Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TUTORIAL GERIATRIC

AGEISM

Disusun Oleh:

1. ALVI HIDAYATI (170100906)

2. AULIA FEBRI ENTARTI (170100912)

3. EKA ISTIQOMAH (170100916)

4. HAFIDZ AL-LUTHFI (170100923)

5. ILHAM RESTU M (170100924)

6. INDAH AYUNING TYAS (170100926)

7. ISNAINI PUTRI C (170100928)

8. JULIA MERANTI (170100930)

9. NADZIYATUN KOERIYAH (170100940)

10. SAMSUL NUR L (170100950)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ALMA ATA

YOGYAKARTA

2019

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga laporan tutorial Geriatric Pada pasien dengan ageism atau
diskriminasi dapat diselesaikan.

Laporan ini dibuat guna menunjukkan partisipasi kami dalam menyelesaikan


tugas pembuatan laporan sebagai salah satu penunjang nilai mata kuliah Geriatric. Tak
lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan ini.

Semoga laporan ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi kepada mahasiswa. D


an tentunya makalah ini masih sangat jauh dari
sempurna. Untuk itu kepada dosen kami minta masukannya demi perbaikanpembuatan
laporan kami di masa yang akan datang.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................…...........…...........1


KATA PENGANTAR ...................................................................................................….....2
DAFTAR ISI......................................................................................................................... .3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................….…... 4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................4
B. TUJUAN .................................................................................….................….…….. 4
C. MANFAAT .................................................................................................................4
BAB II KASUS DAN PEMBAHASAN ...............................................................................…. 5
A. KASUS ...................................................................................................................... .5
B. ANALISIS KASUS ...................................................................................................5
C. HASIL STUDY LITERATUR ................................................................................8
D. ANALISIS JURNAL ............................................................................................... .19
BAB III PENUTUP ...............................................................................................................21
KESIMPULAN .................................................................................................................... .21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................22
LAMPIRAN.......................................................................................................................... .23

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Seiring bertambah waktu, populasi penduduk dunia termasuk Indonesia, semakin
bergeser kearah usia lanjut. Sebagai implikasinya, dunia kesehatan semakin di sibukan oleh
meningkatnya permintaan atau tuntutan untuk merawat dan mnegobati lansia.Lanjut usia
merupakan sebuah keistimewaan. Perubahan fisik menjadi tua dengan segala bentuk
keterbatasan, pasti akan dialami oleh setiap orang yang memiliki umur yang panjang.
Permasalahan yang banyak dialami oleh lansia adalah diskriminasi dalam berbagai aktivitas
kesehariannya.
Pembatasan-pembatasan akrivitas yang sebenarnya memiliki tujuan yang baik, namun
memiliki persepsi yang berbeda bagi lansia. Beberapa lansia memandang pembatasan
tersebut merupakan diskriminasi terhadap lansia, seperti untuk pekerjaan yang
mencantumkan batasan usia, jenjang pendidikan yang mensyaratkan batasan usia untuk
menempuh pendidikan. Memang hal-hal semacam ini tentu memiliki persepsi pemikiran
masing-masing.sehingga menimbulkan prasangka yang berbeda pula antara lansia dan
masyarakat yang masih usia produkstif.
Berdasarkan permasalahan diatas maka dibuat makalah berbentuk laporan tutorial
tentang ageism atau diskriminasi usia yang di alami oleh lansia. Sehingga dapat lebih
memahami tentang konsep lansia dan ageism itu sendiri.

