Anda di halaman 1dari 14

Vineland Test

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Anak I

Dosen Pengampu: Ns. Herlina, M.Kep, Sp.Kep.An.

Disusun Oleh :
Mutiara Zahira Fajri 1710711107

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penulis tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik.

Makalah yang berjudul Vineland Test ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Anak I. Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun makalah
menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus
ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.

Kekurangan dalam penyusunan makalah ini pasti ada.Untuk itu, saya memohon maaf
apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini.Selain itu, saya mohon adanya kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang.

Jakarta, 27 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................. iii

BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................1
BAB II Pembahasan

A. Pengertian Kematangan Sosial...........................................................................2


B. Aspek-aspek Kematangan Sosial.......................................................................3
C. Faktor yang mempengaruhi Kematangan Sosial................................................5
D. Pengukuran Kematangan Sosial ........................................................................7
a. Pengertian VSMS (Vineland Social Maturity Scale) .................................8
b. Pengukuran dan Penilaian VSMS...............................................................8
c. Kegunaan Skala...........................................................................................9

BAB III Penutup

A. Simpulan .............................................................................................................10

B. Saran ...................................................................................................................10

Daftar pustaka .........................................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematangan itu sendiri merupakan suatu potensi yang dibawa individu sejak lahir,
timbul dan bersatu dengan pembawaannya serta turut mengatur pola perkembangan tingkah
laku individu. Meskipun demikian kematangan tidak dapat dikategorikan sebagai faktor
keturunan atau pembawaan karena kematangan ini adalah suatu sifat tersendiri yang umum
dimiliki oleh setiap individu dalam bentuk dan masa tertentu.
Kematangan sosial adalah kesiapan yang dimiliki atau ditampilkan oleh individu untuk
bergabung dengan lingkungan sosial yang ada di sekitarnya, dan dapat menjalankan tugas-
tugas perkembangan dengan baik sesuai taraf perkembangan sosialnya. Aspek-aspek
kematangan sosial itu sendiri adalah Self-help General (Kemampuan menolong dirinya sendiri
secara umum), Self-help Eating (Kemampuan menolong diri sendiri dalam hal makan), Self-
help Dressing (Kemampuan menolong diri sendiri dalam hal berpakaian), Self-help direction
(Kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri), Communication (Kemampuan untuk
berkomunikasi dengan orang lain), Locomotion (Kemampuan dan keberanian untuk bergerak
atau pergi ke suatu tempat), Socialization (Kemampuan untuk bersosialisasi dengan orang
lain).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kematangan Sosial ?
2. Apa saja aspek-aspek Kematangan Sosial ?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi Kematangan Sosial ?
4. Bagaimana cara pengukuran Kematangan Sosial ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Kematangan Sosial
2. Untuk mengetahui aspek-aspek terkait Kematangan Sosial
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi Kematangan Sosial
4. Untuk mengetahui cara pengukuran Kematangan Sosial

