HACCP Dalam Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit Komersial Maupun Semi Komersial WAHYU WIDYASARI UTAMI
HACCP Dalam Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit Komersial Maupun Semi Komersial WAHYU WIDYASARI UTAMI
Penyusun :
Universitas Diponegoro
2015
Page 1
A. Pendahuluan
Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Makanan
mengandung zat – zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Selain
memiliki manfaat yang penting, makanan juga sangat rentan tercemar oleh
zat – zat berbahaya ataupun mikrobioligi yang dapat membahayakan
kesehatan manusia. Makanan sehat dan aman merupakan salah satu faktor
yang penting untuk meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu, kualitas
makanan baik secara bakteriologis, kimiawi dan fisik harus dipertahankan.
Kualitas makanan harus terjamin agar konsumen dapat terhindar dari
penyakit atau gangguan kesehatan serta keracunan makanan (Depkes,2002)
Konsep HACCP dikembangkan pada awal tahun 1970 sebagai sistem
untuk meyakinkan keamanan produk pangan. HACCP memuat peralihan
penekanan dari pengujian produk akhir menjadi pengendalian dan
pencegahan aspek kritis produksi pangan. Sistem ini telah mendapat
pengakuan dunia internasional, penerapannya di dalam produksi makanan
yang aman telah diakui WHO sebagai metode yang efektif untuk
mengendalikan foodborne disease.
Penerapan HACCP tidak hanya terbatas pada industri pangan modern
tetapi juga dapat diterapkan dalam pengelolaan makanan untuk pasien di
rumah sakit, katering atau jasa boga, makanan untukhotel dan restoran,
bahkan dalam pembuatan makanan jajanan. Penerapan HACCP sangat
penting karena pengawasan pangan yang mengandalkan uji produk akhir
(sistem konvensional) tidak dapat menjamin keamanan pangan.
Penyelenggaraan makanan institusi merupakan salah satu
penyelenggaraan makanan yang bersifat nonkemersial seperti asrama,
rumah sakit, panti asuhan dan lembaga pemasyarakatan. Berbagai
keterbatasan dalam penyelenggaraan makanan institusi sering
mengakibatkan kelemahan yang tidak saja merugikan konsumen tetapi juga
penyelenggara Sumber kelemahan penyelenggaraan makanan institusi dapat
berasal dari pengelolaan yang tidak dilakukan dengan profesional,
perencanaan yang kurang baik, tenaga pelaksana yang tidak profesional dan
sistem pengawasan yang rendah menyebabkan mutu makanan yang
Page 2
disajikan kurang baik dan kondisi ini akan berakibat pada cita rasa makanan
dan keamanan makanan menjadi tidak terjamin atau tidak memenuhi syarat.
Bagi penyelenggara makanan baik bersifat komersial maupun semi-
komersial, menjaga keamanan makanan merupakan keharusan karena dapat
membahayakan kesehatan. Penyelenggara makanan harus yakin bahwa
setiap makanan yang disajikan sudah benar-benar terbebas dari unsur-unsur
yang dapat mengganggu kesehatan konsumen.
Dalam meminimalisasi risiko bahaya bahan makanan terkontaminasi
oleh zat – zat yang dapat membahayakan kesehatan, diperlukan suatu sistem
sanitasi pengolahan makanan yang baik dan terstandar. Sistem yang dapat
meminimalisir kontaminasi bahaya pada makanan dan menjamin kualitas
makanan dipergunakan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) atau
Analisis Bahaya pada Titik Pengendalian Kritis dalam penyelenggaraan
makanan adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi
bahaya-bahaya, tindakan-tindakan pengendalian dalam proses persiapan
makanan, dimana pengendalian penting dalam memastikan keamanan
pangan. (Krisnamurni,S, 2007)
Pengertian lain HACCP adalah suatu alat (tools) yang dipakai untuk
mengukur tingkat bahaya, menduga perkiraan resiko dan menetapkan ukuran
yang tepat dalam pengawasan, dengan menitikberatkan pada pencegahan
dan pengedalian proses pengolahan makanan (Ditjen PPM & PL, 2001)
Sistem HACCP yaitu suatu sistem yang bertujuan mengidentifikasi
bahaya spesifik yang mungkin timbul dan cara pencegahan untuk
mengendalikan bahaya tersebut, yang harus dikembangkan untuk setiap
produk beserta kondisi pengawasan dan distribusinya. Dalam pengawasan
mutu dengan menggunakan sistem HACCP merupakan pendekatan yang
efektif dan rasional untuk menjamin keamanan pangan(Peter Agyei-
Baffour,2013).
