat
dimunculkan dalam pikiran. Artinya semakin mudah suatu informasi masuk ke pikiran,
maka semakin besar pengaruhnya terhadap penilaian dan keputusan yang akan dibuat.
Hal ini masuk akal, kenyataan bahwa kita dengan mudah memikirkan suatu informasi
memberi kesan bahwa informasi tesebut penting dan harusnya berpengaruh pada
penilaian atau keputusan yang akan dibuat.
Namun hanya bergantung pada ketersediaan informasi dalam penilaian sosial dapat
mengarah pada kesalahan, karena ini membuat kita melebih-lebihkan kemungkinan terjadinya
suatu peristiwa dramatis yang sebenarnya jarang terjadi. Misalnya, banyak orang yang lebih
takut bepergian dengan pesawat daripada mobil karena peristiwa kecelakaan pesawat pasti
diberitakan secara masif sehingga lebih mudah masuk dalam pikiran.

Heuristik ketersediaan berhubungan dengan proses pemaparan awal (priming), yaitu


meningkatnya ketersediaan informasi dalam memori atau kesadaran yang berasal dari hadirnya
suatu stimulus atau peristiwa tertentu. Contohnya, bagi mahasiswa psikologi, mempelajari
gangguan psikologis dapat berpengaruh pada bagaimana mereka menginterpretasikan perasaan
cemas dan muram mereka. Sama seperti mahasiswa kedokteran yang mempelajari gejala
penyakit menjadi cemas dengan gejala ringan seperti pusing, demam, nyeri yang mereka alami.
Proses pemaparan awal juga dapat terjadi tanpa disadari.

Pemrosesan Otomatis

Pemrosesan otomatis terjadi ketika kita dapat melakukan tugas atau mengolah
informasi tertentu tanpa usaha yang besar, terjadi secara otomatis, dan tidak disadari, hal itu
karena kita telah berpengalaman berulang-ulang kali menghadapi tugas atau informasi tersebut.
Contohnya di awal kita belajar mengendarai sepeda motor kita sangat fokus menjaga
keseimbangan, memperhatikan jalan, dsb. Namun setelah hal itu dilakukan berulang kali, kita
dapat secara otomatis berkendara dengan lancar bahkan bisa dilakukan sambil memikirkan atau
melakukan hal yang lain.

Pengalaman-pengalaman yang kita alami telah menjadi skema dalam pikiran kita,
sehingga pemrosesan otomatis juga berlaku pada kognisi sosial. Contohnya jika kita memiliki
skema tentang kelompok sosial tertentu, maka kita dapat mengenali ciri anggota kelompok
tersebut secara singkat dan mudah (otomatis). Namun pemrosesan otomatis memungkinkan
hilangnya akurasi. Dalam penelitian oleh Bargh, Chen, dan Burrows (1996) menunjukkan
bahwa begitu skema teraktivasi, individu tidak hanya berpikir dalam kerangka mental, mereka
juga berperilaku secara konsisten dengan skema atau stereotip tersebut. Jadi, stereotip negatif
tentang kelompok minoritas dapat mengarahkan orang pada proses perilaku bermusuhan
terhadap anggota kelompok tersebut, bahkan jika orang yang bersangkutan tidak berniat
melakukannya.
Contohnya di awal kita belajar mengendarai sepeda motor kita sangat fokus menjaga
keseimbangan, memperhatikan jalan, dsb. Namun setelah hal itu dilakukan berulang kali, kita
dapat secara otomatis berkendara dengan lancar bahkan bisa dilakukan sambil memikirkan atau
melakukan hal yang lain.

Anda mungkin juga menyukai