Anda di halaman 1dari 3

2.

7 Panen dan Pasca Panen Tanaman Kopi Liberika


2.7.1 Kriteria Pemanenan Kopi Liberika
Pemanenan buah kopi yang umum dilakukan dengan memetik buah yang
telah masak berusia sekitar 2,5 – 3 tahun. Kulit buah berwarna hijau tua
menandakan buah masih muda, berwarna kuning menandakan setengah masak.
Jika berwarna merah maka buah kopi sudah masak penuh siap untuk dipetik dan
apabila berwarna kehitam-hitaman termasuk terlalu masak. Kopi liberika
menghasilkan buah sepanjang tahun dengan panen sekali sebulan. Panen besar
pada bulan Mei, Juni dan Juli, sedangkan panen kecil pada bulan November,
Desember dan Januari. Berbeda dengan kopi robusta yang dipanen musiman,
karena kebun kopi robusta yang terletak di dataran tinggi lebih lambat musim
panennya daripada kebun di dataran rendah (Evizal dkk., 2015). Setelah panen,
pohon kopi dipangkas dan dibuang cabang-cabang tuanya dan disesuaikan
kembali tingginya ke posisi 1,5–2 meter. Hasil produksi kopi liberika sebagian
besar dijual ke Malaysia, namun pada tahun produksi kopi liberika yang berpusat
di Jambi mengalami penurunan akibat kebakaran dan sebagian terendam banjir di
beberapa kecamatan (Waluyo dan Nurlia, 2017).

2.7.2 Tahapan Pasca Panen Pengolahan Kopi


Menurut Prastowo dkk (2010) terdapat beberapa langkah pengolahan
tanaman kopi sehingga dapat dikonsumsi, diantaranya:
1. Sortasi kopi
Sortasi atau pemilihan biji untuk memisahkan biji yang masak, bernas, dan
seragam dari buah yang cacat/pecah, kurang seragam dan terserang hama
penyakit. Buah merah terpilih (superior) diolah dengan metode pengolahan basah
atau semi basah, sedang buah hijau-kuning-merah diolah dengan cara kering.
2. Pengupasan kulit kopi.
Proses pengupasan kulit dilakukan dengan mesin pengupas (pulper) tipe
silinder dan menghasilkan biji kopi yang masih terbungkus kulit tanduk. Silinder
digerakkan oleh motor diesel dengan kapasitas 200-300 kg buah kopi per jam.
Pemanfaatan alat pulper ini dapat meningkatkan produksi karena membantu
proses pengupasan kulit kopi (Zuhra dkk., 2019).
3. Fermentasi biji kopi.
Fermentasi bertujuan menghilangkan lapisan lendir pada kulit tanduk kopi.
Fermentasi dapat dilakukan dengan cara perendaman biji ke dalam air atau secara
kering dengan memasukkan biji kopi ke dalam kantong plastik dan
menyimpannya secara tertutup selama 12 sampai 36 jam. Menurut Suharyon dan
Busyra (2019), produktivitas kopi liberika di Indonesia yang rendah dipengaruhi
oleh teknik penanganan pasca panen yang konvensional seperti proses fermentasi
dengan perendaman dalam air dan penyimpanan dalam kantong plastik.
4. Pencucian.
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi
yang masih menempel pada kulit tanduk. Pencucian dapat dilakukan dengan
manual di dalam bak atau ember atau dengan mesin.
5. Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan suhu antara 45 – 500C sampai tercapai
kadar air biji maksimal sekitar 12,5%. Pengeringan dapat juga dilakukan dua
tahap, dengan pengeringan awal melalui penjemuran sampai kadar air sekitar 20
% dan selanjutnya dilakukan pengeringan mekanis sampai kadar air 12,5 %.
Pengeringan dengan cara kombinasi dilakukan dalam dua tahap. Pertama,
pengeringan awal di lantai semen sampai kadar airnya mencapai 20-22% dan
kedua pengeringan akhir di dalam pengering mekanis selama 8-12 jam sampai
kadar airnya 12%.
6. Pengukuran kadar biji.
Penentuan kadar biji kopi sebagai tolak ukur proses pengeringan. Apabila
kadar air terlalu jauh dibawah 12%, dapat merugikan karena terjadi kehilangan
berat. Sebaliknya jika belum sampai 12%, maka rentan terhadap serangan jamur
pada saat disimpan atau diangkut.
7. Penggilingan kopi.
Biji kopi yang sudah kering digiling dengan mesin huller untuk
mendapatkan biji kopi yang layak dijual di pasar. Penggilingan juga dilakukan
untuk mendapatkan kopi dalam bentuk bubuk kopi siap seduh sehingga
meningkatkan nilai tambah kopi (Mayrowani, 2013).
8. Penggudangan.
Penggudangan bertujuan menyimpan hasil panen untuk dijual ke
konsumen. Penggudangan perlu memperhatikan kadar air, kelembaban udara dan
kebersihan gudang. Jamur dan hama yang berkembang dalam keadaan lembab dan
sanitasi yang buruk dapat mengganggu selama proses penggudangan. Kelembaban
ruang optimal yaitu sekitar 70 % dengan kadar air biji kopi 12 %.

Dapus:
Evizal, R., Sugiatno, S., dan Prasmatiwi, F. E. 2015. Ragam kultivar kopi di
Lampung. Agrotrop: Journal on Agriculture Science, 5(1), 80-88.
Mayrowani, H. 2013. Kebijakan Penyediaan Teknologi Pascapanen Kopi Dan
Masalah Pengembangannya. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 31(1): 31-
49.
Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Indrawanto dan S. J. Munarso.
2010. Budidaya dan Pascapanen Kopi. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Suharyon, S., dan Busyra, B. S. 2019. Potensi, Kendala dan Prospek
Pengembangan Kopi Liberika: Studi kasus petani kopi liberika kelurahan
mekar jaya kabupaten tanjung jabung barat jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu
Terapan Universitas Jambi, 3(1), 93-99.
Waluyo, E. A., dan Nurlia, A. 2017. Potensi Pengembangan Kopi Liberika
(Coffea libericca) Pola Agroforestry dan Prospek Pemasarannya untuk
Mendukung Restorasi Lahan Gambut di Sumatera Selatan. Prosiding
Seminar Nasional Lahan Suboptimal tahun 2017, Palembang, 19-20
Oktober 2017. pp 255-264.
Zuhra, Z., Syarifuddin, H., dan Maryani, A. T. 2019. Pengembangan Usahatani
Kopi Liberika Berbasis Indeks Keberlanjutan di Kecamatan Betara
Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Jurnal Pembangunan
Berkelanjutan, 2(1), 89-101.

Anda mungkin juga menyukai