Anda di halaman 1dari 10

1

KONSEP AMTSALUL QUR’AN JALALUDDIN

AL-SUYUTI

Septya Evifatur Roifah

septyaevifaturroifah94@gmail.com

Umi Nurfita Hidayatul Musyafa’ah

Uminurfita03@gmail.com

Alfi Nur Rohmah

alfinurrohmah32@gmail.com

Abstract

This journal aims to provide a deep understanding and convey the


truth and show how important the message contained in the Proverbs
of the Koran by applying the concept of Jalaluddin al-suyuthi. in its
preparation this journal uses a qualitative method which is a method
that emphasizes more on the aspect of in-depth understanding of a
problem. This journal finds several types, benefits, and aims of
amtsalul Quran that are in accordance with the concept of Imam
Jalaluddin al-suyuthi, so that readers can more easily understand and
understand about amtsal Alquran.

Keywords: Jalaluddin al-Suyuti, Amtsalul Qur’an, Al-Qur’an.


2

PENDAHULUAN

Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT. yang diwahyukan kepada Nabi


Muhammad SAW. untuk dijadikan pedoman hidup bagi makhluk-Nya. Al-Qur’an
juga berfungsi sebagai Hudan li al-Nas yang akan mengantarkan dan
mengarahkan manuusia ke jalan yang lurus.

Namun, ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an tidak langsung dapat


dipahami dengan jelas. Hal ini disebabkan oleh faktor internal maupun faktor
external dari Al-Qur’an itu sendiri. Seperti, ke-mujmal-an Al-Qur’an yang
menyebabkan banyak ayat yang mutasyabihat, lafadz musytarak, gharabah al-
lafdzi, al-hadf, ikhtilaf marji’ ad-dhomir, al-taqdim wa al-ta’khir, maupun
kekeliruan penafsiran Al-Qur’an.

Dengan demikian, dalam memahami Al-Qur’an sangatlah dibutuhkan ilmu


tersendiri, yaitu Ulumul Qur’an. Dimana salah satu disiplinnya adalah ilmu
Amtsalul Qur’an.

Atas dasar itulah penulis bermaksud mengeksplor Amtsalul Qur’an baik


dari segi pengertian, macam-macam, ciri-ciri, maupun faedah-faedahnya dalam
rangka lebih memperdalam upaya pemahaman Al-Qur’an.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Amtsalul Qur’an


Secara etimologi kata amtsal merupakan bentuk jamak dari lafadz matsal.
Dalam sastra, matsal adalah suatu perkataan yang dihikayatkan dengan
maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan tersebut
dengan suatu keadaan yang karenanya perkataan itu diucapkan. Maksudnya
adalah menyerupakan sesuatu dengan apa yang terkandung dalam perkataan
tersebut.1
Menurut bahasa, arti lafadz amtsal ada 3 macam, yaitu:

1
Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor: Pustaka Lintera Antar Nusa, 2007),
401-402.
3

1. Perumpamaan, gambaran atau perserupaan.


2. Kisah atau cerita, jika keadaannya amat asing dan aneh.
3. Sifat, keadaan atau tingkah laku yang mengherankan.
Secara istilah (terminologi) ada beberapa pendapat:
1. Menurut ulama ahli adab, amtsal adalah ucapan yang banyak
menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan sesuatu yang akan
dituju.2
2. Menurut ulama ahli tafsir, amtsal adalah menampakkan pengertian yang
abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat, dan menarik yang mengena
dalam jiwa, baik dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal.3
3. Menurut ulama ahli bayan, amtsal merupakan bentuk majas
murakkabyang konteksnya adalah persamaan. Maksudnya ialah ungkapan
majas majemuk yang kaitan antara yang disamakan dan asalnya
disebabkan adanya keserupaan.
Menurut Rosyid Ridho, yang dimaksud amtsal adalah perumpamaan,
baik berupa ungkapan, gerak, maupun melalui gambar-gambar. Sebaliknya,
dalam konteks pendidikan Islam, teknik metafora mengarah pada
perumpamaan dalam segi ungkapan belaka.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa amtsal adalah
perumpamaan yang berbentuk abstrak menuju pengertian yang konkrit untuk
mencapai tujuan dan mengambil hikmah dari pearumpamaan tersebut baik
berupa ungkapan, gambaran, maupun gerak.
B. Macam–macam Amtsalul Quran:
Perumpamaan-perumpamaan di dalam Al-Quran itu dibagi menjadi dua,
yaitu: yang zahir-yang ditegaskan (amtsalul musharrahah), dan yang
tersembunyi-dimana perumpamaan itu tidak disebutkan di dalamnya (amtsalul
karimah).4
1. Amtsalul Musharrahah

