Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah menetapkan sumber hukum islam yang wajib diikuti setiap muslim. Kehendak
Allah tersebut, terekam dalam al-Qur’an yang menjadi sumber hukum pertama dalam agama
islam. Aturan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an memiliki tiga fungsi utama sebagai huda
(petunjuk), bayyinat (penjelasan), dan furqon (pembeda). Sebagai huda, artinya al-Qur’an
merupakan aturan yang harus diikuti tanpa tawar menawar sebagaimana papan petunjuk arah
jalan yang dipasang di jalan-jalan. Kalau seseorang tidak mengetahui arah jalan tetapi sikapnya
justru mengabaikan petunjuk yang ada papan itu, maka sudah pasti ia akan tersesat.
Pengibaratan tadi menunjukkan bahwa apabila al-Qur’an ditinggalkan atau diabaikan, sudah
pasti akan tersesat.
Petunjuk yang ada pada al-Qur’an benar-benar sebagai ciptaan Allah, bukan cerita yang
dibuat-buat. Semua ayatnya harus menjadi rujukan termasuk dalam mengelola bumi. Melihat
pentingnya pembelajaran tersebut, maka menarik untuk dikaji khususnya isi dari al-Qur’an
sebagai sumber hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan al-Qur’an dan fungsi dari al-Qur’an?
2. Apakah semua ulama mazhab sepakat dengan kehujahan al-Qur’an?
3. Bagaimana penjelasan al-Qur’an terhadap hukum?
4. Bagaimana hukum yang terkandung dalam al-Qur’an?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian al-Qur’an dan fungsi al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui kesepakatan ulama mengenai kehujahan al-Qur’an.
3. Untuk mengetahui penjelasan al-Qur’an terhadap hukum.
4. Untuk mengetahui hukum yang terkandung dalam al-Qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Qur’an dan Fungsi Al-Qur’an
Secara etimologis, al-Qur’an dalam Bahasa Arab diambil dari kata ‫( قرا‬qara-a) artinya
membaca. Seperti yang tertuang dalam firman Allah:

Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya di dadamu dan membuatmu


pandai membaca. Apabila Kami telah selesai membacanya ikutilah bacaannya itu. (QS. al
Qiyamah:17-18)
Secara terminologis, al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan oleh Allah dengan
perantaraan malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan lafal
Arab dan makna yang pasti sebagai bukti bagi Rasul bahwasanya dia adalah utusan Allah,
sebagai undang-undang sekaligus petunjuk bagi manusia, dan sebagai sarana pendekatan
(seorang hamba kepada Tuhannya) sekaligus sebagai ibadah bila dibaca, diawali surat al-
Fatihah dan diakhiri surat an-Naas, yang sampai kepada kita secara teratur (perawinya tidak
terputus) secara tulisan maupun lisan, dari generasi ke generasi, terpelihara dari adanya
perubahan dan penggantian.
Menurut Syaltut, al-Qur’an adalah lafaz Arabi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw,
dinukilkan kepada kita secara mutawatir.
Al-Syaukani mengartikan al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, tertulis dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir. Menurut Ibn Subku
mendefinisikan al-Qur’an adalah lafaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw,
mengandung mu’jizat setiap suratnya, yang beribadah membacanya.
Dari definisi di atas dapat ditarik suatu rumusan mengenai definisi al-Qur’an, yaitu lafaz
berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang dinukilkan secara
mutawatir.
Adapun fungsi Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Sebagai huda (petunjuk bagi kehidupan umat). Fungsi huda ini banyak sekali terdapat
dalam al-Qur’an, lebih dari 79 ayat, salah satunya:

Kitab (al-qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (al-
Baqarah: 2)
2
2. Sebagai rahmat (keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih sayangnya.
Al-Qur’an sebagai rahmat untuk umat ini, tidak kurang dari 15 kali disebutkan dalam
Al-Qur’an, salah satunya:

Inilah ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung rahmat bagi orang-orang yang berbuat
kebaikan. (Luqman: 2)
3. Sebagai furqon (pembeda antara yang baik dengan yang buruk; yang halal dengan
yang haram; yang salah dengan benar; yang indah dengan jelek; yang dapat dilakukan
dengan yang terlarang untuk dilakukan). Fungsi aL-qur’an sebagai alat pemisah
terdapat dalam tujuh ayat al-Qur’an, salah satunya:

Bulan ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai


petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (al-Baqarah: 185)
4. Sebagai mau’izhah (pengajaran yang akan mengajarkan dan membimbing umat dalam
kehidupannya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat). Fungsi mau’izhah
ini terdapat setidaknya dalam lima ayat al-Qur’an, salah satunya:

