Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan dan perkembangan pendidikan sejalan dengan ilmu pengetahuan

dan teknologi, sehingga perubahan akhlak pada anak sangat dipengaruhi oleh

pendidikan formal, informal dan non-formal. Penerapan pendidikan akhlak pada

anak sebaiknya dilakukan sedini mungkin agar kualitas anak yang berakhlak mulia

sebagai bekal khusus bagi dirinya, umumnya bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan

agama.

Betapa banyak faktor penyebab terjadinya kenakalan pada anak-anak yang

dapat menyeret mereka pada moral dan pendidikan yang buruk dalam masyarakat,

dan kenyataan kehidupan yang pahit penuh dengan “kegilaan”, betapa banyak

sumber kejahatan dan kerusakan yang menyeret mereka dari berbagai sudut dan

tempat berpijak.

Ahklak mulia dalam pergaulan adalah akhlak yang sesuai dengan ketentuan

yang ada dalam dalam alqur’an dan hadist. Akhlak dalam pergaulan yang baik telah

diajarkan oleh rasullullah kepada setiap umat khususnya umat islam. Setiap aturan

dalam islam tentang akhlak dalam pergaulan bertujuan tentang cara bagaimana

manusia memposisikan dirinya sebagai mahkluk tuhan demi terwujud suatu

kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat sesuai dengan yang diingankan

oleh Allah SWT.

Akhlak yang baik adalah fondasi agama dan merupakan hasil dari usaha

orang-orang yang bertakwa. Memiliki akhlak yang baik, seseorang akan diangkat
derajatnya kederajat yang lebih tinggi oleh tuhan. Aklhak mulia tersebut menyangkut

tentang etika, budi-pekerti dan moral sebagai manifestasi dari pendidikan agama.

Tegaknya aktivitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itu yang

dapat menerangkan bahwa orang itu telah memiliki akhlak yang baik. Semua

bermuara pada realisasi tanggung jawab kepada Allah SWT. Jika seseorang telah

memahami tentang akhlak maka akan menghasilkan kebiasaan hidup yang baik yang

diinginkan oleh Allah SWT.

Berdasarkan permasalahan diatas, jika orang tua atau pendidik tidak dapat

memikul tanggung jawab dan amanat yang diberikan pada anak, dan pula tidak

mengethui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kelainan pada anak-anak serta

upaya penanggulangannya maka akan terlihat suatu generasi yang bergiliran dosa

dan penderitaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, dapat dilakukan dengan

mengetahui atau memahami bagaimana kita mendidik dengan cara yang benar

kepada anak, ataupun sesama muslim dari berbagai sumber buku, membuka internet,

maupun bertanya kepada orang yang lebih tahu, sehingga kita tertarik untuk

mempelajari dan mengajari adab sopan santun.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian adab dan Sopan Santun?

2. Apa saja adab sopan santun kepada ALLAH SWT?

3. Apa saja adab sopan santun kepada Rasulullah?

4. Apa saja adab sopan santun kepada keluarga Rasulullah?


C. Tujuan Penelitian

1. Mahasiswa harus mengetahui pengertian adab dan sopan santun.

2. Mahasiswa harus mengetahui apa saja adab sopan santun kepada ALLAH

SWT

3. Mahasiswa harus mengetahui apa saja adab sopan santun kepada rasulullah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adab Sopan Santun

Adab adalah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas

aturan agama, Norma tentang adab ini digunakan dalam pergaulan antarmanusia,

antartetangga, dan antarkaum. Sebutan orang beradab sesungguhnya berarti bahwa

orang itu mengetahui aturan tentang adab atau sopan santun yang ditentukan dalam

agama Islam. Sedangkan Norma sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul

dari hasil pergaulan sekelompok itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa

yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat,

lingkungan, atau waktu.

Secara bahasa sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil

pergaulan sekelompok itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang

dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan,

atau waktu.

Sopan santun adalah suatu sikap atau tingkah laku yang ramah terhadap orang

lain, sopansantun juga dapat di pandang oleh suatu masyarakat mungkin sebaliknya

masyarakat jugadapat di pandang oleh masyarakat lain atau kekerabatan/persanakan.

Menurut Abdul Muhammad Nur Hafizh (1988:9) menyatakan Sopan Santun

adalah suatu etika/norma terhadap tingkah laku kita dalam kehidupan sehari – hari.

Menurut Erislan (2005) menyatakan Sopan Santun adalah suatu norma hidup

yang timbul dari sebuah hasil pergaulan sekelompok manusia di dalam masyarakat

dan dianggap sebagai pedoman pergaulan sehari-hari masyarakat itu.


Secara etimologis sopan santun berasal dari dua buah kata, yaitu kata sopan,

santun. Keduanya telah bergabung menjadi sebuah kata majemuk.

jadi, sopan santun adalah pengetahuan yang berkaitan dengan penghormatan

melaluisikap, perbuatan atau tingkah laku, budi pekerti yang baik, sesuai dengan tata

krama, peradaban dan kesusilaan. Hadits dari para Imam Ma’sumin yang berkaitan

dengan tema ini;

ٌ‫َابٌٌ ُحلُلٌٌ ُم َج َّددَة‬


ُ ‫اآلد‬
Artinya: “Sopan santun adalah pakaian penghias yang terus-menerus baru.”

