Anda di halaman 1dari 17

KODE ETIK AHLI GIZI DI INDONESIA,

AMERIKA DAN KANADA

Makalah

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah

Nutrition Professional Ethics

Oleh

Fepy Sisiliay (A2/145070300111024)

PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2015
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


llmu gizi didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang mempelajari hubungan
antara makanan yang dimakan dengan kesehatan tubuh yang diakibatkannya serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dampak globalisasi menuntut tenaga gizi
yang handal dan profesional serta tanggap dalam mengantisipasi perkembangan
masalah gizi baik nasional maupun internasional. Oleh karena itu diperlukan
pengembangan sumberdaya manusia sebagai ahli gizi professional di Indonesia yang
berkesinambungan dan mempunyai daya saing internasional.
Kode etik adalah aturan tertulis yang harus dipatuhi oleh profesi yang terkait.
Sedangkan ahli gizi adalah seseorang yang memiliki kehalian khusus dalam bidang
makanan yang dikaitkan dengan kesehatan. Oleh karena itu kode etik ahli gizi
adalah peraturan yang harus dilakukan ahli gizi dalam berinteraksi dengan orang
lain baik itu klien maupun teman seprofesi. Disetiap negara mempunyai kode etik
ahli gizi yang berbeda-beda. Hal tersebut mengacu pada keadaan negara tersebut
dan tujuan dari ahli gizi negara tersebut dalam menyelesaikan masalah gizinya.
Sebagai calon ahli gizi, seseorang perlu memahami kode etik ahli gizi dari Indonesia
agar bisa mulai membiasakan sikap ahli gizi pada dirinya. Kode etik dari negara lain
dapat dijadikan sebagai referensi agar bisa memajukan ahli gizi di Indonesia.
Peran ahli gizi sebagai suatu profesi dalam hal penelitian merupakan salah satu
kompetensi yang harus dilakukan oleh ahli gizi, seperti yang tertulis didalam
kepmenkes nomer 347 tahun 2007, maka seorang ahli gizi harus selalu melakukan
penelitian-penelitian gizi guna untuk meningkatkan pengetahuan serta menemukan
sesuatu yang baru untuk kepentingan bersama, dan melalui penelitiannya
diharapkan mampu meningkatkan status gizi pada masyarakat, serta memecahkan
masalah gizi di masyarakat.
Dalam menerapkan kode etik, ahli gizi wajib melakukannya sesuai kewajiban
yang meliputi kewajiban umum, kewajiban terhadap klien, kewajiban terhadap
masyarakat, kewajiban terhadap teman seprofesi dan mitra kerja serta kewajiban
terhadap profesi dan diri sendiri. Kode etik ahli gizi ini dibuat atas prinsip bahwa
organisasi profesi bertanggung jawab terhadap kiprah anggotanya dalam
menjalankan praktek profesinya. Kode etik ini berlaku setelah hari dari disahkannya
kode etik ini oleh sidang tertinggi profesi sesuai dengan ketentuan yang tertuang
dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga profesi gizi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa isi kode etik ahli gizi di Indonesia?
2. Apa peran ahli gizi sebagai tenaga kerja professional?
3. Apa peran ahli gizi di bidang masyarakat?
4. Apa isi kode etik ahli gizi di Amerika dan Kanada?
5. Bagaimana perbedaan kode etik ahli gizi di Indonesia, Amerika dan Kanada?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui isi kode etik ahli gizi di Indonesia.
2. Untuk mengetahui peran ahli gizi sebagai tenaga kerja professional?
3. Untuk mengetahui peran ahli gizi di bidang masyarakat.
4. Untuk mengetahui isi kode etik profesi gizi di Amerika, dan Kanada.
5. Untuk mengetahui perbedaan kode etik ahli gizi di Indonesia, Amerika, dan
Kanada.
1.4 Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan sebagai bahan kajian untuk para pembaca
khususnya ahli gizi agar lebih faham tentang kewajiban-kewajiban seorang ahli gizi
baik kewajiban umum, kewajiban terhadap masyarakat serta terhadap profesi. Selain
itu dengan adanya makalah ini, diharapkan agar sebagai ahli gizi dapat menerapkan
perannya sebagai tenaga kerja professional dan di bidang masyarakat serta
mengetahui kode etik ahli gizi serta perbedaan kode etik ahli gizi di Indonesia,
Amerika dan Kanada.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kode Etik Ahli Gizi di Indonesia


