Disusun Oleh
Kelompok 11
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, Maka pada hari ini makalah yang berjudul " Kurikulum Kearifan Lokal"
dapat diselesaikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karna itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dri awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.
Cirebon, September
2022
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………………
ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang …..………………………………………………………
1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………
2
C. Tujuan Pembahasan Masalah……………………………………………
2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………
3
A. Pengertian kurikulum ……………………………………………………
3
B. Pengertian Kearifan Lokal ……………………………………………… 6
C. Model Kurikulum Bermuatan Lokal ……………………………………
8
D. Tujuan, Fungsi, Dan Ruang Lingkup Muatan Lokal …………………… 9
E. Tujuan Pengembangan Kurikulum ………………………………………
12
F. Konsep Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal ……………………………
12
G. Landasan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal …………………………
15
H. Langkah Implementasi Kearifan Lokal Di Dalam Pendidikan …………
15
I. Pengembangan Kurikulum Yang Menerapkan Kearifan Lokal Di Sekolah17
ii
B. Saran ……………………………………………………………………
21
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diambil sebuah kesimpulan untuk dijadikan
sebagai rumusan masalah, adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa pengertian kurikulum?
2. Apa pengertian kearifan lokal?
3. Apa Model Kurikulum Bermuatan Lokal ?
4. Apa tujuan, fungsi, dan ruang lingkup muatan lokal?
5. Bagaimana tujuan pengembangan kurikulum?
6. Apa saja konsep pendidikan berbasis kearifan lokal?
7. Apa landasan pendidikan berbasis kearifan lokal?
8. Bagaimana Langkah Implementasi Kearifan Lokal Di Dalam Pendidikan?
9. Bagaimana Pengembangan kurikulum yang menerapkan kearifan lokal di
Sekolah?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kurikulum
Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang
artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal
dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang berarti jarak yang
harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai finish.1
Perkataan kurikulum mulai dikenal sebagai suatu istilah dalam diniua
pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Istilah kurikulum muncul
untuk pertamakalinya di dalam kamus Webster tahun 1856. Pada tahun itu
penggunaan kurikulum dipakai dalam bidang olahraga, yakni suatu alat yang
membawa seseorang dari "Start" sampai "Finish". Baru pada tahun 1955 istilah
kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran
pada perguruan tinggi. Di dalam kamus tersebut (Webster), kurikulum diartikan
dalam dua macam, yaitu:
1) Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa disekolah
atau di perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tesebut.
2) Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan
atau suatu departemen.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Karakteristik
kurikulum 2013:
a. mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan
social, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual
dan psikomotorik,
b. sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman
belajar terencana di mana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di
sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber
belajar,
c. mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya
dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.
1
Hasan langgulung, Manusia dan Pendidikan suatu Analisis Psikologi Pendidikan (Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1968), 176
3
Menurut S. Nasution, kurikulum merupakan suatu rencana yang disusun
untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab
sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajaran. Selanjutnya Nasution
menjelaskan sejumlah ahli teori kurikulum berpendapat bahwa kurikulum bukan
hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan peristiwa - peristiwa
yang terjadi di bawah pengawasan sekolah. Jadi selain kegiatan kurikulum yang
formal yang sering disebut kegiatan ko-kurikuler atau ekstra kurikuler (co-curriculum
atau ekstra curriculum).2
Adanya pengertian yang mengatakan bahwa kurikulum tidak lebih dari
sekedar rencana suatu pelajaran disuatu sekolah, disebabkan adanya pandangan
tradisional. Menurut pandangan tradisional, sejumlah pelajaran yang harus ditempuh
siswa di sekolah itulah yang merupakan kurikulum, sehingga menimbulkan seolah-
olah belajar di sekolah hanya sekedar mempelajari buku buku teks yang sudah
ditentukan sebagai bahan pelajaran.
Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan, bahwa terdapat tujuh pengertian
kurikulum menurut fungsinya, yaitu:
Pertama, kurikulum sebagai program studi yakni: Seperangkat mata pelajaran
yang mampu dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di instansi pendidikan
lainnya.
Kedua, kurikulum sebagai konten yakni: data atau informasi yang tertera
dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang
memungkinkan timbulnya belajar.
