MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Organisasi dan Administrasi
Oleh:
Kelompok 6
Kelas H
Universitas Brawijaya
Malang
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan
limpahan rahmat-Nya sehingga kami bisa menyusun makalah ini hingga selesai.
Makalah yang berjudul “Pola Kekuasaan Dalam Organisasi” ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Teori Organisasi dan Administrasi yang diampu oleh
M. Chazienul Ulum, S.Sos., M.AP
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Mohon kiranya apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan mohon untuk dimaafkan. Sebagai penulis,
kami juga sangat menerima kritik dan saran yang ingin disampaikan oleh pembaca
di kemudian hari. Semoga dapat bermanfaat untuk semua mahasiswa dan menjadi
inspirasi bagi pembaca. Akhir kata, kami berharap makalah Teori Organisasi dan
Administrasi memberi manfaat dan inspirasi bagi pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I : PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
BAB II : KAJIAN PUSTAKA 3
2.1 Kekuasaan 3
A) Pengertian Kekuasaan 3
B) Sumber Kekuasaan 4
C) Pola Kekuasaan 6
D) Taktik Kekuasaan 8
2.2 Organisasi 9
A) Pengertian Organisasi 9
2.3 Pola Kekuasaan Dalam Sebuah Organisasi 11
A) Pengaruh Pola Kekuasaan Dalam Organisasi 11
B Taktik Politik Dalam Organisasi 12
BAB III : STUDI KASUS 13
BAB IV : PENUTUP 16
Simpulan 16
Saran 17
DAFTAR RUJUKAN 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pemerintahan di Indonesia masa sebelum reformasi belum dapat
menerapkan sistem demokrasi dengan pola kekuasaan dan wewenang yang
jelas. Masyarakat awam masih tabu tentang hal tersebut dikarenakan
minimnya tingkat pendidikan di masa itu.
1.3 Tujuan
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kekuasaan
A. Pengertian Kekuasaan
3
Menurut Maria (2011: 46) kekuasaan bermakna sebuah potensi/kemampuan
yang belum tentu efektif jika dilaksanakan, dan suatu hubungan ketergantungan.
Bisa saja seseorang memiliki suatu kekuasaan tertentu namun tidak bisa
menggunakannya secara maksimal. Kekuasaan diperoleh menurut kepribadian,
potensi, aktivitas, serta situasi dimana seseorang beroperasi. Jadi kekuasaan
merupakan suatu kemampuan atau potensi yang tidak akan terjadi jika tidak
digunakan oleh orang yang memilikinya. Kekuasaan merupakan suatu fungsi akan
ketergantungan. Semakin besar ketergantungan A kepada B, maka semakin besar
pula kekuasaan B dalam suatu hubungan tersebut. Sebuah kekuasaan seseorang
dapat terlihat apabila ia dibutuhkan oleh orang lain, sehingga apabila ia dapat
mempengaruhi sesuatu yang diinginkan oleh orang lain tersebut. Contoh: Orang
tua mempunyai sebuah kekuasaan yang sangat besar atas anaknya, pada saat anak
tersebut masih bersekolah, anak tersebut masih dibiayai oleh orang-tuanya.
Namun, ketika anak tersebut telah lulus, dan memiliki pendapatan dan kehidupan
sendiri, maka kekuasaan orang-tua atas dirinya akan semakin berkurang.
B. Sumber Kekuasaan
4
2. Sumber kekuasaan struktural (structural sources of power).
Kekuasaan ini juga dikenal dengan istilah inter-group atau inter-
departmental power yang merupakan sumber kekuasaan kelompok. Sumber dan
penggunaan kekuasaan pada tingkat kelompok, khususnya departemen yang ada
di dalam suatu organisasi memiliki nilai yang tinggi dalam studi tentang perilaku
organisasi. Kekuasaan lebih ditentukan oleh struktur organisasi. Struktur
organisasi merupakan sebuah mekanisme dalam mengatur sebuah organisasi dan
juga membentuk pola pertukaran informasi melalui komunikasi. Kekuasaan
structural mengkhususkan orang untuk melaksanakan tugas dan mengambil
keputusan dengan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya (Miftah, 2015:332).
Saunders (dalam Maria, 2011) mengatakan bahwa kekuasaan pada tingkat
departemen atau kelompok dapat berasal dari 5 sumber yang potensial, yang
mungkin saja saling tumpang-tindih (overlap), yaitu:
1. Ketergantungan (Dependency). Jika departemen A bergantung pada departemen
B untuk informasi atau kerjasama lainnya untuk dapat mengerjakan tugasnya
dengan efektif, maka departemen B memiliki sumber kekuasaan terhadap
departemen A.