Pendekatan HACCP dapat disesuaikan dengan perkembangan desain,
prosedur, proses atau teknologi pengolahan makanan. Sebagai nilai tambah
dari penerapan HACCP adalah meningkatkan keamanan makanan,
keuntungan penggunaan bahan baku terbaik dan reaksi cepat dalam
mengatasi masalah produksi yang timbul. Penerapan HACCP juga membantu
tugas pengawasan rutin oleh pemerintah dan memfokuskan pengawasan
pada makanan yang berisiko tinggi bagi kesehatan dan meningkatkan
Page 3
kepercayaan dalam perdagangan lokal maupun internasional. HACCP dapat
diterapkan pada seluruh rantai perjalanan makanan (food chain) mulai dari
produsen primer sampai produsen akhir. Untuk itu, HACCP perlu dipahami
oleh pengusaha dan industri makanan tak terkecuali rumah sakit dan para
pejabat pemerintah (S.M. Hanekom, 2011).
Secara garis besar menurut Badan Standardisasi Nasional tentang
HACCP serta pedoman penerapannya, bahwa dalam pelaksanaan HACCP
ada 7 prinsip, di antaranya : a) Mengidentifikasi bahaya atau ancaman, b)
Menentukan titik pengendalian kritis (CCP= Critical Control Point ), c)
Menetapkan batas kritis dan spesifikasi batas kritis, d) Melakukan
penyusunan sistem pemantauan, e) Melakukan tindakan perbaikan, f)
Menetapkan prosedur verifikasi, g) Mencatat dan mendokumentasikan(Iffa
Zulfanadan Sudarmaji. 2008 )
Tujuan umum dari pelayanan gizi rumah sakit adalah tercipta system
pelayanan gizi di rumah sakit dengan memperhatikan berbagai aspek gizi
dan penyakit, serta merupakan bagian dari pelayanan kesehatan secara
menyeluruh untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan
gizi dirumah sakit
Page 4
HACCP juga merupakan jaminan mutu terhadap produk makanan yang
diakui secara internasional
Walaupun HACCP adalah suatu manajemen keamanan pangan yang
terbukti sistem kerjanya didasarkan pada pencegahan, yang memberikan
kontribusi untuk penurunan ke tingkat yang dapat diterima atau
penghapusan bahaya di bidang produksi makanan rumah sakit, namun
pada kenyataannya HACCP belum dapat secara keseluruhan diterapkan
oleh penyelenggara makanan baik jasa boga maupun rumah sakit. Hasil
penelitian menyatakan bahwa posisi jasa katering dalam rumah sakit
sering diberikan prioritas yang rendah dibandingkan dengan layanan
medis yang tinggi, sehingga kebutuhan penerapan HACCP di katering
rumah sakit tidak menghasilkan tingkat yang sama dengan kegiatan
lainnya(Georgia P,2010).
Sumber pustaka yang diterbitkan oleh BC centre disease for control
dalam penyelenggaraan pelayanan makanan di rumah sakit terdapat 10
peringkat teratas beberapa sumber yang dapat mengharuskan
penegakkan titik kritis HACCP
Page 6
menggunakan air keran, natrium hipoklorit dan
surfaktan, sama seperti bahan yang digunakan
direstoran. Pada banyak kasus, kontaminasi norvirus,
Esceria coli K-12 dan innocua Listeria adalah yang
paling sering muncul keracunan makanan. Dalam waktu
seminggu terakhir, telah dilaporkan 167 kasus penyakit
gastrointestinal akibat keracunaan makanan. Hasil
investigasi menunjukkan bahwa penyakit ini berasal dari
restoran golden Corral, restoran prasmanan yang baru
dibuka 1 bulan sebelum wabah menyebar.
3 Indonesia Kontaminasi E.Coli makanan masih cukup tinggi di
Indonesia termasuk Jakarta. Kontaminasi E.Coli
makanan menurut jenis tempat pengolahan makanan
(TPM) yaitu kontaminan E.coli makanan restoran di
hotel 33,3%, restoran diluar hotel 31,3%, jasaboga
38,2%, warung 32,9%, pedagang kaki lima 40,7%, dan
industry makanan 21,3%.