Ketiga, kurikulum sebagai kegiatan yang berencana yakni: kegiatan yang
direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan, dan bagaimana hal itu dapat
diajarkan dengan hasil yang baik.
Keempat, kurikulum sebagai hasil belajar yakni: seperangkat tujuan yang
utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang
dituju untuk memperoleh hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang
direncanakan dan diinginkan.
Kelima, kurikulum sebagai reproduksi kultural yakni: transfer dan refleksi
butir-butir kebudayaan masyarakat, agar memiliki dan dipahami anak-anak generasi
muda masyarakat tersebut.
Keenam, kurikulum sebagai pengalaman belajar yakni: keseluruhan
pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
2
S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1989), 5.
4
Ketujuh, Kurikulum sebagai produksi yakni: seperangkat tugas yang harus
dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu3.
Kurikulum tradisional membeda-bedakan kegiatan belajar yang termasuk
kedalam kegiatan kurikulum, kegiatan penyertaan kurikulum dan kegiatan di luar
kurikulum. Kegiatan kegiatan belajar selain mempelajari sejumlah mata pelajaran
sudah ditentukan, bukan termasuk pada pada kegiatan kurikulum. Bila kegiatan itu
merupakan penunjang atau penyertaan dalam mempelajari suatu mata pelajaran
tertentu dari kurikulum, ini dianggap sebagai kurikulum penyerta (co-curricular
activities). Contonya kegiatan praktek kimia, fisika, atau biologi di laboraturium:
kunjungan suatu meseum untuk pelajaran sejarah, dan sebagainya. Bila kegitan itu
tidak termasuk pelajaran dan juga bukan penyerta, maka di masukan pada kegiatan di
luar kurikulum (extrakulikuler activities) seperti pramuka, olahraga, dan sebagainya.
Sedangkan menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana
pelajaran, Kurikulum disini dianggap sebagai suatu yang nyata terjadi dalam proses
pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari suatu yang bersifat faktual
sebagai suatu proses. Dalam pendidikan kegiatan ini yang dilakukan anak dapat
memberi pengalaman belajar, antara lain mulai dari mempelajari sejumlah mata
pelajaran berkebun, olahraga, pramuka, bahkan pergaulan mahasiswa maupun guru
dan petugas sekolah dapat memberi pengalaman belajar yang bermanfaat. Semua
pengalaman belajar yang diperoleh dari sekolah itulah dipandang sebagai kurikulum.
Atas dasar ini, inti kurikulum sebenarnya adalah pengalaman belajar,
pengalaman belajar itu banyak kaitanya dengan melakukan berbagai kegiatan,
interaksi sosial di lingkungan sekolah, proses kerjasama dalam kelompok, bahkan
iteraksi dengan lingkungan fisik, seperti gedung sekolah, tata ruang sekolah, siswa
memperoleh berbagai pengalaman. Dengan demikian pengalaman itu bukan sekedar
mempelajari mata pelajaran, tetapi yang terpenting adalah pengalaman kehidupan.
Semua ini dicakup dalam kurikulum.
Menurut Harrick, sabagaimana dikutip oleh Hamalik bahwa sumber
kurikulum itu ada tiga yaitu; pertama, pengetahuan sebagai sumber yang akan
disampaikan kepada anak yang disajikan dari berbagai bidang studi, kedua,
masyarakat sebagai sumber kurikulum di mana sekolah merupakan agen masyarakat
dalam meneruskan warisan-warisan budaya serta memecahkan masalah-masalah
dalam masyarakat. Dan ketiga, individu yang didik sebagai sumber kurikulum di
3
Muhaimin dan abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam kajian Filosofis dan Kerangka Dasar
Operasionalnya (bandung:Trigenda Karya, 1993), 56
5
mana kurikulum disusun dengan maksud untuk membantu perkembangan anak
seoptimal mungkin.4
Seperti sudah dijelaskan diatas, bahwa kurikulum menunjukan semua
pengalaman belajar siswa di dekolah. Atas dasar pandangan tersebut, diperoleh kesan
bahwa sekolah dapat dipandang sebagai miniatur masyarakat, karena didalam
lingkungan sekolah anak mempelajari segi-segi kehidupan sosial, seperti norma-
norma, nilai-nilai, adat istiadat, gotong royong atau kerjasama, dan sebagainya.