Dalam hadis lain dari Imam as-Shadiq berkata:

ٌٌ‫َخ ْمسٌٌ َم ْنٌٌلَ ْمٌٌتَك ُْنٌٌفِ ْي ِهٌٌلَ ْمٌٌيَك ُْنٌٌ َكثِ ْيرٌٌفِ ْي ِه‬

ٌٌ‫س ُن‬ ِ ُ‫س ُنٌٌا ْل ُخل‬


ْ ‫ٌٌو ُح‬
َ ‫ق‬ َ ‫ٌٌوا ْل َحيَا ُء‬
ْ ‫ٌٌو ُح‬ َ ‫ٌٌوا ْلعَ ْق ُل‬ ‫ستَ ْمتِع‬
َ ‫ٌالد ْي ُن‬:ٌٌ
ِ ْ ‫ُم‬

ِ ‫األَ َد‬
ٌ‫ب‬
Artinya: “Lima hal yang jika tidak ada dalam diri seseorang maka ia tidak akan

memiliki banyak peminat: agama, akal, rasa malu, budi pekerti dan kesopanan.”

B. Adab Sopan Santun Kepada Allah

Sesungguhnya nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hambaNya

sangat banyak, tidak terhitung jumlahnya. Kemana saja seorang hamba mengarahkan
pandangannya, dia akan melihat nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dihadapannya.

Kenikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah diperoleh hamba-Nya semenjak dia

berupa setetes air mani yang bercampur dengan sel telur yang bergantung di dalam

rahim ibunya. Kemudian selalu mengiringinya sampai ajal menjemputnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫ض ُّرٌفَ ِإلَ ْي ِهٌتَ ْجأ َ ُر‬


ٌ‫ون‬ ُّ ‫س ُك ُمٌال‬ َّ ‫ٌم ْنٌنِ ْع َمةٌٍفَ ِم َن‬
َّ ‫ٌَّللاٌٌِۖث ُ َّمٌإِذَاٌ َم‬ ِ ‫َو َماٌ ِب ُك ْم‬

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya),

dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu

meminta pertolongan.” [an-Nahl/16:53]

Bahkan jika manusia hendak menghitung nikmat-Nya, maka dia tidak akan

mampu menghitungnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫ٌَّللاٌَلَغَفُور‬
ٌ‫ٌر ِحيم‬ ِ َّ َ‫َو ِإ ْنٌتَعُدُّواٌ ِن ْع َمة‬
ُ ‫ٌَّللا ٌََلٌت ُ ْح‬
َّ ‫صو َهاٌٌۗ ِإ َّن‬

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala,

niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa

Ta’ala benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [an-Nahl/16:18]

Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki hak yang menjadi

kewajiban para hamba-Nya. Hak kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut harus

diutamakan daripada hak-hak sesama makhluk. Diantara yang menjadi hak Allah

Azza wa Jalla dan menjadi kewajiban para hamba yaitu memiliki adab yang baik
kepada Allah Azza wa Jalla . Maka wajib bagi seorang hamba memiliki adab-adab

sebagai berikut:

1. Iman Dan Tidak Kufur

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk

beriman kepada-Nya dan kepada perkara-perkara yang wajib diimani. Allah

Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ٌ‫علَى‬ ِ ‫ٌوا ْل ِكتَا‬


َ ٌ‫بٌالَّذِيٌنَ َّز َل‬ َ ‫سو ِل ِه‬
ُ ‫ٌو َر‬ َّ ‫واٌآمنُواٌ ِب‬
َ ِ‫اَّلل‬ َ ‫ٌ يٌَاٌأَيُّ َهاٌالَّذ‬
ِ ُ‫ِينٌآ َمن‬

َّ ‫ٌۚو َم ْنٌ َي ْكفُ ْرٌ ِب‬


ٌِ‫اَّلل‬ ِ ‫بٌالَّذِيٌأَ ْن َز َل‬
َ ٌ‫ٌم ْنٌقَ ْب ُل‬ ِ ‫ٌوا ْل ِكتَا‬
َ ‫سو ِل ِه‬
ُ ‫َر‬

ٌ‫ٌو َم ََلئِ َك ِت ِه‬


َ ‫ض ََل اَلٌبَ ِعيداا‬ َ ٌْ‫ٌاآل ِخ ِرٌفَقَد‬
َ ٌ‫ض َّل‬ ْ ‫ٌوا ْليَ ْو ِم‬
َ ‫س ِل ِه‬ َ ‫َو ُكت ُ ِب ِه‬
ُ ‫ٌو ُر‬

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-

Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah

turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah , malaikat-malaikat-Nya,

kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu

telah sesat sejauh-jauhnya.” [an-Nisâ’/4:136]

Maka sepantasnya seorang hamba beriman kepada Allah Subhanahu wa

Ta’ala, meyakini kebenaran firman-Nya dan tunduk terhadap perintah dan larangan-

Nya. Sungguh tidak beradab ketika ada seorang hamba yang ingkar dan menentang-

Nya. Allah Azza wa Jalla mencela orang-orang yang ingkar kepada-Nya dengan

celaan yang keras, sebagaimana firman-Nya:


ٌ‫ٌو ُك ْنت ُ ْمٌأَ ٌْم َواتااٌفَأ َ ْحيَا ُك ْمٌٌۖث ُ َّمٌيُ ِميت ُ ُك ْمٌث ُ َّمٌيُ ْحيِي ُك ْمٌث ُ َّم‬
َ ِ‫اَّلل‬ َ ‫فٌتَ ْكفُ ُر‬
َّ ِ‫ونٌب‬ َ ‫ٌ َك ْي‬

َ ُ‫ِإلَ ْي ِهٌت ُ ْر َجع‬


ٌ‫ون‬

“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah

menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali,

kemudian hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?” [al-Baqarah/2: 28]

Termasuk beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah meyakini

keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan

mengimani nama-nama dan sifat-sifat-Nya sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah

Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

Demikian juga termasuk syarat iman adalah menjauhi syirik, karena syirik itu

menghapuskan amal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ٌ َ‫ٌم ْنٌقَ ْب ِلكَ ٌلَئِ ْنٌأَش َْر ْكت‬ َ ‫ٌو ِإ َلىٌالَّذ‬


ِ ‫ِين‬ ِ ُ ‫َولَقَدٌْأ‬
َ َ‫وح َيٌ ِإلَ ْيك‬

ٌ‫ين ٌلَيَ ْحبٌَ َط َّن‬ ِ ‫ٌم َنٌا ْل َخا‬


ٌَ ‫س ِر‬ ِ ‫ٌولَتَكُونَ َّن‬
َ َ‫ع َملُك‬
َ

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)

sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu

dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” [az-Zumar/39:65]

2. Syukur Dan Tidak Kufur Nikmat

Nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambanya sangat banyak, oleh

karena itu kewajiban seorang hamba untuk mensyukurinya adalah dengan mengakui
bahwa nikmat itu datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala , memuji-Nya dengan

lidah, dan mempergunakan nikmat-nikmat tersebut untuk keridhaan-Nya. Allah

Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ ‫يٌو ََلٌتَ ْكفُ ُر‬


ٌ‫ون‬ َ ‫فَا ْذك ُُرونِيٌأَ ْذك ُْر ُك ْم‬
ْ ‫ٌوا‬
َ ‫شك ُُرواٌ ِل‬

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu,

dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” [al-

Baqarah/2:152]

Sungguh tidak beradab, perbuatan mengingkari kenikmatan dan keutaman dari Rabb

pemberi kebaikan.

3. Mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’alaٌDanٌTidakٌMelupakan-Nya

Manusia hendaklah selalu mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak

melupakan-Nya. Karena kewajiban hamba adalah mencintai Allah Subhanahu wa

Ta’ala dengan kecintaan yang paling tinggi. Seseorang yang mencintai sesuatu, dia

akan selalu mengingat dan menyebutnya serta tidak melupakannya. Orang yang

melupakan Allah Azza wa Jalla , Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan

melupakannya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membiarkannya dalam kesusahan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

َ ُ‫سا ُه ٌْمٌأَ ْنف‬


ٌ‫س ُه ْمٌٌۚأُولَئِكَ ٌ ُه ُم‬ َ ‫واٌَّللاٌَفَأ َ ْن‬
َّ ‫س‬ َ ‫َو ََلٌتَكُونُواٌكَالَّذ‬
ُ ‫ِينٌ َن‬

ِ ‫ا ْلفَا‬
َ ُ‫سق‬
ٌ‫ون‬
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah

menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang

fasik.” [al-Hasyr/59:19].

4. Taat Dan Tidak Bermaksiat

Yaitu selalu berusaha mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya,

dan mengembalikan segala perkara yang diperselisihkan kepada Allah Subhanahu wa

Ta’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ ‫ٌوأ ُ ْو ِلىٌاْألَ ْم ِر‬


ٌ‫ٌمن ُك ْم‬ َ ‫سو َل‬
ُ ‫واٌالر‬
َّ ُ‫ٌوأَ ِطيع‬
َ َ‫ِينٌ َءا َمنُواٌأَ ِطيعُواٌهللا‬
َ ‫ٌيَاأَيُّ َهاٌالَّذ‬

ٌ‫سو ِلٌإِنٌكُنت ُ ْم‬


ُ ‫الر‬ َ ِ‫از ْعت ُ ْمٌفِيٌش َْىءٍ ٌفَ ُردُّوهٌُإِلَىٌهللا‬
َّ ‫ٌو‬ َ َ‫فَ ِإنٌتَن‬

ٌ ‫س ُنٌتَأ ْ ِوي‬
َ ُ‫َلا ٌت ُ ْؤ ِمن‬
ٌ‫ون‬ َ ‫ٌوأَ ْح‬
َ ُُ ‫ٌوا ْل َي ْو ِمٌاْألَ ِخ ِرٌذَ ِلكَ ٌ َخ ْي ُر‬
َ ِ‫ِباهلل‬

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya),

dan ulil amri (ulama dam umarâ’) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’ân) dan

Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [an-Nisâ’

/ 4:59].
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala

memerintahkan hambanya agar mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya. Allah

Subhanahu wa Ta’ala mengulangi kata kerja (yakni: ta’atilah!) sebagai

pemberitahuan bahwa mentaati Rasul-Nya wajib secara mutlak, yaitu dengan tanpa

meninjau apa yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan terhadap Al-

Qur’an. Jika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan, wajib mentaatinya

secara mutlak, baik apakah yang beliau perintahkan itu ada dalam Al-Qur’an atau

tidak ada di dalamnya. Karena sesungguhnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam

diberi al-Kitâb dan yang semisalnya bersamanya”. [I’lâmul Muwaqqi’în 2/46,

penerbit: Dârul Hadîts, Kairo, th: 1422 H /2002 H]

Oleh karena itulah seorang mukmin akan selalu tunduk terhadap keputusan

Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫سولَهُ ٌأَ ْم ارا ٌأَنٌيَك‬


ٌ‫ُون‬ ُ ‫ٌو َر‬ َ َ‫ٌوَلَ ٌ ُم ْؤ ِمنَ ٍة ٌ ِإذَاٌق‬
َ ُ‫ضىٌهللا‬ َ ‫َان ٌ ِل ُم ْؤ ِم ٍن‬
َ ‫ٌو َماٌك‬
َ

‫ضَلَ ٌَلا‬ َ ٌ ‫سولَهُ ٌفَقَ ْد‬


َ ٌ ‫ض َّل‬ ُ ‫ٌو َر‬
َ َ‫ص ٌهللا‬ َ ‫ٌم ْن ٌأَ ْم ِر ِه ْم‬
ِ ‫ٌو َمن ٌ َي ْع‬ ِ َ‫ٌلَ ُه ُم ٌا ْل ِخ َي َرة‬

‫ُّم ِبيناا‬

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi

perempuan yang mu’min, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu

ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) dari urusan mereka. Barang
siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang

nyata.” [al-Ahzâb / 33: 36]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ayat ini umum, mencakup semua

perkara, yaitu jika Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya telah menetapkan

sesuatu, maka tidak ada hak bagi siapapun untuk menyelisihinya, dan di sini tidak

ada pilihan bagi siapapun, tidak ada juga pendapat dan perkataan (yang menyelisihi

ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya)”. [Tafsîr Ibnu Katsîr, Surat al-

Ahzâb /33:36]

Sungguh tidak beradab, jika ada seorang hamba yang lemah berani menentang

Penguasanya Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa dengan perbuatan maksiat dan

kezhaliman.

5. Tidak Mendahului Allah SubhanahuٌWaٌTa’alaٌDanٌRasul-Nya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ٌٌَۚ‫واٌَّللا‬
َّ ُ‫ٌۖواتَّق‬
َ ٌ‫سو ِل ِه‬
ُ ‫ٌو َر‬ َّ ِ ‫واٌَلٌتُقَ ِد ُمواٌبَ ْي َنٌيَ َدي‬
َ ِ‫ٌَّللا‬ َ ‫يَاٌأَيُّ َهاٌالَّذ‬
َ ُ‫ِينٌآ َمن‬

ٌ‫ع ِليمٌ ٌ ِإ َّن‬


َ ٌ‫س ِميع‬
َ ٌَ‫َّللا‬
َّ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan

Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar

lagi Maha Mengetahui.” [al-Hujurât /49:1]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Maksudnya : ‘Janganlah kamu

berkata sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, janganlah kamu

memerintah sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah, janganlah


kamu berfatwa sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berfatwa, janganlah kamu

memutuskan perkara sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memutuskan

perkara padanya dan melangsungkan keputusannya.” [I’lâmul Muwaqqi’în, 2/49),

penerbit: Dârul Hadîts, Kairo, Th: 1422 H /2002 H]

6. Takut Terhadap Siksa-Nya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫شتَ ُرواٌ ِبآيَاتِيٌثَ َمنااٌقَ ِل ا‬


ٌ‫يَل‬ ْ َ‫ٌو ََلٌت‬ ْ ‫ٌو‬
َ ‫اخش َْو ِن‬ َ َّ‫فَ ََلٌتَ ْخش َُواٌالن‬
َ ‫اس‬

“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-

Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit.” [al-

Mâidah/5: 44]

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Takut itu

ada beberapa macam: Pertama : Takut karena ibadah, merendahkan diri,

pengagungan, dan ketundukan. Inilah yang dinamakan khauf sirr. Ini tidak pantas

kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Barangsiapa menyekutukan selain Allah

Subhanahu wa Ta’ala bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala (dengan takut ini-pen) dia

adalah orang yang melakukan syirik akbar. Contoh : Orang yang takut kepada

patung, orang yang telah mati, atau orang-orang yang mereka sangka sebagai wali

dan mereka yakini bisa mendatangkan manfaat dan bahaya bagi mereka,

sebagaimana dilakukan oleh sebagian penyembah kubur, dia takut kepada penghuni

kubur melebihi takutnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala “. [al-Qaulul Mufîd,

2/166; penerbit: Dârul ‘ Âshimah]

7. Malu Kepada-Nya
Seorang muslim akan selalu menyadari bahwa ilmu Allah Subhanahu wa

Ta’ala dan pengawasan-Nya itu meliputi segala sesuatu, termasuk semua

keadaannya. Oleh karena itu hatinya penuh dengan rasa hormat dan pengagungan

kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Dia malu berbuat maksiat dan menyelisihi

keridhaan-Nya. Karena bukanlah merupakan adab, ketika seorang hamba

menampakkan perbuatan maksiatnya kepada tuannya atau membalas kebaikannya

dengan keburukan-keburukan, padahal tuannya selalu mengawasinya. Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan para sahabatnya agar benar-benar

merasa malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , sebagaimana dalam hadits:

ٌ‫علَ ْي ِه‬ َّ َّ‫صل‬


َ ٌُ‫ىٌَّللا‬ َ ٌِ‫ٌَّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ َ ‫سعُودٌٍقَا َلٌقَا َل‬
ُ ‫ٌر‬ ْ ‫ٌَِّللاٌِ ْب ِنٌ َم‬ َ ٌ‫ع َْن‬
َّ ‫ع ْبد‬

ٌ‫سلَّ َم‬ َ ٌ‫ٌَّللاٌِ ِإنَّا‬


َ ‫ٌو‬ َّ ‫سو َل‬ َ َ‫اءٌقَا َلٌقُ ْلنَاٌي‬
ُ ‫اٌر‬ ِ َ‫قٌا ْل َحي‬ ِ ُ‫ستَ ْحي‬
َّ ‫واٌم َن‬
َّ ‫ٌَّللاٌِ َح‬ ْ ‫ا‬

ْ َ‫قٌ ٌن‬
‫ستَ ْح ِيي‬ َّ ‫ٌم َن‬
َّ ‫ٌَّللاٌِ َح‬ ِ ‫س ِت ْح َيا َء‬
ْ ‫ٌاَل‬ َ َ‫سٌذَاك‬
ِ ‫ٌولَ ِك َّن‬ َ ‫ٌَُّللٌِقَا َلٌلَ ْي‬
َّ ِ ‫َوا ْل َح ْمد‬

ٌ‫اءٌأَ ْن‬
ِ َ‫ىٌو ْلتَ ْذك ُِرٌ ٌا ْل َحي‬ َ ‫َىٌوا ْلبَ ْط َن‬
َ ‫ٌو َماٌ َح َو‬ َ ‫اٌوع‬
َ ‫ٌو َم‬
َ ‫س‬َ ْ‫ٌالرأ‬
َّ ‫تَ ْحفَ َظ‬

َ َ‫ٌَاآل ِخ َرةٌَتَ َركَ ٌِزينَةٌَال ُّد ْنيَاٌفَ َم ْنٌفَعَ ٌَلٌذَ ِلكَ ٌفَقَدٌْ ٌا ْل َم ْوت‬
‫ٌوا ْلبِلَى‬ ْ ‫َو َم ْنٌأَ َراد‬

ِ‫ٌَّللا‬ ِ َ‫ستَ ْحي‬


ٌَّ ‫اٌم َن‬ ٌِ َ‫قٌا ْل َحي‬
ْ ‫اء ٌا‬ َّ ‫َح‬

“Dari ‘Abdullah bin Mas’ûd, dia berkata: “Rasulullah n bersabda:

“Hendaklah kamu benar-benar merasa malu terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala !”

Kami menjawab: “Wahai Rasulullah, al-hamdulillah kami malu ( kepada Allah


Subhanahu wa Ta’ala )” Beliau bersabda: “Bukan begitu (sebagaimana yang kamu

sangka-pen). Tetapi malu terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-

benarnya adalah engkau menjaga kepala dan apa yang dikumpulkannya, menjaga

perut dan apa yang dikandungnya, serta mengingat kematian dan kebinasaan. Dan

barangsiapa menghendaki akhirat, dia akan meninggalkan perhiasan dunia.

Barangsiapa telah melakukan ini, maka dia telah malu terhadap Allah Subhanahu wa

Ta’ala dengan sebenar-benarnya” [HR. Tirmidzi, no. 2458; Ahmad, no. 3662; Syaikh

Al-Albâni menyatakan ‘Hasan lighairihi, dalam kitab Shahîh at-Targhîb, 3/6, no.

2638, penerbit. Maktabah al-Ma’ârif]

Disebutkan dalam kitab Tuhfatul Ahwâdzi Syarh Tirmidzi pada penjelasan

hadits ini: “Maksudnya adalah menjaga kepala dari penggunaannya untuk selain

ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , yaitu engkau tidak sujud kepada

selain-Nya, tidak shalat karena riya’, engkau tidak menundukkan kepala untuk selain

Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan engkau tidak mengangkatnya karena sombong. Dan

menjaga apa yang dikumpulkan oleh kepala maksudnya adalah menjaga lidah, mata

serta telinga dari perkara yang tidak halal.

Menjaga perut maksudnya menjaganya dari makanan yang haram, dan

menjaga apa yang berhubungan dengannya maksudnya yaitu kemaluan, kedua kaki,

kedua tangan, dan hati. Karena semua anggota badan ini berhubungan dengan rongga

perut. Adapun cara menjaganya adalah dengan tidak menggunakannya untuk berbuat

maksiat, tetapi digunakan dalam keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mengingat kematian dan kebinasaan, maksudnya yaitu engkau mengingat

keadaanmu dalam kubur yang sudah menjadi tulang dalam kehidupanmu. Dan
barangsiapa menghendaki akhirat, dia akan meninggalkan perhiasan dunia. Karena

keduanya tidak akan berkumpul dalam bentuk yang sempurna, walaupun bagi orang-

orang yang kuat, sebagaimana dikatakan oleh al-Qâri. Adapun al-Munâwi

mengatakan: “Karena keduanya seperti dua madu, jika salah satunya dijadikan ridha,

yang lain dijadikan marah”

8. Bertaubat Kepada-Nya

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa di antara sifat

manusia adalah banyak berbuat dosa dan kesalahan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda:

َ ُ‫ينٌالت َّ َّواب‬
ٌ‫ون‬ َّ ‫ٌو َخ ْي ُرٌا ْل َخ‬
َ ‫طا ِئ‬ َّ ‫ُك ُّلٌا ْب ِنٌآ َد َمٌ َخ‬
َ ‫طاء‬

“Semua anak Adam banyak berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang-orang

yang banyak berbuat kesalahan adalah orang-orang yang banyak bertaubat.” [HR.