Dan telah kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (taurat) segala sesuatu sebagai
pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu. (al-A’raf: 145)
5. Sebagai busyra (berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik kepada Allah dan
sesama manusia). Fungsi busyra itu terdapat sekitar delapan ayat al-Qur’an, seperti
pada surat al-Naml:1-2

Tha-Syin. (Surat) ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an, dan ayat-ayat Kitab yang
menjelaskan, untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang
beriman.
6. Sebagai tibyan atau mubin (penjelasan atau yang menjelaskan terhadap segala sesuatu
yang disampaikan Allah). Contoh fungsinya sebagai tibyan dalam surat an-Nahl: 89

3
Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.
Sedangkan contohnya sebagai mubin terdapat dalm surat al-Naml: 1-2
7. Sebagai mushaddiq (pembenar terhadap kitab yang datang sebelumnya). Seperti dalam
surat ali Imran: 3

Dia menurunkan al-kitab (al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya: membenarkan


kitab yang telah di turunkan sebelumnya…
8. Sebagai nur (cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia dalam menempuh jalan
menuju keselamatan). Seperti pada surat al-Maidah: 46

Di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab
sebelumnya…
9. Sebagai tafsil (memberikan penjelasan secara rinci sehingga dapat dilaksanakan sesuai
dengan yang dikehendaki Allah). Seperti dalam surat Yusuf: 111:

Al-Qur’an itu bukan cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu…
10. Sebagai syifa’u al-shudur (obat bagi rohani yang sakit). Seperti dituliskan dalam surat
al-Isra: 82

Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman.
11. Sebagai hakim (sumber kebijaksanaan). Sebagaimana dalam surat luqman: 2

Inilah ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung hikmah.

4
B. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Menurut Ulama Imam Mazhab
1. Pandangan Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah sependapat dengan jumhur ulama bahwa al-Qur’an merupakan sumber
hukum islam. Namun, Imam Abu Hanifah itu berpendapat bahwa al-Quran itu mencakup
maknanya saja. Diantara dalil yang menunjukan pendapat Imam Abu Hanifah tersebut, bahwa
dia membolehkan shalat dengan menggunakan bahasa selain Arab, misalnya dengan bahasa
Parsi walaupun tidak dalam keadaan madharat.
2. Pandangan Imam Malik
Menurut Imam Malik, hakikat al-Quran adalah kalam Allah yang lafadz dan maknanya dari
Allah SWT. Ia bukan makhluk, karena kalam Allah termasuk sifat Allah. Imam Malik juga
sangat menentang orang-orang yang menafsirkan al-Qur’an secara murni tanpa memakai atsar,
sehingga beliau berkata, “Seandainya aku mempunyai wewenang untuk membunuh seseorang
yang menafsirkan al-Qur’an (dengan daya nalar murni), maka akan kupenggal leher orang itu.”
Dengan demikian, dalam hal ini Imam Malik mengikuti Ulama Salaf (Sahabat dan Tabi’in)
yang membatasi pembahasan al-Qur’an sesempit mungkin karena mereka khawatir melakukan
kebohongan terhadap Allah SWT. Maka tidak heran kalau kitabnya, Al-Muwathha dan Al
Mudawwanah sarat dengan pendapat sahabat dan tabi’in. Dan Imam Malik mengikuti jejak
mereka dalam cara menggunakan ra’yu.
3. Pendapat Imam Syafi’i
Imam Syafi’i berpendapat bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum islam yang paling
pokok, dan beranggapan bahwa al-Quran tidak bisa dilepaskan dari as-Sunnah, karena
hubungan antara keduanya sangat erat sekali. Sehingga seakan-akan beliau menganggap
keduanya berada pada satu martabat, namun bukan berarti Imam Syafi’i menyamakan derajat
al-Qur’an dengan Sunnah, perlu di pahami bahwa kedudukan as-Sunnah itu adalah sumber
hukum setelah al-Qur’an, yang mana keduanya ini sama-sama berasal dari Allah SWT. Dengan
demikian tak heran bila Imam Syafi’i dalam berbagai pendapatnya sangat mementingkan
penggunaan bahasa Arab, misalkan dalam shalat, nikah dan ibadah lainnya. Beliau
mengharuskan penguasaan bahasa Arab bagi mereka yang mau memahami dan mengistinbat
hukum dari al-Qur’an.
4. Pandangan Imam Ahmad Ibnu Hambal
Imam Ibnu Hambal berpendapat bahwa al-Qur’an itu sebagai sumber pokok hukum islam,
yang tidak akan berubah sepanjang masa. Al-Qur’an juga mengandung hukum-hukum yang
bersifat global dan penjelasan mengenai akidah yang benar, di samping sebagai hujjah untuk

5
tetap berdirinya agama islam. Seperti halnya Imam As-Syafi’i, Imam Ahmad memandang
bahwa Sunnah mempunyai kedudukan yang kuat di samping al-Qur’an sehingga tidak jarang
beliau menyebutkan bahwa sumber hukum itu adalah nash, tanpa menyebutkan al-Qur’an
dahulu atau as-Sunnah dahulu, tetapi yang dimaksud Nash tersebut adalah Al-Qur’an dan As-
Sunnah.

