Ijtihad
Ijtihad
HUKUM ISLAM
“ IJTIHAD, ITTIBA’, TALFIQ DAN TAQLID “
DISUSUN OLEH
A. Latar Belakang
Ilmu ushul fiqh merupakan metode dalam menggali dan menerapkan hukum, itu sangat
berguna untuk membimbing para mujahidin dalam mengistimbatkan hukum syara’ secara
benar dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya. Melalui ushul fiqh dapat
ditemukan
jalan keluar dalam menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatannya bertentangan
dengan dalil
lainnya.
Dalam ushul fiqh juga dibahas masalah “ ijtihad, ittiba’, talfiq dan taqlid “.
Keempatnya
memiliki arti yang berbeda dan maksudpun berbeda. Tetapi keempatnya sangat jelas
diatur dalam islam ittiba’ ini di dasarkan dalam al-qur’an surah an-nahl ayat 43
yang
artinya : dan kami telah mengutus sebelum kamu kecuali orang-orang lelaki yang
kami
beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengatahuan jika kamu tidak mengetahui.
B. Rumus masalah
Secara bahasa ijtihad berasal dari kata bahasa arab yaitu” ijtahada-yajtahidu-
ijtihad “,
yang memiliki arti mengerahkan segala kemampuan bersungguh-sungguh mencurahkan
tenaga atau bekerja secara optimal.
Secara istilah ijtihad berarti mencurahkan segenap tenaga dan fikiran secara
sungguh-
sungguh dalam menetapkan suatu hukum dalam islam.
1. Bentuk-Bentuk Ijtihad
a. Ijma’
Ijtihad dengan bentuk ijma’ adalah kesepakatan para ulama’ mujtahidin dalam
memutuskan suatu perkara hukum.
Contoh : para sahabat mengumpulkan lembaran-lembaran al-qur’an sehingga menjadi
sebuah kitab suci al-qur’an yang biasa kita miliki pada zaman sekarang.
b. Qiyas
Qiyas dalam menyamakan masalah baru yang tidak ada dalam al-qur’an dan hadist
dengan suatu hukum yang sudah ada dan jelas baik dalam hadist ataupun al-qur’an
karena kesamaan sifat atau karakter permasalahan.
Contoh : haram meminum minuman keras yang memabukkan, narkoba, dll. Hal tersebut
sama dengan hukum khomar dalam al-qur’an.
Allah berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi,
berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan
keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar
kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah : 90)
c. Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah adalah suatu ijtihad yang menetapkan hukum berdasarkan menitik
beratkan pada kemamfaatan suatu perbuatan dan tujuan hakiki terhadap syari’at
islam.
Misalkan, kewajiban mengganti rugi barang yang rusak diantara pembeli dan
penjual
yang sebelumnya diluar perjanjian.
A. Ittiba’
1. Pengertian Ittiba’
Menurut bahasa ittiba’ adalah mengikuti atau menurut, sedangkan menurut
istilah,
ittiba’ adalah mengikuti semua yang diperintahkan atau yang dilarang dan
yang
dibenarkan pleh rasulullah saw. Salah satu ulama’ berpendapat bahwa
ittiba’ adalah
menerima atau mengikuti pendapat atau perbuatan seseorang dengan
mengetahui dasar
pendapat atau perbuatannya itu.
2. Hukum Ittiba’
Dari pengertian tersebut diatas, jelaslah yang dinamakan ittiba’
bukanlah mengikuti
pendapt ulama’ tanpa alasan agama. Adapun orang yang mengambil atau
mengikuti
alasan-alasan dinamakan ‘ muttabi’
Hukum ittiba’ adalah wajib bagi setiap muslim, karena ittiba’ adalah
perintah allah,
sebagaimana firman allah :
Artinya. Ikuti apa yang diturunkan padamu dari tuhanmu, dan janganlah
kamu ikuti
selain dia sebagai pemimpin, sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.
( QS. Al-a’raf ).