4 Indonesia Dilaporkan KL diare tahun 1995 sebanyak 116.075
kasus dan keracunan makanan 1997 sebanyak 31.919
kasus. Data ini membuktikan bahwa rumah
makan/restoran tidak meutup kemungkinan masih
adanya kontaminasi bakteri E.coli
5 New Maxico 34 orang yang makan di restoran Colonial Park Country
mengalami keracunan makanan yang berasal dari salad
kacang yang disajikan
6 Peoria, Illinois 28 orang dirawat dirumah sakit, dan 20 pasien dirawat
dengan antitoksin 12 pasien diperlukan dukungan
ventilasi dan 1 orang meninggal. Keracunan ini berasal
dari bawang merah mentah segar yang disajikan di
Skewer Inn Restoran terletak di dalam Northwoods Mall
7 Milwaukee, Seorang gadis muda meninggal dan 65 orang lainnya
Wisconsin sakit dikarenakan terkena mikroorganisme E.coli o15:H7
wabah itu dua restoran Sizzler yang tampaknya
membiarkan daging mentah untuk bersentuhan dengan
makanan lain
Page 7
8 Oregon Ada 19 kasus yang dikonfirmasi kemungkinan 19 kasus,
dan 49 kasus dugaan E.coli 015:H7 di Oregon pada
bulan agustus. Kasus-kasus yang terkait dengan
restoran Wendy, dan meskipun daging sapi adalah
factor dicurigai penularan
9 Ameriak Serikat Lebih dari 66o orang yang terinfeksi termasuk empatnya
meninggal dunia. Infeksi berasal dari bawang hijau
disajikan di restoran Chi-Chi di Pennysylvania dan
Vieginia Barat
10 Sydney, Australia Kasus keracunan ini terjadi pada 2005 lalu. Monika
samaan dan keluarganya terpaksa harus dirawat di
rumah sakit akibat terinfeksi bakteri salmonella yang
disinyalir terdapat pada menu “twister” yang disediakan
di erstoran KFC dekat Sidney. Monika mengalami
kerusakan otak dan harus menjalani hidupnya di atas
kursi roda
Berdasarkan fakta diatas, secara garis besar food borne illness disebabkan
karena adanya patogen dalam makanan yang kemudian makanan tersebut
dikonsumsi baik makanan yang berasal dari restoran atau instansi yang
menyediakan penyelenggaraan makanan. Patogen yang terlanjur terkontamiansi ke
dalam makanan tidak secara langsung mengganggu kesehatan seseorang, peran
anti body tiap indivudulah yang berperan sangat penting dlaam kondisi seperti ini
(Anonim, 2005)
Perlu diketahui pula bahwa masa inkubasi setiap patogen sangat bervariasi
tergantung Jenis pathogen yang terkandung . Masa inkubasi adalah rentang waktu
sejak patogen masuk sampai timbulnya gejala klinis yang biasanya ditandai dengan
demam. Berikut kami lampirkan masa inkubasi jenis jenis patogen yang biasanya
menyebabkan food borne illness.
Page 8
Grafik Masa inkubasi “food bornes illness”. (The hang, 2003)
3. Semi-komersial
Kemudian kategori selanjutnya yaitu penyelenggaraan pelayanan makanan
Semi-komersial, dalam penyelenggaraan makanan Semi-komersial landasan
yang diterapkan tidak berfokus untuk mendapatlkan keuntungan semata seperti
penyelenggaraan makanan komersial. Contoh dari penyelenggaraan makanan
Semi-komersial meliputi:
1. Penjara
2. Asrama sekolah
3. Asrama militer
4. Atau kanten untuk para pekerja.
Page 9
menjadi kebutuhan semua golongan masyarakat, sebagai akibat waktu sekolah
yang cukup panjang ataupun anak tidak sempat makan di rumah sebelum berangkat
ke sekolah (Rohayati,2014).
Bagaimanapun melihat data tersebut patut kita garis bawahi bahwa dalam
penyelenggaraan makanan institusi mulai mendapatkan perhatian yang lebih
dikarenakan peningkatan kesadaran dari masing masing individu keinginan untuk
mendapatkan pelayanan makanan yang layak serta sehat terjauh dari bahaya yang
mungkin berasal dari makanan yang mereka konsumsi (P. G. Williams, 2009).
