Anda di halaman 1dari 35

Referat

Hipernatremia dan Risiko Terjadinya Central Pontine Myelinolysis

Oleh:
Sanjaya Halim, S. Ked
NIM.1830912310109

Pembimbing:
dr. H. Lily Runtuwene, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
OKTOBER, 2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

Hipernatremia didefinisikan sebagai natrium serum lebih besar dari 145

mmol/l. Natrium berkontribusi untuk tonisitas dan memacu perpindahan cairan

dari membran sel. Oleh karena itu, hipernatremia menunjukkan keadaan yang

hipertonik, dan hiperosmolar. Hipernatremia menyebabkan dehidrasi sel yang

menyebabkan sel-sel menyusut.

Hipernatremia paling sering berhubungan dengan kehilangan cairan akibat

dari asupan cairan yang tidak adekuat dengan adanya pengeluaran cairan dari

renal ataupun ekstra renal. Hipernatremia seringkali terjadi pada pasien yang

sedang dirawat dirumah sakit. Ada morbiditas dan mortalitas yang signifikan

terkait dengan hipernatremia yang sulit untuk dihitung karena hubungannya

dengan komorbiditas serius lainnya. Beberapa studi telah mengutip angka

kematian setinggi 75% akibat hipernatremia.3 Jika hipernatremia berlanjut, terjadi

perubahan pada osmolaritas serum dan sel-sel mulai menyusut. Selubung myelin

merupakan salah satu komponen pada sel saraf yang rentan mengalami kerusakan

akibat perubahan osmolaritas serum. Kumpulan gejala akibat kerusakan myelin

karena perubahan osmolaritas serum disebut Osmotic Demyelination Syndromes

(ODS). ODS paling sering terjadi pada sel saraf didaerah pons atau yang disebut

Central Pontine Myelinosis (CPM), dan yang jarang terjadi diluar pons atau yang

disebut Extra Pontine Myelinosis (EPM).

2
CPM pertama kali dijelaskan oleh Adams pada tahun 1959, yaitu adanya

suatu lesi simetris dengan demielinasi yang berfokus pada pons, kemudian pada

tahun 1962 dijelaskan kembali bahwa lesi ini dapat terjadi diluar pons, yang

disebut EPM. Kedua sindrom ini dihasilkan dari gangguan simetris selubung

myelin di area di mana white matter menjadi terpapar pada zat yang bersifat aktif

osmotik yang dibersihkan dari grey matter yang mengalami edema. Hal ini sering

terjadi pada area disekitar grey matter yang mengandung serat bermielin tebal,

misalnya serat pontocerebellar yang bersilangan di dalam nucleus pontine,

cerebellum, lateral geniculate body, capsula interna, corpus callosum, striatum,

thalamus dan persimpangan grey matter neocortical. Teori yang menjelaskan hal

ini adalah terjadi penurunan kapasitas adaptasi dari sel glia terhadap perubahan

osmolaritas serum. Penelitian yang dilakukan oleh Varanda pada tahun 2016

menemukan adanya hubungan antara timbulnya CPM dengan kondisi

hipernatremia pada pasien.1,2,3

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

HIPERNATREMIA

A. Definisi

Hipernatremia adalah suatu keadaan dengan defisit cairan relatif, dalam arti

merupakan keadaan hipertonisitas, atau hiperosmolalitas. Definisi hipernatremia

bedasarkan Harrison of Internal Medicine 17th edition dan Adrogue, HJ; and

Madias, NE. Primary Care: Hypernatremia adalah konsentrasi serum natrium

>145 mmol per liter. Etiologi dari hipernatremia adalah adanya defisit cairan

tubuh akibat ekskresi air yang melebihi ekskresi natrium. Seperti pada

pengeluaran keringat, insensible water loss, diare osmotik akibat pemberian

laktulosa atau sorbitol. Asupan air yang kurang, pada pasien dengan gangguan

pusat rasa haus di hipotalamus akibat tumor dan gangguan vaskuler.12,13

Penambahan natrium yang berlebihan, seperti pada koreksi asidosis dengan

bikarbonat, atau pemberian natrium yang berlebihan. Masuknya air tanpa

elektrolit ke dalam sel, misalnya setelah latihan fisik berat. Keadaan hipernatremia

akan membuat cairan intraseluler keluar ke ekstraseluler untuk menyeimbangkan

osmolalitas cairan ekstrasel. Hal ini akan membuat terjadinya pengkerutan sel,

dan bila terjadi pada sel saraf sistem saraf pusat, maka akan menimbulkan

disfungsi kognitif, seperti lemah, bingung, sampai kejang.

B. Etiologi

Penyebab hipernatremia dapat dibagi menjadi11,12 :

4
• Penyebab iatrogenik

• Pasien yang diintubasi

• Bayi yang hanya meminum susu formula

• Orang tua dan orang-orang dalam perawatan yang tidak memiliki cairan

yang tersedia bagi mereka

• Dehidrasi.