2
Supiana dan Karman, Ulumul Quran, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), 254.
3
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 35.
4
Jalaluddin al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Maktabah Asyriyah, 2008), 672.
4

Amtsalul musharrahah atau Dzahiroh adalah amtsal yang di


dalamnya dengan tegas menggunakan lafadz-lafadz amtsal atau tasybih.
Amtsal jenis paling banyak terdapat dalam Al-Quran. Seperti contoh
berikut ini:
a. QS. Al-Baqarah: 17-20

‫مثلهم كمثل الّذى استوقد نارا فل ّمآ أضآءت ما حوله ذهب هللا بنورهم وتركهم فى‬
‫} أو كصيّب ّمن‬71{ ‫} ص ّم بكم عمى فهم ال يرجعون‬71{ ‫ظلمت الّ يبصرون‬
‫صوعق حذر‬
ّ ‫سمآء فيه ظلمت ورعد وبرق يجعلون أصبعهم فى ءاذانهم ّمن ال‬
ّ ‫ال‬
‫ كلّمآ أضآء لهم‬,‫} يكاد البرق يخطف أبصرهم‬71{ ‫ وهللا محيط بالكفرين‬,‫الموت‬
ّ ,‫ ولوشآء هللا لذهب بسمعهم وأبصرهم‬,‫ّمشوا فيه وإذآ أظلم عليهم قاموا‬
‫إن هللا على‬
}02{ ‫ك ّل شىء قدير‬

Artinya :

“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan


api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hulangkan
cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka
tidaklah mereka akan kembali (kejalan yang benar) atau seperti
(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit di sertai gelap
gulita, guruh dan kilat, mereka menyumbat telinganya dengan anak
jarinya,karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan
Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu
menyambar pengelihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari
mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa
mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia
melenyapkan pendengaran dan pengelihatan mereka. Sesungguhnya
Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS.Al-Baqarah/2:17-20)
5

Allah membuat perumpamaan untuk orang-orang yang munafik


itu dengan dua buah perumpamaan: yang pertama dengan api, dan
yang kedua dengan hujan. Ibnu Abi Hatim dan yang lainnya
meriwayatkan dari jalur Ali bin Abi Thalib, dari Ibnu Abbas, bahwa
dia berkata, “Ini adalah perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk
orang-orang yang munafik. Pada mulanya mereka merasa bangga
terhadap agama Islam sehingga mereka menikahi wanita-wanita
muslimah, saling mewarisi dengan mereka dan berbagi harta rampasan
dengan mereka.5

b. QS. Al-Hajj: 11

َ َ‫ع اٰل ْنقَل‬


‫ب َوجْ ِهه‬ َ ‫صابَتْه فِتْنَة‬
َ َ ‫اط َمـَٔن بِه َوا ِْن ا‬ َ َ ‫ع الى َح ْرف فَا ِْن ا‬
ْ ‫صابَه َخيْر‬ ٰ ‫النا ِس َومِنَ َم ْن ي ْعبد‬
َ َ‫اّلل‬

‫اال ِخ َرة َ ه َو اذلِكَ ْالخس َْران ْالم ِبيْن‬


‫َخس َِر الدُّ ْن َيا َو ْ ا‬

“Dan diantara manusia ada orang yang menyembah Allah dangan


berada ditepi maka jika mereka memperoleh kebajikan, tetaplah ia
dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana,
berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan diakhirat. Yang
demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Al-Hajj: 11)
Dia berkata, “Setiap kali orang-orang munafik itu mendapatkan
kebanggaan di dalam islam maka mereka merasa tenang. Dan jika
mereka ditimpa musibah di dalam islam di dalam islam itu maka
berdiri untuk kembali kepada kekafiran.6

