Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hiperemesis gravidarum merupakan komplikasi kehamilan dengan


frekuensi yang cukup sering terjadi. Meskipun elemen neurotik tidak dapat
dibuktikan secara pasti, tampaknya memainkan peran yang agak penting
dalam meningkatkan keparahan gejala. Aturan untuk perawatan berbeda-beda
tergantung setiap kasus. Banyak pasien akan merespon terapi konservatif dan
sugestif. Beberapa memerlukan penghentian kehamilan, dan pada kelompok
terakhir tindakan pencegahan tertentu adalah yang paling penting. 18

Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai


pada usia kehamilan 9-10 minggu, puncaknya pada usia kehamilan 11-13
minggu, dan sembuh pada kebanyakan kasus pada umur kehamilan 12-14
minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan, gejala-gejala dapat berlanjut
melampaui 20-22 minggu. 5,6

Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi


pada 50-90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi
gravida dan 40-60% multigravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di
Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya mengalami hiperemesis gravidarum atau
kurang lebih lima dari 1000 kehamilan. Kejadian hiperemesis dapat berulang
pada wanita hamil. J. Fitzgerald (1938-1953) melakukan studi terhadap 159
wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia, menemukan bahwa hiperemesis pada
kehamilan pertama merupakan faktor risiko untuk terjadinya hiperemesis pada
kehamilan berikutnya. Berdasarkan penelitian, dari 56 wanita yang kembali
hamil, 27 diantaranya mengalami hiperemesis pada kehamilan kedua dan 7
dari 19 wanita mengalami hiperemesis pada kehamilan ketiga.5,6

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan
kebidanan pada kehamilan dengan hyperemesis gravidarum menggunakan
pola pikir manajemen kebidanan untuk mendapatkan luaran yang optimal
bagi kesehatan ibu dan janin.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Hiperemesis
gravidarum
b. Mampu menegakkan diagnose Hiperemesis gravidarum
c. Mampu menyusun rencana tindakan pada kasus Hiperemesis
gravidarum
d. Mampu memberikan intervensi pada kehamilan dengan Hiperemesis
Gravidarum baik secara mandiri maupun kolaborasi.
e. Mampu mengevaluasi pelayanan asuhan kebidanan pada Hiperemesis
Gravidarum

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup laporan komprehensif ini adalah pelaksanaan pelayananan
kebidanan yang berfokus pada kehamilan dengan hiperemesis gravidarum.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman secara
langsung, sekaligus penanganan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh
selama pendidikan. Selain itu, menambah wawasan dalam menerapkan
asuhan kebidanan pada kehamilan dengan hiperemesis gravidarum.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Dapat memahami teori, memperdalam ilmu, dan menerapkan asuhan
yang akan diberikan pada pasien dengan hiperemesis gravidarum.

2
b. Bagi Bidan Pelaksana di Puskesmas
Laporan komprehensif ini dapat memberikan informasi tambahan bagi
bidan pelaksana di puskesmas dalam asuhan kebidanan pada ibu hamil
dengan hiperemesis gravidarum.
c. Bagi pasien dengan Hiperemesis Gravidarum.
Laporan komprehensif ini diharapkan menambah pengetahuan serta
penatalaksanaan hiperemesis gravidarum di rumah.

3
BAB II
KAJIAN KASUS DAN TEORI

A. Kajian Masalah Kasus


Pasien Ny. T umur 39 tahun kehamilan ke-2 datang ke IGD Puskesmas
Minggir pada hari Kamis, 19 September 2019 mengeluh lemes, pusing, mual,
muntah lebih dari 10 kali sehari. Setiap makan atau minum selalu muntah. 5
hari yang lalu sudah periksa ke Puskesmas namun disarankan berobat jalan.
Selama di rumah pasien merasa semakin lemes karena setiap makan dan
minum selalu keluar sampai tenggorokan sangat sakit. Pasien mengeluh berat
badan turun 7 kg. Sebelum hamil berat badan 42 kg, berat badan saat ini 35
kg. Setelah muntah ibu mengeluh kadang-kadang jantung ibu berdebar-debar.
Ibu merasa tidak pernah menderita penyakit menahun ataupun penyakit berat
seperti penyakit Thyroid, Asma, TBC. Riwayat penyakit keluarga disangkal,
kecuali Ayah pasien menderita Hipertensi.
Ny. T bekerja sebagai guru honorer di SMP dan SMA Kalam Kudus di
Surabaya sebagai pengajar Bahasa Jawa, pasien kadang merasa sangat stress
dengan pekerjaannya karena harus mengajar banyak kelas di SMP dan SMA
karena masih satu Yayasan. Suami pasien Tn. D umur 37 tahun bekerja
sebagai driver ojek online di Surabaya. Anak pertama tinggal bersama orang
tua Ny. T di Kecamatan Minggir karena di Surabaya tidak ada pengasuh jika
ditinggal bekerja. Setiap bulan satu kali pasien pulang menjenguk anak
pertamanya di Kecamatan Minggir.
Hasil pemeriksaan fisik Ny. T saat datang ke Puskesmas Kondisi umum
Lemah, Kesadaran Compos mentis. Tinggi badan 140 cm, Berat Badan 35 kg
( sebelum hamil (42 kg), Index Massa Tubuh (IMT) 17,85 kg/m². LILA 19
cm. Pada pemeriksaan Fisik mata cekung, sclera tidak ikterik, bibir ibu
tampak kering tanda dehidrasi, bau mulut khas aseton. Pemeriksaan tanda-
tanda Vital Tekanan darah 110/70 mmHg (normal), Pernafasan 20 kali per
menit, Suhu 37℃. Nadi 117 x/mnt (Takikardi). SpO2 97%. Pemeriksaan

4
Obstetri TFU 2 jari di bawah pusat teraba ballottement. DJJ 152 kali/menit.
Hasil pemeriksaan EKG tampak sinus takikardi.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium darah rutin, menunjukkan HB dalam
batas normal (13,6 gr/dl). Angka Eritrosit, Leukosit, Hematokrit, Trombosit
dalam batas normal. Kadar Gula Darah Sewaktu (GDS) dalam 128 mg/Dl
dalam batas normal. Hasil Pemeriksaan PITC dan HbsAg Non reaktif.
Pemeriksaan Tes IMS dan HIV Negatif.
Hasil pemeriksaan Urine Rutin menunjukkan : warna kuning tua, keruh
seperti teh. Protein urin +, urobilinogen +, Keton 2+. Glukosa terdeteksi,
epitel dan leukosit banyak. Terdapat jamur dan bakteri.
Hasil pemeriksaan pada Ny. T didapatkan diagnose Kebidanan Ny. T
umur 39 tahun G2P1A0 Hamil 17 minggu 6 hari dengan Hiperemesis
Gravidarum, Infeksi Saluran Kemih, Vaginosis Bakterial, Sinus Takikardi.
Penatalaksanaan yang diberikan pada Ny. T di Puskesmas adalah
tindakan observasi dan perbaikan kondisi dengan rawat inap di Puskesmas
pemberian terapi oleh Dokter Umum dan tidakan Kolaboratif. Terapi medika
mentosa dengan cairan infus RL, metoklorpamid, asam folat, Vitamin B6.
Ranitidine, paracetamol dan cefixime.. Tindakan kolaboratif dengan
konsultasi Psikologis, dan konsultasi Gizi, pelacakan penyebab Berat Badan
turun secara signifikan.
Hasil pengkajian psikolog pasien mengalami kecemasan yang berat
karena beban kerja pekerjaan dengan score Beck Anxiety Inventory (BAI) 39.
Saran dari Psikolog adalah tindakan psikoedukasi dan mengajarkan agar ibu
relaksasi dan afirmasi positif. Ny. T bersedia relaksasi dan akan berusaha
menyampaikan keluhan kepada yayasan agar mengurangi beban kerja. Hasil
pengkajian Gizi pasien mengalami kekurangan asupan Gizi. Saran adalah
memberikan edukasi cara mengurangi mual dengan makan porsi kecil tapi
sering, menghindari air putih agar tidak mual dan pasien disarankan minum
jahe atau sari kedelai untuk mengurangi mual.
Evaluasi perkembangan pasien Ny. T setelah dirawat 1 x24 jam di
Puskesmas Minggir, kondisi ibu membaik diijinkan pulang dan dirujuk ke