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kematangan Sosial


Ada berbagai istilah tentang ketangan sosial yang sering kali orang menyebut dengan
kematangan atau kedewasaan sosial. Berbagai pendapat dan definisimenjelaskan tentang
kematangan sosial. Menurut Chaplin (2004:433) mendefiniskan kematangan sosial merupaka
suatu perkembangan keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan individu menjadi ciri khas
kelompoknya, dengan demikian ciri-ciri kematangan sosial itu ditentukan oleh kelompok sosial
di lingkungan tersebut (Johnson dan Medinnus 1976:289). Kematangan sosial
adalahkemampuan unutk mengerti orag lain dan bagaimana beraksi terhadap situasi sosial yang
berbeda (Goleman, 2007). Sedangkan Kartono (1995:52) mengatakan bahwa kematangan
sosial ditandai oleh adanya kematangan potensi-potensi dari organisme, baik yang fisik
maupun psikis untuk terus maju perkembangan secara maksimal.
Menurut Doll (1965:10) Kemaatangan sosial seseorang tampak dalam perilakunya.
Perilaku tersebut menunjukkan kemampuan individu dalam mengurus dirinya sendiri dan
partisipasinya dalam aktifitas-aktifitas yang mengarah pada kemandiriannya sebagaimana
layaknya orang dewasa.
Menurut Goleman (2007) kematangan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang
lain dan bagaimana cara individu bereaksi terhadap situasi sosial yang berbeda. Sedangkan
menurut Gunarsa (2000) kematangan sosial merupakan suatu perkembangan keterampilan dan
kebiasaan-kebiasaan individu yang menjadi ciri khas kematangan sosial yang ditentukan oleh
kelompok sosial di lingkungan tersebut. Menurut Kovrygin & Kazantseva (2013)
mendefinisikan kematangan sosial sebagai kemampuan individu untuk menerima informasi
dengan cara mendengarkan, membaca ataupun mengobservasi segala sumber informasi untuk
mengintegrasikan informasi, menangkap maksud dari sebuah informasi dan merubah informasi
ini menjadi perilaku yang sesuai.
Dari uraian diatas dapat disimplkan bahwa kematangan sosial adalah keterampilan dan
kebiasaan individu dalam mengerti dan bagaimana bereaksi pada situasi sosial yang tercermin
dari perilaku kemandirian dan penerimaan sosialnya.

2
B. Aspek-aspek Kematangan Sosial
Ada beberapa aspek yang berperan terhadap kesiapan seorang anak berkebutuhan
khusus dalam memasuki bangkusekolah seperti yang dikemukakan oleh Doll (1965) yaitu
kematangan sosial mencakup beberapa aspek :
a. Menolong diri sendiri secara umum (Self-help general), seperti mencuci muka,
mencuci tangan tanpa bantuan, pergi tidur sendiri. Hurlock (1978: 159) untuk
mempelajari keterampilan motorik yang memungkinkan mereka mampu
melakukan segala sesuatu bagi diri mereka sendiro. Keterampilan tersebut meliputi
keterampilan makan, berpakaian, merawat diri, dan mandi. Pada waktu anak
mencapai usia sekolah, penguasaan keterampilan tersebut harus dapat membuat
anak mampu merawat diri sendiri dengan tingkat keterampilan dan kecepatan
seperti orang dewasa. Atika ()Habibi, 2010: 111) mengemukakan bila anak
memiliki kemampuan mendiri dan kematangan sosial yang baik maka didorongkan
kebutuhan fisiologisnya, seperti makan, buang air besar dan kecil akan berusaha
dipenuhinya secara mandiri.
b. Kemampuan ketika makan (Self-help-eating), seperti mengabil makanan sendiri,
mengguanakn garpu, memotong makanan lunak. Pada tahun pertama anak sudah
mencoba memegang botol susu atau cangkir, dan mengambil sendok yang
digunakan untuk memberikan mkanannya. Pada umur 8 bulan dapat memegang
botol susu yang dimasukkan ke dalam mulutnya dan sebulan kemudian dapat
membetulkan letak botol susu itu dalam mulutnya. Pada umur 11 dan 12 bulan,
sewaktu-waktu anak memegang cangkir dan mencoba makan sendiri dengan
sendok. Pada mulanya anak memegang cangkir dengan kedua tangannya, tapi
dengan berlatih secara perlahan anak dapat memegangnnya dengan satu tangan.
Pada permulaan makan dengan sendok, biasanya sebagian besar makan anak
berjatuh dari sendok, tetapi dengan berlatih makanan yang jatuh dari sendok
semakin berkurang. Pada anak tahun kedua, anak dapat menggunakan sendok dan
garpu dengan baik. Pada tahun ketiga anak dapat mengoleskan mentega dengan
menggunakan pisau, kalau diberi bimbingan dan kesempatan berlatih, setahun
emudian sebagian besar anak dapat menyayat daging lunak dengan menggunakan
pisau. Pada saat mereka telah bersekolah. Maka sebagian besar anak sudah
menguasai semua tugas yang digunakan dalam keterampilan makan (Hurlock,
1978: 159-160).
3
c. Kemampuan berpakaian (Self-help-dressing), seperti menutup kancing baju,
berpakaian sendiri tanpa bantuan. Atika (Habibi, 2010: 111) mengemukakan bila
anak memiliki kemampuan mandiri dan kematangan sosial yang baik maka
didorongkan kebutuhan fisiologisnya seperti makan, buang air besar dan kecil akan
berusaha dipenuhinya secara mandiri.
d. Mengarahkan pada diri sendiri (self-direction), seperti mengatur uang atau dapat
dipercaya dengan uang dan dapat mengatur waktu.Dari aspek meolong diri sendiri,
kemampuan makan, kemampuan berpakaian dan mengarahkan diri sendiri. Aspek
tersebut mengarahkan anka pada kemandirian. Kemandiarian adalah sikap individu
yang diperoleh secara komulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus
belajar untuk bersikap madiri dalam menghadapi berbagai situasi dilingkungan,
sehingga individu mampu berpikir dan bertindak sendiri dengan kemandirian
seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk berkembangan ynag lebih mantap
(Mu’tadin, 2002). Kemandiria anak usia dini adalah kemampuan unutk melakukan
kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau sedikit bimbingan, sesuai dengan tahpan
perkembangan dan kapasitasnya (Lie, 2004). Kemandirian daat diukur melalui
bagaiman anak bertingkah laku secara fisik, namun tidak hanya itu kemandirian
juga bisa terwujud pada perilaku emosional dan sosialnya.
e. Gerak (locomotion), seperti menuruni tangga dengan menginjak satu kali tiap anak
tangga, pergi ke tetangga deka tanpa diawasi, pergi sekolah tanpa diantar. Santrock
(2007: 210) keterampilan motorik kasar adalah keterampilan yang meliputi
aktivitas otoot yang besar, seperti menggerakkan lengan dan berjalan. Olahraga
yang teratr dapat mengembangkan keterampilan motorik (Santrock, 207: 214).
Pada usia 7 tahun tangan anak semakin kuat dan ia lebih menyukai pensil daripada
krayon untuk melukis. Dari suia 8-10 tahun, tangan dapat digunakan secara bebas,
mudah, dan tepat. Koordinasi motorik halus berkembang, dimana anak sudah dapat
menulis dengan baik (Desmita, 2009: 155).
f. Pekerjaan (Occupation), sepertti membantu pekerjaan rumah tangga yang ringan,
menggunakan pensil dan menggunakan pisau. Keterampilan motorik terus
meningkat pada masa kanak-kanak tengah. Namun demikian, pada masa ini
ditambahn dengan lebih banyak pekerjaan rumah tangga, terutama bagi anak
perempuan, membuat mereka hanya memiliki sedikit kebebasan untuk bermain
fisik (Papila, dkk, 2009: 433-434).