C. Penjelasan Al-Qur’an terhadap Hukum


Ayat-ayat Al-Qur’an dari segi kejelasannya artinya ada dua macam, yaitu:
1. Ayat muhkam: ayat yang jelas maknanya, tersingkap secara terang sehingga
menghindarkan keraguan dalam mengartikannya dan menghilangkan adanya beberapa
kemungkinan pemahaman.
2. Ayat mutasyabih: ayat yang tidak pasti arti dan maknanya, sehingga dapat dipahami
dengan beberapa kemungkinan.
Dari segi penjelasannya terhadap hukum, ada beberapa cara yang digunakan al-Qur’an, yaitu:
1. Secara Juz’I (terperinci), al-Qur’an memberikan penjelasan secara lengkap, sehingga
dapat dilaksanakan menurut apa adanya, meskipun tidak dijelaskan Nabi dengan
Sunnahnya.
2. Secara Kulli (global), penjelasan aL-Qur’an terhadap hukum berlaku secara garis besar,
sehingga masih memerlukan penjelasan dalam pelaksanaanya. Yang paling berwenang
memberikan penjelasan adalah Nabi Muhammad dengan sunnahnya.
3. Secara Isyarah, al-Qur’an memberikan penjelasan terhadap apa yang secara lahir
disebutkan di dalamnya dalam bentuk penjelasan secara isyarat. Di samping itu, juga
memberikan pengertian secara isyarat kepada maksud lain. Dengan demikian satu ayat
al-Qur’an dapat memberikan beberapa maksud.
D. Hukum yang Terkandung dalam Al-Qur’an
Secara garis besar hukum-hukum dalam al-Qur’an dapat dibedakan menjadi tiga macam:
1. Hukum-hukum yang bertalian dengan I’tiqad yaitu hukum-hukum yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah mengenai apa-apa yang harus diyakini dan yang
harus dihindari sehubungan dengan keyakinannya, seperti keharusan mengesakan
Allah dan larangan mempersekutukan-Nya.
2. Hukum-hukum yang bertalian dengan akhlak yaitu hukum-hukum yang mengatur
hubungan pergaulan manusia mengenai sifat-sifat baik yang harus dimiliki dan sifat-
sifat buruk yang harus dijauhi dalam kehidupan bermasyarakat.

6
3. Hukum-hukum yang bertalian dengan Amaliyah yaitu hukum-hukum yang menyangkut
tindak-tanduk manusia dan tingkah laku lahirnya dalam hubungan dengan Allah, dalam
hubungan dengan sesama manusia, dan dalam bentuk apa-apa yang harus dilakukan
atau harus dijauhi. Hukum amaliyah secara garis besar terbagi dua:
4. Hukum ‘ibadah dalam arti khusus, hukum yang mengatur tingkah laku dan perbuatan
lahiriah manusia dalam hubungannya dengan Allah, seperti shalat, puasa, zakat, dan
haji.
5. Hukum mu’amalah dalam arti umum, hukum yang mengatur tingkah laku lahiriah
manusia dalam hubungannya dengan manusia atau alam sekitarnya, seperti jual beli,
kawin, dan pembunuhan. Bentuk hukum muamalah ada beberapa macam, yaitu:
6. Hukum mu’amalat dalam arti khusus, hukum yang mengatur hubungan antara sesama
manusia yang menyangkut kebutuhan akan harta bagi keperluan hidupnya. Contoh: jual
beli, sewa menyawa, pinjam meminjam. Contoh ayat: Allah berfirman dalam surat al-
Qasas: 26-27

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.Berkatalah dia (Syu’aib):
“Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku
ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu.
Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik”.
1. Hukum munakahat, hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia yang
menyangkut kebutuhan akan penyaluran nafsu syahwat secara sah dan yang berkaitan
dengan itu. Contoh: kawin, cerai, rujuk dan pengasuhan atas anak yang dilahirkan.
Contoh ayat: Allah berfiman dalam QS. al-Baqarah: 236

Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu
akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin
dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang
ma’ruf. Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis
7
‘iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka
takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
1. Hukum mawarits atau wasiat, hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia
yang menyangkut perpindahan harta yang tersebab oleh adanya kematian. Contoh
ayat: Allah berfiman dalam QS an-Nisa’:11

