Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terjemahan Surah At-Tin.

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

1. Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun.


2. Dan demi bukit Sinai.
3. Dan demi kota (Mekkah) ini yang aman.
4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya.
5. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-
rendahnya (neraka).
2

6. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh;


maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
7. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari)
pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan itu) itu?
8. Bukankah Allah Swt. Hakim yang seadil-adilnya?1

1.2 Rumusan Masalah


1. apa Asbabun Nuzul Surah At-tin ?
2. apa isi kandungan surah At-Tin ?

1
Al Quran dan terjemahnya, cet Mujamma’ Malik Fahd, Saudi Arabia.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asbabun Nuzul


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Al-Aufi yang bersumber pada

Ibnu Abbas, surah at-Tin turun berkaitan dengan pertanyaan para sahabat

tentang balasan amal orang yang sudah pikun. Melalui surah at-Tin, Allah

Swt. menegaskan bahwa amal orang yang beriman dan beramal saleh akan

senantiasa mengalir pahalanya meskipun orang tersebut mengalami

pikun2.

2.2. Isi Kandungan

Menurut para ulama Surat At-Tin diturunkan Allah di Makkah

setelah Surat al-Buruj.[1] Tema besar surat makkiyah ini ada dua.

Pertama, pengangkatan Allah terhadap derajat manusia dengan

memuliakannya. Kedua, tema iman dan amal serta balasannya. Itulah yang

kelak akan membuktikan bahwa Allah-lah sebijak-bijaknya hakim yang

akan menuntaskan dan mengadili semua permasalahan manusia dengan

seadil-adilnya.

Dalam surat ini Allah bersumpah dengan beberapa hal.

َّ ‫ين َو‬
ِ ُ ‫الز ْيت‬
‫ون‬ ِ ِّ ِ‫َوالت‬

2
Sunan Abu Daud, Abu Daud Sulaiman bin Al Asy’ats As Sijistani (202-275 H), tahqiq
Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Daar Al Fikr.
4

Pertama, ”Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun” (QS. 95: 01).

Sebagian ahli tafsir ada yang mengartikan sumpah pertama ini

dengan nama bukit yang ada di Baitul Maqdis, Palestina. Ini pendapat

Ikrimah. Sementara Qatadah mengatakan bahwa Tin adalah bukit di

Damaskus dan Zaitun adalah nama bukit di Baitul Maqdis[4]. Namun,

tidak sedikit yang menyebutkan bahwa yang dimaksud di sini adalah nama

dua buah yang sudah dikenal oleh orang Arab juga manusia secara umum

yaitu buah Tin yang sangat manis dan buah Zaitun yang pahit namun

banyak manfaatnya. Jika yang dimaksud adalah tempat maka bisa

konteksnya dengan menambah penafsirannya menjadi bukit atau tempat

tumbuhnya kedua buah tersebut. Yaitu di dataran Baitul Maqdis. Gagasan

ini seperti disampaikan Syihabuddin al-Alusy dalam tafsirnya.

َ‫ور ِسينِين‬
ِ ‫ط‬ُ ‫َو‬

Kedua, “Dan demi bukit Sinai”. (QS. 95: 02)3

Adapun tempat kedua yang dipakai bersumpah di sini adalah bukit

Sinai, yang menurut kebanyakan ahli tafsir dimaknai dengan bukit tempat

nabi Musa menerima wahyu yaitu di bukit Sinai, Mesir[6]. Menurut

Ikrimah, ”sinîn” berarti baik, yaitu dalam bahasa habasyah (Etiophia).

ِ ‫َو َهذَا ْالبَلَ ِد ْاْل َ ِم‬


‫ين‬

Ketiga, “Dan demi kota (Mekkah) ini yang aman.”