Semua ini mirip dengan apa yang terjadi di lingkungan masyarakat. Dengan
demikian proses pendidikan dapat diarahkan kepada pembentukan pribadi anak
secara utuh, dan ini dicapai melalui kurikulum sekolah.
Secara etimologi, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata, yakni
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Sebutan lain untuk kearifan lokal diantaranya
adalah kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge)
dan kecerdasan setempat (local genious) (Shufa, 2018:49-50). Sedangkan menurut
Taylor dan de Leo dalam Chaipar (2013) menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah
tatanan hidup yang diwarisi dari satu generasi ke generasi lain dalam bentuk agama,
budaya, atau adat istiadat yang umum dalam sistem sosial masyarakat (Chaiphar,
2013: 17).
Dari pendapat para ahli di atas, dapat diambil benang merah bahwa kearifan
lokal merupakan gagasan yang timbul dan berkembang secara terus-menerus di
dalam sebuah masyarakat berupa adat istiadat, nilai, tata aturan/norma, budaya,
bahasa, kepercayaan, dan kebiasaan sehari-hari5.
6
oleh sekelompok masyarakat secara turun temurun yang hingga saat ini masih
dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat hukum adat tertentu di daerah
tertentu. Magdalia Alfian (2013: 428) diartikan sebagai pandangan hidup dan
pengetahuan serta sebagai strategi kehidupan yang berwujud aktifitas yang dilakukan
oleh masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Kemudian menurut
Zuhdan K. Prasetyo (2013: 3) mengatakan bahwa local wisdom (kearifan lokal)
dapat dipahami sebagai gagasan - gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal adalah bagian dari kedirian atau budaya masyarakat menyatu
dalam Bahasa serta kesehariannya. Kearifan lokal adalah warisan berharga lintas
generasi dengan media tradisional, walau di belakangan hari telah ada yang
didokumentasikan dengan berbagai bentuk. Kearifan lokal ini bisa saja berbentuk
peribahasa, lagu, permainan, ataupun cerita rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu
pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan
pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya
dan keadaan alam suatu tempat.6
6
Rado dan Damanik, “Membangun Manajemen Kearifan Lokal (Studi Pada Kearifan Lokal Orang
Banjar)”,”Jurnal Riset Inspirasi Manajemen Dan Kewirausahaan (2018).
7
Kearifan lokal atau kebijaksanaan lokal merupakan sebuah istilah untuk
menunjukkan kekhasan yang menjadi pandangan dan cara hidup masyarakat di suatu
daerah tertentu. Kearifan lokal merupakan suatu kekayaan lokal yang berkaitan
dengan pandangan hidup yang mengakomodasi kebijakan berdasarkan tradisi yang
berlaku pada suatu daerah. Kearifan lokal tidak hanya berupa norma dan nilai-nilai
budaya saja, melainkan juga seluruh unsur gagasan. Kearifan lokal dapat dipahami
sebagai perwujudan dari bagaimana masyarakat menjalani kehidupan untuk mampu
bersinergi, baik dengan lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Kearifan lokal
terbentuk sejak lama dan menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat tersebut.
Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kearifan lokal suatu daerah
beberapa diantaranya adalah kondisi geografis, nilai religi, dan keadaan sosial
masyarakat.7
Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa kearifan lokal adalah sebuah paham
tradisi yang berkembang di suatu daerah tertentu yang menjadi adat kebiasaan
masyarakat setempat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan yang menjadi
7
Rian Damariswara Kalimatus Saidah, Kukuh Andri Aka, “Nilai-Nilai Kearifa Lokal Masyarakat Indonesia dan
Implementasinya Dalam Pemdidikan Sekolah Dasar” (Banyuwangi: LPPM Genteng Banyuwangi, 2020). 6-7
8
Elisamark Sitopu, Herdiana Sihombing, Herowati Sitorus, Roy Charly H.P. Sipatuhar, “Pengembangan
Kurikulum Berbasis Keterampilan Mengajar, Kearifan Lokal, dan Ekonomi Kreatif di Program Studi Teologi
IAKN Tarulung”, Jurnal Taruna Bhakti (2022).
