Anda di halaman 1dari 13

Implementasi Bela Negara pada Pejabat keuangan, bendahara, dan

administrasi.

Menurut UU No.15 Tahun 2014 tentang aparatur sipil negara, aparatur sipil
negara yang memiliki peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 serta harus memiliki integritas,
profesionalitas, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme; sehingga mampu menyelenggarakan
pelayanan public bagi masyarakat.

Dalam menjalankan peran sebagai unsusr perekat bangsa sebagaimana


dimaksud diatas, perlu menggiatkan penerapan nilai-nilai Pancasila dan
bela negara sehingga pegawai kementrian keuangan dapat memahami
secara mendalam makna kesatuan dan persatuan bangsa dan senantiasa
mengamalkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

Dalam menjalankan tugasnya Pegawai Kementrian Keuangan dimbau:

Memegang teguh nilai-nilai Pancasila

Memegang teguh nilai-nilai dasar bela negara yaitu, kecintaan kepada


tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, yakin kepada Pancasila
sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara, memiliki
kemampuan bela negara baik secara psikis maupun fisik, dan semangat
mewujudkan negara yang berdaulat, adil, dan Makmur.

Menerapkan hal berikut:

 Berinisiatif untuk mengetahui dan memahmi dan mengamalkan


nilai-nilai Pancasila dan bela negara.
 Senantiasa memberikan inspirasi dalam memperkokoh karakter dan
jati diri bangsa melalui pengamalan nilai-nilai Pancasila dan bela
negara.
 Memahami dan melakukan peran ASN sebagai perekat dan
pemersatu bangsa demi menjaga kerukunan dan keutuhan NKRI.
 Menumbuhkan kesadaran baru untuk mempersempit keesenjangan
sosiak antar pelaku ekonomi, antar daerah, antar bidang, antar
sektor, dan antar wilayah.
 Bersikap positif dan mendukung pelaksanaan kegiatan
pengarusutamaan Pancasila dan nilai-nilai dasar bela negara.

Memperingati hari lahirnya Pancasila.

Menaati dan menerapkan ketentuan-ketentuan mengenai kode etik dan


kode perilaku serta disiplin yang telah ditetapkan baik di lingkungan
kementrian keuangan maupun di lingkungan unit kerja masing-masing.
Upaya bela negara tidak harus dilakukan dengan mengangkat senjata,
seorang akuntan pun dapat melakukan upaya bela negara dengan
kompetensi yang dimilikinya. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Prof.
Dr. Abdul Halim, M.B.A pada kuliah umum “Profesionalisme Akuntan
Berkarakter Bela Negara dalam Upada Menjaga Aset Negara” yang
disampaikan kepada para mahasiswa dan para tamu undangan di
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada Selasa, 17
Oktober 2017. Dalam kuliahnya, Prof. Dr. Abdul Halim, M.B.A
menambahkan, peran nyata akuntan dalam bela negara adalah dengan
“mengamankan” keuangan dan aset negara.

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia disebutkan


pengelolaan keuangan negara yang diwujudkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggungjawab untuk kemakmuran rakyat. Bentuk belanja negara
paling banyak ada pada sektor pendidikan, infrastruktur, kesehatan, dan
penguatan reformasi kelembagaan. Mengingat Indonesia merupakan
negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia dan memiliki
luas area yang sangat besar maka pemerintah membentuk pemerintah
daerah guna memberikan layanan publik yang tidak mungkin diberikan
secara sentralistik. Penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintah
kepada pemerintah daerah disebut desentralisasi. Menurut Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Wujud desentraliasisai pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam


aspek keuangan adalah pemberian sumber-sumber keuangan untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah, pengalokasian dana perimbangan kepada
pemerintah daerah, dan pemberian pinjaman dan atau hibah kepada
pemerintahan daerah. Pengelolaan keuangan di daerah tertuang dalam
Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD).

Berdasarkan undang-undang ditetapkan kekuasaan pengelolaan keuangan


negara berada di tangan presiden dan menteri keuangan sebagai
bendahara umum negara. Dengan desentralisasi, pengelolaan keuangan
daerah atau kuasa pengguna anggaran dilimpahkan kepada kepala
daerah. Mengingat APBN/D/Des disusun untuk menjaga daya tahan
perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka
pengelolaannya harus dilaksanakan dengan seksama. Peran akuntan
dalam pengelolaan keuangan negara menjadi krusial, dimulai dari
perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan dan pengendalian.
Terjadinya penyelewengan terhadap keuangan negara dikarenakan
adanya kesempatan dan kurangnya integritas pada pengelola keuangan
negara. Peran dunia pendidikan pada pengelolaan keuangan negara tidak
lagi hanya sebatas mendidik akuntan yang professional, namun juga
berintegritas. Dengan dikelola akuntan yang berintegritas, pengelolaan
keuangan negara dapat mencapai tujuan negara, transparan dan
akuntabel.
FRAUD

Fraud (kecurangan) adalah tindakan ilegal yang dilakukan satu orang atau
sekelompok orang secara sengaja atau terencana yang menyebabkan
orang atau kelompok mendapat keuntungan, dan merugikan orang atau
kelompok lain.

Kecurangan dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut:

1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)


Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai
kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji
material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor.
Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.
2. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation)
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’
dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta
pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent
disbursement).
3. Korupsi (Corruption)
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE,
bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di
Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan
kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal
(illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu suatu entitas apabila :

a. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan


longgar dan tidak efektif.

b. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas


mereka.

c. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan


atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai
sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah tindakan
kecurangan.

d. Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efsien dan


atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku..

e. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat


dipecahkan , biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan
keluarga, gaya hidup yang berlebihan.

f. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah


atau tradisi kecurangan.
Untuk hal tersebut , kecurangan yang mungkin terjadi harus dicegah atau
diatasi antara lain dengan cara –cara berikut :

1) Membangun struktur pengendalian intern yang baik

Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas


manajemen untuk mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin
berat. Agar tujuan yang telah ditetapkan top manajemen dapat dicapai,
keamanan harta perusahaan terjamin dan kegiatan operasi bisa dijalankan
secara efektif dan efisien, manajemen perlu mengadakan struktur
pengendalian intern yang baik dan efektif mencegah kecurangan.

2) Mengefektifkan aktivitas pengendalian

a. Review Kinerja

Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja


sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja
priode sebelumnya, menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda
operasi atau keuangan satu sama lain, bersama dengan analisis atas
hubungan dan tindakan penyelidikan dan perbaikan; dan review atas
kinerja fungsional atau aktivitas seseorang manajer kredit atas laporan
cabang perusahaan tentang persetujuan dan penagihan pinjaman.

b. Pengolahan informasi

Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek ketepatan,


kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Dua pengelompokan luas aktivitas
pengendalian sistem informasi adalah pengendalian umum ( general
control ) dan pengendalian aplikasi ( application control).

c. Pengendalian fisik

Aktivitas pengendalian fisik mencakup keamanan fisik aktiva,


penjagaan yang memadai terhadap fasilitas yang terlindungi dari akses
terhadap aktiva dan catatan; otorisasi untuk akses ke program komputer
dan data files; dan perhitungan secara periodic dan pembandingan dengan
jumlah yang tercantum dalam catatan pengendali.

3) Meningkatkan kultur perusahaan

Meningkatkan kultur perusahaan dapat dilakukan dengan


mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)
yang saling terkait satu sama lain agar dapat mendorong kinerja sumber-
sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasikan nilai ekonomi
jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham
maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.

4) Mengefektifkan fungsi internal audit


Walaupun internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak
akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan
saksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan
dan dapat memberikan saran-saran yang bermafaat kepada manajemen
untuk mencegah terjadinya kecurangan.resiko yang dihadapi perusahaan
diantaranya adalah Integrity risk, yaitu resiko adanya kecurangan oleh
manajemen atau pegawai perusahaan, tindakan illegal, atau tindak
penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik / reputasi
perusahaan di dunia usaha, atau dapat mengurangi kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Adanya
resiko tersebut mengharuskan internal auditor untuk menyusun tindakan
pencegahan / prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan
sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya.

Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus


memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya
kecurangan-kecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak
dapat di generalisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis
kecurangan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat
mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap
jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan.
Contoh Kasus Keuangan pada Instansi Pemerintah

Metrotvnews.com, Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 9,72 triliun dari 12.947
kasus. Kerugian tersebut ialah hasil ketidakpatuhan hingga inefisiensi.

Kepala BPK Hadi Poernomo mengungkapkan hal itu di Jakarta, Selasa


(2/4). Dia menyampaikan temuan BPK atas audit kinerja, pemeriksaan
dengan tujuan tertentu, dan pemeriksaan keuangan di pemerintah pusat,
daerah, BUMN, BUMD, perusahaan kontraktor kontrak kerja sama migas
(KKKS), BLU, dan sebagainya di mana ditemukan

Hadi mengatakan, sebanyak 3.990 kasus di antaranya merupakan


ketidakpatuhan yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp5,83 triliun.
Sebanyak 4.815 kasus ialah kelemahan Sistem Pengendalian Internal
(SPI), 1.901 kasus penyimpangan administrasi, dan sebanyak 2.241 kasus
berpotensi merugikan negara senilai Rp3,88 triliun.