Didalam amstal musharrahah ditemukan dua model penggunaan


yaitu:

a. Pengumpamakan sesuatu hal yang abstrak dengan sesuatu yang lebih


konkret

5
Jalaluddin al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, 672.
6
Ibid.
6

b. Membandingkan dua perumpamaan antara hal yang abstrak dengan


dua perumpamaan antara hal yang abstrak dengan dua hal yang lebih
konkrit
2. Amtsalul Kaminah
Amtsalul Kaminah adalah amstal yang didalamnya tidak
disebutkan dengan jelas lafadz tamsil (perumpamaan), tetapi ia
menunjukkan makna yang indah, menarik dalam redaksinya yang padat.7
Jadi, sebenarnya Al-Quran sendiri tidak menjelaskan sebagai
bentuk perumpamaan terhadap makna tertentu, hanya saja isi
kandungannya menunjukkan salah satu bentuk perumpamaan. Tegasnya
amstal kaminah ini adalah merupakan matsal (perumpamaan) maknawi
yang tersembunyi, bukan amstal lafdhi yang nampak jelas. Contoh amstal
kaminah dapat dilihat dalam bentu-bentuk berikut:
a. Seorang ulama mengatakan bahwa orang arab tidak mengucapkan
suatu perumpamaan, kecuali karena ada persamaanya dalam Al-Quran.
Ayat-ayat yang senada dengan perkataan, (sebaik-baik urusan adalah
yang sedang-sedang saja ). Seperti dalam firman Allah, salah satunya
yaitu: QS. Al-Furqon ayat 67 tentang nafkah:

}71{ ‫والّذين اذآ أنفقوا لم يسرفوا ولم يقتروا وكان بين ذلك قواما‬

Artinya:

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (hartanya), mereka


tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, tetapi ditengah-tengah antara
yang demikian” (QS. Al-Furqon/25: 67)

b. Al-Mawardi berkata, “Aku mendengar Abu Ashaq Ibrahim bin


Mudlarib bin Ibrahim berkata, ‘Aku mendengar bapakku berkata, ‘Aku
bertanya kepada Husain bin al-Fadl’. Aku berkata, ‘Sesungguhnya
engkau mengenal perumpamaan-perumpamaan bangsa Arab dan

7
Dian Ayu Munfaridah, Thesis: Kajian Ayat-ayat Metafora Sebagai Metodologi Pendidikan
Agama Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2010), 26.
7

bangsa Asing dari Al-Qur’an. Maka apakah kamu menemukan


didalam Al-Qur’an itu ada yang menyatakan bahwa ‘sebaik-baik
segala urusan itu adalah yang pertengahannya?” Dia berkata, ‘Ya. Pada
empat buah tempat.8 Firman Allah Ta’ala:
َ‫ان بَيْنَ َٰذَلِك‬ َ ‫ض َو ََل بِ ْك ٌر‬
ٌ ‫ع َو‬ ِ َ‫ََل ف‬
ٌ ‫ار‬
(yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antar itu) (QS. Al-
Baqarah: 68)

Selain Amstal Musharrahah dan amstal Kaminah terdapat amstal


lain yang masih terjadi perdebatan ulama’ yaitu Amstal Mursalah
(perumpamaan yang terbatas) karena mereka menganggap ayat-ayat yang
mereka namakan telah keluar dari adab Al-Quran dan masih kurang
memenuhi kriteria jika disebut sebagai matsal. Ar-Razy berkata ketika
menafsirkan ayat enam dari surah Al-Kafirun “Untukmu agamamu dan
untukku agamaku” sebagaian orang menjadikan ayat ini sebagai matsal
(untuk membela, membenarkan perbuatannya ketika meninggalkan agama
atau murtad, padahal hal demikian tidak dibenarkan). Sebab Allah
menurunkan Al-Quran bukan untuk dijadikan matsal, tetapi untuk
direnungkan dan kemudian diamalkan isi kandungannya.9

C. Ciri-ciri Amstalul Quran


Adapun ciri-ciri amstalul quran yaitu :
1) Mengandung menjelaskan atau makna yang samar atau abstrak sehingga
menjadi jelas, konkret, dan berkesan.
2) Amstal memiliki kesejajaran antara situasi-situasi perumpamaan yang
dimaksud dan padanya.
3) Ada keseimbangan (tawazun) antara perumpamaan dan keadaan yang
dianalogikakan.

