Oleh:
Sanjaya Halim, S. Ked
NIM.1830912310109
Pembimbing:
dr. H. Lily Runtuwene, Sp.S
1
BAB I
PENDAHULUAN
dari membran sel. Oleh karena itu, hipernatremia menunjukkan keadaan yang
dari asupan cairan yang tidak adekuat dengan adanya pengeluaran cairan dari
renal ataupun ekstra renal. Hipernatremia seringkali terjadi pada pasien yang
sedang dirawat dirumah sakit. Ada morbiditas dan mortalitas yang signifikan
perubahan pada osmolaritas serum dan sel-sel mulai menyusut. Selubung myelin
merupakan salah satu komponen pada sel saraf yang rentan mengalami kerusakan
(ODS). ODS paling sering terjadi pada sel saraf didaerah pons atau yang disebut
Central Pontine Myelinosis (CPM), dan yang jarang terjadi diluar pons atau yang
2
CPM pertama kali dijelaskan oleh Adams pada tahun 1959, yaitu adanya
suatu lesi simetris dengan demielinasi yang berfokus pada pons, kemudian pada
tahun 1962 dijelaskan kembali bahwa lesi ini dapat terjadi diluar pons, yang
disebut EPM. Kedua sindrom ini dihasilkan dari gangguan simetris selubung
myelin di area di mana white matter menjadi terpapar pada zat yang bersifat aktif
osmotik yang dibersihkan dari grey matter yang mengalami edema. Hal ini sering
terjadi pada area disekitar grey matter yang mengandung serat bermielin tebal,
thalamus dan persimpangan grey matter neocortical. Teori yang menjelaskan hal
ini adalah terjadi penurunan kapasitas adaptasi dari sel glia terhadap perubahan
osmolaritas serum. Penelitian yang dilakukan oleh Varanda pada tahun 2016
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERNATREMIA
A. Definisi
Hipernatremia adalah suatu keadaan dengan defisit cairan relatif, dalam arti
bedasarkan Harrison of Internal Medicine 17th edition dan Adrogue, HJ; and
>145 mmol per liter. Etiologi dari hipernatremia adalah adanya defisit cairan
tubuh akibat ekskresi air yang melebihi ekskresi natrium. Seperti pada
laktulosa atau sorbitol. Asupan air yang kurang, pada pasien dengan gangguan
elektrolit ke dalam sel, misalnya setelah latihan fisik berat. Keadaan hipernatremia
osmolalitas cairan ekstrasel. Hal ini akan membuat terjadinya pengkerutan sel,
dan bila terjadi pada sel saraf sistem saraf pusat, maka akan menimbulkan
B. Etiologi
4
• Penyebab iatrogenik
• Orang tua dan orang-orang dalam perawatan yang tidak memiliki cairan
• Dehidrasi.
kurang berlebihan
2. Renal: Sirosishepatis,
sindrom nefrotik
Syndrome Iatrogenic
Sodium bicarbonate
administration; hypertonic
saline administration
5
C. Patofisologi dan Komplikasi
terjadi jika minum terlalu sedikit air. Konsentrasi natrium darah yang tinggi secara
seharusnya dia haus, atau dia haus tetapi tidak dapat memperoleh air yang cukup
untuk minum.13,14
Hipernatremia paling sering terjadi pada usia lanjut. Pada orang tua
biasanya rasa haus lebih lambat terbentuk dan tidak begitu kuat dibandingkan
dengan anak muda. Usia lanjut yang hanya mampu berbaring di tempat tidur saja
mendapatkan cukup air walaupun saraf-saraf hausnya masih berfungsi. Selain itu,
pada usia lanjut, kemampuan ginjal untuk memekatkan air kemih mulai
berkurang, sehingga tidak dapat menahan air dengan baik. Orang tua yang minum
diuretik, yang memaksa ginjal mengeluarkan lebih banyak air, memiliki resiko
untuk menderita hipernatremia, terutama jika cuaca panas atau jika mereka sakit
orangtua. Hampir separuh dari seluruh orang tua yang dirawat di rumah sakit
6
terlalu banyak air, seperti yang terjadi pada penyakit diabetes insipidus. Kelenjar
menyebabkan ginjal menahan air) atau ginjal tidak memberikan respon yang