Ahli Gizi yang melaksanakan profesi gizi mengabdikan diri dalam
upaya memelihara dan memperbaiki keadaan gizi, kesehatan, kecerdasan
dan kesejahteraan rakyat melalui upaya perbaikan gizi, pendidikan
gizi, pengembangan ilmu dan teknologi gizi, serta ilmu-ilmu terkait. Ahli Gizi
dalam menjalankan profesinya harus senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan
nilainilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 serta Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli Gizi Indonesia serta etik profesinya
(Persagi, 2010).
a. Kewajiban Umum
1. Meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan serta berperan dalam
meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat
2. Menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan menunjukkan sikap,
perilaku, dan budi luhur serta tidak mementingkan diri sendiri
3. Menjalankan profesinya menurut standar profesi yang telah ditetapkan.
4. Menjalankan profesinya bersikap jujur, tulus dan adil.
5. Menjalankan profesinya berdasarkan prinsip keilmuan, informasi terkini, dan
dalam menginterpretasikan informasi hendaknya objektif tanpa membedakan
individu dan dapat menunjukkan sumber rujukan yang benar.
6. Mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama
dengan pihak lain atau membuat rujukan bila diperlukan.
7. Melakukan profesinya mengutamakan kepentingan masyarakat
dan berkewajiban senantiasa berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenarnya.
8. Berkerjasama dengan para profesional lain di bidang kesehatan maupun
lainnya berkewajiban senantiasa memelihara pengertian yang sebaik-
baiknya.
b. Kewajiban terhadap Klien
1. Memelihara dan meningkatkan status gizi klien baik dalam lingkup institusi
pelayanan gizi atau di masyarakat umum.
2. Menjaga kerahasiaan klien atau masyarakat yang dilayaninya baik pada saat
klien masih atau sudah tidak dalam pelayanannya, bahkan juga setelah klien
meninggal dunia kecuali bila diperlukan untuk keperluan kesaksian hukum.
3. Menjalankan profesinya senantiasa menghormati dan menghargai kebutuhan
unik setiap klien yang dilayani dan peka terhadap perbedaan budaya, dan
tidak melakukan diskriminasi dalam hal suku, agama, ras, status sosial, jenis
kelamin, usia dan tidak menunjukkan pelecehan seksual.
4. Memberikan pelayanan gizi prima, cepat, dan akurat.
5. Memberikan informasi kepada klien dengan tepat dan jelas, sehingga
memungkinkan klien mengerti dan mau memutuskan sendiri berdasarkan
informasi tersebut.
6. Apabila mengalami keraguan dalam memberikan pelayanan berkewajiban
senantiasa berkonsultasi dan merujuk kepada ahli gizi lain yang mempunyai
keahlian.
c. Kewajiban terhadap Masyarakat
1. Melindungi masyarakat umum khususnya tentang penyalahgunaan
pelayanan, informasi yang salah dan praktek yang tidak etis berkaitan
dengan gizi, pangan termasuk makanan dan terapi gizi/diet.
2. Memberikan pelayanannya sesuai dengan informasi faktual, akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
3. Melakukan kegiatan pengawasan pangan dan gizi sehingga dapat mencegah
masalah gizi di masyarakat.
4. Peka terhadap status gizi masyarakat untuk mencegah terjadinya masalah
gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat.
5. Memberi contoh hidup sehat dengan pola makan dan aktifitas fisik yang
seimbang sesuai dengan nilai paktek gizi individu yang baik.
6. Dalam bekerja sama dengan profesional lain di masyarakat, Ahli
Gizi berkewajiban hendaknya senantiasa berusaha memberikan
dorongan, dukungan, inisiatif, dan bantuan lain dengan sungguh-sungguh
demi tercapainya status gizi dan kesehatan optimal di masyarakat.
7. Mempromosikan atau mengesahkan produk makanan tertentu berkewajiban
senantiasa tidak dengan cara yang salah atau, menyebabkan salah interpretasi
atau menyesatkan masyarakat.
d. Kewajiban terhadap Teman Seprofesi dan Mitra Kerja
1. Melakukan promosi gizi, memelihara dan meningkatkan status gizi