4
g. Sosialisasi (Socialization), seperti bermain bersama teman-teannya, mengikuti
suatu permaian, mengikuti lomba. Beberapa hal penting dalam sosialisasi meliputi
permainan, hubungan dengan orang lain, permainan mempunyai manfaat sosial
karena dapat meningkatkan perkembangan sosial anak, khususnya dalampermainan
fantasi dengan memerankan suatu peran (Desmita, 2009: 142). Dasar untuk
sosialisasi diletakan dengan meningkatnya hubungan antara dengan teman-teman
sebayanya dari tahun ke tahun. Anak tidak hanya lebih banyak bermain dengan
anak-anak lain tetapi juga lebih banyak berbicara (Hurlock, 1980: 117).
h. Komunikasi (Communication), seperti berbicara dengan orang yang ada
disekitarnya, menulis kata sederhana. Dalam berkomunikasi manusia tidak lepas
dari bahasa. Bahasa mencakup sarana komunikasi entah itu lisan, tertulis, atau
isyarat yang berdasarkan pada suatu sistem dari simbol-simbol (Santrock, 2007:
353). Pada bayi lahir bentuk komunikasinya berupa tangisan, usia 1-2 bulan
mendekut, usia 6 bulan mengoceh, 6-12 bulan menggunakan gerak tubuh, anak usia
13 bulan memahami 50 kata, usia 18 bulan mengucapkan 50 kata, usia 2 tahun 200
kata, sedangkan dua kata dikuasai disekitar usia 18-24 bulan, 2 tahun sampai
sekolah dasar berlanjut tiga sampai lima kata sedangkan kosakata anak usia 6 tahun
berkisar antara 8.000-12.000 kata (Santrock, 207: 357-362). Bicara adalah bentuk
bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk
menyampaikan maksud (Hurlock, 1978: 176). Anak-anak memasuki jenjang
sekolah dasar dengan kosakata yang terbatas, berisiko mengembangkan masalah-
masalah tang berkaitan dengan membaca. Sebelum membaca, anka-anak belajar
menggunakan bahasa untuk membicarakan hal-hal yang ada, mereka belajar
apakah “kata” itu, mereka belajar bagaimana mengorganisasaikan dan
mengungkapkan bunyi (Santrock, 2007: 364).
C. Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Sosial
Kematangan sosial adalah hal yang sangatlah dinamis. Hal ini akan muncul
secara bertahap seiiring berjalannya periode perkembangan dan pengalaman yang
dialami individu. faktor faktor yang mempengaruhi kematangan sosial menurut
Santrock (2002) yaitu ;
a) Bawaan/ Genetis
Genetik menghasilkan sebuah kebersamaan (Communalities) dalam
pertumbuhan dan perkembangan manusia. Hal ini terjadi karena cara tumbuh dan
berkembang yang beraturan dengan mengikuti aturan aturan yang sama. Cetak biru
5
genetik akan selalu memiliki pola yang sama pada semua manusia, namun ada
keunikan yang sama antara satu dengan yang lain. Kapasitas mental seseorang
sudah ditentukan dari blueprint genetik ini Kapasitas ini juga dapat berbeda pada
setiap orang yang akan mempengaruhi kematangan sosial individu.