Hukum Jinayah atau pidana, hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan
manusia lain yang menyangkut dengan usaha pencegahan terjadinya kejahatan atas
harta, maupun kejahatan penyaluran nafsu syahwat atau menyangkut kejahatan dan
sanksi bagi pelanggarnya. Contoh: pencurian, pembunuhan, dan perzinahan. Contoh
ayat: Allah berfiman dalam QS al-Baqarah: 178

Hukum murafa’at atau qadha atau acara, hukum yang mengatur hubungan antara
sesama manusia yang berkaitan dengan usaha penyelesaian akibat tindak kejahatan di
pengadilan. Contoh: kesaksian, gugatan, dan pembuktian di pengadilan. Contoh ayat:
Allah berfirman dalam QS. an-Nisaa’: 135

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika
kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
1. Hukum dusturiyah atau tata negara, hukum yang mengatur hubungan antara manusia
dengan manusia lain yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Contoh: ulil amri, khalifah, baitul mal. Contoh ayat: Allah berfirman dalam QS al-
A’raf: 142

Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh
malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka

8
sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa
kepada saudaranya yaitu Harun: “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan
perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan”.
1. Hukum dualiyah atau antar negara atau internasional, hukum yang mengatur hubungan
manusia dengan sesamanya dalam suatu negara dengan manusia di negara lain, dalam
keadaan damai dan keadaan perang. Contoh: tawanan, ekstradisi, perjanjian. Contoh
ayat: Allah berfirman dalam QS. Muhammad: 4

Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang
leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan
sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir.
Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi
Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang
syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-quran merupakan sumber nilai yang pertama dalam islam dan juga sebagai pedoman
dasar dalam kehidupan manusia. Dalam islam, al-quran merupakan tuntunan hidup yang
bersumber dari firman Allah untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Banyak orang tidak
menyadari bahaya yang akan timbul jika manusia melupakan al-quran. Padahal apabila manusia
mau mengkaji lebih dalam tentang kandungan al-quran, ada mukjizat luar biasa yang kelak
menyelamatkan manusia dari siksa neraka. Sebagai seorang muslim, harus bisa mengkaji lebih
dalam mengenai dimensi keilmuan yang terkandung di dalam al-quran agar tidak salah dalam
memaknai dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian makalah di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengertian dan fungsi al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dalam bahasa
Arab yang dinukilkan kepada generasi setelahnya secara mutawatir, membacanya merupakan
ibadah, tertulis dalam mushaf; dimulai dari surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Naas.
Fungsi al-Qur’an yaitu sebagai huda, sebagai rahmat, sebagai furqon, sebagai mau’izhah,
sebagai busyra, sebagai tibyan atau mubin, sebagai mushaddiq, sebagai nur, sebagai tafsil,
sebagai syifa’u al-shudur, dan sebagai hakim.
2. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Menurut Ulama Imam Mazhab
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa al-Quran itu mencakup maknanya saja. Imam Malik,
hakikat al-Quran menentang orang-orang yang menafsirkan al-Qur’an secara murni tanpa
memakai atsar. Imam Syafi’i berpendapat bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum islam
yang paling pokok, dan tidak bisa dilepaskan dari as-Sunnah. Imam Ibnu Hambal berpendapat
bahwa al-Qur’an itu sebagai sumber pokok hukum islam, yang tidak akan berubah sepanjang
masa.
3. Ayat-ayat Al-Qur’an dari segi kejelasannya artinya ada dua macam, yaitu ayat
muhkam dan ayat mutasyabih sedangkan dari segi penjelasannya terhadap hukum, ada
beberapa cara yang digunakan al-Qur’an, yaitu secara juz’i (terperinci), secara kulli
(global), dan secara isyarah.
4. Secara garis besar hukum-hukum dalam al-Qur’an dapat dibedakan menjadi tiga
macam: hukum-hukum yang bertalian dengan I’tiqad, hukum-hukum yang bertalian
dengan akhlak, hukum-hukum yang bertalian dengan amaliyah.

10
B. Saran
Demikianlah dalam hal ini penulis akhiri makalah ini, tak lupa mohon maaf kepada semua
pihak, kritik dan saran penulis harapkan demi perbaikan penulisan makalah ini selanjutnya.

11
DAFTAR PUSTAKA
Khalaf, Abdul Wahhab. 2003. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Pustaka Amani.
Salam, Zarkasji Abdul, Oman Fathurrohman SW. 1994. Pengantar Ilmu Fiqh Usul Fiqh I.
Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam.
Syafe’i, Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia.
Syarifuddin, Amir. 1997. Ushul Fiqh Jilid I. Ciputat: Logos

12

Anda mungkin juga menyukai