3
Al Quran dan terjemahnya, cet Mujamma’ Malik Fahd, Saudi Arabia.
5

Berikutnya Allah bersumpah dengan Al Balad Al Amin, yaitu

Makkah. Lalu, mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan

hal-hal tersebut? Para ulama tafsir menerangkan sebab-sebabnya yang

diantaranya; karena kedua tumbuhan tersebut (At Tin dan Az Zaitun)

banyak mengandung manfaat, baik pada pohonnya maupun buahnya, dan

karena keduanya sangat tumbuh subur dan baik di Syam, yang merupakan

tempat diutusnya Nabi Isa ‘alaihissalam menjadi seorang rasul. Kemudian

Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan sebuah bukit, karena di

tempat itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara kepada Nabi Musa dan

mengutusnya menjadi seorang rasul.

Adapun mengapa Allah bersumpah dengan Al Balad Al Amin? Itu

karena Mekkah adalah sebuah negeri yang aman bagi orang memasukinya,

juga karena di tempat itulah Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa

sallam diutus menjadi seorang rasul. dari sini, jelaslah mengapa Allah

Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan hal-hal tersebut? Itu karena

ketiga tempat tersebut adalah tempat-tempat yang disucikan yang Ia pilih,

dan telah diutus padanya rasul-rasulNya yang paling mulia.4

َ ْ‫سانَ ِفي أَح‬


‫سن‬ ِ ْ ‫ت َ ْق ِويم ِِلَقَدْ َخلَ ْقنَا‬
َ ‫اْلن‬

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam


bentuk yang sebaik-baiknya.”

4
Tafsir Ath Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thabari (224-310 H), tahqiq
Mahmud Syakir, Daar Ihya At Turats, Beirut, cet I th 1421 H/ 2001 M.
6

Ayat berikutnya adalah jawaban dari sumpahNya terhadap hal-hal

tadi, bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan

manusia dalam bentuk dan sifat yang sebaik-baiknya, dengan seluruh

anggota tubuh yang seimbang, sempurna, dan tidak kekurangan suatu

apapun. Dan semuanya itu menunjukkan atas kekuasaan Allah yang

mutlak atas penciptaan dan pengembalian manusia pada hari kebangkitan.

Allah SWT. dalam ayat ini menegaskan secara eksplisit bahwa

manusia itu diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna. Ar-Raghib

Al-Asfahani, seorang pakar bahasa Al Quran menyebutkan bahwa kata

'taqwiim' pada ayat ini merupakan isarat tentang keistimewaan

manusia dibanding binatang, yaitu dengan dikaruniainya akal,

pemahaman, dan bentuk fisik yang tegak dan lurus. Jadi 'ahsani

taqwiim' berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya. Kalau kita

cermati lebih jauh, sesungguhnya kesempurnaan manusia bukan hanya

sekedar pada bentuk fisik dan psikisnya saja, kedudukan manusia di antara

makhluk Allah lainnya pun menempati peringkat tertinggi, melebihi

kedudukan malaikat, "Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak

Adam (manusia) dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan

Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang Kami ciptakan,

dengan kelebihan yang menonjol." (Q.S. Al Isra 17:70) Pada prinsipnya,

malaikat adalah makhluk mulia. Namun jika manusia beriman dan taat

kepada Allah swt., ia bisa melebihi kemuliaan para malaikat.


7

Ada beberapa alasan yang mendukung pernyataan tersebut.


Pertama, Allah swt. memerintahkan kepada malaikat untuk bersujud
(hormat) kepada Adam a.s. Saat awal penciptaan manusia Allah
berfirman, "Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para Malaikat,
"Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia
enggan dan takabur dan ia adalah termasuk golongan kafir." (Q.S. Al
Baqarah 2:34) Kedua, malaikat tidak bisa menjawab pertanyaan Allah
tentang al asma (nama-nama ilmu pengetahuan), sedangkan Adam a.s.
mampu karena memang diberi ilmu oleh Allah swt., "Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman, " Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang golongan yang
benar. Mereka menjawab, "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Allah berfirman, "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-
nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-
nama benda itu, Allah berfirman, "Bukankah sudah Kukatakan
kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi
dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan." (Q.S. Al Baqarah 2:31-32). Ketiga, kepatuhan malaikat
kepada Allah swt. karena sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki
hawa nafsu; sedangkan kepatuhan manusia pada Allah swt. melalui
perjuangan yang berat melawan hawa nafsu dan godaan setan. Keempat,
manusia diberi tugas oleh Allah menjadi khalifah di muka bumi,
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi..." (Q.S. Al Baqarah 2:30).