b) Lingkungan
Santrock menjelaskan bahwa pada setiap individu membawa keseluruhan dari
lingkungan biologis individu, seperti gizi, perawatan kesehatan, kecelakaan fisik
dan sebagainya, ke lingkungan sosial seperti keluarga, teman sebaya, sekolah,
masyarakat, media, dan kebudayaan. Artinya bahwa seluruh lingkungan ini
berinteraksi dengan satu sama lain sehingga memberikan pengalaman yang berbeda
beda pada tiap individu dan mempengaruhi proses kematangan sosialnya.

c) Pengasuhan
Pengasuhan mengacu pada pengalaman lingkungan. Lingkungan ekstrim dapat
menekan perkembangan, meskipun pola perkembangan akan cenderung mengikuti
pola dasar yang sudah ada. Orang-orang yang memandulkan atau memusuhi secara
psikologis dapat menekan perkembangan. Sebaliknya orangorang yang dapat
memberi kenyamanan psikologis memungkinkan perkembangan terjadi secara
normal. Bentuk pengasuhan yang berbeda-beda menghasilkan perkembangan
kematangan sosial yang berbeda pula. Baumrind (dalam Santrock, 2002)
mengemukakan ada tiga tipe pengasuhan yaitu otoriter, otoritatif, dan laissez-faire
(permisif).

d) Jenis Kelamin
Menurut perspektif biologis, laki-laki dan perempuan memiliki hormone jenis
kelamin yang berbeda. Salah satu yang dapat dilihat adalah dari pasangan
kromosom pada laki-laki dan perempuan. Kromosom pria memicu keluarnya
hormone androgen sedangkan wanita mengeluarkan hormon estrogen. Perbedaan
hormonal ini dapat memicu tumbuh dan kembang manusia termasuk juga dalam
hal kematangan sosialnya.

e) Kognisi

6
Ada hubungan yang khas antara inteligensi dengan kematangan sosial. Secara
singkat hal ini terlihat pada teori belajar sosial dari Bandura, yaitu proses modelling
diperolah dengan cara mengamati. Pada anak anak, belajar melalu amatan sangat
dipengaruhi oleh daya serap informasi yang dimiliki anak. Apabila dihubungkan,
kematangan sosial pada individu juga dapat diamati dari perkembangan kognitif
individu.