B. Tujuan
1. Memahami Konsep Lansia
2. Memahami Konsep Ageism dan penelantaran lansia
3. Memahami peranan perawat terhadap lansia

C. Manfaat
1. Bagi pelayanan keperawatan
Dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dantindakan perawat tentang
penatalaksanaan pada penelantaran lansia
2. Bagi institusi Pendidikan
Dapat menjadi sumber informasi dan rujukanuntuk menambah keilmuan keperawatan
tentang pengaruh edukasi terstruktur terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan
tindakan pada keluarga dan lansia
3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Agar menjadi acuan bagi lmu keperawatan dalam meningkatkan pengetahuan,sikap
dan tindakan pada keluarga lansiadi tatanan klinis melalui pemberian edukasi secara
terstruktur pada keluarga dan lansia

4
BAB II

SKENARIO KASUS DAN PEMBAHASAN

A. KASUS

Seorang laki laki berumur 89 tahun ke panti dibawa oleh satpol PP. Pada saat pengkajian pasien
mengatakan bahwa sebenarnya ia masih mempunyai keluarga dan anak, tetapi selama tinggal dengan
keluarga klien sering diperlakukan kasar oleh anak dan menantunya, bahkan rekening pensiunnya sudah
di pegang oleh menantunnya ketika diminta uang pensiun anak dan menantunya marah marah dan sempat
menantunya menganiaya klien. Akirnya ia memilih untuk pergi dari rumah sampai akhirnya terkena razia
operasi oleh satpol PP.

B. Analisis kasus

Step I
Tidak ada kata kata sulit

Step 2
1. Pengertian ageism?
2. Penyebab pelantaran lansia?
3. Dampak ageism bagi lansia?
4. Apa hak lansia bagi keluarga?
5. Peran perawat terhapat lansia?
6. Efek ageism?
7. Dua bentuk turunan ageism?
8. UU kewajiban anak?
9. Berapa umur batasan lansia?
10. Diagnosa keperawatan pada klien?
11. Jenis pelantaran pada kasus tersebut?
12. Hukum yang bisa di berlakukan pada kasus tersebut?
13. Peran perawat dalam aktualisasi?
14. Edukasi yang harus diberikan untuk mencegah ageism?
15. Keuntungan dan kerugian hidup di panti jompo?
16. Mengapa ageism menjadi masalah bagi lansia?

Step 3

5
1. Mh 1 : Bentuk diskriminasi terhadap induvidu/kelompok berdasarkan usia baik melalui
psikis maupun psikologis.
2. Mh 1 :
 Ketidakadaan keluarga
 Beban merawat lansia sudah berat
 Kurangnya pengetahuan anak dalam psikologis lansia.
 Faktor ekonomi
3. Mh 1 :
 Mengakibatkan gejala psikis
 Kekurangan dalam pemenuhan nutrisi
 Stres
 Stroke
 Lebih mudah takut
 Kelainan perilaku
4. Mh 1 :
 Lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam bermasyarakat, hak dan bernegara.
 Hak untuk hidup
 Hak kebutuhan dasar manusia
 Hak untuk memiliki
 Hak untuk dicintai dan mencintai
 Hak untuk meningkatkan kesejahteraan
 Hak mendapatkan pelayanan kesehatan
 Hak untuk mendapatkan kemudahan sarana dan prasarana hak perlindungan
 Hak untuk mendapatkan pendidikan
 Hak perlindungan sosial dan bantuan sosial
 Hak mengeluarkan pendapat
5. Mh 1 :
 Advokat, konselor, edukator
 Melakukan penyuluhan masyarakat
 Membantu lansia mengatasi agisme dengan menjaga martabat meski dalam
kondisi yang sulit
6. Mh 1 :
 Stres
 Stroke
 Lebih mudah takut
 Kelainan perilaku
 Mengakibatkan gejala psikis
7. Mh 1 :
 Adultisme : Kecendrungan terhadap orang dewasa.
 Jeanisme : Diskriminasi terhadap orang tua, mendahulukan yang muda
 Efebifobia
 Gerontofobia
 Pedofobia
 Prasangka
8. Mh 1 :
 UU RI No. 23 tahun 2003 tentang perlindungan.
 Menghormati dan mencintai orang tua dan keluarga.
9. Mh 1 : Lansia sudah mencapai umur 60 tahun ke atas.