Mencermati analisis di atas, bisa disimpulkan betapa Allah swt.


Telah memberikan kemuliaan yang begitu tinggi pada manusia, bukan
8

hanya yang bersifat fisik dan psikis, tapi juga dari segi kedudukannya.
Namun, kalau manusia tidak mampu mengemban amanah yang begitu
besar, derajatnya akan turun ke tingkat yang paling hina, bahkan bisa
lebih hina dari binatang sekalipun, sebagaimana dijelaskan dalam ayat
berikutnya.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫أ َ ْسفَ َل‬ ُ‫َردَ ْدنَاه‬ ‫ثُم‬


َ‫سافِلِين‬
َ

َ ‫ت فَلَ ُه ْم أَجْ ٌر‬


‫غي ُْر َم ْمنُون‬ ِ ‫ع ِملُوا الصا ِل َحا‬
َ ‫ِإَّل الذِينَ آ َمنُوا َو‬

Artinya: “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang


serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal shalih, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-
putusnya”

Pada ayat kelima Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan tentang

keadaan kebanyakan manusia yang kufur terhadap nikmat yang telah Ia

berikan kepadanya berupa bentuk fisik yang sempurna dan baik. Maka

sudah sewajibnya seorang manusia bersyukur atas nikmat ini, namun

justru kebanyakan manusia lalai dan lupa terhadap penciptanya yang telah

memberikan kenikmatan-kenikmatan yang tak terbilang, mereka sibuk

dengan bermain-main dan hal-hal yang melalaikan mereka. Mereka ridha

dengan perkara-perkara rendah dan akhlak-akhlak buruk yang merusak

diri mereka sendiri. Akhirnya Allah pun mengembalikan mereka ke dalam

neraka yang paling bawah, tempatnya ahli maksiat yang membangkang

dan menentang perintah-perintah Allah. Kecuali orang orang yang

beriman, yang telah diberikan oleh Rabb mereka keutamaan berupa


9

keimanan, amal yang shalih, dan akhlak yang tinggi dan mulia. Maka bagi

mereka derajat yang tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan pahala

dariNya yang tiada henti-hentinya terus mengalir kepada mereka dan tanpa

terputus. Bahkan mereka terus mendapatkan kelezatan kelezatan yang

terus-menerus, kebahagiaan yang tiada habis-habisnya, dan kenikmatan

tak terhingga yang abadi dan kekal selama-lamanya.

Pada ayat berikutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫ينِِّفَ َما يُ َك ِذِّبُكَ بَ ْعدُ بِال ِد‬


ِ

“Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari)


pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?”

Pada ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya dan

menegaskan kembali kepada manusia yang telah diciptakan dalam sebaik-

baik bentuk, sempurna dan utuh tanpa kekurangan suatu apapun, namun di

antara manusia masih ada yang kufur terhadap nikmat nikmat Rabbnya

dan ingkar terhadap hari pembalasan,”Apa yang membuatmu dan

menyebabkanmu wahai anak Adam mendustakan dan mengingkari hari

pembalasan terhadap seluruh amal perbuatan, padahal kamu telah

mengetahui kekuasaan Rabbmu yang mampu menciptakanmu dengan baik

dan sempurna? Bukankah Ia yang telah menciptakanmu jauh lebih mampu

untuk menghidupkanmu kembali dan membalas amal-amalmu? Apa yang


10

membuatmu mendustakan semua ini sedangkan kamu mengetahui

kebenarannya?5

Dan di akhir surat At-Tiin ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ‫ْس َّللاُ بِأَحْ َك ِم ْال َحا ِك ِمين‬


َ ‫أَلَي‬

Artinya: “Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?”