hiponatremia jika mereka memiliki rasa haus yang normal dan minum cukup
air.13,14
• Kebingngan
• Kejang otot
• Koma
• Kematian
D. Diagnosis
laboratorium serum
elektrolit. 13,14
• Berdasarkan klinis dapat kita temui letargi, lemas, twitching, kejang dan
7
• Berdasar hasil laboratorium
Ditegakkan bila natrium plasma meningkat secara akut dengan nilai di atas
E. Penatalaksanaan
adalah untuk memperbaiki tingkat natrium pada tingkat di mana ia naik. Natrium
yang diperbaiki terlalu cepat mengakibatkan edema serebral. Saran yang baik
adalah 0,5 mmol / l / jam dan maksimal 10 mmol / l / hari dalam semua kasus
kecuali onset sangat akut. Dalam hipernatremia akut ( ≤ 48 jam) natrium dapat
tanpa elektrolit.13,14
pemberian cairan isotonik sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air bisa
8
Untuk membantu mengetahui apakah pembelian cairan telah mencukupi,
natrium. Jika penyebabnya telah ditemukan, bisa diobati secara lebih spesifik.
A. Definisi
penyakit hati, atau yang paling sering disebabkan karena koreksi yang terlalu
cepat pada pasien dengan hiponatremia. Kerusakan saraf ini disebabkan destruksi
pada lapisan (selubung myelin) yang membungkus sel-sel saraf pada batang otak
(pons). "Pontine" mengacu pada batang otak, yang disebut pons. "Myelinolysis"
berarti bahwa myelin - lapisan yang melindungi sel-sel saraf di pons mengalami
kerusakan. CPM biasanya terjadi sebagai akibat dari penyakit lain atau kondisi
medis. Orang dengan CPM belum dapat disembuhkan, tetapi gejala mereka dapat
diobati. Kerusakan saraf dapat menjadi kronis dan dapat menyebabkan cacat
permanen.1,2,3
9
B. Epidemiologi
Insiden untuk CPM belum diketahui secara pasti. Studi oleh Singh dkk
pertiga pasien tersebut memiliki serum natrium yang berubah-ubah pada ± 15-20
mEq/L. Insiden puncak pada individu terjadi pada usia 30 dan 50 tahun keatas,
dan dilaporkan juga bahwa anak-anak juga bisa terkena CPM meskipun
jumlahnya sedikit. CPM lebih sering terjadi pada pasien dengan transplantasi hati
• Pons
• Ganglia Basalis
• Thalamus
• Cerebellum
• Corpus Calosum
• Peduncle
C. Anatomi
Pons terletak di bagian atas dari batang otak. Terletak diantara medulla
oblongata dan talamus, dan menghubungkan antara kedua daerah tersebut. Pons
terdiri dari materi putih dan materi abu-abu. Pons berfungsi sebagai titik asal
untuk empat dari dua belas saraf kranial utama: trigeminal, abdusen, facialis, dan
vestibulokoklear. Karena berfungsi sebagai jalur untuk saraf dan membawa sinyal
10
ke korteks. Sebagian besar sinyal ini berhubungan dengan fungsi wajah, termasuk
gerakan dan sensasi di mata dan telinga. Struktur ini juga memiliki pengaruh atas
kesadaran.2,5
Suatu daerah pada pons dikenal sebagai retikular yang mengatur siklus
bangun atau tidur, misalnya yang mempengaruhi kelelahan, motivasi, dan tingkat
dan mengatur inspirasi dari respirasi. Pada saat yang sama, pusat pneumotaxic
kedalaman dan frekuensi napas. Pons dibagi anteroposterior menjadi dasar pons
dan tegmentum tersebut. Proses patologis dimulai dari pons dekat raphe median
dan menyebar di sekitarnya. Lesi dapat mencapai otak tengah, tetapi jarang turun
ke medula.2,6,7
11
Gambar 3. Mikroskopis CPM didasar pons dengan mielin (luxol)
D. Faktor Resiko
a. Hiponatremia
dimana dominan ion kation yang mendominasi dan tidak dapat bebas
12
Hiponatremia didefinisikan sebagai tingkat serum kurang dari 135 mEq/L
Klinis pasien dapat berakibat mual, muntah, sakit kepala dan kram
otot.
dan koma.