9
Elisamark Sitopu, Herdiana Sihombing, Herowati Sitorus, Roy Charly H.P. Sipatuhar, “Pengembangan
Kurikulum Berbasis Keterampilan Mengajar, Kearifan Lokal, dan Ekonomi Kreatif di Program Studi Teologi
IAKN Tarulung”, Jurnal Taruna Bhakti (2022).
8
kearifan lokal ini di setiap daerah pastilah memiliki khasnya tersendiri baik dalam
kebiasaan hidup, kesenian daerah, bahasa / logat daerah, mata pencaharian kehidupan
sekitar, dan bahkan kebiasaan unik yang biasa dilakukan di kehidupan sehari – hari
masyarakat itu sendiri.
9
kembangkan dengan baik, dilestarikan dan diwariskan kepada anak-anak
bangsa pada masa kini maupun pada masa yang akan datang dengan tujuan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mempertebal semangat kebangsaan,
memperdalam kecintaan terhadap tanah air, dan memupuk kesetiakawanan
sosial.10
Secara khusus, tujuan muatan lokal adalah (a) peserta didik dapat belajar dengan
lebih mudah tentang lingkungan dan kebudayaan di daerahnya serta bahan-bahan
yang bersifat aplikatif dan terintegrasi dengan kehidupan nyata, (b) peserta didik
dapat memanfaatkan sumber sumber belajar setempat untuk kepentingan
pembelajaran di sekolah (c) peserta didik lebih mengenal dan akrab dengan
lingkungan alam lingkungan sosial dan budaya yang terdapat di daerahnya masing-
masing (d) peserta didik dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang menunjang pembangunan daerahnya, (e) peserta didik dapat
mengembangkan materi muatan lokal yang dapat menghasilkan nilai ekonomi tinggi
di daerahnya sehingga dapat hidup mandiri, menolong orang tuanya dan menolong
dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, (f) peserta didik dapat
menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan
masalah yang ditemukan di sekitarnya, dan (g) peserta didik menjadi termotivasi
untuk ikut melestarikan budaya dan lingkungannya serta terhindar dari keterasingan
terhadap lingkungannya sendiri.
Depdiknas (2006) menjelaskan mata pelajaran muatan lokal bertujuan untuk
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, dan perilaku kepada peserta didik
agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sesuar dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan
mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Lebih
jelas lagi agar peserta didik dapat: (a) mengenal dan menjadi lebih akrab dengan
lingkungan alam, sosial, dan budayanya. (b) memiliki bekal kemampuan dan
10
DRS. Zainal Arifin, M.Pd. Konsep dan Perkembangan Kurikulum (Bandung, 2011)
10
keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya
maupun lingkungan masyarakat Pada umumnya, dan (c) memiliki sikap dan perilaku
yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta
melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka
menunjang pembangunan nasional.
Fungsi muatan lokal adalah (a) fungsi penyesuaian, yaitu mengembangkan
program-program yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah serta
mempersiapkan peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dan akrab dengan
lingkungannya; (b) fungsi integrasi, vaitu membentuk peserta didik menjadi pribadi-
pribadi yang terintegrasi dengan masyarakat sehingga dapat meningkatkan
kompetensi sosialnya sesuai dengan karakteristik lingkungannya; dan (c) fungsi
perbedaan, yaitu memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memilih materi
muatan lokal sesuai dengan apa yang diinginkannya, sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya sebagai pengakuan atas perbedaan individual. Bagi pemerintah
daerah, muatan lokal berfungsi untuk mengembangkan program-program pendidikan
yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pembangunan daerah.
11
kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu sesuai dengan keadaan
perekonomian daerah, (e) meningkatkan penguasaan bahasa asing untuk keperluan
sehari-hari, dan menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih
lanjut (belajar sepanjang hayat), dan (d) meningkatkan kemampuan berwirausaha.
