Anda di halaman 1dari 136

1

DAFTAR ISI

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT DALAM


1. Dispepsia ........................................................................................................ 1
2. Gastritis .......................................................................................................... 5
3. Gastroenteritis ............................................................................................... 8
4. Dengue Haemorhagic Fever (DHF)................................................................. 12
5. Hipertensi ....................................................................................................... 16
6. Diabetes Mellitus ............................................................................................ 20

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN ILMU BEDAH


1. Apendiksitis..................................................................................................... 25
2. Hernia ............................................................................................................. 39
3. Infeksi Saluran Kencing (ISK) ......................................................................... 45
4. Cidera Kepala ................................................................................................. 54
5. Ca. Mammae ................................................................................................. 64

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN ILMU KESEHATAN ANAK


1. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) .......................................................... 70
2. Gastroenteritis ............................................................................................... 73
3. Demam Thypoid ............................................................................................. 77
4. Hiperbilirubin Neonatal .................................................................................... 81
5. Kejang Demam .............................................................................................. 84

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN KANDUNGAN & KEBIDANAN


1. Post Partum .................................................................................................... 89
2. Sectio Saecarea (SC) .................................................................................... 95
3. Hiperemesis Gravidarum ............................................................................... 110
4. Abortus .......................................................................................................... 115
5. Kehamilan Ektopik ......................................................................................... 126

i
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
DISPEPSIA

A. Definisi
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan / gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan
refluks gastro esophagus klasik berupa rasa panas di dada (heart burn) dan regurgitasi
asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488).
Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu :
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organic sebagai
penyebabnya.
2. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU),
bila tidak jelas penyebabnya.

B. Etiologi
1. Perubahan pola makan
2. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang
sama
3. Alkohol dan nikotin rokok
4. Stress
5. Tumor atau kanker saluran pencernaan

C. Manifestasi Klinik
1. Nyeri perut
2. Rasa perih di uluhati
3. Mual, kadang-kadang sampai muntah
4. Nafsu makan berkurang
5. Rasa cepat kenyang
6. Perut kembung
7. Rasa panas di dada dan perut
8. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

D. Komplikasi
Komplikasi dari dispepsia yaitu luka pada lambung yang dalam atau melebar
tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung dan dapat
mengakibatkan kanker pada lambung.

1
E. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya
pada sindrom dispepsia, oleh karena dyspepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan
penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan
penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani,
juga perlu diperiksa :
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perludilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organic lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabetes
mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam
batas normal.
2. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di saluran
makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran
makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
3. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya
normal atau sangat tidak spesifik.
4. USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan
untuk membantu menentukan diagnostic dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak
menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien
yang berat pun dapat dimanfaatkan.
5. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radio opak. Pada dyspepsia
fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.

F. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Nyeri epigastrium NOC :  Kaji skala nyeri secara
b.d iritasi pada Hilangnya rasa nyeri komprehensif
mukosa lambung Kriteri Hasil  Berikan posisi semifowler
 Skala nyeri dalam  Anjurkan klien untuk
rentang rendah menghindari makanan yang
 TTV dalam batas dapat meningkatkan kerja

2
normal asam lambung
 Ajarkan klien untuk teknik
relaksasi nafas dalam
 Observasi TTV per 24 jam
 Kolaborasi dengan pemberian
obat analgesic

2 Nutrisi kurang dari NOC :  Pantau output tiap jam secara


kebutuhan b.d Berat badan dalam adekuat
anoreksia rentang normal  Timbang bb klien
Kriteria Hasil  Berikan makanan sedikit tapi
 Pemahaman sering
kebutuhan nutrisi  Catat status nutrisi pasien :
 Tidak ada turgor kulit, timbang berat
penurunan berat badan, integritas mukosa
badan mulut
 Kaji pola diet klien yang
disukai atau tidak disukai
 Monitor intake dan output
secara periodic
 Catat adanya anoreksia,
mual, muntah, dan tetapkan
jika ada hubungannya
dengan medikasi. Awasi
frekuensi, volume, konsistensi
buang air besar.

3 Perubahan NOC :  Awasi tekanan darah dan


keseimbangan Menyatakan pemahaman nadi, pengisian kapiler, status
cairan dan factor penyebab dan membrane mukosa, turgor
elektrolit b.d perilaku yang perlu untuk kulit
adanya mual, memperbaiki deficit cairan  Awasi jumlah dan tipe
muntah. Kriteria Hasil masukan cairan, ukur
 Menunjukkan haluaran urine dengan akurat
perubahan  Diskusikan strategi untuk
keseimbangan cairan menghentikan muntah dan
 Membran mukosa penggunaan laksatif

3
lembab  Identifikasi rencana untuk
 Turgor kulit baik meningkatkan /
mempertahankan
keseimbangan cairan optimal.

4
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
GASTRITIS

A. Defenisi
Gastritis merupakan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronik, difus, atau lokal (Wilson &Lindseth 2002). Menurut pendapat
para ahli yang lain, pengertian dari gastritis adalah sebagai berikut:
 Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung
(Suyono, 2001).
 Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronik difus dan local dan ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis
superficial akut dan gastritis atropikronik (Brunner Suddarth, 2002 : 1062).
 Menurut Williams (2008:206) gastritis adalah sebuah gangguan system
pencernaan yaitu berupa peradangan mukosa lambung.
 Menurut Willkins dalam bukunya Medical-Surgical Nursing (2006:319) bahwa
gastritis adalah inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut atau kronis.

B. Etiologi
Penyebab Gastritis Akut diantaranya adalah :
1. Endokrin bakteri (Staphylococcus, Escherichia coli, dan salmonella) → merusak
mukosa lambung.
2. Obat-obatan NSAID/ Non-Steroidal Anti Inflamatory Drug (endometosin,
ibuprofen, haproksen, sulfanamida, steroid, dan digitalis) → terjadi pengurangan
prostalgladin sebagai protector dinding lambung.
3. Makanan berbumbu kuat (lada, cuka, mustard) → mengiritasi lambung
4. Kafein, alcohol, aspirin → pengikisan mukosa lambung
5. Trauma →mengakibatkan luka pada lambung
6. Keracunan zat korosif → mengiritasi lambung
7. Stress → pada periode interdigestif (antar dua waktu pencernaan) sewaktu tidak
ada pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dalam
kecepatan lambat 1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran asam
basal (basal acid output, BAO) dan dapat diukur dengan pemeriksaan sekresi
cairan lambung selama puasa 12 jam. Rangsangan emosional kuat dapat
meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis (vagus). Produksi asam lambung
akan meningkat pada keadaan stress, misalnya pada beban kerja berat, panic
dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi
mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan
terjadinya gastritis. Bagi sebagian orang, keadaan stress umumnya tidak dapat
5
dihindari. Oleh karena itu, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara
efektif dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah
raga teratur dan relaksasi yang cukup. Meski sel-sel mukosa lambung bisa pulih
kembali karena adanya regenerasi sel, namun jika hal ini selalu terjadi maka lama
kelamaan jika dibiarkan akan menyebabkan gastritis.

Penyebab dari Gastritis kronik diantaranya adalah :


1. Bakteriologi : pylory → merusak mukosa lambung
2. Ulcus lambung → merupakan luka pada lambung
3. Faktor predisposisi (kafein, alcohol, aspirin) → mengiritasi mukosa lambung
4. Imunologik : imun berkolerasi kuat terhadap auto-antibodisel parietal (oxyntic)
sehingga diproduksi asam lambung (hidrocloric acid) → penurunan produksi
asam lambung.
5. Aspek lain : refluk enterogaster, cairan pankreato-bilier, asam empedu, dan
lisolestisin yang memasuki lumen lambung dapat mengiritasi lambung →
mengiritasi lambung

C. Manifestasiklinis
 Nyeri epigastrium
 Anoreksia
 Mualdanmuntah
 Melena
 Hematemesis

D. Komplikasi
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akutdan gastritis kronik.
Gastritis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa
hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik. Gastritis
kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi
dan anemia.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik menurut Dermawan (2010) dan Doengoes (2000) sebagai
berikut:
1. Radiology : sinar x gastrointestinal bagian atas
2. Endoscopy : gastroscopy ditemukan mukosa yang hiperemik
3. Laboratorium : mengetahui kadar asam hidroklorida

6
4. EGD (Esofaga gastri duodenoskopi) : tes diagnostic kunci untuk perdarahan
gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus jaringan atau
cidera.
5. Pemeriksaan histopatologi : tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah
melewati mukos amuskularis
6. Analisa gaster : dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji
aktivitas secretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik dan
pembentukan asam noktura
7. Feses tes akan positif H. Pylory Kreatinin : biasanya tidak meningkat bila perfusi
ginjal dipertahankan.

F. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intevensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Nyeri akut b.d NOC :  Kaji skala nyeri
inflamasi mukosa Nyeri hilang atau terkontrol menggunakan P,Q,R,S,T
lambung dan kebutuhan rasa  Observasi tanda-tanda
nyaman terpenuhi vital
 Atur posisi yang nyaman
Kriteria Hasil : bagi klien
 Nyeri klien berkurang  Ajarkan teknik distraksi
atau hilang dan relaksasi
 Skala nyeri 0  Kolaborasi dalam
 Keadaan umum klien pemberian analgetik
baik 
2 Pemenuhan nutrisi NOC :  Anjurkan istirahat sebelum
kurang dari Pemenuhan nutrisi klien makan
kebutuhan tubuh b.d dapat teratasi dan BB klien  Doroh tirah baring dan
intake yang tidak dapat dipertahankan pembatasan aktivitas
adekuat dan adanya selama fase akut
mual muntah Kriteria Hasil :  Anjurkan makan sedikit
 Nafsu makan klien demi sedikit tapi sering
membaik  Hindari makanan yang
 Bb klien menunjukkan menimbulkan gas
peningkatan  Beri makan selagi hangat

7
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
GASTROENTERITIS

A. Definisi
Gastroenteritis atau diare akut adalah kekerapan dan keenceran BAB dimana
frekuensinya lebih dari 3 kali perhari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gram (Syaiful
Noer, 1996). Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,
diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare
yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi.
Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat
disebabkan virus, bakteri, dan parasit.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Di
negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat
tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di
Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit
dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar
dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio
cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus,
Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi
A.n Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (Pitono, 1997)
Gastroentritis (GE) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja
yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan
oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley &
Wong’s,1995).
Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang
disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan (Marlenan Mayers,1995).
Jadi dari keempat pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis adalah
peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit
yang patogen.

8
B. Etiologi
1. Infeksi internal, yaitu saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare.
Pada sat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang
dapat menyebabkan diare. Penyebab itu dapat digolongkan lagi kedalam penyakit
yang ditimbulkan adanya virus, bakteri, dan parasit usus. Penyebab utama oleh virus
yang terutama ialah rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya ialah virus Norwalk,
astrovirus, calcivirus, coronavirus, minirotavirus dan virus bulat kecil. Bakteri-bakteri
yang dapat menyebabkan penyakit itu adalah aeromonashidrophilia, bacillus cereus,
campylobacter jejuni, clostridium defficile, clostridium perfringens, E coli,
plesiomonas, shigelloides, salmonella spp, staphylococcus aureus, vibrio cholerae,
dan yersinia enterocolitica. Sedangkan penyebab gastroenteritis (diare akut) oleh
parasit adalah balantidium coli, capillaria philippinensis, cryptosporidium, entamoeba
histolitica, giarsia lamblia, isospora billi, fasiolapsis buski, sarcocystis suihominis,
strongiloides stercoralis, dan trichuris trichuria.
2. Bakteri penyebab gastroenteritis (diare akut) dibagi dalam dua golongan besar, ialah
bakteri non invasive dan bakteri invasive. Yang termauk dalam golongan bakteri non
invasive adalah : vibrio cholera, E. coli pathogen (EPEC,ETEC,EIEC). Sedangkan
golongan bakteri invasiv adalah salmonella spp, shigella spp, E. coli infasif (EIEC), E.
coli hemorrhagic (EHEC) dan camphylobcter. Diare karena bakteri invasive dan non
ihnvasiv terjadi melalui suatu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan
transport ion di dalam sel-sel usus berikut ini : cAMP (cyclic adenosine
monophospate), cGMP (cyclic guaniosin monophospate), Ca-dependent dan
pengaturan ulang sitoskeleton.
3. Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti :
otitis media akut tonsilopharingitis, dan sebagainya (Hendarwanto, 200).

C. Tanda dan gejala


1. Diare
2. Mual dan muntah
3. Demam
4. Nyeri abdomen
5. Membrane mukosa mulut dan bibir kering
6. Fontanel cekung
7. Kehilangan berat badan
8. Tidak nafsu makan
9. Badan terasa lemah

9
D. Komplikasi
 Dehidrasi seperti muntah hebat, intake kurang
 Kolik abdomen : nyeri hebat
 Perforasi atau obstruksi
 Peritonitis (radang selaput rongga perut) karena appendix yang pecah
 Abses intra abdomen.

E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
1. Pemeriksaan tinja
 Makroskopis dan mikroskopis
 pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistst, bila
diduga terdapat intoleransi gula.
2. Pemeriksaan darah
 pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, dan
Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asam basa.
 Kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
3. Doudenal Intubation
Untuk mengetahui jasad renik atau parasite secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.

F. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Defisit volume NOC :  Timbang BB setiap hari
cairan kurang dari Balance cairan normal dengan menggunakan
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil: skala dan pada waktu
b.d kehilangan  Bebas tanda-tanda yang sama
volume cairan dehidrasi  Monitor intake dan output
secara aktif  Balance cairan tercapai cairan per 24 jam.
 Nilai hematocrit dalam  Pantau TD, nadi dan
batas normal tekanan arteri
 Evaluasi turgor kulit,
membrane mukosa,
keadaan fontanel

10
 Kaji lokasi tempat
masuknya cairan IV per
jam.
 Pantau pemeriksaan lab
sesuai indikasi : Ht dan
Kalium Serum

2 Ketidak NOC : Management nutrition


seimbangan nutrisi Nutritional status : Adekuatnya  Catat intake dan output
kurang dari intake makanan peroral  Kaji adanya tanda
kebutuhan tubuh anoreksia, letargi dan
b.d ketidak diare.
mampuan  Beri makanan yang dapat
memasukkan menunjang daya tubuh
makanan karena klien
factor biologi  Anjurkan klien untuk
makan makanan yang
mengandung serat seperti
sayuran dan buah-
buahan.
 Kaji adanya mual dan
muntah

11
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)

G. Definisi
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa
nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar
secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah
suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes
aegypty (Seoparman, 1996).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue
haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis
virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala
utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.

H. Etiologi
Virus dengue sejenis arbovirus. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae
dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya
perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina
tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap
inaktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.

I. Manifestasi Klinik
1. Demam tinggi selama 5 – 7 hari
2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati.
6. Sakit kepala
7. Pembengkakan sekitar mata.

12
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

J. Komplikasi
1. Perdarahan luas
2. Syok
3. Efusi pleura
4. Penurunan kesadaran

K. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
 Trombosit menurun
 HB meningkat lebih dari 20 %
 HT meningkat lebih dari 20 %
 Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
 Protein darah rendah
 Ureum meningkat
 Natrium rendah
2. Serology : HI (hemaglutination inhibition test)
 Rontgen thorax : effuse pleura
 Uji tes torniket : +

L. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Hipertermi b.d NOC : Fever treatment
proses infeksi Suhu tubuh normal  Monitor suhu sesering mungkin
virus dengue  Monitor IWL
Kriteria Hasil :  Monitor warna dan suhu kulit
 Suhu tubuh antara 36-  Monitor tekanan darah, nadi
37 dan RR
 Nadi dan RR dalam  Monitor penurunan tingkat
rentang normal kesadaran
 Monitor WBC, Hb, Hct

13
 Berikan cairan intravena
 Selimuti pasien
 Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
Temperature regulation
 Monitor suhu minimal tiap 2
jam
 Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
 Tingkatkan cairan dan nutrisi
 Kolaborasi pemberian
antipiretik
Vital sign monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2 Resiko deficit NOC :  Monitoring vital sign setiap 3
volume cairan b.d Tidak terjadi deficit volume jam/lebih
pindahnya cairan cairan  Observasi CRT
intravaskuler ke  Observasi intake dan output
ekstravaskuler. Kriteria Hasil :  Catat warna urine/ konsentrasi,
 Input dan output BJ
seimbang  Anjurkan untuk minum 1500-
 Vital sign dalam batas 2000 ml/hari (sesuai toleransi)
normal  Kolaborasi : pemberian cairan
 Akral hangat intravenasecara periodic
 CRT < 3 detik  Catat adanya anoreksia,
mual, muntah, dan tetapkan
jika ada hubungannya
dengan medikasi. Awasi
frekuensi, volume, konsistensi
buang air besar.

3 Resiko syok NOC :  Monitor keadaan umum pasien


hypovolemik b.d Tidak terjadi syok  Observasi vital sign setiap 3
perdarahan yang hipovolemik jam atau lebih
berlebihan.