6
10. Mh 1 :
 Harga diri rendah
 Resiko bunuh diri
 Gangguan psikologis
 Ketidakefektifan koping rendah
11. Mh 1 :
 Fisik
 Psikologis
 Sosial
 fininsial
12. Mh 1 :
 UU PKDRT No.23 tahun 2004 tentang penelantaran keluarga pidana 3 tahun
denda 15 juta.
 UU No 13 tahun 1998 pasal 28 tentang kesejahteraan usia lanjut
13. LO
14. Mh 1 :
 Merawat lansia
 Memenuhi kebutuhan lansia
 Perawatan psikologis pada lansia
 Pemahaman kepada keluarga tentang perubahan perilaku keluarga
 Membantu sarana dan pra sarana
15. Mh 1 :
Keuntungan :
 Banyak teman
 Kehidupan lebih layak
 Fasilitas terpenuhi
 Kesehatan terpantau
 Ada yang merawat
 Ada banyak aktivitas dan kegiatan
Kerugian :

 Gangguan psikologis terganggu


 Kurang kasih sayang keluarga
16. Mh 1 :
 Karena mengganggu psikisnya
 Merupakan pelantaran lansia jadi lansia merasakan tidak dibutuhkan di keluarga

Step IV

AGEISM

DEFINISI JENIS LANDASAN PENATALAK


ASKEP
HUKUM SANAAN
ETIOLOGI PERAN EBN
DAMPAK
PERAWAT PERSPEKTIF
Step
ISLAM

7
Step V

(Mengerjakan dirumah)

Step VII

A. Ageism
1. Definisi
Diskriminasi usia atau ageisme adalah bentuk stereotipe dan diskriminasi terhadap individu atau
kelompok karena umur mereka. Menurut Kozier (2009), penelantaran lansia merupakan
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih karena factor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya baik secara jasmani,rohani,maupunsocial. Penelantaran pada lansia
merupakan suatu keadaan atau tindakan yang menempatkan sesorang dalam situasi kacau,baiik
mencakup statuskesehatan, pelayanan kesehatan, pribadi, hak memutuskan ,kepemilikan maupun
pendapatnya.Lansia yang terlantar mereka tidak memiliki sanak saudara/ punya anak saudara
tetapi tidak mau mengurusinya. (INIA,United Ntions-Malta,2007).

2. Etiologi
Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh R Siti Maryam dkk. Pada jurnal “Beban
Keluarga Merawat Lansia Dapat Memicu Tindakan Kekerasan dan Penelantaran Terhadap
Lansia” dengan hasil beban merawat yang tinggi dapat memicu penelantaran terhadap lansia.
Beban merawat tersebut berkaitan dengan usia keluarga, status kesehatan, pengetahuan, dan
kepuasan.
Sedangkan menurut IIA (International InstituteonAgening) 2006. Penyebab penelantaran lansia
sebagai berikut:
a. Ketiadaan kemampuan ekonomi/keuangan
b. Kebutuhan tidak dapat dipenuhi melalui lapangan pekerjaan yang ada
c. Ketiadaan keluarga
d. Beban merawat lansia sudah berat
e. Tidak adanya dukungan masyarakat
f. Ketidaksiapan orang yang akan merawat

3. Jenis ageism
a. Penelantaran Finansial seperti uang dan harta benda di curi, melakukan penipuan
harta dan benda, mengambil surat kuasa
b. Penelantaran psikologis prilaku mengancam, di kucilkan atau diabaikan, diancam
orang lain, dicegah untuk peduli terhadap orang lain.

8
c. Penelantaran fisik menampar, mendorong, ditendang, di pukul, di kunci dikamar,
menahan dengan cara yang lain,
d. Penelanataran seksual berbicara dengan bahasa sensual, menyentuh dengan cara
tidak pantas, menontokan porno garafi,
e. Penelantaran oleh tenaga kesehatan tidak memberikan bantuan dan waktu minum
obat tepat, tidak melakukan perawatan makan mandi, berpakaian.