Dalam ayat tersebut kita diperintahkan mengikuti perintah-perintah
allah, kita telah
mengikuti bahwa tiap-tiap perintah adalah wajib, dan tidak terdapat
dalil yang
merubahnya. Disamping itu juga ada sabda nabi muhammad saw.
Wajib atas kamu mengikuti sunnahku dan peerjalanan sunnah khulafaur
rasyidin
sesudahku. ( HR. Abu daud ).
a. Mengenai ittiba’ kepada para ulama’ dan mujtahidin ( selain allah dan
rasulnya )
terdapat perbedaan pendapat,. Imam Ahmad Bin Hambal hanya membolehkan
ittiba’
kepada Rasul, sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa boleh ittiba’
kepada ulama’
yang dikategorikan sebagai “ waratsatul anbiya’ “
Allah berfirman dalam surah An-nahl 43.
Artinya. Maka bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai ilmu
pengetahuan
jika kamu tidak mengetahuinya. ( An-nahl 43 ).1
B. Talfiq
1. Pengertian Talfiq
Talfiq ialah mendatangkan suatu cara dalam ibadah atau mu’amalah yang
tidak pernah
dinyatakan oleh ulama’mujtahid. Dalam Ilmu ushul fiqh berarti
mengamalkan satu
hukum yang terdiri dari dua mazhab ataupun lebih.
Maksudnya adalah seperti seseorang yang mengikuti pendapat imam syafi’i
dalam
masalah iddah wanita yang ditalak, karena alasanya lebih kuat dari
mazhab lain
umpamanya, sedangkan dalam hal nikah tidak adanya wali dalam perkawinan.
Ia
mengikuti pendapat imam hanafi, karena merasa alasanya lebih kuat. Yang
demikian
dinamakan talfiq dalam masalah yang berlainan.
1
Ibnu manzhur,lisan al-arab,jilid 8, hal 105
Disamping itu juga termasuk dalam kategori talfiq, seseorang bertalfiq
dalam satu
masalah seperti dalam masalah wudhu, seseorang yang tidak melafaskan
niat, karena
mengikuti imam hanafi, tapi dalam hal mengusap kepala ketika wudhu cukup
sebagian
kepala saja karena mengikuti imam syafi’i misalnya.
2. Hukum Talfiq
Para ulama’ mutaqoddimin tidak membuat larangan terhadap talfiq, atau
seseorang
yang bertalfiq, bahkan pada banyak tempat mereka menganjurkan untuk
meneliti fatwa-
fatwa mereka. Dan juga mengatakan bahwa tidaklah halal mempatwakan fatwa
mereka
bila tidak diketahui alasannya. Mereka juga memfatwakan supaya
melemparkan jauh-
jauh fatwa mereka bila ternyata bertentangan dengan agama.
Setelah dilakukan penela’ah memang diperbolehkan talfiq dalam
perselisihan para
ulama’ atau lebih jelasnya adalah para fuqaha mutaakhirin. Adapun mereka
yang
fanatik pada mazhab berfatwa bahwa para qhadi berhak menghukum terhadap
orang
yang berpindah mazhab ( hukum ta’zir ). Maka pendapat mutaakhirin yang
terkuat
adalah pendapat yang memperbolehkan talfiq atau bertalfiq. Sedangkan
perbedaan
pendapat antara mereka adalah sebagai berikut :
a. Imam Syafi’i tidak membenarkan seseorang berpindah mazhab, baik secara
keseluruhan masalah, yakni dalam masalah berlainan. Maupun dalam satu
bidang
masalah saja.
b. Imam Hanafi membolehkan talfiq dengan syarat bahwa yang ditalfiqkan itu
bukan
dalam satu bidang masalah atau qaidah.
c. Imam Maliki boleh taqlid kepada setiap mazhab islam yang mu’tamada
( diakui )
sekalipun talfiq. Hanya dalam keadaan darurat,hajat,lemah maupun udzur.