masyarakat secara optimal, berkewajiban senantiasa bekerjasama dan
menghargai berbagai disiplin ilmu sebagai mitra kerja di masyarakat.
2. Memelihara hubungan persahabatan yang harmonis dengan semua
organisasi atau disiplin ilmu/profesional yang terkait dalam upaya
meningkatkan status gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.
3. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan keterampilan terbaru kepada sesama
profesi dan mitra kerja.
e. Kewajiban terhadap Profesi dan Diri Sendiri
1. Mentaati, melindungi dan menjunjung tinggi ketentuan yang dicanangkan
oleh profesi.
2. Memajukan dan memperkaya pengetahuan dan keahlian yang diperlukan
dalam menjalankan profesinya sesuai perkembangan ilmu dan teknologi
terkini serta peka terhadap perubahan lingkungan.
3. Menunjukan sikap percaya diri, berpengetahuan luas, dan berani
mengemukakan pendapat serta senantiasa menunjukan kerendahan hati dan
mau menerima pendapat orang lain yang benar.
4. Menjalankan profesinya berkewajiban untuk tidak boleh dipengaruhi oleh
kepentingan pribadi termasuk menerima uang selain imbalan yang layak
sesuai dengan jasanya, meskipun dengan pengetahuan klien/masyarakat
(tempat dimana ahli gizi diperkerjakan).
5. Tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum, dan memaksa orang lain
untuk melawan hukum.
6. Memelihara kesehatan dan keadaan gizinya agar dapat bekerja dengan baik.
7. Melayani masyarakat umum tanpa memandang keuntungan perseorangan
atau kebesaran seseorang.
8. Selalu menjaga nama baik profesi dan mengharumkan organisasi profesi
f. Prinsip-prinsip kode etik
Profesi Gizi mengabdikan diri dalam upaya kesejahteraan dan kecerdasan
bangsa, upaya perbaikan gizi, memajukan dan mengembangkan ilmu dan
teknologi gizi serta ilmu-ilmu yang berkaitan dan meningkatkan pengetahuan
gizi masyarakat. Sebagai tenaga gizi profesional, seorang ahli gizi dan ahli
madya gizi harus melakukan tugas-tugasnya atas dasar :
1. Kesadaran dan rasa tanggung jawab penuh akan kewajiban terhadap bangsa
dan negara.
2. Keyakinan penuh bahwa perbaikan gizi merupakan salah satu unsur penting
dalam upaya mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan rakyat.
3. Tekad bulat untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi tercapainya
masyarakat adil, makmur dan sehat sentosa.
Untuk itu, seorang ahli gizi dan ahli madya gizi dalam melakukan tugasnya
perlu senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan sikap
dan perbuatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan nilai-nilai Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Persatuan Ahli Gizi Indonesia serta etik profesi, baik dalam hubungan
dengan pemerintah bangsa, negara, masyarakat, profesi maupun dengan diri
sendiri.
Dengan melihat cakupan dan kode etik tersebut, disimpulkan bahwa profesi
gizi berperan dalam kebijakan sistem pelayanan kesehatan, mendidik dan
mengintervensi individu, kelompok, masyarakat serta meneliti dan
mengembangkan demi menjaga mutu pelayanan. Oleh karena itu, perlu disusun
standar kompetensi ahli gizi dan ahli madya gizi Indonesia yang dilandasi
dengan peran-peran ahli gizi dan ahli madya gizi sebagai pelaksana, pengelola,
pendidik, penyelia, pemasar, anggota tim dan pelaku praktek kegizian
yang bekerja secara profesional dan etis.
2.2 Peran Ahli Gizi sebagai Tenaga Kerja Profesional
Ahli gizi atau Registered Dietitien (RD) adalah sarjana gizi yang telah
mengikuti pendidikan profesi gizi (dietetic internship) dan dinyatakan lulus setelah
mengikuti ujian kompetensi profesi gizi, yang kemudian diberi hak untuk mengurus
ijin memberikan pelayanan dan menyelenggarakan praktek gizi (Persagi, 2010). RD
bertugas melakukan pengkajian gizi, menentukan diagnosa gizi, menentukan dan
mengimplementasikan intervensi gizi, dan kemudian melakukan visite berkala untuk
memonitor dan mengevaluasi perkembangan kondisi pasien. Selain itu, RD juga