Masukan cairan yang Kehilangan cairan Kelebihan Natrium

kurang berlebihan

1. Diare 1. Extra-renal: 1. Hiperaldosteron

2. Muntah Dehidrasi Primer

3. Pasien-pasien Luka bakar (Conns)

dengan Paparan 2. Hiperaldosteron

kondisi Gastrointestinal sekunder e.g.

diintubasi losses CCF,

2. Renal: Sirosishepatis,

Diuretik osmotik Gagalginjal,

sindrom nefrotik

Syndrome Iatrogenic

Sodium bicarbonate

administration; hypertonic

saline administration

Tabel 9. Penyebab Hipernatremia.13

5
C. Patofisologi dan Komplikasi

Pada hipernatremia, tubuh mengandung terlalu sedikit air dibandingkan

dengan jumlah natrium. Konsentrasi natrium darah biasanya meningkat secara

abnormal jika kehilangan cairan melampaui kehilangan natrium, yang biasanya

terjadi jika minum terlalu sedikit air. Konsentrasi natrium darah yang tinggi secara

tidak langsung menunjukkan bahwa seseorang tidak merasakan haus meskipun

seharusnya dia haus, atau dia haus tetapi tidak dapat memperoleh air yang cukup

untuk minum.13,14

Hipernatremia paling sering terjadi pada usia lanjut. Pada orang tua

biasanya rasa haus lebih lambat terbentuk dan tidak begitu kuat dibandingkan

dengan anak muda. Usia lanjut yang hanya mampu berbaring di tempat tidur saja

atau yang mengalami demensia (pilkun), mungkin tidak mampu untuk

mendapatkan cukup air walaupun saraf-saraf hausnya masih berfungsi. Selain itu,

pada usia lanjut, kemampuan ginjal untuk memekatkan air kemih mulai

berkurang, sehingga tidak dapat menahan air dengan baik. Orang tua yang minum

diuretik, yang memaksa ginjal mengeluarkan lebih banyak air, memiliki resiko

untuk menderita hipernatremia, terutama jika cuaca panas atau jika mereka sakit

dan tidak minum cukup air.13,14

Hipernatemia selalu merupakan keadaan yang serius, terutama pada

orangtua. Hampir separuh dari seluruh orang tua yang dirawat di rumah sakit

karena hipernatremia meninggal. Tingginya angka kematian ini mungkin karena

penderita juga memiliki penyakit berat yang memungkinkan terjadinya

hipernatrermia. Hipernatremia dapat juga terjadi akibat ginjal mengeluarkan

6
terlalu banyak air, seperti yang terjadi pada penyakit diabetes insipidus. Kelenjar

hipofisis mengeluarkan terlalu sedikit hormon antidiuretik (hormon antidiuretik

menyebabkan ginjal menahan air) atau ginjal tidak memberikan respon yang

semestinya terhadap hormon. Pada penderita diabetes insipidus jarang mengalami

hiponatremia jika mereka memiliki rasa haus yang normal dan minum cukup

air.13,14

Hipernatremia yang berat dapat menyebabkan13,14:

• Penurunan berat badan

• Kebingngan

• Kejang otot

• Kejang seluruh tubuh

• Koma

• Kematian

• Penurunan berat badan.

D. Diagnosis

Diagnosis Hipernatremia dapat ditegakan melalui pemeriksaan klinis dan

laboratorium serum

elektrolit. 13,14

• Berdasarkan klinis dapat kita temui letargi, lemas, twitching, kejang dan

akhirnya koma. Untuk menentukan etiologi, selain pengukuran natrium

serum, perlu dilakukan pengukuran natrium urin dan dilakukan penilaian

untuk osmolalitas urin.

7
• Berdasar hasil laboratorium

Ditegakkan bila natrium plasma meningkat secara akut dengan nilai di atas

145 mEq/L. Dan berakibat fatal bila diatas 185 mEq/L.

E. Penatalaksanaan

Manajemen terdiri dari mengobati penyebab yang mendasari dan

memperbaiki hipertonisitas tersebut. Seperti dengan hiponatremia, aturan umum

adalah untuk memperbaiki tingkat natrium pada tingkat di mana ia naik. Natrium

yang diperbaiki terlalu cepat mengakibatkan edema serebral. Saran yang baik

adalah 0,5 mmol / l / jam dan maksimal 10 mmol / l / hari dalam semua kasus

kecuali onset sangat akut. Dalam hipernatremia akut ( ≤ 48 jam) natrium dapat

diperbaiki dengan cepat tanpa menimbulkan masalah. Namun, jika ada

keraguan untuk tingkat onset, natrium harus diperbaiki perlahan selama

setidaknya 48 jam. Sebagian besar penyebab hipernatremia adalah defisit cairan

tanpa elektrolit.13,14

Hipernatremia diobati dengan pemberian cairan. Pada semua kasus

terutama kasus ringan, cairan diberikan secara intravena (melalui infus).

Penatalaksanaan hipernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan

pemberian cairan isotonik sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air bisa

dikoreksi dengan Dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik. Hipernatremi dengan

kelebihan volume diatasi dengan diuresis. Kemudian diberikan Dekstrosa 5%

untuk mengganti defisit air. 13,14

8
Untuk membantu mengetahui apakah pembelian cairan telah mencukupi,

dilakukan pemeriksaan darah setiap beberapa jam. Konsentrasi natrium darah

diturunkan secara perlahan, karena perbaikan yang terlalu cepat bisa

menyebabkan kerusakan kerusakan otak yang menetap. Pemeriksaan darah atau

air kemih tambahan dilakukan untuk mengetahui penyebab tingginya konsentrasi

natrium. Jika penyebabnya telah ditemukan, bisa diobati secara lebih spesifik.

Misalnya untuk diabetes insipidus diberikan hormon antidiuretik (vasopresin).13,14

CENTRAL PONTINE MYELINOLYSIS (CPM)