Tetapi harus
didasari kebutuhan dan maslahat bukan main-main atau mengikuti hawa
nafsu. 2
DALIL YANG MENGHARAMKAN TALFIQ
Misalnya” ‘iddah wanita hamil yang suaminya meninggal dunia, terdapat
dua
pendapat.
2
Dr.wahbah, az-zuhaili, bahtsan al-akhzi bi-arrukhash as-syariyyah wa
hukmuh,jilid 10, hal 14.
Adanya dua pilihan maksudnya ada dua pendapat yang masing-masing dilandasi
dalil syar’i yang benar, namun salah satunya lebih ringan untuk dikerjakan
maka
nabi Muhammad SAW selalu cenderung untuk mengerjakan yang lebih ringan.
C. Taqlid
1. Pengertian Taqlid
Kata taqlid berasal dari bahasa arab yakni kata kerja “ qallada-yuqallidu-
taqliidan “.
Yang artinya meniru seseorang dan sejenisnya. Adapun taqlid yang dimaksud dalam
istilah ilmu ushul fiqh adalah menerima perkataan orang lain yang berkata, dan
kamu
tidak mengetahui alasannya itu, ada juga perkataan orang lain yang tidak ada
alasanya.
Selain definisi tersebut, masih banyak lagi definisi uang yang diberikan oleh
para
ulama’ yang kesemuanya tidak jauh berbeda dengan definisi diatas. Dari semua itu
dapat disimpulkan bahwa, taqlid adalah menerima atau mengambil perkataan orang
lain
yang tidak berdasarkan dari al-qur’an, hadist, ijma’ dan qiyas.
Para ulama’ membagi hukum taqlid menjadi tiga yaitu :
1. Haram, yaitu taqlid kepada adat istiadat yang bertentangan dengan al-qur’an dan
sunnah, taqlid kepada seseorang yang tidak diketahui kemampuannya atau
alasannya,
dan taqlid kepada pendapat seseorang sedangkan ia mengetahui bahwa pendapat
orang
itu salah.
2. Boleh, yaitu taqlid kepada mujtahidin, dengan syarat bahwa yang bersangkutan
selalu
berusaha menyelidiki kebenaran masalah yang diikuti, dengan kata lain bahwa
taqlid
seperti ini sifatnya hanya sementara.
3. Wajib, yaitu taqlid kepada orang yang perkataan, perbuataan dan ketetapannya
dijadikan hujjah, yaitu rasulullah saw.
A. Kesimpulan
Dari pengertian ijtihad, ittiba’, talfiq dan taqlid diatas maka dapat
disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan ijtihad adalah bersungguh-sungguh dalam mengerjakan segala
sesuatu,
dan ittiba’ adalah mengambil atau menerima perkataan seorang fakih atau
mujtahid,
dengan mengetahui alasannya serta tidak terikat pada salah satu mazhab dalam
mengambil
suatu hukum berdasarkan alasan yang dianggap lebih kuat dengan jalan membanding.
Talfiq adalah mengamalkan satu hukum yang terdiri dari dua mazhab atau lebih
atau dapat
dikatakan bahwa talfiq adalah mencampur adukkan hukum yang ditetapkan oleh satu
mazhab dengan mazhab lainnya. Contohnya : seperti dalam masalah wudhu, seseorang
tidak melapaskan niat karena mengikuti mazhab hanafi, tetapi dalam mengusap
kepala
ketika wudhu cukup sebagian kepala saja, karena mengikuti mazhab maliki
misalnya.
Taqlid adalah menerima perkataan orang lain yang berkata, sedang sipenerima
tersebut
tidak mengetahui alasan perkataannya itu.
B. Kata Penutup
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi “ ijtihad, ittiba’, talfiq
dan
taqlid “. Yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan kami, semoga makalah
ini
dapat bermanfaat dan berguna bagi penulis dan pendengar. Sekian dari kami semoga
dapat
diterima dan kami ucapkan ribuan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-
besarnya
akmi akhiri wabillahi wattaufiq walhidayah wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.