8
Jalaluddin al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, 673.
9
Supiana, Ulumul Quran, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), 30.
8

D. Faedah Amtsalul Qur’an


Ungkapan-ungkapan dalam bentuk amtsal dalam Al-Qur’an mempunyai
beberapa fungsi dan tujuan diantaranya:
1. Matsal Qur’an dapat mengumpulkan makna indah yang menarik dalam
ungkapan yang singkat paadat, seperti halnya dalam amtsal kaminah,
amtsal mursalah, dan sebagainya.
2. Matsal Qur’an dapat mengungkapkan kenyataan dan bisa mengkonkretkan
hal yang abstrak. Contohnya seperti dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 275 yang
mengumpamakan orang-orang pemakan riba yang ditipu oleh hawa
nafsunya, itu diserupakan dengan orang yang sempoyongan karena
kemasukan setan.
3. Mendorong orang giat beramal melakukan hal-hal yang dijadikan
perumpamaan yang menarik dalam Al-Quran.
4. Menghindarkan orang dari pperbuatan tercela yang dijadikan
perumpamaan alam Al-Qur’an. Setelah dipahami kejelekan perbuatan
tersebut. Contohnya Q.S. Al-Hujurat ayat 12, yang bisa menghindarkan
orang dari menggunjingkan orang lain.
5. Memuji orang yang diberi matsal, seperti firman Allah tentang pujian
Allah yang diberikan kepada sahabat dalam Q.S. Al-Fath ayat 29.
6. Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan
nasehat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat
memuaskan hati. Misalnya dalam firman Allah Q.S. Al-Zumar ayat 27.
7. Dibuatnya amtsal dalam Al-Qur’an agar manusia mau melakukan kajian
terhadap kandungan Al-Qur’an, baik yang berkaitan dengan ekosistem,
ekologi, astronomi, anatomi, teologi, biologi, sosiologi, dan ilmu-imu lain
termasuk untuk mengambil pelajaran dari kejadian yang dialami oleh
umat-umat yang lampau.10
8. Pemberian peringatan, nasihat, anjuran, ancaman, perintah untuk
mengambil pelajaran, penegasan, lebih mendekatkan pemahaman yang
dikehendaki kepada akal, dan menyerupakan dengan sesuatu yang dapat

10
Fuad Kauma, Tamsil Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), 3.
9

dilihat karena perumpamaan-perumpamaan itu dapat menggambarkan


sesuatu yang bersifat maknawiyah menjadi sesuatu yang dapat dilihat
dengan nyata. Karena dia dapat lebih menetapkan di dalam pikiran, karena
akal itu lebih dapat tertolong untuk memahami apa yang dapat
disampaikan.
9. Menyerukan sesuatau yang samar dengan sesuatu yang jelas, sesuatu yang
tidak ada dengan sesuatu yang ada.
10. Menunjukkan kepada bertingkat-tingkatnya pahala, pujian dan celaaan,
siksa dan pahala, dan pengagungan terhadap sesuatu atau penghinaan
kepadanya, serta menunjukkan kepada penegasan terhadap sesuatu atau
untuk membatalkannya.11

PENUTUP
Amtsalul Qur’an merupakan cabang ilmu yang mempelajari perumpamaan
dalam Al-Qur’an. Allah menggunakan banyak perumpamaan dalam Al-Qur’an
agar manusia memperhatikan, memahami, mengambil pelajaran, berpikir dan
selalu mengingat. Amtsal Qur’an penting untuk memotivasi orang agar mengikuti
perbuatan baik seperti apa yang digambarkan dalam amtsal, menghindarkan diri
dari perbuatan negatif.
Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan
nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan
hati. Dalam Al-Qur’an Allah banyak menyebut amtsal untuk peringatan supaya
dapat diambil hikmahnya.

11
Jalaluddin al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, 671.
10

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. Fungsi Perumpamaan Dalam Al-Qur’an. Tarbawiyah Jurnal
Ilmiah Pendidikan (online), Vol. 10, No. 02, 2017, (http://e-
journal.metrouniv.ac.id/index.php/tarbawiyah/article/view/344, diakses 30
September 2019).
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2007.
Al-Suyuti, Jalaluddin. Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Beirut: Maktabah Asyriyah,
2008.
Kauma, Fuad. Tamsil Al-Qur’an. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004.
Supiana dan Karman. Ulumul Quran. Bandung: Pustaka Islamika, 2002.
Syadali, Ahmad dan Ahmad Rofi’i. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka Setia,
1997.
Tolchah, Moch. Aneka Pengkajian Studi Al-Qur’an. Yogyakarta: LkiS Pelangi
Aksara, 2016.

Anda mungkin juga menyukai