2. Lingkup Isi/Jenis Muatan Lokal
Lingkup isi/jenis muatan lokal dapat berupa: bahasa daerah, bahasa asing (Inggris,
Mandarin, Arab, dll.), kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat
istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta
hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.11
11
DRS. Zainal Arifin, M.Pd. Konsep dan Perkembangan Kurikulum (Bandung, 2011)
12
Heronimus Delu Pingge,”Kearifan lokal dan Penerapannya di Sekolah”, Jurnal Edukasi Sumba, Vol. 01 No.
02, (September, 2017), 129.
13
Rika Kurnia .R, Yurifianti, Tjipto Sumadi, dan Elindra Yetti, “Perangkat Pembelajaran Kurikulum Adiwiyata
Berbasis Kearifan Lokal” (Jakarta: Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, 2020).30
12
F. Konsep Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal
Kearifan Lokal dalam hal ini juga dapat disebut dengan keunggulan lokal, local
genius atau local wisdom, seperti yang dikatakan oleh Kemendikbud bahwa Istilah
local wisdom, local genius, kearifan Lokal, yang kemudian disebut keunggulan lokal
(dalam Zuhdan K. Prasetyo, 2013: 3). Kearifan lokal dapat dimasukkan ke dalam
pendidikan sebagai salah satu usaha untuk melestarikan budaya lokal yang terdapat
pada suatu daerah. Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal menurut Zuhdan K. Prasetyo
(2013:3) merupakan usaha sadar yang terencana melalui penggalian dan pemanfaatan
potensi daerah setempat secara arif dalam upaya mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran, agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki keahlian, pengetahuan dan sikap dalam upaya ikut serta membangun
bangsa dan negara.14
Sekolah berbasis kearifan lokal memberikan fasilitas kepada siswa untuk
mempelajari budaya lokal yang ada di daerah tinggal. Kegiatan tersebut dapat berupa
ekstrakurikuler atau kegiatan sekolah. Tidak hanya berupa kegiatan, pada proses
pembelajaran bukan hanya menyampaikan budaya kepada siswa, melainkan lebih
kepada menggunakan budaya tersebut agar siswa menemukan makna, kreativitas,
dan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang materi yang sedang
dipelajari. Masing-masing guru memiliki kreativitas untuk merancang dan
melaksanakan pembelajaran berbasis kearifan lokal. Selain itu, guru juga harus
berani mengambil resiko untuk menciptakan proses pembelajaran yang kreatif dan
menambah semangat siswa. Sekolah berbasis kearifan lokal seirama dengan upaya
pemerintah dalam melestarikan budaya yang ada di Indonesia. Saat ini generasi muda
penerus bangsa mulai meninggalkan budayanya sendiri dan beralih kepada budaya
barat. Hal yang mencoreng nama Indonesia adalah dengan adanya peristiwa beberapa
tahun belakangan. Salah satu penyebab kejadian tersebut adalah generasi muda tidak
mau mempelajari budaya sendiri. Sekolah berbasis kearifan lokal tampaknya kurang
begitu mendapatkan perhatian yang serius dari kalangan pendidik sehingga lama-
kelamaan makin hilang. Dengan menempatkan kearifan dalam proses pembentukan
individu, para insan pendidik, seperti guru, orang tua, staf sekolah, masyarakat dan
lain-lain diharapkan semakin dapat menyadari pentingnya sekolah berbasis kearifan
lokal sebagai sarana pembudayaan. Sekolah diharapkan menciptakan lulusan tidak
hanya unggul secara akademik tetapi menjadi insan yang cinta akan budayanya
sendiri.
14
Heronimus Delu Pingge,”Kearifan lokal dan Penerapannya di Sekolah”, Jurnal Edukasi Sumba, Vol. 01 No.