A. Definisi

Central Pontine Myelinolysis (CPM) adalah suatu lesi demyelinasi yang

terjadi di pons, dimana dapat berhubungan dengan malnutrisi, alkoholisme,

penyakit hati, atau yang paling sering disebabkan karena koreksi yang terlalu

cepat pada pasien dengan hiponatremia. Kerusakan saraf ini disebabkan destruksi

pada lapisan (selubung myelin) yang membungkus sel-sel saraf pada batang otak

(pons). "Pontine" mengacu pada batang otak, yang disebut pons. "Myelinolysis"

berarti bahwa myelin - lapisan yang melindungi sel-sel saraf di pons mengalami

kerusakan. CPM biasanya terjadi sebagai akibat dari penyakit lain atau kondisi

medis. Orang dengan CPM belum dapat disembuhkan, tetapi gejala mereka dapat

diobati. Kerusakan saraf dapat menjadi kronis dan dapat menyebabkan cacat

permanen.1,2,3

9
B. Epidemiologi

Insiden untuk CPM belum diketahui secara pasti. Studi oleh Singh dkk

menunjukkan bahwa CPM muncul pada 29% pada pemeriksaan postmortem

pasien-pasien yang melakukan pencangkokan hati dan pecandu alkohol. Dua

pertiga pasien tersebut memiliki serum natrium yang berubah-ubah pada ± 15-20

mEq/L. Insiden puncak pada individu terjadi pada usia 30 dan 50 tahun keatas,

dan dilaporkan juga bahwa anak-anak juga bisa terkena CPM meskipun

jumlahnya sedikit. CPM lebih sering terjadi pada pasien dengan transplantasi hati

dan penyakit hati kronis.4

Lokasi Pontine Myelinolysis4,5,6 :

• Pons

• Ganglia Basalis

• Thalamus

• Cerebellum

• Corpus Calosum

• Peduncle

C. Anatomi

Pons terletak di bagian atas dari batang otak. Terletak diantara medulla

oblongata dan talamus, dan menghubungkan antara kedua daerah tersebut. Pons

terdiri dari materi putih dan materi abu-abu. Pons berfungsi sebagai titik asal

untuk empat dari dua belas saraf kranial utama: trigeminal, abdusen, facialis, dan

vestibulokoklear. Karena berfungsi sebagai jalur untuk saraf dan membawa sinyal

10
ke korteks. Sebagian besar sinyal ini berhubungan dengan fungsi wajah, termasuk

gerakan dan sensasi di mata dan telinga. Struktur ini juga memiliki pengaruh atas

sejumlah fungsi dasar hidup yang berhubungan dengan pernapasan dan

kesadaran.2,5

Suatu daerah pada pons dikenal sebagai retikular yang mengatur siklus

bangun atau tidur, misalnya yang mempengaruhi kelelahan, motivasi, dan tingkat

kewaspadaan. Pusat apneustic mengatur intensitas pernapasan dengan merangsang

dan mengatur inspirasi dari respirasi. Pada saat yang sama, pusat pneumotaxic

memberikan pengaruh penghambatan pada inspirasi yang dapat mengurangi

kedalaman dan frekuensi napas. Pons dibagi anteroposterior menjadi dasar pons

dan tegmentum tersebut. Proses patologis dimulai dari pons dekat raphe median

dan menyebar di sekitarnya. Lesi dapat mencapai otak tengah, tetapi jarang turun

ke medula.2,6,7

Gambar 2. Anatomi dari PONS (Tampak dari depan).2

11
Gambar 3. Mikroskopis CPM didasar pons dengan mielin (luxol)

(Tampak degenerasi dan hilangnya oligodendrocytes).2

D. Faktor Resiko

Beberapa faktor resiko terjadinya CPM :

a. Hiponatremia

Hiponatremia adalah gangguan elektrolit di mana konsentrasi natrium

di dalam serum lebih rendah dari biasanya. Natrium adalah ekstraselular

dimana dominan ion kation yang mendominasi dan tidak dapat bebas

menyeberangi membran sel. Homeostasis penting untuk fungsi fisiologis

sel normal. Serum natrium normal adalah antara 135-145 mEq/L.

12
Hiponatremia didefinisikan sebagai tingkat serum kurang dari 135 mEq/L

dan dianggap parah ketika tingkat serum di bawah 125 mEq/L.8,9

Gejala hiponatremia termasuk mual, muntah, sakit kepala, bingung,

lesu, lelah, kehilangan nafsu makan, gelisah, mudah tersinggung,

kelemahan otot, kejang, atau kram, bahkan dapat menyebabkan penurunan

kesadaran atau koma.

Manifestasi klinis hiponatremia berdasar kadar Na plasma :

• Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam beberapa jam

Klinis pasien dapat berakibat mual, muntah, sakit kepala dan kram

otot.

• Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam satu jam

Klinis bisa terjadi sakit kepala hebat, letargi, kejang, disorientasi

dan koma.

