Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan penelitian selanjutnya diketahui bahwa organisame
archaebateria memiliki sifat molekuler yang lebih mirip dengan eukariot. Pada tahun
1990 peneliti dari Universitas Illionis, Dr. carl Woese dan koleganya dapat
membuktikan bahwa Archea memiliki perbedaan yang mendasar dengan bakteri
eukaria. Sehingga dia memisahkan archaea ke dalam domain tersendiri yaitu archaea.
Pemisahan ini berdasarkan pendekatan sekuen gen penyandi 16S rRNA yang bersifat
universal bagi seluruh organisme. Atas dasar penelitiannya tersebut, Woese
mengajukan bahwa kehidupan dibagi menjadi tiga domain, yaitu bacteria, eukaria,
dan archaea (Weose et al, 1990).
Beberapa anggota archaea diketahui merupakan organisme penghuni
lingkungan paling ekstrim di bumi. Diantaranya, hidup di dekat kantung-kantung gas
di dasar laut, sementara lainnya berada pada sumber mata air panas atau bahkan pada
air dengan kadar garam/asam yang sangat tinggi. Beberapa archaea juga ditemukan
pada saluran pencernaan sapi, rayap. Mereka juga dapat hidup pada lumpur di dasar
laut tanpa oksigen sekalipun. Namun, saat ini telah ditemukan beberapa archaea yang
juga hidup pada kondisi normal seperti bakteri kebanyakan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Archaebacteria?
2. Bagaimana ciri-ciri dari Archaebacteria?
3. Bagaimana klasifikasi Archaebacteria?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Archaebacteria
Arkea atau archaea (bahasa Yunani: αρχαία— "yang tua"), juga disebut
arkeobakteri, merupakan satu divisi organisme hidup yang utama. Meskipun filogeni
yang tepat masih tidak dapat dipastikan untuk kumpulan-kumpulan ini, Arkea,
Eukariota, dan Bakteria merupakan kelas yang termasuk sistem tiga domain. Sama
dengan bakteria, Arkea merupakan organisme yang tidak memiliki nukleus, oleh
sebab itu, Arkea termasuk Prokariota. Awalnya, termasuk dalam kerajaan Monera.
Arkea berhabitat di lingkungan kotor, tetapi ditemukan bahwa arkea terdapat di setiap
tempat.
Pokok filogenetik berdasarkan data rRNA yang menunjukkan pemisahan
bakteria, arkea, dan eukariota. Arkea ditemukan pada tahun 1977 oleh Carl Woese
dan George Fox berdasarkan pemisahan dari prokariot yang lain dalam pohon
filogentik rRNA 16S. Awalnya, kedua kumpulan ini adalah Arkeabakteria dan
Eubakteria, dan dibagi dalam kingdom atau subkingdom yang diistilahkan oleh
Woses dan Fox sebagai Urkingdom. Woese berpendapat bahawa Arkea pada
dasarnya merupakan satu cabang hidupan yang berlainan. Ia kemudian memberi
nama Arkea dan Bakteria untuk memperkuat pendapatnya, dan berpendapat bahwa
Arkea merupakan bagian dari tiga domain.
Istilah biologi, Arkea, harus tidak dikelirukan dengan frasa geologi, eon
Arkean, yang juga dikenal sebagai Era Arkeozoik. Istilah kedua ini merujuk kepada
zaman primordium dalam sejarah bumi ketika Arkea dan Bakteria merupakan
organisme bersel yang tunggal di bumi. Fosil-fosil ini kemungkinan merupakan fosil
mikroba yang berasal dari 3,8 juta tahun yang lalu.
B. Ciri-ciri Archaebacteria
Archaebacteria memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Sel bersifat prokaryotik.
 Lipida pada membran sel bercabang.
 Tidak memiliki mitokondria, retikulum endoplasma, badan golgi, dan
lisosom.
 Habitat di lingkungan bersuhu tinggi, bersalinitas tinggi, dan asam.
 Berukuran 0,1 um sampai 15 um, dan beberapa ada yang berbentuk filamen
dengan panjang 200 m.
 Dapat diwarnai dengan pewarnaan Gram.
 Bentuk Archaebacteria bervariasi, seperti berbentuk bola, batang, spiral,
cuping, dan empat persegi panjang. Bentuk-bentuk yang berbeda ini
menunjukkan perbedaan tipe metabolismenya.
 Pada prinsipnya habitat Archaebacteria di lingkungan bersuhu tinggi,
bersalinitas tinggi dan asam. Tetapi biasanya Archaebacteria dikelompokkan
berdasarkan habitatnya, yaitu:
1. Halophiles, yaitu lingkungan yang berkadar garam tinggi.
2. Methanogens, yaitu lingkungan yang memproduksi methan. Ini dapat
ditemukan pada usus binatang.
3. Thermophiles, yaitu lingkungan yang mempunyai suhu tinggi.
Dalam contoh konkrit kalian dapat menemukan Archaebacteria di gletser,
asap hitam, tanah rawa, kotoran, air laut, tanah dan saluran pencernaan makanan pada
binatang seperti ruminansia, dan rayap.
Terdapat juga pada saluran pencernaan makanan pada manusia. Walaupun
demikian, Archaebacteria biasanya tidak berbahaya bagi organisme lainnya dan tidak
satu pun dikenal sebagai penyebab penyakit
C. Klasifikasi Archaebacteria
Arkhaebakteria banyak ditemukan hidup di lingkungan ekstrim seperti di
sumber air panas, telaga garam, bahkan dalam saluran pencernaan hewan ruminansia
(sapi, domba). Berdasarkan lingkungan yang ekstrim Archaebacteria dibedakan
menjadi 3 kelompok :
1. Metanogen
Kelompok Archaebacteria ini bersifat anaerobik dan kemosintetik. Bakteri ini
memperoleh makanan dengan mereduksi CO2 menggunakan H2 menjadi metana
(CH4). Hidup di rawa-rawa dan danau yang kekurangan oksigen karena konsumsi
mikroorganisme lain.
4H2 + CO2 ―→ CH4 + 2H2O
Metanogenik juga berperan dalam pembusukan sampah dan kotoran ternak.
Metanogenik merupakan bakteri utama dalam pembentukan biogas atau gas metana.
Beberapa bakteri metanogenik bersimbiosis dalam rumen herbivora dan hewan
pengonsumsi selulosa lainnya.
Contoh :
 Lachnospira multiparus, organisme ini mampu menyederhanakan pectin
 Ruminococcus albus, organisme ini mampu menghidrolisis selulosa
 Succumonas amylotica, memiliki kemampuan menguraikan amilum.
 Methanococcus janashii, penghasil gas methane