5
Poliklinik RS untuk USG. Pasien belum pernah USG selama kehamilan ini
dengan alasan tidak ada waktu karena sepulang kerja sudah lemes dan sering
mual muntah dan terlalu banyak pekerjaan sampai sering lembur di kantor.

B. Kajian Teori
1. Kehamilan
a. Definisi
Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri
mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan.20
b. Komplikasi kehamilan
1) Mual muntah berlebihan
Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala
yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I.
Mual biasa terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul
setiap saat dan malam hari. Pada umumnya wanita dapat
menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala
mual muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan.
Pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum
menjadi buruk. Keadaan inilah disebut hiperemesis
gravidarum. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis
menentukan berat ringanya penyakit.
2) Perubahan payudara
3) Nyeri punggung dan ligament
4) Kram tungkai
5) Sakit kepala
6) Keletihan
7) Konstipasi
8) Factor emosional
c. Standar pemeriksaan Kehamilan
Standart minimal asuhan antenatal care (10T), yaitu :
1) Timbang Berat Badan dan Ukur tinggi Badan

6
Menurut Prawirohardjo (2010), Kenaikan berat badan wanita
hamil rata-rata antara 11,5 sampai 16 kg. Bila berat badan naik
lebih dari semestinya, anjurkan untuk mengurangi makanan
yang mengandung karbohidrat. Lemak jangan dikurangi,
terlebih sayur mayur dan buah-buahan. Ada pula cara untuk
menentukan status gizi dengan menghitung IMT (Indeks Massa
Tubuh) dari berat badan dan tinggi badan ibu sebelum hamil
menurut Manuaba (2010) : Rumus IMT = BB /TBcm2. Status
gizi ibu dikatakan normal bila nilai IMT nya antara 18,5-25,0
Kriteria IMT :
Nilai IMT < 18,5 : Status gizi kurang
Nilai IMT 18,5-25 : Status gizi normal
Nilai IMT >25 : Status gizi lebih/ obesitas
Tinggi badan yang baik untuk ibu hamil adalah >145 cm.
2) Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
Pada ibu hamil (bumil) pengukuran LILA merupakan suatu
cara untuk mendeteksi dini adanya Kurang Energi Kronis
(KEK) atau kekurangan gizi. Malnutrisi pada ibu hamil
mengakibatkan transfer nutrient ke janin berkurang, sehingga
pertumbuhan janin terhambat dan berpotensi melahikan bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). BBLR berkaitan
dengan volume otak dan IQ seorang anak. Kurang Energi
Kronis atau KEK (ukuran LILA < 23,5 cm), yang
menggambarkan kekurangan pangan dalam jangka panjang
baik dalam jumlah maupun kualitasnya.
3) Ukur Tekanan Darah
Tekanan darah diukur setiap kali ibu hamil melakukan
kunjungan, hal ini bertujuan untuk mendeteksi adanya
kemungkinan kenaikan tekanan darah yang disebabkan
kehamilan. Tekanan darah pada ibu hamil dikatakan normal
yaitu dibawah 140/90 mmHg.

7
4) Ukur Tinggi Fundus Uteri.
TFU (Tinggi Fundus Uteri) digunakan sebagai salah satu cara
untuk mengetahui usia kehamilan dimana biasanya lebih tepat
bila dilakukan pada kehamilan yang pertama.
Tabel 3. Menentukan umur kehamilan dengan Leopold
Menentukan umur kehamilan dengan Leopold
Umur TFU Keterangan
kehamilan
8 mgg Blm teraba Sebesar telur bebek
12 mgg 3 jari atas simfisis Sebesar telur angsa
16 mgg ½ pusat – simfisis Sebesar kepala bayi
20 mgg 3 jari bawah pusat -
24 mgg Sepusat -
28 mgg 3 jr ats pusat -
32 mgg ½ pusat – Px -
36 mgg 1 jr di bwh Px Kepala masih berada di atas
pintu panggul.
40 mgg 3 jr bwh Px Fundus uteri turun kembali,
karena kepala janin masuk ke
rongga panggul.

5) Tentukan Presentasi Janin dan Denyut Jantung janin.


Tujuan pemantauan janin itu adalah untuk mendeteksi secara
dini ada atau tidaknya faktor-faktor resiko kematian prenatal
tersebut (hipoksia/asfiksia, gangguan pertumbuhan, cacat
bawaan, dan infeksi). Pemeriksaan denyut jantung janin adalah
salah satu cara untuk memantau janin. Pemeriksaan denyut
jantung janin harus dilakukan pada ibu hamil. Denyut jantung
janin baru dapat didengar pada usia kehamilan 16 minggu / 4
bulan. Gambaran DJJ:
1) Takikardi berat; detak jantung diatas 180x/menit
2) Takikardi ringan: antara 160-180x/menit
3) Normal: antara 120-160x/menit
4) Bradikardia ringan: antara 100-119x/menit
5) Bradikardia sedang: antara 80-100x/menit

8
6) Bradikardia berat: kurang dari 80x/menit
6) Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi TT
Pada ibu hamil diberikan imunisasi TT sebanyak 2 kali selama
kehamilan dengan interval waktu 4 minggu. Imunisasi ini
dianjurkan pada setiap ibu hamil, karena diharapkan dapat
menurunkan angka kematian bayi akibat tetanus neonaturum.
Imunisasi ini diberikan dengan dosis 0,5 cc/IM dalam satu kali
penyuntikan.
7) Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
Pemberian tablet zat besi untuk mencegah anemia pada wanita
hamil diberikan sebanyak 90 tablet selama
kehamilan. Tablet ini diberikan segera mungkin setelah rasa
mual hilang, setiap tablet Fe mengandung FeSO4 320 mg (zat
besi 60 mg) dan asam folat 500 μg. Tablet Fe diminum 1 x 1
tablet perhari, dan sebaiknya dalam meminum tablet Fe tidak
bersamaan dengan teh atau kopi, karena akan mengganggu
penyerapan.
8) Tes laboratorium (rutin dan khusus)
Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang disarankan
menjelang persalinan. Di antaranya yaitu tes darah, tes urin dan
hbsag ( hepatitis). Tes darah rutin meliputi pemeriksaan kadar
hemoglobin, sel darah putih ( leukosit), trombosit. Dari kadar
Hemoglobin untuk mengetahui apakah seorang ibu anemia atau
tidak. Hal ini diperlukan untuk memperkirakan kecukupan
suplai darah ke janin dan risiko jika terjadi perdarahan saat
persalinan. Sel darah putih menunjukkan apakah terjadi infeksi
di tubuh ibu. Trombosit untuk melihat apakah ada kelainan
faktor pembekuan darah, ini berhubungan dengan resiko
perdarahan.
Pemeriksaan urin dimaksudkan untuk mengetahui
adanya infeksi saluran kencing, adanya darah, protein, dan gula