• Jika hiponatremia terjadi sekunder akibat kehilangan cairan

Mungkin ada tanda-tanda syok seperti hipotensi dan takikardi.8,9

Pembagian Hiponatremia:8,9

• Hiponatremi ringan terjadi jika kadar Na < 135 mmol/l

• Hiponatremia berat terjadi jika kadar Na < 120 mmol/l

• Hiponatremia akut terjadi jika hiponatremia dikenal kurang dari 48

jam durasi

• Hiponatremia kronis terjadi jika hiponatremia dikenal lebih dari 48

jam

13
Gambar 4. Pembagian level hiponatremia.8,15

Pada saat natrium berada pada level terlalu rendah, kelebihan air

masuk kedalam sel dan menyebabkan sel membengkak. Pembengkakan di

otak sangat berbahaya karena otak dibatasi oleh tengkorak dan tidak dapat

berkembang. Gejala neurologis yang paling sering adalah karena kadar

natrium serum sangat rendah (biasanya <115 mEq/L), sehingga

perpindahan cairan intraserebral osmotik dan edema otak. Kompleks

gejala neurologis dapat menyebabkan herniasi batang otak tentorial

dengan kompresi dan gangguan pernapasan, yang mengakibatkan

kematian pada kasus yang paling parah.9,10

Tingkat keparahan gejala neurologis berhubungan dengan kecepatan

dan tingkat keparahan penurunan natrium serum. Penurunan bertahap,

bahkan untuk tingkat yang sangat rendah, mungkin ditoleransi dengan baik

jika hal itu terjadi selama beberapa hari atau minggu, karena adaptasi

neuron. Kehadiran gangguan neurologis yang mendasari, seperti kejang,

atau kelainan metabolik, juga dapat mempengaruhi tingkat keparahan

gejala neurologis.8,9,10

14
Hiponatremia paling sering merupakan komplikasi penyakit medis

lain di mana banyak natrium yang hilang (misalnya karena diare atau

muntah) atau kelebihan air yang terakumulasi dalam tubuh pada tingkat

yang lebih tinggi daripada yang dapat diekskresikan (misalnya pada pasien

dengan gagal jantung kongestif, sirosis hepar, insufisiensi renal, SIADH ,

atau polydipsia). Dengan adanya kehilangan natrium menyebabkan

keadaan deplesi volume, dengan deplesi volume ini memberikan sinyal

untuk pelepasan ADH (anti-diuretic hormone ). Sebagai hasil dari

pelepasan ADH menyebabkan retensi air, dan natrium darah menjadi

berkurang.8,9

b. Penyakit lain 9,10,11

Beberapa penyakit yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya CPM

diantaranya dialisis ginjal, luka bakar, gangguan pada diuretik, congestive

cardiac failure, sirosis hati, dan gangguan asupan nutrisi. Penyebab yang

paling sering yaitu transplantasi hati, mulai dari 15-30% dari penerima

transplantasi hati, biasanya disebabkan neurotoksisitas imunosupresan dan

infeksi oportunistik. Central pontine myelinolysis (CPM) adalah non

inflammatori demyelinasi yang berada pada basis pons dan 10% kasus

nya dapat terjadi extrapontine myelinolysis (otak tengah, inti basal,

thalamus dan otak kecil).

Kasus CPM pada penderita transplantasi hati menunjukkan klinis

biphasic, awalnya dengan ensefalopati atau kejang karena hiponatremia,

15
kemudian dilakukan koreksi hiponatremia yang terlalu cepat dan karena

adanya neurotoksisitas imunosuppresan disertai dengan infeksi

opportunistik, maka berakibat gangguan pada daerah Pons dengan

manifestasi disfagia / dysarthria, quadriparesis, locked-in syndrome.

Dalam kasus tersebut jumlah natrium tubuh meningkat tetapi jumlah total

air dalam tubuh tidak proporsional sehingga lebih besar mengarah ke

hiponatremia dan edema.

Penurunan curah jantung di CCF menyebabkan penurunan aliran darah

ginjal, merangsang produksi ADH dan resorpsi air di ductus collectivus.

Penurunan aliran darah ginjal juga merangsang sistem renin-angiotensin,

menyebabkan retensi natrium dan air. Hiponatremia di CCF juga dapat

diperburuk oleh penggunaan diuretik. Ini telah ditunjukkan dalam

beberapa penelitian bahwa hiponatremia di CCF adalah faktor prognosis

yang buruk.

Sirosis hati merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

hiponatremia. Ini termasuk pengurangan volume sirkulasi, hipertensi

portal menyebabkan ascites, dan kegagalan hati untuk metabolisme zat

vasodilatasi. Perubahan ini mengakibatkan stimulasi sistem renin-

angiotensin dan retensi natrium dan air. Hiponatremia terjadi karena

konsumsi berlebihan air dan ekskresi natrium yang relatif lebih rendah.

Karena koreksi yang cepat dari gangguan tersebut dapat berakibat

terjadinya CPM.

16
c. Sindrom Wernicke Korsakoff.8,11,12

Sindrom Wernicke Korsakoff adalah gangguan yang biasanya

berhubungan dengan konsumsi alkohol yang berlebihan yang berakibat

kekurangan vitamin B1 (thiamin). Wernicke-Korsakoff sindrom juga

disebut psikosis Korsakoff, ensefalopati alkohol, penyakit Wernicke, dan

ensefalopati-alkohol. Sindrom ini merupakan manifestasi gabungan dari

dua gangguan yaitu sindrom Korsakoff dan ensefalopati

Wernicke, oleh Sergei Korsakoff dan Carl Wernicke. Salah satu fungsi

thiamin adalah membantu sel-sel otak untuk menghasilkan energi dari gula

sehingga ketika kadar thiamin dalam otak rendah, maka sel otak tidak

dapat menghasilkan energi yang mencukupi untuk menjalankan

fungsinya. Sindrom ini sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan

perempuan dengan usia berkisar 30-70 tahun, hal ini mungkin

dipengaruhi adanya perilaku yang kurang sehat.

Ensefalopati Wernicke dicirikan oleh:

§ Perubahan kesadaran : Bingung

§ Disfungsi okulomotor : Nistagmus

Ophthalmoplegia

§ Ataksia

§ Anisokor, ataksia, koma dan kematian jika tidak diobati

17
E. Gejala Klinis

Resiko terjadinya CPM lebih besar jika serum (darah) natrium secara

konsisten rendah selama 2 hari sebelum koreksi. Pada saat dilakukan koreksi

hiponatremia dengan pemberian terapi cairan IV, didapatkan kadar natrium serum

normal pada hari berikutnya, kemudian status mental pasien membaik, tetapi kita

harus waspada jika diikuti oleh kerusakan neurologis 48-72 jam kemudian.2,3,4,

Gejala klinis dari CPM 2,4,5,13 :

• Bingung, kelumpuhan

• Quadriplegia spastik

• Hipertonus

• Kelemahan anggota gerak

• Refleks fisiologis meningkat

• Reflek Babinski (+)

Merupakan lesi yang melibatkan motorneuron atau saluran kortikospinalis.

• Pseudobulbar palsy

Disebabkan oleh demielinasi dari saluran kortikospinalis dan

kortikobulbar dalam pons. Pseudobulbar palsy ditandai dengan kelemahan

leher, disfagia, dan disartria.

