Anda di halaman 1dari 15

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kelancaran bagi
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada
Anak Dengan Kejang Demam. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Lestari,
S.Kep,Ns.M.Kes selaku dosen mata kuliah Keterampilan Keperawatan Khusus telah memberikan
tugas ini sehingga dapat memberikan tambahan ilmu tentang konsep kejang deman pada anak bagi
kami.

Kemudian kami ucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah mendukung dalam
pembuatan makalah ini, terutama kedua orang tua kami. Mengingat kami masih dalam tahap
pembelajaran, maka kami mohon maaf jika terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan makalah ini.
Kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan untuk tugas selanjutnya. Semoga makalah yang
sederhana ini dapat menambah pengetahuan bagi kita semua. Aamiin.

Surakarta, 15 November 2019

Penyusun

Daftar Isi

i
Kata Pengantar ....................................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................................... ii
Bab I. Pendahuluan ............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................................... 1
C. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
Bab II. Pembahasan ..................................................................................................................
A. Pengertian ........................................................................................................................
B. Etiologi ............................................................................................................................
C. Patofisiologi ....................................................................................................................
D. Pathway ...........................................................................................................................
E. Manifestasi Klinis ...........................................................................................................
F. Klasifikasi .......................................................................................................................
G. Komplikasi ......................................................................................................................
H. Penatalaksanaan ..............................................................................................................
Bab III. Konsep Askep Kejang Demam ...................................................................................
A. Pengkajian .......................................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................................
C. Intervensi Keperawatan ...................................................................................................
Bab IV. Penutup ......................................................................................................................
A. Kesimpulan .....................................................................................................................
B. Saran ................................................................................................................................
Daftar Pustaka ..........................................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai
penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena
itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila
anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak
adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan.
(Ngastiyah, 1997; 229).
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera.
Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari
cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga
perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta
mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi
aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan
serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual.
Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan
aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas,
meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang
proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami serta menerapkan konsep dasar asuhan
keperawatan pada anak dengan kejang demam.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar kejang demam pada anak
b. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dengan kejang demam

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kejang demam ?
2. Apa saja etiologi dari kejang demam ?
3. Bagaimana patofisiologi dan pathways dari kejang demam ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari kejang demam ?
5. Bagaimana penatalaksanaan kejang demam ?
6. Apa saja komplikasi kejang demam ?

BAB II
1
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak
usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang
timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson,
1995). Pengertian menurut para ahli :
1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal
di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229)
2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
(Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)
3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan
oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
4. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai
dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)
5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala
dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).

B. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam
sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang
tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang
(Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan
oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi
air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat
reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).

C. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut
dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang
terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi
kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya

2
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme
anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
makin meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron
otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan
epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.

3
D. PATHWAY

4
E. Manifestasi klinis
Manifestasi Klinik klien dengan kejang demam antara lain :
1. Suhu tubuh > 38⁰c
2. Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Sifat bangkitan dapat berbentuk :
 Tonik : mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri jatuh ke lantai
atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher ekstensi, tangisan melengking,
apneu, peningkatan saliva
 Klonik : gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas berada pada
kontraksi dan relaksasi yang berirama, hipersalivasi, dapat mengalami
inkontinensia urin dan feses
 Tonik Klonik
 Akinetik : tidak melakukan gerakan
4. Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa
adanya kelainan saraf.

F. Klasifikasi
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah :
1. Kejang demam sederhana : yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum.
Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui
melalui criteria Livingstone, yaitu :
 umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
 kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukan kelainan.
 Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks :
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria
Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai
dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1
kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology
atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

G. Komplikasi

5
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi hemiparesis.
Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula kelumpuhan
bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsi. Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien
dengan kejang demam :
a) Pneumonia aspirasi
b) Asfiksia
c) Retardasi mental

H. Penatalaksanaan
1. Primary Survey :
 Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut seperti
lendir dan dengarkan bunyi nafas.
 Breathing : kaji kemampuan bernafas klien
 Circulation : nilai denyut nadi
 Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status
mental lainnya
Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU:
A : sadar (alert)
V : memberikan reaksi pada suara (voice)
P : memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
U : tidak sadar (unconscious)

Tindakan primer dalam kegawatdaruratan dengan kejang demam adalah :


a) Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien saat
kejang
b) Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.
c) Bebaskan jalan nafas dengan segera :
 Buka seluruh pakaian klien
 Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
 Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan cara
finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan menahan
bila sedang dalam keadaan kejang)
d) Oksigenasi segera secukupnya
e) Observasi ketat tanda-tanda vital
f) Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan kejang
g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10
menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.