Allah Subhanahu wa Ta’ala kembali bertanya dalam ayat ini yang

maknanya, “Apakah adil dan sesuai dengan hikmah-Nya jika Ia

menciptakan makhlukNya untuk kemudian dibiarkan dan ditinggalkan

begitu saja tanpa diperintah dan dilarang, dan tanpa diberikan balasan baik

ataupun buruk? Ataukah sesuai keadilan dan hikmahNya itu, jika Ia Yang

Maha Pencipta dengan tahapan demi tahapan penciptaan, kemudian Ia

memberikan seluruh nikmat-nikmatNya yang tiada terbilang, lalu

membimbing mereka dengan bimbingan yang baik dan bijaksana, dan

akhirnya Ia mengembalikan mereka kepada tujuan dan inti kehidupan

mereka, yaitu akhirat yang kepadanyalah orang-orang beriman menuju?”6

Ada sebuah hadits yang erat kaitannya dengan ayat terakhir ini.

Yang mungkin hadits ini dijadikan hujjah oleh sebagian mereka yang

beranggapan akan sunnahnya hukum membaca lafazh ( َ‫ َوأَنَا َعلَى ذَلِكَ ِمن‬،‫َبلَى‬

5
Tafsir Ibnu Katsir (Tasir Al Qur’an Al ‘Azhim), Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir (700-
774 H), tahqiq Sami bin Muhammad AS Salamah, Daar Ath Thayyibah, Riyadh, cet I, th 1422
H/2002 M.
6
Taisir Karim Ar Rahman fi Tafsiri Kalami Al Mannan, Abdurrahman bin Nashir As Sa’di,
tahqiq Abdurrahman bin Mu’alla Al Luwaihiq, Daar As Salam, cet I, th 1422 H/2001 M.
11

َ‫)الشا ِه ِديْن‬, atau lafazh (‫س ْب َحانَكَ فَبَلَى‬


ُ ) tatkala seseorang membaca surat At Tiin

ini sampai pada penghujung ayatnya.

Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, Ahmad, dan


lain-lainnya dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , beliau berkata:[14]
َ‫ َوأَنَا َعلَى ذَلِكَ ِمنَ الشا ِه ِديْن‬، ‫ َبلَى‬: ‫ فَ ْل َيقُ ْل‬، َ‫ْس هللاُ ِبأَحْ ك َِم ْال َحا ِك ِميْن‬
َ ‫ أَلَي‬: َ ‫ فَقَ َرأ‬، ‫ َوالتِِّي ِْن َوالز ْيت ُ ْو ِن‬: َ ‫ َم ْن قَ َرأ‬.

“Barangsiapa yang membaca ‘Wat tiini waz Zaituun’ sampai ia


membaca ‘Alaisallaahu bi Ahkamil Haakimiin’ ; maka hendaknya ia
mengucapkan: ‘Balaa Wa Ana ‘Alaa Dzaalika minasy Syaahidiin’ (Ya,
dan aku atas hal itu termasuk orang-orang yang bersaksi).”

Namun hadits ini dha’if, sebagaimana yang telah dihukumi oleh


Asy Syaikh Al Albani,] disebabkan pada sanadnya terdapat perawi (dan ia
bukan seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
12

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
· Ayat 1,2, dan 3 Allah Swt bersumpah yang tujuannya ialah untuk memberi

suatu pandangan lebih oleh manusia terhadap ma’sum(yang menerima

sumpah).

· Pada ayat 4,5, dan 6 Allah menjelaskan kodrat manusia yang Allah ciptakan

serta balasan bagi manusia yang beramal; baik amal baik maupun buruk

pasti akan menerima balasan.