• Koma atau delirium

Merupakan hasil dari lesi di tegmentum pontine. Kelainan pada modalitas

sensorik biasanya tidak ditemukan.

• Lock In Syndrom

18
Lesi yang besar pada Pons dapat menyebabkan lock in syndrom, yang

meliputi kelumpuhan saraf kranial, kelemahan anggota tubuh dan otot

sedangkan gerakan vertikal mata, berkedip, pernapasan, dan kewaspadaan

masih berfungsi pada pasien ini. Semua mobilitas dan kontrol otot hilang,

mereka hanya dapat menggerakkan mata, di mana pasien sadar dan terjaga

tetapi tidak dapat bergerak atau berkomunikasi secara lisan karena terjadi

kelumpuhan otot hampir pada semua anggota tubuh kecuali mata. Lock in

syndrome terjadi akibat lesi pada bagian otak bawah dan batang otak

(bagian dasar) tanpa kerusakan otak atas.. Penderita bertahan dan belajar

untuk berkomunikasi melalui kedipan kelopak mata dan pergerakan

vertikal bola mata. Locked-in syndrome dan vegetatif persisten syndrome

adalah kedua kondisi yang dapat ditemukan pada pasien yang telah

menderita kerusakan otak. Vegetatif state adalah keadaan setelah pasien

pulih dari koma, dalam keadaan terjaga tetapi tanpa harus ada kesadaran

selama sebulan. Jika berlangsung selama satu tahun maka itu disebut

keadaan vegetatif permanen. Penyebab vegetatif state adalah kerusakan

pada otak atas yaitu pada cerebrum, berbeda dengan lock in syndrom,

dimana kerusakan difokuskan di otak bawah yaitu pada pons. Vegetatif

persisten state merupakan tahap tengah antara vegetatif state dan keadaan

vegetatif permanen state. Penyebab kerusakan otak yang ditemukan pada

vegetative state dapat berasal dari trauma, degenerative atau metabolisme

dan bawaan. Pada pemeriksaan EEG, penderita lock in syndrome masih

ditemukan adanya aktivitas otak , namun tidak sama halnya dengan koma.

19
Gejala awal myelinolysis berdasar lama harinya2,4,5 :

1. Dua sampai tiga hari setelah hiponatremia dikoreksi

Tertekannya tingkat kesadaran (bingung, delirium), kesulitan berbicara

(disartria atau bisu), kesulitan menelan (disfagia), dan penglihatan ganda.

2. Gejala tambahan yang sering muncul selama satu sampai dua minggu

Gangguan berpikir, kelemahan atau kelumpuhan pada lengan dan kaki,

kekakuan, gangguan sensasi, kesulitan dengan koordinasi, spasme otot

pada wajah, lengan, dan tungkai, dan tremor pada tangan. Pada kasus yang

paling parah, myelinolysis dapat menyebabkan koma, sindrom “locked-in”

(dengan kelumpuhan lengkap pada semua otot volunter dalam tubuh,

kecuali otot-otot yang mengendalikan mata), dan kematian.

Gambar 5. Gejala klinis dari CPM.15

20
Fase biphasic pada CPM:2,4,15

• Tahap Awal

Encephalopati atau kejang akibat hiponatremia, kemudian pulih dengan

cepat sebagai normonatremia, dan memburuk beberapa hari kemudian.

• Tahap Kedua

CPM yang mencerminkan tahap kedua, termasuk dysarthria dan

dysphagia (sekunder untuk kortikobulbar), quadriparesis (dari keterlibatan

saluran kortikospinalis) yang kemudian menjadi kejang, semua ini karena

keterlibatan pada basis pons. Jika lesi meluas ke tegmentum pons, kelainan

okulomotor dapat terjadi dan dapat terjadi locked-in syndrome.

Gambar 7 . Daerah pada Pons dengan CPM.2

F. Klasifikasi

Ada 3 subtipe sindrom osmotik demielinasi 3,11,12 :

21
1. CPM

Dimana lesi terbatas pada pons. Dalam serangkaian kasus 442 pasien,

Lampl dan Yazdi menemukan bahwa 39,4% adalah pecandu alkohol,

21,5% telah dirawat karena hiponatremia, dan 17,4% adalah transplantasi

hati penerima. Alkoholisme, gizi kronis, dan ketidakseimbangan natrium

adalah kondisi yang sering menyebabkan CPM. Gejala klinis yang dapat

dijumpai: disarthria, disphagia, quadriparesis, abnormalitas oculomotor,

and lock in syndrom.

2. EPM

Merupakan sindrom osmotik demielinasi yang melibatkan struktur

extrapontine dengan atau tanpa keterlibatan pons, dimana lesi terbatas

pada ganglia basalis, kapsul eksternal dan interna, hippocampus, putamen,

korteks serebral/subcortex,thalamus, dan cerebellum. Manifestasi adanya

gangguan gerakan tergantung dari luas lesi tersebut. Dalam EPM berbagai

gambaran klinis dapat dilihat misalnya, seorang pasien dengan keluhan

paraparesis inferior spastik, tremor, ekstremitas postural, mioklonik,

choreoathetosis, dan akhirnya menjadi parkinsonian permanen dengan

dystonia. Dalam kasus lain parkinson mendominasi gambaran klinis

dengan tanda-tanda disfungsi piramidalis. Pasien hiponatremia dapat

berkembang menjadi EPM jika kurang dari 120 jam meq/L selama lebih

dari 48 jam dengan perbaikan saline hipertonik secara cepat. Gambaran

mikroskopis lesi menunjukkan degenerasi dan hilangnya

oligodendrocytes dengan akson dan sel-sel saraf tanpa

22
adanya inflamasi. EPM lebuh sering terjadi pada pasien hiponatremia

disertai dengan hipokalemia karena penurunan konsentrasi Na, K-ATPase

di membran sel endotel.