2. Kesentralan (Centrality). Ini adalah ukuran tingkat pentingnya suatu
departemen bekerja untuk tujuan utama organisasi. Secara alternatif dapat
dianggap sebagai suatu ukuran seberapa besar departemen tersebut tidak
dibutuhkan oleh organisasi tersebut. Semakin penting departemen tersebut bagi
organisasinya, maka akan semakin besar kekuasaannya.
3. Sumber Dana (Financial Resources).Departemen yang menghasilkan sumber
dana sendiri, khususnya jika mereka mampu menghasilkan pendapatan lebih besar
dibandingkan departemen lainnya, akan mendapatkan keuntungan dari sumber
kekuasaan ini.
4. Ketidak-berlanjutan (Non-sustainability). Berhubungan dengan tingkat
pentingnya departemen tersebut. Keberlanjutan adalah suatu ukuran seberapa
mudah fungsi dari departemen tersebut digantikan oleh yang lain. Departemen
yang mudah ditutup karena dapat digantikan fungsinya, akan memiliki kekuasaan
yang rendah.
5
5. Menghadapi ketidak-pastian (Copying with uncertaint). Departemen yang
memilikikemampuanmenurunkanketidak-pastianbagidepartemenyanglain,akan
memiliki kekuasaan yang lebih besar.
C. Pola kekuasaan
Menurut French dan Raven (dalam Komang, 2013;126), ada lima tipe kekuasaan,
yaitu :
a. Kekuasaan memberi imbalan (Reward power)
Kekuasaan yang bersumber pada kemampuan untuk menyediakan
penghargaan atau hadiah bagi orang lain, seperti gaji, promosi, atau
penghargaan jasa lainnya seperti meningkatkan kenyamanan kondisi kerja.
Kekuasaan ini muncul pada diri seseorang akibat dia memiliki kemampuan
untuk mengendalikan sumber daya yang dapat mempengaruhi orang lain,
misalnya: ia dapat menaikkan jabatan, memberikan bonus, menaikkan gaji,
atau hal-hal positif lainnya.Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada
kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau
tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui
suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan
kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah ‘jika anda dapat menjamin atau
memberi kepastian gaji atau jabatan saya meningkat, anda dapat
menggunkan reward power anda kepada saya’. Pernyataan ini
mengandung makna, bahwa seseorang dapat melalukan reward power
karena ia mampu memberi kepuasan kepada orang lain. (Maria, 2011:48)
b. Kekuasaan memaksa (Coercive power)
Kekuasaan diperoleh atau bersumber dari rasa takut dengan
membuat para pengikut memiliki rasa takut, misalnya apabila tidak
mengikuti perintah atasan maka bisa dipecat, atau dipindah tugaskan.
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan
kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain. Kekuasaan ini
timbul pada diri seseorang karena orang tersenut merasa memiliki
kemampuan dalam memberikan sanksi atau hukuman (akibat negatif).
Pada suatu organisasi, biasanya seseorang tunduk pada atasannya karena
6
takut dipecat, atau diturunkan dari jabatannya. Kekuasaan ini juga dapat
dimiliki seseorang karena ia mempunyai informasi yang sangat penting
mengenai orang lain, yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap
orang tersebut Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa
atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-
tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji
karyawan. Menurut David Lawless, jika tipe kekuasaan yang poersif ini
terlalu banyak digunakan akan membawa kemungkinan bawahan
melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman yang
dirasakannya tidak adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan
akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. (Maria,
2011, 48)
3. Kekuasaan karena pantas dijadikan contoh (Referent power)
Kekuasaan yang bersumber karena sifat pribadi yang disenangi
atau dikagumi. Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia
memiliki sumber-daya, kepribadian yang menarik, atau karisma tertentu.
Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking,
dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai
kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang
lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para
bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab
atas pekerjaan yang diberikan atasannya. Kekuasaan ini dapat
menimbulkan kekaguman pada orang tersebut, dan membuat orang yang
mengaguminya ingin menjadi seperti orang tersebut. Misalnya seorang
dengan kepribadian menarik, sering dijadikan contoh atau model oleh
orang lain dalam berperilaku. (Maria, 2011, 48)
4. Kekuasaan karena ahli (Expert power)
Kekuasaan ini bersumber atau diperoleh karena punya pengetahuan
dan keahlian yang mana keahlian tersebut tidak dimiliki oleh orang lain.