bertugas melakukan edukasi gizi untuk pencegahan penyakit dan konseling gizi
untuk kondisi kronis (ADA, 2009). Sebagai ahli gizi profesional, hendaknya
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat.
2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan.
3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah.
4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai kode etik yang
berlaku.
5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan
profesinya.
6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang
diberikan.
7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya.
8. Pekerjaan/sumber utama seumur hidup.
9. Berorientasi pada pelayanan dan kebutuhan obyektif.
10. Otonomi dalam melakukan tindakan.
11. Melakukan ikatan profesi, lisensi jalur karir.
12. Mempunyai kekuatan dan status dalam pengetahuan spesifik.
13. Alturism (memiliki sifat kemanusiaan dan loyalitas yang tinggi).
Di Indonesia, Ahli Gizi termasuk Ahli Madya Gizi sebagai pekerja profesional
harus memiliki persyaratan sebagai berikut :
1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis.
2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan tenaga professional.
3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.
4. Mempunyai kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah.
5. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas.
6. Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur.
7. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah.
8. Memiliki etika.
9. Ahli Gizi.
10. Memiliki standar praktek.
11. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi
sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
12. Memiliki standar berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.
2.3 Peran Ahli Gizi di Bidang Masyarakat
Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran, yakni sebagai
dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi (Nasihah, 2010), yaitu
sebagai berikut :
a. Dietisien
Dietisien adalah seseorang yang memiliki pendidikan gizi, khususnya
dietetik, yang bekerja untuk menerapkan prinsip-prinsip gizi dalam pemberian
makan kepada individu atau kelompok, merencanakan menu, dan diet khusus,
serta mengawasi penyelenggaraan dan penyajian makanan (Kamus Gizi, 2010).
b. Konselor gizi
Konselor gizi adalah ahli gizi yang bekerja untuk membantu orang lain
(klien) mengenali mengatasi masalah gizi yang dihadapi, dan mendorong klien
untuk mencari dan memilih cara pemecahan masalah gizi secara mudah
sehingga dapat dilaksanakan oleh klien secara efektif dan efisien. Konseling
biasanya dilakukan lebih privat, berupa komunikasi dua arah antara konselor dan
klien yang bertujuan untuk memberikan terapi diet yang sesuai dengan kondisi
pasien dalam upaya perubahan sikap dan perilaku terhadap makanan
(Magdalena, 2010).
c. Penyuluh gizi
Penyuluh gizi, yakni seseorang yang memberikan penyuluhan gizi yang
merupakan suatu upaya menjelaskan, menggunakan, memilih, dan mengolah
bahan makanan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku
perorangan atau masyarakat dalam mengonsumsi makanan sehingga
meningkatkan kesehatan dan gizinya (Kamus Gizi, 2010). Penyuluhan gizi
sebagian besarnya dilakukan dengan metode ceramah (komunikasi satu arah),
walaupun sebenarnya masih ada beberapa metode lainnya yang dapat digunakan.
Berbeda dengan konseling yang komunikasinya dilakukan lebih pribadi,
penyuluhan gizi disampaikan lebih umum dan biasanya dapat menjangkau
sasaran yang lebih banyak.
Ketiga peran itu hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang yang
sudah mendapat pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi kesehatan
manapun, karena ketiga peran itu saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat
dipisahkan. Dengan adanya peran ahli gizi di dalam masyarakat, diharapkan dapat
membantu memperbaiki status kesehatan masyarakat, khususnya melalui berbagai
upaya preventif (pencegahan).