Semakin meningkatnya trend penyelenggaraan makanan yang berbasis pada
penjaminan mutu di institusi, menuntut pula penerapan sistem penjamin mutu yang
terstandar seperti HACCP. Namun dilihat dari data lapangan masih begitu banyak
institusi dalam penyelenggaraan makanan mengacu pada HACCP akan tetapi dalam
hal implementasinya masih terdapat beberapa hal yang kurang sesuai. Contohnya
saja pada asrama tentara di Malaysia, penelitian pada tahun 2013 tersebut
menyebutkan bahwa dari 19 camp yang dilakukan penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar pada asrama militer tersebut tidak melakukan pengukuran suhu
ketika melakukan proses pemasakan serta apabila pada kondisi tertentu yang
mengharuskan penggunaan thermometer, alatnya pun tidak dikalibrasi secara
teratur, sehingga ke akuratan suhu yang digunakan masih dalam pertanyaan besar
apakah sudah sesuai atau belum. Contohnya saja dalam penyajian makanan dingin
setelah dilakukan pengukuran suhu ternayta dalam penyajiannya diatas dari suhu
50C diatas dari suhu yang terstandar. Tindakan dalam menjaga sanitasi juga tidak
adanya pemantau secara khusus dari dapur pusat atau dengan kata lain tidak
adanya evaluasi pada akhir kegiatan, hanya adanya pemeriksaan regular oleh staff
pegawai biasa (Hai Yen Lee, Wan Nadirah Wan Chik, 2012)
C. Uraian Isi
1. Solusi dari Fakta
1.1. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu tempat atau sarana yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanankesehatan. Selaras dengan
perkembangan penyakit, tuntutan terhadap pemakai jasa pelayanan
kesehatan terhadap kualitas pelayanan kesehatan rumah sakit telah menjadi
Page
10
masalah mendasar yang dihadapi sebagian besar rumah sakit (Sabarguna
Boy.S, 2008)
Pelayanan gizi rumah sakit, khususnya di ruang rawat inap mempunyai
kegiatan, antara lain diantaranya yaitu menyajikan makanan kepada pasien
yang bertujuan untuk penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien. Pasien
yang dirawat di rumah sakit berarti memisahkan diri dari kebiasaan hidup
sehari-hari terutama dalam hal makan, bukan saja jenis makanan yang
disajikan, tetapi juga cara makanan dihidangkan, tempat, waktu, rasa, dan
besar porsi makanan.Penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi
syarat kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang proses
perawatan, juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang (cross infection)
atau infeksi nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang di
antaranya dapat melalui makanan.(Iskak R, 2006)
Unit gizi rumah sakit memiliki aturan tertentu dalam pengelolaan
makanan yang aman dengan jumlah besar yang berbeda dengan aturan
dalam penyiapan makanan untuk keluarga.Kerentanan konsumen merupakan
faktor risiko yang mendukung terjadinya foodborne disease(Gobel, Van,
Yunanci, Sri, 2011)
Adapun cara untuk mengurangi permasalahan dalam penyelenggaraan
makanan di rumah sakit diantaranya yaitu:
Page
13
ke dalam makanan dapat mencemari makanan seperti zat warna, air raksa,
arsen dan sebagainya.
e. Kulit harus bersih dan bebas luka, sebab kulit yang luka akan memudahkan
berkembangnya kuman di kulit dan menimbulkan pencemaran kulit perlu
dipelihara jangan sampai luka sehingga waktu mencuci tangan mudah
bersih.
6. bahan baku yang tidak aman
Kelayakan bahan baku dalam penyelenggaraan makanan seharusnya adalah
kondisi bahan yang tidak mengalami kerusakan, kebusukan, menjijikan, kotor,
tercemar atau terurai. Bahan baku yang amanmerupakan kondisi dan upaya
yang diperlukan untuk mencegah dari cemaran biologis, kimia dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan pasien
7. Use of leftovers
Perlakuan pada sisa makanan harus dijaga untuk menghindari pencemaran,
jadi yang harus dilakukan ketika sisa makan sudah banyak segera dibuang ke
tempat sampah untuk menghindari cemaran biologi, kimia maupun fisik.
8. kontaminasi silang
Kontaminasi silang (cross contamination) yaitu kontaminasi yang terjadi
secara tidak langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengolahan
makanan. Contohnya, makanan mentah bersentuhan dengan makanan
masak, makanan bersentuhan dengan pakaian atau peralatan kotor, misalnya
piring, mangkok, pisau atau talenan.