4. Dampak ageism
a. Mengakibatkan gejala psikis
b. Kekurangan dalam pemenuhan nutrisi
c. Kelainan prilaku ( advisory council on the aged )

5. Landasan hukum
1. Lanjut usia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara (UU No. 13 Tahun 1998). Sebagai bagian upaya dari penanganan
sosial kepada lansia diberikan hak-hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial antara
lain:
a. Pelayanan keagamaan dan mental spiritual
b. Pelayanan kesehatan
c. Pelayanan kesempatan kerja
d. Pelayanan pendidikan dan pelatihan
e. Kemudahan dalam penggunaan fasilitas,sarana dan prasarana umum
f. Kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum
g. Perlindungan social
2. Sedangkan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 47. Tentang HAk dan
Kewajiban Orangtua, yaitu: Orang tua juga berhak menguasai anaknya yang belum
pernah melangsungkan perkawinan kekuasaan orang tua ini meliputi juga untuk
mewakili anak yang Mutu dewasa itu dalam melakukan perbuatan hukum di dalam
dan til linu Pengadilan.
3. Kewajiban anak menurut UU RI No. 23 Tahun 2002. Tentang Perlindungan anak.
Pasal 19 Setiap anak berkewajiban untuk:
a. Menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c. Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
4. Kewajiban keluarga
Menurut UU RI No. 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lansia. BAB VII PERAN
MASYARAKAT Pasal 22
a. Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk
berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
b. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
perseorangan, keluarga, kelompok, masyarakat, organisasi sosial, dan atau
organisasi kemasyarakatan. Maksud seluas-luasnya pada ayat ini ialah supaya
masyarakat berperan sesuai dengan fungsinya selaku mitra Pemerintah dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, pedoman dan

9
garis-garis kebijaksanaan Pemerintah yang herlaku agar tidak menyimpang
dari tujuan upaya peningkatan kesejahteraan sosal, lanjut usia.
6. Peran perawat
1. Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu peran
secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu pada berbagai setting, seperti
rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas, dengan menyediakan perawatan kepada
individu dan keluarganya (Hess, Touhy, & Jett, 2005). Perawat bekerja di berbagai macam
bentuk pelayanan dan bekerja sama dengan para ahli dalam perawatan klien mulai dari
perencanaan hingga evaluasi. Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat
gerontik spesialis klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat gerontik
pelaksana/geriatric nurse practitioner(GNP). Peran CNS yaitu perawat klinis secara langsung,
pendidik, manajer perawat, advokat, manajemen kasus, dan peneliti dalam perencanaan
perawatan atau meningkatkan kualitas perawatan bagi klien lansia dan keluarganya pada
setting rumah sakit, fasilitas perawatan jangka panjang, outreach programs, dan independent
consultant. Sedangkan peran GNP yaitu memenuhi kebutuhan klien pada daerah pedalaman;
melakukan intervensi untuk promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status
kesehatan klien; manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas
jangka panjang, dan independent practice. Hal ini sedikit berbeda dengan peran perawat
gerontik spesialis klinis. Perawat gerontik spesialis klinis memiliki peran, diantaranya:
a. Provider of care Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di rumah
sakit dengan kondisi akut, rumah perawatan, dan fasilitas perawatan jangka panjang.
Lansia biasanya memiliki gejala yang tidak lazim yang membuat rumit diagnose dan
perawatannya. Maka perawat klinis perlu memahami tentang proses penyakit dan sindrom
yang biasanya muncul di usia lanjut termasuk faktor resiko, tanda dan gejala, terapi
medikasi, rehabilitasi, dan perawatan di akhir hidup.
b. Peneliti Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau baccalaureate
level. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan klien dengan metode evidence
based practice. Penelitian dilakukan dengan mengikuti literature terbaru, membacanya,
dan mempraktekkan penelitian yang dapat dipercaya dan valid. Sedangkan perawat yang
berada pada level undergraduate degrees dapat ikut serta dalam penelitian seperti
membantu melakukan pengumpulan data.
c. Manajer Perawat Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan,
manajemen waktu, membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi perubahan. Sebagai
konsultan dan sebagai role model bagi staf perawat dan memiliki jiwa kepemimpinan
dalam mengembangkan dan melaksanakan program perawatan khusus dan protokol untuk
orang tua di rumah sakit. Perawat gerontik berfokus pada peningkatan kualitas perawatan
dan kualitas hidup yang mendorong perawat menerapkan perubahan inovatif dalam
pemberian asuhan keperawatan di panti jompo dan setting perawatan jangka panjang
lainnya.
d. Advokat Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering terjadi di
masyarakat. Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil berdasarkan umur
seseorang. Seringkali para lansia mendapat perlakuan yang tidak adil atau tidak adanya
kesetaraan terhadap berbagai layanan masyarakat termasuk pada layanan kesehatan.
Namun, perawat gerontology harus ingat bahwa menjadi advokat tidak berarti membuat
keputusan untuk lansia, tetapi member kekuatan mereka untuk tetap mandiri dan menjaga
martabat, meskipun di dalam situasi yang sulit.
e. Edukator Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama sehubungan
dengan modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi konsekuensi dari gejala atipikal
yang menyertai usia tua. Perawat harus mengajari para lansia tentang pentingnya
pemeliharaan berat badan, keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik seperti latihan dan
manajemen stres untuk menghadapi usia tua dengan kegembiraan dan kebahagiaan.