Melalui ahli gizilah salah satu caranya masyarakat dapat mengetahui berbagai
informasi-informasi dan isu-isu kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan
gizi. Jika dilakukan tatap muka, masyarakat pun dapat langsung berinteraksi dengan
ahli gizi dan berkonsultasi langsung dengan mudah mengenai permasalahan gizi
yang mereka hadapi. Ahli gizi yang memberikan penyuluhan dan konseling pun
hendaknya memiliki bekal pengetahuan dan wawasan yang cukup yang harus terus
ditambah dan diperbaharui setiap waktu.

2.4 Kode Etik Ahli Gizi di Amerika dan Kanada


a. Kode Etik Ahli Gizi di Amerika
American Dietetic Association (ADA) dan badan kepercayaan, Commission
on Dietetic Registration (CDR), mempercayai kepentingan profesi dan
pelayanan masyarakat yang memiliki Kode Etik di tempat yang menyediakan
pedoman praktisi dietetik pada praktek profesional dan tingkah lakunya. Para
praktisi dietetik memegang adopsi terhadap Kode Etik ini untuk mencerminkan
nilai-nilai dan prinsip etik yang memandu profesi dietetik dan kumpulan
komitmen serta kewajiban dari praktisi dietetik kepada masyarakat, klien,
profesi, rekan kerja dan profesional lainnya.
 Kode Etik Berlaku untuk Praktisi berikut :
1. Anggota American Dietetic Association yang Terdaftar ahli gizi (RDS)
atau Teknisi Dietetik, Terdaftar (DTR).
2. Kecuali untuk bagian yang semata-mata berhubungan dengan
kepercayaan, untuk semua anggota American Dietetic Association yang
tidak RDS atau DTR, dan
3. Kecuali untuk aspek yang semata-mata berhubungan dengan
keanggotaan, semua RDS dan DTR yang bukan anggota dari American
Dietetic Association (ADA).
 Prinsip-prinsip Mendasar
1. Para praktisi melakukan dietetik dirinya dengan kejujuran, integritas dan
keadilan.
2. Para praktisi dietetik mendukung dan mempromosikan standar praktek
profesional. Praktisi menerima kewajiban untuk melindungi klien,
masyarakat dan profesi dengan menjunjung tinggi Kode Etik Profesi Diet
dan dengan melaporkan pelanggaran yang dirasakan melalui proses yang
ditetapkan oleh American Dietetic Association dan badan kepercayaan
Komisi Registrasi Dietetik.
 Tanggung Jawab Kepada Masyarakat
1. Praktisi memperhatikan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan
masyarakat setiap saat.
2. Para praktisi dietetik mematuhi semua hukum dan peraturan yang
berlaku atau terkait dengan profesi atau kewajiban etis praktisi seperti
yang dijelaskan dalam Kode Etik ini.
3. Para praktisi dietetik menyediakan pelayanan profesional secara objektif
dan menghormati kebutuhan yang unik dan nilai-nilai individu.
4. Para praktisi dietetik tidak terlibat dalam praktik palsu atau menyesatkan.
5. Para praktisi dietetik menarik diri dari praktek profesional ketika tidak
mampu memenuhi tugas profesionalnya dan tanggung jawab kepada
klien.
 Tanggung Jawab kepada Klien
1. Jika praktisi dietetik tidak mampu untuk menangani dan melakukan
pertimbangan secara profesional dalam sebuah kasus yang bukan
keahliannya maka dapat bekerja sama dengan orang lain, mencari
nasihat, atau membuat rujukan yang sesuai.
2. Para praktisi dietetik memperlakukan klien dan pasien dengan hormat
dan pertimbangan.
3. Para praktisi dietetik merahasiakan informasi mengenai klien dan
membuat pengungkapan penuh tentang segala keterbatasan pada
kemampuannya untuk menjamin kerahasiaan penuh.
4. Para praktisi dietetic, dalam menangani dan memberikan layanan kepada