Kekuasaan yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diripada suatu
keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia
memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam
7
suatu persoalan. Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena dia
memiliki keahlian, ketrampilan atau pengetahuan khusus dalam
bidangnya. Misalnya seorang ahli akutansi yang bekerja pada sebuah
perusahaan, atau seorang karyawan yang memiliki kemampuan
menggunakan bahasa internasional dengan lancar, akan memiliki expert
power karena sangat dibutuhkan oleh perusahaannya. Seorang atasan akan
dianggap memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan
tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut
dan menerima jalan pemecahan yang diberikan pimpinan. Inilah indikasi
dari munculnya expert power. (Maria, 2011, 48)
5. Kekuasaan legal/resmi (Legitimate power)
Kekuasaan yang bersumber pada jabatan/ wewenang/ posisi yang
dimiliki oleh seseorang pemimpin. Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan
yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu
persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan
perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Kekuasaan ini timbul pada diri
seseorang karena ia memiliki posisi sebagai pejabat pada struktur
organisasi formal. Orang ini memiliki kekuasaan resmi untuk
mengendalikan dan menggunakan sumber daya yang ada dalam organisasi.
Kekuasaannya meliputi kekuatan untuk memaksa dan memberi imbalan.
Anggota organisasi biasanya akan mendengarkan dan melaksanakan apa
yang dikatakan oleh pemimpinnya, karena ia memiliki kekuasaan formal
dalam organisasi yang dipimpinnya. Tipe kekuasaan ini bersandar pada
struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai kultur.
Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki
senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan
orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut.
(Maria, 2011, 48)
D. Taktik Kekuasaan
Taktik kekuasaan adalah cara yang ditempuh oleh seseorang untuk
menerjemahkan dasar dasar kekuasaan menjadi tindakan-tindakan yang spesifik.
8
Robbins (dalam Komang dkk, 2013:129) berpendapat bahwa ada tujuh dimensi
taktik atau strategi dalam menggunakan kekuasaan yaitu sebagai berikut :
a. Nalar (reason) : memakai fakta-fakta dan data-data untuk menyajikan ide-
ide secara logis dan rasional.
b. Keramahan (friendlisness) : dengan ramah, kemauan baik, merendahkan
hati sebelum bertindak dalam melakukan sesuatu.
c. Koalisi (coation) : dengan meminta dukungan orang lain dalam organisasi
dalam menunjang permintaan.
d. Tawar menawar (bargaining) : melalui negosiasi, pertukaran keuntungan
usaha.
e. Ketegasan (assertiveness) : dengan menggunakan pendekatan langsung
serta paksa seperti menuntut kepatuhan bawahan, memberi peringatan
kepada bawahan untuk taat.
f. Otoritas atasan (higher authority) : dengan meminta bantuan pimpinan
yang lebih tinggi untuk mendukung perintahnnya.
g. Sanksi (sanctions) : menggunakan imbalan dan hukuman, yaitu dengan
memberi hadiah seperti janji kenaikan gaji, promosi, dan lain-lain.
2.2 Organisasi
A. Pengertian Organisasi
Dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup manusia memerlukan manusia
lain. Usaha dalam memenuhi kebutuhan dengan orang lain dapat dilakukan
dengan membuat sebuah kelompok yang selanjutnya dapat disebut organisasi.
Pengertian dari organisasi menurut para ahli (dalam Jimmy, 2015) anatara lain:
1. Stoner
Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui orang-
orang di bawah pengarahan atasan untuk mengejar tujuan utama bersama.
2. James D. Mooney
Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai
tujuan bersama.
9
3. Stephen P. Robbins
Organisasi adalah suatu kekuasaan (entity) social yang dikoorninasikan
secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi
secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang
bekerja atas dasar yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan
bersama atau sekelompok tujuan.
4. Sondang P. Siagian
Organisasi ialah setiap bentuk persatuan antara dua orang atau lebih yang
bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian
suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat
seseorang/beberapa orang yang disebut atasan dan seseorang/kelompok
yang disebut dengan bawahaan.
5. Melayu S.P Hasibuan
Organisasi ialah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur, dan
terkoorninasi dari sekelompok yang bekerja sama dalam mencapai tujuan
tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja.
6. Pradjudi Armosudiro
Organisasi adalah struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan
kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerja sama secara
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.
7. Cheseter L. Bernard
Organisasi adalah suatu sintem kerja sama antara dua orang atau lebih.