9
pada urin yang menunjukkan adanya penyakit tertentu yang
bisa mempengaruhi kehamilan.
Pemeriksaan HBsAg untuk mengetahui adanya infeksi
hepatitis B pada ibu. Infeksi hepatitis bisa ditularkan lewat
darah dan hubungan seksual. Pemeriksaan pemeriksaan
tersebut di atas tidak harus dilakukan seorang ibu hamil, dan
jika tidak dilakukan pun tidak mengapa, akan tetapi
pemeriksaan tersebut dianjurkan sebagai skrining untuk
mengetahui kondisi kehamilan dan resiko saat persalinan
terhadap ibu dan janin. Jika dari hasil pemeriksaan diketahui
ada hal-hal yang tidak normal maka diharapkan masih bisa
diterapi sebelum persalinan sehingga ibu menjalani persalinan
dalam kondisi yang benar-benar optimal, sehingga diharapkan
ibu dan bayi selamat dan sehat.
9) Tata laksana kasus
10) Temu Wicara (konseling)
Temu wicara antara Bidan dengan pasien pemeriksaan
kehamilan membahas Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan. Temu wicara
pasti dilakukan dalam setiap klien melakukan kunjungan. Bisa
berupa anamnesa, konsultasi, dan persiapan rujukan. Anamnesa
meliputi biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan,
riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas, biopsikososial, dan
pengetahuan klien. Memberikan konsultasi atau melakukan
kerjasama penanganan. Tindakan yang harus dilakukan bidan
dalam temu wicara antara lain:
1) Merujuk ke dokter untuk konsultasi dan menolong ibu
menentukan pilihan yang tepat.
2) Melampirkan kartu kesehatan ibu serta surat rujukan
3) Meminta ibu untuk kembali setelah konsultasi dan
membawa surat hasil rujukan

10
4) Meneruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama
kehamilan.
Kunjungan Waktu Alasan
Trimester I Sebelum  Mendeteksi masalah yg dapat
12 ditangani sebelum membahayakan
minggu jiwa.
 Mencegah masalah, misal : tetanus
neonatal, anemia, kebiasaan
tradisional yang berbahaya)
 Membangun hubungan saling
percaya
 Memulai persiapan kelahiran &
kesiapan menghadapi komplikasi.
 Mendorong perilaku sehat (nutrisi,
kebersihan , olahraga, istirahat,
seks, dsb).
Trimester II 13 – 28  Sama dengan trimester I ditambah:
minggu kewaspadaan khusus terhadap
hipertensi kehamilan (deteksi
gejala preeklamsia, pantau TD,
evaluasi edema, proteinuria)
Trimester 28 – 36  Sama, ditambah : deteksi
III minggu kehamilan ganda.
Setelah  Sama, ditambah : deteksi kelainan
36 letak atau kondisi yang
minggu memerlukan persalinan di RS.

2. Hiperemesis Gravidarum
a. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan
pada wanita hamil untuk mengganggu aktivitas sehari-hari karena
kondisi umum pasien yang buruk karena dehidrasi. Studi
memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-90%
kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% dari primi
gravida dan 40-60% dari multi gravida.²
Hyperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan yang
dimulai antara kehamilan 4 sampai 10 minggu dan hilang sebelum
usia 20 minggu, serta memerlukan intervensi khusus. 19

11
b. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara
pasti. Hiperemesis lebih sering terjadi pada ibu yang mengalami
riwayat kehamilan kembar atau mola hidatidiformis. Keduanya
berkaitan dengan peningkatan kadar hormon. Wanita yang
mengalami hiperemesis pada saat kehamilan sebelumnya
cenderung mengalami hiperemesis pada kehamilan berikutnya. 19
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 1.301
kasus hiperemesis gravidarum di Canada diketahui beberapa hal
yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum
diantaranya komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan
psikiatri, kelainan gastrointestinal, dan diabetes pregestasional.
Tidak ada bukti bahwa penyakit inidisebabkan oleh faktor toksik,
juga tidak ditemukan kelainan biokimia.²-³
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah
ditemukan adalah sebagai berikut :
1) Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada
mola hidatidosa dan kehamilan ganda, faktor hormon
memegang peranan dimana hormon khorionik gonadotropin
dibentuk berlebihan.
2) Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan
perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang
menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut
3) Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap
anak
4) Faktor psikologis
Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap
kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab
sebagai ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang

12
peranan yang cukup penting dalam menimbulkan hiperemesis
gravidarum.
Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997),
hiperemesis nampaknya terkait dengan tingginya atau peningkatan
bertahap kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen atau kadar
keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa kasus yang
berat mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya
hubungan dengan serum positif terhadap Helicobacter pylori
sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat dibuktikan oleh
beberapa peneliti. 1,4,7,8
c. Patofisiologi
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas
membuang isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan
yang berlebihan pada usus. Muntah merupakan refleks terintegrasi
yang kompleks terdiri atas tiga komponen utama yaitu detector
muntah, mekanisme integratif dan efektor yang bersifat otonom
somatik. Rangsangan pada saluran cerna dihantarkan melalui saraf
vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah.
Pusat muntah juga menerima rangsangan dari pusat- pusat
yang lebih tinggi pada sereberal, dari chemoreceptor trigger zone
(CTZ) pada area postrema dan dari aparatus vestibular via
serebelum. Beberapa signal perifer mem bypass trigger zone
mencapai pusat muntah melalui nukleus traktus solitarius. Pusat
muntah sendiri berada pada dorsolateral daerah formasi retikularis
dari medula oblongata. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat
pernapasan dan pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat
muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X, XII ke saluran
cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga
dan otot abdomen.
Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini
masih kontroversial. Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan

13
cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan
energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka
terjadilah ketosis dengan tertimbunya asam aseton asetik, asam
hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang
diminum dan kehilangan cairan akibat muntah akan menyababkan
dehidrasi, sehingga cairan ekstra vaskuler dan plasma akan
berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga
dengan klorida urine. Selain itu dehidrasi menyebabkan
hemokonsentrasi, sehigga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal
ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang
dan tertimbunya zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium
sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal,
meningkatkan frekuensi muntah yang lebihbanyak, merusak hati,
sehigga memperberat keadaan penderita.1-4
d. Tanda dan Gejala
Batasan seberapa banyak terjadinya mual muntah yang
disebut hiperemesis gravidarum belum ada kesepakatannya. Akan
tetapi jika keluhan mual muntah tersebut sampai mempengaruhi
keadaan umum ibu dan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari
sudah dapat dianggap sebagai hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat
dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu:
1) Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum
penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat
badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi
meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik
menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata
cekung.