klien dan lain-lain, sesuai dengan prinsip yang sama yang ditetapkan di
atas dalam “Tanggung Jawab Kepada Publik”
 Tanggung Jawab untuk Profesi
1. Para praktisi dietetik mempraktekan diet berdasarkan prinsip berbasis
fakta dan informasi saat ini.
2. Para praktisi dietetik menyajikan informasi yang handal dan didukung
menafsirkan informasi kontroversial tanpa prasangka perorangan, dengan
menyadari bahwa perbedaan pendapat yang sah.
3. Para praktisi dietetik mengasumsikan tanggung jawab seumur hidup dan
akuntabilitas terhadap kompetensi perorangan dalam praktek, konsisten
dengan standar profesional yang berlaku, terus berjuang untuk
meningkatkan pengetahuan profesional dan keterampilan serta
menerapkannya dalam praktek .
4. Para praktisi dietetik adalah waspada terhadap terjadinya konflik nyata
atau konflik kepentingan yang potensial dan mengambil tindakan yang
tepat bila terjadi konflik.
5. Para praktisi dietetik mengijinkan penggunaan nama yang bersangkutan
untuk kepentingan sertifikasi bahwa layanan dietetik telah diberikan
hanya jika dia telah memberikan atau mengawasi penyediaan layanan
tersebut.
6. Para praktisi dietetik menyajikan kualifikasi professional yang akurat dan
terpercaya.
7. Para praktisi dietetik tidak mengundang, menerima atau menawarkan
hadiah, insentif moneter, atau pertimbangan lain yang mempengaruhi
atau memberikan penampilan layak yang mempengaruhi pertimbangan
profesionalnya.
 Tanggung Jawab untuk Kolega dan Profesional Lain
1. Praktisi menunjukkan penghormatan terhadap nilai-nilai, hak,
pengetahuan dan keterampilan rekan serta profesional lainnya.
b. Kode etik ahli gizi di Kanada
Kode Etik adalah struktur yang memungkinakan individu untuk mengubah
pribadi dan nilai profesionalnya menjadi tindakan dan menyediakan jaminan
masyarakat yang praktek professional dalam kepentingan masyarakat. Pada
tahun1987 Kode Etik dikembangkan oleh Canadian Dietetic Association
(nantinya Dietitian of Canada) dan diadopsi oleh College of Dietitian of Ontario
pada tahun 1996, menggambarkan kesesuaian professional tingkah laku bagi
dietisien di Kanada.
 Tanggung Jawab kepada Klien
1. Untuk menjaga integritas dan empati dalam praktek professional.
2. Untuk berusaha untuk obyektivitas penilaian dalam hal-hal seperti
kerahasiaan dan konflik kepentingan.
3. Untuk bekerja secara kooperatif dengan rekan kerja, profesional lain dan
orang awam.
4. Untuk mendapatkan izin diberitahukannya, bagi infasif kami atau
prosedur eksperinmental.
 Tanggung Jawab kepada Masyarakat
1. Untuk mempertahankan standar yang tinggi dari kompetensi
perseorangan melalui melanjutkan pendidikan dan evaluasi kritis
berkelanjutan dari pengalaman profesional.
2. Untuk melindungi anggota masyarakat terhadap perilaku yang tidak etis
atau tidak kompetennya rekan kerja atau sesama profesional kesehatan
lainnya.
3. Untuk memastikan bahwa masyarakat kita diberitahu tentang sifat dari
setiap perawatan gizi atau saran dan pengaruh yang mungkin terjadi.
4. Untuk mendukung kemajuan dan penyebaran nutrisi dan terkait
pengetahuan dan keterampilan.
 Tanggung Jawab untuk Profesi
1. Untuk mendukung orang lain dalam mengejar tujuan profesional.
2. Untuk mendukung pelatihan dan pendidikan calon anggota profesi.
3. Untuk melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang mempromosikan
vital dan progresif profesi.
2.5 Perbedaan Kode Etik Gizi di Indonesia, Amerika dan Kanada