3. ODS

Merupakan gabungan dari CPM dan EPM itu sendiri, dimana terdapat

adanya lesi pada daerah Pons dan diluar dari Pons, dengan manifestasi

klinis seperti CPM maupun EPM. Osmotik demielinasi syndrome (ODS)

mengacu pada demielinasi yang disebabkan oleh perubahan osmolalitas

serum dan dapat mengakibatkan lesi pontine dan myelinolysis

extrapontine. Faktor risiko yang diketahui untuk kondisi ini termasuk

alkoholisme, malnutrisi, penyakit sistemik, transplantasi hati, dan jarang

terdapat pada pasien dengan hemodialisa.

G. Patofisiologi

CPM berkaitan dengan keseimbangan fisiologis dari osmolaritas dalam otak.

Studi histologis telah menunjukkan bahwa sel-sel oligodendroglia yang paling

rentan terhadap tekanan osmotik pada distribusi CPM yang biasanya terdapat

dalam pons, thalamus, putamen, geniculatum lateral, dan extrapontine lainnya.

Pada demielinasi osmotik tidak didapatkan adanya reaksi inflamasi, hal ini

berbeda dengan multiple sclerosis yang ditandai dengan peradangan

perivaskular.8,9

23
Teori yang berlaku saat ini menyatakan bahwa sel-sel otak menyesuaikan

osmolaritas dengan mengubah tingkat osmolitas tertentu seperti inositol, betaine,

dan glutamin dalam berbagai serum osmolalitas. Dalam kondisi (hiponatremia),

otak mengkompensasi dengan mengurangi tingkat osmolalitas ini didalam sel,

sehingga mereka tetap relatif isotonik dengan lingkungan mereka dan tidak

menyerap terlalu banyak cairan. Pada kondisi hipernatremia, di mana sel-sel

meningkatkan osmolit intraseluler mereka agar tidak kehilangan terlalu banyak

cairan ke ruang ekstraselular. Dengan koreksi hiponatremia dengan cairan

intravena, meningkatkan tonisitas ekstraseluler, diikuti oleh peningkatan tonisitas

intraseluler. Ketika koreksi terlalu cepat, tidak cukup untuk sel-sel otak

menyesuaikan diri dengan tonisitas baru, yaitu dengan meningkatkan osmolalitas

intraseluler. Jika kadar natrium serum naik terlalu cepat, peningkatan tonisitas

ekstraseluler akan terus mendorong air keluar dari sel-sel otak. Hal ini dapat

menyebabkan disfungsi seluler dan kondisi myelinolysis pontine pusat, di mana

selubung myelin yang mengelilingi akson saraf menjadi rusak di bagian otak.6,7,8

24
Gambar 8. Patofisiologi terjadinya CPM.15

Demielinasi ditandai7,15 :

• Membelah intramyelinitic.

• Vakuolisasi.

• Pecahnya selubung myelin mungkin karena efek osmotik.

• Makrofag dengan sitoplasma diisi oleh puing-puing myelin muncul setelah

beberapa hari.

25
H. Diagnosis 2,4,14

• Tes darah

Untuk mengukur kadar sodium dan membantu mendiagnosa CPM.

• MRI

MRI atau CT-scan bisa tidak menunjukkan gangguan anatomi yang jelas.

Karena itu sangat dibutuhkan pemeriksaan neurologis dengan seksama.

MRI merupakan modalitas pencitraan pilihan. Temuan pada MRI dapat

terlihat setelah 4 minggu Khususnya, gambar MRI T2–weighted

memperlihatkan area hyperintense dimana demyelinasi muncul,

disebabkan peningkatan volume cairan pada regio ini, hal ini sesui dengan

demyelisasi pada CPM. MRI T2–weighted pada otak memperlihatkan area

perubahan yang merupakan tanda dalam pons yang konsisten dengan

demyelinasi atau CPM.

26
Gambar 12. MRI dengan lesi di Pons.16

Keterangan :

a. Gambar MRI FLAIR menunjukkan bentuk trisula

b. Luasnya tingkat intensitas kelainan pada pons, dengan asumsi-bentuk

trisula.

c. Terlihat kelainan pada Pons

d. Intensitas sinyal tinggi sesuai dengan lesi yang terbatas.

I. Komplikasi

Perawatan ideal untuk myelinolysis adalah mencegah gangguan dengan

mengidentifikasi faktor resiko, melakukan evaluasi dan koreksi hiponatremia.

Pedoman ini bertujuan untuk mengembalikan tingkat natrium serum dengan

aman, sekaligus melindungi otak. Bagi mereka dengan hiponatremia

setidaknya selama 2 hari, atau untuk jangka waktu yang tidak diketahui, laju

peningkatan konsentrasi natrium serum harus terjaga dibawah 10 mmol/L

selama 24-jam setiap periode, jika mungkin. Bagi mereka yang menderita

myelinolysis, pengobatannya suportif. Beberapa dokter telah mencoba untuk

mengobati myelinolysis dengan pengobatan steroid atau terapi eksperimental

lainnya, tetapi belum ada yang terbukti efektif. Individu cenderung

membutuhkan terapi fisik dan rehabilitasi yang luas dan berkepanjangan.

Pasien yang mengembangkan gejala parkinsonian mungkin merespon obat

dopaminergik yang berkerja pada orang dengan penyakit parkinson.