14
2) Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih
menurun, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan
cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat
badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium
dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas
dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
3) Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran
menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat,
suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi
pada susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy
Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan
mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan,
termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan
adanya gangguan hati.
Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum level II dan III
harus dirawat di rumah sakit dengan pemberian perawatan
medis, nutrisi, cairan parenteral, dan pengobatan alternatif.
Dengan perawatan yang baik, prognosis hiperemesis
gravidarum akan memuaskan.¹-4
e. Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang
(temuan laboratorium dan USG).
1) Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda,
mual, dan muntah. Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan
muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan
tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari- hari. Selain

15
itu dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya hiperemesis
gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan
nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis,
penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien,
tanda-tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan.
Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan
abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis,
gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar),
analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal. Pada keadaan
tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat
dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH
dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid
50-60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi
infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibody
Helicobacter pylori.
Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-
tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria,
peningkatan blood urea nitrogen kreatinin dan hematokrit.
Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya
kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.¹-4
f. Penatalaksanaan
Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus
dilakukan rawat inap dirumah sakit dan dilakukan penanganan
yaitu :

16
1) Medikamentosa
Berikan obat- obatan seperti yang telah dikemukakan
diatas. Namun harus diingat untuk tidak memberikan obat yang
teratogenik. Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya
suplemen multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis,
serotonin antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang
dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine
(vitamin B6). Pemberian pyridoxine cukup efektif dalam
mengatasi keluhan mual dan muntah. ¹-4
Anti histamin yang dianjurkan adalah doxylamine Dan
dipendyramin. Pemberian antihistamin bertujuan untuk
menghambat secara langsung kerja histamin pada reseptor H
dan secara tidak langsung mempengaruhi sistem vestibular,
menurunkan rangsangan di pusat muntah. Selama terjadi mual
dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan dalam
menghambat motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat
dopamine antagonis. Dopamin antagonis yang dianjurkan
diantaranya prochlorperazine, promethazine, dan
metocloperamide, Prochlorperazin dan promethazine
bekerja pada reseptor D 2 untuk menimbulkan efek antiemetik.
Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan di
perifer. Obat ini menimbulkan efek antiemetik dengan cara
meningkatkan kekuatan spincter esofagus bagian bawah dan
menurunkan transit time pada saluran cerna.
Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam
menurunkan keluhan mual dan muntah. Obat ini bekerja
menurunkan rangsangan pusat muntah di medula. Serotonin
antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron. Odansetron
biasanya diberikan pada pasien hiperemesis gravidarum yang
tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain.
Sementara itu pemberian kortikosteroid masih kontroversial

17
karena dikatakan pemberian pada kehamilan trimester pertama
dapat meningkatkan risiko bayi lahir dengan cacat bawaan.¹²
2) Terapi Nutrisi
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian
nutrisi tergantung pada derajat muntah, berat ringannya depresi
nutrisi dan penerimaan penderita terhadap rencana pemberian
makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna
harus digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk
menggunakan nasogastric tube (NGT). Saluran cerna
mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi
banyak nutrien, adanya mekanisme defensif untuk
menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya
sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga
pengaturan homeostasis nutrisi. 9-11
Bila penderita sudah dapat makan peoral, modifikasi diet
yang diberikan adalah makanan dalam porsi kecil namun
sering, diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan rendah
lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari
makanan yang emetogenik dan berbau sehingga menimbulkan
rangsangan muntah. Pemberian diet diperhitungkan jumlah
kebutuhan basal kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal
perharinya. 9-11
3) Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah,
dan memiliki peredaran udara yang baik. Sebaiknya hanya
dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar
masuk kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk.
Pasien tidak diberikan makan ataupun minum selama 24 jam.
Biasanya dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau
hilang tanpa pengobatan. 9-11

18
4) Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya
dapat disembuhkan. Hilangkan rasa takut oleh karena
kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses
fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan
konflik lainnya yang melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan
juga bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi
pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia
kehamilan 4 bulan. 9-11
Penentuan derajat kecemasan untuk dewasa dan remaja
dengan score Beck Anxiety Invintieory (BAI) yang dibuat oleh
Aaron T. Beck, MD dan rekannya berisi 21 item. BAI
melaporkan keluhan dari setiap gejala selama satu minggu
terakhir. Total skor BAI berjumlah 0 – 63 dengan interpretasi
skor : 0 – 21 (kecemasan ringan), 22 – 35, (kecemasan sedang),
lebih dari 35 (kecemasan berat).
5) Cairan parenteral
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk
mencegah mekanisme kompensasi yaitu vasokonstriksi dan
gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan
hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga
pasokan darah berkurang. Pada kasus hiperemesis gravidarum,
jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena
kehilangan cairan sehingga dilakukan rehidrasi (mengganti
cairan tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang
efektif dan komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan
asam basa. 9-11, 13
Rehidrasi cairan harus memperhitungkan jumlah cairan
yang diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan ada
tidaknya asidosis. Berikan cairan parenteral yang cukup
elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5% dalam

19
cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu
dapat ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B
kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula asam amino
secara intravena apabila terjadi kekurangan protein. . 9-11, 13
Selama rehidrasi harus dibuat control cairan yang masuk
dan yang dikeluarkan. Urin perlu diperiksa setiap hari terhadap
protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi
diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari.
Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan
seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak
muntah dan keadaan umum membaik dapat dicoba untuk
memberikan minuman, dan lambat laun makanan dapat
ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan
ini, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan
aman bertambah baik. 1,9, 11,13
6) Terapi Alternatif
Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis
gravidarum, antara lain:
a) Vitamin B6
Vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan dalam
metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino. Peranan
vitamin B6 untuk mengatasi hiperemesis masih kontroversi.
Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 12,5-25 mg
per hari tiap 8 jam. Selain itu Czeizel melaporkan
suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi
kejadian mencegah insiden hiperemesis
gravidarum.Vitamin B6 merupakan koenzim berbagai jalur
metabolisme protein dimana peningkatan kebutuhan protein
pada trimester I diikuti peningkatan asupan vitamin B6.
Vitamin B6 diperlukan untuk sintesa serotonin dari
tryptophan. Defisiensi vitamin B6 akan menyebabkan kadar

20
serotonin rendah sehingga saraf panca indera akan semakin
sensitif yang menyebabkan ibu mudah mual dan muntah.
Pada wanita hamil terjadi peningkatan kynurenic dan
xanturenic acid di urin. Kedua asam ini diekskresi apabila
jalur perubahan tryptophan menjadi niacin terhambat. Hal
ini dapat juga terjadi karena defisiensi vitamin B6. Kadar
hormon estrogen yang tinggi pada ibu hamil juga
menghambat kerja enzim kynureninase yang merupakan
katalisator perubahan tryptophan menjadi niacin, yang
mana kekurangan niacin juga dapat mencetuskan mual dan
muntah. 14
b) Jahe (zingiber officinale)
Pemberian dosis harian 250 mg sebanyak 4 kali perhari
lebih baik hasilnya dibandingkan plasebo pada wanita
dengan hiperemesis gravidarum. Salah satu studi di Eropa
menunjukan bubuk jahe (1 gram per hari) lebih efektif
dibandingkan plasebo dalam menurunkan gejala
hiperemesis gravidarum. Belum ada penelitian yang
menunjukan hubungan kejadian abnormalitas pada fetus
dengan jahe. Namun, harus diperhatikan bahwa akar jahe
diperkirakan mengandung tromboksan sintetase inhibitor
dan dapat mempengaruhi peningkatan reseptor testoteron
fetus.14
7) Prognosis
Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah
pada kehamilan merasakan awal terjadinya sebelum usia
kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut menurun 30% pada
kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada kehamilan 12
minggu, dan menjadi 30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh
persen mengalami mual dan muntah setelah 16 minggu dan
hanya 1% tetap mengalaminya setelah usia kehamilan 20