14
Kriteria Hasil :  Jelaskan pada pasien dan
 Tanda vital dalam keluarga tanda perdarahan,
batas normal dan segera laporkan jika terjadi
 Tidak adanya perdarahan
tanda-tanda syok  Kolaborasi : Pemberian
cairan intravena
4 Resiko terjadi NOC :  Monitor tanda-tanda
perdarahan b.d Tidak terjadi perdarahan penurunan trombosit yang
penurunan faktor disertai tanda klinis.
pembekuan darah Kriteria Hasil :  Monitor trombosit setiap hari
(trombositopeni)  Vital sign dalam batas  Anjurkan pasien untuk banyak
normal istirahat ( bedrest )
 Tidak ada tanda  Berikan penjelasan kepada
perdarahan lebih lanjut, klien dan keluarga untuk
 Nilai trombosit melaporkan jika ada tanda
meningkat perdarahan.
 Antisipasi adanya perdarahan

15
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
HIPERTENSI

A. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi manula,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik
90 mmHg. (Bruner dan Suddarth, 2002: 896)
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah baik sistole dan diastole karena adanya gangguan peredaran darah tepi
dengan tanda dan gejala yang khas.

Hipertensi dapat dikelompokan menjadi :


1. Hipertensi Ringan
Tekanan sistole 140-150 mmHg dan diastole 90-100 mmHg
2. Hipertensi Sedang
Keadaan tekanan darah systole 160-180 mmHg dan diastole 100-110 mmHg
3. Hipertensi Berat
Tekanan systole lebih dari 185 mmHg dan diastole lebih 110 mmHg

B. Etiologi
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal ginjal.
Disebut juga sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan hipertensi sering
tidak menampakkan gejala, penyakit ini lebih banyak menyerang wanita dari pada
pria Penyebab hipertensi yaitu gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang
berlebihan dan rangsangan kopi serta obat-obatan yang merangsang dapat berperan
disini, tetapi penyakit ini sangat dipengaruhi faktor keturunan.

C. Manifestasi Klinis
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai
bertahun-tahun. Gejala, bila ada biasanya menunjukkan kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh pembuluh
darah yang bersangkutan. penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang
paling menyertai hipertensi. Hipertofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons
peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan
sistemik yang meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan
beban kerja maka terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat
bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia
16
(peningkatan nitrogen urea darah dan kretinin). Keterlibatan pembuluh darah otak
dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik trasien yang termanifestasi
sebagai paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan ketajaman
penglihatan.

D. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi akibat hipertensi adalah sebagai berikut :
 Gagal jantung
 Stroke
 Hipertensi maligna
 Hipertensi Ensefalopati
 Gagal ginjal

E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
hipertensi adalah sebagai berikut :
 EKG, pemeriksaan EKG dilakukan untuk melihat apakah ada kelainan pada
jantung seperti hipertropi ventrikel
 Kalium dalam serum biasanya ditemukan meningkat dari ambang normal
 Pemeriksaan gula darah perlu dilakukan jika ada indikasi diabetes melitus
 Pemeriksaan urin seperti ureum dan kreatinin biasanya akan meningkat pada
keadaan kronis
 Protein urin biasanya didapatkan positif

F. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Resiko tinggi NOC : Cardiac care
terhadap Cardiac Pump  Evaluasi adanya nyeri
penurunan curah Effectiveness dada (intensitas, lokasi,
jantung b.d Circulation Status durasi)
peningkatan Vital Sign Status  Catat adanya disritmia
afterload jantung
vasokontriksi Kriteria Hasil :  Catat adanya tanda dan
 Tanda vital dalam gejala penurunan cardiac
rentang normal output

17
 Tidak ada edema paru,  Monitor status
perifer, dan tidak ada kardiovaskuler
asites  Monitor status
 Tidak ada penurunan pernafasan yang
kesadaran menandakan gagal
jantung
 Monitor abdomen
sebagai indicator
penurunan perfusi
 Monitor balance cairan
 Monitor adanya
perubahan tekanan
darah
 Monitor respon pasien
terhadap efek
pengobatan antiaritmia

Vital Sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor vital sign saat
pasien berbaring, duduk,
berdiri
 Monitor TD, Nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas.
 Monitor bunyi jantung
 Monitor jumlah dan irama
jantung
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya pulsus
paradoksus

18
2 Nyeri akut b.d NOC : Pain Management
peningkatan Pain Level  Lakukan pengkajian nyeri
tekanan vaskuler Pain Control secara komprehensif
serebral Comfort Level termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil frekuensi, kualitas, dan
 Mampu mengontrol factor presipitasi
nyeri  Observasi reaksi
 Melaporkan nyeri nonverbal dari
berkurang dengan ketidaknyamanan
menggunakan  Gunakan teknik
manajemen nyeri komunikasi terapeutik
 Mampu mengenali untuk mengetahui
nyeri pengalaman nyeri pasien
 Menyatakan rasa  Ajarkan teknik relaksasi
nyaman setelah nyeri untuk mengurangi nyeri
berkurang  Kolaborasi pemberian
analgetik
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pertama kali.

3 Intoleransi aktivitas NOC : Energy Management


b.d kelemahan, Energy conservation  Observasi adanya
ketidak seimbangan Self Care : ADL pembatasan klien dalam
suplai dan melakukan aktvitas
kebutuhan oksigen. Kriteria Hasil :  Kaji adanya factor yang
 Berpartisipasi dalam menyebebkan kelelahan
aktivitas fisik tanpa  Monitor pasien akan
disertai peningkatan adanya kelelahan fisik
TD, Nadi, dan RR dan emosi secara
 Mampu melakukan berlebihan
aktivitas sehari hari
secara mandiri

19
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
DIABETES MELLITUS

A. Defenisi
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin
baik absolut maupun relatif (Noer, 2003). Diabetes mellitus adalah penyakit dimana
penderita tidak bisa mengontrol kadar gula dalam tubuhnya. Tubuh akan selalu kekurangan
ataupun kelebihan gula sehingga mengganggu system kerja tubuh secara keseluruhan
(FKUI, 2001). Diabetes mellitus adalah penyakit yang sering dijumpai sebagai akibat dari
defisiensi insulin atau penurunan efektivitas insulin (Brooker, 2001).

B. Klasifikasi
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1)
Kekerapan DM Tipe 1 di negara barat + 10% dari DM Tipe 2. Di negara tropic jauh
lebih sedikit lagi. Gambaran kliniknya biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan
puncaknya pada masa akil balig. Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa.
2. Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2)
DM Tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebihdari 90%).Timbul makin
sering setelah umur 40 dengan catatan pada decade ketujuh kekerapan diabetes
mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada rata-rata orang dewasa.
3. Diabetes MelitusTipe Lain
Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetic fungsi sel beta, defek
genetic kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau
zatkimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang
berkaitan dengan DM.
4. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Jenis ini
sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani
dengan benar.

20
C. Etiologi
 Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackie virus B4. Melalui
mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau
perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang
menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri
masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan DM.
 Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan,
pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain
adalah sianida yang berasal dari singkong.
 Genetik atau Faktor Keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. Anggota
keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit
ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli
kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks
atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan
kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-
anaknya.

D. Manifestasi Klinis
Gejala yang lazimterjadipada diabetes mellitus sebagaiberikut :
1. Poliuri ( banyak kencing )
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
2. Polidipsi ( banyak minum )
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
3. Polipagi ( banyak makan )
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak

21
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh
darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusaha mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah
cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan
lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makanakan tetap kurus.
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sorbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sorbitol dari lensa,
sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

E. Komplikasi
1. Komplikasi akut diabetes mellitus
Dua komplikasi akut yang paling penting adalah reaksi hipoglikemia dan koma diabetik.
a) Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa,
dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya.
Penderita koma hipoglikemik harus segera dibawa kerumah sakit karena perlu
mendapat suntikan glukosa 40% dan infuse glukosa. Diabetisi yang mengalam
ireaksi hipoglikemik (masih sadar), ataukomahipoglikemik,
biasanyadisebabkanolehobat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu
tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang
berlebihan.
b) Koma Diabetik
Berlawanan dengan koma hipoglikemik, koma diabetic ini timbul karena kadar darah
dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik
yang sering timbul adalah :
a) Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
b) Minum banyak, kencing banyak
c) Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam,
serta berbau aseton

22
d) Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma
diabetic harus segara dibawa kerumahsakit

2. Komplikasi kronis diabetes mellitus


Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh
bagian tubuh (angiopati diabetik). Untuk kemudahan, angiopati diabetic dibagi 2 :
a) Makroangiopati (makrovaskular)
b) Mikroangiopati (mikrovaskular)
Walaupun tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus
bersamaan.

F. Pemeriksaanpenunjang
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostic medis antara lain :
1. Pemeriksaan gula darah
Orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan kadar gula darah
antara 70-110 mg/dl dalam kondisi asupan makanan yang berbeda-beda. Test dilakukan
sebelum dan sesudah makan serta pada waktu tidur.
2. Pemeriksaan dengan Hb
Dilakukan untuk pengontrolan DM jangka lama yang merupakan Hb minor sebagai hasil
dari glikolisis normal.
3. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah untuk
memantau kadar glukosa darah pada periode waktu diantara pemeriksaan darah.

G. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Kekurangan volume NOC :  Pantau tanda-tanda
cairan tubuh b.d Tidak terjadinya kekurang vital
dieresis osmotik volume cairan  Kaji nadi perifer, CRT,
turgor kulit, dan
Kriteria Hasil :

23
 Tanda vital stabil membrane mukosa
 Nadi perifer dapat  Pantau masukan dan
diraba keluaran, catat berat
 Turgor kulit dan CRT jenis urine
baik  Observasi BB
 Kadar elektrolit dalam  Berikan terapi cairan
batas normal sesuai indikasi

2 Nutrisi kurang dari NOC :  Tentukan program diet


kebutuhan tubuh b.d Nutrisi adekuat dan pola makan pasien
ketidakcukupan  Observasi BB/hari
insulin, penurunan Kriteria Hasil :  Identifikasi makanan
masukan oral  BB stabil atau yang disukai
bertambah  Berikan pengobatan
 Nafsu makan membaik insulin secara teratur
sesuai indikasi

3 Resiko infeksi b.d NOC :  Observasi tanda-tanda


hiperglikemia Infeksi tidak terjadi infeksi dan peradangan
 Tingkatkan upaya untuk
Kriteria Hasil : pencegahan dengan
 Tidak adanya tanda- melakukan cuci tangan
tanda infeksi yang baik pada semua
orang yang
berhubungan dengan
pasien.
 Pertahankan teknik
aseptic pada prosedur
invasive
 Berikan perawatan kulit
dengan teratur dan
sungguh-sungguh

24
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
APENDISITIS

A. Definisi
Apendiksitis atau sering kita sebut sehari-hari dengan usus buntu merupakan
peradangan atau inflamasi yang terjadi pada apendiks. Apendisitis merupakan penyebab
nyeri pada abdomen akut yang paling banyak ditemukan.
Penyakit usus buntu atau apendisitis ini dapat mengenai semua umur, baik laki-
laki maupun perempuan, akan tetapi penyakit ini lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun.

B. Etiologi
Penyebab apendisitis atau usus buntu biasanya dapat disebabkan oleh beberapa
hal dibawah ini, antara lain adalah:
 Fekolit atau massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat
 Tumor apendiks
 Cacing ascaris di dalam saluran pencernaan
 Erosi mukosa apendiks karena parasit e. Histolytica
 Hiperplasia jaringan limfe

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang umum terjadi pada pasien usus buntu atau apendisitis
adalah sebagai berikut:
1. Nyeri hingga kram di daerah perut kuadran kanan bawah
2. Anoreksia atau hilang nafsu makan
3. Mual dan muntah
4. Demam ringan pada tahap awal penyakit dan dapat naik ketika terjadi peritonotis.
5. Nyeri lepas pada pemeriksaan perut
6. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali
7. Konstipasi atau susah buang air besar
8. Diare atau mencret
9. Disuria atau kencing sedikit
10. Gejala berkembang dengan cepat dan kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6
jam setelah munculnya gejala pertama.

25
D. Komplikasi
Komplikasi dari usus buntu atau apendisitis akut adalah keadaan yang terjadi
akibat dari perforasi atau kebocoran usus, seperti peritonitis generalisata, abses dan
pembentukan fistula, dan konsekuensi penyebaran melalui pembuluh darah, pieloflebitis
supuratif (radang dan trombosis vena porta), abses hepar dan septikemia.
Radang atau inflamasi dapat menjadi kronis dan dapat menyebabkan obstruksi
pada leher apendiks, sehingga akan menyebabkan retensi mukus dan kemudian
menimbulkan mukokel.
Apendisitis atau usus buntu ini sering tidak menimbulkan masalah klinis, akan
tetapi walaupun jarang, dapat terjadi ruptur dari sel epitel yang mensekresi mukus dapat
dan dapat menyebar ke kavum atau rongga peritoneum.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan apendisitis dapat dilakukan dengan
memeriksakan laboratorium yang dapat dilihat dari kondisi leukositosis ringan, yaitu
leukosit berkisar antara 10.000-20.000/ml dengan peningkatan jumlah netrofil.
2. Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada
ginjal dan saluran kemih. Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium
enema, sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan.
3. Pemeriksaan usg perlu dilakukan bila telah terjadi infiltrasi apendikularis.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendisitis dapat dibagi menjadi beberapa tahap, mulai dari
taham sebelum operasi hingga tahap setelah operasi.
1. Sebelum Operasi
 Pasang NGT harus dilakukan untuk dekompresi
 Pasang kateter urin untuk mengontrol produksi urin.
 Rehidrasi cairan perlu dilakukan
 Berikan antibiotik spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
 berikan obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.
 Jika demam, demam harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
 Dilakukan tindakan apendiktomi dan apendiks dibuang, jika apendiks mengalami
perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
 Abses apendiks selanjutnya diobati dengan antibiotika secara intravena,
massanya mungkin mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase dalam
26
jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi
elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca Operasi
Penatalaksanaan apendisitis setelah menjalani operasi adalah sebagai berikut:
 Observasi tanda-tanda vital
 Angkat NGT bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah.
 Posisikan pasien dalam posisi semi fowler.
 Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
 Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
 Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak.
 Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
 Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
 Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

Jika pada kondisi massa apendiks atau usus buntu dengan proses peradangan
yang masih aktif yang ditandai dengan :
 Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
 Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-
tanda peritonitis
 Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran
ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi
daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi .

Kemudian jika pada kondsi masa apendiks dengan proses radang yang telah
mereda ditandai dengan :
 Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
lagi.
 Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba
massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
27
 Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat
di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih
banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak
serangan sakit perut. pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses
dengan atau tanpa peritonitis umum.

G. Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Nyeri akut b.d agen  memperlihatkan teknik Pengkajian
injuri biologi relaksasi secara individual  Gunakan laporan dari
yang efektif untuk pasien sendiri sebagai
mencapai kenyamanan pilihan pertama untuk
 mempertahankan nyeri mengumpulkan
pada ….atau kurang informasi pengkajian
(dengan skala 0-10)  Minta pasien untuk
 melaporkan kesejahteraan menilai nyeri dengan
fisik dan psikologis skala 0-10.
 mengenali factor  Gunakan bagan alir
penyebab dan nyeri untuk mementau
menggunakan tindakan peredaan nyeri oleh
untuk memodifikasi factor analgesic dan
tersebut kemungkinan efek
 melaporkan nyeri kepada sampingnya
pelayan kesehatan  Kaji dampak agama,
 melaporkan pola tidur budaya dan
yang baik kepercayaan, dan
lingkungan terhadap
nyeri dan respon
pasien
 Dalam mengkaji nyeri
pasien, gunakan kata-
kata yang sesuai usia
dan tingkat
perkembangan pasien

28
Manajemen Nyeri:
 Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik,
awitan dan durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau
keparahan nyeri dan
factor presipitasinya
 Observasi isyarat
nonverbal
ketidaknyamanan,
khususnya pada
mereka yang tidak
mampu berkomunikasi
efektif

Penyuluhan untuk
pasien/keluarga
 Sertakan dalam
instruksi pemulangan
pasien obat khusus
yang harus diminum,
frekuensi, frekuensi
pemberian,
kemungkinan efek
samping, kemungkinan
interaksi obat,
kewaspadaan khusus
saat mengkonsumsi
obat tersebut dan
nama orang yang
harus dihubungi bila
mengalami nyeri
membandel.
 Instruksikan pasien
untuk
29
menginformasikan
pada perawat jika
peredaan nyeri tidak
dapat dicapai
 Informasikan kepada
pasien tentang
prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri
dan tawarkan strategi
koping yang ditawarkan
 Perbaiki kesalahan
persepsi tentang
analgesic narkotik atau
oploid (resiko
ketergantungan atau
overdosis)

Manajemen nyeri:
 Berikan informasi
tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa
lama akan
berlangsung, dan
antisipasi
ketidaknyamanan
akibat prosedur
 Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi
(relaksasi, distraksi,
terapi)
 Gunakan tindakan
pengendalian nyeri
sebelum nyeri menjadi
lebih berat
 Laporkan kepada
dokter jika tindakan
tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini
30
merupakan perubahan
yang bermakna dari
pengalaman nyeri
pasien dimasa lalu

Aktivitas kolaboratif
 Kelola nyeri pasca
bedah awal dengan
pemberian opiate yang
terjadwal (missal, setiap
4 jam selama 36 jam)
atau PCA

Perawatan dirumah
 Intervensi di atas dapat
disesuaikan untuk
perawatan dirumah
 Ajarkan klien dan
keluarga untuk
memanfaatkan
teknologi yang
diperlukan dalam
pemberian obat

2. Risiko infeksi  Terbatas dari tanda dan Pengkajian


gejala infeksi  Pantau tanda dan
 Memperlihatkan hygiene gejala infeksi (suhu,
personal yang adekuat denut jantung,
 Mengindikasikan status drainase, penampilan
gizi, pernapasan, luka, sekresi,
genitourinaria dan imun penampilan urin, suhu
dalam batas normal kulit, lesi kulit, keletihan
 Menggambarkan factor dan malaise)
yang menunjang  Kaji factor yang dapat
penularan infeksi meningkatkan
 Melaporkan tanda atau kerentanan terhadap
gejala infeksi serta infeksi

