Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II

PERCOBAAN IV
PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA OBAT SETELAH PEMBERIAN
DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA DARAH DAN URIN

Disusun oleh :
Kelas : A
Golongan/Kelompok : I/ III

Nama NIM Tanda Tangan


1. Galuh Wahyu A (FA/09545)
2. Yayang Andriva (FA/09552)
3. Kholis Syafa’atun K (FA/09554)
4. Debi Octavia (FA/09558)

Hari/Tanggal Praktikum : Rabu/19 November 2014


Dosen Jaga :
Asisten Jaga :

Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi


Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik
Fakultas Farmasi UGM
2014
PERCOBAAN II

PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA OBAT SETELAH PEMBERIAN


DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA DARAH DAN URIN

A. TUJUAN
Mahasiswa mampu menetapkan dan menghitung parameter farmakokinetik obat setelah
pemberian dosis tunggal berdasarkan data kadar obat dalam darah dan urin dalam seri waktu
setelah pemberian.

B. DASAR TEORI
Kata ‘farmakokinetika’ berasal dari kata ‘pharmacon’, kata Yunani untuk obat dan racun,
dan ‘kinetik’. Jadi, Farmakokinetika merupakan ilmu yang mempelajari kinetika obat, yang
didalam hal ini berarti kinetika obat dalam tubuh. Farmakokinetika adalah suatu
pembahasan tentang kinetika suatu obat dalam tubuh dan mencakup proses absorbs,
distribusi, dan eliminasi (Shargel, et al, 2005). Uraian dari distribusi dan eliminasi obat
sering diistilahkan sebagai disposisi obat. Ritschel (1992) mendefinisikan farmakokinetik
sebagai ilmu yang membicarakan perubahan kadar obat dalam produk obat dan perubahan
kadar obat dan/atau metabolitnya di dalam tubuh manusia atau hewan setelah pemberian.
Esensi dari definisi tersebut sama yaitu ilmu yang membicarakan tentang perubahan kadar
obat dan/atau metabolitnya di dalam tubuh sebagai fungsi waktu sedangkan perubahan
kadar tersebut dipengaruhi oleh tubuh. (Hakim, 2011)
Seperti telah diketahui bahwa parameter farmakokinetika adalah besaran yang
diturunkan secara matematis dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan
atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urin, saliva, air mata, atau cairan hayati
lainnya). Kadar obat dapat ditetapkan dengan menggunakan cuplikan darah karena darah
adalah tempat yang paling cepat dicapai obat. Selain itu, darah merupakan tempat yang
paling logis bagi penetpan kadar obat di dalam badan. Dalam praktek uji dengan data darah
paling banyak digunakan karena darahlah mengambil obat dari tempat absorpsi,
menyebarkannya ke tempat dsitribusi atau aksi, serta membuangnya ke organ eliminasi.
Selain dengan cuplikan darah, parameter farmakokinetika suatu obat juga dapat
ditetapkan dari pengukuran kadar obat atau metabolitnya didalam urin. Sebenarnya
pengukuran atau penggunaan cuplikan urin ini dapat lebih baik dari cuplikan darah,
terutama jika obat diekskresikan ke dalam urin secara sempurna dalam bentuk tak berubah.
Hal tersebut karena data urin mengukur langsung jumlah obat yang berada didalam badan,
kadar obat dalam urin lebih besar daripada dalam darah, volume yang tersedia lebih besar,
dan yang penting adanya variabilitas kliren renal dapat diabaikan. Namun penggunaan data
urin ini memiliki beberapa keterbatasan, yakni; sulit diperoleh pengosongan kandung kemih
yang sempurna ada kemungkinan terjadi dekomposisi obat selama penyimpangan, dan
adanya kemungkinan terjadi hidrolisi konjugat metabolit yang tak stabil didalam urin.
Akibatnya, dapat mempengaruhi jumlah total obat dalam bentuk tak berubah yang
diekskresikan ke dalam urin dalam waktu tak terhingga. Dengan demikian jelas akan
mempengaruhi validitas hasil perhitungan parameter farmakokinetiknya.
Metode ekskresi urin kumulatif ini biasanya dipergunakan untuk menetapkan parameter
Kel, Ka, fa, T1/2 , % obat yang diabsorbsi, jumlah obat yang akhirnya diabsorbsi, serta
besar ketersediaan hayati obat (ERA).
Dalam model matematik, tubuh dapat dinyatakan sebagai suatu susunan atau sistem
kompartemen-kompartemen yang berhubungan secara timbal balik satu dengan yang lain.
Suatu kompartemen bukan merupakan suatu daerah fisiologik atau anatomik yang nyata,
tetapi dianggap sebagai suatu jaringan yang mempunyai aliran darah dan afinitas obat yang
sama. Pencampuran obat dalam suatu kompartemen terjadi secara cepat dan homogen
serta dianggap ‘diaduk secara baik’ sehingga kadar obat mewakili konsentrasi rata-rata dan
tiap-tiap molekul obat mempunyai kemungkinan yang sama untuk meninggalkan
kompartemen.
Penetapan parameter farmakokinetika suatu obat ini berguna untuk mengkaji kinetika
absorpsi, distribusi dan eliminasinya dalam badan. Hasil kajian ini diantaranya memiliki arti
penting dalam penetapan aturan dosis. Parameter farmakokinetika yang tepat digunakan
untuk mengkaji kinetika absorbsi suatu obat diantaranya adalah tetapan kecepatan absorpsi
(Ka), luas daerah dibawah kurva (AUC), dan fraksi obat yang diabsorpsi (Fa). Sedangkan
untuk kinetika distribusi adalah (Vd dan Vd ss), dan untuk kinetika eliminasi adalah klirens total
(Clt), tetapan kecepatan eliminasi (Kel), dan waktu paro eliminasi (T1/2).
Parameter-parameter tersebut dapat dikelompokkan menjadi parameter primer,
sekunder, dan turunan. Parameter farmakokinetika primer merupakan parameter yang
harganya dipengaruhi secara langsung oleh variabel fisiologis dan bersifat khas individual
seperti kecepatan absorpsi (Ka), ketersediaan hayati (F), bersihan Cl baik bersihan renal
maupun hepar, dan volume distribusi. (Rowald, and Tozer, 1995). Parameter-parameter ini
disebut juga parameter kausal, yang jika nilai-nilainya berubah akibat faktor hayati, akan
mempengaruhi parameter lain. Parameter-parameter primer saling independen satu sama
lain dan dapat dimengerti karena factor-faktor hayati tiap parameter adalah berbeda (Hakim,
2011). Parameter sekunder merupakan parameter yang harganya bergantung pada
parameter prime/merupakan akibat dari parameter seperti T1/2 eliminasi, Kel , dan fel yang
dipengaruhi oleh Clt. Adapun parameter turunan merupakan parameter yang diturunkan dari
besaran-besaran lain dan tidak hanya bergantung pada parameter primer seperti AUC.
Cara perhitungan parameter-parameter farmakokinetika tersebut dapat dikerjakan
seperti pada tabel 1 dan 2. Setelah diperoleh data kadar obat di dalam darah atau plasma
lawan waktu, terlihat pada kedua tabel tersebut bahwa untuk menghitung parameter
farmakokinetika setelah pemberian oral (Vd), (Clt), diperlukan parameter Fa. Parameter Fa ini
diperoleh dengan membagi harga AUC oral dengan AUC intravena. Dengan kata lain, data
intravena juga diperlukan untuk menghitung parameter farmakokinetika obat setelah
pemberian oral.