Pembagian Hiponatremia:8,9
jam durasi
jam
13
Gambar 4. Pembagian level hiponatremia.8,15
Pada saat natrium berada pada level terlalu rendah, kelebihan air
otak sangat berbahaya karena otak dibatasi oleh tengkorak dan tidak dapat
bahkan untuk tingkat yang sangat rendah, mungkin ditoleransi dengan baik
jika hal itu terjadi selama beberapa hari atau minggu, karena adaptasi
gejala neurologis.8,9,10
14
Hiponatremia paling sering merupakan komplikasi penyakit medis
lain di mana banyak natrium yang hilang (misalnya karena diare atau
muntah) atau kelebihan air yang terakumulasi dalam tubuh pada tingkat
yang lebih tinggi daripada yang dapat diekskresikan (misalnya pada pasien
berkurang.8,9
cardiac failure, sirosis hati, dan gangguan asupan nutrisi. Penyebab yang
paling sering yaitu transplantasi hati, mulai dari 15-30% dari penerima
inflammatori demyelinasi yang berada pada basis pons dan 10% kasus
15
kemudian dilakukan koreksi hiponatremia yang terlalu cepat dan karena
Dalam kasus tersebut jumlah natrium tubuh meningkat tetapi jumlah total
yang buruk.
konsumsi berlebihan air dan ekskresi natrium yang relatif lebih rendah.
terjadinya CPM.
16
c. Sindrom Wernicke Korsakoff.8,11,12
Wernicke, oleh Sergei Korsakoff dan Carl Wernicke. Salah satu fungsi
thiamin adalah membantu sel-sel otak untuk menghasilkan energi dari gula
sehingga ketika kadar thiamin dalam otak rendah, maka sel otak tidak
Ophthalmoplegia
§ Ataksia
17
E. Gejala Klinis
Resiko terjadinya CPM lebih besar jika serum (darah) natrium secara
konsisten rendah selama 2 hari sebelum koreksi. Pada saat dilakukan koreksi
hiponatremia dengan pemberian terapi cairan IV, didapatkan kadar natrium serum
normal pada hari berikutnya, kemudian status mental pasien membaik, tetapi kita
harus waspada jika diikuti oleh kerusakan neurologis 48-72 jam kemudian.2,3,4,
• Bingung, kelumpuhan
• Quadriplegia spastik
• Hipertonus
• Pseudobulbar palsy
• Lock In Syndrom
18
Lesi yang besar pada Pons dapat menyebabkan lock in syndrom, yang
masih berfungsi pada pasien ini. Semua mobilitas dan kontrol otot hilang,
mereka hanya dapat menggerakkan mata, di mana pasien sadar dan terjaga
tetapi tidak dapat bergerak atau berkomunikasi secara lisan karena terjadi
kelumpuhan otot hampir pada semua anggota tubuh kecuali mata. Lock in
syndrome terjadi akibat lesi pada bagian otak bawah dan batang otak
(bagian dasar) tanpa kerusakan otak atas.. Penderita bertahan dan belajar
adalah kedua kondisi yang dapat ditemukan pada pasien yang telah
pulih dari koma, dalam keadaan terjaga tetapi tanpa harus ada kesadaran
selama sebulan. Jika berlangsung selama satu tahun maka itu disebut
pada otak atas yaitu pada cerebrum, berbeda dengan lock in syndrom,
persisten state merupakan tahap tengah antara vegetatif state dan keadaan
ditemukan adanya aktivitas otak , namun tidak sama halnya dengan koma.