27
Komplikasi yang terjadi pada CPM yang berhubungan dengan cedera SSP

dan berkurangnya aktivitas:1,12,13, 15

• Menurunnya kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain

• Menurunnya kemampuan untuk berkerja atau mengurus diri sendiri

• Ketidakmampuan untuk bergerak, selain mengedipkan mata

(sindroma “locked-in”)

• Ketergantungan terhadap ventilator

• Aspirasi pneumonia

• Thrombosis vena

• Emboli paru

• Kontraktur

• Kelelahan otot

• Ulkus dekubitus

• Infeksi traktus urinarius

• Depresi

J. Penatalaksanaan dan Pengobatan.15,16,17

Hal-hal yang perlu dipahami dan dimengerti :

1. Mengetahui resiko mengenai bahaya dari CPM dan mengidentifikasi

individu yang mempunyai faktor resiko, karena koreksi natrium yang

terlalu cepatdapat menjadi CPM

2. Pengukuran kadar natrium darah, bisa 2 -4 jam sekali bila diperlukan

3. Melakukan pengawasan keadaan klinis, CNS, dan balance cairan terjadi.

28
Penatalaksanaan elektrolit 10,11,12

Prinsip penatalaksanan hipernatremia dan hiponatremia secara singkat

sudah dibahas dibagian sebelumnya adalah dengan mengatasi penyakit dasar

dan menghentikan setiap obat yang menyebabkan hiponatremia. Sebelum

memberikan terapi sebaiknya ditentukan apakah hiponatremia merupakan

hiponatremia hipoosmolalitas. Untuk hiponatremia hiperosmolalitas, koreksi

yang diberikan hanya berupa air saja. Larutan pengganti yang diberikan adalah

natrium hipertonik, bisa berupa NaCl 3% atau 5% NaCl. Pada sediaan NaCl

3% yang biasa dipakai, terdapat 513 mmol dalam 1 liter larutan. Koreksi pada

hiponatremia kronik yang tanpa gejala, dapat diberikan sediaan oral, yaitu

berupa tablet garam.

Koreksi natrium secara intravena harus diberikan secara lambat, untuk

mencegah central pontin myelinolysis (CPM). Kadar Na plasma tidak boleh

dinaikkan lebih dari 10-12 mmol/L dalam 24 jam pertama. Terapi inisial

diberikan untuk mencegah edem serebri. Untuk hiponatremia akut dengan

gejala serius, koreksi dilakukan agak cepat. Kadar natrium plasma harus

dinaikkan sebanyak 1,5-2 mmol/L dalam waktu 3-4 jam pertama, sampai

gejala menghilang. Kecepatan cairan infus diberikan 2-3 ml/kg/jam, setelah

itu dilanjutkan dengan 1 ml/kg/jam, sampai kadar Na 130 mmol/L. Untuk

koreksi hiponatremia kronik, diberikan dengan target kenaikan sebesar 0,5

mmol/L setiap 1 jam, maksimal 10 mmol/L dalam 24 jam. Kecepatan infus

dapat diberikan 0,5 – 1 ml/kg/jam. Pemantauan kadar Na serum harus

29
dilakukan setiap 2-4 jam. Untuk menetukan estimasi efek pemberian cairan

infus dalam menaikkan kadar natrium plasma, digunakan rumus:

Perubahan Na serum= (Na dalam cairan infus-Na serum)/(TBW+1)

Saat ini sedang mulai dipakai sediaan vasopressin receptor antagonis

untuk meningkatkan kadar natrium. Sediaan ini akan menghambat reseptor V2

di tubulus yang akan meningkatkan ekskresi air, kemudian akan memperbaiki

keadaan hiponatremia. Demeclocycline dan litium juga dapat dipakai dimana

sedian ini akan menghambat respon ginjal terhadap vasopressin. Selain itu,

sediaan ini dapat juga diberikan sebagai pencegahan overkoreksi dari

hiponatremia. Dosis democlocycline dapat diberikan 300-600 mg perhari.

Pengobatan untuk CPM:15,16,17

1. Thyrotropin-releasing hormone (TRH)

Adanya data melaporkan perbaikan klinis beberapa hari setelah

pemberian TRH yang berlanjut sampai pemulihan lengkap. Pada tahun

1993, pernah dilaporkan penggunaan TRH pada seorang pria 65-tahun

yang telah menjalani operasi katup mitral. Pasca operasi didapatkan

hipernatremia, tetraplegia, dan koma. Hasil CT Scan didapatkan daerah

low-density di pons, ini merupakan bukti adanya CPM (MRI). TRH dalam

dosis harian 0,6 mg intravena untuk 6 minggu untuk seorang gadis 13

tahun yang telah didiagnosis dengan EPM setelah operasi untuk hematoma

ekstradural yang telah diikuti oleh hiponatremia.

2. Metilprednisolone

30
Bagi mereka yang menderita myelinolysis, pengobatan utama adalah

suportif. Beberapa dokter telah mencoba untuk mengobati myelinolysis

dengan pengobatan steroid atau terapi eksperimental lainnya, tetapi tak

satu pun terbukti efektif. Individu cenderung membutuhkan terapi fisik

dan rehabilitasi yang luas dan berkepanjangan. Pasien yang

mengembangkan gejala parkinsonian mungkin merespon obat

dopaminergik yang berkerja pada orang dengan penyakit Parkinson.

Metilprednisolone dengan dosis harian 375 mg intravena dikatakan efektif

untuk pengobatan CPM, dengan atau tanpa plasmapheresis. Beberapa

penelitian menjelaskan belum ada terapi yang efektif untuk penanganan

kasus CPM, tetapi yang utama adalah terapi fisik dan rehabilitasi.

3. Plasmaferesis

Plasmaferesis adalah proses mengeluarkan plasma donor (bagian cair

dari darah, tidak mengandung sel) untuk mengekstrak komponen tertentu

dan mengembalikan bagian-bagian yang tidak dibutuhkan ke donor.

Proses ini terus-menerus menggunakan sirkulasi darah dari donor melalui

suatu aparatus dan dikembalikan ke donor. Faktor ekonomi dan

ketersediaan alat menyebabkan plasmaferesis dipilih sebagai terapi,

dibandingkan dengan pengobatan IVIg. Plasmaferesis dilakukan empat

kali dalam waktu satu minggu dengan menggunakan fraksi protein.