Tabel I

Perhitungan parameter farmakokinetika obat model 1 kompartemen terbuka

Perhitungan
Kinetika Parameter Satuan
Intravena Oral

I. Absorbsi Ka - Residual Menit-1

AUC Trapezoid Trapezoid mg/ml


Fa - AUCp.0/AUCi.v

Vd D/Cp D.Fa/Cp Ml
II. Distribusi
Clt D/AUC0.inf D.Fa/AUC0.inf ml/menit

Regresi Regresi
Kel Menit-1
log.linier log.linier
III. Eliminasi
T1/2 0,693/Kel 0,693/Kel Menit-1

Tabel II

Perhitungan parameter farmakokinetika obat model dua kompartemen terbuka

Perhitungan
Kinetika Parameter Satuan
Intravena Oral

Ka - Residual Menit-1

I. Absorbsi AUC0.inf B/β+A/α M/β+L/α-N/Ka mg/ml

Fa - AUCp.o/AUCi.v

A Residual Residual ml/menit

A . β + B .α L. β+ M . α
K21 Menit-1
A+B L+ M
K12 A+β-K21-Kel A+β-K21-Kel Menit-1

II. Distribusi D D . fa
A +B M+L
Vc Ml

K 12+ K 21 K 12+ K 21
Vdss xVc xVc Ml
K 21 K 21
Clt D/AUC0.inf D.Fa/AUC0.inf ml/menit

Regresi Regresi
β Menit-1
log.linier log.linier
VI.Eliminasi
T1/2β 0,693/β 0,693/β Menit