21
minggu. Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis
gravidarum sangat memuaskan. Sebagian besar penyakit ini
dapat membaik dengan sendirimya pada usia kehamilan 20-22
minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit
ini dapat membahayakan jiwa ibu dan janin. 17
3. Infeksi Saluran Kemih
Kehamilan adalah salah satu faktor yang meningkatkan risiko infeksi
saluran kemih karena tekanan dari uterus gravid pada ureter menyebabkan
stasis aliran urin dan juga berkaitan dengan perubahan humoral dan
imunologi selama kehamilan normal. Pada masa kehamilan terjadi
perubahan anatomi maupun fisiologi saluran kemih yang disebabkan oleh
peningkatan kadar progesteron dan obstruksi akibat pembesaran uterus.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan masalah klinis umum, yang dapat
melibatkan saluran kencing, kandung kemih, dan ginjal.
Penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah bakteriaemia gram-
negatif. Escherichia coli tetap menjadi organisme dominan yang terlibat
dalam Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada kehamilan, meskipun laporan
terbaru menunjukkan perubahan pola infeksi.21
Pemberian antibiotik merupakan hal yang sangat penting untuk
menangani penyakit infeksi, selain pemberian obat-obatan simtomatik dan
suportif. Dengan tingginya angka kejadian infeksi, khususnya yang
disebabkan oleh bakteri penggunaan antibiotik pun semakin meluas.
4. Vaginosis Bacterial
a. Definisi
Kondisi dimana flora normal vagina predominan laktobasilus
digantikan oleh sejumlah bakteri anaerobic termasuk Gardnerela
vaginalis, spesie Prevotella, spesies Mobiluncus dan Mycoplasma
hominis namun epitelium vagina tidak mengalami inflamasi.19

22
b. Prugnosis
Prugnosis buruk adalah Keguguran, Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR), Ketuban Pecah Dini (KPD), infeksi intra amniotic, dan
endometritis pascapartum. 19
c. Tanda dan gejala
Gejala bacterial vaginosis :
1) Rabas vagina yang encer, berwarna putih hingga abu-abu, dan
homogeny
2) Ditemukan sel epitel squamosal yang diselubuni oleh bakteri
melekat
3) Ph vagina > 4,7
4) Tercium bau amis ketika ditambahkan kalium hidroksida pada
sampel rabas vagina. 19
d. Penatalaksanaan
Tinjauan sistimatis Cochrane menunjukkan pemberian antibiotic
pada wanita hamil dengan bacterial vaginosis terbukti efektif
mengurangi infeksi dan memperbaiki prognosis buruk. Terapi
tersebut meliputi klindamisisn oral, krim klindamisin intravaginal,
atau gel metronidazole. Angka kesembuhan 70-80% setelah terapi
4 minggu. Saran untuk ibu bilas vagina dengan gel sabun mandi,
dan penggunaan agens antiseptic atau sampo saat mandi. 19
5. Sinus Takikardi
Sinus takikardi adalah irama sinus dengan kecepatan denyut
jantung >100x/menit. Terdapat 2 jenis sinus takikardi, yaitu fisiologis dan
non fisiologis. Sinus takikardi fisiologis menggambarkan keadaan normal
atau merupakan respon stress fisiologis (aktivitas fisik, rasa cemas),
kondisi patologis (demam, tirotoksikosis, anemia, hipovolemia), atau
stress farmakologis untuk menjaga curah jantung tetap stabil. Sedangkan
sinus takikardi non fisiologis terjadi akibat gangguan pada sistem vagal,
simpatik, atau pada nodus SA sendiri.

23
BAB III
PEMBAHASAN

Hasil pengkajian awal pada pasien Ny. T saat masuk IGD Puskesmas
Minggir adalah pasien mengalami dehidrasi oleh karena hiperemesis
Gravidarum tingkat II dengan data dasar hasil pemeriksaan KU, fisik, vital
sign, pemeriksaan laboratorium darah dan urin. Pasien diberikan tata laksana
observasi dengan rawat inap untuk perbaikan keadaan umum. Dari hasil
pemeriksaan Lab urin rutin terdapat keton dan warna urin kuning seperti air
teh. menunjukkan pasien mengalami dehidrasi. Hasil pemeriksaan urin juga
menunjukkan adanya infeksi saluran kemih serta dugaan vaginosis.
A. Analisis
Berdasarkan hasil anmnesis serta pemeriksaan fisik dan penunjang,
pasien Ny. T didiagnosa G2P1A0 umur 39 tahun Hamil 17 minggu 6 hari
dengan Hiperemesis Gravidarum tingkat II, Infeksi Saluran Kemih, Vaginosis
Bakterial, Sinus Takikardi. Data dasar dari penegakkan diagnose tersebut
adalah :
1. Hyperemesis Gravidarum tingkat II
Data dasar :
a) Subyektif : Pasien mengeluh mual muntah lebih dari 10 kali per
hari, lemes, mengeluh mual, muntah, pusing.,
b) Obyektif : Berat Badan turun 7 kg (16,6%), Nadi kecil dan cepat,
bibir
c) Terjadi hemokonsentrasi
Pada Hiperemesis Gravidarum tingkat II didapatkan gejala pada Ny T
tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah
mengering dan nampak kotor, bibir kering. Nadi 117 x/mnt kecil dan
cepat, suhu naik menjadi 37 ℃. Berat badan turun 7 kg dan mata menjadi
cekung, tensi turun, hemokonsentrasi (ditandai dengan kadar hemoglobin
Ny. T 13, 6 gr/dl saat awal kehamilan 11,5 gr/dl). Aseton dapat tercium
dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat

24
pula ditemukan dalam kencing. Urin berwarna keruh seperti teh
menunjukkan adanya dehidrasi.
Menurut Fraser et al (2009) Hiperemesis Gravidarum lebih sering
disebabkan karena kehamilan kembar ataupun mola hidatidosa. Pada kasus
ini Hiperemesis Gravidarum karena 2 sebab tersebut dapat disingkirkan
karena berdasarkan hasil pengkajian :
a) Ibu tidak mempunyai riwayat keturunan kembar sehingga
penyebab karena kehamilan kembar dapat disingkirkan, TFU
sesuai masa kehamilan yait 18 mg, pada hasil pemeriksaan 2 jari di
bawah pusat teraba ballottement.
b) Kehamilan dengan mola hidatidosa dapat disingkirkan karena dari
hasil pemeriksaan DJJ 152 x/mnt.
c) Hiperemesis Gravidarum bisa dipicu karena stress atau kecemasan
berat sesuai pengkajian Psikolog pada Ny. T score BAI 39. Ny. T
stress dengan beban pekerjaan yang terlalu berat karena mengajar
di 2 sekolah yaitu SMP dan SMA di Yayasan Swasta di Surabaya.
2. Infeksi Saluran Kemih
Dari hasil pemeriksaan urin selain dari warna dan epitel yang tampak
dalam urine menunjukkan adanya dehidrasi pada Ny. T, pasien juga
mengalami Infeksi saluran Kemih (ISK) ditandai dengan adannya leukosit,
epitel, jamur dan bakteri. Pada ibu hamil ISK bisa disebabkan karena Pada
kasus ini pasien mendapatkan terapi Cefixime 2 x 1 selama 5 hari.
3. Bacterial Vaginosis
Dugaan diagnosis vaginosis oleh dokter didapatkan dari keluhan pasien
selama hamil mengalami keputihan dan kadang disertai dengan gatal-gatal.
Hasil pemeriksaan terdapat epitel jamur dan bakteri yang ada dalam urine,
yang mungkin disebabkan dari vagina. Diagnosis ini menurut penulis
belum dapat ditegakkan karena pasien belum dilakukan pemeriksaan swab
vagina untuk menilai adanya bakteri dalam lendir servik. Pada wanita
hamil pemeriksaan swab vagina dilakukan sesuai indikasi yaitu jika
mengalami keputihan dan gatal yang sudah diobati namun belum ada

25
perbaikan, maka disarankan dilakukan pemeriksaan swab vagina pada
umur kehamilan di atas 20 minggu. Pada Ny. T Dr Umum menyarankan
pemeriksaan swab vagina, namun usia kehamilan pasien masih 17 minggu
6 hari. Sehingga tidak dilakukan pemeriksaan swab vagina.
4. Sinus Takikardi
Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan sinus takikardi. Sinus takikardi
dapat merupakan gejala normal karena kompensasi dari jantung karena
proses dehidrasi sehingga nadi meningkat di atas 100 x/ mnt.