Risiko terjadinya kontaminasi silang jauh lebih besar karena banyaknya
hidangan yang dimasak atau disiapkan secara bersamaan. Seringnya, pada
saat makanan disajikan untuk banyak orang, sejumlah banyak makanan telah
dipersiapkan berjam – jam bahkan lebih dari sehari untuk mendukung
pelayanan yang cepat. Jika selama selang waktu antara penyiapan dan
penyajian makanan tersebut tidak disimpan pada kondisi yang dapat
mencegah pertumbuhan mikroba, sebuah bahaya akan terbentuk.
9. Inadequate cooking
Menurut Adams penjamah makanan diartikan sebagai orang yang
pekerjaannya menyiapkan bahan makanan hingga siap untuk dikonsumsi.
Ditinjau dari lokasi kerjanya, penjamah makanan dibedakan menjadi dua yaitu
penjamah makanan rumah : individu yang menyiapkan makanan untuk
keluarga, sedangkan penjamah makanan professional : individu yang bekerja
di perusahaan yang menyelenggarakan makanan banyak. Penjamah
Page
14
makanan merupakan salah satu dari pihak yang berperan dalam keamanan
pangan selain pengambil keputusan, produsen, pengelola dan konsumen
pangan. Pada usaha tata boga baik di katering maupun di instalasi gizi rumah
sakit, penjamah makanan adalah ujung tombak penyelenggaraan makanan.
1.2 Komersial
Penyelenggaraan makanan pada institusi komersial merupakan
penyelenggaraan makanan untuk melayani kebutuhan masyarakat yang
makan di luar rumah, dengan mempertimbangkan aspek pelayanan dan
kebutuhan konsumen. Penyelenggaraan makanan pada institusi komersial
memiliki beberapa karakteristik diantaranya yaitu :
1. Pengelola adalah masyarakat umum ataupun kadang – kadang di bawah
naungan pemerintah
2. Manajemen pengelolaannya sudah jelas menurut kesepakatan pemiliknya
3. Konsumen bebas memilih macam dan jumlah hidangan dengan harga
bervariasi
4. Pelayanan makanan dapat dilakukan dengan melayani makanan sendiri
(self service), dilayani dimeja, dilayani dengan kereta makanan dan cara –
cara lainya yang telah ditetapkan pengelola
5. Dipersiapkan dengan standar sanitasi yang tinggi serta pelayanan yang
maksimal menurut kemampuan institusi tersebut (Nurmasari W & Adriyan
P. 2014)
Dari data tabel 1 dapat disimpulkan bahwasanya keracunan makanan
yang terjadi dikarenakan penanganan kurang baik, baik dari bahan baku
yang dipakai atau peralatan yang digunakan selain itu permasalahan
keracunan yang dikaji disebabkan karena belum diterapkannya sistem
keamanan makanan berbasis HACCP.
Langkah yang harus dilakukan dalam kitchen hotel yaitu implementasi
HACCP, yang merupakan bagian dari sistem manajemen keamanan
Page
15
makanan. Sistem HACCP merupakan alat control pencegahan yang dapat
menjamin makanan aman dan dapat digunakan untuk menstandarisasi
prosedur penanganan, penyimpanan, dan penyajian makanan untuk
menjamin makanan aman dikonsumsi. Staff dan karyawan hotel perlu
diberikan pelatihan – pelatihan rutin berkait dengan : keamanan pangan,
HACCP, dan pelayanan makanan.