Kel α.β/K21 α.β/K21 Menit-1

Selain dengan cuplikan darah, parameter farmakokinetika suatu obat dapat pula
ditetapkan dari pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam urin. Sebenarnya
pengukuran atau penggunaan cuplikan urin ini dapat lebih baik dari cuplikan darah, terutama
jika obat diekskresikan ke dalam urin secara sempurna dalam bentuk tak berubah. Karena data
urin mengukur langsung jumlah obat yang berada dalam badan, jumlah obat dalam urin lebih
besar daripada dalam darah, volume yang tersedia lebih besar, dan yang penting adanya
variabilitas klirens renal dapat diabaikan. Namun, penggunaan data urin ini memiliki beberapa
keterbatasan, yakni sulit diperoleh pengosongan kandung kencing yang sempurna ada
kemungkinan dekomposisi obat dan adanya kemungkinan terjadi hidrolisis konjugat metabolit
yang tak stabil di dalam urin selama penyimpanan. Akibatnya, dapat mempengaruhi jumlah total
obat dalam bentuk tak berubah yang diekskresikan ke dalam urin dalam waktu tak terhingga.
Dengan demikian akan mempengaruhi validalitas hasil perhitungan parameter
farmakokinetiknya. Penggunaan urin sebagai sampel untuk studi farmakokinetika dikatakanvalid
bila memenuhi syarat-syarat berikut:

1. Obat yang dieksresi lewat urin minimal 10% dalam bentuk utuh
2. Dilakuakn “water loading” untuk memacu dieresis agar dihasilkan jumlah sampel urin
yang mencukupi. Untuk “water loading” diberikan 400 ml air setelah puasa semalam, 1
jam sebelum eksperimen, dan 200 ml air diberikan pada waktu pemberian obat diikuti
200 ml yang diberikan dengan interval tiap 1 jam untuk 4 jam ke depan.
3. Diperlukan pengosongan kandung kemih yang sempurna
4. Penetapan kadar obatnya harus spesifik
5. Bila urin tidak segera dianalisis kadar obatnya, 20-50 ml sampel perlu distabilkan
menggunakan toluene 0,5-1 ml dan segera dibekukan
6. Semua sampel urin harus dapat dikumpulkan
7. Lama pengambilan cuplikan urin 7-10 x t1/2 eliminasi
( Ritschel, and Kearns, 2004)

C. ALAT DAN BAHAN


Alat :
- Kalkulator
- Kertas grafik semilog
- Kertas HVS
- Penggaris
- Alat tulis

Bahan :

- Data hasil pengukuran


- Kadar sulfametaksazol dalam darah dan urin terhadap waktu sampling

D. CARA KERJA
Diberikan data percobaan yaitu hasil pengukuran kadar sulfametaksazol di dalam darah dan
urin terhadap waktu sampling

Dilakukan analisis untuk menetapkan parameter farmakokinetika sulfametaksazol tersebut

Data darah Data urin


Dibuat plot kadar obat dalam darah terhadap Dibuat tablet berikut
waktu pada kertas grafik semilog

Dihitung parameter
Dibuat asumsi model kompartemen farmakokinetika sulfametaksazol
Sulfametaksazol dengan metode kecepatan ekskresi
Dan ARE

Dihitung parameter farmakokinetika sulfametaksazol

Analisis data
Data darah

Dibuat plot kadar obat dalam darah terhadap waktu pada kertas semilog

Dibuat asumsi model kompartemen sulfametaksazol

Dihitung parameter farmakokinetika sulfametaksazol

Data urin

Dibuat tabel untuk analisis data urin

Dihitung parameter farmakokinetika sulfametaksazol dengan metode kecepatan ekskresi dan


ARE

- Pemberian per-oral : Ka, tmax, Cmax, AUC0- ~, Vd, K, t ½ , Cl


- Pemberian intra vena : AUC0- ~, Vd, K, t ½ , Clt
DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, Sulietia G, 1995, Farmakologi dan Terapi, Farmakologi Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, Jakarta.

Hakim, Lukman, 2011, Farmakokinetik, PT Bursa Ilmu, Yogyakarta.

Hayes, Evelyn R., dan Joyce L. Kee, 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Imuno Argo, Donnatus, 1989, Analisis Farmakokinetika Bagian 1, Fakultas Farmasi UGM,
Yogyakarta

Katzung, Bertram, 1998, Farmakologi Dasar Dan Klinik edisi 8, Salemba Medika, Jakarta.

Ritschel, WA, 1992, Handbook of Basic Pharmacokinetic, 4th ed., Drug Intelligence Publications,
Inc., Hamilton.

Ritschel, WA, and Kearns, GL, 2004, Handbook of Basic Pharmacokinetic-incluiding Clinical
Applications, 6th ed., ApHA, Washington.

Rowland, M, and Tozer, TN, 1995, Clinical Pharmacokinetics : Concepts and Applications, 3rd
ed., Lippincott Williams & Wilkins, A Wolter Kluwer Co., Philadelphia.

Shargel, L, Wu-Pong, S, Yu, ABC, 2005, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, 5th
ed., The McGraw-Hill Companies Inc., New York.

Yogyakarta, 19 November 2014

Mengetahui,

Asisten Koreksi Praktikan

Nama NIM
1. Galuh Wahyu A (FA/09545)
2. Yayang Andriva (FA/09552)
3. Kholis Syafa’atun K (FA/09554)
4. Debi Octavia (FA/09558)

Anda mungkin juga menyukai