31
mengikuti prosedur  Pantau hasil
skrining dan pemantauan laboratorium (hitung
darah lengkap, hitung
granulosit, absolute,
hitung jenis, protein
serum, albumin)
 Amati penampilan
praktek hygiene
personal untuk
perlindungan terhadap
infeksi

Penyuluhan untuk
pasien/keluarga
 Jelaskan pada ppasien
dan keluarga mengapa
sakit atau terapi
meningkatkan resiko
terhadap infeksi
 Instruksikan untuk
menjaga personal
hygiene
 Jelaskan manfaat dan
rasional serta efek
samping imunisasi
 Berikan pasien dan
keluarga metode untuk
mencatat imunisasi

Pengendalian infeksi
 Ajarkan pasien tehnik
mencuci tangan yang
benar
 Ajarkan kepada
pengunjung untuk
mencuci tangan
sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang
32
pasien

Aktivitas kolaboratif
 Ikuti protocol institusi
untuk melaporkan
suspek infeksi atau
kultur positif
 Pengendalian infeksi :
berikan terapi
antibiotic, bila
diperlukan

Aktivitas lain
 Lindungi pasien
terhadap kontaminasi
silang dengan tidak
menugaskan perawat
yang sama untuk
pasien lain yang
mengalami infeksi dan
memisahkan ruang
perawatan pasien
dengan pasien yang
terinfeksi

Pengendalian infeksi
 Bersihkan lingkungan
dengan benar setelah
dipergunakan masing-
masing pasien
 Pertahankan tehnik
isolasi, bila diperlukan
 Terapkan
kewaspadaan universal
 Batasi jumlah
pengunjung, bila
diperlukan

33
Perawatan dirumah
 Ajarkan tindakan
hygiene dasar seperti
mencuci tangan, tidak
berbagi handuk, gelas ,
dll
 Ajarkan metode
mengolah,
menyiapkan, dan
menyimpan makanan
yang aman
 Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
factor dilingkungan
mereka, gaya hidup
atau praktik kesehatan
yang meningkatkan
risiko infeksi
 Ajarkan keluarga
bagaimana membuang
balutan luka yang kotor
dan sampah biologis
lainnya
 Jangan melakukan
kunjungan rumah jika
saudara sedang sakit
 Rujuk pasien dan
keluarga kelembaga
sosial untuk membantu
menjaga kebersihan
rumah dan nutrisi
 Pengendalian infeksi:
ajarkan pasien dan
keluarga mengenal
tanda dan gejala infeksi
serta kapan harus
melaporkan ke layanan
kesehatan.
34
3. Ansietas berhubungan Setelah diberikan perawatan Pengkajian
dengan perubahan klien akan menunjukkan:  kaji dan
status kesehatan  Ansietas berkurang, dokumentasikan tingkat
dibuktikan oleh tingkat kecemasan pasien,
ansietas hanya ringan termasuk reaksi fisik
sampai sedang dan setiap……..
selau menunjukkan  kaji untuk factor
pengendalian diri budaya yang menjadi
terhadap ansietas, diri, penyebab ansietas
koping.  gali bersama pasien
 Menunjukkan tenteng tehnik yang
pengendalian diri berhasil dan tidak
terhadap ansietas; berhasil menurunkan
yang dibuktikan oleh ansietas dimasa lalu
indicator sibagai  reduksi ansietas (NIC);
berikut: menentukan
1. tidak pernah kemampuan
2. jarang pengambilan
3. kadang-kadang keputusan pasien
4. sering
5. selalu Penyuluhan untuk pasien
dan keluarga
 buat rencana
penyuluhan dengan
tujuan ang realistis,
termasuk kebutuhan
untuk pengulangan,
dukungan dan pujian
terhadap tugas-tugas
yang telah dipelajari
 berikan informasi
mengenai sumber
komunitas yang
tersedia, seperti teman,
tetangga, kelompok
swabantu, tempat
ibadah, lembaga
sukarelawan dan pusat
35
rekreasi
 informasikan tentang
gejala ansietas
 ajarkan anggota
keluarga bagaimana
membedakan antara
serangan panic dan
gejala penyakit fisik

Penurunan Ansietas
 sediakan informasi
factual menyangkut
diagnosis, terapi dan
prognosis
 instruksikan pasien
tentang penggunaan
teknik relaksasi
 jelaskan semua
prosedur, termasuk
sensasi yang biasanya
dialami selama
prosedur

Aktivitas kolaboratif
penurunan ansietas :
berikan obat untuk
menurunkan ansietas jika
perlu

Aktivitas lain
 pada saat ansietas
berat, dampingi pasien,
bicara dengan tenang,
dan berikan ketenangan
serta rasa nyaman
 beri dorngan kepada
pasien untuk
mengungkapkan secara
36
verbal pikiran dan
perasaan untuk
mengeksternalisasikan
ansietas
 bantu pasien untuk
memfokuskan pada
situasi saat ini, sebagai
cara untuk
mengidentifikasi
mekanisme koping yang
dibutuhkan untuk
mengurangi ansietas
 sediakan pengalihan
melaui televise, radio,
permainan serta terapi
okupasi untuk
menurunkan ansietas
dan memperluas fokus
 coba teknik seperti
imajinasi bombing dan
relaksasi progresif
 dorong pasien untuk
mengekspresikan
kemarahan dan iritasi,
serta izinkan pasien
untuk menangis
 yakinkan kembali pasien
melalui sentuhan, dan
sikap empatik secara
verbal dan nonverbal
secara bergantian
 sediakan lingkungan
yang tenang dan batasi
kontak dengan orang
lain
 sarankan terapi
alternative untuk
mengurangi ansietas
37
yang dapat diterima oleh
pasien
 singkirkan sumber-
sumber ansietas jika
memungkinkan

Penurunan Ansietas
 gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
 nyatakan dengan jelas
tentang harapan
terhadap perilaku pasien
 damping pasien untuk
meningkatkan
keamanan dan
mengurangi rasa takut
 berikan pijatan
punggung, pijatan leher
jika perlu
 jaga peralatan
perawatan jauh dari
pandangan
 bantu pasien untuk
mengidentifikasi situasi
yang mencetuskan
ansietas

38
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
HERNIA

A. Definisi
Istilah hernia berasal dari bahasa Latin, yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi
suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga
yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini
sering terjadi di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (Giri Made
Kusala, 2009).
Hernia merupakan prostrusi atau penonjolan suatu rongga melalui defek atau
lubang atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi
perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeorotik
dinding perut.(Nanda NIC-NOC, 2015)
Hernia merupakan suatu benjolan atau penonjolan isi perut dari rongga normal
melalui lubang kongenital atau penonjolan usus melalui lubang abdomen atau lemahnya
area dinding abdomen.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan dari isi
perut atau usus dalam rongga normal melalui lubang yang kongenital atau melemahnya
area dinding abdomen.
Berikut adalah beberapa penjelasan hernia menurut letaknya :
1. Hernia hiatal adalah kondisi dimana kerongkongan (pipa tenggorokan) turun,
melewati diafragma melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut
menonjol ke dada (thoraks).
2. Hernia hepigastrik adalah terjadi diantara pusar dan bagian bawah tulang rusuk di
garis tengah perut. Hernia hepigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang
yang berisi usus. Terbentuk di bagian dinding perut yang relatif lemah, hernia ini
sering menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat di dorong kembali kedalam perut
ketika pertama kali di temukan.
3. Hernia umbilikal adaah berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar)yang di
sebabkan bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum kelahiran,
tidak menutup sepenuhnya. Orang jawa sering menyebutnya “wudel bodong”. Jika
kecil (kuarang dari satu senti meter), hernia jenis ini biasanya menutup secara
bertahap sebelum usia 2 tahun.
4. Hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai
tonjolan di selengkangan atau skarotum. Orang awam biasa menyebutnya “turun
bero” atau “hernia” hernia inguinalis terjadi ketika dinding abdomen berkembang
sehingga usus menerobos kebawah melalui celah. Jika anda merasa ada benjolan
dibawah perut yang lembut, kecil, dan mungkin sedikit nyeri dan bengkak, anda
39
mungkin di kena hernia ini. Hernia tipe ini lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan.
5. Hernia femoralis adalah muncul sebagai benjolon di pangkal paha tipe ini lebih sering
terjadi pada wanita dari pada pria.
6. Hernia insisional adalah dapat terjadi melalui pasca operasi perut. Hernia ini muncul
sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar tidak menutup
sepenuhnya.
7. Hernia nukleus pulposi (HNP) adalah hernia yang melebitkan cakram tulang
belakang. Diantara setiap tulang belakang ada diskus intervertebralis yang menyerap
goncangan cakram dan meningkatkan elastisitas dan mobilitas tulang belakang.
Karena aktivitas dan usia, terjadi hernia diskus intervebralis yang mneyebabkan saraf
terjepit (scititica). HNP umunya berdasrakan terjadinya hernia dibagian atas.

B. Etiologi
Hernia dapat di sebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Congenital
2. ObesitaL
3. Ibu hamil
4. Mengejan
5. Pengangkatan beban berat

C. Patofisiologi
Kelemahan dinding abdominalis memperparah terjadinya penipisan dinding
abdominalis sehingga fungsi otot organ abdominalis berkurang. ketika adanya
penahanan maka usus akan memasuki atau menembus dinding abdominalis yang tipis,
sehingga usus dapat bertempat bukan pada tempatnya dan bergeser kebawah atau
keatas sesuai celah kelemahan dingding abdominalis. Usus yang menembus dinding
akan terjepit sehingga menimbulkan asam laknat meningkat yang membuat penderita
merasakan mual dan muntah dan sakit di daerah perut.

D. Manifestasi Klinis
1. Berupa benjolan keluar masuk atau keras dan yang tersering tampak benjolan di
lipatan paha.
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit di sertai perasaan mual
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi
4. Bila terjadi hernia inguinalis tragulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta
kulit di atasnya menjadi merah dan panas

40
5. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandungan kencing sehingga
menimbulkan gejala sakit kencing atau disuria di sertai hematuria ( kencing darah ) di
samping benjolan di bawah sela paha
6. Hernia diafragmatika menimbulkan persaan sakit di daerah perut di sertai sesak
nafas
7. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus / obstruksi usus
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (
peningkatan hematokrit ), peningkatan sel darah putih (10000-18000/ul ) dan
ketidakseimbangan elektrolit
3. Laparoskopi : Untuk menentukan adanya hernia inguinal lateralis apakah ada sisi
yang berlawanan atau untuk mengevaluasi terjadi hernia berulang atau tidak.
4. EKG: terjadi peningkatan nadi akibat adanya nyeri
5. USG abdomen : untuk menentukan isi hernia
6. Radiografi : terdapat banyangan udara pada thoraks

F. Penatalakasaan
Penanganan hernia ada dua macam :
1. Konservatif
a) Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara
perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.
b) Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan
setelah 5 menit di evaluasi kembali.
c) Celana penyangga
d) Istirahat baring
e) Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen,
antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah
sembelit.
f) Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan
dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan
mengedan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol
yang dapat memperburuk gejala-gejala.
2. Pembedahan (Operatif) :
a) Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding
belakang.

41
b) Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka
dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia
dijahit ikat setinggi lalu dipotong.
c) Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan
menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus
dan muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal.

G. Pencegahan
Menurut Jennifer (2007), pencegahan hernia adalah :
 Usahakan untuk mempertahankan berat tubuh yang sehat
Hal ini dapat membantu mengurangi tekanan pada otot di bagian perut.
 Konsumsi makanan yang mengandung serat tinggi
Seperti : Buah-buahan, sayuran, dan makanan yang terbuat dari gandum sangat
disarankan untuk dikonsumsi. Makanan tersebut mengandung banyak serat yang
membantu mencegah konstipasi dan mengurangi tekanan di bagian perut.
 Hindari mengangkat barang yang terlalu berat
Jika harus mengangkat barang berat, lakukan dengan cara yang benar. Postur tubuh
yang tepat saat mengangkat barang berat, yakni tekuk lutut Anda dan hindari
membungkuk untuk mengurangi tekanan.
 Hindari tekanan Intra abdomen
Seperti batuk kronis dan mengejan yang dapat mencetuskan hernia.

H. Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Nyeri akut b.d Nyeri berkurang  Lakukan pengkajian nyeri
diskontuinitas secara komprehensif
jaringan akibat Kriteria hasil: termasuk lokasi,
tindakan operasi  Mampu mengontrol karakteristik, durasi
nyeri ( tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu faktor presipitas
menggunakan tehnik  Gunakan komunikasi
nonfarmakologi untuk traupetik untuk mengetahui
mengurangi nyeri, pengalaman nyeri pasien
mencari bantuan )  Kaji kultur yang
 Melaporkan bahwa mempengaruhi respon

42
nyeri berkurang nyeri
dengan menggunakan  Kontrol lingkungan yang
managemen nyeri dapat mempengaruhi nyeri
 Menyatakan rasa seperti suhu ruangan ,
nyaman setelah nyeri pencahayaan dan
berkurang kebisingan.
 Pilh dan lakukan
penanganan nyeri (
farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Tingkatkan istirahat

2. Resiko infeksi b.d Infeksi tidak terjadi  Cuci tangan setiap


luka insisi post sebelum dan sesudah
pembedahan Kriteria hasil: tindakan keperawatan
 Klien bebas dari tanda  Tingkatkan intake nutrisi
dan gejala infeksi  Berikan terapi antibiotik
 Menunjukan bila perlu infection
kemampuan untuk protection (proteksi
mencegah timbulnya terhadap infeksi)
infeksi  Monitor tanda dan gejala
 Jumlah leukosit dalam infeksi sistemik dan lokal
batas normal  Inspeksi kondisi luka/ insisi
 Menunjukkan prilaku bedah
hidup sehat  Dorong istirahat
 Intruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi

43
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi

3. Resiko perdarahan Perdarahan tidak terjadi  Monitor ketat tanda-tanda


b.d luka insisi post pendarahan
pembedahan Kriteria Hasil:  Catat nilai Hb dan Ht
 Kehilangan darah yang sebelum dan sesudah
terlihat terjadinya pendarahan
 Tidak ada distensi  Pertahankan bet rest
abdominal selama pendarahan aktif
 Hemoglobin dan  Anjurkan pasien untuk
hematroktrik dalam meningkatkan intake
batas normal makanan yang banyak
mengandung vitamin K
 Lakukan manual pressure
(tekanan) pada area
pendarahan
 Gunakan ice pack pada
area pendarahan
 Lakukan pressure dressing
(perban yang menekan)
pada area yang luka
 Intruksikan pasien untuk
membatasi aktifitas

44
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
INFEKSI SALURAN KENCING (ISK)

H. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu
keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih, (Agus Tessy, 2001). Infeksi
Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih.
(Enggram, Barbara, 1998)

I. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut :
1. Kandung kemih (sistitis)
2. Uretra (uretritis)
3. Prostat (prostatitis)
4. Ginjal(pielonefritis)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:


1. ISK Simple
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik,
anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai
penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
2. ISK Complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit
diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika,
sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-
keadaan sebagi berikut:
 Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi,
atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan
prostatitis.
 Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
 Gangguan daya tahan tubuh
 Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang
memproduksi urease

J. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
 Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
 Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
45
 Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
 Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung
kemih yang kurang efektif
 Mobilitas menurun
 Nutrisi yang sering kurang baik
 Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
 Adanya hambatan pada aliran urin
 Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

K. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam
traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi
terdekat, hematogen, limfogen.
Ada dua jalur utama terjadinya ISK yaitu asending dan hematogen.
1. Secara asending yaitu :
Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana
pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden
terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal,
pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian
kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke
ginjal.
2. Secara hematogen yaitu:
Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah
penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi
struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu:
adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih,
bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.

Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
 Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih
yang tidak lengkap atau kurang efektif.
 Mobilitas menurun
 Nutrisi yang sering kurang baik
 System imunnitas yng menurun
 Adanya hambatan pada saluran urin
 Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.

46
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii
yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan
resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri
yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan
ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal
yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang
menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut
sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut, batu,
neoplasma, dan hipertropi prostart yang sering ditemukan pada laki-laki diatas umur 60
tahun.

L. Tanda dan Gejala


1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
 Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
 Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
 Hematuria
 Nyeri punggung dapat terjadi
2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
 Demam
 Menggigil
 Nyeri panggul dan pinggang
 Nyeri ketika berkemih
 Malaise
 Pusing
 Mual dan muntah

M. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
 Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sediment air kemih
 Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
 Mikroskopis
 Biakan bakteri

47
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung
aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama
adanya infeksi.
5. Metode tes
 Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria.
Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat
urin normal menjadi nitrit.
 Tes Penyakit Menular Seksual (PMS)
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia
trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simple
 Tes- tes tambahan :
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga
dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus
urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie
prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang
resisten.

N. Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial
yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal
terhaap flora fekal dan vagina. Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat
dibedakan atas:
 Terapi antibiotika dosis tunggal
 Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
 Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
 Terapi dosis rendah untuk supresi

Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi.


Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis:
batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan
sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau
amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu

48
analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat
infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya :
 Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
 Interansi obat
 Efek samping obat
 Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal

Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal :
 Efek nefrotosik obat
 Efek toksisitas obat

O. Pemeriksaan Penunjang
4. Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan apendisitis dapat dilakukan dengan
memeriksakan laboratorium yang dapat dilihat dari kondisi leukositosis ringan, yaitu
leukosit berkisar antara 10.000-20.000/ml dengan peningkatan jumlah netrofil.
5. Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada
ginjal dan saluran kemih. Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium
enema, sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan.
6. Pemeriksaan usg perlu dilakukan bila telah terjadi infiltrasi apendikularis.

P. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendisitis dapat dibagi menjadi beberapa tahap, mulai dari
taham sebelum operasi hingga tahap setelah operasi.
4. Sebelum Operasi
 Pasang NGT harus dilakukan untuk dekompresi
 Pasang kateter urin untuk mengontrol produksi urin.
 Rehidrasi cairan perlu dilakukan
 Berikan antibiotik spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
 Berikan obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.
 Jika demam, demam harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
5. Operasi
 Dilakukan tindakan apendiktomi dan apendiks dibuang, jika apendiks mengalami
perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
 Abses apendiks selanjutnya diobati dengan antibiotika secara intravena,
massanya mungkin mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase dalam
49
jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi
elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
6. Pasca Operasi
Penatalaksanaan apendisitis setelah menjalani operasi adalah sebagai berikut:
 Observasi tanda-tanda vital
 Angkat NGT bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah.
 Posisikan pasien dalam posisi semi fowler.
 Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
 Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
 Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak.
 Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
 Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
 Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

Jika pada kondisi massa apendiks atau usus buntu dengan proses peradangan
yang masih aktif yang ditandai dengan :
 Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
 Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-
tanda peritonitis
 Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran
ke kiri.

Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena


dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi
daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi .

Kemudian jika pada kondsi masa apendiks dengan proses radang yang telah
mereda ditandai dengan :
 Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
lagi.

50
 Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba
massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
 Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan


istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan
lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu
sejak serangan sakit perut. pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi
abses dengan atau tanpa peritonitis umum.

Q. Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Gangguan rasa Nyeri Berkurang  Pantau perubahan warna
nyaman : nyeri b.d urin, pola berkemih,
inflamasi dan infeksi Kriteria Hasil : masukan dan keluaran
 Klien tidak mengeluh nyeri
uretra, kandung kemih setiap 8 jam dan pantau
dan sruktur  Ekspresi wajah rileks
traktus hasil urinalisis ulang
urinarius lain.  Skala nyeri 0  Catat lokasi, lamanya
intensitas skala (1-10)
nyeri
 Berikan tindakan nyaman,
seperti pijatan.
 Berikan perawatan
perineal
 Jika dipasang kateter,
perawatan kateter 2 kali
per hari.
 Alihkan perhatian pada hal
yang menyenangkan
 Kolabrasi dengan dkter
dalam pemberian obat

2. Perubahan pola NOC :  Awasi pemasukan dan


eliminasi Pola eliminasi tidak ada pengeluaran karakteristi
berhubungan dengan keluhan urin

51
obstruksi mekanik  Dorong meningkatkan
pada kandung kemih Kriteria Hasil : pemasukan cairan
ataupun  Poli eliminasi membaik
struktur  Kaji keluhan pada kandung
traktus urinarius lain.  Tidak terjadi tanda-tanda kemih
gangguan berkemih  Observasi perubahan
(Urgensi, Oliguri) tingkat kesadaran
Kolaborasi:
 Awasi pemeriksaan
laboratorium; elektrolit,
BUN, kreatinin
 Lakukan tindakan untuk
memelihara asam urin:
tingkatkan masukan sari
buah dan berikan obat-
obat untuk meningkatkan
asam urin

3. Kurangnya NOC :  Berikan waktu pada pasien


pengetahuan tentang Mampu menerima untuk menanyakan tentang
kondisi, prognosis, informasi dengan baik penyakitnya
dan kebutuhan  Kaji ulang proses penyakit
pengobatan Kriteria Hasil : dan harapan yang akan
 menyatakan
berhubungan dengan mengerti datang
kurangnya sumber tentang kondisi,  Berikan informasi tentang:
informasi. pemeriksaan diagnostik, sumber infeksi, tindakan
rencana pengobatan, dan untuk mencegah
tindakan perawatan diri penyebaran, jelaskan
preventif. pemberian antibiotik,
pemeriksaan diagnostik:
tujuan, gambaran singkat,
persiapan yang dibutuhkan
sebelum pemeriksaan,
perawatan sesudah
pemeriksaan.
 Anjurkan pasien untuk
menggunakan obat yang
diberikan, minum sebanyak

52
kurang lebih delapan gelas
per hari.
 Berikan kesempatan
kepada pasien untuk
mengekspresikan
perasaan dan masalah
tentang rencana
pengobatan

53
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
CIDERA KEPALA

R. Definisi
Cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan
eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan
kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku, dan emosional.( Widagdo Wahyu, 2008)
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam subtansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.( Tarwoto & Wartonah, 2007 )
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi -
decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan.
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma
yang mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli & Meany, 1996).

S. Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan karena:
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Terjatuh
3. Kecelakaan industry
4. Kecelakaan olahraga
5. Luka, dan Persalinan

T. Manifestasi Klinis
1. Kombusio serebri
a. Muntah tanpa nausea
b. Nyeri pada lokasi cidera
c. Mudah marah
d. Hilang energy
e. Pusing dan mata berkunang-kunang
f. Orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang.
54
g. Tidak ada deficit neurologi
h. Tidak ada ketidaknormalan pupil
i. Ingatan sementara hilang
j. Scalp tenderness

Kontusio serebri
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Lemah dan paralisis tungkai
c. Kesulitan berbicara
d. Hilangnya ingatan sebelum dan pada saat trauma,
e. Sakit kepala
f. Leher kaku
g. Perubahan dalam penglihatan
h. Tidak berespon baik rangsang verbal dan nyeri
i. Demam diatas 37°C
j. Peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi,
k. Berkeringat banyak
l. Perubahan pupil ( kontriksi,tidak berespon terhadap rangsangan cahaya)
m. Muntah
n. Otorhea
o. Tanda betle’s ( ekimosis pada daerah frontal )
p. Flacit paralisis atau paresis bilateral
q. Kelumpuhan saraf cranial
r. GCS dibawah 7
s. Hemiparesis atau paralesis
t. Posisi dekortikasi
u. Rhinorrhea
v. Aktifitas kejang

U. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada cidera kepala diantaranya :
1. Deficit neurologi fokal
2. Kejang
3. Pneumonia
4. Perdarahan gastrointestinal
5. Disritmia jantung
6. Syndrome of inappropriate secretion of antideuretic hormone ( SIADH )
7. Hidrosefalus
55
8. Kerusakan control respirasi
9. Inkontinensia bladder dan bowel

V. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan untuk mengetahui adanya massa/sel perdarahan, hematom, letak dan
luasnya.
2. Kerusakan/perdarahan. MRI dilakukan bila CT scan belum memberi hasil yang
cukup.
3. EEG untuk melihat adanya aktivitas gelombang listrik diotak yang patologis
4. Cerebral Angiography : Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
6. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
7. Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
8. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakrania
9. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intracranial

W. Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Perfusi jaringan tak NOC : Monitor Tekanan Intra
efektif (spesifik sere- 1. Status sirkulasi Kranial
bral) b.d aliran arteri  Catat perubahan respon
dan atau vena Kriteria hasil : klien terhadap stimu-lus /
terputus, dengan  Tekanan darah sis-tolik rangsangan
batasan karak-teristik: dan diastolik dalam  Monitor TIK klien dan
o Perubahan respon rentang yang respon neurologis
motorik diharapkan terhadap aktivitas
o Perubahan status  Tidak ada ortostatik  Monitor intake dan output
mental hipotensi  Pasang restrain, jika perlu
o Perubahan respon  Tidak ada tanda tanda  Monitor suhu dan angka
pupil PTIK leukosit
o Amnesia  Kaji adanya kaku kuduk

56
retrograde (gang- 2. Perfusi jaringan  Kelola pemberian antibiotik
guan memori) serebral  Berikan posisi dengan
kepala elevasi 30-
Kriteria hasil : 40Odengan leher dalam
 Klien mampu posisi netral
berkomunikasi dengan  Minimalkan stimulus dari
jelas dan sesuai lingkungan
kemampuan  Beri jarak antar tindakan
 Klien menunjukkan keperawatan untuk
perhatian, konsentrasi, meminimalkan
dan orientasi peningkatan TIK
 Klien mampu  Kelola obat obat untuk
memproses informasi mempertahankan TIK
 Klien mampu membuat dalam batas spesifik
keputusan dengan
benar Monitoring Neurologis
 Tingkat kesadaran klien  Monitor ukuran,
membaik kesimetrisan, reaksi dan
bentuk pupil
 Monitor tingkat kesadaran
klien
 Monitor tanda-tanda vital
 Monitor keluhan nyeri
kepala, mual, dan muntah
 Monitor respon klien
terhadap pengobatan
 Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
 Observasi kondisi fisik
klien

Terapi Oksigen
 Bersihkan jalan nafas dari
secret
 Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
 Berikan oksigen sesuai

57
instruksi
 Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen, dan
humidifier
 Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
 Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
 Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidur

2. Nyeri akut b.d dengan NOC : Manajemen nyeri


agen injuri fisik, 1. Nyeri terkontrol  Kaji keluhan nyeri, lokasi,
dengan batasan karakteristik, onset/durasi,
karakteristik: Kriteria hasil : frekuensi, kualitas, dan
o Laporan nyeri  Mengenal faktor- beratnya nyeri.
kepala secara faktor penyebab  Observasi respon
verbal atau non  Mengenal onset ketidaknyamanan secara
verbal nyeri verbal dan non verbal.
o Respon autonom  Tindakan pertolong-  Pastikan klien menerima
(perubahan vital an non farmakologi perawatan analgetik dg
sign, dilatasi pupil)  Menggunakan anal- tepat.
o Tingkah laku eks- getik  Gunakan strategi
presif (gelisah,  Melaporkan gejala- komunikasi yang efektif
me-nangis, gejala nyeri kepada untuk mengetahui respon
merintih) tim kesehatan. penerimaan klien terhadap
o Fakta dari  Nyeri terkontrol nyeri.
observasi  Evaluasi keefektifan
o Gangguan tidur 2. Tingkat Nyeri penggunaan kontrol nyeri
(mata sayu, Kriteria hasil :  Monitoring perubahan
menye-ringai, dll)  Melaporkan nyeri nyeri baik aktual maupun
 Frekuensi nyeri potensial.

58
 Lamanya episode  Sediakan lingkungan yang
nyeri nyaman.
 Ekspresi nyeri; wajah  Kurangi faktor-faktor yang
 Perubahan respirasi dapat menambah
rate ungkapan nyeri.
 Perubahan tekanan  Ajarkan penggunaan
darah tehnik relaksasi sebelum
 Kehilangan nafsu atau sesudah nyeri
makan berlangsung.
 Kolaborasi dengan tim
3. Tingkat kenyamanan kesehatan lain untuk
memilih tindakan selain
Kriteria hasil : obat untuk meringankan
 Klien melaporkan nyeri.
kebutuhan tidur dan  Tingkatkan istirahat yang
istirahat tercukupi adekuat untuk
meringankan nyeri.

Manajemen pengobatan
 Tentukan obat yang
dibutuhkan klien dan cara
mengelola sesuai dengan
anjuran/ dosis.
 Monitor efek teraupetik
dari pengobatan.
 Monitor tanda, gejala dan
efek samping obat.
 Monitor interaksi obat.
 Ajarkan pada klien /
keluarga cara mengatasi
efek samping pengobatan.
 Jelaskan manfaat
pengobatan yg dapat
mempengaruhi gaya hidup
klien.

59
Pengelolaan analgetik
 Periksa perintah medis
tentang obat, dosis &
frekuensi obat analgetik.
 Periksa riwayat alergi
klien.
 Pilih obat berdasarkan tipe
dan beratnya nyeri.
 Pilih cara pemberian IV
atau IM untuk pengobatan,
jika mungkin.
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
 Kelola jadwal pemberian
analgetik yang sesuai.
 Evaluasi efektifitas dosis
analgetik, observasi tanda
dan gejala efek samping,
misal depresi pernafasan,
mual dan muntah, mulut
kering, & konstipasi.
 Kolaborasi dgn dokter
untuk obat, dosis & cara
pemberian yg
diindikasikan.
 Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum
pengobatan.
 Berikan obat dengan
prinsip 5 benar
 Dokumentasikan respon
dari analgetik dan efek
yang tidak diinginkan

60
3. PK: peningkatan NOC :  Pantau tanda dan gejala
tekanan intrakranial Mencegah atau peningkatan TIK
b.d proses sesak meminimalkan komplikasi  Kaji respon membuka
ruang akibat dari peningkatan TIK mata, respon motorik, dan
penumpukan cairan / verbal, (GCS)
darah di dalam otak Kriteria hasil :  Kaji perubahan tanda-
dengan batasan Kesadaran stabil (orien-asi tanda vital
karakteristik : baik)  Kaji respon pupil
o Penurunan Pupil isokor, diameter  Catat gejala dan tanda-
kesadaran 1mm tanda: muntah, sakit
(gelisah, disori- Reflek baik kepala, lethargi, gelisah,
entasi) Tidak mual nafas keras, gerakan tak
o Perubahan  Tidak muntah bertujuan, perubahan
motorik dan mental
persepsi sensasi  Tinggikan kepala 30-
o Perubahan tanda O
40 jika tidak ada kontra
vi-tal (TD indikasi
meningkat, nadi  Hindarkan situasi atau
kuat dan lambat) manuver sebagai berikut:
o Pupil melebar, re-
 Masase karotis
flek pupil menurun
 Fleksi dan rotasi leher
o Muntah
berlebihan
o Klien mengeluh
 Stimulasi anal dengan jari,
mual
menahan nafas, dan
Klien mengeluh
mengejan
pandangan kabur dan
 Perubahan posisi yang
diplopia
cepat
 Ajarkan klien untuk
ekspirasi selama
perubahan posisi
 Konsul dengan dokter
untuk pemberian pelunak
feces, jika perlu
 Pertahankan lingkungan
yang tenang

 Hindarkan pelaksanaan

61
urutan aktivitas yang dapat
meningkatkan TIK (misal:
batuk, penghisapan,
pengubahan posisi,
meman-dikan)
 Batasi waktu penghisapan
pada tiap waktu hingga 10
detik
 Hiperoksigenasi dan
hiperventilasi klien se-
belum dan sesudah
penghisapan
 Konsultasi dengan dokter
tentang pemberian lidokain
profilaktik sebelum
penghisapan
 Pertahankan ventilasi
optimal melalui posisi yang
sesuai dan penghisapan
yang teratur
 Jika diindikasikan, lakukan
protokol atau kolaborasi
dengan dokter untuk terapi
obat yang mungkin
termasuk sebagai berikut:
 Sedasi, barbiturat
(menurunkan laju meta-
bolisme serebral)
 Antikonvulsan (mencegah
kejang)
 Diuretik osmotik
(menurunkan edema
serebral)
 Diuretik non osmotik
(mengurangi edema
serebral)
 Steroid (menurunkan

62
permeabilitas kapiler,
membatasi edema
serebral)
 Pantau status hidrasi,
evaluasi cairan masuk dan
keluar)

63
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
CA MAMAE

A. Definisi
Kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang paling banyak menyerang
wanita. Penyakit ini disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak
teratur sehingga pertumbuhan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjaadi
benjolan tumor (kanker). Apabila tumor ini tidak diambil , dikhawatirkan akan masuk dan
menyebar ke dalam jaringan yang sehat. Ada kemungkinan sel-sel tersebut melepaskan
diri dan menyebar ke seluruh tubuh. Kanker payudara umumnya menyerang wanita
kelompok umur 40-70 tahun, tetapi resiko terus meningkat dengan tajam dan cepat
sesuai dengan pertumbahan usia. Kanker payudara jarang terjadi pada usia dibawah 30
tahun.

B. Etiologi
Sebab keganasan pada payudara masih belum jelas, tetapi ada beberapa faktor
yang berkaitan erat dengan munculnya keganasan payudara yaitu: virus, faktor
lingkungan , faktor hormonl dan familial;
1. Wanita resiko tinggi dari pada pria (99:1)
2. Usia: resiko tertinggi pada usia diatas 30 tahun
3. Riwayat keluarga: ada riwayat keluarga Ca Mammae pada ibu/saudara perempuan
4. Riwayat meastrual:
 early menarche (sebelum 12 thun)
 Late menopouse (setelah 50 th)
5. Riwayat kesehatan: Pernah mengalami/ sedang menderita otipical hiperplasia atau
benign proliverative yang lain pada biopasieny payudara, Ca. endometrial.
6. Riwayat reproduksi: melahirkan anak pertama diatas 30 tahun, menggunakan obat
kontrasepasieni oral yang lama, penggunaan therapy estrogen
7. Terapi radiasi; terpapar dari lingkungan yang terpapar karsinogen
8. Life style: diet tinggi lemak, mengkomsumsi alcohol (minum 2x sehari), obesitas,
trauma payudara, status sosial ekonomi tinggi, merokok.

C. Patofisiologi
Untuk dapat menegakkan dignosa kanker dengan baik, terutama untuk
melakukan pengobatan yang tepat, diperlukan pengetahuan tentang proses terjadinya
kanker dan perubahan strukturnya. Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang
berubah dengan ciri : proliferasi yang berlebihan dan tak berguna, yang tak mengikuti
pengaruh jaringan sekitarnya. Proliferasi abnormal sel kanker akan menggangu fungsi
64
jaringan normal dengan meninfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak
sebar ke organ-organ yang jauh. Di dalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara
biokimiawi terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel
yang mengalami transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas
diantara sel normal.

Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase, yaitu:


1. Fase induksi 15 – 30 tahun
Kontak dengan bahan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai dapat
merubah jaringan displasia menjadi tumor ganas.
2. Fase insitu: 5 – 10 tahun
Terjadi perubahan jaringan menjadi lesi “pre concerous” yang bisa ditemukan di
serviks uteri, rongga mulut, paru, saluran cerna, kulit dn akhirnya juga di payudara.
3. Fase invasi: 1 – 5 tahun
Sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi melalui membran sel ke
jaringan sekitarnya dan ke pembuluh darah sera limfa
4. Fase desiminasi: 1 - 5 tahun
Terjadi penyebaran ke tempat lain

D. Tanda dan Gejala


Penemuan dini kanker payudara masih sulit ditemukan, kebanyakan ditemukan jika
sudah teraba oleh pasien.

Tanda – tandanya:
1. Terdapat massa utuh kenyal, biasa di kwadran atas bagian dalam, dibawah ketiak
bentuknya tak beraturan dan terfiksasi
2. Nyeri di daerah massa
3. Adanya lekukan ke dalam, tarikan dan refraksi pada area mammae
4. Edema dengan “peant d’ orange (keriput seperti kulit jeruk)
5. Pengelupasan papilla mammae
6. Adanya kerusakan dan retraksi pada area puting, keluar cairan spontan, kadang
disertai darah
7. Ditemukan lessi pada pemeriksaan mamografi

Penentuan Ukuran Tumor, Penyebaran Berdasarkan Kategori T, N, M


TUMOR SIZE ( T )
1. Tx: Tak ada tumor
2. To: Tak dapat ditunjukkan adanya tumor primer
65
3. T1: Tumor dengan diameter , kurang dari 2 cm
4. T2: Tumor dengan diameter 2 – 5 cm
5. T3: Tumor dengan diameter lebih dari 5
6. T4: Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan perluasan secara
langsung ke dinding thorak atau kulit

REGIONAL LIMPHO NODUS ( N )


1. Nx Kelenjar ketiak tak teraba
2. No: Tak ada metastase kelenjar ketiak homolateral
3. N1: Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa digerakkan
4. N2: Metastase ke kelenjar ketiak homolateral, melekat terfiksasi satu sama lain atau
jaringan sekitrnya
5. N3: Metastase ke kelenjar homolateral suprklavikuler/ infraklavikuler atau odem
lengan

METASTASE JAUH ( M )
1. Mo: Tak ada metastase jauh
2. M1: Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar payudara

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan labortorium meliputi:
 Morfologi sel darah
 LED
 Test fal marker (CEA) dalam serum/plasma
 Pemeriksaan sitologis
2. Test diagnostik lain:
a. Non invasive;
 Mamografi
 Ro thorak
 USG
 MRI
 PET
b. Invasif
 Biopasieni, ada 2 macam tindakan menggunakan jarum dan 2 macam tindakan
pembedahan
 Aspirasi biopasieny (FNAB)
 Dengn aspirasi jarum halus , sifat massa dibedakan antar kistik atau padat

66
 True cut / Care biopasieny
 Dilakukan dengan perlengkapan stereotactic biopasieny mamografi untuk
memandu jarum pada massa
 Incisi biopasieny
 Eksisi biopasieny
Hasil biopasieni dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan
histologik secara froxen section

F. Komplikasi
Metastase ke jaringan sekitar mellui saluran limfe (limfogen) ke paru,pleura, tulang dan
hati.

G. Penatalaksanaan Medis
Ada 2 macam yaitu kuratif (pembedahan) dan poliatif (non pembedahan).
Penanganan kuratif dengan pembedahan yang dilakukan secara mastektomi parsial,
mastektomi total, mastektomi radikal, tergantung dari luas, besar dan penyebaran knker.
Penanganan non pembedahan dengan penyinaran, kemoterapi dan terapi hormonal.

H. Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Nyeri akut b.d agen NOC  Lakukan penilaian
injuri kimia (proses Kontrol nyeri terhadap nyeri, lokasi,
kanker, diskontinuitas karakteristik dan faktor-
jaringan) Kriteria Hasil : faktor yang dapat
 Menggunakan skala nyeri menambah nyeri
untuk mengidentifikasi  Amati isyarat non
tingkat nyeri verbal tentang
 Menyatakan nyeri kegelisaan
berkurang  Fasilitasi linkungan
 Mampu istirahan/tidur nyaman
 Menggunakan tekhnik non  Berikan obat anti sakit
farmakologi  Bantu pasien
menemukan posisi
nyaman
 Berikan massage di

67
punggung
 Tekan dada saat
latihan batuk

2. Risiko infeksi bd NOC Perawatan payudara/


indekuat pertahanan Kontrol infeksi dan kontrol luka
primer atau resiko  Amati luka dari tanda2
imonosupresi infeksi
Kriteria Hasil :  Lakukan perawatan
 Bebas dari tanda-tanda payudara dengan
infeksi tehnik aseptic dan
 Angka leukosit normal gunakan kassa steril
 Mengatakan tahu tentang untuk merawat dan
tanda-tanda infeksi menutup luka
 Anjurkan pada pasien
utnuk melaporkan dan
mengenali tanda-tanda
infeksi
 Kelola therapy sesuai
program

Kontrol infeksi
 Batasi pengunjung
 Cuci tangan sebelum
dan sesudah merawat
pasien
 Tingkatkan masukan
gizi yang cukup
 Anjurkan istirahat
cukup
 Pastikan penanganan
aseptic daerah IV
 Berikan PEN-KES
tentang risk infeksi

68
3. Deficite self care b.d NOC Perawatan diri pasien
nyeri Perawatan diri : (mandi,  Tempatkan alat-alat
berpakaian) mandi disamping TT
Kriteria Hasil : pasien
 Tubuh bebas dari bau dan  Libatkan keluarga dan
menjaga keutuhan kulit pasien
 Menjelaskan cara mandi  Berikan bantuan
dan berpakaian secara selama pasien masih
aman mampu mengerjakan
sendiri

ADL berpakaian
 Informasikan pd pasien
dlm memilih pakaian
selama perawatan
 Sediakan pakaian di
tempat yg mudah
dijangkau
 Bantu berpakaian yg
sesuai
 Jaga privcy pasien
 Berikan pakaian pribadi
yg digemari dan sesuai

69
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS ( ISPA )

A. Definisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan
(hidung, fharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya
obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat
melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas
dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).

B. Etiologi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka
kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent /
kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu;
usia dari bayi dan anak, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak
tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan
penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus,
haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka
kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air
susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam
derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka
dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan
nafas. Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya
infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara
langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti
paru. Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan
musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991;
1420)

C. Manifestasi Klinis
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul
jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali

70
demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk,
terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan
menjadi susah minum dan bahkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
5. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
6. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
7. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya
suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan
kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan
jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan
adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan
Hans; 1997; 224).

E. Komplikasi
ISPA sebenarnya merupakan self limited disease yang sembuh sendiri dalam
5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi penyakit ispa yang tidak
mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakit
seperti : sinusitis paranasal, penutupan tuba eustachii, laryngitis, tracheitis,
bronchitis, dan bronchopneumonia dan berlanjut pada kematian karena adanya
sepsis yang meluas.

71
F. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


Keperawatan (NOC)
1 Ketidakefektifan NOC :  Berikan posisi nyaman
pola nafas b.d Pola nafas kembali efektif sekaligus dapat
proses inflamasi Kriteria Hasil : mengeluarkan secret
pada saluran Usaha nafas kembali dengan mudah.
pernafasan. normal dan meningkatnya  Observasi tanda vital,
suplai oksigen ke paru- sianosis, serta pola
paru kedalaman dalam
pernafasan
 Ciptakan dan pertahankan
jalan nafas yang bebas
 Kolaborasi dengan dokter
terkait pemberian oksigen
dan nebulizer.
2 Ketidakefektifan NOC :  Suction jika diperlukan
bersihan jalan Bebasnya jalan nafas dari  Berikan posisi yang nyaman
nafas b.d produksi hambatan secret dan mencegah terjadinya
sekret Kriteria Hasil : aspirasi secret
Jalan nafas yang bersih  Obervasi pengeluaran
dan patent secret dan tanda vital
Meningkatnya pengeluaran  Kolaborasi dengan dokter
sekret dalam pemberian cairan
perparenteral yang adekuat
 Berikan nebulizer sesuai
instruksi dokter
3 Ansietas pada NOC :  Berikan informasi terkait
orang tua b.d Menurunnya kecemasan perawatan dan pengobatan
hospitalisasi pada yang dialami oleh orang yang diberikan pada anak).
anak tua  Berikan dukungan kepada
Kriteria Hasil orangtua
Orang tua paham terkait  Jelaskan terapi yang
kondisi penyakit anak dan diberikan dan respon anak
terlibat aktif dalam terhadap terapi yang
perawatan anaknya. diberikan.

72
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
GASTROENTERITIS

G. Definisi
Gastroenteritis atau diare akut adalah kekerapan dan keenceran BAB dimana
frekuensinya lebih dari 3 kali perhari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gram (Syaiful
Noer, 1996). Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,
diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare
yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi.
Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat
disebabkan virus, bakteri, dan parasit.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Di
negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat
tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di
Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit
dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar
dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio
cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus,
Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi
A.n Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (Pitono, 1997)
Gastroentritis (GE) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja
yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan
oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley &
Wong’s,1995).
Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang
disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan (Marlenan Mayers,1995).
Jadi dari keempat pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis adalah
peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit
yang patogen.

73
H. Etiologi
4. Infeksi internal, yaitu saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare.
Pada sat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang
dapat menyebabkan diare. Penyebab itu dapat digolongkan lagi kedalam penyakit
yang ditimbulkan adanya virus, bakteri, dan parasit usus. Penyebab utama oleh virus
yang terutama ialah rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya ialah virus Norwalk,
astrovirus, calcivirus, coronavirus, minirotavirus dan virus bulat kecil. Bakteri-bakteri
yang dapat menyebabkan penyakit itu adalah aeromonashidrophilia, bacillus cereus,
campylobacter jejuni, clostridium defficile, clostridium perfringens, E coli,
plesiomonas, shigelloides, salmonella spp, staphylococcus aureus, vibrio cholerae,
dan yersinia enterocolitica. Sedangkan penyebab gastroenteritis (diare akut) oleh
parasit adalah balantidium coli, capillaria philippinensis, cryptosporidium, entamoeba
histolitica, giarsia lamblia, isospora billi, fasiolapsis buski, sarcocystis suihominis,
strongiloides stercoralis, dan trichuris trichuria.
5. Bakteri penyebab gastroenteritis (diare akut) dibagi dalam dua golongan besar, ialah
bakteri non invasive dan bakteri invasive. Yang termauk dalam golongan bakteri non
invasive adalah : vibrio cholera, E. coli pathogen (EPEC,ETEC,EIEC). Sedangkan
golongan bakteri invasiv adalah salmonella spp, shigella spp, E. coli infasif (EIEC), E.
coli hemorrhagic (EHEC) dan camphylobcter. Diare karena bakteri invasive dan non
ihnvasiv terjadi melalui suatu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan
transport ion di dalam sel-sel usus berikut ini : cAMP (cyclic adenosine
monophospate), cGMP (cyclic guaniosin monophospate), Ca-dependent dan
pengaturan ulang sitoskeleton.
6. Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti :
otitis media akut tonsilopharingitis, dan sebagainya (Hendarwanto, 200).

I. Tanda dan gejala


10. Diare
11. Mual dan muntah
12. Demam
13. Nyeri abdomen
14. Membrane mukosa mulut dan bibir kering
15. Fontanel cekung
16. Kehilangan berat badan
17. Tidak nafsu makan
18. Badan terasa lemah

74
J. Komplikasi
 Dehidrasi seperti muntah hebat, intake kurang
 Kolik abdomen : nyeri hebat
 Perforasi atau obstruksi
 Peritonitis (radang selaput rongga perut) karena appendix yang pecah
 Abses intra abdomen.

K. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
4. Pemeriksaan tinja
 Makroskopis dan mikroskopis
 pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistst, bila
diduga terdapat intoleransi gula.
5. Pemeriksaan darah
 pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, dan
Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asam basa.
 Kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
6. Doudenal Intubation
Untuk mengetahui jasad renik atau parasite secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.

L. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Defisit volume NOC :  Timbang BB setiap hari
cairan kurang dari Balance cairan normal dengan menggunakan
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil: skala dan pada waktu
b.d kehilangan  Bebas tanda-tanda yang sama
volume cairan dehidrasi  Monitor intake dan output
secara aktif  Balance cairan tercapai cairan per 24 jam.
 Nilai hematocrit dalam  Pantau TD, nadi dan
batas normal tekanan arteri
 Evaluasi turgor kulit,
membrane mukosa,
keadaan fontanel

75
 Kaji lokasi tempat
masuknya cairan IV per
jam.
 Pantau pemeriksaan lab
sesuai indikasi : Ht dan
Kalium Serum

2 Ketidak NOC : Management nutrition


seimbangan nutrisi Nutritional status : Adekuatnya  Catat intake dan output
kurang dari intake makanan peroral  Kaji adanya tanda
kebutuhan tubuh anoreksia, letargi dan
b.d ketidak diare.
mampuan  Beri makanan yang dapat
memasukkan menunjang daya tubuh
makanan karena klien
factor biologi  Anjurkan klien untuk
makan makanan yang
mengandung serat seperti
sayuran dan buah-
buahan.
 Kaji adanya mual dan
muntah

76
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
DEMAM THYPOID

A. Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella.
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ). Typhoid adalah penyakit infeksi
akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella
para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(.Seoparman, 1996). Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang
menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa,
salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut,
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan
dan minuman yang terkontaminasi.

B. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan
C. Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari
demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan
air kemih selama lebih dari 1 tahun.

C. Manifestasi Klinis
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
1. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam
hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia
dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.

77
2. Minggu II
Hepatomegali, meteorismus pada minggu II gejala sudah jelas dapat
berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya,
penurunan kesadaran.

D. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a) Perdarahan usus
b) Perporasi usus
c) Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis,tromboplebitis
b) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik
c) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis
f) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
g) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia

E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit
pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Nilai kadar SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid

78
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.

F. Rencana Asuhan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Resti ketidak NOC :  Kaji tanda-tanda dehidrasi
seimbangan volume Ketidak seimbangan seperti mukosa bibir
cairan dan elektrolit, volume cairan tidak terjadi kering, turgor kulit tidak
kurang elastis dan peningkatan
dari kebutuhan b.d Kriteria Hasil : suhu tubuh
hipertermia dan  Membran mukosa bibir  Pantau intake dan output
muntah lembab, cairan dalam 24 jam
 Tanda-tanda vital (TD,  Catat laporan atau hal-hal
S, N dan RR) dalam seperti mual, muntah nyeri
batas normal, dan distorsi lambung
 Tanda-tanda dehidrasi  Anjurkan klien minum
tidak ada banyak kira-kira 2000-2500
cc per hari
 Kolaborasi dalam
pemeriksaan laboratorium
(Hb,Ht,K,Na,Cl)
 Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
cairan tambahan melalui
parenteral sesuai indikasi

2 Hipertermia b.d proses NOC : Fever treatment


infeksi salmonella thypi Hipertermi teratasi  Monitor suhu sesering
mungkin
Kriteria Hasil :  Monitor IWL
 Suhu dalam batas  Monitor warna dan suhu
normal kulit
 Monitor tekanan darah,
nadi dan RR

79
 Monitor penurunan tingkat
kesadaran
 Monitor WBC, Hb, Hct
 Berikan cairan intravena
 Selimuti pasien
 Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila

3 Resiko tinggi NOC :  Kaji pola nutrisi klien


pemenuhan nutrisi : Resiko nutrisi kurang dari  Kaji makan yang disukai
kurang dari tubuh tidak terjadi dan tidak disukai
kebutuhan tubuh  Observasi BB tiap hari
b.d intake yang tidak Kriteria Hasil :  Catat adanya mual dan
adekuat  Nafsu makan muntah, nyeri dan distensi
bertambah lambung
 BB ideal  Kolaborasi dengan ahli gizi
 Nilai bising usus untuk pemberian terapi diet
normal (6-12 kali/menit)  Kolaborasi dalam
pemeriksaan laboratorium
(Hb, Albumin, dll)
 Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat
antiemetik seperti
(ranitidine).

80
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
HIPERBILIRUBINEMIA NEONATAL

A. Definisi
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
Hiperbilirubinemia merupakan keadaan peninggian kadar bilirubin darah pada
bayi yang mencapai suatu nilai yang merupakan potensi menimbulkan kernikterus
bila tidak ditanggulangi dengan baik. Kernikterus adalah suatu keadaan kerusakan
otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada sel otak.
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah
yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus
ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh.

B. Etiologi
 Pembentukan bilirubin yang berlebihan
 Gangguan pengambilan dan transportasi bilirubin dalam hati
 Gangguan konjugasi bilirubin
 Penyakit hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga icterus hemolitik. Hemolysis dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup.
 Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
hipoalbuminea atau karena pengaruh obat-obatan tertentu
 Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma, dan syphilis.