Gambar. Methanobacterium
2. Halofilik
Bakteri Halofilik (halo : garam, philis: suka) ini hidup pada lingkungan
dengan kadar garam tinggi dan sebagian memerlukan kadar garam 10 kali lebih tinggi
daripada air laut untuk dapat hidup. seperti di danau Great Salt (danau garam), Laut
Mati, atau di dalam makanan yang bergaram. Beberapa bakteri halofilik dapat
berfotosintesis dan memiliki zat warna yang disebut bacteriorodhopsin. ).
Beberapa spesies kelompok ini memiliki pigmen merah orodopsin. Sehingga
koloni kelompok ini terlihat seperti buih yang berwarna merah keunguan. Berbeda
dengan methanogen, kelompok halofil memerlukan oksigen untuk respirasi.
Sementara kecukupan nutrisi diperoleh dengan melakukan fotosintesis dengan
pigmen merah yang dimilikinya. Ciri–ciri halofil:
1) Habitat: perairan dengan kadar garam tinggi
2) Aerobik dan fotosintetik

Gambar. Hallococus
3. Termofilik
Sesuai dengan namanya (thermo: panas, philis: suka), Archaebacteria ini
hidup di tempat dengan suhu 60°C hingga 80°C. Beberapa bakteri termofilik mampu
mengoksidasi sulfur, seperti Sulfolobus yang hidup di mata air sulfur. Bahkan,
beberapa spesies mampu dengan suhu 105°C
Kelompok Sulfolobus (bakteri Sulfur) misalnya ditemukan pada sumber mata
air panas yang banyak mengandung sulfur atau di lereng gunung berapi dengan suhu
optimum mencapai 105°C. Kelompok ini memiliki DNA dengan komposisi pasangan
basa nitrogen sitosin – guanin yang banyak, sehingga tahan panas. Kelompok ini
merupakan kemoautotrof. Ciri umum termofil ialah:
1) Hidup di wilayah dengan suhu diatas 60°C
2) Kemoautotrof
Menurut Woese, Kandler dan Wheelis, 1990, Archaebacteria dibagi menjadi
beberapa phylum, yaitu:
Phylum Grenarchaeota
Phylum Euryarchaeota
Halobacteria
Methanococci
Methanophyri
Archaeoglobi
Thermococci
Thermoplasmata
Phylum Korarchaeota
Phylum Nanoarchaeota

Anda mungkin juga menyukai