Didalam hotel syarat utama yang harus dipenuhi dalam setiap proses
pengendalian pangan untuk menghasilkan makanan yang bermutu dan
aman meliputi empat tahap diantaranya yaitu : a) Saat pembelian dan
penerimaan bahan, b) Kualitas produk yang akan disajikan kepada tamu
harus terjamin dari bentuk, c) Warna, aroma , dan rasa, d) Nutrisi yang
terkandung
1.3 Semi-komersial
Semi-komersial merupkan Salah satu institusi yang melakukan suatu
penyelenggaraan makanan banyak. Pengelolaan makanan ini didasarkan
atas dasar kebutuhan segolongan masyarakat untuk mencapai stamina
kesehatan yang maksimal dalam batas waktu yang ditetapkan. Sifat
penyelenggaraan pada dasarnya adalah sementara, namun bagi lembaga
yang diadakan secara periodik, sifat itu dapat menjadi kontinue. Untuk
meminimalisir suhu yang kurang tepat dilakukan Tindakan pencegahan
Adalah a) kegiatan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi
bahaya sampai ke tingkat yang dapat diterima, b) Tindakan pencegahan
berkaitan dengan sumber bahaya dan tingkat teknologi yang cukup untuk
mencapai tujuan tersebut.Contoh tindakan pencegahan : a) Pelatihan
karyawan, b) Adanya CoA/ CoQ/ CoC (Conformity), c) Menggunakan
pemasok yang bersertifikat HACCP, d) Kontrol suhu secara periodik e)
Menyediakan tempat mencuci tangan bagi karyawan
Suhu dan waktu penyimpanan tersebut telah sesuai dengan batas
zona pertumbuhan bakteri dimana menurut (Adams & Motarjemi,2004) tidak
ada bakteri patogen yang dapat tumbuh pada suhu di atas 60°C dan ini
menjelaskan batas atas zona berbahaya suhu yang berkisar antara 10°C
sampai 60°C. Umumnya pertumbuhan minimum patogen mesofilik sekitar
8°C, dengan begitu jika makanan disimpan di bawah 10°C maka mesofilik
Page
16
akan tumbuh sangat lambat atau tidak sama sekali (meskipun bisa bertahan
hidup). Cara yang efektif dan mudah untuk membunuh mikroorganisme
adalah dengan pemanasan hingga di atas suhu maksimum pertumbuhan
mikroorganisme, sehingga batas kritis suhu pemanasan makanan (70°C di
seluruh bagian makanan sampai suhu 100°C) dipastikan dapat
memusnahkan bakteri patogen, makanan tetap aman dan berkualitas.
2. Prinsip Penerapan HACCP
Page
17
Pembentukkan Tim HACCP
Deskripsi Produk
Page
19
mikrobiologi dan mengumpulkan informasi mengenai mikroorganisme
patogen.
Hazard kimia berupa pestisida berpotensi ditemukan pada beras yang
merupakan residu bahan kimia pada pertanian. Bahan pengawet makanan
juga rentan ditemukan pada santan kara kemasan. Namun selama bahan
pengawet tersebut aman untuk bahan makanan dan digunakan dalam
dosis yang tepat, tidak akan berbahaya bagi kesehatan manusia.
7. Identifikasi Critical Control Point (CCP)
Penyimpanan bahan makanan yang belum dimasak dan rentan terhadap
mikroorganisme patogen termasuk CCP. Proses ini merupakan tindakan
pencegahan awal terhadap terjadinya kontaminasi dalam kadar yang
membahayakan. Penyimpanan bahan makanan hingga proses
pemasakan atau pengolahan selanjutnya termasuk CCP karena cara
penyimpanan yang tepat akan mengurangi peluang bakteri patogen untuk
bergerminasi. Formulasi atau pemorsian yang terkait dengan kandungan
zat tertentu dalam makanan termasuk CCP karena tahap ini berpengaruh
terhadap keamanan makanan pasien.
8. Penentuan Batas kritis Tiap CCP
Penentuan batas kritis untuk tiap CCP menggunakan parameter kritis yaitu
suhu, waktu, jumlah E. coli pada makanan jadi, aspek organoleptik
(warna, bau, rasa, tekstur) untuk makanan yang siap dikonsumsi, jumlah
bahan atau produk tertentu dalam formulasi makanan, jumlah kalori serta
kandungan zat tertentu dalam makanan.
Penetapan batas kritis untuk penyimpanan bahan makanan menggunakan
parameter kritis suhu dan waktu penyimpanan, begitu juga dengan
pemasakan bahan makanan menggunakan suhu dan waktu pemanasan.
Contohnya, tidak ada bakteri patogen yang dapat tumbuh pada suhu di
atas 60°C dan ini menjelaskan batas atas zona berbahaya suhu yang
berkisar antara 10°C sampai 60° C. Umumnya pertumbuhan minimum
patogen mesofilik sekitar 8 ° C, dengan begitu jika makanan disimpan di
bawah 10°C maka mesofilik akan tumbuh sangat lambat atau tidak sama
sekali.
Batas kritis pada makanan jadi yang siap dikonsumsi pasien juga
menggunakan parameter kritis jumlah E coli. Hal ini tercantum dalam
Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan
Page
20
kesehatan lingkungan rumah sakit, yang menyebutkan angka kuman E.
coli pada makanan jadi harus 0 per gram sampel makanan.