Indonesia  Lebih mengatur pada sikap ahli gizi terhadap klien,


masyarakat, mitra kerja, profesi bahakan pada diri sendiri
agar ahli gizi dapat dipercaya di masyarakat.
 Kode etik ahli gizi di Indonesia dibuat atas prinsip bahwa
organisasi profesi bertanggung jawab terhadap kiprah
anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya.
Amerika  Amerika lebih menekankan tanggunng jawab yang perlu
dilakukan ahli gizi.
 Kode etik diberlakukan untuk mendukung dan
mempromosikan standar praktek professional.
Kanada  Kode etik di Kanada lebih banyak yang mengatur tentang
pentingnya peningkatan pengetahuan ahli gizi seperti kode
etik yang berbunyi “Untuk mempertahankan standar yang
tinggi kompetensi pribadi melalui melanjutkan pendidikan
dan evaluasi kritis berkelanjutan pengalaman professional”
serta “Untuk mendukung pelatihan dan pendidikan calon
anggota profesi”.
 Kode etik diberlakukan untuk menjaga standar kompetensi
yang tinggi dan integritas praktek profesional.
 Tidak terdapatnya tanggung jawab terhadap teman seprofesi
dan mitra kerja serta tanggung jawab terhadap diri sendiri.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Kode etik adalah aturan tertulis yang harus dipatuhi oleh profesi yang terkait.
Sedangkan ahli gizi adalah seseorang yang memiliki kehalian khusus dalam
bidang makanan yang dikaitkan dengan kesehatan. Oleh karena itu kode etik ahli
gizi adalah peraturan yang harus dilakukan ahli gizi dalam berinteraksi dengan
orang lain baik itu klien maupun teman seprofesi. Disetiap negara mempunyai
kode etik ahli gizi yang berbeda-beda.
2. Dalam menerapkan kode etik, ahli gizi wajib melakukannya sesuai kewajiban
yang meliputi kewajiban umum, kewajiban terhadap klien, kewajiban terhadap
masyarakat, kewajiban terhadap teman seprofesi dan mitra kerja serta kewajiban
terhadap profesi dan diri sendiri. Kode etik ahli gizi ini dibuat atas prinsip bahwa
organisasi profesi bertanggung jawab terhadap kiprah anggotanya dalam
menjalankan praktek profesinya.
3. Ahli gizi atau Registered Dietitien (RD) adalah sarjana gizi yang telah
mengikuti pendidikan profesi gizi (dietetic internship) dan dinyatakan lulus
setelah mengikuti ujian kompetensi profesi gizi, yang kemudian diberi hak untuk
mengurus ijin memberikan pelayanan dan menyelenggarakan praktek gizi. RD
bertugas melakukan pengkajian gizi, menentukan diagnosa gizi, menentukan dan
mengimplementasikan intervensi gizi, dan kemudian melakukan visite berkala
untuk memonitor dan mengevaluasi perkembangan kondisi pasien.
4. Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran, yakni sebagai
dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi. Ketiga peran itu
hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang yang sudah mendapat
pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi kesehatan manapun,
karena ketiga peran itu saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan.
5. Kode etik ahli gizi di Indonesia lebih mengatur pada sikap ahli gizi terhadap
klien, masyarakat, mitra kerja, profesi bahakan pada diri sendiri agar ahli gizi
dapat dipercaya di masyarakat dan dibuat atas prinsip bahwa organisasi profesi
bertanggung jawab terhadap kiprah anggotanya dalam menjalankan praktek
profesinya. Kode etik ahli gizi di Amerika lebih menekankan tanggunng jawab
yang perlu dilakukan ahli gizi dan diberlakukan untuk mendukung dan
mempromosikan standar praktek professional.sedangkan kode etik ahli gizi di
Kanada lebih banyak yang mengatur tentang pentingnya peningkatan
pengetahuan ahli gizi seperti kode etik yang berbunyi “Untuk mempertahankan
standar yang tinggi kompetensi pribadi melalui melanjutkan pendidikan dan
evaluasi kritis berkelanjutan pengalaman professional” serta “Untuk mendukung
pelatihan dan pendidikan calon anggota profesi” dan diberlakukan untuk
menjaga standar kompetensi yang tinggi dan integritas praktek profesional.
3.2 Saran
Sebagai ahli gizi sudah seharusnya menerapkan sesuai dengan kode etik yang
ada, yaitu sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
374/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Gizi. Selain itu, perlu adanya
peningkatan standarisasi kompetensi ataupun standarisasi praktek professional
seperti yang diterapkan oleh negara Amerika dan Kanada agar dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

ADA. 2009. American Dietetic Association/Commission on Dietetic Registration Code


of Ethics for the Profession of Dietetics and Process for Consideration of Ethics
Issues. http://www.bu.edu/sargent/files/2009/09/ADA-Code-of-Ethics-8-13.pdf.
(Diakses pada tanggal 15 April 2015).

Almatsier, Sunita. 2006. Pelayanan Gizi Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan. Penuntun
Diet Edisi Terbaru. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

College of Dietitians of Ontario. 1999. Code of Ethics for The Dietetic Profession in
Canada. http://www.collegeofdietitians.org/Resources/Professional-
Practice/Standards-of-Practice/CodeOfEthicsInterpretiveGuide.aspx. (Diakses pada
tanggal 15 April 2015).

MenKes RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/MENKES/SK/III/2007


Tentang Standar Profesi Gizi.
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20374%20ttg
%20Standar%20Profesi%20Gizi.pdf. (Diakses pada tanggal 15 April 2015).

Nasihah, Fathiya. 2010. Peran Ahli Gizi sebagai Penyuluh dan Konselor Gizi.

Persagi. 2010. Standar Profesi Gizi. http://persagi.org (Diakses pada tanggal 15 April
2015).

Anda mungkin juga menyukai