19
Gejala awal myelinolysis berdasar lama harinya2,4,5 :
2. Gejala tambahan yang sering muncul selama satu sampai dua minggu
pada wajah, lengan, dan tungkai, dan tremor pada tangan. Pada kasus yang
20
Fase biphasic pada CPM:2,4,15
• Tahap Awal
• Tahap Kedua
keterlibatan pada basis pons. Jika lesi meluas ke tegmentum pons, kelainan
F. Klasifikasi
21
1. CPM
Dimana lesi terbatas pada pons. Dalam serangkaian kasus 442 pasien,
adalah kondisi yang sering menyebabkan CPM. Gejala klinis yang dapat
2. EPM
gangguan gerakan tergantung dari luas lesi tersebut. Dalam EPM berbagai
berkembang menjadi EPM jika kurang dari 120 jam meq/L selama lebih
22
adanya inflamasi. EPM lebuh sering terjadi pada pasien hiponatremia
3. ODS
Merupakan gabungan dari CPM dan EPM itu sendiri, dimana terdapat
adanya lesi pada daerah Pons dan diluar dari Pons, dengan manifestasi
G. Patofisiologi
rentan terhadap tekanan osmotik pada distribusi CPM yang biasanya terdapat
Pada demielinasi osmotik tidak didapatkan adanya reaksi inflamasi, hal ini
perivaskular.8,9
23
Teori yang berlaku saat ini menyatakan bahwa sel-sel otak menyesuaikan
sehingga mereka tetap relatif isotonik dengan lingkungan mereka dan tidak
intraseluler. Ketika koreksi terlalu cepat, tidak cukup untuk sel-sel otak
intraseluler. Jika kadar natrium serum naik terlalu cepat, peningkatan tonisitas
ekstraseluler akan terus mendorong air keluar dari sel-sel otak. Hal ini dapat
selubung myelin yang mengelilingi akson saraf menjadi rusak di bagian otak.6,7,8
24
Gambar 8. Patofisiologi terjadinya CPM.15
Demielinasi ditandai7,15 :
• Membelah intramyelinitic.
• Vakuolisasi.
beberapa hari.
25
H. Diagnosis 2,4,14
• Tes darah
• MRI
MRI atau CT-scan bisa tidak menunjukkan gangguan anatomi yang jelas.
disebabkan peningkatan volume cairan pada regio ini, hal ini sesui dengan
26
Gambar 12. MRI dengan lesi di Pons.16
Keterangan :
trisula.
I. Komplikasi
setidaknya selama 2 hari, atau untuk jangka waktu yang tidak diketahui, laju
selama 24-jam setiap periode, jika mungkin. Bagi mereka yang menderita
27
Komplikasi yang terjadi pada CPM yang berhubungan dengan cedera SSP
(sindroma “locked-in”)
• Aspirasi pneumonia
• Thrombosis vena
• Emboli paru
• Kontraktur
• Kelelahan otot
• Ulkus dekubitus
• Depresi
28
Penatalaksanaan elektrolit 10,11,12
yang diberikan hanya berupa air saja. Larutan pengganti yang diberikan adalah
natrium hipertonik, bisa berupa NaCl 3% atau 5% NaCl. Pada sediaan NaCl
3% yang biasa dipakai, terdapat 513 mmol dalam 1 liter larutan. Koreksi pada
hiponatremia kronik yang tanpa gejala, dapat diberikan sediaan oral, yaitu
dinaikkan lebih dari 10-12 mmol/L dalam 24 jam pertama. Terapi inisial
gejala serius, koreksi dilakukan agak cepat. Kadar natrium plasma harus
dinaikkan sebanyak 1,5-2 mmol/L dalam waktu 3-4 jam pertama, sampai
29
dilakukan setiap 2-4 jam. Untuk menetukan estimasi efek pemberian cairan
sedian ini akan menghambat respon ginjal terhadap vasopressin. Selain itu,
low-density di pons, ini merupakan bukti adanya CPM (MRI). TRH dalam
tahun yang telah didiagnosis dengan EPM setelah operasi untuk hematoma
2. Metilprednisolone
30
Bagi mereka yang menderita myelinolysis, pengobatan utama adalah
kasus CPM, tetapi yang utama adalah terapi fisik dan rehabilitasi.