02, (September, 2017), 131
13
Dalam masyarakat, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyayian,
pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam
perilaku sehari-hari. Sama halnya dengan pendapat Nurma Ali Ridwan (2007:7) yang
mengatakan bahwa kearifan lokal ini akan mewujud menjadi budaya tradisi, kearifan
lokal akan tercermin dalam nilai - nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat
tertentu. Kearifan lokal diungkapkan dalam bentuk kata-kata bijak (falsafah) berupa
nasehat, pepatah, pantun, syair, folklore (cerita lisan) dan sebagainya; aturan, prinsip,
norma dan tata aturan sosial dan moral yang menjadi sistem sosial; ritus, seremonial
atau upacara tradisi dan ritual; serta kebiasaan yang terlihat dalam perilaku sehari -
hari dalam pergaulan sosial (Joko Tri Haryanto, 2013:368). Kearifan Lokal dalam hal
ini juga dapat disebut dengan keunggulan lokal, local genius atau local wisdom,
seperti yang dikatakan oleh Kemendikbud bahwa Istilah local wisdom, local genius,
kearifan Lokal, yang kemudian disebut keunggulan lokal (dalam Zuhdan K. Prasetyo,
2013: 3). Kearifan lokal dapat dimasukkan ke dalam pendidikan sebagai salah satu
usaha untuk melestarikan budaya lokal yang terdapat pada suatu daerah. Pendidikan
Berbasis Kearifan Lokal menurut Zuhdan K. Prasetyo (2013:3) merupakan usaha
sadar yang terencana melalui penggalian dan pemanfaatan potensi daerah setempat
secara arif dalam upaya mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar
peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki keahlian,
pengetahuan dan sikap dalam upaya ikut serta membangun bangsa dan negara.
Sekolah berbasis kearifan lokal tentu memiliki tujuan yang bersifat positif bagi
peserta didik, seperti dikatanakan oleh Jamal Ma’mur Asmani (2012:4) yang
menyebutkan beberapa tujuan pendidikan berbasis kearifan lokal yaitu: “Agar peserta
didik mengetahui keunggulan lokal daerah tempat tinggal, memahami berbagai aspek
yang berhubungan dengan kearifan lokal tersebut.” peserta didik diharapkan
mencintai tanah kelahirannya, percaya diri menghadapi masa depan, dan bercita-cita
mengembangkan potensi lokal, sehingga daerahnya bisa berkembang pesat seiring
dengan tuntutan era globalisasi dan informasi hari ini.
Langkah-langkah di atas sejalan dengan pemikiran Jamal Ma’mur Asmani
(2013: 62) yang menjabarkan tahapan strategi implementasi sekolah berbasis
kearifan lokal yaitu:
a. Tahap Inventarisasi Keunggulan Lokal Tahap ini dilakukan untuk
mengidentifikasi seluruh keunggulan lokal yang ada di daerah. Keunggulan lokal
diinventarisasi dari aspek sumber sumber daya manusia, sumber daya alam,
14
geografis, sejarah, dan budaya yang dilakukan melalui teknik observasi, wawancara,
atau studi literatur.
b. Tahap Analisis Kesiapan Satuan Pendidika Pada tahap ini pendidik/tim
yang ditugaskan sekolah menganalisis semua kelebihan/keunggulan internal dan
eksternal satuan pendidikan yang dilihat dari berbagai aspek dengan cara
mengelompokkan keunggulan yang saling berkaitan satu sama lain.
c. Tahap Penentuan Tema dan Jenis Keunggulan Lokal Tahap ini
mempertimbangkan tiga hal yaitu: (a) Hasil inventarisasi proses keunggulan lokal
yang dihasilkan, dipilih keunggulan lokal yang bernilai komparatif dan kompetitif.
(b) Hasil analisis internal dan eksternal satuan pendidikan. (c) Minat dan bakat
peserta didik.
d. Tahap Implementasi Lapangan Tahap implementasi lapangan harus
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing satuan pendidikan, mengacu pada
hasil analisis faktor eksternal dan internal, hasil inventarisasi potensi keunggulan
lokal, minat, serta bakat peserta didik. Selain itu, harus memperhatikan kompetensi
yang telah dikembangkan/ ditetapkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat empat
langkah dalam mengimplementasikan sekolah berbasis kearifan lokal yaitu dimulai
dari tahap inventarisasi keunggulan lokal, menganalisis keadaan sekolah,
menentukan tema keunggulan lokal yang akan digunakan, dan langkah terakhir yaitu
implementasi keunggulan lokal dalam satuan pendidikan/sekolah.15
15
Heronimus Delu Pingge,”Kearifan lokal dan Penerapannya di Sekolah”, Jurnal Edukasi Sumba, Vol. 01 No.