8. Paul Preston dan Thomas Zimmerer
Organisasi adalah sekumpulan orang-orang yang disusun dalam
kelompok-kelompok. Yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
10
2.3 Pola Kekuasaan Dalam Sebuah Organisasi
(1) otoritas rasional legal, yaitu otoritas yang muncul karena kepercayaan
karyawan terhadap legalitas aturan, pembagian kerja dan hak dari orang yang
ditempatkan sebagai pemimpin untuk memberikan perintah;
(2) otoritas tradisional, yaitu otoritas yang muncul karena kepercayaan orang
kepada tradisi, termasuk status seseorang yang karena tradisi atau memiliki
keturunan pemimpin mempunyai hak untuk memerintah;
11
(3) otoritas karismatik, yaitu otoritas yang muncul pada diri seseorang yang
mempunyai karakteristik pribadi yang luar biasa, yang menyebabkan orang
tersebut dianggap mempunyai hak untuk memerintah orang lain. Kegiatan internal
organisasi tetap mengacu kepada otoritas rasional legal, walaupun karena alasan
eksistensi organisasi bisa saja berlaku otoritas tradisional maupun otoritas
karismatik.
Ada beberapa taktik politik yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya
adalah menurut R.W. Allen (dalam Komang, 2013:131) yang mendapatkan
delapan taktik politik sebagai berikut :
12
BAB III
STUDI KASUS
13
dan tekanan psikis yang bertubi-tubi, krisis sosial mulai mengemuka. Perpecahan
warga mulai muncul menyangkut biaya ganti rugi, teori konspirasi penyuapan
oleh Lapindo,6 rebutan truk pembawa tanah urugan hingga penolakan
menyangkut lokasi pembuangan lumpur setelah skenario penanganan teknis
kebocoran 1 (menggunakan snubbing unit) dan 2 (pembuatan relief well)
mengalami kegagalan. Akhirnya, yang muncul adalah konflik horisontal. Setelah
bertahun-tahun berjalan, bahkan hingga kini semburan itu tidak dapat dihentikan
dan menjadi ancaman serius bagi orang-orang yang tinggal di sekitar wilayah itu.
Tidak ada yang dapat memprediksi kapan semburan ini berhenti. Sampai saat ini,
usaha pemerintah dan/atau Lapindo belum menunjukkan keberhasilan untuk
menghentikan semburan ataupun mengelola dampak sosial dan lingkungan dari
luberan lumpur itu. Melihat bencana ini sebagai bencana kemanusiaan yang
terkait dengan isu-isu pembangunan, negara, kapital dan ruang publik. Relasi
pemerintah dan Lapindo cukup rumit, karena pemilik saham terbesar Lapindo
adalah juga seorang menteri dalam periode 2004 -2009, Aburizal Bakrie. Wacana
yang berkembang dalam kasus ini adalah adanya usaha menggunakan legitimasi
kekuasaan dalam segala tindakan taktis pemerintah untuk menangani dampak
pasca-bencana yang cenderung melindungi satu pihak dan menegasikan yang lain
(Elmaghfira, 2017)
Dalam situasi dan kondisi bagaimana pun, jika seseorang berusaha untuk
mempengaruhi perilaku orang lain, maka aktivitas seperti itu telah melibatkannya
ke dalam aktivitas kepemimpinan. Jika kepemimpinan tersebut terjadi dalam suatu
organisasi tertentu dan seseorang berupaya agar tujuan organisasi tercapai, maka
orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Kekuasaan yang
dimiliki oleh para petinggi Lapindo Brantas juga mempengaruhi jalannya kasus
dan tuntutan yang mengarah pada kasus lumpur lapindo. Hal tersebut merupakan
gambaran kekuasaan dan poliitk dalam kaitannya dengan elemen lingkungan di
luar organisasi. Adapun hubungan dominant coalition dengan anggota dalam
organisasi pasti sangat ditentukan oleh direktur dan pemegang saham di Lapindo
Brantas sebagai pihak yang menguasai sumber daya dari Lapindo Brantas Inc.
Penggunaan kekuasaan dan politik untuk mengelola suatu organisasi sangat
menentukan arah dari organisasi yang bersangkutan. Kaitan antara organisasi,
14
politik, dan kekuasaan dalam kasus Lapindo menunjukkan adanya pengaruh kuat
dari politik, kekuasaan dari dominant coalition di Lapindo Brantas Inc yang
menjadikan kasus dan masalah yang menghalangi Lapindo Brantas terkait lumpur
lapindo dapat diatasi (Tuti, 2015).
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
16
4.2 Saran
17
DAFTAR RUJUKAN
Elika, Elmaghfira. dkk. 2017. “Bencana Sosial Kasus Lumpur Pt. Lapindo
Brantas Sidoarjo, Jawa Timur”. Jurnal Penelitian & PKM. Vol 4, No: 2
hal: 129 - 389. 2017.
Marianti, Maria Merry. 2011. “Kekuasaan dan Taktik Mempengaruhi Orang Lain
Dalam Organisasi”. Jurnal Administrasi Bisnis, Vol.7, No.1: hal. 45–58,
2011.
18