LILA Ny. T saat ini 19 cm secara teori termasuk dalam Kekurangan


Energi Kronik (KEK) namun pada kasus ini tidak dibahas dan diberikan tata
laksana karena tidak termasuk KEK dengan data dasar sebelum hamil dan IMT
Ny. T dalam batas normal, LILA dan IMT menurun setelah ibu mengalami
hiperemesis gravidarum. Secara teori Nilai IMT 18,5-25 kg/m² termasuk status
gizi normal.
Data dasar :
a) Index Massa Tubuh (IMT) : 17,85 kg/m². (sebelum hamil 21,42 kg/m²)
b) LILA : 19 cm (sebelum hamil 24 cm)
KEK pada Ny. T ini terjadi karena berat badan ibu menurun 7 kg sejak mengalami
hiperemesis gravidarum. Sebelumnya ibu tidak mengalami KEK (LILA 24 cm).
Penanganan kasus saat ini lebih berfokus pada perbaikan KU dehidrasi ibu, tidak
ada penatalaksanaan untuk KEK meskipun LILA ibu saat ini 19 cm.

B. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada Ny. T sesui dengan diagnosis
kebidanan dan masalah yang ditemukan antara lain :
1. Rawat inap untuk perbaikan kondisi umum penanganan dehidrasi dengan
pemberian cairan infus RL dan injeksi metoclorpamid 20 tetes per menit.
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme
kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama
terjadi gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga

26
pasokan darah berkurang. Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis
dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan
(pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu
mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang
efektif dan komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam basa
2. Pemberian terapi :
a. Vitamin B6 3x1
Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara bermakna
mengurangi kejadian mencegah insiden hiperemesis
gravidarum.Vitamin B6 merupakan koenzim berbagai jalur
metabolisme protein dimana peningkatan kebutuhan protein pada
trimester I harus diikuti peningkatan asupan vitamin B6. Vitamin B6
diperlukan untuk sintesa serotonin dari tryptophan. Defisiensi vitamin
B6 akan menyebabkan kadar serotonin rendah sehingga saraf panca
indera akan semakin sensitif yang menyebabkan ibu mudah mual dan
muntah.
b. Asam folat 3x1
Pemberian asam folat diberikan pada ibu hamil trimester pertama serta
awal trimester 2 karena pada saat awal kehamilan terjadi proses
organogenesis sehingga pemberian asam folat diharapkan mampu
mencegah bayi cacat dalam kandungan.
c. Paracetamol 3x1 untuk keluhan pusing
d. Ranitidine 2x1
Diberikan untuk sebagai anti mual pada ibu.
e. Cefixime 2x1
Cefixime diberikan untuk penatalaksanaan ISK pada kehamilan.
3. Konsultasi Gizi
Pengkajian oleh Ahli gizi menunjukkan kurangnya asupan nutrisi. Saran
adalah memberikan edukasi cara mengurangi mual dengan makan porsi
kecil tapi sering, menghindari air putih agar tidak mual dan pasien
disarankan minum jahe atau sari kedelai untuk mengurangi mual.

27
4. Konsultasi Psikologis
Hasil pengkajian Psikolog pada Ny. T menunjukkan adanya kecemasan
berat dengan score BAI 39 (Skor >35 = kecemasan berat). Stress pada Ny.
T disebabkan beban kerja yang terlalu berat. Psikolog memberikan
psikoedukasi pada Ny. T dengan mengajarkan relaksasi dan afirmasi
positif, Ny. T diminta mengurangi beban kerjanya. Score BAI yaitu score
yang dihitung dengan skala untuk mengetahui derajat kecemasan. Perlu
diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.
Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu
merupakan proses fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan
masalah dan konflik lainnya yang melatarbelakangi penyakit ini.
Psikoedukasi tersebut diharapkan dapat sekaligus untuk penatalaksanaan
kasus Sinus takikardi fisiologis pada Ny. T yang menggambarkan keadaan
normal atau merupakan respon stress fisiologis (aktivitas fisik, rasa
cemas).
Evaluasi dilaksanakan setelah pasien dirawat 1x24 jam di Puskesmas
Minggir pada tanggal 20 September 2019 jam 10.00 WIB.
Subyektif : mual, muntah, pusing dan lemes sudah berkurang, tidak berdebar-
debar.
Obyektif : KU sedang, Tensi 110/70 mmHg, suhu 36,4 ℃, Nadi 88x/mnt, DJJ
148X/mnt.
Analisa : Ny. T umur 39 tahun G2P1A0 Hamil 18 minggu, Hyperemesis
Gravidarum, ISK.
Penatalaksanaan : Pasien diijinkan pulang jam 11.00 WIB dan dirujuk ke RS
untuk USG dan penatalaksanaan lebih lanjut.
Tata Laksana di Puskesmas Minggir telah sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur yang ada di Puskesmas Minggir, namun beberapa tidak
sesuai karena kasus Ny. T tidak hanya diagnosis Hiperemesis Gravidarum (HG),
sehingga pengobatan disesuaikan dengan diagnosis sekunder yaitu ISK, Bakterial
Vaginosis dan sinus takikardi. SPO perawatan Hiperemesis Gravidarum di
Puskesmas Minggir yaitu ;

28
1. Petugas menganjurkan ibu bedrest total dan puasa 24 jam pertama infus D5% :
RL 500 cc = 1: 116-20 tts/mnt drip.
Ny. T ibu tidak dipuasakan karena setelah mendapatkan anti emetic yaitu
metoclorpamid drip pasien tidak mual dan muntah, sehingga bisa makan
minum untuk rehidrasi cairan. dan pasien tidak muntah lagi sesudah makan
minum.
2. Ondansentron 1-2 ampul, sampai pasien mau minum dan tidak muntah lagi.
3. Obervasi 24 jam ke I bila muntah terus menerus (keadaan umumm tidak
membaik) dirujuk.
4. Petugas memeriksa keadaan umum, jika membaik 9 24 jam ke II :
a. Infus D 5% : RL kosong
b. Per oral ondansentron 3x 10 mg.
c. Diit nasi lunak.
Berdasarkan jurnal penelitian Helena et al wanita dengan HG memiliki
peluang lebih tinggi untuk tekanan emosional daripada wanita tanpa HG pada
minggu ke-17 (p <0,001) dan kehamilan ke-32 (p = 0,001) selain 6 bulan
postpartum (p = 0,005) tetapi tidak 18 bulan postpartum (p = 0,430). Pada kasus
ini HG terjadi pada usia kehamilan 17 minggu 6 hari dan Ny. T mengalami
kecemasan berat, sesuai dengan hasil penelitian bahwa HG berpeluang lebih
tinggu untuk tekanan emosional pada wanita HG pada usia kehamilan usia 17
minggu.22
Berdasarkan penelitian Lina Oktavia (2015) pada ibu hamil di Ruang
Kebidanan RSUD Dr Ibnu Suwoto Baturaja pada 977 orang menunjukkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara paritas dan jarak kehamilan berisiko dengan
Hyperemesis Gravidarum (HG). Pada paritas tinggi yang mengalami HG sebesar
42% dan paritas rendah 23,6%. Jarak kehamilan berisiko yang mengalami HG
sebesar 48,5%. Jarak kehamilan ideal sekurang-kurangnya 2 tahun. Penelitian ini
menggunakan desain survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Hasil uji
statistic chi-square didapatkan p value 0,001 menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara jarak kehamilan dengan HG.23