f) Status Sosial dan Ekonomi


Individu dengan status sosial yang tinggi mempengaruhi kesempatan yang lebih
baik dalam hal pengembangan kompetensi sosial. Masyarakat kelas marjinal,
menunjukan inkompetensi sosial dalam hal komunikasi, pengaturan diri dan
okupansi.

g) Usia Kronologis dan Periode Perkembangan


Salah satu prinsip kematangan sosial adalah perilaku sosial yang meluas atau
menyempit seiring kemajuan dan kemunduran perkembangan fisik dan mental.
Kematangan sosial bergerak dari keadaan tidak berdaya, menuju kondisi
ketergantungan, menjadi individu yang berguna dan mampu menolong, serta
kembali lagi menjadi individu yang tergantung.
D. Pengukuran Kematangan Sosial
a. Pengertian VSMS (Vineland Social Maturity Scale)
Untuk mengetahui skala kematangan sosial menggunakan alat tes VSMS
(Vineland Socia Maturity Scale), yang dipopulerkan pertama kali oleh Edgar Doll
pada bulan April tahun 1935. Selanjutnya terdapat pembenahan tahun 1965. Bentuk
yang tersedia adalah satu berkas form poin-poin yang disajikan secara individual
dengan waktu yang tidak terbatas. Pada poin-poinini mengukur :
1) Menolong diri sendiri secara umum (self-help-general)
2) Kemampuan ketika makan (self-eating)
3) Kemampuan bepakaian (self-dressing)
4) Mengarahkan pada diri sendiri (self-direction)
5) Gerak (locomotion)
6) Pekerjaan (occupation)
7) Sosialisasi (socialization)
8) Komunikasi (comunication)
7
Dalam melakukan test VSVS khusuunya pada aspek-aspek kematangan
sosial yang terwujud dalam gerakan-gerakan motorik dan dapat diamati dalam
kehidupan sehari-hari, karena dipandang tepat untuk mengamati langsung
perilaku-perilaku tersebut dalam mendapatkan data yang akurat sebagaimana
datanya. VSMS merupakan skala perkembangan yang mengukur kemampuan
individu untuk memperhatikan kebutuhan praktisnya dan dapat memenuhi
kebutuhan tersebut, didasarkan pada tingkah laku aktual setiap hari. Menurut
Doll (1965: 1) skala ini dapat juga digunakan sebagai pengganti pemeriksaan
psikomotorik bila oleh karena suatu hal pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan
(misalkan adanya keruskan koordinasi saraf otonomi, karne budaya yang
berbeda, atau karena individu yang diperiksa tidak dapat didatangkan).

Menurut manualnya skala ini memberikan garis besar terperinci yang


menunjukkan kemajuan kapasitas anak dalam pemeliharaan diri dan dalam
pertisipasi yang menuju perkembangan orang dewasa yang berdikari (Doll,
1965: 1).

b. Pengukuran dan Penilaian VSMS


Tes VSMS yaitu meneliti dengan menjelaskan arti aau makna dari bagian yang
sekecil-kecilnya. Pencatatan harus menggunakan pertimbagan sendiri seperti pada
variasi atau pengganti keadaan atau perilaku yang menyenangkan atau memuaskan
kebutuhan atau keperluan utama dari tiap-tiap bagian termasuk pertimbangan
keperdulian subyek harus dicatat atau direkap secara singkat (Doll, 1965).
Selanjutnya Doll (1965: 10-13) menyatakan bahwa penelitian yang aktual adalah
sebagai berikut:
1) Nilai (+)
Jika kelihatan jelas butir tersebut dan merupakan kebiasaan yang dilakukan
tanpa paksaan atau secara intensif, atau tidak hanya terjadi pada keadaan
kasus saja. Uraian diatas disimpulka bahwa subjek mendapat nilai +1 (satu)
tiap nomor bila subjek mampu melakukan kebiasaan atay menyelesaikan
masalah secara memuaskan.
2) Nilai setengah (½)
Diberikan bagibutir-butir pemeriksaan yang transisional atau yang kadang-
kadang dilakukan tetapi tidak selalu berhasil. Performans semacam ini harus
bukan dilakukan sepintas. Skor ini dapat menunjukkan adanya : (a) perasaan

8
malu, ketergantungan, tidak adanya perjuangan menuntut hak, (b) isolasi
yodak adanya kesenangan, atau adanya dominasi orang tua, (c) adanya
bahaya dalam lingkungan dan lain-lain. Dari uraian di atas disimpulkan
bahwa subjek mendapatkan nilai setengah bila dalam mengerjakan atau
menyelesaikan masalah tersebut masih ada ketidakmandirian,
ketidaknyamanan, kehilangan percaya diri, yang sebenarnya subjek mampu
melakukannya.
3) Nilai negatif (-)
Diberikan bagi butir yang belum berhasil dilakukan sama sekali, jarang, dan
dibawah tekanan ekstrim yang tidak diasa, dilaksanakan subjek secara
keseluruhan. Pencatatan harus menunjukkan adanya dua skor minus
berurutan untuk aspek tertentu yang dihentikan pemeriksaannya. Daru
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa subjek mendapat nilai negatif (-1)
bila subjek tidak dapat melakukan atau mengerjakan masalah sedikit dua
kali berturut-turut.
c. Kegunaan Skala
1. Merupakan jadwal standar perkembangan normal yang dapat dipakai untuk
membandingkan dan mengukur perkembangan atau perubahan
perkembangan
2. Mengukur perbedaan individual, mengukur penyimpangan yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi masalah kelemahan mental, kenakalan anak-
anak, penempatan anak atau adopsi anak
3. Sebagai indeks kualitatif yang menunjukkan perbedaan perkembangan
sebjek abnormal
4. Sebagai ukuran perbaikan hasil perlakuan khusus, terapi, atau latihan-
latihan
5. Sebagai jadwal melihat kembali sejarah perkembangan dalam penelitian
klinis mengenai keterlambatan perkembangan, kemerosotan, dan tingkat
kecepatan perkembangan atau kemerosotan.

9
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Kematangan sosial adalah keterampilan dan kebiasaan individu dalam mengerti dan
bagaimana bereaksi pada situasi sosial yang tercermin dari perilaku kemandirian dan
penerimaan sosialnya. Aspek-aspek kematangan sosial itu sendiri adalah Self-help General
(Kemampuan menolong dirinya sendiri secara umum), Self-help Eating (Kemampuan
menolong diri sendiri dalam hal makan), Self-help Dressing (Kemampuan menolong diri
sendiri dalam hal berpakaian), Self-help direction (Kemampuan untuk mengarahkan diri
sendiri), Communication (Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain), Locomotion
(Kemampuan dan keberanian untuk bergerak atau pergi ke suatu tempat), Socialization
(Kemampuan untuk bersosialisasi dengan orang lain).
B. Saran
Diharapkan dapat mengembangkan mengenai faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi kematangan sosial pada anak seperti : jenis kelamin, urutan kelahiran, dan
status sosial.

10
DAFTAR PUSTAKA

Adinni Vibrananda L dan Heru Astikasari. 2017. Perbedaan Kematangan Sosial Anak Usia
Dini Ditinjau Dari Keikutsertaan Di Taman Penitipan Anak (TPA). Psikologika. Vol 22, No
1

Mirna Wahyu A. 2015. Kemampuan Membaca Awal, Phonological Awareness, dan


Kemampuan Pemrosesan Otografi Pada Anak Tuna Grahita Ringan. Ta’alum. Vol 3, No 1

Muh Khoironi Fadli, Dewi Retno P, & Retno Sumiyarini. 2014. Kemandirian Anak Intellectual
Disability Dengan Tingkat Kematangan Sosial. Media Ilmu Kesehatan. Vol 3, No 1

Qusdi Iftikar W. 2018. “ Pengaruh Kematangan Sosial Terhadap Problem Focused Coping
Pada Laki-Laki Usia Dewasa Awal “. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah
Malang. Malang

11

Anda mungkin juga menyukai