02, (September, 2017), 132-133
15
program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi
Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau
satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal”.16
5. Renstra Kemendiknas 2010-2014 bahwa: Pendidikan harus menumbuhkan
pemahaman tentang pentingnya keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem,
yaitu pemahaman bahwa manusia adalah bagian dari ekosistem. 287372562
16
Heronimus Delu Pingge,”Kearifan lokal dan Penerapannya di Sekolah”, Jurnal Edukasi Sumba, Vol. 01 No.
02, (September, 2017), 131-132
16
iii. Menjabarkan kesiapan sekolah berdasarkan hasil identifikasi dari
kekuatan dan kelemahan sekolah yang telah dianalisis
c. Melakukan analisis lingkungan eksternal sekolah dengan,
i. Mengidentifikasi data riil lingkungan eksternal sekolah meliputi
komite sekolah, dewan pendidikan, dinas/instansilain,
ii. Mengidentifikasi peluang dan tantangan yang ada dalam
pengembangan potensi keunggulan lokal yang telah diidentifikasi,
iii. Menjabarkan kesiapan dukungan pengembangan Pendidikan
berbasis kearifan lokal berdasarkan hasil identifikasi dari peluang
dan tantangan sekolah yang telah dianalisis. Disamping itu, dalam
melakukan analisis lingkungan eksternal sekolah perlu
memperhatikan tiga hal yaitu tema keunggulan lokal, penetapan
jenis keunggulan lokal, dan kompetensi keunggulan lokal.
d. Penentuan jenis keunggulan lokal adalah dengan melakukan strategi
penyelenggaraan pembelajaran berbasis keariafan lokal, yaitu bahwa yang
menjadi acuan dalam menentukan strategi penyelenggaraan pembelajaran
berbasis keariafan lokal, adalah:
i. Untuk kompetensi pada ranah kognitif (pengetahuan) maka
strateginya adalah dengan cara mengintegrasikan pada mata
pelajaran yang relevan atau melalui muatan lokal,
ii. Untuk kompetensi pada ranah psikomotor (keterampilan) maka
strateginya adalah dengan menetapkan Mata Pelajaran
Keterampilan,
iii. Untuk kompetensi pada ranah afektif (sikap) dapat dilakukan dengan
cara Pengembangan Diri, Mata Pelajaran PKn, Mata Pelajaran
Agama atau Budaya Sekolah dan,
iv. Strategi penyelenggaraan yang akan dilaksanakan disesuaikan
dengan kemampuan masing masing sekolah.17
17
Heronimus Delu Pingge,”Kearifan lokal dan Penerapannya di Sekolah”, Jurnal Edukasi Sumba, Vol. 01 No.
02, (September, 2017), 132-133
17
itu, kepala sekolah sangat perlu membuat team work yang khusus menangani
sekolah berbasis kearifan lokal. Tim inilah yang menggodok secara matang
semua hal yang terkait dengan program ini baik itu materinya, sarana
prasarananya, tenaga pengajarnya, prospek masa depannya, dan tindak lanjut ke
depan.
2. Bekerja sama dengan Aparat Desa dan Tokoh Masyarakat Untuk lebih
memantapkan dan mengefektifkan program sekolah berbasis kearifan lokal,
sekolah harus mengikutsertakan aparat dan tokoh masyarakat dalam proses
perencanaan, kajian, uji coba, dan mengambil keputusan. Pelaksanaan program
ini membutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat lokal, sehingga
keberadaan mereka harus diapresiasi dan ide-ide mereka diakomodasi secara
proporsional.
3. Mempersiapkan Software dan Hardware Software berupa program kurikulum,
dan tenaga pengajar, sedangkan hardware berupa sarana dan prasarana yang
menjadi fasilitas pendukung pelaksanaan program harus disiapkan secara rapi.
4. Menyiapkan Strategi Pelaksanaan
Program ini membutuhkan strategi pelaksanaan yang tepat, baik itu ditaruh di
intrakurikuler ataupun ekstrakurikuler. Jika diintra, maka menjadi satu mata
pelajaran yang menjadi perhatian besar anak didik dan wajib diikuti oleh semua
anak. Bila di ekstrakurikuler, maka biasanya waktunya sore dan disesuaikan
dengan maniat dan bakat, namun waktunya lebih bebas, luas, dan
menyenangkan. Menentukan strategi pelaksanaan ini sangat penting supaya bisa
memprediksi hal yang akan terjadi dalam proses pelaksanaan, bias
mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi, sekaligus menyiapkan solusi
alternatif secara cepat, aplikatif, dan efektif.
