Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Otak merupakan pusat dari koordinasi tubuh manusia. Pusat dari
koordinasi tubuh yang mengalami kerusakan maka akan membawa dampak
yang fatal bagi fungsi lainnya Misalnya jika gangguan terjadi pada otak
sebelah kiri yang merupakan pusat pengaturan bahasa maka orang yang
terkena akan mengalami gangguan berbicara. Kerusakan yang terjadi pada
otak dapat mengakibatkan gangguan pada persepsi dan sensori.
Kerusakan otak dapat terjadi karena berbagai hal salah satunya adalah
SOL (Space Occupying Lesion). SOL (Space Occupying Lesion) merupakan
generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya
yang mengenai otak. Banyak etiologi yang dapat menimbulkan lesi pada otak
seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intra kranial.
( Long, C 1996 ; 130 ) Tanda dan gejala yang muncul adalah adanya
peningkatan tekanan intracranial sehingga penderitanya akan mengalami sakit
kepala yang sangat hebat. Selain itu gejala dari Space Occupying Lesion ini
terlokalisasi yaitu spesifik sesuai dengan daerah otak yang terkena.
Space Occupying Lesion sendiri dapat mengakibatkan komplikasi yang
serius diantaranya edema serebral, herniasi otak, hidrosephalus, epilepsy, dan
bahkan dapat mengalami metastase ketempat lain. Oleh karena itu diperlukan
penanganan dan perawatan yang baik agar penderita SOL tidak mengalami
komplikasi ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan gawat darurat dengan
kasus hematemesis melena
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian secara komprehensif pada kasus
hematemesis melena
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan.
c. Mampu membuat rencana keperawatan untuk menyelesaikan masalah
keperawatan.
d. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
e. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah
pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter
yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian
atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan
atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar
kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau
kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah
proksimal jejunun dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama
dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100
ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama
hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga
besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan
melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan
segera di rumah sakit.

B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab timbulnya hematemisis dan melena adalah:
1. Kelainan esofagus: varises, esofagitis, keganasan.
2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak, keganasan.
3. Penyakit darah: leukemia
4. Pemakaian obat-obatan yang ulsertgenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol.

C. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)


Gejala yang ada yaitu:
1. Muntah darah (hematemesis)
2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (Melena)
3. Mengeluarkan darah dari rectum (Hematoskezia)
4. Denyut nadi yang cepat, disertai tekanan darah renadah.
5. Akral teraba dingin dan basah
6. Nyeri perut
7. Nafsu makan menurun.
8. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.

D. PATOFISIOLOGI/ PATHWAY
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk
saluran kolateral dalam submukosa esofagus dan rektum serta pada dinding
abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi
hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut
menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises).
Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.
Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus
balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi
berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam
berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme
kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini
merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat
pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi
jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi
metabolisme anaerob, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan
memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang
mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.
PATHWAYS

Esofagitis, Keganasan, Tukak, Obat-


obatan yang mengandung ulsergenik,
Nekrosis perenkim hati,
Proses regenerasi sel hati dalam bentuk
yang terganggu

Kegagalan parenkim Hipertensi portal Ensefalopat Ascites


i

Nafsu makan, Varises Penekanan


Muntah- esofagu diafragma
muntah, s
Perut tak
enak, Tekanan Ruang
meningkat paru
Kelemahan,
Cepat lelah menyem
Perubahan
pit
nutrisi Pembuluh darah
pecah Sesak nafas

Gangguan pola
Hematemesi Melena nafas
s

Gangguan keseimbangan
cairan

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram
untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast
pada lambung dan duodenum.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada
daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari
ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya
segera setelah hematemesis berhenti.

2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka
pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan
dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari
pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk
dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik.
Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung,
pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini
mungkin setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas.
F. TERAPI
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas

harus sedini mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit

untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan

yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran

makan bagian atas meliputi :

. Pengawasan dan pengobatan umum


G.  Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang

menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid

sebaiknya dihindarkan.

H.  Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung

dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.

I.  Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam

fisiologis selama belum tersedia darah.

J.  Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran

penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor.

K.  Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu

dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.

L.  Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang

hilang dan mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga

normal.

M.  Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10

mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2

reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk

menanggulangi perdarahan.

N.  Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai

pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai


tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk

mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh

bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.

O. 2. Pemasangan pipa naso-gastrik

P. Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi

cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan

pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung

akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan

terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan

demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan

dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml

sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan

ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat

segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.

Q. 3. Pemberian pitresin (vasopresin)

R. Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin

per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan

splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan

demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu

diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga

dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati


dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita

penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan

elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan

adanya penyakit jantung koroner/iskemik.