3. Plasmaferesis
31
dengan pemberian cairan dan antibiotik. Keefektifan plasmaferesis
jam
plasma
• Gangguan saraf
• Keracunan
dingin, ruam
• Infeksi
• Pendarahan
32
• Penurunan tekanan darah
K. Prognosis
dianggap memiliki angka kematian 50% atau lebih, tetapi dengan meningkatnya
teknik pencitraan dan diagnosis dini menyebabkan prognosis lebih baik bagi
banyak orang. Kebanyakan individu pulih secara bertahap, tetapi masih terus
Kebanyakan orang yang telah sembuh dari CPM masih perlu beberapa terapi yang
sedang berlangsung dan perawatan suportif untuk mengelola efek secara jangka
panjang.18,19
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Luzzio C. Central Pontine Myelinolysis. European Journal of Neurology.
2015; 75: 16-21.
2. Marthin RJ. Central pontine and Extrapontine Myelinolysis: The Osmotic.
Demyelination Syndromes. Neurocrit Care. 2005; 2(3):306-312
3. Jacob, S, Harsh Gupta, Dejan Nicolic, et al. Central Pontine and
Extrapontine Myelinolysis: An Autopsy Case Report. Case Report in
Neurological Medicine. 2014; 7(12): 11-16.
4. Dagur G, Sardar AK. Current Concepts in Pontine Myelinolysis: Review of
Literature. Transl Biomed. 2015; 6(4): 3-7.
5. Yanfeng D. Locked-in Syndrome Secondary to Central Pontine
Myelinolysis: Case Report. Ann Rehabil Med. 2014; 38(5): 702–706
6. Tavare AN, Murray D. Central Pontine Myelinolysis. New England Journal
Medicine. 2016; 8(7): 62-81.
7. Khosya S, Meena H. Central pontine myelinolysis. Indian Journal of Medical
Research. 2013; 137(5): 993-994.
8. Darwis D. Gangguan Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa. Edisi 2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2010
9. E. Mouloudi, Papadopoulos S, Massa E, et al. A Case of Central Pontine
Myelinolysis in A Patient After Liver Transplantation. The Greek E-Journal
of Perioperative Medicine. 2015; 13(6): 46-50.
10. Staikov I. Central Pontine Myelinolysis in Patient with Normal Serum
Sodium Levels, System Alcohol Use and Malnutrition. Volume 2 Issue 9 –
2015. ISSN :2381-9154|.
11. Erbrayat E. Complete Reversibility of Central Pontine Myelinolysis Not
Associated with Hyponatremia. Journal of Medical Disorder. 2016; 1(4):1-3.
12. Lopez A, Santos B. Wernicke Encephalopathy and Central Pontine
Myelinolysis: An Underdiagnosed Combination in Alcoholics.
Neurological Sciences and Neurophysiology. 2015; 36: 129-35.
34
13. Oya S, Tsutsumi K, Ueki K. Reinduction of Hyponatremia to Treat Central
Pontine Myelinolysis. American Academy of Neurology. 2001; 57(10): 121-
129.
14. Goggin R, Nguyen N, Tibrewal P. Central Pontine Myelinolysis-Induced
Mania. Asian Journal of Pschiatry. 2015; 14: 73-74.
15. Kyung Yoon Chang. Plasma exchange successfully treats central pontine
myelinolysis after acute hypernatremia from intravenous sodium bicarbonate
therapy. British Medical Journal of Nephrology. 2014; 15: 56-61.
16. Marie V. Improvement in Central Pontine Myelinosis with IV
Immunoglobulin. Research and Review in Parkinsonism. 2012; 2: 24-26.
17. Lampl C, Bibl D, Gabriel C, et al. Treatment of Central Pontine
Myelinolysis with Therapeutic Plasmapheresis. The Lancet. 1999; 353: 15-
21
18. Gocht A , Colmant HJ. Central pontine and extrapontine myelinolysis: Clin
Neuropath. 1987; 6: 262–70.
19. Martin RJ. Central pontine and extrapontine myelinolysis: the osmotic
demyelination syndromes. BMJ Journal of Neurology, Neurosurgery &
Psychiatry. 2004; 75(3): 201-209.
35