· Ayat ke 7 dan 8 Allah menanyakan penyebab manusia yang menentang

hukum dan kekuasaan Allah.

3.2 Saran

Sebagai makhluk Allah yang lemah dan sempurna sudah

semestinya untuk taat dan patuh terhadapa hukum Allah; dan Allah lah

yang kuasa lagi bijaksana untuk menentukan semua pembalasan di

mahkamah Allah atas apa yang manusia yang dikerjakan dibumi yang fana

ini. Semoga kita dapat tergolong kedalam orang-orang yang Shalih.

Amiin ya Rabbal ‘Alamin...

Waallahu’alam...
13

DAFTAR PUSTAKA

Al Quran dan terjemahnya, cet Mujamma’ Malik Fahd, Saudi Arabia.

Sunan Abu Daud, Abu Daud Sulaiman bin Al Asy’ats As Sijistani (202-275 H),
tahqiq Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Daar Al Fikr.

Tafsir Ath Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thabari (224-310 H),
tahqiq Mahmud Syakir, Daar Ihya At Turats, Beirut, cet I th 1421 H/ 2001 M.

Tafsir Al Qurthubi (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an), Abu Abdillah Muhammad bin
Ahmad Al Qurthubi, tahqiq Abdur Razzaq Al Mahdi, Daar Al Kitab Al ‘Arabi,
cet II, th 1421 H/1999 M.

Tafsir Ibnu Katsir (Tasir Al Qur’an Al ‘Azhim), Abul Fida’ Ismail bin Umar bin
Katsir (700-774 H), tahqiq Sami bin Muhammad AS Salamah, Daar Ath
Thayyibah, Riyadh, cet I, th 1422 H/2002 M.

Taisir Karim Ar Rahman fi Tafsiri Kalami Al Mannan, Abdurrahman bin Nashir


As Sa’di, tahqiq Abdurrahman bin Mu’alla Al Luwaihiq, Daar As Salam, cet I, th
1422 H/2001 M.

Dha’if Sunan Abi Daud, Muhammad Nashiruddin Al Albani (1332-1420 H).


14

MAKALAH

SURAH AT-TIN

Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

DISUSUN OLEH :

VENING OLIVIA (191260045)

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU (IAIM NU) METRO

LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2019/2020


15

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah-Nya kepada


seluruh umat manusia untuk dijadikan pedoman dan acuan dalam meraih
keselamatan dunia dan akhirat. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
junjungan kita nabi Muhammad SAW sebagai pembawa rahmat dan hidayah-
Nya,tidak lupa kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan sampai kepada
kita selaku umatnya yang senantiasa meneruskan perjuangannya demi tegaknya
islam di muka bumi ini.

Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, karena berkat


iradah-Nya kami diberikan kemudahan sehingga kami mampu melalui hambatan-
hambatan yang datang selama penyusunan makalah ini, tentunya dengan ridho
Allah SWT terwujudlah makalah ini yang berjudul “At Tiin”

Makalah ini memang bukan karya yang sempurna karena kami


menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisannya, baik dalam isi,
sistematika, dan teknik penulisannya. Walaupun masih banyak kekurangan,
namun berkat bantuan dan kerjasama kelompok, akhirnya makalah ini dapat
diselesaikan.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari teman-
teman sekalian akan saya terima dengan senang hati, guna penyempurnaan tugas
makalah ini di kemudian hari. Selanjutnya, Semoga laporan praktikum ini bisa
memberikan manfaat bagi saya selaku penulis dan bagi para pembaca. Amin.

ii
16

DAFTAR ISI

CAVER .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 3

2.1 Asbabun Nuzul ...................................................................... 3

2.2 Isi Kandungan ...................................................................... 3

BAB III PENUTUP ............................................................................... 10

3.1 Kesimpulan ........................................................................... 10

3.2 Saran ..................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

iii

Anda mungkin juga menyukai