Tirmidzi, no. 2499; Ibnu Mâjah; Ahmad; ad-Dârimi. Dihasankan oleh Syaikh al-

Albâni]

Oleh karena itu sepantasnya seorang manusia agar selalu memperbanyak

taubat dan tidak putus asa dari rahmat dan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mendorong orang-orang musyrik

yang bergelimang dengan dosa-dosa untuk bertaubat kepada-Nya dengan firman-

Nya:
َ ‫واٌم ْن‬
ٌ‫ٌر ْح َم ِة‬ ِ ‫ط‬ ُ َ‫علَىٌأَ ْنفُس ِِه ْم ٌََلٌتَ ْقن‬ ْ َ‫ِينٌأ‬
َ ٌ‫س َرفُوا‬ َ ‫قُلٌْيَاٌ ِعبَاد‬
َ ‫ِيٌالَّذ‬

ٌ‫الر ِحي ُم‬


َّ ٌ‫ور‬ َ ُ‫ٌَّللاٌَيَ ْغ ِف ُرٌالذُّن‬
ٌُ ُ‫وبٌ َج ِميعااٌٌۚ ِإنَّهٌُ ُه َوٌا ْلغَف‬ َّ ‫َّللاٌٌِۚ ِإ َّن‬
َّ

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri

mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa-dosa semuanya.

Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [az-

Zumar/39:53]

9. Husnuzhan (Berbaik Sangka) Kepada-Nya

Termasuk adab kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah berbaik sangka

kepada-Nya. Karena merupakan adab dan prasangka yang buruk, ketika seseorang

bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dia menyangka bahwa Allah

Subhanahu wa Ta’ala tidak mengawasinya dan tidak akan membalasnya. Allah

Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya:

ٌ‫ٌو ََل‬
َ ‫ار ُك ْم‬
ُ ‫ص‬َ ‫ٌو ََلٌأَ ْب‬ َ ٌ‫علَ ْي ُك ْم‬
َ ‫س ْمعُ ُك ْم‬ ْ َ‫ونٌأَ ْنٌي‬
َ ٌَ‫ش َهد‬ ْ َ‫ٌو َماٌ ُك ْنت ُ ْمٌت‬
َ ‫ستَتِ ُر‬ َ

ٌ‫ٌوذَ ِل ُك ْم‬ َ ُ‫اٌم َّماٌتَ ْع َمل‬


َ ‫ون‬ ِ ‫ير‬ ٌَّ ‫ٌولَ ِك ْنٌ َظنَ ْنت ُ ْمٌأَ َّن‬
‫ٌَّللاَ ٌََلٌيَ ْعلَ ُمٌ َكثِ ا‬ َ ‫ُجلُو ُد ُك ْم‬

ٌ‫ين ٌ َظنُّ ُك ُم‬ ِ ‫ٌم َنٌا ْل َخا‬


ٌَ ‫س ِر‬ ْ َ ‫الَّذِيٌ َظنَ ْنت ُ ْمٌ ِب َر ِب ُك ْمٌأَ ْردَا ُك ْمٌفَأ‬
ِ ‫صبَ ْحت ُ ْم‬

Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran,

penglihatan dan kulitmu kepadamu, namun kamu mengira bahwa Allah tidak

mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah
prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Rabbmu, prasangka itu telah

membinasakan kamu, maka kamu menjadi termasuk orang-orang yang merugi.

[Fushshilat/41: 22-23].

C. Adab Sopan Santun Kepada Rasulullah

1. Jangan Mendahului (pendapat) Allah dan Rasul-Nya.

Salah satu adab yang paling ditekankan adalah untuk tidak memutuskan

sesuatu sebelum keputusan Rasulullah saw. Dan tidak pula merubah keputusan yang

telah ditetapkan oleh beliau. Allah Berfirman,

ٌَ‫واٌَّللا‬
َّ ُ‫ٌواتَّق‬
َ ‫سو ِل ِه‬
ُ ‫ٌو َر‬ َّ ِ ‫واٌَلٌتُقَ ِد ُمواٌبَ ْي َنٌيَ َدي‬
َ ِ‫ٌَّللا‬ َ ‫يَاٌأَيُّ َهاٌالَّذ‬
َ ُ‫ِينٌآ َمن‬

ٌ‫ع ِليم‬
َ ٌ‫س ِميع‬ َّ ‫ِإ َّن‬
َ ٌَ‫ٌَّللا‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan

Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah.” (QS.Al-Hujurat:1)

ٌ‫سولُهٌُأَ ْمرااٌأَن‬
ُ ‫ٌو َر‬
َ ُ‫ىٌَّللا‬
َّ ‫ض‬ َ َ‫ٌو ََلٌ ُم ْؤ ِمنَةٌٍ ِإذَاٌق‬
َ ‫َانٌ ِل ُم ْؤ ِم ٍن‬
َ ‫َو َماٌك‬

ُ‫ُونٌلَ ُه ُمٌا ْل ِخيَ َر ٌة‬


َ ‫يَك‬
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang Mukmin dan perempuan yang

Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah Menetapkan suatu ketetapan, akan ada

pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka.” (QS.Al-Ahzab:36)

2. Jangan Memanggil Rasulullah tanpa Penghormatan.

Jangan samakan posisi Rasulullah dengan orang lain disekitar kita. Berilah

penghormatan yang tinggi dengan tidak memanggil nama beliau dengan kurang

sopan.

‫سو ِلٌبَ ْينَ ُك ْمٌ َك ُدعَاءٌ َب ْع ِضكُمٌبَ ْعضٌا ا‬ ‫ََلٌتَ ْجعَلُواٌ ُدع‬
ُ ‫َاءٌالر‬
َّ

“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad) di antara kamu

seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” (QS.An-Nur:63)

3. Jangan Meninggikan Suara Melebihi Suara Nabi.

Hati-hati untuk tidak meninggikan suara dihadapan beliau. Ayat ini turun

ketika ada segerombolan orang yang berteriak dan meninggikan suaranya dihadapan

Nabi, saat itu juga Allah memberi ancaman yang besar.