6
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
PADA PASIEN KEJANG DEMAM

A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg
(1980 : 122 – 128), Paula Krisanty (2008 : 223) :
1. Riwayat Kesehatan :
a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah
atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidak tidur
nyenyak. Tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh meningkat, obat
yang dikonsumsi
b. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia,
gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
d. Adanya riwayat trauma kepala

2. Pengkajian fisik
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls radang
dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh
Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam yang terlalu
tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga
jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada
anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak
tak terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa
detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan anak
balita. Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah
gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau
berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan.
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Evaluasi :
- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
- Jalan nafas bersih dari sumbatan
- RR dalam batas normal
- Suara nafas vesikuler

B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya
lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi
meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan
menimbulkan terjadinya asidosis.
7
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang
sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Evaluasi :
- RR dalam batas normal
- Tidak terjadi asfiksia
- Tidak terjadi hipoxia

C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia


sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan,
karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang
sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
Evaluasi :
- Tidak terjadi gangguan peredaran darah
- Tidak terjadi hipoxia
- Tidak terjadi kejang
- RR dalam batas normal

Selain ABC, yang biasa dikaji antara lain :


a. Tanda-tanda vital
b. Status hidrasi
c. Aktivitas yang masih dapat dilakukan

8
d. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba
hangat
e. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
f. Adanya kelemahan dan keletihan
g. Adanya kejang
h. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan
kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning

3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan


a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas
c. Akibat hospitalisasi
d. Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit
e. Hubungan dengan teman sebaya
4. Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
5. Pemeriksaan Penunjang (yang dilakukan) :
a. Fungsi lumbal
b. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah
c. Bila perlu : CT-scan dan EEG

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630), carpenito (2000 :
132) dan Krisanty P., dkk (2008 : 224) diagnosa yang mungkin muncul pada pasien
dengan kejang demam :
1. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Defisit volume cairan bd kondisi demam
3. Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak
5. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan
dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DX 1 : Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan
diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil :
NOC : Pengendalian Resiko
a. Pengetahuan tentang resiko
b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
c. Monitor kemasan personal
d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
9
Indkator skala :
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = kadang-kadang adekuat
4 = adekuat
5 = sangat adekuat
NIC : mencegah jatuh
a. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn
potensial jatuh dalam setiap keadaan
b. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan
potensial jatuh
c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan
ambulasi
d. instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau bergerak

2. DX 2 : defisit volume cairan bd kondisi demam


Tujuan : devisit volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Turgor kulit membaik
b. Membran mukosa lembab
c. Fontanel rata
d. Nadi normal sesuai usia
e. Intake dan output seimbang

3. DX 3 : Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang norma
NOC : Themoregulation
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing
Indicator skala
1 : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan
NIC : Temperatur regulation
a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
b. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
c. Monitor tanda –tanda hipertensi
d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e. Monitor nadi dan RR

4. DX 4 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi aliran


darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal , dengan kriteria hasil :
NOC : status sirkulasi
10
a. TD sistolik dbn
b. TD diastole dbn
c. Kekuatan nadi dbn
d. Tekanan vena sentral dbn
e. Rata- rata TD dbn
Indicator skala :
1 = Ekstrem
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak terganggu
NIC : monitor TTV:
a. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
b. catat adanya fluktuasi TD
c. monitor jumlah dan irama jantung
d. monitor bunyi jantung
e. monitor TD pada saat klien berbarning, duduk, berdiri
NIC II : status neurologia
a. monitor tingkat kesadran
b. monitor tingkat orientasi
c. monitor status TTV
d. monitor GCS

5. DX 5 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,


penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang
kondisi pasien
NOC : knowledge ; diease proses
a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis
dan program pengobatan
b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/
tim kesehatan lainya
Indicator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Teaching : diease process
a. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat
d. Identifikasikan kemungkinan dengan cara yang tepat

11
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat penulis adalah:
Kejang dibedakan menjadi 2 yaitu Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile
Seizures ) yang merupakan kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam dan merupakan 20%
diantara seluruh kejang demam. Sedang jenis yang satunya disebut Kejang Demam
Kompleks ( Complex Febrile Seizures ) yaitu kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit dan bersifat fokal atau partial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 24 jam dan diantara bangkitan
kejang anak sadar. Biasanya anak yang ssering terkena kejang demam berkisar antara 6
bulan sampai 4 tahun.

B. Saran
Saran dari penulis untuk pembaca adalah:
Diharapkan pembaca dapat mengerti dan memahami mengenai kejang demam
sehingga bila kejadian kejang demam ini terjadi dirumah,orang tua bisa melakukan
penanganan secara dini sebelum dibawa ke dokter atau bidan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Krisanty P,. Dkk (2008), Asuhan Keperawatan Gawat darurat, Trans info Media, Jakarta
Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta
Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC, Jakarta
Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai