Anda di halaman 1dari 23

PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA

(Tugas Mata Kuliah Kurikulum dan Inovasi Pendidikan)

Disusun Oleh:

Salman Al Farisyi (1923021004)

Dosen Pengampu :

Dr. Haninda Bharata, M. Pd

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tema “Perkembangan Kurikulum di Indonesia” Makalah ini diajukan untuk memenuhi
salah satu tugas pada mata kuliah Kurikulum dan Inovasi Pendidikan.

Saya menyadari sepenuhnya dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, bak pepatah tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam diskusi dikelas nanti
dan tentunya masukan dan bimbingan dari pengampu mata kuliah kurikulum dan
inovasi pendidikan itu sendiri yaitu Dr. Haninda Bharata, M.Pd agar sekiranya tugas ini
bisa menjadi lebih baik meskipun jauh dari kata kesempurnaan, karena hanya Allah
SWT maha pemilik kesempurnaan. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Bandar Lampung, 25 Agustus 2019

Salman Al Farisyi
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................1
C. Tujuan ....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................2
A. Pengertian Kurikulum..............................................................................2
B. Peran dan Fungsi Kurikulum...................................................................3
C. Pengembangan Kurikulum di Indonesia..................................................7
1. Kurikulum Pra Kemerdekaan...........................................................7
a. Kurikulum Pada Masa Belanda.................................................7
b. Kurikulum Pada Masa Jepang...................................................8
2. Kurikulum Pasca Kemerdekaan.......................................................10
a. Kurikulum 1947 .......................................................................10
b. Kurikulum 1952 .......................................................................10
c. Kurikulum 1964 ......................................................................11
d. Kurikulum 1968 .......................................................................11
e. Kurikulum 1975 .......................................................................12
f. Kurikulum 1984 .......................................................................13
g. Kurikulum 1994 .......................................................................13
h. Kurikulum KBK (2004) ...........................................................15
i. Kurikulum KTSP (2006) ..........................................................16
j. Kurikulum 2013 .......................................................................17
BAB III PENUTUP ...................................................................................................19
A. Kesimpulan .............................................................................................19
B. Saran ........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kegiatan proses pembelajaran, kurikulum sangat dibutuhkan
sebagai pedoman untuk menyusun target dalam proses belajar mengajar. Karena
dengan adanya kurikulum maka akan memudahkan setiap pengajar dalam proses
belajar mengajar. Selain itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, Indonesia
mengalami berbagai perkembangan dan perubahan kurikulum dari masa ke masa
guna tercapainya tujuan pendidikan nasional tersebut.

Pada dasarnya, perkembangan kurikulum di Indonesia berpijak dari


sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia itu sendiri. Secara formal, sejak
zaman belanda terdapat sekolah dan artinya kurikulum juga sudah ada. Pada
zaman belanda, pelaksanaan kurikulum pendidikan dan persekolahan diwarna
dengan misi penjajahan belanda. Begitu juga dengan kurikulum zaman jepang,
dapat dikatakan bahwa keberadaan atau tujuan pendidikan pada zaman ini
adalah untuk menciptakan sumber daya manusia yang dapat membantu misi
penjajahan. Setelah indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pendidikan
di tanah air terus berkembang, termasuk dalam hal perhatian pemerintah dalam
perkembangan kurikulum.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah perkembangan kurikulum di Indonesia sejak awal kemerdekaan
sampai dengan sekarang ?

C. Tujuan
Mengetahui Perkembangan kurikulum di Indonesia sejak awal kemerdekaan
sampai sekarang
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum

Kurikulum pada hakikatnya adalah suatu rencana yang menjadi panduan


dalam menyelenggarakan proses pendidikan. Apa yang dituangkan dalam
rencana tersebut banyak dipengaruhi oleh pandangan perencana tentang
keberadaan pendidikan. Adapun pandangan tentang keberadaan pendidikan itu
diwarnai oleh filsafat pendidikan yang dianut perencana. Istilah kurikulum
pertama kali digunakan dalam dunia olahraga pada zaman Yunani kuno yang
berasal dari kata “curir” dan “curere”. Pada waktu itu, kurikulum diartikan
sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.

Orang mengistilahkannya dengan tempat berpacu atau tempar berlari dari


mulai start sampai garis finish. Sebelum membicarakan konsep kurikulum, perlu
dipahami bahwa setiap orang, kelompok masyarakat, bahkan para ahli
pendidikan mempunyai pandangan yang berbeda tentang definisi kurikulum dan
berdasarkan studi yang telah dilakukan para ahli, dapat disimpulkan bahwa
pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yaitu pandangan
tradisional dan pandangan baru atau modern

Menurut pandangan tradisional, kurikulum merupakan kumpulan mata


pelajaran yang harus disampaikan guna atau dipelajari peserta didik. Robert M.
Hutchins ahli kurikulim memiliki pandangan bahwa kurikulum adalah kumpulan
mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Adapun pandangan ahli kurikulum modern cenderung
memberikan pengertian yang lebih luas, meliputi kegiatan di luar kelas, bahkan
juga segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kelakuan peserta didik, pribadi
guru, dan lain-lain (Alhamuddin, 2019:2).

Dalam konteks Pendidikan Nasional, secara formal kurikulum lebih


diartikan sebagai suaru rencana atau dokumen tertulis. Hal ini bisa dilihat dari
pengertian kurikulum sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. yang berbunyi bahwa "kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu". Berdasarkan definisi
tersebut, tampak bahwa kurikulum memiliki dua aspek, yaitu sebagai rencana
yang harus dijadikan sebagai pedoman oleh guru dalam implementasi kurikulum
dalam proses belajar mengajar serta sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.

B. Peran dan Fungsi Kurikulum

Kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan


pendidikan, yakni mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup di
masyarakat. Makna dapat hidup di masyarakat itu memiliki arti luas, yang bukan
saja berhubungan dengan kemampuan peserta didik untuk menginternalisasi
nilai atau hidup sesuai dengan norma-norma masyarakat, akan tetapi juga
pendidikan harus berisi tentang pemberian pengalaman agar anak dapat
mengembangkan kemampuannya sesuai dengan minat dan bakat mereka.
Dengan demikian dalam sistem pendidikan kurikulum merupakan komponen
yang sangat penting, sebab di dalamnya bukan hanya menyangkut tujuan dan
arah pendidikan saja akan tetapi juga pengalaman belajar yang harus dimiliki
setiap siswa serta bagaimana mengorganisasi pengalaman itu sendiri. Sebagai
salah satu komponen dalam sistem pendidikan, paling tidak kurikulum memiliki
tiga peran, yairu peran konservatif, peranan kreatif, serta peran kritis dan
evaluatif. (W.Sanjaya, 2008:10)

1. Peranan Konservatif

Salah satu tugas dan tanggung jawab sekolah sebagai suatu lembaga
pendidikan adalah mewariskan nilai-nilai dan budaya masyarakat kepada
generasi muda yakni siswa. Siswa perlu memahami dan menyadari norma-
norma dan pandangan hidup masyarakatnya, sehingga ketika mereka
kembali ke masyarakat, mereka dapat menjunjung tinggi dan berperilaku
sesuai dengan norma-norma tersebur. Peran konservatif kurikulum adalah
melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu. Dikaitkan
dengan era globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang memungkinkan mudahnya pengaruh budaya asing
menggerogoti budaya lokal, maka peran konservatif dalam kurikulum
memiliki arti yang sangat penting. Melalui peran konservatifnya, kurikulum
berperan dalam menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai-
nilai luhur masyarakat, sehingga kearifan dan identitas masyarakat akan
retap terpelihara dengan baik.

2. Peran Kreatif

Sekolah memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan hal-hal


baru sesuai dengan tuntunan zaman karna pada kenyataannya masyarakat
tidak bersifat statis, akan tetapi dinamis yang selalu mengalami perubahan.
Dalam rangka inilah kurikulum memiliki peran kreatif. Kurikulum harus
mampu menjawab setiap tantangan sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat yang cepat berubah. Dalam peran kreatifnya,
kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa
untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya agar dapat
berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat yang senantiasa bergerak
maju secara dinamis. Kurikulum harus berperan kreatif Sebab, manakala
kurikulum tidak mengandung unsur-unsur baru maka pendidikan selamanya
akan tertinggal, yang berarti apa yang diberikan di sekolah pada akhirnya
akan kurang bermakna, karena tidak relevan lagi dengan kebutuhan dan
tuntutan sosial masyarakat.

3. Peran Kritis dan Evaluatif

Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai


dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan,
sehingga pewarisan nilai nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu
disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu,
perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum
tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Karena itu, peranan kurikulum
tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil
perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk
menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan
diwariskan tersebut. Dalam hal ini peran kritis dan evaluatif kurikulum turut
aktif berpartisipasi dalam kontrol atau filter sosial sehingga kurikulum
berperan dalam menyeleksi dan mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap
bermanfaat untuk kehidupan anak didik.

Sesuai dengan peran yang harus dimainkan kurikulum sebagai alat dan
pedoman pendidikan, maka isi kurikulum harus sejalan dengan tujuan
pendidikan itu sendiri. Tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan pada dasarnya
mengkristal dalam pelaksanaan perannya itu sendiri. Dilihat dari cakupan dan
tujuannya menurut McNeil isi kurikulum memiliki empat fungsi, yaitu (1) fungsi
pendidikan umum (common and general education), (2) suplementasi
(supplementation), (3) eksplorasi (exploration), dan (4) keahlian (specialization).

1. Fungsi pendidikan umum (common and general education)

Fungsi pendidikan umum (common and general education), yaitu


fungsi kurikulum untuk mempersiapkan pesertadidik agar mereka menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab sebagai warga negara yang
baik dan bertanggung jawab. Kurikulum harus memberikan pengalaman
belajar kepada setiap peserta didik agar mampu menginternalisasi nilai-nilai
dalam kehidupan, memahami setiap hak dan kewajiban sebagai anggota
masyarakat dan makhluk sosial. Dengan demikian, fungsi kurikulum ini
harus diikuti oleh setiap siswa pada jenjang dan level atau jenis pendidikan
manapun.
2. Suplementasi (supplementation)

Fungsi suplementasi yaitu kurikulum sebagai alat pendidikan harus


dapat memberikan pelayanan kepada seriap siswa sesuai dengan perbedaan
yang dimiliki oleh mereka. Setiap pesena didik memiliki perbedaan baik
dilihat dari perbedaan kemampuan, perbedaan minat, maupun perbedaan
bakat sehingga dengan demikian peserta didik yang memiliki kemampuan di
atas rata-rata harus terlayani untuk mengembangkan kemampuannya secara
optimal dan sebaliknya siswa yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata
juga harus terlayani sesuai dengan kemampuannya.

3. Eksplorasi (exploration)

Fungsi eksplorasi memiliki makna bahwa kurikulum harus dapat


menemukan dan mengembangkan minat dan bakat masing-masing siswa.
Melalui fungsi ini siswa diharapkan dapat belajar sesuai dengan minat dan
bakatnya, sehingga memungkinkan mereka akan belajar tanpa adanya
paksaan.

4. Keahlian (spesialization)

Kurikulum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai


dengan keahliannya yang didasarkan atas minat dan bakat siswa. Dengan
demikian, kurikulum harus memberikan pilihan berbagai bidang keahlian,
misalnya perdagangan, pertanian, industri arau disiplin akademik. Bidang-
bidang semacam itu yang diberikan sebagai pilihan, yang pada akhirnya
setiap peserta didik memiliki keterampilan-keterampilan sesuai dengan
bidang spesialisasinya. Unruk itu pengembangan kurikulum harus
melibatkan para spesialis untuk menentukan kemampuan apa yang harus
dimiliki setiap siswa sesuai dengan bidang keahliannya (W.Sanjaya,
2008:13)
C. Pengembangan Kurikulum di Indonesia

1. Pra Kemerdekaan

a. Kurikulum Pada Masa Belanda

Pada awalnya bangsa eropa baik portugis maupun belanda belum


memperhatikan pendidikan dan tujuan mereka mencari rempah-rempah
dan berdagang. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa
bangsa eropa ini datang ke indonesia mempunyai tujuan lain, seperti
menyebarkan misi agama. Hal ini dilakukan agar mempermudah
pelaksanaan misi perdagangan dan misi agama itu sendiri. Pada abad ke
16 dan 17, berdirilah lembaga-lembaga pendidikan dalam upaya
penyebaran agama kristen di tanah air oleh belanda, Sedangkan portugis
mendirikan lembaga pendidikan di maluku dalam upaya
mengembangkan agama khatolik. Pendidikan tersebut tidak hanya
diperuntukan bangsa belanda, tetapi juga untuk pribumi, khususnya di
daerah pantai dan terbatas hanya untuk agama kristen (Abdullah Idi,
2014: 2).

Undang-undang Hindia belanda membagi tiga jenis penduduk


menjadi tiga golongan: eropa, timur asing dan bumi putera, sehingga
didirikan pula tiga jenis sekolah rendah bagi anak-anak berdasarkan tiga
jenis penduduk tersebut

1) ELS (Europe Lagere School)


Untuk anak-anak eropa, tionghoa, dan Indonesia yang menurut
undang-undang haknya disamakan dengan bangsa eropa
2) HCS (Holland Chinese School)
Untuk golongan Tionghoa
3) HIS (Holland Inlandse School)

Untuk golongan rakyat pribumi atau bumiputera kalangan atas


Sekolah Desa dan sekolah sambungan, untuk pribumi dan kalangan
bawahan.
Sekolah menengah atas pada zaman belanda adalah AMS
(Algemene Midelbare School). Mata pelajaran pokok AMS bagian AI
(Kesusastraan Timur) adaah bahasa jawa, bahasa melayu, sejarah
indonesia dan ilmu bangsa bangsa, Mata pelajaran pokok AMS II
(Kesusastraan Klasik Barat) adalah bahasa latin, sedangkan mata
pelajaran pokok AMS B adalah ilmu pasti dan ilmu alam. Lulusan jenis
sekolah AMS ini dapat melanjutkan ke perguruan tinggi (PT), Namun
hanya memungkinkan dari kalangan anak pegawai pemerintah.

b. Kurikulum Pada Masa Jepang

Pada masa ini semua sekolah rendah yang bermacam-macam


tingkatannya dihilangkan sama sekali dan tinggallah sekolah rendah
untuk bangsa Indonesia, yaitu sekolah rakyat yang disebut Kokumin
Gako (6 tahun lamanya), Jenis pendidikan ini kurang memperhatikan
isi, anak-anak didik harus membantu jepang pada peperangan sehingga
harus mengikuti latihan militer di sekolah, pelajaran olahraga juga
diperlukan dan anak didik disuruh untuk menanam pohon jarak untuk
membuat minyak demi kepentingan perang (Abdullah Idi,2014: 3).

Sekolah menengah pertama mulai ada pada zaman penjajahan


belanda dan didirikan pada 1960 yang bernama Gymnasium. Lamanya
belajar 3 tahun, dan siswa-siswanya hanya terbatas pada orang-orang
barat/ golongan ningrat. Sekolah sekolah itutidak terlepas dari tuntutan
dan kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, sedangkan
bentuk sekolah dan kurikulumnya sudah barang tentu untuk mencapai
tujuan tersebut. Adapun mata pelajaran (vakken) yang diajarkan pada
Gymnasium yakni:

1) Bahasa Belanda
2) Bahasa Inggris
3) Ilmu Hitung
4) Aljabar
5) Ilmu ukur
6) Ilmu alam
7) Ilmu hayat
8) Ilmu bumi
9) Sejarah (Geschiedenis)
10) Sejarah (Staatkunde)

11) Tata buku (Hamalik, 1990: 142)

Pada masa jepang kurikulum yang diterapkan bertujuan agar


rakyat dapat membantu pertahanan jepang. (Abdullah Idi,2014: 10),
Karena itu, yang diajarkan pada masa pemerintah jepang,diubah sesuai
dengan keinginan bangsa jepang. Hal itu dimulai dari perubahan
bahasa, dari bahasa belanda yang diubah menjadi bahasa jepang, mata
pelajaran ilmu pasti, ilmu alam, ilmu hayat dijadikan pengetahuan dan
dasar, seperti seperti yang diberikan MULO yaitu pada bagian ilmu
pasti alam. Mata pelajaran ilmu bumi, sejarah, tata negara yang
dahulunya terpusat pada belanda, sekarang berubah terpusat pada
jepang, Asia Timur Raya.

Pada 1942, AMS (milik belanda) diganti oleh jepang menjadi


Sekolah Tinggi (SMT) dengan lama pendidikan 3 tahun. Isi dalam
rencana pelajaran SMT yang sangat penting diketahui adalah:

1) Pemakaian bahasa belanda dilarang


2) Bahasa resmi dan pengantar bahasa indonesia
3) Bahasa jepang menjadi mata pelajaran wajib
4) Pengajaran adat istiadat jepang
5) Sejarah jepang sangat penting

6) Pelajaran ilmu bumi dalam aspek geopolitik perlu dipelajari


(Abdullah Idi,2014: 13)
2. Kurikulum Pasca Kemerdekaan

a. Kurikulum 1947, “Rentjana Pelajaran 1947”


Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai
istilah dalam bahasa Belanda “leer plan” artinya rencana pelajaran,
istilah ini lebih popular dibanding istilah “curriculum” (bahasa Inggris).
Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi
pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas
pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu
dikenal dengan sebutan “Rentjana Pelajaran 1947”, yang baru
dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah
perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya
memuat dua hal pokok: (1) daftar mata pelajaran dan jam pengajaranya;
(2) garis-garis besar pengajaran. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di
Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan
Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan
sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai
pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana
kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut
kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih
menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang
merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan
pikiran. Yang diutamakan adalah : pendidikan watak, kesadaran
bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan
kejadian seharihari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan
jasmani (Alhamuddin, 2014: 3).

b. Kurikulum 1952, “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”


Setelah “Rentjana Pelajaran 1947”, pada tahun 1952 kurikulum di
Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci
setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama “Rentjana Pelajaran
Terurai 1952”. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem
pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari
kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari. Silabus mata pelajarannya menunjukkan secara jelas bahwa
seorang guru mengajar satu mata pelajaran (Alhamuddin, 2014: 4).

c. Kurikulum 1964, “Rentjana Pendidikan 1964”


Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama
Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada
program Pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani. Ada yang menyebut Panca
wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya,
dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok
bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan
pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis (Alhamuddin, 2014:
4).

d. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana
Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi
tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan
ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati,
kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Dalam
kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan struktur kurikulum
pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran
dikelompokkan menjadi 9 pokok. Kurikulum 1968 sebagai kurikulum
bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok saja". Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan
faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat
diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan
diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan (Alhamuddin, 2014:
4).

e. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih
efektif dan efisien. latar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah
pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by
objective) yang terkenal saat itu," Metode, materi, dan tujuan
pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI), yang dikenal dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana
pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci
menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus
(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan
evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk menulis
rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran
(Alhamuddin, 2014: 5).

Adapun kelebihan pada Kutikulum 1975 adalah berorientasi


pada tujuan, mengarah pembentukan tingkah laku siswa, relevan
dengan kebutuhan masyarakat, menekankan efektivitas dan efisiensi.
adapun kekurangannya yaitu terdapat ketidakserasian antara materi
kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik,
terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di
sekolah serta terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan
hampir di setiap jenjang.

f. Kurikulum 1984,“Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.


Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor
Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode
1980-1986. Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang
disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Leaming (SAL).

Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di


sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan
reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah
kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh
di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan
gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.
Akhiran penolakan CBSA bermunculan (Alhamuddin, 2014: 5).

g. Kurikulum 1994
Tujuannya adalah memberikan bekal kemampuan dasar kepada
peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi,
anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah
(PP No 28 Tahun 1990). Dapat dipahami bahwa kurikulum pendidikan
dasar (SD/MI,SMP/MTs) pada tahun 1994 menempatkan pengantar
sains dan teknologi pada tempat yang penting bagi anak didik untuk
dipelajari, tentunya dengan tidak mengabaikan aspek-aspek yang lain
(Abdullah Idi,2014: 19).
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan
kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984.
Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga
banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai
terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan
lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing,
misalnyabahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak
agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum
1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim
Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi
perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi pelajaran saja
(Alhamuddin, 2014: 5).

Kurikulum 1994 ini merupakan revisi terhadap kurikulum 1984


tetapi pada dasarnya keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil.
Orientasi pendidikan pada pengajaran disiplin ilmu menempatkan
kurikulum sebagai instrumen untuk ”transfer of knowledge”.
Penyempurnaan terjadi pada materi pendidikan sejarah karena materi
pendidikan sejarah yang tercantum dalam kurikulum SMA 1984 (nama
baru SMA berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah
SMU) dianggap tidak lengkap, maka kurikulum SMU 1994
menyempurnakannya (Syahril, 2016: 8).

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984


dan dilaksanakan sesuai dengan UU no. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu
pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi
siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan
pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan
menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

h. Kurikulum KBK (2004)


Secara singkat dengan KBK ini ditekankan agar siswa yang
mengikuti pendidikan di sekolah memiliki kompetensi yang diinginkan.
Kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan,
nilai serta sikap yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak. Sehingga KBK diharapkan dapat mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat siswa
agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk keterampilan, tepat, dan
berhasil dengan penuh tanggung jawab (Syahril, 2016: 8).

Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang


disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program
pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok,
yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator
evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan
pengembangan pembelajaran. KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning
outcomes) dan keberagaman. Kegiatan pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber belajar bukan hanya
guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Struktur kompetensi
dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester.
Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun
dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil
belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap
level (Alhamuddin, 2014: 5-6).
Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan apa
yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar
mereka pada level ini. Hasil belajar mencerminkan keluasan,
kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja
yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian. Setiap hasil belajar
memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk
menjawab pertanyaan bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah
mencapai hasil belajar yang diharapkan.

i. Kurikulum KTSP (2006)


Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal
tahun 2006, uji terbatas tersebut dihentikan. Dan selanjutnya dengan
terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan
permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen
nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum
2006 yaitu kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang pada
dasarnya sama dengan kurikulum 2004.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum


operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan. Jadi, penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan
pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi serta
kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Perbedaan yang menonjol terletak pada
kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari
desentralisasi sistem pendidikan. Pada kurikulum 2006, pemerintah
pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan
sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan
dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah
dan daerahnya. (Alhamuddin, 2014: 4).

Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun


menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab
sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan
wilayah setempat.

Pada akhir tahun 2012 KTSP dianggap kurang berhasil, karena


pihak sekolah dan para guru belum memahami seutuhnya mengenai
KTSP dan munculnya beragam kurikulum yang sulit mencapai tujuan
pendidikan nasional. Maka mulai awal tahun 2013 KTSP dihentikan
pada beberapa sekolah dan digantikan dengan  kurikulum yang baru.

j. Kurikulum 2013
Tema utama kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan
Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui pengamatan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Untuk
mewujudkan hal tersebut, dalam implementasi kurikulum, guru dituntut
secara profesional merancang pembelajaran secara efektif dan
bermakna, mengorganisir pembelajaran, memilih pendekatan
pembelajaran yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan
pembentukan (Alhamuddin, 2014: 7).

Pemerintah melakukan pemetaan kurikulum berbasis kompetensi


yang pernah diujicobakan pada tahun 2004 (curriculum based
competency). Kompetensi dijadikan acuan dan pedoman bagi
pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah
pendidikan; pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam seluruh
jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah.
Kurikulum 2013 berbasis kompetensi memfokuskan pada pemerolehan
kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik (Mulyasa, E 2013:
68).

Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi


dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa,
sehingga pencapaianya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau
keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan
pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai
sekurangkurangnya tingkkat kompetensi minimal, agar mereka dapat
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep
belajar tuntas dan pengembangan bakat. Setiap peserta didik harus
diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemamapuan
dan kecepatan belajar masing-masing.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan kurikulum di Indonesia berpijak dari sejarah perkembangan


pendidikan di Indonesia itu sendiri yaitu sejak prakemerdekaan yang dimulai
pada zaman belanda hingga zaman penjajahan jepang yang tidak lain kurikulum
bertujuan untuk untuk menciptakan sumber daya manusia yang dapat membantu
misi penjajahan masing-masing negara.

Selanjutnya Pasca kemerdekaan, kurikulum pendidikan nasional telah


mengalami perubahan yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984,
1994, 2004, 2006 dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis
dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek
dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Pengembangan kurikulum
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia. Kurikulum sebagai instrument yang membantu praktisi pendidikan
untuk menjalankan tugasnya serta memenuhi kebutuhan peserta didik dan
kebutuhan masyarakat. Kurikulum juga merupakan salah satu alat untuk
membina dan mengembangkan siswa menjadi manusia yang bertakwa, kepada
Allah SWT, berakhlak mulia, sehat, cerdas, berilmu, cakap, kreatif dan mampu
menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

B. Saran
Makalah ini tentu masih mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan,
karena itu kepada para pembaca untuk berkenan menyumbangkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi bertambahnya wawasan kami di bidang
ini. Akhirnya kepada Allah jualah saya memohon taufik dan hidayah. Semoga
usaha saya ini mendapat manfaat yang baik, serta mendapat ridho dari Allah
SWT. Amin ya rabbal ‘alamin.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi. 2014. Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek). Jakarta : PT Raja
Grafindo

Alhamuddin. 2014. Sejarah Kurikulum di Indonesia (Studi Analisis kebijakan


Pengembangan Kurikulum). Bandung : Universitas Islam Bandung

Alhamuddin. 2019. Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Indonesia. Jakarta:


Prenada Group

E.Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Syahril. 2016. Sejarah dan Dinamika Perkembangan Kurikulum di Indonesia. di unduh


pada tanggal 25/08/2019 di https://www.academia.edu/9195382

W.Sanjaya. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran (Teori & Praktek pengembangan


KTSP). Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri

Anda mungkin juga menyukai