5. Studi Banding
Studi banding ke lembaga pendidikan yang sudah sukses menerapkan sekolah
berbasis kearifan lokal bias mempercapat proses perencanaan, palaksanaan, dan
penentuan target. Studi banding dapat melahirkan imajinasi dan ide-ide segar
dalam mengembangkan sekolah berbasis kearifan lokal.
6. Mencari Investor
Keberlangsungan sekolah berbasis kearifan lokal ini membutuhkan suntikan
dana yang kuat. Oleh sebab itu, sangat penting mencari investor yang bisa
mendanai dan mengembangkan program ini
7. Membuka Pasar
18
Kearifan/keunggulan lokal identik dengan peluang ekonomi yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dibutuhkan menajemenprofessional
untuk mengurusi hal ini. Sekolah setidaknya membuka divisi khusus untuk
menangani bidang pemasaran ini atau bekerja sama dengan pihak tertentu yang
sudah professional dalam membidangi masalah pemasaran ini.
8. Mempersiapkan Siswa-Siswi yang Terampil.
Untuk menjangkau masa depan yang kompetitif, dibutuhkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Oleh sebab itu, siswa-siswi belajar di lembaga
pendidikan harus mempersiapkan untuk menguasai berbagai keterampilan.
9. Mempersiapkan Home Company Seyogyanya sekolah mempunyai terobosan
kreatif dengan mendirikan home company atau home industry sebagai objek
percontohan yang bisa mendinamisasi potensi siswa-siswi.
10. Melibatkan Masyarakat Sekitar
Kesuksesan sekolah berbasis kearifan lokal harus dirasakan oleh masyarakat
sekitar. Oleh sebab itu, program ini harus melibatkan partisipasi masyarakat
sekitar dalam konteks perencanaan, kajian, perumusan, penetapan, pelaksanaan,
evaluasi, serta pengembangan secara intensif dan ekstensif, sesuai dengan
bidangnya masing-masing.18
18
Heronimus Delu Pingge,”Kearifan lokal dan Penerapannya di Sekolah”, Jurnal Edukasi Sumba, Vol. 01 No.
02, (September, 2017), 133-134
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kearifan lokal suatu daerah
beberapa diantaranya adalah kondisi geografis, nilai religi, dan keadaan sosial
masyarakat.
B. Saran
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran bagi pembaca sangat dibutuhkan,
agar kami dapat membuat makalah dengan lebihbaik lagi. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak yang sudah membaca. Semoga dengan adanya makalah
ini dapat tergerak hati kita untuk mencari keridhaan hidup dalam ketakwaan
sehingga akhir dari segalanya Allah memberikan surga bagi kita sebagai mana
amalan ibadah kita.
21
DAFTAR PUSTAKA
Munandar dkk. (2018). Penggunaan Buku Cerita Anak Berbasis Kearifan Lokal
Mendong Tasikmalaya di Sekolah Dasar. Pedadidaktika: Jurnal Ilmiah
Pendidikan Guru Sekolah DASAR Vol. 5, No. 2 (2018) 152-162.
Ahmad dkk. (2021). Implementasi Sekolah Dasar Berbasis Kearifan Lokal Di Sdn 49
Liano, Kec. Mataoleo, Kab. Bombana. Jurnal Tunas Bangsa Volume 8, Nomor
1, Februari 2021.
Karimatus Saidah, Kukuh Andri Aka, Rian Damariswara. Nilai-Nilai Kearifan Lokal
Masyarakat Indonesia Dan Implementasinya Dalam Pendidikan Sekolah
Dasar. Banyuwangi: LPPM Genteng Banyuwangi, 2020.
Rado, and Damanik. “Membangun Manajemen Kearifan Lokal (Studi Pada Kearifan
Lokal Orang Banjar)".”Jurnal Riset Inspirasi Manajemen dan Kewirausahaan
(2018)