10
Perawat juga harus mendidik lansia tentang cara dan sarana untuk mengurangi risiko
penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes, alzheimer, dementia, bahkan kanker.
f. Motivator Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh kesehatan
optimal, memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat juga berperan sebagai
inovator yakni dengan mengembangkan strategi untuk mempromosikan keperawatan
gerontik serta melakukan riset/ penelitian untuk mengembangkan praktik keperawatan
gerontik.
g. Manajer kasus Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi
penurunan fungsional klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit. Umumnya,
manajemen kasus disediakan bagi klien yang mendapatkan berbagai perawatan yang
berbeda.

7. Penatalaksanaan
1. promotif adalah timdakan secara lansung dan tidak lansung untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan mencegah penyakit
2. preventif mencakup pencegahan primer , skunder, dan trisier:
a. primer meliputi pencegahan pada lansia sehat terdapat faktor resiko tidak ada
penyakit promosi kesehatan.
b. sekunder meliputi pemeriksaan terhadap penderita tanpa gejala dari awal penyakit
hingga terjadi gejala penyakit belum tampak secara klinis dan mengidap faktor
resiko.
c. tersier dilakukan sesudah terdapat gejala penyakit dan cacat , mencegah cacat
bertambah dan ketergantungan , serta perawatan bertahap , tahap 1 di ru
mah sakit, tahap 2 rehabilitasi rawat jalan , tahap 3 perawatan jangka panjang.
3. Rehabilitatif meliputi pertahankan lingkugan aman kenyamanan istirahat aktivitas dan
mobilitas pertahannkan kecukupan gizi, meningkatkan fungsi psikososial.

8. Perspektif islam
1. Islam memandang lansia dengan pandangan terhormat sebagaimana pandangan
islam terhadap generasi muda. Agama islam memperlakukan lansia dengan baik
dan mengajarkan metode supaya keberadaan lansia tidak dianggap sia-sia dan
menjadi bernilai oleh masyarakat. Nabi Muhammad Saw bersabda, penghormatan
terhadap para lansia muslim adalah ketundukan kepada Tuhan. Beliau
mengegaskan, berkah dan kebaikan abadi bersama para lansia kalian.
Dalam agama islam memandang bahwa penuaan merupakan sebagai symbol
pengalaman dan ilmu. Lansia memiliki kedudukan tinggi dimasyarakat. Karena
mereka merupakan harta dan pengalaman, serta informasi dan pemikiran. Oleh
karena itu lansia harus dihormati.
Nabi Muhammad Saw bersabda, hormatilah orang-orang yang lebih tua dari kalian
dan cintai serta kasihilah orang-orang yang lebih muda dari kalian.

Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra : 23-24


Artinya :

Dan tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain dia dan
hendaklah berbuat baik ibu bapakmu. Jika salah seorang diantara keduanya atau
kedua-duanya sampai usia lanjut dalam pemeliharaan, maka jangan sekali-sekali
engkau mengatakan kepada ke duanya perkataan “Ah” dan janganlah engkau
membentak mereka dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan

11
rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah “ wahai tuhanku sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku diwaktu kecil”.

6. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Aktivitas/Istirahat
a) Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada sendi, kekakuan
pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi fungsional yang
berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan, malaise.
b) Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit, kontraktor/kelainan pada sendi dan otot

b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori,
maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Osteoartritis yaitu:
1. Nyeri akut / kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, distruksi sendi
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan : Deformitas skeletal, Nyeri,
ketidaknyamanan , Penurunan kekuatan otot
3. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan:
Perubahan kemampuan melakukan tugas-tugas umum, Peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
a. Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut / kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, distruksi sendi

Intervensi :
Kaji keluhan nyeri; catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0 - 10). Catat
faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa nyeri non verbal
Beri matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai
kebutuhan saat klien beristirahat/tidur.
Bantu klien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk
di kursi. Tingkatan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
Pantau penggunaan bantal.

12
Dorong klien untuk sering mengubah posisi

2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan : Deformitas skeletal, Nyeri,


ketidaknyamanan , Penurunan kekuatan otot

Intervensi :
Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi

Pertahankan tirah baring/duduk jika diperlukan

Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus dan tidur
malam hari tidak terganggu.

Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif dan isometric jika
memungkinkan

Dorongkan untuk mempertahankan posisi tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan
berjalan

3. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan:


Perubahan kemampuan melakukan tugas-tugas umum, Peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.

Intervensi:
1. Diskusikan dari arti kehilangan/perubahan pada seseorang. Memastikan
bagaimana pandangan pribadi klien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari
termasuk aspek-aspek seksual
2. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan
3. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan
tubuh/perubahan.
4. Susun batasan pada perilaku maladaptif, bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku
positif yang dapat membantu koping.

13
1. EBN
Judul jurnal : Pengaruh Terapi Reminiscence Terhadap Stres Lansia Di Banjar
Luwus Baturiti Tabanan Bali
Nama peneliti : Ni Putu Nariska Rahayuni, Putu Ayu Sani Utami, Kadek Eka
Swedarma. Program Studi Ilmu Keperawatan Fak.Kedokteran
Universitas Udayana.
E-mail : putuayusani@yahoo.com.
Tahun penenlitian : 2015
Metode penelitian : Desain pada penelitian ini adalah quasi-experimental yaitu
nonequivalent control group design. Sampel terdiri dari 34 lansia
yang dipilih secara purposive sampling, dibagi menjadi 17 lansia
kelompok perlakuan dan 17 lansia kelompok kontrol dan
pengumpulan data dilakukan menggunakan Stress Assessment
Questionnaire (SAQ)
Resume : Kegiatan bercerita kenangan masa lalu dapat membantu lansia
berinteraksi dan mengungkapkan perasaannya kepada keluarga
dan teman sehingga lansia mampu beradaptasi terhadap stres.
Terapi reminiscence berpengaruh terhadap penurunan tingkat
stres lansia. Terapi reminiscence merupakan kegiatan yang
menarik bagi lansia, sangat mudah untuk dilakukan dan memiliki
manfaat positif terhadap psikologis lansia sehingga diharapkan
terapi ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari lansia.
Implikasi : sebagai seorang perawat sebaiknya memberikan terapi
reminiscence pada lansia melalui proses motivasi dan diskusi
tentang pengalaman masa lalu yang dialaminya. Terapi
reminiscence yang diberikan pada lansia dalam penelitian ini dibagi
menjadi lima sesi dengan topik diskusi yang berbeda beda pada
tiap sesinya. Topik tersebut meliputi berbagai pengalaman pada
saat anak anak, saat remaja, saat dewasa, saat berada di keluarga
dan di masyarakat, serta evaluasi integritas diri. Proses terapi yang
diberikan secara bertahap dan berkesinambungan dapat
meningkatkan ikatan lansia dengan masa lalunya sehingga
menghasilkan rasa kontinuitas.
Manajemen stres yang baik sangat diperlukan untuk mencegah
dampak-dampak negatif dari stres tersebut. Berdasarkan hasil
pengamatan selama penelitian, terapi reminiscence cocok untuk
diterapkan pada lansia karena terapi ini merupakan terapi yang
mudah untuk dilakukan. Terapi ini dapat dilakukan baik secara
terstruktur maupun tidak terstruktur. Dalam lingkungan sehari-hari
lansia dapat melakukan kegiatan mengenang bersama