29
Penelitian lain oleh Elfanny, et al (2013) tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian HG di RSUD dr Sam Ratulangi Tondano
Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara dengan rancangan penellitian
retrospektif dengan metode cross sectional menunjukkan hasil : ada hubungan
yang signifikan antara umur, dan paritas dengan kejadian HG. Umur di atas 35
tahun berhubungan dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta
berbagai penyakit yang sering menimpa di usia ini. 24
Hasil penelitian Elfanny et al dan Lina Oktavia tersebut di atas sesuai
dengan kasus pada Ny. T yaitu berusia 39 tahun termasuk risiko tinggi karena di
atas 35 tahun sehingga berisiko mengalami HG, namun paritas ibu rendah,
sedangkan jarak kehamilan ibu saat ini dengan kehamilan sebelumnya 2,5 tahun.

30
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hasil pengkajian serta asuhan kebidanan pada Ny. T G2P1A0 hamil 18
minggu dengan hiperemesis gravidarum dapat disimpulkan bahwa :
1. Pasien Ny. T dirawat dengan diagnosa utama Hiperemesis gravidarum
tingkat 2 disertai dengan diagnosis sekunder yaitu ISK, vaginosis
bacterial, dan sinus takikardi.
2. Hiperemesis Gravidarum tingkat 2 disebabkan karena stress dan
kecemasan yang berberhubungan dengan pekerjaan.
3. Pasien Ny. T telah mendapatkan terapi dan penatalaksanaan yang
terintegrasi antara Bidan, Dokter, Psikolog dan konsultasi Gizi. Ny. T
dirujuk ke Dokter Spesialis Obgyn setelah perbaikan KU. KU pasien
membaik setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa lebih memperdalam tentang teori tentang
kehamilan, komplikasi kehamilan khususnya kasus hyperemesis
gravidarum, sehingga Bidan dapat memberikan asuhan kebidanan yang
tepat sesuai kasus berdasarkan evidence based.
2. Bagi Bidan Pelaksana di Puskesmas
Diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kebidanan khususnya
dalam kehamilan dengan hyperemesis gravidarum dengan pendekatan
yang lebih intensif dan terjalin komunikasi yang efektif.
3. Bagi Pasien
Bisa mengatasi mual muntah selama di rumah serta menghindari
factor-faktor yang menjadi pencetus hyperemesis gravidarum agar
prugnosa kehamilan baik sampai kelahiran bayi.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S,Wiknjosastro H. 2010.. Dalam: Ilmu Kebidanan; Jakarta;


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
2. Verberg MF, Gillott DJ, Al-Fardan N. Hyperemesis gravidarum, a
literature review.Hum Reprod Update. Sep-Oct 2005;11(5):527
3. Quinlan JD, Hill DA. Nausea and Vomiting of Pregnancy. Am Fam
Physician. Jul2003;68 (1):121
4. Goodwin TM. Hyperemesis Gravidarum.Obstet Gynecol Clin N Am.
Sept2008;35:401-417.
5. Bailit JL. Hyperemesis Gravidarium: Epidemiologic findings from a large
cohort.Am J Obstet Gynecol. Sep 2005;193(3 Pt1):811
6. Davis M. Nausea and vomiting of pregnancy: anevidence
-based review.J PerinatNeonatal Nurs. Oct-Dec 2004;18(4):312-28.
7. Golberg D, Szilagyi A, Graves L. Hyperemesis gravidarum and
Helicobacterpylori Infection: a systematic review.Obstet Gynecol. Sept
2007;110:695-703.
8. Lee RH, Pan VL, Wing DA. Theprevalence of Helicobacter pylori in the
Hispanicpopulation affected by hyperemesis gravidarum. Am J Obstet
Gynecol. Sep2005;193(3 Pt 2):1024-7
9. Bottomley C, Bourne T. Management Strategies For Hyperemesis. Best
Pract ResClin Obstet Gynaecol. Aug 2009;23(4):549-64.
10. Fell DB, Dodds L, Joseph KS, et al. Risk Factors Fohyperemesis
Gravidarum Requiring Hospital Admission During Pregnancy. Obstet
Gynecol. Feb 2006;107(2Pt 1):277-84.
11. Cedergren M, Brynhildsen J, Josefsson A, et al. Hyperemesis Gravidarum
That Requires Hospitalization And The Use Of Antiemetic Drugs In
Relation To Maternalbody Composition.Am J Obstet Gynecol. Apr
2008;198:412.e1-5.

32
12. Einarson A, Maltepe C, Navioz Y, Kennedy D, Tan MP, Koren G. The
Safety Ofondansetron For Nausea And Vomiting Of Pregnancy: A
Prospective Comparative Study. BJOG Sep 2004;111(9):9
13. Petik D, Puho E, Czeizel AE. Evaluation Of Maternal Infusion Therapy
During Pregnancy For Fetal Development Int J Med Sci. Oct
2005;2(4):137
14. Aikins Murphy P. Alternative Therapies For Nausea And Vomiting Of
Pregnancy. Obstet Gynecol. Jan 1998;91(1):149
15. Boone SA, Shields KM. Treating Pregnancy Related Nausea And
Vomiting With Ginger. Ann Pharmacother Oct 2005;39(10):1710
16. Borrelli F, Capasso R, Aviello G, et al. Effectiveness And Safety Of Ginger
In The Treatment Of Pregnancy-Induced Nausea And Vomiting. Obstet
Gynecol. Apr 2005;105(4):849
17. Widayana, Ary; Megadhana, I Wayan; Putera Kemara, Ketut. Diagnosis
and Management of Hyperemesis Gravidarum. E-jurnal Medika Udayana,
[s.l.], p. 658-673, Apr. 2013. Issn 2303-1395. Available at:
<https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5114>. Date accessed:
20 sep. 2019.
18. M .Alexander Novey, M.D., F.A.C.S, Charles L. Goodhand, M.D.
Hyperemesis gravidarum DOI: Department of Obstetrics, University of
Maryland School of Medicine, Baltimore, Md., USA.
https://doi.org/10.1016/S0002-9378(38)91142-1
19. Fraser, D.M, Cooper, M.A. 2009. Myles. Buku Ajar Bidan. Jakarta : EGC
20. Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
21. Amalia, M.R, Oka, Anak A.G. Paritas Dan Umur Gestasional
Berhubungan Terhadap Penyakit Infeksi Saluran Kemih (Isk) Pada Ibu
Hamil Di Rsup Sanglah Periode Januari 2014 Sampai Desember 2014.
Universitas Udayana : SMF Ilmu Kedokteran Bedah Fakultas Kedokteran.
E-Jurnal Medika, vol. 7 no.7, Juli, 2018 diakses dari internet
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