“Rekomendasi BPK terhadap kasus tersebut ialah penyerahan aset atas


penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan,” kata Hadi
menjelaskan ketika melaporkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II-
2012 ke DPR kemarin. Sementara untuk temuan yang kedua,
rekomendasinya ialah perbaikan SPI atau tindakan administratif yang
diperlukan.

DPR diminta untuk memantau penyelesaian terhadap kasus-kasus


tersebut. “Tentu kami sepakat nilai temuan tersebut bukan jumlah yang
kecil, tetapi sangat besar. Temuan tersebut terus terjadi secara berulang
setiap tahun sehingga jika kita tidak bersama-sama mendorong
penyelesaian tindaklanjutnya dan menanggulangi supaya tidak terus
berulang, maka potensi terjadinya kerugian yang lebih besar dapat terjadi,”
lanjut Hadi.

Termasuk dalam pemeriksaan kinerja 154 entitas di pemerintah pusat,


daerah, dan sebagainya, Hadi menceritakan, BPK menemukan kasus
inefektivitas sebanyak 1.440 kasus senilai Rp1,22 triliun, 36 kasus
ketidahkhematan senilai Rp56,73 miliar, serta 12 kasus inefisien senilai
Rp141,34 miliar.

“Selama proses pemeriksaan, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti


temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian,
dan kekurangan penerimaan dengan penyerahan aset dan/atau
penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan senilai Rp124,13
miliar,” tutur Hadi.

Sebagai gambaran, pada pemeriksaan semester I-2012, BPK menemukan


13.105 kasus dengan nilai Rp12,48 triliun dengan rincian kasus
ketidakpatuhan sebanyak 3.976 kasus senilai Rp8,92 triliun dan 9.129
kasus dengan nilai Rp3,55 triliun kelemahan SPI, inefisiensi dan
inefektivitas serta penyimpangan administratif.
Pada periode pemeriksaan sebelumnya, penyetoran ke kas
negara/daerah/perusahaan berjumlah Rp311,34 mliar. (Gayatri).

Analisis Mengenai Contoh Kasus Di Atas:

1. Identifikasi kasus.

Dari kasus di atas dapat diketahui bahwa banyak sekali entitas


pemerintahan baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang
bekerja secara tidak efisien. Hal tersebut sangat merugikan negara karena
sumber dana yaitu dana APBN yang digunakan tidak sebanding dengan
kinerja yang dihasilkan oleh instansi pemerintahan tersebut. Kinerja yang
dihasilkan oleh instansi pemerintah yang tidak efisien tersebut akan
berakibat pada tidak tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Hal itu juga
berakibat terjadinya pemborosan anggaran karena tidak efisiennya kinerja
instansi pemerintahan.

2. Permasalahan yang timbul dari kasus di atas.

Dari identifikasi kasus di atas maka dapat disimpulkan bahwa masalah


yang muncul adalah penyimpangan yang dilakukan oleh instansi
pemerintahan pada pengelolaan anggaran dan juga penyalahgunaan
anggaran serta penyimpangan administratif lainnya yang diakibatkan
karena lemahnya sistem pengendalian intern pada instansi pemerintahan
tersebut. Hal tersebut merugikan negara serta tidak tercapainya tujuan
yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya.

3. Apakah yang seharusnya dilakukan agar kasus tersebut bisa


dihindari.

Seharusnya instansi pemerintah baik itu pusat ataupun daerah


meningkatkan sistem pengendalian intern. Karena dengan kuatnya sistem
pengendalian intern maka hal-hal yang terjadi di atas bisa berkurang
bahkan tidak terjadi lagi. Selain itu juga perlu adanya kontrol dari pihak luar
baik itu auditor maupun masyarakat kita untuk ikut serta dalam
pengawasan kinerja dari instansi pemerintahan supaya tidak terjadi
penyimpangan, penyelewangan maupun penyalahgunaan dalam
pengelolaan agar tujuan yang direncanakan dan dihasilkan tercapai.

Kesadaran instansi pemerintahan dalam mengelola dan menggunakan


anggaran juga penting karena anggaran tersebut berasal dari uang rakyat
sehingga apabila terjadi penyimpangan dalam pengelolaan dan
penggunaan maka akan merugikan masyarakat.