Plasmaferesis disini berfungsi untuk mengurangi senyawa myelinotoxic

dan adanya proses inflamasi yang berkaitan dengan patogenesis CPM.

Efek samping plasmaferesis berupa hipotensi dan sepsis yang ditangani

31
dengan pemberian cairan dan antibiotik. Keefektifan plasmaferesis

terhadap CPM belum diketahui dengan pasti.7,15

Waktu yang digunakan untuk plasmaferesis

• Tergantung pada metode, plasmaferesis dapat mengambil 1 untuk 3

jam

• Lamanya pengobatan tergantung pada ukuran tubuh dan jumlah

plasma

yang harus diganti

• Sering, beberapa sesi perlu plasmaferesis seminggu selama dua

minggu atau lebih; frekuensi perawatan tergantung pada diagnosis

Plasmaferesis dapat digunakan pada beberapa kasus :

• Penyakit autoimun ketika sistem kekebalan tubuh menyerang

jaringan dan organ sendiri

• Gangguan saraf

• Keracunan

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada plasmaferesis :

• Syok anafilaktik reaksi alergi berbahaya untuk zat, digunakan

dalam penggantian plasma, yang biasanya dimulai dengan rasa

gatal, kesulitan bernapas atau ruam

• Reaksi alergi ringan, yang dapat menyebabkan demam, panas

dingin, ruam

• Infeksi

• Pendarahan

32
• Penurunan tekanan darah

K. Prognosis

Prognosis untuk myelinolysis bervariasi. Beberapa pasien meninggal dan

beberapa lainnya sembuh sepenuhnya. Meskipun kelainan ini pada awalnya

dianggap memiliki angka kematian 50% atau lebih, tetapi dengan meningkatnya

teknik pencitraan dan diagnosis dini menyebabkan prognosis lebih baik bagi

banyak orang. Kebanyakan individu pulih secara bertahap, tetapi masih terus

memiliki masalah dengan bicara, berjalan, gangguan emosi, dan pelupa.

Kebanyakan orang yang telah sembuh dari CPM masih perlu beberapa terapi yang

sedang berlangsung dan perawatan suportif untuk mengelola efek secara jangka

panjang.18,19

33
DAFTAR PUSTAKA
1. Luzzio C. Central Pontine Myelinolysis. European Journal of Neurology.
2015; 75: 16-21.
2. Marthin RJ. Central pontine and Extrapontine Myelinolysis: The Osmotic.
Demyelination Syndromes. Neurocrit Care. 2005; 2(3):306-312
3. Jacob, S, Harsh Gupta, Dejan Nicolic, et al. Central Pontine and
Extrapontine Myelinolysis: An Autopsy Case Report. Case Report in
Neurological Medicine. 2014; 7(12): 11-16.
4. Dagur G, Sardar AK. Current Concepts in Pontine Myelinolysis: Review of
Literature. Transl Biomed. 2015; 6(4): 3-7.
5. Yanfeng D. Locked-in Syndrome Secondary to Central Pontine
Myelinolysis: Case Report. Ann Rehabil Med. 2014; 38(5): 702–706
6. Tavare AN, Murray D. Central Pontine Myelinolysis. New England Journal
Medicine. 2016; 8(7): 62-81.
7. Khosya S, Meena H. Central pontine myelinolysis. Indian Journal of Medical
Research. 2013; 137(5): 993-994.
8. Darwis D. Gangguan Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa. Edisi 2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2010
9. E. Mouloudi, Papadopoulos S, Massa E, et al. A Case of Central Pontine
Myelinolysis in A Patient After Liver Transplantation. The Greek E-Journal
of Perioperative Medicine. 2015; 13(6): 46-50.
10. Staikov I. Central Pontine Myelinolysis in Patient with Normal Serum
Sodium Levels, System Alcohol Use and Malnutrition. Volume 2 Issue 9 –
2015. ISSN :2381-9154|.
11. Erbrayat E. Complete Reversibility of Central Pontine Myelinolysis Not
Associated with Hyponatremia. Journal of Medical Disorder. 2016; 1(4):1-3.
12. Lopez A, Santos B. Wernicke Encephalopathy and Central Pontine
Myelinolysis: An Underdiagnosed Combination in Alcoholics.
Neurological Sciences and Neurophysiology. 2015; 36: 129-35.

34
13. Oya S, Tsutsumi K, Ueki K. Reinduction of Hyponatremia to Treat Central
Pontine Myelinolysis. American Academy of Neurology. 2001; 57(10): 121-
129.
14. Goggin R, Nguyen N, Tibrewal P. Central Pontine Myelinolysis-Induced
Mania. Asian Journal of Pschiatry. 2015; 14: 73-74.
15. Kyung Yoon Chang. Plasma exchange successfully treats central pontine
myelinolysis after acute hypernatremia from intravenous sodium bicarbonate
therapy. British Medical Journal of Nephrology. 2014; 15: 56-61.
16. Marie V. Improvement in Central Pontine Myelinosis with IV
Immunoglobulin. Research and Review in Parkinsonism. 2012; 2: 24-26.
17. Lampl C, Bibl D, Gabriel C, et al. Treatment of Central Pontine
Myelinolysis with Therapeutic Plasmapheresis. The Lancet. 1999; 353: 15-
21
18. Gocht A , Colmant HJ. Central pontine and extrapontine myelinolysis: Clin
Neuropath. 1987; 6: 262–70.
19. Martin RJ. Central pontine and extrapontine myelinolysis: the osmotic
demyelination syndromes. BMJ Journal of Neurology, Neurosurgery &
Psychiatry. 2004; 75(3): 201-209.

35

Anda mungkin juga menyukai