Selain itu Pemantauan terhadap aspek organoleptik (pada makanan jadi)
dilakukan sebelum pemorsian atau penyajian untuk mengetahui mutu
makanan dan kesesuaian tekstur makanan sesuai dengan diet pasien.
9. Penyusunan Sistem Monitoring
Merupakan aktivitas observasi atau pengukuran terencana pada suatu
parameter batas kritis untuk mengetahui apakah CCP terkendali.
Monitoring harus member informasi sesegera mungkin untuk dilakukan
penyesuaian untuk mencegah penyimpangan batas kritis.
Apabila terdapat satu atau beberapa spek yang ternyata keluar dari batas
kritis haruslah segera dilakukan penyesuaian sesuai dengan standar yang
telah ditentukan.
10. Penyusunan Tindakan Korektif
Tindakan korektif perlu dilakukan jika dari hasil pemantauan terjadi
penyimpangan dari batas kritis yang telah ditentukan. Tindakan korektif
harus spesifik pada setiap CCP dengan menyesuaikan kembali
penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif bila bahan makanan tidak
disimpan sesuai aturan suhu & waktu yang tepat maka perlu adanya
seleksi produk dimana produk yang tidak rusak atau tidak melebihi
kadaluarsanya harus segera disimpan dengan benar.
11. Penyusunan Prosedur Verifikasi
Verifikasi merupakan kegiatan evaluasi atau pengkajian terhadap
rancangan HACCP untuk membuktikan bahwa sistem HACCP yang
diterapkan bekerja secara efektif. Inti dari penerapan sistem ini adalah
tersedianya tim verifikasi yang bebas konflik kepentingan dengan tim
produksi. Untuk itu, jika HACCP telah dijalankan oleh rumah sakit, perlu
dipertimbangkan verifikasi oleh pihak eksternal. Audit eksternal
kemungkinan dapat dilakukan oleh konsumen, peninjau dari pemerintah
atau pihak ketiga yang dipekerjakan baik oleh konsumen maupun oleh
usaha itu sendiri.
12. Penyusunan Dokumentasi HACCP
N Y
P1 Apakah ada tindakan Apakah Modifikasi
Pencegahan Memerlukan Proses
Pengawasan
Y N
P2 Apakah Langkah
Tersebut Dibuat khusus
untuk mengendalikan
N Bahaya
N
P3 Dapatkah terjadi
peningkatan bahaya
hingga tidak dapat
terolerir
Y
P4
Penentuan CCP dan Bukan CCP N
Apakah Langkah
selanjutnya dapat
mengendalikan bahaya
Y
Page
22
Bukan CCP CCP
N Y
P1 Apakah ada tindakan Apakah Modifikasi
Pencegahan Memerlukan Proses
Pengawasan
Y N
P2 Apakah Langkah
Tersebut Dibuat khusus
untuk mengendalikan
N Bahaya
N
P3 Dapatkah terjadi
peningkatan bahaya
hingga tidak dapat
terolerir
Y
P4
N
Apakah Langkah
selanjutnya dapat
mengendalikan bahaya
3. Implementasi HACCP
Melihat beberapa sumber, dalam penerapan HACCP di Rumah sakit,
Restoran, Asrama TNI. Beberapa menyebutkan bahwa untuk
penyelenggaraan HACCP di rumah sakit lebih kompleks, lebih teliti serta
tingkat kelalaian dalam penerapan standar lebih baik jika dibandingkan
dengan pihak Restoran dan Asrama TNI dikarenakan makanan yang disajikan
untuk orang yang sedang sakit dan dalam masa recovery harus begitu
memperhatikan asupan yang diberikan kepada pasien. Bukan berarti semua
penyelenggaraan Restoran ataupun Asrama TNI seluruhnya kurang bagus,
namun masih dirasa dalam hal implementasi HACCP kurang maksimal,
hanya pihak yang benar - benar memiliki brand serta nama di kalngan
konsumen tingkat atas yang sudah menerapkan sesuai dnegan prosedur
yang telah dibuat.