4. Akibat yang ditimbulkan dari permasalahaan di atas.

Akibat yang ditimbulkan dari permasalahaan di atas seperti penyimpangan


dan pemborosan dalam pengelolaan penggunaan anggaran yang terjadi
pada instansi pemerintahan adalah tidak tercapainya tujuan yang telah
direncanakan sebelumnya dan juga kerugian yang harus ditanggung oleh
pemerintah karena hal tersebut akan berakibat pada menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap kinerja instansi pemerintah.

5. Saran dan rekomendasi yang dapat diberikan.

Saran yang diberikan agar masalah tersebut bisa terselesaikan adalah


dengan memberikan pengarahan terhadap pegawai pemerintahan dan juga
memberikan pengetahuan agama yang mendalam sehingga pegawai akan
mengurungkan niat apabila ingin melakukan penyimpangan dan
penyalahgunaan anggaran pemeintah.

Yang kedua adalah pemerintah perlu untuk bersikap transparan dan


akuntanbilitas kepada pemerintahan pusat hingga daerah karena dengan
adanya transparansi dan akuntabilitas keuangan yang jelas maka visi, misi
serta tujuan yang hendak dicapai akan bisa terwujud dengan baik sesuai
dengan apa yang di inginkan. Dan yang terakhir adalah harus adanya
evaluasi secara periodik dalam rangka untuk mempertanggung jawabkan
dan melaporkan segala kegiatan yang telah dilakukan dalam pengelolaan
anggaran pemerintah.

A. Contoh kasus kepegawaian pada instansi pemerintah :

DPRD Garut temukan kecurangan seleksi CPNS K2

Sindonews.com - Anggota Komisi A DPRD Garut menemukan


kecurangan dalam seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
dari tenaga honorer kategori dua (K2).
“Dari beberapa penelusuran yang dilakukan, ternyata ada tenaga honor
tahun 2007 yang lulus menjadi PNS. Padahal, berdasarkan Peraturan
Pemerintah No.48 tahun 2005, tenaga honor yang berhak jadi PNS adalah
mereka yang telah mengabdi di bawah tahun 2004,” ujar anggota Komisi A
DPRD Garut Wawan Kurnia, Senin (24/2/2014).

Berdasarkan laporan yang dia terima, banyak tenaga honor yang telah
bekerja sejak 2002, namun tidak lolos seleksi CPNS K2. Sebagai contoh,
anggota forum tenaga kerja kontrak yang telah bekerja sejak lama,
berjumlah 1.700 anggota, hanya diterima 200 orang saja. “Mereka telah
mengabdi sejak lama di pemerintahan, namun tidak lulus,” tegasnya.

Atas ketidakadilan itu, anggota DPRD Garut meminta Badan Kepegawaian


dan Pendidikan Pelatihan Daerah (BKD) Garut untuk melakukan verifikasi
selama pemberkasan CPNS. Dia juga meminta agar BKD menganulir
CPNS yang tidak memenuhi syarat.

"Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKD Kabupaten Garut Asep Sulaeman


akan membentuk tim investigasi untuk menelusuri kasus ini. Kami akan
telusuri kasus ini,” terangnya.

Asep menilai, indikasi kecurangan di proses seleksi CPNS bisa saja terjadi.
Alasannya karena keterangan masa kerja dibuat oleh kepala kantor intansi
masing-masing, bukan oleh BKD Garut.

“Ada indikasi saling membantu, karena itu bila terbukti ada pejabat yang
membuat surat keterangan palsu bagi pegawai honorer yang lulus CPNS
akan kena sanksi,” ungkapnya.

Seperti diketahui, tenaga honorer K2 di Garut yang tidak lulus akan


melakukan aksi ke Istana Presiden, di Jakarta, pada Rabu 26 Februari
2014 mendatang. Menurut informasi yang dihimpun, aksi tersebut akan
dilakukan secara serempak.

“Forum Aliansi Guru dan Karyawan (FAGAR) Garut positif akan ke Jakarta.
Kami akan bergerak bersama forum tenaga honor lain di Indonesia,” kata
Ketua DPP FAGAR Garut Saepulloh.

Diungkapkan Saepulloh, janji yang ditawarkan oleh Bupati Garut Rudy


Gunawan untuk bersama-sama datang ke Kemenpan dan BKN hingga kini
belum ada kabar. Dari informasi yang diterimanya, Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) sedang melakukan validasi data peserta tes CPNS yang lolos.

“Sampai hari ini belum ada undangan dari bupati, katanya akan dikaji dulu
di pemda. Dengan atau tanpa undangan Bupati Garut, kami tetap akan ke
Jakarta. Kekuatan massa dari Garut sekira dua bus, sedangkan massa dari
Jawa Barat 20 bus,” jelasnya.

1. Identifikasi kasus
Dari kasus di atas dijelaskan bahwa anggota DPRD Garut menilai adanya
indikasi kecurangan dalam proses seleksi CPNS karena keterangan masa
kerja dibuat oleh kepala kantor instansi masing-masing dari peserta seleksi
sehingga antara kantor instansi dengan peserta seleksi bisa saling
membantu. Berdasarkan laporan yang dia terima, banyak tenaga honor
yang telah bekerja sejak 2002, namun tidak lolos seleksi CPNS. Padahal,
berdasarkan Peraturan Pemerintah No.48 tahun 2005, tenaga honor yang
berhak jadi PNS adalah mereka yang telah mengabdi di bawah tahun
2004.

2. Permasalahan yang timbul dari kasus di atas

Dari identifikasi kasus di atas dapat disimpulkan adanya kecurangan dalam


seleksi penerimaan CPNS hal tersebut akibat kurang telitinya petugas
pengecekan arsip karena ditemukan banyak peserta seleksi yang
memalsukan surat keterangan masa kerja. Hal itu tentu sangat merugikan
peserta penerimaan CPNS yang lain karenan yang seharusnya lolos
seleksi pada kenyataannya tidak lolos seleksi.

3. Apakah yang harus dilakukan supaya masalah tersebut dapat


dihindari.

Hal yang harus dilakukan supaya masalah tersebut bisa dihindari adalah
melakukan identifikasi atau verifikasi yang lebih mendetail oleh petugas
pemeriksa dan penyeleksi supaya tidak kecolongan seperti contoh
dipalsukannya masa kerja yang dibuat oleh instansi dari masing-masing
peserta seleksi.

Dalam hal ini seharusnya pembuatan surat masa kerja dibuat oleh badan
kepegawaian daerah tidak oleh instansi dari masing-masing peserta seleksi
karena bisa terjadi kecurang seperti kasus di atas.

4. Akibat yang ditimbulkan dari contoh permaslahan di atas.

Akibat yang ditimbulkan dari permasalahan di atas adalah pegawai yang


masa kerjanya kurang dari yang disyaratkan diterima menjadi PNS tetapi
hal sebaliknya, ada banyak pegawai yang masa kerjanya sudah memenuhi
syarat malah tidak diterima menjadi PNS. Hal itu tentu sangat merugikan
pegawai yang merasa masa kerjanya lama tetapi tidak lolos seleksi. Dan
tentu saja masyarakat juga akan memberikan nilai buruk atas kinerja
pemerintah dengan adanya hal tersebut.

5. Saran dan rekomendasi yang dapat diberikan

Seharusnya pemerintah dalam hal ini BKD melakukan pemeriksaan dan


verifikasi ulang terhadap berkas-berkas dan data peserta penerimaan
CPNS supaya hal seperti itu tidak terjadi.

Saran yang kedua adalah pembuatan surat keterangan masa kerja


sebaiknya tidak dilakukan oleh instansi dari masing-masing perserta
karena hal tersebut sangat rawan terjadi kecurangan yang berupa
pemalsuan masa kerja pegawai yang akan mendaftar CPNS tersebut.
Surat Edaran Nomor SE -12 /MK.1/2019, Tentang Penerapan Nilai-Nilai
Pancasila dan Bela Negara Bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Kementrian Keuangan. http://www.sdm.depkeu.go.id/peraturan/doc/SE
%20Nomor%2012%20Tahun%202019%20tentang%20Penerapan
%20Nilai-Nilai%20Pancasila%20dan%20Bela%20Negara.pdf.

Magister Akuntansi FEB UGM (17 Oktober 2017). Profesionalisme Akuntan


Berkarakter Bela Negara dalam Upaya Menjaga Aset Negara. Diakses
pada 11 Februari 2020 melalui
https://maksi.feb.ugm.ac.id/2017/10/17/profesionalisme-akuntan-
berkarakter-bela-negara-dalam-upada-menjaga-aset-negara/

Academia, Contoh Kasus Keuangan pada Instansi Pemerintah. Diakses


pada 11 Februari 2020 melalui
https://www.academia.edu/10042935/A._Contoh_Kasus_Keuangan_pada_
Instansi_Pemerintah

Anda mungkin juga menyukai