14
teman-teman lansia lainnya ataupun dengan keluarga yaitu anak
dan cucunya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Permensos RI NO.8 TAHUN 2012 lanjut usia terlantar adalah seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya. Lanjut usia sebagai individu tetap membutuhkan teman untuk
berbagai, baik dalam keluarga maupun didalam lingkungan sosialnya. Mengingat usianya
yang sudah lanjut mereka memiliki keterbatasan mobilitas dan berdampak pada relasi
sosial mereka. Relasi sosial menjadi sempit dan ini akan berdampak pada aspek psikologis
lanjut usia itu sendiri . Mereka menjadi merasa terasing dan tidak punya harapan
hidup (hopeles) yang lebih baik di masa tuanya .
Faktor-faktor yang mempengaruhi lansia terlantar yaitu ketiadaan anak keluarga,
kerabat dan masyarakat lingkungan yang dapat memberikan bantuan tempat tinggal dan
penghidupannya, ketiadaan kemampuan keuangan/ekonomi dari keluarga yang menjamin
penghidupannya secara layak, Kebutuhan penghidupannya tidak dapat dipenuhi melalui
lapangan kerja yang ada, dan perkawinan anak sehingga anak hidup mandiri dan terpisah
dari orangtua, serta urbanisasi yang menyebabkan lanjut usia terlantar. Terkait dengan
permasalahan yang dihadapi klien, pelaksanaaan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia belum optimal, karena masih ada beberapa lanjut usia yang terlantar, tidak memiliki
tempat tinggal, sanak saudara, perhatian yang cukup, pekerjaan dan penghasilan kurang
yang belum terlembaga. Dalam melaksanakan upaya pelayanan sosial yang merata dan
optimal bagi lanjut usia pada khususnya maka perlu bantuan dari masyarakat selain dari
pemerintah.

B. Saran
Sebagai seorang perawat gerontik, perawat harus lebih bisa peduli dalam memberikan
asuhan keperawatan pada lansia bisa melalui pendekatan secara fisik, pendekatan
psikologis yang berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter, pendekatan
sosial dan spiritual. Bagi keluarga pasien harus ikut berperan serta dalam memberikan
perawatan kepada lansia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Komariah. 2002. Hukum Perdata. Malang: UMM Press

Nugroho, Wahjudi SKM. (1995). Perawatan Lanjut Usia. Jakarta: EGC

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan


Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia

Siti Maryam R. 2012. Jurnal: Beban Keluarga Merawat Lansia Dapat Memicu Tindakan
Kekerasan Dan Penelantaran Terhadap Lansia. Jakarta: Jurnal Keperawatan Indonesia

Tamher-Noorkasiani. 2012. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut


Usia

Yayuk Hera Saputri. 2012. Jurnal: Peran Sosial Dan Konsep Diri Pada Lansi. Malang:
Jurnal Keperawatan, ISSN

16

Anda mungkin juga menyukai