Page
23
Berikut Contoh penerapan HACCP di rumah sakit, Restoran, dan Asrama TNI
Penimbangan Penimbangan
Penyimpaman
Larutan
Susu skim Gula pasir Minyak sayur Air hangat
elektrolit
Dimasukkan
Penimbangan (25 kedalam
g) Penimbangan
mangkuk Penimbangan (30 Pengukuran (20
(100 g) g) ml)
Distribusi ( waktuPencampuran,
15 diaduk
CCP
b. F 75 Menu
menit,Rumah
suhu minSakit 0
45hingga
C) merata
Page
24min)
Pemasakan (T= 50-65oC t=4 Distribusi Pasien
CCP CCP
c. Soup Ayam Jamur Menu Asrama Tentara
CCP
CCP
Page
25
C. Rangkuman
Penerapan HACCP dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit,
komersial maupun semi-komersial sebenarnya sudah mengalami
perkembangan kea rah yang lebih baik, namun masih ditemukan beberapa
masalah yang darus segera teratasi.
Masalah yang timbul dikarenakan penerapan HACCP dalam
penyelenggaraan makan biasanya disebabkan karena kurang maksimal serta
kurang disiplin pada tiap institusi dalam menyelenggarakan jaminan mutu
tersebut. Alhasil timbulah berbagai masalah diantaranya yaitu terjadi
kontaminasi, keracunan, infeksi, suhu kurang tepat dan lain – lain. Dalam
mengatasi masalah tersebut disarankan untuk mempertimbangkan
penyediaan peralatan untuk mengukur suhu, waktu penyimpanan, pengadaan
fasilitas pendingin, dan perbaikan fasilitas lain yang berkaitan dengan GMP.
Penyediaan pakaian khusus selama bekerja dan pemeriksaan kesehatan
secara berkala bagi pengolah makanan pada Unit Institusi juga perlu
dipertimbangkan pula guna memberikan pelatihan tentang personal hygiene
atau praktik higiene dan sanitasi pengelolaan makanan khususnya bagi
penjamah makanan.
Unit gizi dapat menerapkan sistem HACCP ini secara bertahap
(disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas rumah sakit, komersial,
maupun semi-komersial), sebelumnya perlu dibentuk suatu tim HACCP (dari
unit gizi maupun unit lain) yang telah terlatih serta pembentukan tim audit
internal untuk kegiatan verifikasi sistem HACCP yang telah diterapkan. Satu
hal yang tidak boleh dilupakan yakni adanya pengawasan, ferifikasi serta
monitoring evaluais terhadap segala kegiatan penyelenggaraan makanan
yang biasanya sering terbaikan.
Page
26
D. Penutup
DAFTAR PUSTAKA
Page
27
Anonim. 2005. Public Health Service & Food and Drug Administration. U.S. Public
Health Service College Park
Ditjen PPM & PL. 2001. Pengendalian Mutu Mandiri Hazard Analysis Critical Control
Point. Jakarta
Gobel, Van, Yunanci, Sri. 2011. Menu Pilihan Diet Nasi yang Disajikan Berpengaruh
Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Vip di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal
Gizi Klinik Indonesia 7(3): 112-20
Hai Yen Lee, Wan Nadirah Wan Chik. 2012. Sanitation Practices among Food
Handlers in a Military Food Service Institution, Malaysia
Iffa Zulfana dan Sudarmaji. 2008 Hazard Analysis and Critical Control Point
(HACCP) in Food Managing of Hospital Patient at Lumajang Islamic Hospital.
JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.4, NO.2
Nurmasari W & Adriyan P. 2014. Manajemen Jasa Boga. Yogyakarta : Graha Ilmu
Peter Agyei-Baffour, Kofi Boateng Sekyere and Ernestine Akosua Addy. 2013. Policy
on Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) and adherence to food.
preparation guidelines: a cross sectional survey of stakeholders in food service in
Kumasi, Ghana. BMC Research Notes, 6:442
Page
28
Rohayati. 2014. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYELENGGARAAN
PROGRAM MAKAN SIANG DI SD AL MUSLIM TAMBUN. Unnes Journal of Public
Health ; UJPH 3 (3)
Sabarguna Boy.S. 2008. Logistik Rumah Sakit dan Teknik Efesiensi. Yogyakarta:
Konsersium
S.M. Hanekom. 2011. Food Safety Risk Factors in A Hospital Food Service Unit
Serving Low Microbial Diets to Immune-Compromised Patients. African Journal of
Food, Agriculture, Nutrition and Development. Available at : www.FindArticles.com.
Diakses pada 13 Oktober, 2011
The Hang-Up With HACCP: The Resistance to Translating Science Into Food Safety
LawNeal D. Fortin VOLUME 58 NUMBER 4 2003
Page
29
Page
30