ٌ ‫ص ْوتٌِالنَّ ِب‬
ِ‫ي‬ َ ‫واٌَلٌتَ ْرفَعُواٌأَص َْواتَ ُك ْمٌفَ ْو‬
َ ٌ‫ق‬ َ ‫يَاٌأَيُّ َهاٌالَّذ‬
َ ُ‫ِينٌآ َمن‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu

melebihi suara Nabi.” (Al-Hujurat:2)

Apakah ayat ini hanya berlaku ketika Nabi masih hidup?

Tentu tidak, bentuk meninggikan suara itu tetap berlaku walaupun beliau

telah tiada. Ayat ini juga mengajarkan kepada kita untuk tidak meninggikan suara di

pusara suci beliau. Hati-hati untuk tidak berteriak-teriak di makam Nabi Muhammad

saw.

Selain itu, ayat ini juga mengajarkan untuk tidak mengangkat pendapat diatas

pendapat Nabi sepeninggal beliau. Namun sayangnya, makam Nabi tak lagi

dihormati. Bahkan ada orang-orang khusus yang dibayar untuk berteriak dan

mengusir para peziarah yang mendatangi Nabi Muhammad SAW.

4. Jangan Berbicara Dengan Suara Keras.

ٍ ‫َو ََلٌتَ ْج َه ُرواٌلَهٌُ ِبا ْل َق ْو ِلٌ َك َج ْه ِرٌبَ ْع ِض ُك ْمٌ ِلبَ ْع‬


ٌ‫ض‬

“Dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana

kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain.” (QS.Al-Hujurat:2)


Lalu apa ancaman Allah kepada orang-orang yang tidak sopan dengan

Rasulullah saw itu? Tak tanggung-tanggung, Allah Mengancam orang-orang yang

tidak sopan dihadapan Nabi dengan menghapus semua amal perbuatannya dan tidak

menyisakannya sedikit pun. Puluhan tahun amal yang telah dikumpulkan akan habis

jika kita berlaku tidak sopan dan meninggikan suara dihadapan Rasulullah saw.

Allah Berfirman,

ْ َ‫ٌوأَنت ُ ْم ٌََلٌت‬
َ ‫شعُ ُر‬
ٌ‫ون‬ َ ‫أَنٌتَ ْح َب َطٌأَ ْع َمالُ ُك ْم‬

“Nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak

menyadari.” (QS.Al-Hujurat:2).

D. Adab terhadab keluaga Nabi Muhammad SAW

1. Hakٌ danٌ Kewajibanٌ Umatٌ Terhadapٌ Rasulullahٌ shallallahuٌ ‘alaihiٌ waٌ

sallam

Hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Adalah Bersegera Memenuhi

Seruan Beliau, dan Langsung Mentaati Perintahnya Allah berfirman di dalam al-

Qur’an:

‫… ِ ِّلِ استَ ِجيبُوا آ َمنُوا الَّذِينَ أَيُّ َها َيا‬

Apabila engkau mendengar perintah atau larangan Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam, maka katakanlah “Kami dengar dan kami taati wahai Rasulullah.”

Kalau ada yang mengatakan kepadamu: “Demi Allah saya mencintaimu”, dan dia
selalu mengulangi perkataan tersebut siang malam, akan tetapi ketika engkau

membutuhkan bantuannya, sedikit pun dia tidak mau membantu, apakah engkau

akan katakan bahwa dia sungguh-sungguh di dalam ucapannya atau justru engkau

akan mengatakan orang ini pembohong? Tidak diragukan lagi kamu pasti akan

mengatakan dia seorang pembohong.

Mari kita berkelana sejenak untuk melihat bagaimana ketaatan para salafus

shalih terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada suatu hari

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat, kemudian beliau berdiri di atas

mimbar dan berkata kepada para sahabat: “duduklah kalian.” Pada waktu itu

Abdullah bin Mas’ud datang terlambat ke masjid, namun ketika beliau hendak masuk

ke dalam masjid beliau mendengar perintah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa

sallam tersebut, lantas beliau pun duduk di luar masjid dan tidak melangkah masuk

ke dalam masjid. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat beliau,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata: “Majulah wahai Abdullah,

semoga Allah azza wa jalla menambahkan ketaatanmu kepada Allah dan kepada

Rasul.”

2. Hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Merasa Cukup Dengan

Sunnah yang Telah Diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam Tanpa Menambahkan Sesuatu (yang Tidak Diajarkan) ke

Dalamnya

Wahai saudaraku! Siapa yang benar-benar mengikuti Nabi, sesungguhnya dia

pasti akan meyakini bahwa tidak ada satu pun jalan yang dapat mendekatkan kita
kepada Allah azza wa jalla, melainkan telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam, maka kenapa kita harus menambah-nambah? Kenapa kita harus

berbuat bid’ah? Coba kita renungkan kisah berikut ini! Pada suatu hari Said bin

Musayyib (seorang tokoh dari kalangan tabi’in) -sesudah adzan subuh- melihat

seorang laki-laki shalat dua rakaat kemudian salam, lalu dia kembali mengulangi

shalat dua rakaat kemudian salam, dan begitu seterusnya, maka Said bin Musayyib

pun berkata kepadanya: “Jangan engkau lakukan hal yang demikian!” Maka orang

tersebut pun berkata: “Wahai Abu Muhammad! Apakah Allah azza wa jalla akan

mengazabku karena aku shalat?” Ketika kita menegur seseorang ketika ia melakukan

suatu perkara bid’ah, seperti dzikir berjamaah, dan maulid Nabi, mereka justru

berkata: “Apakah Allah azza wa jallaakan mengazabku karena ibadah ini?” Coba

kita renungkan jawaban Said bin Musayyib yang menggambarkan kesungguhan di

dalam mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata:

“Tidak, Allah azza wa jalla tidak akan mengazabmu karena shalat, akan tetapi

engkau akan mendapatkan azab karena engkau menyelisihi sunnah.”