33
22. Helena Kames Kjeldgaard, Malin Eberhard-Gran, Jūratė Šaltytė Benth, and
Åse Vigdis Vikanes. Hyperemesis Gravidarum And The Risk Of Emotional
Distress During And After Pregnancy. Arch Womens Ment Health (2017)
20:747–756 Received: 12 January 2017/Accepted: 7 August
2017/Published online: 25 August 2017
23. Oktavia, Lina. Kejadian Hiperemisis Gravidarum Ditinjau Dari Jarak
Kehamilan Dan Paritas. Jurnal Ilmu Kesehatan Aisyah Stikes Aisyah
Pringsewu Lampung Volume 1 no. 2 (Juli – Desember 2016)
24. Elfanny Sumai, Femmy Keintjem, Iyam Manueke. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian Hiperemesis gravidarum di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Sam Ratulangi Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi
Sulawesi Utara. Jurnal ilmiah Bidan volume 2. Nomor 1. Januari-Juni
2014

34
LAMPIRAN

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PADA IBU HAMIL


NY. T UMUR 39 TAHUN G2P1A0 HAMIL 17 MINGGU 6 HARI
DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM
DI PUSKESMAS MINGGIR SLEMAN YOGYAKARTA

No RM : 103044
Tanggal Pengkajian : 19 September 2019
Jam : 10.00 WIB

1. Identitas Klien

Nama : Ny. Triyani Nama Suami : Tn. D


Umur : 39 tahun Umur : 37 tahun
Alamat : Minggir RT II Alamat : Minggir RT II
Pendidikan :S1 Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Guru Pekerjaan : Ojek Online
Agama : Kristen Agama : Kristen
2. Keluhan Utama/Masalah/Fenomena
Ny. T mengeluh mual muntah sejak kehamilan ini, sejak 5 hari
yanglalu pusin lemes, tenggorokan sakit, muntah lebih dari 10 kali
sehari, setiap makan atau minum selalu muntah. Ini kehamilan kedua
mengeluh kadang keputihan dan gatal-gatal.
3. Anamnesa/Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Haid
Menarche : 16 tahun
Siklus haid : 28 hari teratur
Lama haid : 6-7 hari
Dismenorea : kadang-kadang
HPHT : 17 Mei 2019

35
HPL : 24 Maret 2020
Umur Kehamilan : 17 minggu 6 hari
b. Riwayat Menikah
Menikah 1 x dengan suami sekarang, lama menikah 4 tahun.
saat menikah umur 35 tahun, umur suami 33 tahun.
c. Riwayat Obstetri

no Umur Jenis penolong Tempat Jk BB/PB


kehamilan persalinan
1 9 bulan SC a/i Dokter RSUD ð 2800
DKP Obgin gr/48
cm
2 Hamil ini

d. Riwayat Penyakit
Riwayat Penyakit ibu dan keluarga, ibu merasa tidak pernah
menderita penyakit menahun ataupun penyakit berat. Riwayat
penyakit thyroid, Asma, TBC pada pasien dan keluarga
disangkal. Ayah pasien menderita Hipertensi.
Riwayat keturunan kembar disangkal. Riwayat mual muntah
saat kehamilan pertama ada namun lebih ringan.
4. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a. Keadaan Umum
Kondisi Umum : Lemah,
Kesadaran : Compos mentis.
Tinggi Badan : 140 cm
Berat Badan : 35 kg ( sebelum hamil 42 kg)
Index Massa Tubuh (IMT) : 17,85 kg/m².
LILA : 19 cm.
b. Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg (normal)

36
Pernafasan : 20 kali per menit
Suhu : 37℃
Nadi :117 x/mnt (Takikardi, kecil, lemah)
SpO2 : 97%.
c. Pemeriksaan fisik
Mata cekung, sclera tidak ikterik, bibir ibu tampak kering tanda
dehidrasi, lidah kotor, bau mulut khas aseton.
d. Pemeriksaan Obstetri
TFU 2 jari di bawah pusat teraba ballottement. DJJ 152
kali/menit.
e. Pemeriksaan penunjang tanggal
Pemeriksaan EKG tampak sinus takikardi
Darah Rutin :
HB : 13,6 gr/dl ( saat K1 Hb11,5 gr/dl)
Eritrosit : 4,90.10
Leukosit : 10.900
Hematokrit : 38,3%
Trombosit : 435.000
Gula Darah Sewaktu : 128 mg/Dl
PITC : Non Reaktif
HbsAg : Negatif
Tes IMS : Negatif
Urine Rutin
Warna : kuning tua, agak keruh seperti teh.
Glukosa : terdeteksi
Protein urin :+
Urobilinogen : tidak normal
Bilirubin : positif
Keton : 2+
Mikroskopik
Leukosit : 1+

37
Epitel : banyak.
Eritrosit : 4-7 lpb
Leukosit : 10-14 lpb
Jamur : positif
Bakteri : positif
5. Analisa
Ny. T umur 39 tahun G2P1A0 Hamil 17 minggu 6 hari dengan
Hiperemesis Gravidarum Tingkat II, Infeksi Saluran Kemih,
Vaginosis, Sinus Takikardi.
6. Penatalaksanaan
a. Medika mentosa
Terapi yang diberikan sesuai dengan prosedur yang ada di
Puskesmas Minggir, yaitu :
1) Observasi dan perbaikan kondisi dengan rawat inap.
2) Terapi cairan infus RL + metoklorpamid 1 ampul 20
tpm (diberikan 3 flabot @500 cc)
3) Asam folat 1x1 selama 10 hari
4) Vitamin B6 3x1 selama 3 hari
5) Ranitidine 2x1 selama 3 hari
6) Paracetamol 3x1 selama 3 hari
7) Cefixime 2x 1 selama 5 hari
b. Tindakan kolaboratif dengan konsultasi Psikologis
Pengkajian psikolog pasien mengalami kecemasan yang tinggi
karena beban kerja pekerjaan dengan score BAI 39. Saran dari
Psikolog adalah tindakan psikoedukasi dan mengajarkan agar
ibu relaksasi dan afirmasi positif. Psikoedukasi tersebut
diharapkan dapat juga untuk penatalaksanaan kasus Sinus
takikardi fisiologis pada Ny. T menggambarkan keadaan
normal atau merupakan respon stress fisiologis (aktivitas fisik,
rasa cemas).

38
c. Konsultasi Gizi
Hasil pengkajian Gizi pasien mengalami kekurangan asupan
Gizi. Pasien diberikan edukasi cara mengurangi mual dengan
makan porsi kecil namun sering, menghindari minum air putih
dan minumjahe hangat, sari kacang hijau atau sari kedelai
untuk mengurangi mual.
d. Pelacakan penyebab Berat Badan turun secara signifikan
Hasil pelacakan tidak ada riwayat penyakit ibu yang
menyebabkan penurunan BB seperti riwayat TBC. BB ibu
turun karena hiperemesis gravidarum.
e. Evaluasi
Tanggal 20 September 2019 jam 13.00 Evaluasi perkembangan
pasien Ny. T setelah dirawat 1 x24 jam di Puskesmas Minggir,
kondisi ibu membaik dan akan dirujuk ke RS untuk USG.
Untuk mengetahui kondisi janin dan Ny. T sama sekali belum
pernah USG selama kehamilan ini. Memastikan tidak ada
kehamilan kembar ataupun diagnose mola hidatidosa.

39

Anda mungkin juga menyukai