C. Manifestasi klinis
 Kulit berwarna kuning sampe jingga
 Pasien tampak lemah
 Nafsu makan berkurang
 Reflek hisap kurang
 Urine pekat
 Perut buncit
 Pembesaran hati
 Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl
 Terdapat icterus pada skelara, kuku/kulit dan memberan mukosa

81
D. Komplikasi
 Retardasi mental-kerusakan neulogis
 Gangguan pendengaran dan penglihatan
 Kematian
 Kernicterus

E. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan bilirubin serum
 Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6 mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10 mg/dl tidak fisiologis.
 Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-
7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl tidak fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnose terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga
untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan ddapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

F. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Kerusakan NOC : Pressure Management
integritas kulit b.d Tissue integrity : Skin and  Anjurkan pasien untuk
jaundice Mucous Membranes menggunakan pakaian yang
longgar

82
Kriteria Hasil :  Hindari kerutan pada
 Integritas kulit yang baik tempat tidur
bias dipertahankan  Jaga kebersihan kulit agar
 Tidak ada lesi pada kulit tetap bersih dan kering
 Perfusi jaringan baik  Mobilisasi pasien setiap 2
jam sekali
 Monitor kulit akan adanya
kemerahan
 Oleskan lotion/baby oil pada
daerah yang tertekan
 Mandikan pasien dengan air
sabun dan air hangat

2 Hipertermi b.d NOC : Fever treatment


terpapar Termoregulation  Monitor suhu sesering
lingkungan panas mungkin
Kriteria Hasil :  Monitor warna dan suhu
 Suhu tubuh dalam kulit
rentang normal  Monitor tekanan darah,
 Nadi dan RR dalam nadi, dan respirasi
batas normal  Monitor intake dan output
 Tidak ada perubahan
warna kulit
 Pusing
berkurang/hilang
3 Ansietas b.d NOC :  Kaji tingkat kecemasan dan
perubahan dalam Control cemas reaksi fisik pada tingkat
status kesehatan kecemasan
Kriteria hasil :  Tenangkan klien maupun
 Tingkat kecemasan orang tua
berkurang  Sediakan aktivitas untuk
 Keluarga terlibat aktif mengurangi kecemasan
dalam mengambil  Hargai pemahaman pasien
keputusan. tentang proses penyakit
 Berikan dukungan support
system terhadap keluarga

83
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
KEJANG DEMAM

A. Definisi
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996). Kejang demam adalah serangan pada
anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi
III,1996). Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38°c ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price,
Latraine M. Wikson, 1995). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam
adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di
jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

B. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor
otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit,
dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik
subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui
etiologinya).
1. Intrakranial
 Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
 Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra
ventrikular
 Infeksi : Bakteri, virus, parasit
 Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom
Smith – Lemli – Opitz.
2. Ekstra kranial
 Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia,
gangguan elektrolit (Na dan K).
 Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
 Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino,
ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3. Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
84
C. Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar
susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin
timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak
menderita epilepsy. Untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang
demam menjadi 2 golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever

Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah
dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.

D. Klasifikasi
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik
dan kejang mioklonik.
1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan
rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan
komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik
satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai
yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah
dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi
harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang
meningkat karena infeksi selaput otak atau kernicterus

85
2. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan
fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal
berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan
kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup
bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
3. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan
atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan
tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan
susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik
pada bayi tidak spesifik.

E. Pemeriksaan fisik dan laboratorium/penunjang


1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik,
pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
 Silahkan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang
multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya
menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
 Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan
terjadinya perdarahan intraventikular.
 Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan
yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan
membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat
disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang
lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin
dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan
penyuntikan obat anestesi pada ibu.
 Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial
yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
 Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau
subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural.
Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi

86
sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena
yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
 Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan
subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
 Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan
bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
2. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin
secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler
 Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin
secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler
 Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan
kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan
bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia.
Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan
hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
 Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia.
 Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga
diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang
menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam
multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai
prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai /
menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga
digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur
dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.

F. Rencana Asuhan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


Keperawatan (NOC)
1 Resiko tinggi NOC :  Kaji dengan keluarga
trauma/ cidera b.d Cidera/trauma tidak terjadi berbagai stimulus kejang
kelemahan,  Observasi keadaan umum,
perubahan Kriteria Hasil sebelum, selama, dan
kesadaran,  Faktor penyebab sesudah kejang
kehilangan diketahui  Catat tipe dari aktivitas
koordinasi otot. kejang dan frekuensi

87
 Meningkatkan kejadian kejang
keamanan lingkungan  Lakukan penilaian
neurology, tanda-tanda
vital setelah kejang
 Lindungi klien dari trauma
atau kejang
 Berikan kenyamanan bagi
klien
 Kolaborasi dengan dokter
pemberian anti convulsan.
2 Kerusakan NOC :  Kaji tingkat mobilisasi klien
mobilitas fisik b.d Kerusakan mobilisasi fisik  Kaji tingkat kerusakan
kerusakan teratasi mobilisasi klien
persepsi,  Bantu klien dalam
penurunan Kriteria Hasil pemenuhan kebutuhan
kekuatan  Mobilisasi fisik klien aktif  Latih klien dalam
 Kejang tidak ada mobilisasi sesuai
 Kebutuhan klien teratasi kemampuan klien.

3 Resiko kejang NOC :  Kaji faktor pencetus


berulang b.d Aktivitas kejang tidak kejang
peningkatan suhu berulang  Libatkan keluarga dalam
tubuh pemberian tindakan pada
Kriteria Hasil klien
 Kejang dapat dikontrol  Berikan kompres pada
 Suhu tubuh kembali anak
normal  Kolaborasi dengan dokter
pemberian terapi sesuai
indikasi

88
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
POST PARTUM

A. Defenisi
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina kedunia luar. Persalinan imatur adalah persalinan saat
kehamilan 20-28 minggu dengan berat janin antara 500-1000gr. Persalinan premature
adalah persalinan saat kehamilan 29-36 minggu dengan berat janin antara 1000-2500gr.
Pada saat persalinan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu jalan lahir (tulang
dan jaringan lunak pada panggul ibu), janin dan kekuatan ibu. Kelainan satu atau
beberapa faktor diatas dapat menyebabkan distosia. (Kapita Selekta Kedokteran,2001)
Persalinan normal adalah proses kelahiran bayi dengan tenaga ibu sendiri tanpa
bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi. Persalinan adalah proses pengeluaran
hasil konsepsi (janin dan ari) yang dapat hidup ke dunia luar dan rahim melalui jalan lahir
atau dengan jalan lain. (Rustam Mohtar, 1998)

B. Etiologi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori
menghubungkan dengan factor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh
tekanan pada saraf dan nutrisi.
 Teori penurunan hormone
 1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone dan
estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila progesterone
turun.
 Teori placenta menjadi tua
 Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan kekejangan
pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
 Teori distensi rahim
 Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot rahim
sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
 Teori iritasi mekanik
 Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss). Bila ganglion ini
digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.

89
C. Konsep Dasar Nifas
1. Defenisi Nifas
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai dan
berkahir setelah kira-kira 6 minggu (Kapita Selekta Kedokteran,2001)
Masa puerpenium (nipas) adalah masa setelah partus selesai dan berakhir kira-kira
6-8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetal baru pulih kembali seperti sebelumnya
ada kehamilan dalam waktu 3 bulan
Masa nifas (peurpenium ) adalah masa pulih kembali mulai dari persalin
selesai sampai alat kandung kembali seperti semula/pra hamil dan lamanya
berlangsung yaitu 6 minggu. (Obstetri Fisiologi,1998)
Masa nifas (poerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan sampai
alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil, lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu
(Mochtar, 1998). Jadi masa nifas adalah masa setelah melahirkan sampai alat
kandungan kembali seperti semula/seperti sebelum hamil.

Masa nifas/ peurpenium dibagi dalam 3 periode :


 Puerpenium dini : kepullihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan.
 Puerpenium intermedial : kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya
6-8 minggu.
 Remote puerpenium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi . Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.

2. Perawatan post partum


a. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam
pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan kiri untuk
mencegah terjadinya thrombosis dan tromboemboli. Pada hari ke-2
diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan dan hari 4-5 sudah diperbolehkan
pulang.
b. Diet
Makanan harus bermutu, beergizi dan cukup kalori, sebaiknya makan-makanan
yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
c. Miksi
Hendaknya kencing dilakukan sendiri akan secepatnya. Bila kandung kemih
penuh dan sulit tenang, sebaiknya dilakukan kateterisasi. Dengan melakukan
mobilisasi secepatnya tak jarang kesulitan miksi dapat diatasi.
90
d. Defekasi
Buang air besar, harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila terjadi obstipasi
dan timbul koprostase hingga skibala tertimbun di rectum, mungkin terjadi febris.
Lakukan klisma atau berikan laksan peroral ataupu perektal. Dengan melakukan
mobilasasi sedini mungkin tidak jarang kesulitan defekasi dapat diatasi.
e. Perawatan payudara
1) Dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas, tidak keras dan kering
sebagai persiapan untuk menyusui bayi
2) Jika putting rata. Sejak hamil ibu dapat menarik-narik puting susu. Ibu harus
tetap menyusui agar putting selalu sering tertarik.
3) Putting Lecet. Putting lecet dapat disebabkan cara menyusui atau perawatan
payudara yang tidak benar dan infeksi monilia. Penatalaksanaan dengan
tehink menyusui yang benar, putting harus kering saat menyusui, putting
diberi lanolin, monilia diterapi dan menyusui pada payudara yang tidak lecet.
Bila lecetnya luas menyusui di tunda 24-48 jam dan ASI dikeluarkan dengan
tangan atau dipompa.
4) Payudara bengkak. Payudara bengkak disebabkan pengeluaran ASI yang
tidak lancar karena bayi tidak cukup sering menyusui atau terlalu cepat
disapih. Penatalaksanaanya dengan menyusui lebih sering, kompres hangat.
Susu dikeluarkan dengan pompa dan pemberian analgesic.
5) Mastitis. Payudara tampak edema, kemerahan dan nyeri yang biasanya
terjadi beberapa minggu setelah melahirkan. Penetalaksanaan dengan
kompres hangat/dingin, pemberian antibiotic dan analgesic, menyusui tidak
dihentikan.
6) Abses payudara. Pada payudara dengan abses ASI dipompa, abses di insisi,
diberikan antibiotic dan analgesic.
7) Bayi yang tidak suka menyusui. Keadaan ini dapat disebabkan pancaran ASI
yang terlalu kuat sehingga mulut bayi terlalu penuh, bingung putting pada bayi
yang menyusui diselang seling dengan susu botol, putting rata dan terlalu
kecil atau bayi mengantuk. Pancaran ASI yang terlalu kuat diatasi dengan
menyusui lebih sering, memijat payudara sebelum menyusui, serta menyusui
dengan terlentang dengan bayi ditaruh diatas payudara. Pada bayi dengan
bingung putting, hindari dengan pemakaian dot botol dan gunakan sendok
atau pipet untuk memberikan pengganti ASI. Pada bayi mengantuk yang
sudah waktunya diberikan ASI, usahakan agar bayi terbangun.
8) Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat baik untuk
kesehatan bayinya.
91
f. Laktasi
Disamping ASI merupakan makanan utama bayi yang tidak ada bandingannya,
menyusui bayi sangat baik untuk menjelmakan rasa kasih sayang antara ibu dan
anak. Setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan progesterone
terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh lactogen hormone (prolaktin) kembali
dan pengaruh oksitosin mengakibatkan miopitelium kelenjar susu berkontraksi,
sehingga terjadi pengeluaran air susu. Umumnya produksi ASI berlangsung betul
pada hari ke-2-3 pp. Pada hari pertama, air susu mengandung kolostrum yang
merupakan cairan kuning lebih kental daripada susu, mengandung banyak
protein dan globulin.
g. Perasaan mulas sesudah partus akibat kontraksi uterus kadang sangat
menggangu selama 2-3 hari pasca persalinan dan biasanya lebih sering pada
multipara dibanding primipara. Perasaan mulas lebih terasa saat menyusui, dapat
pula timbul bila masih ada sisa selaput ketuban , sisa plasenta atau gumpalan
darah dalam kavum uteri. Pasien dapat diberikan analgesic atau sedative.
h. Latihan senam dapat diberikan mulai hari ke 2 misalnya:
1) Ibu terlentang lalu kedua kaki ditekuk, kedua tangan diatruh di atas dan
menekan perut. Lakukan pernafasan dada lalu pernafasan perut.
2) Dengan posisi yang sama, angkat bokong lalu taruh kembali.
3) Kedua kaki diluruskan dan disilangkan, lalu kencangkan otot seperti menahan
miksi dan defekasi.
4) Duduklah pada kursi, perlahan bunbgkukkan badan sambil tangan berusaha
menyentuh tumit.
i. Pemeriksaan pasca persalinan
 Pemeriksaan umum : TD, nadi, keluhan, dll
 Keadaan umum : suhu, selera makan, dll
 Payudara : ASI, putting susu
 Dinding perut : perineum, kandung kemih, rectum
 Cairan vagina yang keluar misalnya lochea, flour albus
j. Edukasi untuk ibu post natal
 Sebaiknya bayi disusui
 Bawakan bayi untuk imunisasi
 Lakukanlah KB
 Fisioterapi post natal sangat baik bila diberikan

D. Komplikasi
92
1. Infeksi post partum
2. Perdarahan post partum
3. Eklamsia puerpurale.

E. Pemeriksaan penunjang
 Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht)
 Urinalisis; kadar urin, darah.

F. Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Nyeri akut b.d NOC : Pain Management
agen cidera fisik Pain level, pain control,  Kaji secara komprehensif
comfort level tentang nyeri, meliputi
P,Q,R,S,T
Kriteria Hasil  Monitor tanda vital
 Melaporkan bahwa  Ajarkan tentang relaksasi
nyeri berkurang nafas dalam untuk
 Melaporkan kebutuhan mengurangi nyeri
tidur dan istirahat  Ajarkan teknik distraksi
tercukupi untuk mengalihkan rasa
 Mampu menggunakan nyeri
metode non farmakologi  Berikan dukungan
untuk mengurangi nyeri terhadap ibu bahwa
nyerinya akan segera
berkurang
 Berikan lingkungan yang
nyaman
 Kolaborasi dengan dokter
terkait pemberian obat
analgetik

2 Resiko tinggi NOC :  Kaji lochea (warna, bau,


terhadap infeksi Infection control dan jumlah)
b.d trauma  Kaji kontraksi uterus dan
jaringan, Kriteria Hasil kondisi jahitan episiotomy

93
penurunan Hb,  Tanda vital dalam batas  Anjurkan ibu untuk
pecah ketuban normal mengganti pembalut tiap 4
 Tidak terjadinya tanda- jam
tanda infeksi  Pantau tanda-tanda vital
 Pasien mampu  Anjurkan ibu vulva hygiene
mendemonstrasikan dengan membersihkan
teknik untuk perineal dari depan ke
menurunkan resiko belakang
infeksi  Ajarkan ibu massage
sendiri fundus uteri

3 Ansietas b.d NOC : Anxiety Reduction


perubahan status Anxiety control  Tenangkan pasien
biologis  Jelaskan seluruh prosedur
Kriteria Hasil tindakan kepada pasien
 Klien mampu  Berusaha memahami
mengidentifikasi dan keadaan pasien
mengungkapkan gejala  Berikan informasi terkait
cemas diagnosa
 Mengidentifikasi,  Mendampingi pasien untuk
mengungkapkan, dan mengurangi kecemasan
menunjukkan teknik dan meningkatkan
untuk mengontrol kenyamanan
cemas  Kaji tingkat kecemasan
 Vital sign dalam batas  Dengarkan pasien dengan
normal penuh perhatian
 Postur tubuh, ekspresi  Bantu pasien untuk
wajah, bahasa tubuh, mengungkapkan hal-hal
dan tingkat aktivitas yang membuat cemas
menunjukkan  Ajarkan pasien teknik
berkurangnya relaksasi
kecemasan.

94
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
POST SECTIO SECAREA (SC)

A. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).

B. Penyebab SC
Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan
janin besar melebihi 4.000 gram.
Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga
dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus
dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan
dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada

95
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan
lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
 Letak kepala tengadah, Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
 Presentasi muka, Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5
%.
 Presentasi dahi, Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang
kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2002).

C. Klasifikasi
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus.
insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan
pembedahan ini adalah:
 Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
 Bahaya peritonitis tidak besar.
 Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.

96
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak
mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan
section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas
uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi
perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini
sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan
pada pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
 Atonia uteri
 Plasenta accrete
 Myoma uteri
 Infeksi intra uteri berat

D. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa
dll, untuk ibu.
Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah
dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk
oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka
dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena
insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun
ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak
dapat diatasi dengan mudah.
Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan
karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
97
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun.
Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk
juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang
pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).

E. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
 Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
 Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
 Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri.
5. Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

F. Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah beberapa pemeriksaan penunjang untuk pasien section caesaria.
 Elektroensefalogram ( EEG ), Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
 Pemindaian CT, Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
 Magneti resonance imaging (MRI), Menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah –
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
 Pemindaian positron emission tomography ( PET ), Untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau
alirann darah dalam otak.
 Uji laboratorium, Fungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler, Hitung darah
lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematocrit, Panel elektrolit, Skrining toksik dari
98
serum dan urin, AGD, Kadar kalsium darah, Kadar natrium darah, Kadar magnesium
darah.

G. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal
 Letakan pasien dalam posisi pemulihan
 Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar
 Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
 Transfusi jika diperlukan
 Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan
ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
3. Mobilisasi
 Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
 Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
 Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
 Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
 Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
 Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
99
 Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
 Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
 Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per
hari sampai kateter dilepas
 Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
 Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut
 Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
 Ganti pembalut dengan cara steril
 Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
 Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan
pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
 Lakukan masase uterus
 Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
 Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
 Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
 Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam

H. Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Ansietas b.d NOC : Pengkajian
perubahan status Ansietas berkurang  kaji dan
kesehatan dokumentasikan tingkat
Kriteria Hasil : kecemasan pasien,
 tingkat ansietas hanya termasuk reaksi fisik

100
ringan sampai sedang  kaji untuk factor budaya
 menunjukkan yang menjadi penyebab
pengendalian diri ansietas
terhadap ansietas  gali bersama pasien
tenteng tehnik yang
berhasil dan tidak
berhasil menurunkan
ansietas dimasa lalu
 reduksi ansietas (NIC);
menentukan
kemampuan
pengambilan keputusan
pasien

Penyuluhan untuk pasien


dan keluarga
 buat rencana
penyuluhan dengan
tujuan ang realistis,
termasuk kebutuhan
untuk pengulangan,
dukungan dan pujian
terhadap tugas-tugas
yang telah dipelajari
 berikan informasi
mengenai sumber
komunitas yang
tersedia, seperti teman,
tetangga, kelompok
swabantu, tempat
ibadah, lembaga
sukarelawan dan pusat
rekreasi
 informasikan tentang
gejala ansietas
 ajarkan anggota
keluarga bagaimana
membedakan antara
101
serangan panic dan
gejala penyakit fisik

Penurunan ansietas
 sediakan informasi
factual menyangkut
diagnosis, terapi dan
prognosis
 instruksikan pasien
tentang penggunaan
teknik relaksasi
 jelaskan semua
prosedur, termasuk
sensasi yang biasanya
dialami selama
prosedur
Aktivitas kolaboratif
 penurunan ansietas
(NIC); berikan obat
untuk menurunkan
ansietas jika perlu
Aktivitas lain
 pada saat ansietas
berat, dampingi pasien,
bicara dengan tenang,
dan berikan
ketenangan serta rasa
nyaman
 beri dorngan kepada
pasien untuk
mengungkapkan
secara verbal pikiran
dan perasaan untuk
mengeksternalisasikan
ansietas
 bantu pasien untuk
memfokuskan pada
situasi saat ini, sebagai
102
cara untuk
mengidentifikasi
mekanisme koping
yang dibutuhkan untuk
mengurangi ansietas
 sediakan pengalihan
melaui televise, radio,
permainan serta terapi
okupasi untuk
menurunkan ansietas
dan memperluas fokus
 coba teknik seperti
imajinasi bombing dan
relaksasi progresif
 dorong pasien untuk
mengekspresikan
kemarahan dan iritasi,
serta izinkan pasien
untuk menangis
 yakinkan kembali
pasien melalui
sentuhan, dan sikap
empatik secara verbal
dan nonverbal secara
bergantian
 sediakan lingkungan
yang tenang dan batasi
kontak dengan orang
lain
 sarankan terapi
alternative untuk
mengurangi ansietas
yang dapat diterima
oleh pasien
 singkirkan sumber-
sumber ansietas jika
memungkinkan

103
Penurunan ansietas
 gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
 nyatakan dengan jelas
tentang harapan
terhadap perilaku
pasien
 damping pasien untuk
meningkatkan
keamanan dan
mengurangi rasa takut
 berikan pijatan
punggung, pijatan leher
jika perlu
 jaga peralatan
perawatan jauh dari
pandangan
 bantu pasien untuk
mengidentifikasi situasi
yang mencetuskan
ansietas

2. Nyeri akut b.d agen NOC : Pengkajian


injuri fisik Nyeri berkurang  Gunakan laporan dari
pasien sendiri sebagai
Kriteria Hasil : pilihan pertama untuk
 memperlihatkan teknik mengumpulkan
relaksasi secara informasi pengkajian
individual yang efektif  Minta pasien untuk
untuk mencapai menilai nyeri dengan
kenyamanan skala 0-10.
 mempertahankan nyeri  Gunakan bagan alir
pada ….atau kurang nyeri untuk mementau
(dengan skala 0-10) peredaan nyeri oleh
 melaporkan analgesic dan
kesejahteraan fisik dan kemungkinan efek

104
psikologis sampingnya
 mengenali factor  Kaji dampak agama,
penyebab dan budaya dan
menggunakan tindakan kepercayaan, dan
untuk memodifikasi lingkungan terhadap
factor tersebut nyeri dan respon
 melaporkan nyeri pasien
kepada pelayan  Dalam mengkaji nyeri
kesehatan pasien, gunakan kata-
 melaporkan pola tidur kata yang sesuai usia
yang baik dan tingkat
perkembangan pasien

Manajemen nyeri:
 Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik,
awitan dan durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau
keparahan nyeri dan
factor presipitasinya
 Observasi isyarat
nonverbal
ketidaknyamanan,
khususnya pada
mereka yang tidak
mampu berkomunikasi
efektif
 Berikan informasi
tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa
lama akan
berlangsung, dan
antisipasi
ketidaknyamanan
akibat prosedur
105
 Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi
(relaksasi, distraksi,
terapi)
 Gunakan tindakan
pengendalian nyeri
sebelum nyeri menjadi
lebih berat
 Laporkan kepada
dokter jika tindakan
tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini
merupakan perubahan
yang bermakna dari
pengalaman nyeri
pasien dimasa lalu

Penyuluhan untuk
pasien/keluarga
 Sertakan dalam
instruksi pemulangan
pasien obat khusus
yang harus diminum,
frekuensi, frekuensi
pemberian,
kemungkinan efek
samping, kemungkinan
interaksi obat,
kewaspadaan khusus
saat mengkonsumsi
obat tersebut dan
nama orang yang
harus dihubungi bila
mengalami nyeri
membandel.
 Instruksikan pasien
untuk
menginformasikan
106
pada perawat jika
peredaan nyeri tidak
dapat dicapai
 Informasikan kepada
pasien tentang
prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri
dan tawarkan strategi
koping yang ditawarkan
 Perbaiki kesalahan
persepsi tentang
analgesic narkotik atau
oploid (resiko
ketergantungan atau
overdosis)

Aktivitas kolaboratif
 Kelola nyeri pasca
bedah awal dengan
pemberian opiate yang
terjadwal (missal,
setiap 4 jam selama 36
jam) atau PCA

3. Risiko infeksi NOC : Pengkajian


Infeksi atau resiko tidak  Pantau tanda dan
terjadi gejala infeksi (suhu,
denyut jantung,
Kriteria Hasil : drainase, penampilan
 Terbatas dari tanda dan luka, sekresi,
gejala infeksi penampilan urin, suhu
 Memperlihatkan hygiene kulit, lesi kulit, keletihan
personal yang adekuat dan malaise)
 Mengindikasikan status  Kaji factor yang dapat
gastrointestinal, meningkatkan
pernapasan, kerentanan terhadap
genitourinaria dan imun infeksi

107
dalam batas normal  Pantau hasil
 Menggambarkan factor laboratorium (hitung
yang menunjang darah lengkap, hitung
penularan infeksi granulosit, absolute,
 Melaporkan tanda atau hitung jenis, protein
gejala infeksi serta serum, albumin)
mengikuti prosedur  Amati penampilan
skrining dan praktek hygiene
pemantauan personal untuk
perlindungan terhadap
infeksi

Penyuluhan untuk
pasien/keluarga
 Jelaskan pada ppasien
dan keluarga mengapa
sakit atau terapi
meningkatkan resiko
terhadap infeksi
 Instruksikan untuk
menjaga personal
hygiene
 Jelaskan manfaat dan
rasional serta efek
samping imunisasi
 Berikan pasien dan
keluarga metode untuk
mencatat imunisasi

Pengendalian infeksi
 Ajarkan pasien tehnik
mencuci tangan yang
benar
 Ajarkan kepada
pengunjung untuk
mencuci tangan
sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang
108
pasien

Aktivitas kolaboratif
 Ikuti protocol institusi
untuk melaporkan
suspek infeksi atau
kultur positif
 Pengendalian infeksi :
berikan terapi
antibiotic, bila
diperlukan

Aktivitas lain
 Lindungi pasien
terhadap kontaminasi
silang dengan tidak
menugaskan perawat
yang sama untuk
pasien lain yang
mengalami infeksi dan
memisahkan ruang
perawatan pasien
dengan pasien yang
terinfeksi

Pengendalian infeksi
 Bersihkan lingkungan
dengan benar setelah
dipergunakan masing-
masing pasien
 Pertahankan tehnik
isolasi, bila diperlukan
 Terapkan
kewaspadaan universal
 Batasi jumlah
pengunjung, bila
diperlukan

109
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
HIPEREMESIS GRAVIDARUM

A. Defenisi
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil
sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk,
karena terjadi dehidrasi. (Rustam Mochtar, 1998)
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat timbul setiap saat dan bahkan malam
hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid dan
berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.
Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah
nausea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga
terjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan. (Ben-Zion, MD, hal : 232)
Hiperemesis diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan.
(Hellen Farrer, 1999, hal : 112)
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20
minggu, begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan
sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan
menurun, dehidrasi, terdapat aseton dalam urine, bukan karena penyakit seperti
Appendisitis, Pielitis dan sebagainya
Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu hamil yang ditandai
dengan muntah-muntah yang berlebihan (muntah berat) dan terus-menerus pada minggu
kelima sampai dengan minggu kedua belas (Penyuluhan Gizi Rumah Sakit A. Wahab
Sjahranie Samarinda)

B. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Frekuensi
kejadian adalah 3,5 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan
(Rustan Mochtar, 1998)
1. Faktor Organik,
Masuknya vili khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat
kehamilan serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan-
perubahan ini serta adanya alergi, yaitu merupakan salah satu respon dari jaringan
ibu terhadap janin.
2. Faktor Psikologik.
Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini. Rumah tangga yang retak,
kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggungan sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat
110
memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan
menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
3. Faktor Endokrin
Hipertiroid, diabetes, peningkatan kadar HCG dan lain-lain.

C. Manifestasi Klinis
Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut Hiperemesis gravidarum
tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan
tetapi apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai Hiperemesis
gravidarum. Menurut berat ringannya gejala dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
1. Tingkatan I (ringan)
 Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita
 Ibu merasa lemah
 Nafsu makan tidak ada
 Berat badan menurun
 Merasa nyeri pada epigastrium
 Nadi meningkat sekitar 100 per menit
 Tekanan darah menurun
 Turgor kulit berkurang
 Lidah mengering
 Mata cekung
2. Tingkatan II (sedang)
 Penderita tampak lebih lemah dan apatis
 Turgor kulit mulai jelek
 Lidah mengering dan tampak kotor
 Nadi kecil dan cepat
 Suhu badan naik (dehidrasi)
 Mata mulai ikterik
 Berat badan turun dan mata cekung
 Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi
 Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria
3. Tingkatan III (berat)
 Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari somnolen sampai koma)
 Dehidrasi hebat
 Nadi kecil, cepat dan halus
 Suhu badan meningkat dan tensi turun

111
 Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenal dengan enselopati
wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia dan penurunan mental
 Timbul icterus yang menunjukkan adanya payah hati

D. Pemeriksaan Diagnostik
1. USG (dengan menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji usia gestasi janin dan
adanya gestasi multipel, mendeteksi abnormalitas janin, melokalisasi plasenta.
2. Urinalisis : kultur, mendeteksi bakteri, BUN.
3. Pemeriksaan fungsi hepar: AST, ALT dan kadar LDH.

E. Komplikasi
 Dehidrasi berat
 Ikterik
 Takikardia
 Suhu meningkat
 Alkalosis
 Kelaparan
 Gangguan emosional yang berhubungan dengan kehamilan dan hubungan keluarga
 Menarik diri dan depresi

F. Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Kekurangan volume NOC  Kaji kondisi status
cairan dan elektrolit Kebutuhan cairan pasien hemodinamik klien
berhubungan dengan tercukupi optimal  Ukur intake dan output klien
muntah yang setiap hari
berlebihan dan Kriteria Hasil  Evaluasi status
pemasukan yang  Turgor kulit baik hemodinamik klien setiap
tidak adekuat  Intake dan output hari
seimbang baik jumlah /  Kolaborasi pemberian
kualitasnya sejumlah cairan pengganti
 Tidak terjadi mual- harian sesuai indikasi
muntah

2 Ketidakseimbangan NOC  Kaji status nutrisi klien

112
nutrisi kurang dari Kebutuhan nutrisi klien  Hidangkan makanan dalam
kebutuhan tubuh terpenuhi optimal porsi kecil dan hangat
berhubungan dengan  Berikan makanan sedikit
mual-muntah terus Kriteria Hasil dalam frekuensi sering
menerus, tidak nafsu  Klien tidak mengeluh  Berikan makanan yang
makan mual muntah tidak berlemak dan
 Nafsu makan klien berminyak
meningkat dan porsi  Kolaborasi pemberian
makan dihabiskan antiemetic (anti mual)
 BB dan TB seimbang sesuai indikasi

3 Risiko hambatan NOC : Pertumbuhan dan  Jelaskan pada ibu


pertumbuhan dan perkembangan janin mengenai pentingnya
perkembangan janin optimal nutrisi bagi pertumbuhan
berhubungan dengan dan perkembangan janin
berkurangnya Kriteria Hasil  Periksa fundus uteri secara
peredaran darah dan  Nutrisi janin terpenuhi berkala
makanana ke fetal optimal  Pantau denyut jantung
(janin).  Pertumbuhan janin janin.
sesuai dengan usia
kehamilan

4 Intoleransi aktifitas NOC  Tingkatkan tirah


fisik berhubungan Klien dapat melakukan baring/duduk.
dengan kelemahan aktifitas sehari-hari dengan  Ciptakan lingkungan yang
dan kurangnya intake optimal tenang, batasi pengunjung
nutrisi. Kriteria Hasil sesuai keperluan.
 Nafsu makan  Tingkatkan aktivitas sesuai
meningkat, tidak mual toletansi, bantu klien untuk
muntah melakukan latihan rentang
 Klien tidak mengalami gerak sendi pasif/aktif.
kelemahan dalam  Dorong penggunaan teknik
melakukan ADL menejemen stress, contoh
 Terlihat segar dan relaksasi progresif,
bersemangat visualisasi, bimbingan
melakukan ADL imajinasi. Berikan aktivias
hiburan yang tepat seperti

113
nonton tv, radio, membaca
 Lakukan aktifitas secara
bertahap dan sesuai
toleransi.

114
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
ABORTUS

A. Definisi
Aborsi/Abortus (Keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli ada sebelum usia 16 minggu
dan 28 minggu dan memiliki BB 400-1000 gram, tetapi jika terdapat fetus hidup dibawah
400 gram itu dianggap keajaiban karena semakin tinggi BB anak waktu lahir makin besar
kemungkinan untuk dapat hidup terus (Amru Sofian, 2012).

B. Klasifikasi
Adapun aborsi atau abortus diklasifikasikan berdasarkan kejadian dibagi menjadi
dua sebagai berikut :
1. Abortus spontan, aborsi yang terjadi semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor
alamiah dan dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau pun medisinalis.
2. Abortus provakatus (induced abortion), aborsi yang dilakukan dengan sengaja
dengan mengomsumsi obat-obatan ataupun dengan menggunakan alat-alat untuk
aborsi. Aborsi Provakatus terbagi menjadi dua:
 Abortus Medisinalis adalah abortus karena sengaja dilakukan berdasarkan
tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat
persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
 Aborsi Kriminalis adalah aborsi yang dilakukan berdasarkan tindakan-tindakan
yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

C. Etiologi
Adapun etiologi aborsi disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
Faktor-faktor yang menyebabkan kematian fetus yaitu faktor ovum itu sendiri, faktor ibu,
dan faktor bapak (Amru Sofian, 2012).
1. Kelainan Ovum, sebagai berikut : Ovum patologis, Kelainan letak embrio, Plasenta
yang abnormal.
2. Kelainan Genitalia Ibu, sebagai berikut: Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus
bikornis, dll). Kelainan letak dari uterus dalam menanti nidas dari ovum yang sudah
dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau estrogen, endometritis, mioma
submukosa. uterus terlalu cepat terengang (kehamilan ganda, mola). Distorsio
uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis.

115
3. Gangguan sirkulasi plasenta.
4. Penyakit-penyakit ibu seperti : Pneumonia, tifoid, pielitis, rubeola, demam malta, dll.
dapat juga dari keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol, dll. Juga terdapat pada ibu
yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemia gravis.
serta ibu yang mengalami malnutrisi, avitaminosis, dan gangguan metabolisme,
hipotiroid, kekurangan vitamin A, C, atau E, dan diabetes miletus.
5. Antagonis Rhesus yang berasal dari darah ibu yang melalui plasenta, merusak darah
fetus, sehingga menjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
6. Terlalu cepatnya korpus luteum menjadi atrofis.
7. Perangsangan terhadap ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi, seperti sangat
terkejut, obat-obatan uterotonika, katakulan laparotomi, dll.
8. Penyakit bapak: Usia lanjut, penyakit kronis.

D. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis Aborsi/Abortus Spontan dapat dilihat sebagai berikut :
1. Aborsi immines (threatened abortion) merupakan keguguran tingkat permulaan.
Keguguran belum terjadi sehingga kehamilan dapat dipertahankan dengan cara:
Tirah baring, gunakan preparat progesteron, tidak berhubungan badan, evaluasi
secara berkala dengan USG untuk melihat perkembangan janin.
2. Abortus insipien Adalah proses keguguran yang sedang berlangsung sebelum
kehamilan berusia 20 minggu dan konsepsi masih di dalam uterus. Ditandai dengan
adanya rasa sakit karena telah terjadi kontraksi rahim untuk mengeluarkan hasil
konsepsi. Ostium bisa ditemukan sudah terbuka dan kehamilan tidak dapat
dipertahankan.
3. Abortus inkompletus (keguguran bersisa) adalah abortus yang hanya sebagian dari
hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tinggal adalah desidua atau plasenta. Gejala:
Amenorea, sakit perut, mulas mulas, perdarahan sedikit/ banyak, dan biasa berupa
stolsel (darah beku), sudah ada fetus atau jaringan yang keluar, tetapi jika
perdarahan belum berhenti karena konsepsi belum keluar semua akan menyebabkan
syok. Ini terjadi sebelum kehamilan berusia 20 Minggu.
4. Abortus komplitus (keguguran lengkap) Artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan
(desidua dan fetus), sehingga rahim kosong.
5. Missed abortion adalah keadaan dimana janin yang telah mati masih berada di dalam
rahim sebelum berusia 20 minggu tetapi hasil konsepsi masih tertahan dalam
kandungan selama 6 minggu atau lebih. Dapat diketahui dengan USG.

116
D. Komplikasi
Adapun komplikasi dari abortus adalah sebagai berikut:
 Perdarahan (hemorrhage)
 Perforasi: Sering terjadi di waktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga
yang tidak ahli seperti bidan dan dukun.
 Infeksi dan tetanus.
 Payah ginjal akut.
 Syok karena perdarahan banyak dan infeksi berat atau sepsis.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjangnya sebagai berikut:
 Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2 sampai 3 minggu
setelah abortus.
 Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
 Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.

F. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan aborsi dapat dilihat berikut ini:
1. Abortus Imminens
a. Tirah baring total
b. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
c. Jika perdarahan berhenti, lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan
penilaian jika perdarahan terjadi lagi. Jika perdarahan terus berlangsung, nilai
kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Jika perdarahan berlanjut, khususnya
ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, mungkin menunjukkan
kehamilan ganda atau mola.
2. Abortus insipien
a. Jika usia kehamilan kurang 16 Minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi
vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera berikan ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400
mcg peroral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu). Kemudian segera lakukan
persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
b. Jika usia kehamilan lebih 16 Minggu, tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu
evaluasi sisa sisa hasil konsepsi. Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam
500 ml cairan intravena (garam fisiologik, atau larutan ringer laktat) dengan
kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.

117
3. Abortus inkomplit
a. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 Minggu,
evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan
berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau Misoprostol 400 mcg per oral
b. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16
Minggu, evaluasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi
vakum manual tidak tersedia. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri
ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau
Misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
c. Jika kehamilan lebih 16 Minggu, berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml
cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes
per menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu berikan misoprosol
200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
(maksimal 800 mcg). Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
4. Abortus komplit
a. Tidak perlu evaluasi lagi
b. Observasi untuk melihat adanya perdarahan.
c. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari
selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah. (Rustam Mochtar)
5. Abortus terapeutik
Menurut Sastrawinata (2005), abortus terapeutik dapat dilakukan dengan cara:
a. Kimiawi
Pemberian secara ekstrauterin atau intrauterin obat abortus, seperti
prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin.
b. Mekanis
 Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuka serviks secara
perlahan dan tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan evakuasi dengan
kuret tajam atau vakum.
 Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar dilanjutkan
dengan kuretase.
 Histerektomi/ histerektomi.

G. Masalah yang Lazim Muncul


Masalah-masalah keperawatan yang lazim muncul adalah sebagai berikut:
1. Kekurangan volume cairan hubungan dengan perdarahan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi.
3. Nyeri akut hubungan dengan kerusakan jaringan intra uteri.
118
4. Resiko infeksi hubungan dengan kondisi vulva lembab.
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
6. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan pervaginam
7. Konstipasi.

Discharge Planning
Perencanaan yang dapat dilakukan sebagai berikut :
 Dianjurkan melakukan pemeriksaan TORCH (Cytomegalovirus, Toksoplasma,
Rubella dan Herpes virus.
 Dianjurkan memakai kontrasepsi.
 Banyak istirahat baring.
 Banyak konsumsi makanan yang bergizi dan olahraga secara teratur.
 Sampaikan informasi pada pasangan yang bersangkutan bahwa janin mati tak
membahayakan kehidupan wanita tersebut sampai 3 minggu setelah kematian janin.
 Pemilihan cara persalinan apakah akan persalinan sungguh secara spontan atau
segera dilahirkan dengan induksi persalinan harus dibahas dengan baik.
 Induksi persalinan dapat dilakukan dengan misoprosol 100 sampai 200 ...2 dd 1
selama 2 hari.
 Bila pasien menghendaki agar persalinan berlangsung secara spontan maka harus
dilakukan pemeriksaan faal hemostasis dan kadar fibrinogen.

9. Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Nyeri akut b.d agen NOC Pain Management
cedera fisik  Pain level  Lakukan pengkajian
 Pain control nyeri secara
 Comfort level komprehensif
termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
 Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
nyeri, mampu  Observasi reaksi
menggunakan tehnik nonverbal dari
nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri,  Gunakan teknik

119
mencari bantuan) komunikasi terapeutik
 Melaporkan bahwa untuk mengetahui
nyeri berkurang dengan pengalaman nyeri
menggunakan pasien
manajemen nyeri  Kaji kultur yang
 Mampu mengenali mempengaruhi respon
(skala, intensitas, nyeri
frekuensi dan tanda  Evaluasi pengalaman
nyeri) nyeri masa lampau
 Menyatakan rasa  Evaluasi bersama
nyaman setelah nyeri pasien dan tim
berkurang kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
 Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(fakmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
120
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic
Administration
 Tentukan, lokasi
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesic ketika
pemberian lebih dari
Satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
121
optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala

2. Resiko infeksi b.d NOC Infection Control


pertahanan tubuh  Immune status (kontrol infeksi)
primer yang tidak  Knowledge : Infection  Bersihkan lingkungan
adekuat control setelah dipakai pasien
 Risk control lain
Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik
 Klien bebas dari tanda isolasi
dan gejala infeksi  Batasi pengunjung bila

 Mendeskripsikan perlu

proses penularan  Instruksikan pada

penyakit, faktor yang pengunjung untuk

mempengaruhi serta mencuci tangan saat

penatalaksanaannya berkunjung dan

 Menunjukkan setelah berkunjung

kemampuan untuk meninggalkan pasien

mencegah timbulnya  Gunakan sabun

infeksi antimikrobia untuk

 Jumlah leukosit dalam mencuci tangan


 Cuci tangan setiap
batas normal
sebelum dan sesudah
 Menunjukkan perilaku
tindakan keperawatan
hidup sehat

122
 Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
 Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
 Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake
nutrisi
 Berikan terapi
antibiotic bila perlu
Infection protection
(proteksi terhadap
infeksi)
 Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentangan
terhadap infeksi
 Batasi pengujung
 Sering pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Pertahankan teknik
asepsis pada pasien
yang beresiko

123
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
 Dorong masukkan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien
untuk minum antibiotic
sesuai resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif

3. Intoleransi aktifitas NOC Activity Therapy


b.d imobilisasi  Energy conservation  Kolaborasikan dengan
 Activity tolerance tenaga rehabilitasi
 Self care : ADLs medik dalam
merencanakan
Kriteria Hasil : program terapi yang
 Berpartisipasi dalam tepat
aktivitas fisik tanpa  Bantu klien untuk
disertai peningkatan mengidentifikasi

124
tekanan darah, nadi, aktivitas yang mampu
dan RR dilakukan
 Mampu melakukan  Bantu untuk memilih
aktifitas hari-hari aktifitas konsisten
(ADLs) secara mandiri yang sesuai dengan
 Tanda-tanda vital kemampuan fisik,
normal psikologi, dan social
 Energy psikomotor  Bantu untuk
 Level kelemahan mengidentifikasi dan
 Mampu berpindah : mendapatkan sumber
Dengan atau tanpa yang diperlukan untuk
bantuan alat aktifitas yang
 Status kardiopulmunari diinginkan
adekuat  Bantu untuk
 Sirkulasi status baik mendapatkan alat
 Status respirasi : bantu aktifitas seperti
Pertukaran gas dan kursi roda, krek
ventilasi adekuat  Bantu untuk
mengidentifikasi
aktifitas yang disukai
 Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik,
emosi, social, dan
spiritual.

125
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
KEHAMILAN EKTOPIK (KET)

a. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga
uterus (Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Meternal dan Neonatal, 2001).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang di tandai dengan terjadinya implantasi
di luar endometrium kavum uteri setelah fertilisasi (Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2001).
Kehamilan Ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ektra uterin tidak sinonim dengan kehamilan
ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih
termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik ( Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga, 1992).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya
buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim. Sedangkan yang
disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang
mengalami abortus ruptur pada dinding tuba.

b. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian
besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan
beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu,
yaitu:
a. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke dalam
kavum uteri, antara lain:
 Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan
mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong
buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan
implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
 Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas, apendisitis,
atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan lumen
 Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi.
 Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha
untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
 Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada
adneksia
126
 Penggunaan IUD
b. Faktor Fungsional
 Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri yang
abnormal
 Refluks menstruasi
 Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesterone
 Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
 Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya

3. Klasifikasi
Menurut Titus, klasifikasi pembagian tempat-tempat terjadinya kehamilan ektopik
diantaranya
a. Kehamilan tuba
 Intertisial (2%)
 Istmus (25%)
 Ampula (17%)
 Fimbriae (17%)
b. Kehamilan Ovarial (0,5%)
c. Kehamilan Abdominal (0,1%)
 Primer
 Sekunder
d. Kehamilan tuba-ovarial
e. Kehamilan Intraligamenter
f. Kehamilan Servikal
g. Kehamilan Tanduk rahim rudimenter

4. Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampula tuba (lokasi
tersering, ismust, fimbriae, pars interstisialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen,
serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba
maupun secara intercolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada
ujungatau sisi jonjot, endosalping yang relative sedikitmendapat suplai darah, sehingga
zigot mati dan kemudian di reabsorbsi.
Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel diantara dua jonjot. Zigot yang
telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua,
yang disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan

127
mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat
tersebut.
Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang dan perkembangannya tersebut di
pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi
dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopikpun mengalami
hipertropi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda
kehamilan seperti tanda hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometriumpun berubah
menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometriummenjadi
hipertropik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuola.
Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Karena tempat
pada implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan,
suatu saat kehamilan akan terkompromi.
Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah :
 Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi
 Abortus kedalam lumen tuba
 Ruptur dinding tuba.

5. Manifestasi Klinis
Dikenal trias gejala klinik KET, yaitu :
a. Amenorrhoe
Lamanya aminorea bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan. Dengan
aminorea terdapat hamil muda yaitu morning sicknes, mual-mual, perasaan ngidam.
b. Nyeri Abdomen
Disebabkan kehamilan tuba yang pecah, rasa nyeri dapat menjalar keseluruh
abdomen tergantung perdarahan didalamnya. Bila rangsangan darah dalam
abdomen mencapai diafragma dapat terjadi nyeri di daerah bahu.
c. Perdarahan
Terjadinya abortus atau rupture kehamilan tuba terdapat perdarahan kedalam cavum
abdomen dalam jumlah yang bervariasi.
Gejala lain yang dapa muncul antara lain :
 Syock Hipovolemia
 Nyeri bahu dan leher
 Nyeri pada palpasi : perut penderita biasanya tegang dan agak gembung.
 Nyeri pada toucher
 Pembesaran Uterus
 Tumor dalam rongga panggul
 Gangguan berkemih
128
 Perubahan darah

6. Pemeriksaan Penunjang
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga
pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-
kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit
untuk dibuat diagnosis.
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan ektopik:
 HCG-β
Pengukuran subunit beta dari HCG-β (Human Chorionic Gonadotropin-Beta)
merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.
 Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap berwarna
hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglasi.
 Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang
cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
 Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil-
hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu
meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.
 Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya
tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri,
kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan
apakah kavum Douglas berisi cairan.
 Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya
kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong janin dapat
diraba suatu tumor.
 Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada
foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.
 Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin
diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik terganngu

129
sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance
Imagine) (1,4,8,15).
Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina
abnormal, dan amenore.

7. Penatalaksanaan
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap
jiwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan
tindakan operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah
berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat
dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum
Douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus.
Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingo-ooforektomi. Jika penderita sudah
memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan
untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan
tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi.
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam
divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan
sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber
perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen
sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah.
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila
dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat
dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi. Sedangkan kehamilan ektopik
terganggu berlokasi di servik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat
dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan
fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif.

8. Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun
sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral.
Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami
keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi
pada tuba yang lain. Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu,
mempunyai resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan
50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.
130
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita
steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan
ektopik berulang.

9. Komplikasi
Pada pengobatan konservatif, yaitu jika rupture tuba telah lama berlangsung (4-6
minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bledding). Ini merupakan indikasi operasi.
 Infeksi
 Sub-ileus karena massa pelvis
 Sterlitas

10. Asuhan Keperawatan


No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Defisit volume cairan Kesimbangan Cairan Menajemen Cairan
b.d kehilangan cairan  Tekanan darah  Distribusikan cairan
aktif ditandai dengan  Denyut nadi radialis masuk setiap 24 jam
perdarahan  24 jam keseimbangan  Monitor tanda-tanda
cairan keluar dan vital
masuk  Monitor status nutrisi
 Menimbang berat badan  Monitor status hidrasi
 Turgor kulit  Monitor makanan dan
 Elektrolit serum cairan yang masuk dan
 Kebingungan hitung kalori harian
 Hipotensi ortostatik  Monitor berat badan
 Odema sebagian  Timbang rutin dan
Kurang Cairan pantau gejala
 Turgor kulit  Dorong kluarga untuk
 Cairan masuk membantu pasien
 Urine keluar makan

 Serum yodium  Berikan cairan IV pada

 Perfusi jaringan suhu ruangan

 Kehausan  Pemberian IV monitor

 Urine pekat adanya tanda dan gejala

 Laju cepat kelebihan volume cairan

 Kenaikan urea nitrogen  Kolaborasi dokter jika

131
darah tanda cairan berlebih
 Otot kram muncul memburuk
 Suhu badan tinggi

Kriteria hasil
 Mempertahankan urin
output sesuai dengan
usia dan BB, BJ urine
normal HT normal
 Tekanan darah, nadi,
suhu,tubuh, dalam batas
normal
 Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
 Elastesitas turgor kulit
baik membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
2. Nyeri akut b.d ruptur Pain control Pain Management
tuba falopi,  Jelaskan faktor  Lakukan pengkajian
pendarahan penyebab. nyeri secara
intraperitonial.  Gunakan tindakan komprehensif termasuk
pencegahan. lokasi, karakteristik,
 Gunakan tindakan non durasi, frekuensi,
analgesic kualitas.
 Laporkan perubahan  Gunakan komunikasi
gejala nyeri ke perawat. terapeutik untuk
 Catat serangan/ tanda mengetahui pengalam
gejala nyeri. nyeri pasien.
 Kaji faktor yang
Kriteria hasil mempengaruhi respon
 Mampu mengontrol nyeri.
nyeri (tau penyebab  Evaluasi pengalaman
nyeri, mampu nyeri masa lalu.
menggunakan tehnik  Evaluasi bersama
non farmakologi untuk pasien dan tim medis
mengurangi nyeri). tentang ketidakefektifan

132
 Melaporkan bahwa nyeri Control Nyeri
berkurang dengan  Kontrol lingkungan yang
menggunakan dapat mempengaruhi
manajemen nyeri nyeri seperti suhu
 Mampu mengenali nyeri ruangan, kebisingan.
(skala, intensitas, tanda  Pilih dan lakukan
nyeri). penanganan nyeri
 Mengatakan rasa (farmakologi, non
nyaman setelah nyeri farmakologi, &
berkurang. interpersonal).
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi.
 Ajarkan tentang tehnik
nonfarmakologi.
 Berikan analgesic untuk
mengurangi nyeri.
 Evaluasi
ketidakefektifan kontrol
nyeri.
 Tindakan istirahat
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
 Observasi reaksi
nonverbal dan
ketidaknyamanan.
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri. (Amin
dkk, 2015)
3. Resiko Infeksi Infeksi yang hebat Kontrol Infeksi
 Dahak kental  Bersihkan lingkungan
 Pengambilan nanah setelah dipakai pasien
 Demam  Pertahankan teknik
 Hypotermi isolasi
 Ketidakstabilan suhu  Instruksikan pada

133
 Nyeri pengunjung untuk
 Gejala gastrointestinal mencuci tangan saat
 Rasa tidak enak badan berkunjung dan setelah
 Mengerikkan berkunjung
meningggalkan pasien
Kriteria Hasil  Cuci tangan sebelum
 Klien bebas dari tanda dan sesaat tindakan
dan gejala infeksi  Gunakan sarung
 Mendeskripsikan proses tangan,baju sebagai alat
penularan penyakit, pelindung
factor yang  Monitor tanda dan
mempengaruhi gejala infeksi sistemik
penularan serta dan lokal
penatalaksanaanya  Monitor kerentanan
 Menunjukn kemampuan terhadap infeksi
untuk mencegah  Dorong istirahat
timbulnya infeksi  Instruksikan pasien
 Jumlah leukosit dalam untuk minum antibiotic
batas normal sesuai resep yang
 Menunjukan prilaku diberikan
hidup sehat.  Berikan terapi antibiotic
bila perlu
 Ajarkan cara
menghindari inveksi
 Laporkan kultur positif

134

Anda mungkin juga menyukai