3. Beginilah Islam menyikapi orang yang melecehkan Nabi Muhammad

Shallallahu 'alaihi wa salam

Mencintai dan memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam adalah syarat

sahnya iman. Barangsiapa dalam hatinya tidak ada rasa cinta dan penghormatan

kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, niscaya dalam hatinya tiada

keimanan sedikit pun.


Semakin kuat rasa cinta seorang muslim kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

salam, niscaya keimanannya semakin kuat pula. Dan keimanan tersebut akan

mencapai puncaknya ketika seorang muslim lebih mencintai Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa salam daripada rasa cintanya kepada ayah, ibu, anak, istri, saudara dan

manusia siapapun juga.

Sebagaimana ditegaskan dalam hadits-hadits shahih:

‫سله َم‬ َ ُ‫صلهى هللا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ أ َ هن َر‬،ُ‫ع ْنه‬
‫سو َل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ‫ي ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫ع ْن أَ ِبي ُه َري َْرة َ َر‬
َ ‫ض‬ َ

‫ الَ يُؤْ ِم ُن أَ َحدُ ُك ْم َحتهى أَ ُكونَ أَ َح ه‬،‫ «فَ َوالهذِي نَ ْفسِي ِب َي ِد ِه‬:‫قَا َل‬
‫ب ِإ َل ْي ِه ِم ْن‬

»‫َوا ِل ِد ِه َو َولَ ِد ِه‬

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

salam bersabda: “Demi Allah Yang nyawaku berada di tangan-Nya. Salah seorang di

antara kalian tidak beriman sehingga aku lebih ia cintai daripada bapaknya dan

anaknya sendiri.” (HR. Bukhari no. 14)

،‫«الَ يُؤْ ِم ُن أَ َحدُ ُك ْم‬ ‫سله َم‬ َ ُ‫صلهى هللا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُّ ‫ قَا َل النه ِب‬:‫ قَا َل‬،‫ع ْن أَن ٍَس‬
َ ‫ي‬ َ

» َ‫اس أَ ْج َم ِعين‬ ‫َحتهى أَ ُكونَ أَ َح ه‬


ِ ‫ب ِإلَ ْي ِه ِم ْن َوا ِل ِد ِه َو َولَ ِد ِه َوالنه‬

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam

bersabda: “Salah seorang di antara kalian tidak beriman sehingga aku lebih ia cintai

daripada bapaknya sendiri, anaknya sendiri dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari

no. 15 dan Muslim no. 44)


4. wujud mencintai dan mengagungkan Rasulullahٌ shallallahuٌ ‘alaihiٌ waٌ

sallam

1. Membenarkan wahyu Al-Qur’an dan as-sunnah (hadits nabawi) yang beliau

terima dari Allah ta’ala.

2. Melaksanakan perintah-perintah beliau, baik hal yang wajib maupun yang

sunah.

3. Menjauhi larangan-larangan beliau, baik hal yang haram maupun yang

makruh.

4. Mempelajari, mengajarkan, mendakwahkan dan memperjuangkan ajaran

agama Islam yang beliau bawa.

5. Menjadikan syariat beliau, Al-Qur’an dan as-sunnah, sebagai satu-satunya

pedoman hidup dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan

negara.

6. Mengorbankan jiwa raga, harta, tenaga, pikiran dan waktunya untuk

memperjuangkan tegaknya syariat beliau.

7. Memanjatkan shalawat kepada beliau dan memohon kepada Allah agar kelak

di hari kiamat diperkenankan menerima syafaat beliau.

8. Memusuhi dan membenci orang-orang yang membenci, memusuhi, mencaci

maki dan melecehkan beliau.

5. Tuntunan Islam dalam menyikapi pelecehan terhadap Nabi shallallahu

‘alaihiٌwaٌsalam
Islam memandang penghinaan, pelecehan dan caci makian kepada Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa salam sama artinya dengan penghinaan, pelecehan dan caci

makian kepada Allah Ta’ala dan agama Islam. Sebab, Allah Ta’ala-lah Yang telah

mengutus beliau sebagai penutup seluruh nabi dan rasul dengan membawa agama

Islam.

Demikian pula penghinaan, pelecehan dan caci makian kepada agama Islam

sama artinya dengan penghinaan, pelecehan dan caci makian kepada Allah Ta’ala

dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Tentu saja, penghinaan, pelecehan dan

caci makian kepada Allah Ta’ala juga merupakan penghinaan, pelecehan dan caci

makian kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan agama Islam.

Allah Ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan agama Islam adalah

tiga hal yang saling berkait erat dan tidak bisa dipisahkan. Ketiganya wajib

diagungkan oleh seorang muslim. Penghinaan, pelecehan dan caci makian kepada

salah satunya berarti penghinaan, pelecehan dan caci makian kepada dua perkara

lainnya.

Anda mungkin juga menyukai