S. 4. Pemasangan balon SB Tube

T. Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita

perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB

tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif,

sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna

pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan

kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama

pemasangan.

U. Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan

pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan

saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus.

Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan

ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.

V. 5. Pemakaian bahan sklerotik

W. Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau

sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop

yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian


ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan

narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara

pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu

pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran

makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.

X. 6. Tindakan operasi

Y. Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami

kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat

dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa

dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,

pintasan porto-kaval.

Z. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan

berhenti dan fungsi hari membaik.

AA. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.

b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
/aspirasi.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

d. Disability
Kaji tingkat kesadaran GCS, Kaji ukuran dan reaksi pupil terhadap
cahaya, kaji kekuatan otot motorik

e. Exposure
Kaji ada tidaknya tanda-tanda hipotermia, kaji suhu tubuh

Pengkajian Sekunder
1. Riwayat mengidap: penyakit hepatitis kronis, cirrochis hepatis, hepatoma,
ulkus peptikum
2. Kanker saluran pencernaan bagian atas
3. Riwayat penyakit darah, misalnya DIC
4. Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik
5. Kebiasaan/gaya hidup : alkoholisme, kebiasaan makan
6. Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi
7. Inspeksi :
Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis)
Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah
Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat
Kulit : dingin
8. Auskultasi :
Paru
Jantung : irama cepat atau lambat
Usus : peristaltik menurun
9. Perkusi :
Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak
Reflek patela : menurun
10. Intake : anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan.
11. Eliminasi :
 BAB : konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah hitam,
konsistensi pekat, jumlahnya)
 BAK : warna gelap, konsistensi pekat
12. Neurosensori : adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi, koma).
13. Respirasi :sesak, dyspnoe, hipoxia
14. Aktifitas :lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot
15. Studi diagnostik:
Pemeriksaan darah : Hb, Ht, RBC, Protrombin, Fibrinogen, BUN, serum,
amonoiak, albumin.
Pemeriksaan urin : BJ, warna, kepekatan
Pemeriksaan penunjang : esophagoscopy, endoscopy, USG, CT Scan.

BB. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake asupan yang tidak adekuat.

3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

4. Ansietas berhubungan dengan sakit kritis.

CC. INTERVENSI
a. Diagnosa 1
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

Tujuan dan kriteria hasil:


Devisit cairan dan elektrolit teratasi.Tanda-tanda dehidrasi tidak ada,
mukosa mulut dan bibir lembab, balance cairan seimbang.
Rencana Tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Observasi tanda-tanda dehidrasi.
3. Hitung input dan output cairan (balance cairan).
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan,
pemeriksaan lababoratorium elektrolit.
5. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah
garam.

b. Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake asupan yang tidak kuat.

Tujuan dan kriteria hasil:


Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi. Intake nutrisi klien
meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak
ada.
Rencana Tindakan :
1. Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.
2. Timbang berat badan klien.
3. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
4. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan
auskultasi).
5. Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
6. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.

c. Diagnosa 3
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi
abdomen.

Tujuan dan Kriteria hasil :


Nyeri dapat teratasi. Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah
tenang.
Rencana Tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Kaji tingkat rasa nyeri.
3. Atur posisi yang nyaman bagi klien.
4. Beri kompres hangat pada daerah abdomen.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgetik
sesuai indikasi.

d. Diagnosa 4
Ansietas berhubungan dengan sakit kritis.
Tujuan dan kriteria hasil :
Rasa cemas pasien teratasi. Pasien tampak rileks.
Rencana tindakan :
1. Kaji rasa cemas pasien.
2. Berikan motivasi pada pasien untuk semangat sembuh.
3. Berikan penjelasan mengenai sakit yang diderita pasien.
4. Ciptakan suasana yang menyenangkan bagi pasien

1. Implementasi Keperawatan
a. Gunakan deskripsi tindakan untuk menentukan apa yang telah
dikerjakan.
b. Identifikasi alat yang digunakan.
c. Be ikan kenyamanan, keamanan, dan perhatikan lingkungan selama
melalukan tindakan keperawatan.
d. Catat waktu dan orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
tindakan.
e. Catat semua respoinformasi tentang pasien.

2. Evaluasi
a. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
c. Rasa nyaman terpenuhi.
d. Rasa cemas pasien teratasi.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E. at al. (1992). Nursing Care Plans, F.A. Davis Company,
Philadelphia
Hernomo O.K. (1997). Hematemisis dan Melena dalam Penanggulangan
Gawat Darurat, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Hudak C.M. (1994). Critical Care Nursing, Lippincort Company,
Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai