Anda di halaman 1dari 71

MAKALAH

KONSEP PENDAPATAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Akuntansi


yang diampu oleh Ibu Dr. Niswatin, S.Pd, SE, MSA

DI SUSUN
OLEH

NURMELINDA A. POPA 921417026


KARTIKA F. PAUSTHER 921417027
RIFQI DUNGGIO 921417035
JONLI UMAR 921417055

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
T.A 2019-2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakattuh


Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik dan
seoptimal mungkin dengan judul “Konsep Pendapatan”, walaupun masih
terdapat banyak kekurangan.
Shalawat serta salam senantiasa tetap tercurahkan kepada baginda
Rasulullah SAW yang dengan semangat dan ihklas dalam berjuang dan
menumbuh kembangkan ajaran Islam sehingga dapat membimbing umat manusia
menuju keimanan dan keselamatan dunia maupun akhirat.
Terima kasih untuk semua pihak yang sudah membantu memberikan
saran masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah, terutama untuk Dosen
serta teman-teman. Semoga ilmu yang kita dapatkan dapat berguna untuk orang
lain dan diri kita masing-masing.
Wassalammualaikum Warahmatullahi Wabarakattuh

Gorontalo, 03 April 2020

Penyusun
Kelompok 10,

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.........................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4


2.1 Pengertian.......................................................................................................4
2.2 Kenaikan Aset................................................................................................5
2.3 Penurunan Kewajiban.....................................................................................8
2.4 Suatu Entitas...................................................................................................8
2.5 Produk Perusahaan.........................................................................................8
2.6 Pertukaran.......................................................................................................10
2.7 Berbagai Bentuk dan Nama............................................................................10
2.8 Untung............................................................................................................10
2.9 Pengakuan Pendapatan...................................................................................12
2.10 Pembentukan pendapatan.............................................................................13
2.11 Realisasi pendapatan....................................................................................15
2.12 Kriteria Pengakuan Pendapatan...................................................................16
2.13 Saat Pengakuan Pendapatan.........................................................................18
2.14 Prosedur Akuntansi Dasar Kas....................................................................35
2.15 Saat Pengakuan Penjualan Jasa...................................................................37
2.16 Pedoman Umum Pengakuan Pendapatan....................................................40
2.17 Prosedur Pengakuan....................................................................................41
2.18 Penyajian.....................................................................................................43
2.19 Pendapatan Menurut PSAK.........................................................................43

BAB III PENUTUP...............................................................................................62


3.1 Kesimpulan.....................................................................................................62
3.2 Saran...............................................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................65

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
The danger in continuing to use a nonscientific language is that we
will not even understand the questions of science, much less seek answers to
those questions. We accountants seem to have a negative attitude toward
technical terms. … The language that we currently use in trying to
communicate with each other is most imprecise. It would be wholly beneficial
if we adopted technical terms to communicate with each other and then
translated those terms into plain English when we communicate with
nonaccountants. (Robert R. Sterling, 1979)
Urutan yang logis setelah pembahasan aset dan kewajiban adalah
ekuitas karena ketiganya merupakan elemen neraca. Pendapatan dan biaya
(termasuk untung dan rugi) dibahas lebih dahulu sebelum ekuitas karena
meretia merupakan penyebab penting perubahan ekuitas yang berasal dari
kegiatan operasi perusahaan dan pembentuk statemen laba-rugi yang
menentukan laba perusahaan. Itulah sebabnya akun-akun yang menjadi media
pencatatan elemen-elemen tersebut disebut dengan akun nominal atau
temporer (nominal atau temporary accounts) yang akhirnya secara periodik
harus ditutup ke ekuitas. Pendapatan dan biaya dibahas secara berurutan
karena eratnya hubungan antara keduanya. Pendapatan dibahas dulu dalam
bab ini dan baru kemudian biaya dibahas di bab berikutnya sesuaj dengan
urutan penyajian dalam statemen laba-rugi.
Konsep dasar upaya dan hasil menyatakan bahwa hasil atau capaian
(accomplishment) harus diperoleh dengan upaya (effort) dan bukan
sebaliknya capaian dulu baru capaian menanggung upaya. Jadi, tidak ada
capaian tanpa upaya. Oleh karena itu, secara konseptual upaya harus
dilakukan dulu untuk memperoleh capaian atau hasil. Dalam akuntansi,
pendapatan merepresentasi capaian den biaya merepresentasi upaya. Dengan
demikian, konsep upaya dan hasil mempunyai implikasi bahwa pendapatan
dihasilkan oleh biaya. Artinya, hanya dengan biaya pendapatan dapat tercipta
dan bukan sebaliknya pendapatan menanggung biaya.
Walaupun demikian, secara teknis akuntansi, pendapatan biasanya
diukur lebih dahulu dan baru kemudian biaya yang diperkirakan
menghasilkan pendapatan tersebut diukur sehingga laba dapat ditentukan
dengan tepat. Oleh karena itu, dalam statemen laba-rugi pendapatan disajikan
dahulu dan baru kemudian dikurangi dengan biaya. Namun demikian, sekali
lagi, tidak berarti bahwa pendapatan (revenue) menanggung biaya (expense).
Biaya bukan merupakan beban yang harus dihindari tetapi merupakan upaya

4
yang sengaja dilakukan dengan senang hati serta penuh kesadaran, semangat,
dan pengertian.
Seperti aset dan kewajiban, pembahasan pendapatan meliputi
pengertian, pengukuran, pengakuan, dan penilaian. Karena sifatnya sebagai
elemen nominal atau penyebab perubahan ekuitas, pengertian (definisi) dan
pengakuan menjadi masalah kritis dalam pembahasan pendapatan. Masalah
penilaian tidak begitu kritis karena saldo pendapatan merupakan akumulasi
jumlah rupiah dan bukan merupakan sisa potensi jasa seperti aset atau
kewajiban. Masalah teoretis pendapatan dapat dilukiskan dalam Gambar 8.1
berikut.

Gambar 8.1 . Masalah Teoretis Pendapatan

Definisi Apa karakteristik yang harus dipenuhi sehingga


suatu jumlah dapat disebut sebagai pendapatan?

Apa kriteria pengakuan (recognition criteria)? Apa


Pengakuan
yang harus dipenuhi agar suatu objek yang
memenuhi definisi pendapatan dapat diakui?

Apa kaidah pengakuan (recognition rules)? Kapan


Saat Pengakuan kriteria pengakuan pendapatan dipenuhi? Peristiwa
atau kejadian apa menandai bahwa kriteria
pengakuan telah dipenuhi?

Prosedur Kejadian atau kegiatan apa yang dapat digunakan


Pengakuan untuk memicu pencatatan jumlah rupiah
pendapatan ke dalam sistem akuntansi?

Masalah definisi dan pengakuan merupakan masalah pada level


perekeyasaan sehingga keduanya masuk dalam rerangka konseptual. Saat
pengakuan merupakan masalah kebijakan pada level penyusun standar. Artinya,
atas dasar konsep-konsep pengakuan yang ditetapkan dalam rerangka konseptual,
penyusun standar menentukan pilihan untuk menggunakan saat pengakuan
pendapatan tertentu untuk jenis perusahaan tertentu. Prosedur pengakuan

5
merupakan masalah teknis pembukuan di tingkat perusahaan yang diwujudkan
dalam kebijakan akuntansi perusahaan (company accounting policy). Masalah
definisi/pengertian pendapatan hendaknya dibedakan dan dipisahkan dengan
masalah pengakuan pendapatan. Suatu objek yang masuk dalam definisi
pendapatan tidak dengan sendirinya dapat diakui sebagai pendapatan dan
terefleksi dalam statemen keuangan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari pendapatan?
2. Bagaimana kenaikan asset untuk menimbulkan pendapatan?
3. Bagaimana penurunan kewajiban yang menimbulkan pendapatan?
4. Bagaimana suatu entitas dalam definisi mengisyaratkan bahwa konsep
kesatuan usaha dianut dalam pendefinisian?
5. Bagaimana produk perusahaan yang menyatakan bahwa pendapatan
adalah produk perusahaan?
6. Bagaimana pertukaran dalam definisi pendapatan?
7. Apa bentuk dan nama dari pendapatan?
8. Bagaimana perbedaan untung dan pendapatan?
9. Bagaimana pengakuan pendapatan?
10. Bagaimana pembentukan pendapatan?
11. Bagaimana realisasi pendapatan?
12. Bagaimana kriteria pengakuan pendapatan?
13. Kapan pendapatan dapat diakui?
14. Bagaimana prosedur akuntansi dasar kas?
15. Bagaimana pengakuan pendapatan dari penjualan jasa?
16. Bagaimana pedoman umum pengakuan pendapatan?
17. Bagaimana prosedur pengakuan?
18. Bagaimana penyajian pendapatan?
19. Bagaimana pendapatan menurut PSAK?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari pendapatan
2 Untuk mengetahui kenaikan asset untuk menimbulkan pendapatan
3 Untuk mengetahui penurunan kewajiban yang menimbulkan
pendapatan
4 Untuk mengetahui bagaimana suatu entitas dalam definisi
mengisyaratkan bahwa konsep kesatuan usaha dianut dalam
pendefinisian
5 Untuk mengetahui produk perusahaan yang menyatakan bahwa
pendapatan adalah produk perusahaan
6 Untuk mengetahui bagaimana pertukaran dalam definisi pendapatan

6
7 Untuk mengetahui bentuk dan nama dari pendapatan
8 Untuk mengetahui perbedaan untung dan pendapatan
9 Untuk mengetahui pengakuan pendapatan
10 Untuk mengetahui pembentukan pendapatan
11 Untuk mengetahui realisasi pendapatan
12 Untuk mengetahui kriteria pengakuan pendapatan
13 Untuk mengetahui kapan pendapatan dapat diakui
14 Untuk mengetahui prosedur akuntansi dasar kas
15 Untuk mengetahui pengakuan pendapatan dari penjualan jasa
16 Untuk mengetahui pedoman umum pengakuan pendapatan
17 Untuk mengetahui prosedur pengakuan
18 Untuk mengetahui penyajian pendapatan
19 Untuk mengetahui pendapatan menurut PSAK
1.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Berbagai karakteristik dilekatkan pada pengertian pendapatan. Berbagai
sumber memaknai pendapatan yang kurang lebih sama walaupun terdapat variasi.
Dalam SFAC No. 6, FASB mendefinisi pendapatan dan untung sebagai berikut:
Revenues are inflows or other enhancements of assets of an entity or settlements
of its liabilities (or combination of both) from delivering or producing goods,
rendering services, or other activities that constitute the entity’s ongoing major or
central operations (prg. 78).
Gains are increases in equity (net assets) from peripheral or incidental
transaction of an entity and from all other transactions and other events and
circumstances affecting the entity except those that result from revenues or
investments by owners (prg. 82).
Paton dan Littleton (1970) mengkarakterisasi pendapatan sebagai berikut:
Revenue is the product of the enterprise, measured by the amount of new assets
received from customers;…. Stated in terms of assets the revenue of the enterprise
is represented, finally, by the flow of funds from the customers or patrons in
exchange for the product of the business, either commodities or services (hlm. 47-
47).
Dalam Standar Akuntansi Keuangan (2002), IAI mengadopsi definisi
pendapatan dari IASC yang menempatkan pendapatan (revenue) sebagai unsur
penghasilan (income) sebagai berikut:
Income is increases in economic benefits during the accounting period in the form
of inflows or enhancements of assets or decreases of liabilities that result in
increases in equity, other than those relating to equity participants (hlm. 17).
The definition of income ecompasses both revenue and gains. Revenue arises in
the course of the ordinary activities of an enterprise and is referred to by a
variety of different names including sales, fees, interests, dividends, royalties, and
rents (hlm. 18).
Gains represent other items that meet the definition of income and may, or may
not, arise in the course of the ordinary activities of an enterprise. Gains represent
increases in economic benefits and as such are no different in nature from
revenues. Hence, they are not regarded as constituting a separate element in this
framework (hlm. 18).

8
Definisi-definisi di atas memisahkan antara pengertian dan pengakuan
sehingga tidak ada karakteristik yang menunjukkan kriteria pengakuan. Sementara
Itu, Accounting Principles Board/APB (1970) mendefinisi pendapatan dengan
memasukkan kriteria pengakuan sebagai berikut (APB Statement No. 4, prg. 134):
Revenues-gross increases in assets or gross decreases in liabilities recognized
and measured in conformity with generally accepted accounting principles that
result from those types of profit-directed activities of an enterprise that can
change owners’ equity.
Dari beberapa definisi di atas, dapat didaftar karakteristik-karakteristik atau
kata kata kunci yang membentuk pengertian pendapatan dan untung. Yang
membentuk pengertian pendapatan adalah:
1. Aliran masuk atau kenaikan aset (inflows or other enhancements of assets,
the amount of new assets received from customers, flow of funds from the
customers, increases in economic benefits, gross increases in assets).

2. Kegiatan yang merepresentasi operasi utama atau sentral yang menerus


(activities that constitute the entity’s ongoing major or central operations,
in the course of the ordinary activities, producing goods, delivering goods
rendering services, profit-directed activities).

3. Pelunasan, penurunan, atau pengurangan kewajiban (settlements of


liabiilities, decreases in liabilities, gross decreases in liabilities).

4. Suatu entitas (of an entity, of an enterprise).

5. Produk perusahaan (goods and services, product of the enterprise)

6. Pertukaran produk (exchange for the product).

7. Menyandang beberapa nama atau mengambil beberapa bentuk (sales, fees,


interests. dividends, royalties, and rents).

8. Mengakibatkan kenaikan ekuitas (result in increases in equity, change


owners’ equity).

Beberapa karakteristik di atas dapat dikatakan merupakan


turunan/konsekuensi dari atau dikandung secara implisit (implied) oleh kata kunci
yang lain. Karakteristik (3) sampai (8) sebenarnya merupakan penjabaran atau
konsekuensi dari ketiga karakteristik sebelumnya. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa karakteristik (1) dan (2) merupakan karakteristik utama
sedangkan lainnya merupakan karakteristik konsekuensi, pendukung, atau
penjelas.
2.2 Kenaikan Aset

9
Untuk dapat mengatakan bahwa pendapatan ada atau timbul, harus terjadi
transaksi atau kejadian yang menaikkan aset atau menimbulkan aliran masuk aset.
Tidak ada batasan bahwa aset harus berupa kas atau alat likuid yang lain. Akan
tetapi, tidak semua kenaikan aset dapat menimbulkan pendapatan. Paton dan
Littleton (1970, hlm. 47) menyebutkan bahwa aset dapat bertambah karena
berbagai transaksi, kejadian, atau keadaan sebagai berikut:
a. Transaksi pendanaan yang berasal dari kreditor dan investor.

b. Laba yang berasal dari kegiatan investasi, misalnya penjualan aset tetap,
surat berharga, segmen bisnis, dan anak perusahaan.

c. Hadiah, donasi, atau temuan.

d. Revaluasi aset yang telah ada.

e. Penyediaan dan/atau penyerahan produk (barang dan jasa).

Untuk disebut sebagai pendapatan, aliran aset masuk adalah jumlah rupiah
kotor (gross). APB menyebut secara eksplisit hal tersebut (gross increases in
assets). Sumber lain menyebutnya secara implisit. Paton dan Littleton
mengisyaratkan pendapatan sebagai jumlah kotor dengan menyatakan “diukur
dengan jumlah rupiah aset baru yang diterima dari pelanggan.” FASB
mengisyaratkan jumlah kotor dengan menyatakan bahwa pendapatan adalah
jumlah rupiah yang datang dari penyerahan produk atau pelaksanaan jasa (from
delivering goods atau rendering services). IAI (IASC) menunjuk jumlah kotor
dengan menyebutkan bahwa jumlah rupiah pendapatan dapat berupa penjualan,
imbalan jasa, bunga, dividen, royalitas, dan sewa (sales, fees, interests, dividends,
royalties, dan rents).
Oleh karena itu, hanya kegiatan (e) di atas yang masuk dalam kategori
sumber pendapatan. FASB dan APB tidak memasukkan kegiatan (b) sebagai
sumber pendapatan karena merupakan jumlah neto dan bukan merupakan kegiatan
operasi sehingga mereka memasukkannya sebagai elemen untung (gains). Secara
konseptual, IAI (IASC) tidak membedakan antara pendapatan dan untung atas
dasar jumlah kotor atau neto.
Pendefinisian pendapatan sebagai kenaikan aset merupakan pendefinisian
dengan konsep aliran masuk (inflow concept of revenue). Konsep ini mempunyai
kelemahan karena pendapatan dianggap baru ada setelah transaksi penjualan
terjadi. Dengan kata lain pendapatan timbul karena peristiwa atau transaksi pada
saat tertentu dan bukan karena proses selama suatu periode. Kelemahan lain
adalah definisi ini mengacaukan pengukuran (measurement) dan penentuan saat
pengakuan (timing) dengan proses penciptaan pendapatan (revenue generating
process). Juga, konsep ini memerlukan pernyataan tentang mana aliran masuk

10
yang merupakan pendapatan dan mana yang bukan. Hal ini dilakukan FASB
dengan menyebutkan bahwa kenaikan aset berasal dari pengiriman barang atau
pelaksanaan jasa. Ini berarti kenaikan aset yang berasal dari pelanggan atau
pembeli. IAI harus membatasi bahwa kenaikan aset tersebut adalah yang
menaikkan ekuitas kecuali yang berasal dari transaksi dengan pemilik. Konsep
kenaikan aset mengalami masalah dalam ha] aliran masuk yang berupa
pembayaran di muka yang berasal dari pelanggan. Walaupun pembayaran
semacam ini merupakan bagian dari operasi utama perusahaan, pada
kenyataannya aliran masuk tersebut tidak atau belum dianggap pendapatan.
Demikian juga, walaupun penjualan kredit menimbulkan piutang usaha, piutang
sering dianggap bukan suatu aliran masuk aset.
Operasi Utama Berlanjut
Tidak semua kenaikan aset di atas membentuk pendapatan. Kegiatan
utama atau sentral yang menerus atau berlanjut merupakan karakteristik yang
membatasi kenaikkan yang dapat disebut pendapatan. Kenaikan aset harus berasal
dari kegiatan operasi dan bukan kegiatan investasi dan pendanaan. Kegiatan
operasi ini diwujudkan dalam bentuk memproduksi dan mengirim berbagai
barang kepada pelanggan atau menyerahkan atau melaksanakan berbagai jasa.
Produk perusahaan harus diartikan sebagai seluruh jenis barang dan jasa
yang disediakan atau diserahkan kepada pelangganan tanpa memandang jumlah
rupiah relatif tiap jenis produk tersebut ataupun sering-tidaknya produk tersebut
dihasilkan. Pengertian “operasi utama” dalam hal ini lebih dikaitkan dengan
tujuan utama perusahaan yaitu menghasilkan produk atau jasa untuk
mendatangkan laba (profit-directed activities) dan bukan untuk membatasi jenis
produk menjadi produk utama dan produk samping.
Pengertian operasi utama menunjuk kegiatan sebagaimana pengertian
operasi dalam klasifikasi kegiatan yang membentuk statemen aliran kas yaitu,
operasi (operating), investasi (investing), dan pendanaan (financing). Dengan
demikian, yang disebut pendapatan adalah kenaikan aset yang berkaitan dengan
operasi utama ini dan bukan dengan investasi dan pendanaan. Akan tetapi,
pendapatan atau untung yang tidak berasal dari operasi utama dengan sendirinya
lalu dapat disebut sebagai pos nonoperasi. Seksi berikut membahas hal ini.

 Operasi dan Nonoperasi

Produk yang dihasilkan secara tidak rutin atau insidental sering dianggap
sebagai pos pendapatan “nonoperasi” dan dipisahkan penyajiannya. Pembedaan
memang perlu tetapi mengklasifikasinya sebagai nonoperasi dapat menyesatkan
dalam pengukuran kinerja atau daya melaba perusahaan.

11
Perusahaan dijalankan dalam jalinan ekonomik berbagai faktor yang
sangat kompleks dan biasanya sangatlah sulit untuk memisahkan pengaruh
perubahan harga dan kondisi lainnya dari hasil kegiatan operasi dalam arti sempit.
Lagi pula, pengelolaan perusahaan meliputi usaha untuk mengendalikan
perusahaan terhadap pengaruh berbagai faktor secara keseluruhan. Oleh karena
itu, Paton dan Littleton (1970) berpendapat bahwa pemisahan laba atau rugi
sebagai pos operasi dan nonoperasi hanya dapat dibenarkan kalau laba atau rugi
tersebut benar-benar luar biasa dan berkaitan dengan tujuan perusahaan utama
hanya secara sangat .kebetulan saja. Jadi, istilah “nonoperasi” kurang deskriptif
untuk mengklasifikasi beberapa pendapatan atau untung yang sebenarnya masuk
dalam pengertian operasi dalam arti luas. Bila tidak bersifat luar biasa, pos-pos
tersebut lebih tepat dilaporkan sebagai pendapatan lain-lain dan untung (other
revenues and gains).
Untuk kepentingan manajerial, pemisahan kegiatan menjadi operasi dan
non-operasi dapat saja dilakukan. Akan tetapi, untuk tujuan eksternal, kedua
kegiatan tersebut harus tetap dipandang sebagai kegiatan operasi. Misalnya saja
dalam hal Perum Astek melakukan investasi dananya dalam berbagai surat
berharga. Pendapatan perum tersebut terdiri atas bunga dan dividen di satu pihak
dan laba penjualan/pertukaran surat berharga tersebut di lain pihak. Kalau perum
tersebut tidak bergerak aktif dalam jual-beli surat berharga maka laba penjualan
surat berharga tersebut bersifat sampingan dan harus dilaporkan demikian. Akan
tetapi, hal tersebut tidak berarti bahwa laba tersebut bersifat nonoperasi dalam
pengertian operasi yang luas. Sebaliknya, kalau perum tersebut samata-mata
bergerak dalam bidang jual beli surat berharga, laba jual-beli surat berharga akan
merupakan pendapatan operasi yang pokok sedangkan bunga dan dividen hanya
merupakan pendapatan tambahan atau sampingan saja tetapi tetap masuk sebagai
pendapatan operasi dalam arti luas.
Contoh lain misalnya dijumpai dalam perusahaan angkutan kereta api
yang juga mengusahakan suatu taman hiburan. Pengoperasian taman hiburan
tersebut boleh jadi berkaitan sangat erat dengan usaha transportasi sehingga
pendapatan dan biaya yang timbul dari taman hiburan tersebut dapat dilaporkan
secara gabungan dengan pendapatan dan biaya usaha transportasi (keduanya
sebagai kegiatan operasi). Perlakuan semacam itu lebih tepat dibandingkan
dengan pemisahan pendapatan dan biaya taman hiburan sebagai nonoperasi.
2.3 Penurunan Kewajiban
Pendapatan tidak hanya didefinisi dari sudut kenaikan aset tetapi juga dari
penurunan atau pelunasan kewajiban. Hal ini terjadi bila suatu entitas telah
mengalami kenaikan aset sebelumnya misalnya menerima pembayaran di muka
dari pelanggan. Penerimaan ini bukan merupakan pendapatan karena perusahaan
belum melakukan prestasi yang menimbulkan hak penuh atas aset yang diterima.

12
Oleh karena itu, jumlah rupiah yang diterima biasanya diperlukan sebagai
pendapatan takterhak (unearned revenues) atau pendapatan tangguhan (deferred
revenues) yang statusnya adalah kewajiban sampai ada prestasi dari perusahaan
berupa pengiriman barang atau pelaksanaan jasa.
Pengiriman barang atau pelaksanaan jasa akan mengurangi kewajiban
yang menimbulkan pendapatan. Kejadian (event) pengiriman barang mengubah
kewajiban menjadi pendapatan. Jadi, alih-alih kenaikan aset, pendapatan dapat
didefinisi sebagai penurunan kewajiban. Timbulnya pendapatan yang berasal dari
turunnya kewajiban banyak dipicu oleh penyesuaian akhir tahun. Asas akrual juga
menimbulkan kenaikan aset yang memenuhi definisi sebagai pendapatan misalnya
piutang pendapatan bunga, piutang dividen, dan semacamnya.
2.4 Suatu Entitas
Dimasukkannya kata entitas atau perusahaan dalam definisi
mengisyaratkan bahwa konsep kesatuan usaha dianut dalam pendefinisian.
Pendapatan didefinisi sebagai kenaikan aset bukannya kenaikan ekuitas bersih
meskipun kenaikan aset tersebut akhirnya berpengaruh terhadap kenaikan ekuitas
bersih. Jadi, aset yang masuk itulah yang disebut pendapatan. Aset tersebut
dikuasai oleh perusahaan. Akan tetapi, karena hubungan perusahaan dengan
pemilik merupakan hubungan utang-piutang, pada saat aset naik sebagai
pendapatan utang perusahaan kepada pemilik juga naik dengan jumlah yang sama.
Telah disebutkan, dengan konsep kesatuan usaha, ekuitas secara konseptual
adalah utang perusahaan kepada pemilik. Oleh karena itu, naiknya aset karena
pendapatan akan mengakibatkan naiknya ekuitas. Ekuitas naik karena pendapatan.
Jadi, naiknya ekuitas merupakan konsekuensi bukan sumber pendapatan sehingga
pendapatan tidak dapat didefinisi sebagai kenaikan ekuitas.
2.5 Produk Perusahaan
Definisi yang netral terhadap konsep aliran adalah definisi oleh Paton dan
Littleton yang menyatakan bahwa pendapatan adalah produk perusahaan. Di sini,
pendapatan didefinisi secara fisis bukan moneter. Definisi ini juga netral terhadap
saat pengakuan. Aliran aset dari pelanggan berfungsi hanya sebagai pengukur
tetapi bukan pendapatan itu sendiri; produk fisis yang dihasilkan oleh kegiatan
usaha itulah yang merupakan pendapatan. Pengertian semacam ini sesuai dengan
konsep upaya dan capaian (effort and accomplishment) yaitu pendapatan
merupakan capaian dari upaya produktif perusahaan. Produk merupakan capaian
dari tiap kegiatan produktif. Dengan pengertian ini, pendapatan terbentuk atau
terhimpun bersamaan dengan atau selama kegiatan produktif tanpa harus
menunggu kejadian (event) atau saat penyerahan produk kepada pelanggan.
FASB menyebutkan bahwa untuk disebut pendapatan kenaikan aset harus
berasal dari penyerahan barang atau pelaksanaan jasa. Jadi harus ada aliran keluar

13
suatu barang atau jasa yang menandai atau memicu terjadinya pendapatan. Ini
berarti FASB juga menganut konsep aliran keluar (outflow concept of revenue)
walupun sifatnya sekonder dibanding konsep aliran masuk. Kelemahan konsep
aliran keluar adalah bahwa pendapatan baru dikatakan terjadi setelah ada
penyerahan barang. Hal ini menghalangi pengakuan pendapatan sebelum barang
diserahkan misalnya dalam metoda persentase penyelesaian (percentage of
completion method) untuk perusahaan konstruksi.
Dengan menyatakan bahwa pendapatan adalah produk perusahaan, definisi
Paton dan Littleton bersifat netral. Artinya, tidak menganut konsep aliran masuk
atau keluar. Bahwa Paton dan Littleton menyatakan bahwa pendapatan akhirnya
harus direpresentasi oleh aliran masuk dana dari pelanggan, hal tersebut
dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana pendapatan diukur dan bukan
menunjukkan bagaimana atau syarat pendapatan terjadi. Pendapatan terjadi pada
saat produk terbentuk bahkan selama proses produksi. Hal ini mengatasi
kelemahan konsep aliran keluar dan menjadi landasan apa yang nanti disebut
proses pembentukan pendapatan (earning process).
Bila beberapa definisi di atas digabung, memang ada dua aliran yang
berkaitan dengan pendapatan yaitu aliran fisis dan moneter. Pendapatan
merupakan aliran masuk aset (unit moneter) dan hal tersebut berkaitan dengan
aliran fisis berupa penyerahan produk (output) perusahaan. Dalam hal ini, Kam
(1990, hlm. 237) mempertanyakan apakah pendapatan itu objek (object) atau
kejadian (event). Untuk menjawab hal tersebut, Kam merinci lebih lanjut kedua
aliran (fisis dan moneter) tersebut yaitu:
Aliran fisis berupa:
1. Kejadian memproduksi dan menjual produk (output).

2. Objek, yaitu produk fisis itu sendiri.

Aliran moneter berupa:


3. Kejadian menaiknya nilai aset perusahaan karena produksi atau penjualan
produk ke konsumer.

4. Objek, yaitu jumlah rupiah (kos atau nilai) aset atau produk yang
dihasilkan atau dijual.

Kam menyatakan bahwa pendapatan adalah kejadian (yaitu kenaikan)


bukan objek itu sendiri dan kenaikkan tersebut harus berkaitan dengan nilai
sehingga bersifat moneter. Walaupun aset merupakan Objek, pendapatan
berkaitan dengan kenaikkan nilai aset. Jadi, pendapatan adalah kejadian moneter
naiknya nilai perusahaan karena produksi atau penjualan produk. Oleh karena itu,

14
butir (1) dan (3) merupakan esensi untuk mendefinisi pendapatan sedangkan butir
(2) dan (4) hanyalah konsep pendukung.
Beberapa definisi yang dibahas sebelumnya telah merefleksi esensi
pendapatan tersebut. Dalam mendefinisi pendapatan, FASB dan APB lebih
menekankan butir (3) tanpa mengabaikan butir (1). Paton dan Littleton lebih
menekankan butir (1) tanpa mengabaikan butir (3) karena mereka berpendapat
bahwa proses pembentukan pendapatan (earning process) lebih penting daripada
peristiwa penjualan untuk memaknai pengertian pendapatan.
2.6 Pertukaran
Paton dan Littleton memasukkan kata pertukaran (exchange) dalam
definisinya karena pendapatan akhirnya harus dinyatakan dalam satuan moneter
untuk dicatat dalam sistem pembukuan. Satuan moneter yang paling objektif
adalah kalau jumlah rupiah tersebut merupakan hasil transaksi atau pertukaran
antara pihak independen. Dengan konsep dasar penghargaan sepakatan (measured
consideration), pendapatan dinyatakan dalam jumlah rupiah penghargaan dalam
transaksi penjualan yang besarnya sama dengan harga jual per satuan dikalikan
kuantitas terjual. Pendapatan untuk suatu periode merupakan akumulasi
pendapatan yang diukur secara objektif tersebut.
2.7 Berbagai Bentuk dan Nama
Pendapatan adalah konsep yang bersifat generik dan mencakupi semua pos
dengan berbagai bentuk dan nama apapun. Pendapatan untuk perusahaan
perdagangan, misalnya, disebut dengan penjualan. Untuk perusahaan jasa,
pendapatan dapat diberi pewatas untuk menunjukkan kegiatan atau jenis jasa yang
diberikan misalnya pendapatan sewa, pendapatan jasa angkutan, pendapatan
bunga, dan sebagainya. IAI (IASC) menegaskan hal tersebut dalam definisinya.
Hal yang sama dikemukakan FASB sebagai berikut (SFAC No. 6, prg. 79):
… the transactions and events from which revenues arise and the revenues
themselves are in many forms and are called by various names-for example,
output, deliveries, sales, fees, interest, dividends, royalties, and rent-depending on
the kinds of operations involved and the way revenues are recognized.
2.8 Untung
Banyak argumen diajukan mengenai perlu atau tidaknya pendapatan
dibedakan dengan untung. FASB membatasi pengertian pendapatan hanya untuk
kenaikan aset yang berkaitan dengan operasi utama atau sentral. Sementara itu,
IAI dan APB tidak membedakan untung dan pendapatan dan keduanya digabung
dalam konsep penghasilan (income). Seperti pendapatan, kata-kata kunci yang
melekat pada pengertian untung adalah:

15
1. Kenaikan ekuitas (aset bersih).

2. Transaksi periferal atau insidental.

3. Selain yang berupa pendapatan atau investasi oleh pemilik.

Dari tiga karakteristik di atas, yang paling membedakan dengan


pendapatan adalah karakteristik (2) sebagai lawan dari operasi utama.
Karakteristik (1) sebenarnya juga karakteristik pendapatan tetapi dipandang dari
sudut pengaruh akhir yaitu menaikkan ekuitas (akibat konsep kesatuan usaha).
Tidak ada petunjuk bahwa kenaikan aset yang menyebabkan kenaikan ekuitas
tersebut merupakan jumlah kotor atau bersih. Jadi, untung dapat merupakan
jumlah kotor atau jumlah bersih. Karakteristik (3) juga merupakan karakteristik
pendapatan karena untuk disebut pendapatan kenaikan aset harus bukan berasal
dari transaksi dengan pemilik (investasi oleh pemilik). Karena secara konseptual
dan esensial karakteristik pendapatan tidak berbeda dengan untung, IAI dan APB
tidak memandang untung sebagai elemen tersendiri dan didefinisi secara formal.
APB memandang untung semata-mata merupakan klasifikasi pendapatan dalam
penyajian statemen laba-rugi. Menurut APB, pendapatan dapat berasal dari
penjualan aset selain produk perusahaan. Hal tersebut dinyatakan bersamaan
dengan pembahasan biaya/rugi sebagai berikut (APB No. 4, prg. 198, R-8C):
Revenue and expenses from other than sales of products, merchandise, or
services may be separated from other revenue and expenses and the net effects
disclosed as gains or losses. Revenue and expense result from dispositions of
assets other than products of the enterprise as well as from sales of products and
services. For disclosure purposes, revenue (proceeds received) and expenses
(cost of asset relinquished) on disposal of assets other than products are
separated from other revenue and expenses and the net amounts (revenues less
expense) are shown as gains or losses.
Untung perlu didef'inisi dan dibedakan dengan pendapatan oleh FASB
karena adanya karaktistik sumber yang dapat dibedakan dengan operasi utama.
Dua hal yang menyebabkan bahwa transaksi atau kejadian berbeda dengan operasi
utama yaitu yang bersifat terkendali (ikutan/periferal dan insidental) dan di luar
kendali atau antisipasi manajemen. FASB merinci lebih lanjut transaksi, kejadian,
atau keadaan yang menimbulkan untung menjadi empat sumber atau karakteristik
yaitu (SFAC No. 6, prg. 85):
a. Periferal dan insidental: misalnya penjualan investasi dalam surat-surat
berharga, penjualan aset tetap, pelunasan utang obligasi sebelum jatuh
tempo.

16
b. Transfer nontimbal-balik (nonreciprocal transfers) dengan pihak lain:
misalnya hadiah dan donasi (bagi organisasi nonprofit) dan penerimaan
ganti rugi pemenangan tuntutan perkara hukum.

c. Penahanan aset (holding assets): misalnya kenaikan harga sekuritas


investasi, kenaikan nilai-tukar valuta asing, dan kenaikan karena
penahanan sediaan (holding gains).

d. Faktor lingkungan: misalnya ganti rugi asuransi musibah alam yang


melebihi kos aset yang rusak.

FASB sendiri mengakui bahwa pembedaan tersebut sebenarnya lebih


dimaksudkan untuk kepentingan penyajian pendapatan atas dasar sumbernya
daripada untuk membedakan secara tegas karakteristik antara pendapatan dan
untung. FASB menyatakan hal ini bersamaan dengan pembahasan rugi sebagai
berikut (SFAC No. 6, prg. 89):
Since a primary purpose of distinguishing gains and losses from revenues and
expenses is to make display of information about an enterprise’s sources of
comprehensive income as useful as possible, fine distinctions between revenues
and gains and between expenses and losses are principally matters of display or
reporting.
Atas dasar uraian di atas, Hendriksen dan Van Breda (1991) lebih
menyarankan untuk mengabaikan perbedaan tersebut tetapi lebih menganjurkan
untuk memperlakukan berbagai kenaikan aset di atas sebagai jenis atau klasif'lkasi
pendapatan dan dilaporkan demikian untuk memberi gambaran operasi
perusahaan yang setepat-tepatnya. Kalau toh harus diklasiflkasi, Hendriksen dan
Van Breda menganjurkan untuk mengklasiflkasi pendapatan menjadi pendapatan
umum yang berasal kegiatan penciptaan kemakmuran (wealth-producing
activities) dan pendapatan khusus yang berasal dari transfer kemakmuran tak
terduga (unexpected transfer of wealth) yang berupa hadiah (gifts) dan hal-hal luar
biasa (windfalls). Hadiah sendiri dapat diperlakukan sebagai laba/pendapatan atau
ekuitas bergantung pada kepentingan pemberi, kondisi yang melingkupi, dan
definisi laba itu sendiri.
2.9 Pengakuan Pendapatan
Pengakuan adalah pencatatan jumlah rupiah secara resmi ke dalam sistem
akuntansi sehingga jumlah tersebut terrefleksi dalam statemen keuangan.
Pengertian atau definisi pendapatan harus dipisahkan dengan pengakuan
pendapatan bahkan pengertian pendapatan sebenarnya juga harus dipisahkan
dengan pengukuran pendapatan. Dengan demikian, suatu jumlah yang memenuhi
defmisi pendapatan tidak dengan sendirinya jumlah tersebut diakui (dicatat secara
resmi) sebagai pendapatan.

17
Dari beberapa definisi yang telah dibahas di atas, hanya definisi Paton dan
Littletonlah yang netral terhadap pengukuran dan pengakuan. Pendapatan sebagai
produk perusahaan tidak mengisyaratkan berapa jumlahnya dan kapan harus
dicatat tetapi lebih mengisyaratkan bahwa pendapatan memang ada atau terwujud
(to exist). Definisi tersebut lebih difokuskan pada eksistensi pendapatan.
Pengakuan pendapatan tidak boleh menyimpang dari landasan konseptual.
Oleh karena itu, secara konseptual pendapatan hanya dapat diakui kalau
memenuhi kualitas keterukuran (measurability) dan keterandalan (reliability).
Kualitas tersebut harus dioperasionalkan dalam bentuk kriteria pengakuan
pendapatan (recognition criteria). Sebagai produk perusahaan, kriteria
keterukuran berkaitan dengan masalah berapa jumlah rupiah produk tersebut dan
kriteria keterandalan
Berkaitan dengan masalah apakah jumlah tersebut objektif serta dapat diuji
kebenarannya. Kedua kriteria harus dipenuhi untuk pengakuan pendapatan.
Pendapatan yang diukur dengan jumlah penghargaan sepakatan produk yang
terjual baru akan menjadi pendapatan yang sepenuhnya setelah produk selesai
diproduksi dan penjualan benar-benar telah terjadi. Dengan kata lain, pendapatan
belum terealisasi sebelum terjadinya penjualan (transfer produk) yang nyata ke
pihak lain. Sebaliknya, terjadinya kontrak penjualan belum cukup untuk menandai
eksistensi pendapatan sebelum barang/jasa sudah cukup selesai dikerjakan atau
diserahkan kepada pelanggan. Dengan kata lain, pendapatan belum terbentuk
sebelum perusahaan melakukan upaya produktif. Untuk menjabarkan kriteria
kualitas informasi menjadi kroteria pengakuan pendapatan, perlu dipahami dua
konsep penting yaitu pembentukan pendapatan (earning of revenue) dan realisasi
pendapatan (realitation of revenue).
2.10 Pembentukan pendapatan
Pembentukan pendapatan adalah suatu konsep yang berkaitan dengan
masalah kapan dan bagaimana sesungguhnya pendapatan itu timbul atau menjadi
ada. Dengan kata lain, apakah pendapatan itu timbul karena kegiatan produktif
atau karena kejadian tertentu (misalnya penjualan). Konsep pembentukan
pendapatan menyatakan bahwa pendapatan terbentuk, terhimpun, atau terhak (to
be earned) bersamaan dengan dan melekat pada seluruh atau totalita proses
berlangsungnya operasin perusahaan dan bukan sebagai hasil transaksi tertentu.
Dengan kata lain, sebelum penjualan terjadi, pendapatan dianggap sudah
terbentuk seiring dengan berjalannya operasi perusahaan. Operasi perusahaan
meliputi kegiatan produksi, penjualan, dan pengumpulan piutang. Konsep
pembentukan ini sering disebut pendekatan proses pembentukan pendapatan
(earning process aproach) atau pendekatan kegiatan (activites aproach).

18
Pendekatan ini dilandasi oleh konsep dasar upaya dan hasil/capaian serta
kontinuitas usaha. Biaya merepresentasi upaya dan pendapatan merepresentasi
capaian. Karena tujuan perusahaan adalah menciptakan laba, manajemen atau
pengusaha paling tidak mengharapkan bahwa pendapatan selalu lebih besar dari
biaya. Tanpa harapan adanya kelebihan tersebut (berupa laba) orang tidak
bersedia melakukan usaha secara sengaja dan senang hati. Laba merupakan
imbalan untuk tenaga, pikiran, serta resiko yang ditanggung pengusaha atau
perusahaan. Setiap kali orang melakukan kegiatan usaha selalu terbayang di
benaknya suatu laba yang besarnya bergantung pada jenis usaha dan tingkat resiko
yang melekat di dalamnya. Laba ini dapat dinyatakan sebagai tingkat kembalian
(rate of return) atau persentase tertentu dari kos upaya yang dilakukan.
Operasi perusahaan dalam arti luas merepresentasi upaya sedangkan
produk yang dihasilkan merupakan capaian. Nilai tukar produk (yang akhirnya
mengukur pendapatan) tentunya harus lebih besar dari upaya total untuk
menghasilkan produk yang direpresentasi dengan akumulasi kos semua komponen
operasi tersebut. jadi, dapat dikatakan bahwa setiap kali kos terjadi dalam tiap
tingkat operasi perusahaan maka sejumlah laba (atau pendapatan) telah terbentuk
secara proporsional dengan kos yang terjadi. Besarnya pendapatan akan sesuai
dengan tingkat laba yang diharapkan. Dengan kata lain, begitu kos diolah
(mengikuti aliran fisis kegiatan) pendapatan sudah mulai tercipta. Sebaliknya, bila
perusahaan belum melakukan kegiatan operasi apapun, maka pendapatan belum
terbentuk.
Pendekatan ini juga dilandasi oleh konsep homogenitas kos (homoginity of
costs in relation to revenues) yaitu bahwa semua tahap kegiatan atau unsur di
dalamnya (direpresentasi oleh kos) mempunyai kedudukan atau arti penting yang
sama dalam menghasilkan pendapatan. Konsep ini dikemukakan paton dan
littleton (1997, hlm. 67) sebagai berikut:
In their essential realition to revenue, as in their essential telation to
assets, all costs are homogeneous and rank abreast; this is a basic
principle in the development of a reasonable scheme of matching charges
and revenues. Costs, in other words, are not recovered through revenues
is prefential order. This proposition rests on the familiar assumption that
if two or more factors are essentials to a given goal or objective no
ranking is permissible which results in escluding or minimizing the affect
of any particular factor. The amount or weight of a particular component
may be more or less than that of another, but its proportionate
contrubution to the product may not be dented.
Apa yang dikandung dalam konsep homogenitas kos di atas dapat
dianalogi dengan contoh berikut. Kalau garam dan ayam keduanya merupakan
faktor penting untuk menghasilkan ayam gorengan yang lezat, kedua faktor

19
tersebut mempunyai arti penting yang sama sehingga kedudukannya tidak dapat
diperingkat (preferential order). Artinya. Ayam lebih penting daripada garam atau
sebaliknya. Atau, ayamj menjadi pokok dan garam tidak pokok dalam kaitannya
dengan ayam gorengan atau sebaliknya. Memang kos keduanya berbeda tetapi
kontribusinya yang proporsional (atas dasar kos) dalam menghasilkan ayam
gorengan tersebut tidak dapat disangkal atau diabaikan.
Atas dasar gagasan tersebut, semua tahap kegiatan (produksi, penjualan
dan pengumpulan piutang) memberi sumbangan atau kontribusi dalam penciptaan
pendapatan sebanding dengan kosnya. Jadi, apabila sejumlah kos kegiatan tertentu
telah terjadi maka sebenarnya telah terbentuk atau terhimpun sejumlah pendapatan
yang besarnya sesuai dengan perbandingan pendapatan dan kos
Untuk mrnggambarkan lebih jelas uraian di atas, dimisalkan bahwa
operasi perusahaan direpresentasi dalam bentuk kegiatan produksi, penjualan, dan
pengumpulan piutang yang berlangsung secara berurutan. Hubungan antara
terbentuknya pendapatan dan kegiatan operasi perusahaan dapat dilukiskan dalam
gambar 8.2 berikut.

Dalam gambar tersebut, AP adalah tahap produksi yaitu mulai dari


pembelian sumber ekonomik sampai produk selesai atau masuk gudang barang
jadi. PT merepresentsai tahap penjualan yaitu mulai dari diterimanya order
pembelian sampai barang dikirim ke pembeli. Setiap titik pada tahap PT dapat
disebut atau digunakan sebagai sebagai saat penjualan. Secara konseptual (dalam
pembahasan pengakuan pendapatan), titik P dianggap sebagai saat penjualan
terjadi. TB merepresentasi tahap kegiatan pengumpulan piutang mulai dari
penagihan sampai seluruh kas diterima. Titik B dianggap saat proses
pembentukan pendapatan telah selesai penuh. Di titik ini, penjualan telah tuntas
yaitukas dari penjualan telah terkumpul semua dan perusahaan dianggap bebas
dari kewajiban garansi. Setiap titik dalam periode AB dapat dijadikan sebagai saat
pengakuan pendapatan sehingga AB dapat disebut sebagai periode penhgakuan
pendapatan

20
Asumsilah bahwa area ABCD menggambarkan rupiah pendapatan yang
diharapkan dan akhirnya terealisasi. Area ABEF merepresentasi seluruh kos yang
akhirnya dikorbankan (menjadi biaya) sebagai upaya memperoleh pendapatan
ABCD. Area HQRF adalah kos kegiatan produksi barang, QUVR adalah kos
semua ABGH adalah kos semua kegiatan administrasi. Dianggap kegiatan
administratif berlangsung secara merata dan menerus (continuing) sepanjang
waktu.
Gambar 8.2 menjelaskan bahwa karena kos mempunyai kontribusi yang
sama dalam menciptakan pendapatan maka dapat dikatakan bahwa pendapatan
terbentuk pada setiap titik pada tahap AB. Misalnya, apabila di titik B* telah
dilakukan kegiatan administratif dengan kos AB*G*H dan kegiatan produksi
dengan kos HG*E*F maka di titik itu pendapatan sebesar AB*C*D telah dapat
dikatakan terbentuk. Tentu saja pendapatan sebesar AB*C*D tersebut masih harus
diuji realisasinya nanti. Kalau kegiatan telah mencapai kos sebesar APRF maka
pendapatan sebesar APSD sudah terbentuk dan begitu seterusnya sampai akhirnya
seluruh kegiatan pembentukan pendapatan selesai tintas di titik B. Tentu saja di
titik B jumlah rupiah APSD sudah dapat ditentukan secara pasti dan objektif
karena sudah terjadi kesepekatan harga oleh pihak lain (pembeli)
2.11 Realisasi pendapatan
Dengan konsep realisasi, pendapatan baru dapat dikatakan terjadi atau
terbentuk pada saat terjadi kesepakatan atau kontrak dengan pihak independen
(pembeli) untuk membayar produk baik produk telah selesai dan diserahkan
ataupun belum dibuat sama sekali. Dengan kata lain, pendapatan terbentuk pada
saat produk produk selesai dikerjakan dan terjual langsung atau pada saat terjual
atas dasar kontrak penjualan (barang mungkin belum jadi atau belum duserahkan).
Berdasarkan konsep realisasi, pendapatan sebenarnya terjadi akibat transaksi
tertentu yaitu transaksi penjualan atau kontrak. Jadi, sebelum transaksi atau
ko0ntrak tersebut terjadi, pendapatan dianggap belum terjadi atau terbentuk.
Dalam gambar 8.2, transaksi ini dapat terjadi di titik A atau P atau di antara kedua
titik tersebut. dengan adanya transaksi tersebut pendapatan ABCD sudah dapat
diukur dengan cukup pasti. Pendekatan ini oleh Hendriksen dan Ven Breda (1991)
disebut pendekatan transaksi (transaction approach)
Dengan pendekatan transaksi, terjadinya pendapatan lebih berkaitan
dengan tahap kegiatan penjualan (tahap PT) daripada dengan tahap produksi
(tahap AP). Dengan kata lain, penghimpunan pendapatan hanya terjadi pada tahap
penjualan dan bila hal ini diterima maka konsep homogenitas kos harus ditolak
karena hanya tahap penjualan yang memberi kontribusi terjadinya pendapatan.
Lebih dari itu, bilamana kontrak penjualan terjadi mendahului produksi barang
(misalnya di titik A), pendapatan belum terbentuk atas dasar konsep

21
penghimpunan atau upaya dan hasil sehingga jumlah rupiah pendapatan
(walaupun pasti) tidak dapat diakui pada saat itu.
Konsep penghimpunan dan realisasi pendapatan sangat penting artinya
dalam pengakuan pendapatan. Berdasarkan konsep dasar upaya dan hasil, konsep
penghimpunan pendapatan secara konseptual lebih unggul dan lebih konsisten
daripada konsep realisasi bila dikaitkan dengan definisi pendapatan secara umum
karena didukung oleh konsep dasar upaya dan hasil serta konsep homogenitas kos.
Konsep realisasi atau pendekatan transaksi lebih menekankan kejadian (event)
yang dapat menandai pengakuan pendapatan yaitu :
1) Kepastian perubahan produk menjadi potensi jasa lain melalui proses
penjualan yang sah atau semacamnya (misalnya kontrak penjualan).
2) Penguatan atau validasi transaksi penjualan tersebut dengan diperolehnya
aset lancar (kas, setara kas, atau piutang)

Kejadian 1) merupakan kepastian akan keterukuran pendapatan yang


terhimpun melalui proses pembentukan pendapatan. Kejadian 2) menuntaskan
atau meyakinkan pengakuan tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
proses realisasi merupakan konfirmasi proses penghimpunan pendapatan.
2.12 Kriteria Pengakuan Pendapatan
Pendapatan baru dapat diakui setelah suatu produk selesai diproduksi dan
penjualan benar-benar telah terjadi yang ditandai dengan penyerahan barang.
Dengan kata lain, pendapatan belum dapat dinyatakan ada dan diakui sebelum
terjadinya penjualan yang nyata. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa
pengakuan suatu jumlah rupiah dalam akuntansi harus didasarkan pada konsep
dasar keterukuran dan reliabilitas; jumlah rupiah harus cukup pasti dan ditentukan
secara objektif oleh pihak independen.
Sebaliknya, terjadinya kontrak penjualan belum cukup untuk mengakui
pendapatn sebelum barang atau jasa sudah cukup selesai dikerjakan walaupun
jumlah rupiah pendapatan telah terealisasi karena belum ada upaya yang
membentuk pendapatan. Konsep dasar upaya dan hasil menyatakan bahwa tidak
ada pendapatan tanpa upaya. Sebelum terjadi upaya yang cukup (subtantial
completion of earning process), pendapatan belum dapat diakui.
Oleh karena itu, untuk memenuhi kualitas keterukuran dan reliabilitas dan
untuk memenuhi konsep dasar upaya dan hasil, kriteria pengakuan pendapatan
didasarkan atas dua konsep yang saling melengkapi tersebut yaitu untuk dapat
mengakui pendapatan, pembentukan pendapatan harus dikonfirmasi dengan
realisasi. Atas dasar pemikiran ini, FASB mengajukan dua kriteria pengakuan
pendapatan (dan untung) yang keduanya harus dipenuhi yaitu (SFAC No. 5, prg.
83):

22
a) Terealisasi atau cukup pasti terealisasi (realized or realizable).
Pendapatan (dan untung) bari dapat diakui setelah pendapatan tersebut
terealisasi atau cukup pasti terealisasi. Pendapatan dapat dikatakan telah
terselaisasi bilamana produk (barang atau jasa), barang dagangan, atau aset
lain telah terjual atau ditukarkan dengan kas atau klaim atas kas.
Pendapatan (dan untung) dapat dikatakan cukup pasti terealisasi bilamana
aset berkaitan yang diterima atau ditahan mudah dikonversi menjadi kas
atau klaim atas kas yang cukup pasti jumlahnya. Aset dikatakan mudah
dikonversi bila mempunyai (i) harga satuan yang tetap tidak bergantung
bentuk dan penyajian barang (interchangeable/fungible units) dan (ii)
daftar harga barang tersedia di suatu pasar aktif yang mampu menyerap
seluruh kuantitas barang (aset) yang tersedia di perusahaan tanpa
mempengaruhi harga pasar secara cukup berarti.
b) Terbentuk/terhak (earned)
Pendapatan baru dapat diakui setelah terbentuk. Pendapatan dapat
dikatakan telah terbentuk bilamana perusahaan telah melakukan secara
substansial kegiatan yang harus dilakukan untuk dapat menghaki manfaat
atau nilai yang melekat pada pendapatan. Dibanding pendapatan, ung tidak
timbul karena proses pembentukan tetapi karena kejadian tertentu
sehingga kriteria terbentuk kurang penting untuk untung dibanding kriteria
teralisasi atau cukup pasti terealisasi/

Walaupun kedua kriteria di atas harus dipenuhi, bobot pentingnya untuk


suatu keadaan tertentu dapat berbeda. Artinya, dalam keadaan tertentu
penghimpunan menjadi lebih kritis daripada realisasi dan sebaliknya.
Terbentuknya pendapatan tidak harus selalu mendahului realisasi pendapatan;
dapat terjadi, pendapatan teralisasi sebelum terbentuk. Kam (1990. Hlm. 243-252)
mengemukakan kriteria pengakuan secara lebih teknis. Pendapatan baru dapat
diakui kalau dipenuhi syarat-syarat berikut:
1) Keterukuran nilai aset (measurability of asset value)
2) Adanya suatu transaksi ( existance of transaction)
3) Proses penghimpunan secara substansial telah selesai (substantial
completion of the earning process)

Syarat (1) dan (2) di atas telah dicakupi dalam kriteria a dari FASB. Agar
dikatakan terealisasi pendapatan memang harus dapat diukur secara objektif dan
hal tersebut pada umumnya dicapai setelah ada transaksi penjualan atau kontrak.
Syarat (1) berkaitan dengan masalah apakah aliran masuk aset harus bersifat
likuid dan bila pendapatan dalam bentuk piutang apakah ketertagihan (collect
ability) cukup pasti sehingga jumlah rupiah pendapatan yang dicatat benar-benar
merefleksi jumlah rupiah yang akhirnya diterima. Dengan demikian, pengukuran

23
pendapatan menjadi sangat andal. Syarat (3) tidak berbeda dengan kriteria b dari
FASB.
Masalah pengukuran akan timbul apabila aset yang diterima sebagai
penukar produk bukan berupa kas atau piutang. Dengan kata lain, apakah
pendapatan sudah dapat dikatakan terealisasi kalau aset yang diterima bukan kas
atau piutang? Jawaban bergantung apakah aset yang diterima berupa finansial atau
ninfinansial (nonmoneter). Untuk aset finansial, FASB sebenarnya sudah
menjawab masalah ini. Realisasi sudah terjadi kalau aset yang diterima dapat
segera dikonversi menjadi kas atau setaranya. Kalau aset nonmoneter (misalnya
bahan baku, kendaraan, saham, atau tanah) yang diterima, apakah perusahaan
dapat mengakui pendapatan? Untuk menjawab hal ini, perlu dianalisis kondisi
yang melandasi atau tujuan pertukaran tersebut. misalnya perusahaan
menyerahkan produk dan sebagai penghargaanya perusahaan menerima kendaraan
yang perusahaan dapat menggunakannnya untuk pengangkutan barang.
Kalau tujuan perusahaan adalah menjual barang atau jasa, penghargaan
apapun yang diterima dapat diakui sebagai pendapatan asalkan aset tersebut
akhirnya dikonversi atau dijual menjadi kas. Penentuan besarnya pendapatan
sejalan dengan dasar pengukuran pemerolehan aset yang telah dibahas dalam bab
6. Akan tetapi, kalau tujuan perusahaan adalah memperoleh aset tersebut untuk
digunakan dalam operasinya, perusahaan tidak dapat mengakui pendapatan karena
transaksi tersebut sebenarnya bukan transaksi penjualan tetapi lebih merupakan
transaksi pemeliharaan operasi. Pertukaran ini harus dipandang sebagai
pemerolehan aset dengan kos produk yang diserahkan sebagai pembayaran oleh
perusahaan. Dalam hal ini, jelas pendapatan tidak terlibat meskipun harga pasar
aset melebihi kos produk yang diserahkan. Dasar pikiran tidak dapat diakuinya
pendapatan sama dengan dasar pikiran yang melandasi pertukaran aset sejenis.
Oleh karena itu, syarat pengakuan (2) dari Kam, yaitu adanya transaksi, harus di
artikan sebagai transaksi atau kontrak penjualan (sales transaction).
2.13 Saat Pengakuan Pendapatan
Kalau kriteria terealisasi dan terbentuk keduanya harus dipenuhi, kapan
keduanya dipenuhi sehingga pendapatan dapat diakui? Masalah ini berkaitan
dengan saat (timing) pengakuan pendapatan. Dengan mengacu pada gambar 8.2,
pendapatan dapat teralisasi pada saat manapun antara titi8k A sampai B. Kalau
demikian, di titik mana antara A dan P, pendapatan dapat diakui. Berikut ini
dibahas berbagai kaidah pengakuan (recognition rule) dan masalah teoritisnya.
A. Pada saat kontrak penjualan
Dapat terjadi perusahaan telah menandatangani kontrak penjualan dan bahkan
sudah menerima untuk seluruh nilai kontrak tetapi perusahaan belum mulai
memproduksi barang (ada di titik A). Pada titik ini pendapatan sudah teralisasi

24
teteapi belum terbentuk. Karena hanya satu kriteria yang dipenuhi, jelas
pendapatam tidak dapat diakui pada saat tersebut. pengakuan harus menunggu
sampai proses penghimpunan cukup selesai yaitu di tahap penjualan (antara P
dan T). Sementara itu, pembayaran di muka harus diakui sebagai kewajiban
sampai barang atau jasa dierahkan kepada pembeli. Pada umumnya, perlakuan
semacam ini berlaku untuk perusahaan yang memproduksi barang konsumsi
(customer’s goods) dan jarak antara penandatanganan kontrak dan penyerahan
barang cukup pendek (kurang dari satu tahun)
B. Selama proses produksi secara bertahap
Dalam industri tertentu, pembuatan produk memerlukan waktu yang cukup
lama. Misalnya dalam industri konstruksi bangunan seperti jembatan layang,
jalan raya, dan bendungan serta dalam industri konstruksi alat berat seperti
lokomotif, kapal, dan pabrik. Biasanya produk semacam itu diperlakukan
sebagai projek dan dilaksanakan atas dasar kontrak sehingga pendapatan telah
teralisasi untuk seluruh akuntansi. Dalam hal ini, pengakuan pendapatan dapat
dilakukan secara bertahap (per periode akuntansi) sejalan dengan kemajuan
proses produksi atau sekaligus pada saat projek selesai dan diserahkan. Yang
pertama disebut metode presentase penyelesaian (percentage- of completion
method) sedangkan yang terakhir disebut metoda kontrak-selesai (completed-
contract method).
Mengacu pada gambar 8.2, penentuan saat seperti ini berarti mengakui
pendapatan secara bertahap di titik antara A dan P atau sekaligus di titik P.
Karena pembuatan produk dilaksanakan atas dasar kontrak, tahap PT dan TB
tidak relevan lagi dan proses pembentukan pendapatan dapat dilukiskan
kembali dalam gambar 8.3 di halaman berikut. Diasumsi projek memakan
waktu tiga tahun di mulai 1 juli 2004 (titik A) dan perusahaan menggunakan
tahun kalenderb sebagai tahun buku. Dalam gambar ini, area AEUQ adalah
nilai kontrak, area AEPL adalah kos taksiran untuk kontrak, dan titik E adalah
saat penyerahgan produk.
Persoalaan teoretis dalam hal ini adalah apakah pendapatan sebesar AEUQ
dapat diakui secara bertahap di titik B, C, D, dan E. Apakah kriteria realisasi
dan pembentukan keduanya telah dipenuhi di akhir tahun 2004 (titik B)? Apa
masalah yang timbul bila pendapatan AEUQ diakui sekaligu di titik E?
kalau seluruh pendapatan diakui di titik E bersamaan dengan penyerahan
produk (metoda kontrak-selesai), kemungkinan terjadi ketidaksinambungan
volume pendapatan dan kegiatan produksi antar tahun. Hal ini terjadi kalau
projek-projek tidak terjadi secara merata antartahun atau nilai-nilai projek tiap
tahun sangat fluktuatif sementara perusahaan tetap menggunakan periode
sebagai takaran pengukuran dan pelaporan laba. Masalah juga timbul kalau
perusahaan tidak memperlakukan tiap kontrak sebagai projek dan mengakui
pendapatan pada saat produk diserahkan tanpa mengakumulasi kos yang

25
berkaitan dengan produk sehingga penandingan yang tepat (proper matching)
tidak tercapai. Bila setiap perioda terjadi kontrak dengan nilai yang relatif
sama, metoda ini tidah banyak menghadapi masalah penandingan yang tepat
meskipun perusahaan tetap menggunakan perioda sebagai takaran penentuan
laba.

Gambar 8.3

Suatu alternatif untuk memecahkan masalah di atas adalah


penggunaan projek atau angkatan produksi sebagai wadah atau takaran
penentuan dan pelaporan laba bukanya perioda waktu. Bila hal ini
ditempuh, satu-satunya bentuk statemen operasi perusahaan yang harus
disusun sebelum projek selesai dan diserahterimakan adalah suatu
statemen yang menunjukkan kemajuan fisis dan akumulasi kos sampai
tanggal statemen. Tentu saja statemen ini disertai dengan penjelasan
tentang jumlah rupiah uang muka atau terma yang telah diterima oleh
perusahaan. Kemudian, pada waktu pekerjaan selesai dan diserahkan dan
harga kotrak telah diterima seluruhnya, dapat disusun suatu laporan
operasi tahun tertentu yang menunjukkan laba tiap projek.
Sebagai alternatif lain, perusahaan dapat mengakui pendapatan secara
bertahap dan tetap menggunakan perioda sebagai takaran penghitungan
laba. walaupun secara keseluruhan proses penghimpunan belum cukup
selesai, penghimpunan untuk suatu periode dapat dianggap telah cukup
sehingga pendapatan dapat diakui secara proporaional untuk perioda
tersebut. Misalnya di akhir tahun 2004, walaupun kegiatan (penghimpunan)
baru mencapai kurang dari 20% dari seluruh kegiatan Yang diperlukan,
untuk tahun 2004 pendapatan sebesar ABRQ dianggap sudah cukup
terbentuk secara ekonomik sehingga perusahaan dapat menghaki dan
mengakuinya. Karena pendapatan AEUQ telah terealisasi dan pasti
jumlahnya, pendapatan ABRQ yang harus diakui dapat ditentukan berdasarkan

26
perbandingan kos ABML terhadap kos AEPL taksiran. Sekali lagi, pengakuan
seperti ini dapat didukung secara konseptional kalau dilandasi konsep dasar
upaya dan hasil dan homogenitas kos. Dengan konsep tersebut, kalau kos
sebesar ABML telah terjadi maka dapat dianggap bahwa pendapatan sebesar
ABRQ telah terbentuk pula. Oleh karena itu, pendapatan ABRQ dapat diakui
dalam tahun 2004. Begitu seterusnya untuk pendapatan BCSR, CDTS, dan
DEUT dapat diakui dalam tahun 2005, 2006, dan 2007.
Persentase kemajuan fisis produk bukan merupakan proporsi yang tepat
untuk dasar pengukuran pendapatan yang harus diakui karena persentase
tersebut belum tentu menunjukkan persentase penyerapan kos kecuali
kenyataannya memang demikian. Demikian juga, jumlah rupiah kas yang
telah diterima atas dasar terma (termin) pembayaran kontrak tidak dapat
dijadikan basis untuk menentukan pendapatan yang harus diakui.
Alasannya, jumlah pembayaran tidak selalu menggambarkan kemajuan fisis
maupun penyerapan kos oleh kegiatan.
Metoda di atas makin didukung kelayakannya untuk kontrak-kontrak
yang pembayarannya ditentukan dengan sistem kos-plus (cost-plus) yaitu
harga kontrak yang akhirnya dibayar adalah sebesar kos total ditambah
persentase tertentu dari kos total tersebut. Dalam sistem kontrak ini
sebenarnya setiap satu rupiah kos yang terjadi sampai saat tertentu akan
menimbulkan pendapatan sejumlah satu rupiah plus persentase tertentu
(tanpa memperhatikan kemungkinan tidak diterimanya pekerjaan oleh
pemesan atau persengketaan lainnya). Jadi, pendapatan terbentuk
bersamaan dengan berlangsungnya kegiatan untuk menyelesaikan
pekerjaan bersangkutan. Namun demikian, sistem kontrak semacam ini
tidak umum terjadi. Sistem kos-plus biasanya digunakan kalau produk
tidak Standar sehingga kos pembuatannya tidak dapat diestimasi dengan
cukup teliti. Kontrak semacam ini biasanya terjadi antara pemerintah
dengan perusahaan tertentu untuk membuat produk yang bersifat
eksperimen atau percobaan untuk kepentingan pertahanan misalnya
perawat atau senjata khusus. Tentu aaja, kos yang terjadi harus diaudit
untuk menentukan jumlah rupiah yang akhirnya harus dibayar.
Walaupun kontrak konstruksi menetapkan adanya harga yang pasti,
hasil pekerjaan belum pasti sehingga kos bagi perusahaan kontraktor
juga tidak pasti. Karena hal inilah pengukuran pendapatan atas dasar
tingkat penyelesaian produk yang teliti tidak merupakan praktik umum
dalam industri konstruksi. Metoda kontrak-selesai lebih umum
digunakan.
Akresi
Berkaitan dengan pengakuan pendapatan sebagai fungsi kegiatan
produksi adalah masalah akresi (accretion) yaitu pertambahan nilai akibat

27
pertumbuhan fisis atau proses alamiah lainnya. Misalnya PT. perhutani yang
mengelola hutang kayu jati. Banyaknya kayu yang dapat diolah dan dijual akan
semakin bertambah karena hutan kayu tumbuh bersamaan dengan berjalannya
waktu yang mengakibatkan naiknya nilai yang dapat direalisasi dari hutan kayu
tersebut.
Dalam usaha perkebunan dan pertanian, produk biasanya dapat dijual
setiap saat pada berbagai tingkat pertumbuhan. Sebagai contoh, bibit pohon
cemara hias atau bonsai atau lainnya dapat dijual pada sembarang tingkat
pertumbuhan (umur bibit) dengan harga pasar tertentu. Biasanya makin lama
umur bibit makin mahal pula harganya. Pertumbuhan semacam ini juga terjadi
dalam usaha peternakan yang melibatkan pertumbuhan alamiah. Ternak dapat
dijual setiap saat pada umur berapapun dengan harga pasar yang cukup pasti.
Demikian juga, produk anggur dan barang antik, dengan berjalannya waktu
(proses penuaan atau aging), nilai ase makin bertambah. Keadaan ini sering
dijadikan alasan untuk praktik penentuan nilai sediaan akhir sebesar nilai jualnya
pada saat itu dikurangi dengan taksiran biaya penjualan. Perlakuan semacam ini
sama saja dengan mengakui pendapatan sejalan dengan pertumbuhan. Apakah
kenaikan asset semacam itu memenuhi definisi pendapatan dan kalua demikian
dapatkah tia diakui?
Per defines, akresi memenuhi pengertian pendapatan karena asset jelas
telah bertambah dan banyaknya tambahan fisis tersebut dapat ditentukan secara
objektif. Pertambahan tersebut juga berkaitan dengan operasi utama perusahaan
(dalam hal PT. Perhutani). Apa yang terjadi adalah pendapatan sudah terbentuk
tetapi belum terrealisasi. Untuk merealisasi pertambahan nilai tersebut, proses
produksi masih diperlukan dan masih harus diikuti dengan perubahan bentuk aset
menjadi aset lancer baru (kas atau piutang). Oleh karena itu, tidak selayaknyalah
akresi diakui sebagai pendapatan. Walaupun seandainya produk akhir PT.
Perhutani bukan papan kayu melainkan balok kayu, tetaplah tidak tepat untuk
memperlakukan pertambahan nilai tersebut sebagai pendapatan karena tidak ada
aliran sumber ekonomik baru yang masuk ke unit usaha.
Dari segi pelaporan laba periodek, tidak diakuinya akresi sebagai
pendapatan bukan berarti meniadakan arti penting akresi, lebih-lebih untuk
kepentingan analisis internal. Bila harus dilaporkan, pelaporan harus sedemikian
sehingga tidak memberi kesan bahwa akresi telah terrealisasi. Jumlah rupiah
kreditnya harus dilaporkan terpisah dari laba yang telah benar-benar terrealisasi.
Seperti pada kasus tentang konstruksi jangka panjang, pemecahan yang
paling baik untuk pengakuan pendapatan sehubungan dengan akresi adalah
pergantian takaran penandigan pendapatan dan biaya dari periode tahunan ke
Angkatan produk (Angkatan tanam kehutanan). Kalua cara ini ditempuh, dasar
saat penjualan untuk pengakuan tetap dapat dipakai walaupun perioda

28
akuntansinya menjadi lebih panjang mulai dari pembiakan bibit sampai terjualnya
produk.
Apresiasi
Mirip dengan akresi adalah apa yang disebut apresiasi (appreciation) yaitu
selisih “nilai pasar wajar” aset perusahaan dengan kos (atau nilai buku aset
terdeoresiasi). Berbeda dengan akresi, apresiasi belaku untuk semua jenis aset
tidak terbatas pada aset yang dikategori sebagai produk. Juga, kenaikan aset atau
selisih tersebut tidak berkaitan langsung dengan operasi perusahaan. Masalah
teoretisnya sama yaitu apakah apresiasi merupakan pendapatan yang dapat
diakui?
Dibanding akresi, apresiasi lebih kurang memenuhi pengertian pendapatan
karena tidak berkaitan langsung dengan operasi perusahaan tetapi lebih berkaitan
dengan kondisi pasar. Dapat dikatakan, apresiasi bukan merupakan suatu hasil
dari proses pembentukan pendapatan karena tidak ada upaya yang sengaja
dilakukan untuk menaikkan nilai aset. Paton dan Littleton (1970) sangat
menentang pengakuan apresiasi sebagai pendapatan. Argument yang diajukan
diuraikan berikut ini.
Apresiasi Bukan Merupakan Transaksi. Memang tidak disangkal
bahwa kenaikan nilai aset mempunyai pengaruh penting terhadap nilai ekonomik
perusahaan. Akan tetapi, kenaikan nilai pasar semata-mata dengan cara apapun
menghitungnya bukanlah merupakan pendapatan yang nyata. Apresiasi tidak
menunjukkan kemajuan kegiatan operasi perusahaan. Apresiasi bukanlah hasil
suatu transaksi atau kegiatan produksi. Apresiasi juga tidak menambah sumber
ekonomik yang dapat digunakan untuk mendanai operasi. Jadi, apresiasi
mempunyai karakteristik yang lemah untuk dapat dikatakan sebagai pendapatan.
Apresiasi Tidak Objektif. Penentuan besaarnya nilai pasar, khusunya untuk aset-
aset yang kompleks atau khusus, mempunyai validitas yang meragukan. Untuk
barang-barang atau surat berharga yang mudah diperjualbelikan, jumlah rupiah
apresiasi dapat ditentukan secara cukup meyakinkan dengan mengacu kekutipan
kurs pasar (market quotations). Akan tetapi, untuk aset berupa tanah atau lainnya
dalam kondisi tertentu, jumlah rupiah apresiasi tersebut semata-mata hanyalah
pendapat. Kos reproduksi dan depresiasinya tetap merupakan taksiran yang
meragukan keterandalannya. Lebih-lebih kalua suatu aset sudah tua modelnya dan
tidak akan diganti dengan modelnya dan tidak akan diganti dengan model yang
sama.
Dalam keadaan yang sangat khusus, apresiasi dapat merupakan alat atau
cara untuk memperoleh tamabahan aset likuid. Dengan demikian apresiasi seolah-
olah dapat diubah menjadi dana likuid melalui proses peminjaman atau utang.
Proses tidak dapat disamakan dengan realisasi pendapatan. Kenaikan nilai aset

29
melalui penerbitan obligasi atau konrak utang lainnya tidak sama dengan
penjualan atau pertukaran aset yang sebelumnya dimiliki perusahaan.
Argument di atas sering disanggah atas dasar kenyataan bahwa laba
perusahaan sebagai hasil penandingan penjualan dan biaya yang dibebankan tidak
dapat dianalisis sepenuhnya tanpa memperhatikan perubahan harga (price
changes). Oleh karena itu, apresiasi perlu dilaporkan karena mempengaruhi
keterandalan laba sebagai pengukur kinerja perusahaan maupun manajemen.
Apresiasi seharusnya dapat dilaporkan sebagai laba takterrealisasi (unrealized
income). Hal ini dapat diterima kalua laba yang berasal dari penjualan aset yang
diapresiasi tersebut tetap dianggap sebagai laba yang terrealisasi (bukan sebagai
untung atau gain). Di lain pihak, selama apresiasi hanyalah mencerminkan
perubahan dalam tingkat harga umum maka selama itu pula laba yang sebenarnya
belum terjadi.
Apresiasi surat-surat berharga (marketable securities) secara tidak
langsung diakui sebagai laba yang terrealisasi melalui penggunaan metode harga
pasar untuk penilaian surat berharga pada tanggal neraca. Penyimpangan dari
standar kos ini didukung dengan alasan bahwa posisi keuangan (likuiditas) akan
menunjukkan keadaan yang lebih tepat kalua memuat nilai yang berlaku pada
tanggal nerasa dari pada kos. Hal ini lebih sesuai dengan sifat aset tersebut yang
masuk dalam kategori lancer. Cara semacam ini sebenarnya dimakssudkan untuk
memberi informasi kepada pembaca laporan jumlah yang dapat direalisasi dari
penjualan surat berharga tersebut. Untuk itu, sebenarnya lebih andal untuk tetap
mencatat surat berharga tersebut pada kosnya dengan menyertakan informasi
harga pasar (misalnya dengan tanda kurung di dalam neraca). Alasannya, kurs
harga pasar sekuritas sangat berfluktuasi dari hari ke hari sehingga pada saat
dijual harga tidak akan sama dengan harga pada tanggal neraca. Kalaupun
perusahaan bergerak dalam jual-beli sekuritas, apresiasi lebih tepat diakui sebagai
laba takterealisasi lebih-lebih untuk surat berharga yang tidak mudah
dijualbelikan.
Penghematan Kos
Dua kos yang bersangkutan dengan proses pembelian yang sering
dianggap sebagai pendapatan yaitu potongan pembelian dan pembelian dengan
harga murah atau pemnelian beruntung (lucky buy). Potongan pembelin tidak
memenuhi definisi pendapatan karena berkaitan dengan proses pembelian yaitu
proses pemrolehan aset pada tingkat awal (pengukuran). Oleh karena itu,
mengakui pendapatan pada tangka ini sama saja dengan mengantisipasi
pendapatan. Hal ini merupakan suatu contoh ekstrem pengakuan pendapatan yang
belum terrealisasi. Kalua potongan pembelian diakui sebagai pendapatan yang
terrealisasi maka akan terjadi hal yang janggal yaitu bahwa perusahaan yang
bbaru saja berdiri dan belum memproduksi dan menjual produk sudah

30
memperoleh pendapatan melalui proses pembelian bahan baku dengan
pemanfaatkan potongan yang ditawarkan.
Kalau potongan pembelian diangap sebagai pendapatan maka dapat terjadi
suatu perusahaan akan memperoleh pendapatan melalui proses pembangunan dan
pembelian fasilitas fisis lantaran perusahaan memilih untuk membayar harga
tunainya pada saat pembelian dari pada membayar harga brutonya beberapa waktu
kemudian. Hal ini merupakan contoh kejanggalan yang lain.
Prinsip yang masuk akal adalah semua jenis potongan pembelian
diperlakuakn sebagai pengurang (offsets) terhadapa kos nominal pembelian.
Manajemen yang bijaksana akan menentukan kebijakan untuk tidak melewatkan
potongan. Setiap tambahan pembayaran karena ketidakmampuan membayar
dalam perioda potongan (discount period) merupakan rugi. Sementara itu,
potongan yang diperoleh karena membayar dalam perioda potongan adalah
pengurang atau penyesuai kos (cost adjustments) bukan untung. Prinsip ini
mendapat dukungan secara empiris dengan praktik pencatatan kos pembelian
dengan jumlah netonya.
Hal yang hamper sama dengan potongan pembelian adalah pembelian
betuntung. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimanakah perlakuan yang tepat
bila perusahaan memperoleh fasilitas fisis atau jasa dengan harga yang sangat
rendah dibandingkan harga pasar rata-rata dan dapatkan perusahaan memperoleh
laba hanya karena membeli dengan harga yang sangat menguntungkan tersebut?
Sekali lagi, penghematan kos sama sekali bukanlah pendapatan. Kalau pembelian
dilakukan dengan cara yang bijaksana, yang terjadi hanyalah bahwa kos akan
menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pembelian biasa. Memang benar
bahwa efisiensi dan keberuntungan dalam pembelian akan mempunyai pengaruh
terhadap laba yang akhhirnya diperoleh. Akan tetapi, diperolehnya laba tersebut
masih menunggu realisasi penjualan.
Mungkin saja pembeli beranggapan bahwa dia telah membeli barang
dengan harga yang istimewa padahal sebenarnya harga tersebut wajar sehingga
anggapan pembelia tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk mengakui
pendapatan. Satu-satunya anggapan yang masuk akal dalam ini adalah bahwa
pembeli dan penjual mempunyai informasi yang sama, sama-sama berkeinginan
untuk melakukakn jual-beli, dan sama-sama berkedudukan bebas untuk
melakukan transaksi. Asumsi ini dalam beberapa hal tidak selalu sesuai dengan
kondisi yang senyatanya. Akan tetapi, asumsi ini lebih bermanfaat dari pada
asumsi yang memungkinkan penjual atau pembeli menentukan sendiri secara
subjektif penilaian yang tidak didasarkan atas apa yang telah disepakati bersama
dalam perjanjian jual-beli bersangkutan. Bahwa pembeli merasa untung tidak
dapat dijadikan pedoman yang objektif untuk mengakui pendapatan.

31
C. Pada Saat Produksi Selesai
Ini berarti pendapatan diakui pada titik P dalam Gambar 8.2 yang
merupakan akhir tahap produksi. Kalau sudah ada kontrak penjualan sebelumnya,
tidak ada masalah dengan pengakuan pada saat produk selesai karena pendapatan
sudah terrealisasi dan pada saat produk selesai pendapatan secara substansial
sudah terbentuk. Pengakuan semacam ini setara dengan pengakuan pendapatan
dengan metoda kontrak selesai. Akan tetapi, kalua tidak kontrak sebelumnya,
hanya kriteria terbentuk yang dipenuhi. Dapatkan pendapatan diakui? Keberatan
yang mengakui biasanya didasarkan atas keterukuran dan reliabilitas jumlah
rupiah pendapatan.
Pengakuan pendapatan atas dasar saat produk selesai diproduksi dapat
dianggap layak untuk industry ekstraktif (pertambangan) termasuk pertanian.
Bahan dasar seperti timah, tembaga, gandum, beras, emas dan sebagainya
biasanya mempunyai pasar yang luas dan harga yang sudah pasti, kondisi ini
memungkinkan untuk menaksir dengan cukup tepat nilai jual yang dapat
direalisasi suatu sediaan barang jadi ada pada tanggal tertentu. Jadi, kondisi ini
dapat mengganti kriteria cukup pasti terrealisasi (realizable) sehingga pada saat
selesainya produkso kedua kriteria pengakuan dianggap telah terpenuhi.
Contoh yang menguatkan kelayakan dasar pengakuan ini adalah
pertambangan emas. Produk akhir industri ini, baik dalam bentuk serbuk atau
batangan, merupakan aset yang sangat likuid dengan harga jual yang pasti. Jadi,
layaklah untuk menganggap bahwa pendapatan terrealisasi pada saat produksi
selesai bukannya pada saat produk tersebut terjual dan diserahkan kepada
konsumen.
Dengan karakteristik industri semacam itu, kegiatan produksilah yang
merupakan faktor penentu dalam menghasilkan pendapatan dan bukan kegiatan
penjualan. Dengan demikian, pendapatan dapat diakui berdasarkan banyaknya
barang yang diproduksi bukannya banyaknya unit barang yang benar-benar telah
terjual.
Argumen lain adalah kesulitan penentuan kos produksi untuk menentukan
kos sediaan. Kalua karakteristik industri sedemikan sehingga kos tidak cukup
praktis dan teliti ditentukan, pengakuan pendapatan atas dasar produk selesai lebih
praktis dan tepat dibandingkan penentuan kos secara arbitret.
Walaupun dasar pengakuan pendapatan atas dasr saat produk selesai
mempunyai alasan logis yang kuat untuk industri ekstraktif, penggunaanya secara
umum kurang dapat diterima bahkan dalam industri ekstraktif sekalipun. Dengan
kata lain, kegiatan produksi itu sendiri tanpa adanya penguatan yang berasal dari
penjualan dengan harga yang disepakati tidak dapat selalu dijadikan penguji yang
obyektif dan menentukan untuk dasar pencatatan dan pengakua pendapatan. Kalau

32
pendapatan diakui atas dasar produksi dalam kasus-kasus khusus seperti dibahas
di muka, hal tersebut merupakan suatu penyimpangan dari standar pengakuan atas
dasar saat penjualan. Oleh karena itu, pengakuan semacam itu menuntut alasan
yang kuat sesuai dengan keadaan yang melingkupinya. Statemen keuangannya
juga menuntut penjelasan (pengungkapan) yang jelas mengenai kondisi yang
melandasi penyimpangan dari standar umum (penjualan).
D. Pada Saat Penjualan
Pengakuan ini merupakan dasar yang paling umum karena pada saat penjualan
kriteria penghimpunan dan realisasi telah dipenuhi. Dalam gambar 8.2, saat
penjualan di mulai dari titik P sampai titik T. Proses pembentukan pendapatan
dapat dikatakan secara substansial telah selesai karena kos dalam tahap PT dan
tahap TB biasanay tidak cukup material dibangding kos tahap produksi AP.
Kriteria terrealisasi telah dipenuhi karena telah ada kesepakatan pihak lain untuk
membayar jumlah rupiah pendapatan secara objektif. Dengan demikian, saat
penjualan merupakan saat yang kritis dalam operasi perusahaan sehingga menjadi
standar utama dalam pengakuan pendapatan.
Lebih-lebih untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi atau
perdagangan barang, kegiatan penjualan merupakan hal yang paling menentukan
dan mempunyai arti keuangan yang paling berharga dibandingkan dengan
kegiatan lain dalam operasi perusahaan. Kegiatan penjualan menjadi puncak
kegiatan dan merupakan tujuan akhir yang mengarahkan setiap upaya yang
dilakukan perusahaan. Pada saaat terjadi penjualan jumlah rupiah harga yang telah
disepakati dan produk telah keluar dari perusahaan. Disamping itu, transaksi
penjualan mengakibatkan masuknya aset baru ke dalam perusahaan (kas atau
piutng) untuk (1) menutup kos (potensi jasa) yang terserap untuk melaksanakan
kegiatan produksi yang berkulminasi dengan penyerahan produk dan (2)
menyediakan dana sebagai imbalan untuk pembayaran pajak kepada pemerintah,
bunga kepada kreditor, dan dividen kepada pemegang saham.
Kondisi saat penjualan menjadi standar umum pengakuan pendapatan,
terdapat beberapa hal yang sering diajukan sebagai keberatan terhadap dasar
tersebut. Hak pertama berkaitan dengan kepastian pengukuran pendapatan akibat
kos purna-jual atau pasca-jual (after-sale-costs atau after-costs). Ada kegiatan
yang masih dilakukan perusahaan untuk menuntaskan penjualan yang
meninmbulkan kos misalnya kegiatan administratif, perbaikan barang, dan
penggantian barang yang rusak. Masalah lain berkaitan dengan kemungkinan atau
pengambilan barang. Akhirnya, kemungkinan ketaktertagihan piutang bila
penjualan tidak tunai (masalah kolektibilitas). Ini berarti piutang belum
merupakan bukti penuh terrealisasinya pendapatan. Semua kegiatan yang
menimbulkan kos tersebut dapat terjadi di tahap TB dalam gambar 8.2. Jadi,
masalahnya adalah kalau pendapatan sebesar ABCD telah diakui di titik P

33
misalnya maka kos sebesar PBER harus juga diakui karena kos tersebut
mempunyai kontribusi dalam menghasilkan pendapatan sebesar PBCS.
Masalahnya ini menjadi penting dalam hal penandingan (matching) terutama
kalau penjualan terjadi pada akhir periode akuntansi.
Masalah-masalah di atas tidak menghalangi secara konseptual maupun
teknis untuk mengakui pendapatan pada saat penjualan. Berikut ini dibahas cara-
cara untuk mengatasi masalah diatas.
Kembali dan Potongan Tunai
Kembali atau return (return) untuk suatu periode yang timbul akibat
barang cacat atau rusak dicatat dengan membalikkan jurnal yang telah dibuat pada
saat penjualan dengan jumlah rupiah pengembalian. Demikian juga keringanan-
keringanan (allowances) dapat diperlakukan dengan cara yang sama. Untuk tujuan
analisis, dapat juga disediakan kontrak-akun untuk penjualan. Kemungkinan
terjadi kembalian barang dan pengurang pendapatan lainnya pada akhir perioda
dapat ditaksir dan ditampung dalam akun tertentu dengan cukup teliti atas dasar
pengalaman sebelumnya. Jumlah ini dikontrakan dengan jumlah rupiah
pendapatan bruto (Penjualan total). Jumlah rupiah yang sama dicatat dalam akun
cadangan yang akan mengurangi jumlah rupiah bruto seluruh piutang yang
tercatat. Jadi, adanay kemungkinan mengembalikan karena kerusakan tidak
mengurangi validitas saat penjualan sebagai dasar pengakuan.
Ada kalanya terjadi penjualan barang yang disertai dengan hak pembeli
untuk mengembalikan barang (right of return) bukan karena barang rusak atau
alasan umum lainnya melainkan karena perjanjian menyatakan bahwa pembeli
berhak mengembalikan barang dalam perioda tertentu. Pengembalian semacam ini
biasanay terjadi dalam hal penjualan produk baru yang mungkin masih dalam
tahap percobaan atau perkenalan sehingga para pelanggan tidak mau
menanggung kerugian seandainya barang tidak laku. Adanya hak mengembalikan
juga tidak menghalangi pengakuan pendapatan pada saat penjualan. Dalam hal ini
FASB menetapkan bahwa kalau suatu perusahaan menjual produknya dengan hak
mengembalikan maka pendapatan dapat diakui pada saat penjualan kalau semua
syarat-syarat berikut dipenuhi (SFAS No. 48, prg. 6).
a. Harga jual cukup pasti (substantially fixed) atau dapat ditentukan pada
tanggal penjualan.
b. Pembeli sudah membayar kepada penjual, atau pembeli berkewajiban
untuk membayar penjual dan kewajiban tersebut tidak bergantung pada
laku-tidaknya produk dijual oleh pembeli.
c. Kewajiban membayar oleh pembeli tidak berubah dalam hal terjadi
pencurian atau kerusakan fisik produk.

34
d. Pembeli benar-benar ada secara substantif artinya pembeli merupakan
suatu badan yang secara ekonomik dapat disebut sebagai perusahaan
(mempunyai kantor, fasilitas, dan pegawai sendiri) buken sekedar
formalitas (perusahaan di atas kertas/on paper).
e. Penjual tidak mempunyai kewajiban yang material untuk melakukan
tindakan di masa dating yang secara langsung menjadikan pembeli mampu
menjual produk bersangkutan.
f. Jumlah rupiah kembalian dapat ditaksir secara layer.

Apabila penjualan dan kos barang terjual tidak diakui pada saat kontrak karana
syarat-syarat diatas tidak dipenuhi, pengakuannya dapat dilakukakn pada saat hak
pengembalian telah habis (expired) atau pada saat semua syarat di atas telah
terpenuhi maupun yang datang lebih dahulu. Dengan adanya hak pengembalian,
pemindahan hak milik belum benar-benar tuntas. Akan tetapi, peralihan hak milik
biasanya bukan menjadi kriteria pengakuan pendapatan karena memang sulit
untuk menentukan kapan hal tersebut terjadi. Pengiriman barang setelah kontrak
penjualan dianggap menandai transfer hak milik walaupun saat tepatnya
bergantung pada syarat penjualan (sales terms) seperti f.o.b. shipping point atau
f.o.b. destination atau lainnya.
Adanya potongan tunai penjualan sama sekali tidak menghalangi pengakuan
pendapatan pada saat penjualan. Potongan tunai adalah potongan yang
ditawarkan penjual melalui terma penjualan seperti 2/10, n/30. Masalah yang
timbul tidak berkaitan dengan pengakuan pendapatan tetapi dengan beberapa
jumlah rupiah pendapatan (penjualan) harus dicatat.
Secara umum, jumlah rupiah neto (atau net invoice price) adalah dasar yang
lebih tepat dari pada jumlah kotornya yaitu jumlah yang akan diterima setelah
perioda potongan dilewatkan. Alasan adalah potongan tunai menjadi sarana dalam
penentuan harga jual yang akhirnya disepakati. Dengan demikian, jumlah rupiah
penjualan efektif adalah jumlah rupiah neto atau setelah potongan tunai (atau
mungkin juga setelah bunga implisit) bukannya jumlah kotor faktur.
Seperti juga dalam perusahaan jasa, akan lebih menguntungkan bagi
perusahaan pada umumnya umtuk menyiapkan faktur dengan cara yang
menonjolkan jumlah rupiah neto tagihan yang harus dibayar karena jumlah
tersebut menunjukkan harga pasar yang sebenarnya barang dan jasa yang
bersangkutan dan merupakan jumlah yang diharapkan dibayar oleh konsumen.
Dari sudut prosedutr pencatatan, mencatat dengan jumlah rupiah neto lebih
praktis. Keuntungan lain adalah perusahaan tidak perlu lagi harus meneliti
pelunasan mana yang mendapat potongan dan mana yang tidak tetapi cukup
memperhatikan berapakah potongan tunai yang dilewatkan pelanggan. Potongan

35
yang dilewatkan (lapsed discount) dapat diperlakukan sebagai pendapatan lain-
lain.
Kos Purna-Jual
Masalah yang paling pelik dan sulit adalah masalah yang bersangkutan
dengan penyesuaian yang diperlukan untuk mengakui pengaruh kegiatan (diukur
dengan kos) yang mungkin akan terjadi setelah penjualan dan harus dibebankan
terhadap penjualan tersebut. Masalah ini sebenarnya berkaitan dengan masalah
pendingan yang tepat (proper matching)
Kalau memang dipandang penting bahwa penyesuaian untuk kos purna-
jual merupakan bagian dari pengukuran laba yang tepat, terdapat cara yang cukup
layak untuk mengatasi masalah tersebut. Prosedur yang umum dilakukan untuk
mengantisipasi kos semacam itu adalah mendebit jumlah rupiah taksiran kos
kegiatan dan mengkredit jumlah rupiah yang sama ke dalam suatu akun cadangan
melalui penyesuaian akhir tahun. Dari segi konsep penandingan, penyesuaian
semacam itu merupakan suatu langkah yang cukup masuk akaldalam upaya
membandingkan pendapatan dan biaya yang tepat untuk perioda tertentu. Jumlah
rupiah debit tersebut menjadi pengurang langsung terhadap pendapatan (sebagai
biaya) dan jumlah rupiah kredit yang sama akan menjadi kontra (offsetting
amount) terhadap jumlah rupiah piutang. Tidak tertutup kemungkinan untuk
menyajikan jumlah rupiah debit tersebut sebagai bagian dari biaya-biaya operasi
lainnya dalam statetemn laba-rugi.
Kerugian Piutang
Keberatan lain terhadap dasar penjualan adalah pendapat yang menyatakan
bahwa piutang bukanlah merupakan bukti yang efektif terhadap realisasi
pendapatan. Alasannya, piutang tersebut bukan merupakan saran atau medium
yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran sehingga sanagat kurang tepat
digunakan sebagai pengukur pendapatan. Meskipun pendapat ini cukup beralasan,
seperti juga pada masalah kos pasca-jual, keberatan ini tidak mempengaruhi
validitas penjualan sebagai dasar pengakuan pendapatan. Piutang dagang dan
piutang wesel adalah benar-benar merupakan aset yang diperoleh perusahaan dari
kegiatan usaha dan merupakan kekayaan yang sah dari segi yuridis. Lagi pula,
sebagai ketentuan umum, aset baru tersebut cukup likuid dan dalam keadaan
tertentu dapat dijadikan sumber dana melalui proses penggadaian atau
pendiskunan. Jadi, tidak mengakui bahwa penjualan kredit dapat mengukur
pendapatan sama saja dengan tidak mengakui adanya pos aset lancer penting dan
sah sebagai bagian dari kelompok aset perusahaan. Juga, dalam hal perusahaan
jasa, sama saja dengan tidak mengakui bahwa penyerahan jasa merupakan suatu
peristiwa yang menandai perubahan keuangan perusahaan secara nyata dan
objektif.

36
Masalah kerugian piutang dapat diatas dengan perlakuan yang sama
seperti kos purna-jual yaitu dengan membentuk cadangan kerugian piutan.
Dengan demikian pendapatan dapat disajikan dalam statemen sejumlah piutang
yang benar-benar dapat direalisasi (net realizable value). Kerugian piutang yang
ditaksir tersebut dapat disajikan dalam kelompok biaya dalam statemen laba-rugi
sebagai biaya penjualan yang bersangkutan dengan pengumpulan piutang atau
dapat juga sebagai pengurang langsung pos pendapatan (misalnya penjualan).
Transaksi Penjualan
Penjualan yang dibahas sampai titik ini sebenarnya mempunyai arti teknis
yang berbeda dengan kontrak penjualan. Secara umum, penjualan adalah transaksi
pertukaran barang atau jasa hasil produksi perusahaan dengan kass atau klaim atas
kas. Secara teknis, transaksi penjualan adalah transaksi pertukaran aset secara
aktual bukan transaksi kontrak itu sendiri. Penjualan dikatakan telah terjadi secara
teknis bila produk (dan risiko yang melekat) telah ditransfer ke pembeli dan
sebagai penghargaan penjual mendapatkan kas atau klain atas kas.
Kontrak penjualan yang belum disertai transfer produk secara teknis
belum dapat dikataakan sebagai transaksi penjualan betapapun perusahaan telah
menerima uang muka. Namun, secara konseptual kontrak penjualan dapat
dipandang sebagai realisasi pendapatan. Sebaliknya, pengiriman barang tanpa
kontrak penjualan juga tidak dapat disebut sebagai transaksi penjualan (misalnya
pengiriman barang dalam pengkonsignaan atau consignment). Walaupun secara
konseptual kontrak penjualan dengan harga pasti telah menandai realisasi
pendapatan, secara teknis penjualan belum terjadi kalau belum ada pertukarang
sehingga pendapatn belum dapat diakui sebelum barang dikirim. Jadi, kriteria
realisasi telah terpenuhi pada saat penjualan hanya kalau telah terjadi transfer atau
pengiriman barang takbersyarat (unconditional transfer of goods). Pada saat
barang ditransfer, proses pembentukan pendapatan secara subtansial dianggap
telah selesai sehingga kriteria pembentukan automatis telah terpenuhi pada saat
penjualan (pertukaran) sehingga tidak perlu dipersoalkan lagi. Masalah lebih
banyak terletak pada kriteria realisasi. Dengan dasar pikiran ini, melalui PSAK
No. 23, IAI membuat ketentuan untuk dapat mengakui pendapatan dari penjualan
barang sebagai berikut (pasal 13 atau 38).
a. Perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah
memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli.
b. Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas
barang yang dijual.
c. Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal
d. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi
akan mengalir ke perusahaan tersebut.

37
e. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi
penjualan dapat diukur dengan andal.
Untuk dapat mengakui pendapatan dari penjualan, semua ketentuan di atas
harus dipenuhi. Ketentuan (a) dan (b) sebenarnya merupakan penjabaran teknis
mengenai apa yang disebut pertukaran atau transfer tak bersyarat yang merupakan
bukti realisasi pendapatan. Secara implisit (tersirat), transaksi penjualan pada
umumnya merupakan transfer hak milik atas aset sehingga ketentuan (a) dan (b)
dengan sendirinya terpenuhi. Ketentuan (c), (d), dan (e) merupakan ketentuan
untuk meyakinkan kriteria cukup pasti terrealisasi (realizable) terpenuhi atau
untuk mengukur dengan cukup pasti nilai realisasi neto (net realizable value) dari
nilai kontrak penjualan.
E. Pada Saat Kas Terkumpul
Pengakuan pendapatan pada saat kas terkumpul sebenarnya merupakan
pengakuan pendapatan berdasarkan asas kas (cash basis). Sebagai penyimpangan
dari standar pengakuan seluruh pendapatan pada saat penjualan, penerapan dasar
kas paling banyak dijumpai dalam perusahaan jasa dan perusahaan yang
melakukan penjualan secara angsuran. Berbeda dengan pengakuan pada saat
kontrak yang barangnya belum diserahkan, pengakuan dasar kas digunakan untuk
transaksi penjualan yang barang atau jasanya telah diserahkan/dilaksanakan tetapi
kasnya baru akan diterima secara berkala dalam waktu yang cukup panjang.
Alasan digunakannya dasar ini adalah adanya ketidakpastian tentang
kolektibilitas atau ketertagihan piutang. Dengan cara ini, pendapatan diakui
sejumlah kas yang diterima pada saat kas diterima atau terkumpul (sampai akhir
perioda) dan baru kemudian menentukan biaya yang berkaitan dengan pendapatan
dasar kas tersebut. Dengan kata lain, pendapatan suatu perioda diakui secara
proporsional atas dasar kas yang telah diterima dalam perioda tertentu. Bila
disbanding dengan metode persentase penyelesaian kemajuan kegiatan, dasar ini
dapat disebut sebagai pengakuan pendapatan atas dasar persentase kas.
Bila dikaitkan dengan kriteria pengakuan pendapatan, dasar ini sangat
menekankan bahawa pendapatan hanya dapat diakui kalau pendapatan tersebut
cukup pasti terrealisasi (realizable). Validitas dasar ini cukup didukung untuk
perusahaan jasa yang diberikan. Jumlah tagihan pada umumnya proporsional
dengan jasa yang telah dilaksanakan dari seluruh nilai kontrak. Ini berarti, jumlah
rupiah tagihan sejalan atau sinkron dengan kemajuan pekerjaan. Namun,
kelayakan tersebut bergantung pada lamanya jasa diserahkan dan dikonsumsi.
Jasa Dikonsumsi Dalam Jangka Pendek
Dalam hal perusahaan jasa, kalau satuan jasa yang diserahkan berupa suatu
tindakan atau penyediaan jasa lain dalam bentu tertentu yang dilakuakn dalam

38
waktu yang relatif pendek, seperti perusahaan angkutan atau bioskop, maka saat
penerimaan kas dari konsumen atau pelanggan biasanya terjadi hamper bersamaan
dengan saat penyerahana jasa. Ini berarti bahwa saat penyerahaan jasa atau saat
penerimaan kas keduanya dapat dijadikan pemicu untuk pengukuran dan
pengakuan pendapatan.
Jasa Dikonsumsi Dalam Jangka Panjang
Di lain pihak, apabila jasa yang diberikan adalah kompleks dan baru akan
selesai dalam perioda yang relative panjang seperti hanya perusahaan penyewaan
ruang atau bangunan maka besar kemungkinan akan terjadi perbedaan yang
sangat mencolok antara jumlah rupiah pendapatan yang diakui dalam suatu
perioda atas dasar penyerahan jasa (asas akrual) dan jumlah rupiah pendapatan
yang diakui dalam perioda yang sama atas dasar penerimaan kas (asas kas/tunai).
Yang menjadi masalah dalam kondisi semacam ini adalah apakah dasar kas lebih
baik daripada dasar penjualan (penyerahan jasa)?
Argumen pendukung
Dasar ini mempunyai validitas terutama untuk penjualan jasa atau barang
secara angsuran. Validias pengakuan pendapatan secara proporsional dengan
penerimaan kas didasarkan atas tiga pertimbangan yang saling berkaitan yaitu:
a. Seluruh atau sebagian piutang yang timbul bukan merupakan aset yang
mempunyai daya beli murni (dapat dibelanjakan).
b. Makin lama jangka waktu untuk mengangsur makin besar kemungkinan
piutang tidak akan tertagih.
c. Kost purna jual, terutama kos penagihan dan pengumpulan piutang,
biasanya lebih tinggi di bandingkan dengan kos purna-jual untuk
penjualan kredit biasa (jangka pendek).

Dari ketiga butir di atas, (a) merupakan pertimbangan yang paling


mendukung dengan alasan bahwa kalau pendapatan harus mengakibatkan adanya
aliran untuk aset likuid maka timbulnya piutang jangka panjang tidak dapat di
jadikan bukti atau dasar untuk pengakuan pendapatan. Akan tetapi, sebagaimana
telah di jelaskan sebelumnya, piutang adalah aset lancar yang valid dan sah.
Validitas butir (b) masih di ragukan. Dalam hubunganya dengan kepastian
pelunasan seluruh angsuran, sisa uang muka (down payment) yang biasanya di
lakukan oleh pembeli cenderung menjadikan penjualan kredit biasa. Selain itu,
kontrak penjualan angsuran biasanya mengsyaratkan bahwa hak milik barang
tetap ada pada penjual sebelum semua angsuran di lunasi sehingga akan
mempermudah untuk menarik kembali barang yang telah terjual dalam hal
pembeli tidak melaksanakan kewajiban.

39
Lagi pula, bila memang di kehendaki untuk mengukur pendapatan yang
tepat atas dasar penjualan maka sebenarnya sudah tersedia cara penentuan
cadangan kerugian piutang untuk menentukan jumlah pendapatan yang akhirnya
benar-benar terealisasi. Mengenai butir (c), masalah penaksiran kos purna-jual
sebenarnya tidak berbeda dengan masalah penaksiran jumlah cadangan kerugian
piutang dan besarnya dapat di tentukan cukup teliti atas dasar pengalaman. Jadi,
dapat di simpulkan bahwa untuk penjualan angsuran tidak ada alasan yang kuat
untuk menggunakan dasar kas untuk pengakuan pendapatan.

Alasan penyanggah

Paton dan littleton (1970) menegaskan bahwa pengakuan pendapatan dasar


kas (untuk penjualan jasa) kurang dapat di dukung dengan berbagai alsan berikut.
Pertama tagiha (piutang) yang timbul akibat penyerahan jasa pada dsarnya
mempunyai kedudukan yuridis yang sama dengan piutang timbul dari penjualan
barang. Kedua, belum tentu bahwa kemungkinan kegagalan untuk menerima
pelunasan piutang dalam perusahaan jasa lebih besar dari pada perusahaan dagang
sehingga mengharuskan perusahaan jasa mengakui pendapatan atas dasar kas
yang di trima. Namun demikian, dapat di pahami bahwa perusahaan jasa berada
dalam posisi yang agak kurang menguntungkan dalam hal bahwa jasa yang telah
di serahkan tidak dapat di peroleh atau diminta kembali seperti barnag dagangan.
Ketiga, dalam hal pembayaran diterima di muka, kemungkinan terjadinya
kerugian piutang memang sudah tidak ada lagi tetapi tidak berarti bahwa
pendapatan sudah dapat di akui. Agar tidak terjadi penyajian yang menyesatkan
maka pengakuan pendapatan atas dasar saat penyerahan jasa menjadi pengakuan
yang lebih ungul dari segi konsep penandingan.

Akhirnya kalau pengakuan atas dasar peneriamaan kas di gunsksn dengan


alasan bahwa penyerahan jasa adalah peristiwa yang kurang tegas (mudah) di
kenali untuk menandai pengakuan pendapatan di bandingkan dengan penjualan
barang, maka hal ini sebenarnya hanya berlaku untuk jasa profesi yang
mempunyai karakteristik sebagai berikut : (1) jasa bersifat unik dan tidak dapat di
tentukan secara jelas dan pasti pada permulaan pekerjaan dan (2) jumlah
pendapatan tottal yang harus di tagih terganung pada hasil pekerjaan yang
bersangkutan.

2.14 Prosedur Akuntansi Dasar Kas.


Bila dasar peneriman kas memang terpaksa harus di terapkan maka perlu
suatu prosedur kuntansi yang khusus untuk menjamin bahwa pendapatan dasar
kas harus di tandingkan dengan biaya yang di perkirakan berkaitan dengan
pendapatan tersebut. Namun hal ini tidak berarti bahwa pendapatan tunai di
tandingkan dengan biaya tunai (cash expenser). Dengan kata lain, pendapatan di

40
ukur atas dasar kas tetapi biaya yang di ukur dengan dasar akrual. Dalam
kenyatanya, prinsip sering tidak di laksanakan dengan tepat.
Penerapan dasar kas untuk mengukur pendapatan pada hakikatnya sama
saja dengan tidak mengakui piutang angsuran (installments receivable) sebagai
pos aset meskipun harga jual cukup pasti dan barang telah dikirim. Dengan
demikian, piutang tersebut hanya di catat dalam bentuk memorandum saja. Paton
dan little ton (1970) menggambarkan prosedur akuntansi untuk mencapai
perbandingan yang tepat di bawah ini (angka rupiah sekedar ilustrasi).
1. Pada saat kontrak penjualan angsuran dan pengiriman seluruh barang,
perusahaan mencatat sebagai berikut :
Pengiriman barang-dasar Kas........................................
60.00.000
Sediaan barang dagangan ................................
60.000.000
Jumlah di atas di catat atas dasar kos. Piutang angsuran di catat secara
memorial (tidak di jurnal). Pengiriman barang –dasar kas mempunyai status
sebagai aset perusahaan (semacam barang dalam pengkosignaan/goods on
consignment).
2. Bila perusahaan menerima uang muka atau angsuran, penerimaan tersebut
di catat sebagai berikut :
Kas................................................................ 5.000.000
Penjualan Dasar-kas ...........................
5.000.000
Seluruh jumlah rupiah kas yang telah di terima dari penjualan dalam suatu
periode yang tampak dalam saldo akun penjualan – Dasar Kas merupakan
pendapatan yang di akui dan di laporkan dalam periode tersebut.
3. Pada akhir peroide harus di perhitungkan kos produk yang dapat di
bebankan secara tepat (sebagai biaya) ke pendapatan dasar kas tersebut.
Misalnya nilai kontrak penjualan angsuran dalam contoh di atas adalah
sebesar Rp.100.000.000 dan kas yang di terima untuk suatu periode
adalah Rp.40.000.000 (40%) jurnal yang harus di buat pada akhir tahun
adalah :
Kos barang terjual—Dasar Kas (40%xRp60.000.000)
24.000.000
Pengiriman barang Dasa—Kas ..................
24.000.000
4. Kalau ternyata pada akhir periode, terdapat penjualan yang sudah di terima
kasnya tetapi barang belum di kirim maka kos barang tersebut harus di
taksir dan di tambahkan ke kos barang terjual dasar kas. Misalnya pada

41
akhir suatu periode perusahaan telah menerima angsuran Rp.20.000.000
tetapi barang (dengan kos taksiran Rp.12.000.00 belum dikirm). Jurnal
yang harus di buat pada akhir periode adalah :

Kos barang terjual – Dasar Kas ........................


12.000.000
Utang pengiriman barang Dasar – kas ......
12.000.000
Langkah (4) di atas sebenarnya jarang terjadi karena dalam penjualan
angsuran pada umumnya barang telah dikirim sebelumnya. Dengan teknik
pencatatan seperti di tasa, penjualan dasar kas total (total cash reventies) akan di
laporkan dalam statmen lab-rugi bersama-sama dengan kos barang terjual dan
biaya lain yang di bebankan. Dalam neraca, ps pengiriman barang Dasar – Kas
akan di sajikan sebagai aset lancar sebesar kosnya dan pos utang pengiriman
Barang – Dasar kas dapat di laporkan sebagai kewajiban atau di kontrakkan
dengan pos pengiriman Barang – Dasar Kas.
Biaya Administrasi dan Penjualan
Dalam contoh di atas belum di persoalkan masalah kos yang tidak
langsung melekat pada produk (yaitu kos administrasi dan penjualan) untuk di
bebankan secara tepat terhadap pendapatan dasar kas. Kalau pendapatan di ukur
atas dasar penerimaan kas, kos yang di bebankan sebagai biaya haruslah kos yang
benar-benar telah di korbankan untuk mendapatkan pendapatan dasar tersebut.
Lebih tegasnya, prinsip penandingan yang tepat menuntut bahwa kalau
pendapatan yang di akui untuk suatu periode hanya yang sudah di terima kasnya
maka biaya-biaya yang harus di perhitungkan untuk periode tersebut adalah
seluruh biaya-biaya yang di perkirakan menghasilkan pendapatan tersebut.
Pada umumnya kos administrasi dan penjualan bukan merupakan kos yang
dapat di perlakukan seperti kos sediaan yaitu tersediakan (inventiriable). Kos
tersebut harus segera di bebnkan ke pendapatan atas dasar kas menunjukan
kelemahanya. Sementara kos produk dapat di perhitungkan secara cukup teliti
untuk di tandingkan dengan pendapatan dasar kas, biaya administrasi dan umum
sangat sulit untuk di kaitkan dengan pendapatan tersebut. Jadi, kalau penjualan
tertentu di pecah dan di akui dalam dua periode (yang sudah di terima kasnya dan
yang belum) biaya yang bersangkutan dengan penjualan tersebut juga harus di
pecah dan di bebankan secara proporsional. Pada titik inilah biasanya penggunaan
dasar kas untuk penentuan laba menjadi tidak teliti karena melupakan alokasi
biaya nonproduk.
Telah di singgung sebelumnya bahwa bila dalam kondisi tertentu
pengguanaan dasar kas dirasakan lebih tepat, maka hal ini tidak berarti bahwa
biaya juga harus pendapatan. Di akui atas dasar kas (biaya tunai). Jumlah rupiah

42
biaya yang harus di tandingkan dengan pendapatan adalah jumlah yang di
perkirakan telah menghasilkan pendapatan dasar kas (pendapatan yang telah di
terima kasnya). Lebih tegasnya, kalau seluruh jumlah rupiah kas yang telah di
terima pelanggan dalam sutu periode di akui sebagai pendapatan maka biaya yang
dapat di tandingkan terhadap pendapatan tersebut adalah biaya yang berkaitan
dengan upaya untuk memperoleh pendapatan sebesar kas yang telah di terima
tersebut bukan biaya yang telah di bayar selama periode bersangkutan.
Walaupun dasar kas dapat di gunakan, tidaklah selayaknya untuk
mengakui penerimaan angsuran sebagai pendapatan sebelum jasa atau barang di
serahkan. Penerimaan ini merupakan pendapatan (deferrend revenues) dan di
cantumkan dalam neraca sebagai kewajiban. Kalau penjual akhir tidak mampu
untuk meyerahkan barang atau jasa tersebut maka kas (angsuran) tersebut haru di
kembalikan. Pada saat barang atau jasa di serahkan, kewajiban (utang) tersebut
menjadi lenyap dan angsuran tersebut dapat di akui sebagai pendapatan. Pada
akhirnya, transaksi ini secara teknis akan sama dengan transaksi penjualan tunai.
(cash sales).
2.15 Saat Pengakuan Penjualan Jasa
Pengakuan pendapatan dari penjualan jasa secara umum mengikuti
pemikiran yang melandasi pengakuan pendapatan untuk penjualan barang.
Masalah teoretis yang di hadapi lebih banyak menyangkut kriteria relialisasi dari
pada pembentukan pendapatan. Yang sering sulit di tentukan adalah mengenali
kejadian atau kegiatan yang memadai bahwa penyerahan jasa telah terjadi dan
selesai.
Dalam hal perusahaan transportasi, rekreasi, rumah makan, telepon, hotel,
persewaan gedung pertemuan, dan sejenisnya, saat pelaksanaan atau konsumsi
jasa dapat di pandang setara dengan saat penjualan barang untuk tujuan pengkuran
dan pengakuan pendapatan. Telah di singgung sebelumya untuk jasa jangka
pendek, saat penerimaan kas merupakan saat yang umum untuk mengakui
pendapatan karena penerimaan kas biasanya trjadi hampir bersamaan dengan
selesainya pelaksanaan jasa. Dalam hal jasa yang di laksanakan dalam jangka
panjang, pendapatan dapat di akui bersamaan kemajuan pelaksanaan berdasarkan
penagihan periodik. (periodic bilings).
AICPA memberikan kaidah pengakuan umum untuk penjualan jasa
sebagai berikut :
1. Kalau pemberian jasa (performance) terdiri atas pelaksanaan satu
pekerjaan atau tindakan, (act), pendapatan harus di akui pada saat
pekerjaan tersebut telah bdi lakukan. Sebagai contoh, biro jasa jual-beli
tanah akan mengakui pendapatn komisi pada saat transaksi jual beli selesai
atau tuntas.
2. Kalau pemberi jasa terdiri dari atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan
atau tindakan secara bertahap, pendapatan harus di akui selama periode
pelaksanaan pekerjaan secara proporsional.

43
3. Kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan atau
tindakan secara bertahap, pendapatan dapat di akui pada saat seluruh
pekerjaan telah selesai di laksanakan bila kondisi berikut di penihi :
a) Proporsi jasa yang di laksanakan pada tahap akhir pekerjaan begitu
kritisnya sehingga seluruh pekerjaan tidak dapat di katakan selesai
sebelum tahap akhir dilaksanakan. Sebagai contoh, perusahaan
ekspedisi barang mengerjakan pengepakan, pemuatan, pengankutan,
dan akhirnya penyerahan barang (delivery). Dalam hal ini, penyerahan
barang merupakan pekerjaan kritis sehingga pekerjaan belum dapat di
katakan selesai ebelum penyerahan barang telah terlaksana. Oleh
karena itu, perusahaan dapat mengakui pendapatan hanya pada saat
penyerahan jasa telah di lakukan.
b) Jasa harus di berikan dalam beberapa tahap yang tidak dapat di
tentukan di muka selama waktu yang tidak pasti dan tidak ada cara
yang cukup layak untuk menetukan tingkat penyelesaian pekerjaan.
Sebagai contoh adalah jasa pengacara atau jasa investigasi kasus
kriminal oleh detektif swasta.
4. Kalau terdapat tingkat ketidakpastisn yang tinggi berkenaan dengan
ketertagihan atau kolektibilitas pendapatan jasa, pendapatan harus di akui
setelah kas terkumpul.

Kaidah pengukuran di atas sejalan dengan pengakuan pendapatan dalam


penjualan barang. Kaidah pertama dapat di samakan dengan pengakuan
pendapatan pada saat penjualan. Kaidah kedua sejalan dengan pengakuan
pendapatan bersamaan dengan kemajuan produksi. Kaidah ketiga pararel
dengan pengakuan pendapatan pada saat produki selesai. Akhirnya, kaidah
keempat pararel dengan kaidah pendapatan secara proporsional dengan
penerimaan kas. Keunhggulan dan kelemahan masing-masing dasar sam
dengan yang tellah di bahas dalam pengakuan pendapatan untuk penjualan
barang.
Dalam PSAK No 23, IAI menetapkan bahwa pengakuan pendapatan atas
dasar kemajian pelaksanaan merupakan ketentuan utama sedangkan kaidah
lain merupakan pengecualian dari kaidah ini. Selain itu, IAI juga menetapkan
dasar yang di sebut dengan kos terpulihkan (recoverable cost) sebagai
pengecualian dari dasar kemajuan pelaksanaan jasa. Hal ini di nyatakan dalam
PSAK No 23 berikut :
Bila hasil seluruh transaksi yang meliputi penjualan jasa dapat di estimasi
dengan cukup andal, pendapatan sehubungan dengan transaksi resebut harus
di akui dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksin pada
tanggal neraca (pasal 19 atau 39).

44
Bila hasil transaksi yang meliputi penjualan jasa tidak dapat di estimasi
dengan andal, pendapatan yang di akui hanya yang berkaitan dengan beban
yang telah di akui yang dapat di peroleh kembali. (pasal 25 atau 40).
Ketentuan di atas sulit di pahami maksudnya karena ketentuan itu
merancukan antara kontrak pembelian atau penjualan jasa (sebagai transaksi)
dengan pemberian jasa (performance) berupa pekrjaan atau tindakan yang harus
dilaksanakan. Ketentuan itu merancukan antara transaksi (transaction) dan
kejadian (event) karena pemberian jasa pada umunya di lakukan dengan kontrak,
kata transaksi sudah tidak relevan lagi dan tidak perlu masuk dalam ketentuan
tersebut (bandingkan dengan kaidah AICPA di atas). Lebih parah lagi, penjelasan
pasal 25 di atas menyebutkan bahwa yang di maksud “beban telah di akui” adalah
“biaya transaksi” (lihat pasal 26) jadi, yang tidak dapat di estimasi cukup andal
sebenarnya adalah karakteristik jasa dan pelaksanannya bukan transaksi atau
kontraknya itu sendiri. Demikian juga, yang di maksud dengan “tingkat
penyelesaian dari transaksi” sebenarnya adalah kemajuan pelaksanaan penyediaan
atau pemberian jasa.
Lepas dari masalah kekacauan bahasa, pasal 19 sebenarnya sama dengan
kaidah 2 dari AICPA di atas. IAI mengeksplisitkan asumsi atau kondisi yang
melandaskan ketertapan pengskusn atas dasar kemajuan pelaksanaan yaitu :
a) Jumlah pendapatan dapat di ukur dengan andal.
b) Besar kemungkinana manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi
tersebut akan di peroleh perusahaan.
c) Tingakat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat di
ukur dengan andal.
Biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut dan biaya untuk menyelesaikan
transaksi tersebut dapat di ukur dengan andal.

45
pengakuan pendapatan atas dasar kemajuan pelaksanaan). Kondisi (e) adalah yang
paling penting sedamgkan yang lain berlebihan. (redundant).

2.16 Pedoman Umum Pengakuan Pendapatan


Dari uraian tentang karakteristik, pengukuran, penghimpunan, dan realisasi
pendapatan di atas beserta konsekuensinya terhadap saat pengakuan, dapat di
susun suatu pedoman umum pengakuan pendaapatan termasuk untung dan rugi
FASB meringkas pedoman umum ini dalam SFAC No. 5 paragraf 84 sebagai
berikut (yang dasar pikitan atau penalaranya telah di bahas di atas) :

a. Karakteristik terbentuk dan terealisasi biasanya di penuhi pada saat produk


atau baramg dagangan di serahkan tau jasa di berikan kepada konsumen.
Oleh karena itu, pendapatan dari kegiatan produksi dan pemasaran serta
untung rugi dari penjualan aset lainya pada umumnya di akui pada saat
penjualan. (dalam arti pertukaran atau pengiriman barang)
b. Kalau kontrak penjualan atau penerimaan kas (atau keduanya) mendahului
produksi dan pengiriman (seperti dalam kasus berlangganan majalah
dengan pembayaran di muka), pendapatan dapat di akui pada saat terhak
(earned) dan pengiriman (delivery).
c. Kalau produk di kontrak sebelim di produksi, pendapatan dapat di akui
secara bertahap dengan metode presentasee penyelesaian pada saat sudah
terbentuk asalkan taksiran yang layak atas hasil pada saat penyelesaian dan
taksiran kemajuan produksi dapat di ukur dengan cukup andal.
d. Kalau jasa di berikan atau hak untuk menggunakan aset berlangsung
secara menerus (kontinus) selama suatu periode (misalnya, bunga atau
sewa) dengan kontrak harga yang pasti, pendapatan dapat di akui (menjadi
terhak) bersamaan dengan berjalanya waktu.
e. Kalau produk atau aset lain dapat segera terealisasi karena dapat di jual
dengan harga yang cukup pasti tanpa biaya tambahan yang berarti
(misalnya produk pertanian tertentu, logam mulia, dan surat-surat
berharga). Pendapatan berupa untung atau rugi dapat di akui pada saat
selesainya produksi atau pada saat harga aset tersebut berubah.
f. Kalau produk, jasa, atau aset lain di tukarkan dengan aset nonmoneter
yang tidak dapat segera di konversi menjadi kas, pendapatan atau untung
atau rugi dapat di akui pada saat telah terhak atau pada saat transaksi telah
selesai (tuntas) asalkan nilai wajar aset nonmoneter yang terlibat dapat di
tentukan dalam kisar yang layak.
g. Kalau ketertagihan (kolektibilitas) aset yang di terima untuk produk, jasa,
atau aset lain meragukan, pendapatan dapat di akui atas dasar kas yang
terkumpul.

2.17 Prosedur Pengakuan

46
Saat atau kaidah pengakuan pendapatan di atas merupakan ketentuan pada
level penetap standar. Agar dapat di laksanakan di lever perusahaan, kaidah
tersebut harus di jabarkan secara teknis dan prosedural dalam bentuk kebijakan
akuntansi perusahaan. Kebijakan akuntansi perusahaan harus menetapkan
kejadian atau kegatan internal apa yang dapat di gunakan sebagai pemicu
pencatatan ke dalam sistem akuntansi. Misalnya, bila di tentukan bahwa saat
penjualan di gunakan sebagai dasar pengakuan pendapatan, atas dasr kegiatan
mana dan bukti apa bagian akuntansi dapat mencatat atau menjurnal pendapatan
dari penjualan tersebut.
Dalam gambar 8.2 saat penjualan dapat terjadi antara titik P dan T dan di
dalamnnya terdapat serangkaian kegiatan yaitu order di terima dan di sepakati,
barang di produksi dan siap di kirim, barang di kirim atau di serahkan,
(consigned) ke perusahaan ekspedisi, faktur di siapkan dan di kirim, dan nota
penerimaan barang di terima dari pembeli. Dalam serangkaian langkah tersebut,
kegiatan mana yang dapat memicu pencatatan penjualan (debit: kas/piutang dan
kredit: penjualan)? Untuk perusahaan pada umumnya, selesai pembuatan faktur
bersamaan dengan pengiriman barang adalah saat yang paling tepat dalam
memberi bukti untuk pencatatan penjualan. Dalam kasus yang khusus (misalnya
dalam penjualan angsuran) tentunya di perlukan perlakuan yang khusus untuk
menetapkan kapan penjualan sepenuhnya dapat di anggap telah terjadi. Penentuan
kegiatan yang memicu pencatatan di perlukan juga untuk saat pengakuan yang
lain.
Gambar 8.4 di halaman berikut meringkas kegiatan internal perusahaan
yang dapat di jadikan pemicu pencatatan pendapatan untuk berbagai saat
pengakuan di tingkat perusahaan. Ketentuan tentang hal ini biasanya di tuangkan
dalam buku pedoman akuntansi (accounting manual).
Dalam gambar tersebut, penyesuaian akhir tahun termasuk sebagai
kegiatan pemicu pengakuan pendapatan. Misalnya dalam hal pengakuan
bersamaan kemajuan produksi (kaidah B), penyesuaian akhir tahun dapat memicu
pengakuan pendapatan atas dasar kos produksi yang telah terakumulasi sampai
akhir tahun.
Pengertian penjualan yang di bahas di atas adalah pengertian ekonomik
atau bisnis. Pengertian yuridis penjualan adalah terjadinya peralihan hak milik
atas barang. Arti penting kriteria ini secara umum dapat di terima. Akan tetapi,
peralihan hak milik merupakan proses yang sangat teknis dan pelik sebagai dasar
pencatatan akuntansi. Konsep substansi di atas bentuk (subtance over form)
menyarankan agar pembukuan pendapatan sehari-hari tidak terlalu menekankan
pada aspek yuridis formal.

Gambar 8.4
Kegiatan Internal Sebagai Pemicu dan Bukti Pengakuan
Pendapatan

47
Kaidah pengakuan Kegiatan interaksi yang Kegiatan pemicu dan
terlibat bukti pengakuan
A. Pada saat kontrak Penandatanganan pendapatan belum di
penjualan kontrak/penerimaan uang akui, surat kontrak dan
muka. (kegiatan penerimaan bukti setor
produksi/internal belum Bank sebagai dasar
terjadi) pencattan uang muka.
B. Selama proses Penggunaan bahan baku, Penyiapan dan
produksi secara tenaga kerja langsung, pengiriman surat
bertahap. (sudah dan overhead pembayaran penagihan. Penyesuaian
ada kontrak biaya administrasi dan akhir tahun atas dasar
penjualan) pemasaran, penagihan, catatan akumulasi kos.
(billing), penyesuaian
akhir tahun.
C. Pada saat Pemindahan barang jadi Belum ada kontrak : (a)
produksi selesai. dari pabrik ke gudang. penyerahan barang ke
(sudah ada bagian gudang di sertai
kontrak nota penerimaan atau (b)
penjualan/order penyesuaian akhir tahun.
pembelian atau Syarat cukup pasti
belum terealisasi harus di
penuhi. Sudah ada
kontrak : penyerahan
barang ke bagian gudang
di sertai nota penerimaan
dan surat kontrak atau
order pembelian.
D. Pada saat Penerimaan order Pengiriman barang di
penjualan pembelian, Penerimaan sertai pengiriman faktur
uang muka, Pengiriman sesuai syarat f. O. B
barang langsung, Atau shipping point atau f. O.
melalui ekspedisi. B destination.
Penyiapan/pengiriman
faktur penjualan. Penerimaan nota terima
Penerimaan nota terima barang di dukung faktur
barang dari pembeli. dan order
pembelian/penjualan.

48
E. Pada saat kas Pengiriman surat tagihan Penerimaan kas di
terkumpul. angsuran. dukung nota pembayaran.
(sudah ada Penerimaan kas atau alat (remittance advice) atau
kontrak dan pembayaran lain (transfer bukti transfer.
barang telah via Bank) Penyesuaian akhir tahun
dikirim) Penyesuaian akhir tahu. atas dasar catatan kas
yang terkumpul sampai
akhir periode.

2.18 Penyajian
Masalah yang berkaitan dengan penyajian pendapatan adalah pemisah antara
pendapatan dan utang dan pemisahan sebagai sifat untung menjadi pos biasa dan
luar biasa cara menuangkanya dalam statemen laba-rugi. Masalah ini akan di
bahas bersamaan dengan pembahasan penyajian biaya dan rugi di Bab 11 tentang
laba komprehensif.

2.19 Pendapatan Menurut PSAK


Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 23: Pendapatan terdiri dari
paragraph 01-42a. PSAK 23 dilengkapi dengan lampiran yang bukan merupakan
bagian dari PSAK 23. Seluruh paragraf dalam pernyataan ini memiliki kekuatan
mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring
mengatur prinsip-prinsip utama. PSAK 23 harus dibaca dalam konteks tujuan
pengaturan dan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan. PSAK 25:
Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan memberikan
dasar memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi ketika tidak ada panduan
yang eksplisit. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsure-unsur yang
tidak material.
Tujuan
Penghasilan didefinisikan dalam Kerangka Konseptual Pelaporan
Keuangan sebagai kenaikan manfaat ekonomik selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset, atau penurunan liabilitas yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam
modal. Penghasilan meliputi pendapatan maupun keuntungan. Pendapatan adalah
penghasilan yang timbul dari pelaksanaan aktivitas entitas yang normal dan
dikenal dengan sebutan yang berbeda,seperti penjualan, penghasilan jasa, bunga,
dividen, royalti, dan sewa. Tujuan pernyataan ini adalah mengatur perlakuan
akuntansi atas pendapatan yang timbul dari transaksi dan kejadian tertentu.
Permasalahan utama dalam akuntansi pendapatan adalah menentukan saat
pengakuan pendapatan. Pendapatan diakui ketika kemungkinan besar manfaat

49
ekonomik masa depan akan mengalir ke entitas dan manfaat ini dapat diukur
secara andal. Pernyataan ini mengidentifikasi keadaan saat kriteria tersebut akan
terpenuhi, sehingga pendapatan dapat diakui. Pernyataan ini juga memberikan
panduan praktis dalam penerapan criteria tersebut.
Ruang Lingkup
1. Pernyataan ini diterapkan dalam akuntansi pendapatan yang timbul
dari transaksi dan kejadian berikut ini:
(a) Penjualan barang;
(b) Penjualan jasa; dan
(c) Penggunaan asset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga,
royalti, dan dividen.

2. Dikosongkan.

3. Barang meliputi barang yang diproduksi oleh entitas untuk dijual dan
barang yang dibeli untuk dijual kembali, seperti barang dagang yang dibeli
pengecer atau tanah dan properti lain yang dimiliki untuk dijual kembali.

4. Penjualan jasa biasanya menyangkut pelaksanaan tugas entitas yang telah


disepakati secara kontraktual untuk dilaksanakan selama suatu periode waktu.
Jasa tersebut dapat diserahkan dalam satu periode atau lebih dari satu periode.
Beberapa kontrak untuk penjualan jasa secara langsung terkait dengan kontrak
konstruksi, sebagai contoh kontrak penjualan jasa dari manajer proyek dan
arsitek. Pendapatan yang timbul dari kontrak tersebut tidak diatur dalam
Pernyataan ini tetapi diatur sesuai dengan persyaratan kontrak konstruksi yang
diatur dalam PSAK 34: Kontrak Konstruksi.

5. Penggunaan asset entitas oleh pihak lain menimbulkan pendapatan dalam


bentuk
(a) Bunga yaitu pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas, atau jumlah
terutang kepada entitas;
(b) Royalti yaitu pembebanan untuk penggunaan asset jangka panjang entitas,
sebagai contoh paten, merek dagang, hak cipta, dan piranti lunak komputer;
dan
(c) Dividen yaitu distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan
proporsi kepemilikan mereka atas kelompok modal tertentu.

6. Pernyataan ini tidak mengatur pendapatan yang timbul dari:


(a) Perjanjian sewa (lihat PSAK 30: Sewa);
(b) Dividen yang timbul dari investasi yang diperlakukan dengan metode ekuitas
(lihat PSAK 15: Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama);

50
(c) Kontrak asuransi yang termasuk dalam ruang lingkup PSAK 62: Kontrak
Asuransi;
(d) Perubahan nilai wajar dari asset dan liabilitas keuangan atau pelepasannya
(lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran);
(e) Perubahan nilai aset lancer lain;
(f) Pengakuan awal dan dari perubahan nilai wajar dari aset biologis yang terkait
dengan aktivitas agrikultur (lihat PSAK 69: Agrikultur);
(g) Pengakuan awal dari produk agrikultur (lihat PSAK 69); dan
(h) Ekstraksi hasil tambang.

Definisi
7. Berikut adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan
ini:

Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau
harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi
teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran. (Lihat PSAK 68:
Pengukuran Nilai Wajar).
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomik yang timbul dari
aktivitas normal entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam
modal.
8. Pendapatan hanya meliputi arus masuk bruto dari manfaat ekonomik yang
diterima dan dapat diterima oleh entitas untuk entitas itu sendiri. Jumlah yang
ditagih untuk kepentingan pihak ketiga, seperti pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan, bukan merupakan manfaat ekonomik yang mengalir ke entitas dan
tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas. Oleh karena itu, hal tersebut dikeluarkan
dari pendapatan. Hal yang sama berlaku dalam hubungan keagenan, arus masuk
bruto manfaat ekonomik mencakup jumlah yang ditagih untuk kepentingan
prinsipal dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas entitas. Jumlah yang ditagih
atas nama prinsipal bukan merupakan pendapatan. Sebaliknya, pendapatan adalah
jumlah komisi yang diterima.

PENGUKURAN PENDAPATAN
9. Pendapatan diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau
dapat diterima.

10. Jumlah pendapatan yang timbul dari transaksi biasanya ditentukan oleh
persetujuan antara entitas dan pembeli atau pengguna aset tersebut. Jumlah
tersebut diukur pada nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima
dikurangi jumlah diskon usaha dan rabat volume yang diperbolehkan oleh entitas.

51
11. Pada umumnya, imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas dan jumlah
pendapatan adalah jumlah kas atau setara kas yang diterima atau dapat diterima.
Akan tetapi, jika arus masuk dari kas atau setara kas ditangguhkan, maka nilai
wajar dari imbalan tersebut mungkin kurang dari jumlah nominal kas yang
diterima atau dapat diterima. Sebagai contoh, entitas dapat memberikan kredit
bebas bunga kepada pembeli atau menerima wesel tagih dari pembeli dengan suku
bunga dibawah pasar sebagai imbalan dari penjualan barang. Jika perjanjian
tersebut secara efektif merupakan transaksi keuangan, maka nilai wajar imbalan
ditentukan dengan pendiskontoan seluruh penerimaan di masa depan dengan
menggunakan suku bunga tersirat (imputed). Suku bunga tersirat yang digunakan
adalah yang lebih jelas ditentukan antara:
(a) Suku bunga yang berlaku bagi instrumen serupa dari penerbit dengan
penilaian kredit yang sama; atau
(b) Suku bunga yang mendiskonto nilai nominal instrument tersebut ke harga
jual tunai saat ini dari barang atau jasa.

Perbedaan antara nilai wajar dan jumlah nominal dari imbalan tersebut diakui
sebagai pendapatan bunga sesuai dengan paragraf 29 dan 30 dan sesuai dengan
PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
12. Jika barang atau jasa dipertukarkan untuk barang atau jasa dengan sifat
dan nilai yang serupa, maka pertukaran tersebut tidak dianggap sebagai transaksi
yang menghasilkan pendapatan. Hal ini sering terjadi pada komoditas seperti
minyak atau susu ketika penyalur menukarkan persediaan di beberapa lokasi
untuk memenuhi permintaan secara tepat waktu dalam suatu lokasi tertentu. Jika
barang dijual atau jasa diberikan untuk dipertukarkan dengan barang atau jasa
yang tidak serupa, maka pertukaran tersebut dianggapa sebagai transaksi yang
menghasilkan pendapatan. Pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari
barang atau jasa yang diterima, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas
yang dialihkan. Jika nilai wajar dari barang atau jasa yang diterima tidak dapat
diukur secara andal, maka pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang
atau jasa yang diserahkan, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang
dialihkan.

PENGIDENTIFIKASIAN TRANSAKSI
13. Kriteria pengakuan dalam Pernyataan ini biasanya diterapkan secara
terpisah pada setiap transaksi. Akan tetapi, dalam keadaan tertentu, adalah perlu
untuk menerapkan criteria pengakuan tersebut pada komponen-komponen yang
dapat diidentifikasi secara terpisah dari suatu transaksi tunggal, agar
mencerminkan substansi dari transaksi tersebut. Contohnya, jika harga penjualan
dari suatu produk termasuk jumlah yang dapat diidentifikasi untuk jasa
berikutnya, maka jumlah tersebut ditangguhkan dan diakui sebagai pendapatan

52
selama periode jasa tersebut dilaksanakan. Sebaliknya, kriteria pengakuan
diterapkan pada dua atau lebih transaksi bersama-sama jika transaksi tersebut
terkait sedemikian rupa sehingga pengaruh komersialnya tidak dapat dimengerti
tanpa melihat pada rangkaian transaksi tersebut secara keseluruhan. Sebagai
contoh, entitas menjual barang, dan pada saat yang sama menyetujui perjanjian
yang terpisah untuk membeli kembali barang tersebut di kemudian hari, sehingga
meniadakan pengaruh substantif dari transaksi tersebut, dalam hal ini kedua
transaksi tersebut diberlakukan bersamaan.

PENJUALAN BARANG
14. Pendapatan dari penjualan barang diakui jika seluruh kondisi berikut
dipenuhi:
(a) Entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan barang secara
signifikan kepada pembeli;
(b) Entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait dengan
kepemilikan atas barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas
barang yang dijual;
(c) Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal;
(d) Kemungkinan besar manfaat ekonomik yang terkait dengan transaksi
tersebut akan mengalir ke entitas; dan
(e) Biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan transaksi penjualan
tersebut dapat diukur secara andal.

15. Penentuan kapan entitas telah memindahkan risiko dan manfaat


kepemilikan secara signifikan kepada pembeli memerlukan pengujian atas
keadaan transaksi tersebut. Pada umumnya, pemindahan risiko dan manfaat
kepemilikan terjadi pada saat yang bersamaan dengan pemindahan hak milik atau
penguasaan atas barang tersebut kepada pembeli. Hal ini terjadi pada kebanyakan
penjualan eceran. Dalam kasus lain, pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan
terjadi pada saat yang berbeda dengan pemindahan hak milik atau penguasaan atas
barang tersebut.

16. Jika entitas menahan risiko signifikan dari kepemilikan, maka transaksi
tersebut bukanlah penjualan dan pendapatan tidak diakui. Entitas dapat menahan
risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan dalam berbagai cara, sebagai
contoh, situasi dimana entitas dapat mempertukarkan risiko dan manfaat
kepemilikan secara signifikan adalah:

(a) Jika entitas menahan kewajiban sehubungan dengan pelaksanaan suatu hal
tidak memuaskan yang tidak dijamin oleh ketentuan jaminan normal;
(b) Jika penerimaan pendapatan dari penjualan bergantung pada pendapatan
pembeli dari penjualan barang yang bersangkutan;

53
(c) Jika pengiriman barang bergantung pada instalasinya dan instalasi tersebut
merupakan bagian signifikan dari kontrak yang belum diselesaikan oleh
entitas; dan
(d) Jika pembeli berhak membatalkan pembelian berdasarkan alasan yang
ditentukan dalam kontrak dan entitas tidak dapat memastikan kemungkinan
akan terjadi retur.

17. Jika entitas hanya menahan risiko tidak signifikan atas kepemilikan, maka
transaksi tersebut adalah penjualan dan pendapatan diakui. Sebagai contoh,
penjual mungkin menahan hak milik atas barang semata-mata untuk melindungi
kolektibilitas jumlah yang jatuh tempo. Dalam hal seperti itu, jika entitas telah
memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan, maka transaksi
tersebut adalah penjualan dan pendapatan diakui. Contoh lain entitas yang hanya
menahan risiko yang tidak signifikan dari kepemilikan adalah dalam penjualan
eceran dengan syarat dapat dikembalikan jika pelanggan tidak puas. Pendapatan
dalam hal ini diakui pada waktu penjualan dilakukan jika penjual dapat
mengestimasi secara andal retur yang akan terjadi dan mengakui liabilitas untuk
retur berdasarkan pengalaman sebelumnya dan factor lain yang relevan.

18. Pendapatan diakui hanya jika kemungkinan besar manfaat ekonomik


sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas. Dalam beberapa
kasus, kemungkinan hal tersebut terjadi sangat kecil sampai imbalan diterima atau
faktor ketidakpastian dihilangkan. Sebagai contoh, belum ada kepastian bahwa
pemerintah asing akan member izin pengiriman imbalan atas penjualan di Negara
asing. Jika izin diberikan, maka ketidakpastian tersebut hilang dan pendapatan
diakui. Akan tetapi, jika ketidakpastian timbul dari kolektibilitas jumlah tertentu
yang telah termasuk dalam pendapatan, maka jumlah yang tidak tertagih atau
jumlah pemulihan yang kemungkinan tidak besar lagi diakui sebagai beban bukan
sebagai penyesuaian terhadap jumlah pendapatan yang diakui semula.

19. Pendapatan dan beban sehubungan dengan transaksi atau peristiwa lain
yang sama diakui secara bersamaan; proses ini biasanya mengacu pada pengaitan
pendapatan dengan beban. Beban, termasuk garansi dan biaya lain yang terjadi
setelah pengiriman barang, biasanya dapat diukur secara andal jika kondisi lain
untuk pengakuan pendapatan telah dipenuhi. Akan tetapi, pendapatan tidak diakui
jika beban yang berkaitan tidak dapat diukue secara andal. Dalam keadaan
tersebut, setiap imbalan yang diterima untuk penjualan barang tersebut diakui
sebagai liabilitas.

PENJUALAN JASA

54
20. Jika hasil transaksi yang terkait dengan penjualan jasa dapat diestimasi
secara andal, maka pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut diakui
dengan mengacu pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada akhir periode
pelaporan. Hasil transaksi dapat diestimasi secara andal jika seluruh kondisi
berikut ini dipenuhi:
a) Jumlah pendapatan dapat diukur andal;
b) Kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dengan transaksi
akan mengalir ke entitas;
c) Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode pelaporan
dapat diukur secara andal; dan
d) Biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan
transaksi tersebut dapat diukur secara andal

21. pengakuan pendapatan dengan mengacu pada tingkat penyelesaian dari suatu
transaksi sering disebut sebagai metode presentase penyelesaian. Dengan metode
ini, pendapatan diakui dalam periode akuntansi pada saat jasa diberikan.
Pengakuan pendapatan atas dasar ini memberikan informasi yang berguna
mengenai tingkat kegiatan jasa dan kinerja dalam suatu periode. PSAK 34:
Kontrak Konstruksi juga mensyaratkan pengakuan pendapatan berdasarkan hal
ini. Persyaratan pada PSAK 34 secara umum berlaku untuk pengakuan
pendapatan dan beban terkait untuk transaksi yang melibatkan pemberian jasa.
22. Pendapatan diakui hanya jika kemungkinan besar manfaat ekonomik
sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas. Akan tetapi, jika
ketidakpastian timbul atas kolektibilitas jumlah yang telah termasuk dalam
pendapatan, maka jumlah yang tidak tertagih atau jumlah pemulihan yang
kemungkinannya tidak lagi besar diakui sebagai beban, bukan sebagai
penyesuaian terhdap jumlah pendapatan yang diakui semula.
23. entitas pada umumnya dapat membuat estimasi andal setelah entitas mencapai
persetujuan dengan pihak lain mengenai hal-hal berikut dalam transaksi:
a) Hak masing-masing pihak yang pelaksanaanya dapat dipaksakan secara
hukum terkait dengan jasa yang diberikan dan diterima pihak tersebut;
b) Imbalan yang dipertukarkan; dan
c) Cara dan persyaratan penyelesaian
Biasanya, entitas juga perlu mempunyai sistem anggaran dan pelaporan
keuangan internal yang efektif, entitas menelaah dan jika perlu merevisi
estimasi pendapatan sewaktu jasa diberikan. Kebutuhan revisi tersebut tidak
berarti mengindikasikan bahwa hasil transaksi tersebut tidak dapat disetimasi
secara andal.

55
24. Tingkat penyelesaian transaksi dapat ditentukan dengan berbagai metode.
Entitas menggunakan metode yang dapat mengukur secara andal jasa yang
diberikan, bergantung pada sifat transaksi, metode tersebut dapat mencakup:
a) Survei pekerjaan yang telah dilaksanakan;
b) Jasa yang dilakukan hingga tanggal tertentu sebagai persentase dari total
jasa yang dilakukan; atau
c) Proposal biaya yang timbul hingga tanggal tertentu dibagi estimasi total
biaya transaksi tersebut. hanya biaya yang mencerminkan jasa yang
dilaksanakan hingga tanggal tertentu yang dimasukkan dalam biaya yang
terjadi hingga tanggal tersebut. hanya biaya yang mencerminkan jasa yang
dilakukan atau akan dilakukan dimasukkan ke dalam estimasi total biaya
transaksi tersebut.

Pembayaran berkala dan uang muka yang diterima dari pelanggan sering kali
tidak mencerminkan jasa yang dilakukan.
25. Untuk tujuan praktis, jika jasa dilakukan melalui sejumlah kegiatan yang
tidak dapat ditentukan selama suatu periode tertentu, maka pendapatan diakui
atas dasar garis lurus selama periode tertentu tersebut, kecuali jika ada bukti
bahwa terdapat metode lain yang lebih baik dalam mencerminkan tingkat
penyelesaian. Jika kegiatan tertentu jauh lebih signifikan daripada kegiatan
yang lain, maka pengakuan pendapatan ditunda sampai kegiatan yang
signifikan tersebut dilakukan.
26. Jika hasil transaksi terkait dengan penjualan jasa tidak dapat siestimasi
secara andal, maka pendapatan diakui hanya sebesar beban yang telah
diakui yang dapat dipulihkan.
27. Selama tahap awal transaksi, hasil dari suatu transaksi sering kali tidak
dapat diestimasi secara andal. Namun demikian, besar kemungkinan entitas
tersebut akan memperoleh kembali biaya transaksi yang telah terjadi. Oleh
karena itu, pendapatan diakui hanya yang berkaitan dengan biaya yang telah
terjadi yang diharapkan dapat dipulihkan. Karena hasil transaksi tersebut tidak
dapat disetimasi secara andal, maka tidak ada laba yang diakui.
28. jika hasil transaksi tidak dapat disetimasi secara andal dan kemungkinan
kecil biaya yang terjadi akan dipulihkan, maka pendapatan tidak diakui dan
biaya yang timbul diakui sebagai beban. Jika tidak ada lagi kondisi semula
yang mengakibatkan hasil kontrak tidak dapat disetimasi secara andal, maka
pendapatan diakui sesuai dengan paragraf 20 bukan paragraf 26.

BUNGA, ROYALTI, DAN DIVIDEN

56
29. pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas oleh pihak lain
yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui dengan dasar yang
dijelaskan di paragraf 30, jika:
a) Kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dengan transaksi
tersebut akan mengalir ke entitas; dan
b) Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal

30. pendapatan diakui dengan dasar sebagai berikut ;


a) Bunga diakui menggunakan metode suku bunga efektif sebagaimana
yang dijelaskan di PSAK 55; instrumen keuangan; pengakuan dan
pengukuran paragraf 09 dan PA05-PA09
b) Royalti diakui dengan dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian
yang relevan; dan
c) Dividen diakui jika hak pemegang saham untuk menerima pembayaran
ditetapkan

31. Dikosongkan
32. jika bunga yang belum dibayar telah diakru sebelum perolehan investasi yang
berbunga, maka penerimaan bunga kemudian dialokasikan antara periode sebelum
pembelian dan sesudah pembelian; hanya bagian setelah perolehan yang diakui
sebagai pendapatan
33. royalti diakru sesuai dengan syarat perjanjian yang relevan dan biasanya
diakui dengan dasar tersebut kecuali, dengan memperhatikan substansi perjanjian,
akan lebih sesuai untuk mengakui pendapatan atas dasar sistematis dan rasional
lain
34. pendapatan diakui hanya jika kemungkinan besar manfaat ekonomik
sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas. Namun, jika
ketidakpastian timbul atas kolektibilitas jumlah tertentu yang telah termasuk
dalam pendapatan, jumlah yang tidak dapat ditagih, atau jumlah yang
kemungkinan pemulihannya tidak besar lagi, maka jumlah tersebut diakui sebagai
beban, bukan penyesuaian terhadap jumlah pendapatan yang diakui semula.
PENGUNGKAPAN
35. Entitas mengungkapkan :
a) Kebijakan akuntansi yang digunakan untuk pengakuan pendapatan,
termasuk metode yang digunakan untuk menentukan tingkat penyelesaian
transaksi penjualan jasa;
b) Jumlah setiap kategori signifikan dari pendapatan yang diakui selama
periode tersebut, termasuk pendapatan yang berasal dari;
i. Penjualan barang

57
ii. Penjualan jasa
iii. Bunga
iv. Royalti
v. Dividen; dan
c) Jumlah pendapatan yang berasal dari pertukaran barang atau jasa yang
tercakup dalam setiap kategori signifikan dari pendapatan.

36. entitas mengungkapkan setiap liabilitas kontijensi dan aset kontijensi.


Liabilitas kontijensi dan aset kontijensi dapat timbul dari pos-pos seperti biaya
jaminan, klaim, denda, atau kemungkinan kerugian lain.
TANGGAL EFEKTIF
37. entitas merupakan pernyataan ini untuk periode tahun buku yang dimulai pada
atau setelah tanggal 1 januari 2011
37a. Entitas menerapkan penyesuaian paragraf 06(b) secara restropektif dan
definisi nilai wajar di paragraf 07 secara prospektif untuk periode tahun buku
yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 januari 2015
38-42 dikosongkan
PENARIKAN
42a. Pernyataan ini menggantikan PSAK 23 (1994) pendapatan.
CONTOH ILUSTRATIF
Contoh Ilustratif ini melengkapi, tetapi bukan bagian dari PSAK 23. Contoh
berfokus pada aspek tertentu dari transaksi dan bukan pembahasan yang
komprehensif dari seluruh faktor relevan yang mungkin mempengaruhi
pengakuan pendapatan. Contoh secara umum mengasumsikan bahwa jumlah
pendapatan dapat diukur secara andal, besar kemungkinan bahwa manfaat
ekonomik akan mengalir ke entitas; dan biaya yang terjadi atau akan terjadi
dapat diukur secara andal.
PENJUALAN BARANG
1. Penjualan “bill and hold” ketika pengiriman ditunda sesuai permintaan
pembeli tetapi pembeli mendapatkan hak milik dan menerima tagihan.
Pendapatan diakui pada saat pembeli mendapatkan hak milik, jika:
(a) Terdapat kemungkinan besar bahwa pengiriman akan dilakukan;
(b) Barang sudah ditangan, terindentifikasi dan siap untuk dikirimkan ke pembeli
pada saat penjual diakui;
(c) Pembeli secara khusu menyatakan instruksi pengiriman ditangguhkan; dan
(d) Berlaku syarat-syarat pembayaran yang lazim.

58
Pendapatan tidak diakui ketika terdapat keinginan untuk memperoleh atau
memproduksi barang di waktu pengiriman.
2. Barang yang dikirim bergantung pada kondisi
(a) Instalasi dan inspeksi
Pendapatan biasanya diakui pada saat pembeli menerima pengiriman, serta
instalasi dan inspeksi selesai. Akan tetapi, pendapatan diakui segera setelah
pembeli menerima pengiriman ketika:
(i) Proses instalasi bersifat sederhana, contohnya instalasi televisi
penerima siaran yang hanya perlu membongkar dan menyambungkan
daya dan antenna; atau
(ii) Inspeksi dilakukan hanya untuk tujuan penentuan akhir atas harga
kontrak, contohnya, pengiriman bijih besi, gula, atau kacang kedelai.
(b) Persetujuan saat pembeli telah menegosiasikan hak terbatas atas
pengembalian.
Jika terdapat ketidakpastian tentang kemungkinan pengembalian, maka
pendapatan diakui pada saat pengiriman telah secara resmi diterima oleh
pembeli atau barang telah dikirimkan dan jangka waktu untuk penolakan
telah berlaku.
(c) Penjualan konsinyasi ketika penerima (pembeli) berjanji untuk menjual
barang untuk kepentingan pengirim (penjual)
(d) Pembayaran secara kas pada pengiriman penjualan
Pendapatan diakui jika pengiriman dilakukan dan kas diterima oleh
penjual atau agennya.

3. Penjualan ‘lay away’ adalah penjualan yang mana barang akan


dikirimkan ketika pembeli telah melakukan pembayaran akhir dalam suatu
rangkaian cicilan.
Pendapatan dari penjualan tersebut diakui pada saat barang dikirimkan. Akan
tetapi, jika pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar penjual tersebut
terealisasi, maka pendapatan dapat diakui ketika setoran yang signifikan diterima
dengan syarat barang ada di tangan, diidentifikasi, dan siap untuk dikirimkan
kepada pembeli.

4. Pemesanan ketika pembayaran (atau pembayaran parsial) diterima


dimuka atas pengiriman barang yang saat ini tidak dimiliki dalam persediaan,
contohnya, barang masih harus dipabrikasi atau dikirimkan secara langsung
kepada pelanggan dari pihak ketika.
Pendapatan diakui pada saat barang dikirimkan kepada pembeli.

5. Perjanjian jual dan beli kembali (selain transaksi swap) ketika


penjual secara bersamaan setuju untuk pembeli kembali barang yang sama

59
dikemudian hari, atau ketika penjual memiliki opsi beli untuk membeli kembali,
atau pembeli memiliki opsi jual yang mensyaratkan pembeli kembali oleh penjual
atas barang tersebut.
Untuk perjanjian jual dan beli kembali atas suatu aset selain aset keuangan,
persyaratan perjanjian perlu dianalisa untuk memastikan apakah secara substansi
penjualn telah mengalihkan manfaat dan risiko kepemilikan ke pembeli dan
dengan demikian pendapatan diakui. Jika penjual masih menahan manfaat dan
risiko kepemilikan meskipun hak milik telah dialihkan, maka transaksi tersebut
merupakan perjanjian pendanaan dan tidak menimbulkan pendapatan. Untuk
perjanjian jual dan beli kembali aset keuangan diterapkan PSAK 55: instrument
keuangan: pengakuan dan pengukuran.

6. Penjualan kepada pihak perantara, seperti distributor, dealer atau pihak


lain untuk dijual kembali.
Pendapatan dari penjualan tersebut umumnya diakui ketika manfaat dan risiko
kepemilikan telah berahli. Namun, ketika substansi pembeli bertindak sebagai
agen, maka penjualan diperlakukan sebagai penjualan konsinyasi.

7. Langganan aplikasi dan hal serupa


Jika hal yang termasuk dalam langganan bernilai setara pada periode waktu, maka
pendapatan diakui atas dasar garis lurus selama periode pengiriman hal tersebut.
Jika hal tersebut berbeda nilainya dari waktu ke waktu, maka pendapatan diakui
atas dasar nilai penjualan hal yang dikirimkan dalam hubungannya dengan total
estimasi nilai penjualan dari seluruh hal yang tercakup dalam langganan.

8. Penjualan cicilan ketika imbalan dapat diterima secara cicilan


Pendapatan yang dapat distribusika pada harga, tidak termasuk bunga, diakui pada
tanggal penjualan. Harga jual adalah nilai kini imbalan yang ditentukan dengan
mendiskontokan cicilan piutang dengan suku bunga tersirat. Elemen bunga diakui
sebagai pendapatan pada saat diterima dengan menggunaka metode suku Bungan
efektif.

9. Penjualan real estat


Contoh ini telah digantikan oleh ISAK 21: Perjanjian Konstruksi Real Estat.

PENJUALAN JASA
10. Imbalan instalasi
Imbalan instalasi diakui sebagai pendapatan dengan mengacu pada tahap
penyelesaian instalasi, kecuali imbalan instalasi tidak signifikan terhadap
penjualan suatu produk, maka dalam hal ini diakui pada saat barang dijual.

60
11. Imbalan jasa termasuk dalam harga produk
Jika harga jual produk mencakup suatu jumlah terindentifikasi untuk jasa
berikutnya (contohnya, dukungan purnajual dan peningkatan produk pada
penjualan piranti lunak), maka jumlah tersebut ditangguhkan dan diakui sebagai
pendapatan selama periode jasa dilakukan. Jumlah yang ditangguhkan akan
menutupi ekspektasi biaya jasa dalam perjanjian, bersamaan dengan laba wajar
atas jasa tersebut.

12. Komisi iklan


Komisi media diakui ketika iklan atau komersil terkait tetap ada publikasikan.
Komisi produk diakui dengan mengacu pada tahap penyelesaian proyek.
13. Komisi keagenan asuransi
Komisi keagenan asuran yang diterima atau dapat diterima yang tidak
mensyaratkan agen untuk menjual jasa lebih lanjut diakui sebagai pendapatan oleh
agen pada tanggal efekti permulaan atau pembaharuan atas polis terkait. Akan
tetapi, jika terdapat kemungkinan besar bahwa agen disyaratkan untuk menjual
jasa lebih lanjut selama umur polis, maka komisi atau bagian komisi ditangguhkan
dan diakui sebagai pendapatan selama periode polis berlaku.

14. Imbalan jasa keuangan


Pengakuan pendapatan untuk imbalan jasa keutungan bergantung pada tujuan
imbalan tersebut dinilai dan dasar akuntansi untuk istrumen keuangan terkait,
penjelasan imbalan untuk jasa kuangan mungkin tidak mengindikasikan sifat dan
substansi jasa yang diberikan, Oleh karena itu perlu dibedakan antara imbalan
yang merupakan bagian integral dari suku bunga efektif instrument keuangan,
imbalan atas jasa yang diberikan, dan imbalan atas pelaksanaan suatu aktivitas
signifikan.

(a) imbalan yang merupakan bagian integral dari suku Bungan efektif instrument
keuangan.
Imbalan tersebut umumnya diperlakukan sebagai penyesuaian suku bunga.
Namun, jika instrument keuangan yang diukuru pada nilai wajar dengan
perubahan nilai wajar diakui dalam laba rugi, maka imbalan diakui sebagai
pendapatan ketika pengakuan awal instrument keuangan tersebut.
(i) imbalan penerbitan yang diterima oleh entitas sehubungan dengan
pengadaan atau perolehan aset keuangan selain yang diklarifikasi
sebagai aset keuangan ‘diukur pada niai wajar melalui laba rugi’ sesuai
dengan PSAK 55: Intrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
(ii) Imbalan komitmen yang diterima oleh entitas atas penerbitan suatu
pinjaman ketika komitmen pinjaman tersebut tidak termasuk dalam
ruang lingkup PSAK 55.

61
Jika terdapat kemungkinan besar bahwa entitas akan melakukan
perjanjian pinjaman tertentu dan komitmen pinjaman tersebut tidak
termasuk dalam ruang lingkup PSAK 55, maka imbalan komitmen yang
diterima dianggap sebagai kompensasi atas keterlibatan dalam perolehna
instrument keungan dan bersama dengan biaya transaksi terkait
(sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 55) ditangguhka dan diakui
sebagai penyesuaian terhadap suku bunga efektif. Jika komitmen tersebut
berakhir tanpa entitas memberikan pinjaman, maka imbalan diakui pada
saat komitmen kadaluwarsa. Komitmen pinajaman yang termasuk dalam
ruang lingkup PSAK 55 diperlakukan sebagai derivative dan diukur pada
nilai wajar.
(iii) Imbalan penerbitan yang diterima saat penerbitan liabilitas keuangan
yang diukur pada biaya perolehan diamortisasi
Imbalan ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari liabilitas
keuangan. Jika liabilitas keuangan tidak diklasifikasikan sebagai ‘diukur
pada nilai wajar melalui laba rugi’, maka imbalan penerbitan yang
diterima termasuk, dengan biaya transaksi terkait (sebagaimana
didefinisikan dalam PSAK 55) yang terjadi, termasuk dalam nilai tercatat
awal liabilitas keuangan serta diakui sebagai penyesuaian atas suku bunga
efektif. Entitas membedakan imbalan penerbitan dan biaya transaksi yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suku bunga efektif untuk
liabilitas keuangan dengan imbalan penerbitan dan biaya transaksi atas
hak untuk menyediakan jasa, seperti jasa manajemen investasi.
(b) Imbalan yang diterima atas jasa yang diberikan.
(i) Imbalanyang dibebankan untuk penyediaan jasa pinjaman.
Imbalan yang dibebankan oleh entitas untuk penyediaan jasa pinjaman
diakui sebagai pendapatan saat jasa dilakukan.
(ii) Imbalan komitmen untuk menerbitkan suatu pinjaman ketika komitmen
pinjaman tersebut di luar ruang lingkup PSAK 55.
Jika kecil kemungkinan bahwa perjanjian pinjaman tertentu akan di
lakukan dan komitmen pinjaman di luar ruang lingkup PSAK 55, maka
imbalan komitmen tersebut di akui sebagai pendapatan atas dasar
proporsi waktu selama periode komitmen. Komitmen pinkaman dalam
ruang lingkup PSAK 55, di perhitungkan sebagai derivatif dan di ukur
pada nilai wajar.
(iii). imbalan manajemen investasi
Imbalan yang di bebankan untuk manajemen investasi di akui sebagai
pendapatan pada saat jasa di berikan.
Biaya tambahan yang dapat di atribusikan secara langsung untuk menjain
suatu kontrak manajemen investasi di akui sebagai aset jika biaya tersebut
dapat di identifikasi secara terpisah dan di ukur secara andal serta jika

62
terdapat kemungkinan besar bahwa biaya tambahan tersebut akan di
pulihkan. Sebagaimana dalam PSAK 55, biaya tambahan merupakan biaya
yang tidak akan terjadi jika entitas tidak menjamin kontrak manajemen
investasi, dan di amortisasi sebagaimana entitas mengakui pendapatan
terkait. Jika entitas memiliki portofolio kontrak manajemen investasi,
maka entitas dapat menilai pemulihannya atas dasar portofolio. Beberapa
kontrak jasa keuangan melibatkan penerbitan satu atau lebih instrumen
keuangan dan penyediaan manajemen jaa investasi. Contohnya, kontrak
tabungan bulanan jangka panjang terkait dengan manajemen suatu
kelompok efek ekuitas. Pemberi kontrak membedakan biaya transaski
terkait dengan penerbitan instrumen keuangan dengan biaya untuk
menjamin hak untuk memberikan jasa manajemen investasi.

(c) Imbalan yang di peroleh atas pelaksanaan suatu aktivitas signifikan


Imbalan di akui sebagai pendapatan pada saat aktivitas signifikan telah di
selesaikan, seperti pada contoh di bawah ini :
i. Komisi penjatahan saham kepada klien
Komisi di akui ebagai pendapatan pada saat saham telah di bagikan.
ii. Imbalan penempatan untuk pengaturan pinjaman antara peminjam dan
investor.
Imbalan di akui sebagai pendapatan pada saat pengaturan pinjaman
telah di lakukan.
iii. Imbalan sindikasi pinjaman.
Imbalan sindikasi yang di terima oleh entitas, yang mengatur pinjaman
dan tidak mempertahankan bagian dari paket pinjaman tersebut untuk
diri sendiri (atau mempertahankan suatu bagaian pada suku bunga
efektif yang sama untuk risiko sebanding dengan peserta lain) adalh
kompensasi untuk jasa sidikasi. Imbalan tersebut di akui sebagai
pendapatan pada saat sindikasi telah diselesaikan.

15. Imbalan admisi


Pendapatan dari pertunjukan seni, pertemuan, dan acara khusus lain di akui ketika
acara berlangsung. Jika tiket langganan atas sejumlah acara di jual, maka imbalan
akan di alokasikan pada setiap acara atas dasar yang mencerminkan sejauh mana
jasa di lakukan pada setiap acara.

16. Imbalan pendidikan


Pendapatan di akui selama periode pengajaran.

17. Imbalan inisiasi, penerimaan, dan keanggotaan.


Pengakuan pendapatan bergantung pada sifat jaa yang di berikan. Jika imbalan
anya untuk keanggotaan, dan semua jasa atau produk lain di bayarkan secara

63
terpisah, atau jika ada langganan tahunan yang terpisah, maka imbakan di akui
sebagai pendapatan pada saat tidak ada ketidakpastian yang signifikan terhadap
kolektibilitas dan imbalan tersebut. Jika imbalan memeberikan hak kepada anggota
atas jasa atau publikasi yang di berikan selama periode keanggotaan, atau untuk
membeli barang atau jasa dengan harga lebih rendah dari pada yang di kenakan
pada nonanggota, maka imbalan di akui ats dasar yang mencerminkan waktu, sifat,
dan nilai dari manfaat yang di berikan.

18. Imbalan waralaba


Imbalan waralaba dapat mencakup pemasokan jasa awal dan jasa selanjutnya,
peralatan, dan aset berwujud lain. Dengan demikian, imbalan waralaba di akui
sebagai pendapatan atas dasar yang mencerminkan tujuan imbaln tersebut di
bebankan. Berikut ini adalah metode pengakuan imbalan waralaba yang sesuai :
a) Pasokan peralatn dan aset berwujud lain
Jumlah, berdasarkan nilai wajar yang di jual, di akui sebagai pendapatan
pada saat aset di kirimkan atau hak milik di alihkan.
b) Pasokan jasa awal dan jasa selanjutnya
Imbalan untuk penyediaan jasa berkelanjutan, apakah bagian dari imbalan
awal di akui sebagai pendapatan pada saat jasa di berikan. Jika imbalan
terpisah tidak menutupi biaya jasa berkelanjutan bersama dengan laba
yang wajar, maka bagian dari imbalan awal, yang cukup untuk menutupi
biaya jasa berlanjutan dan laba yang wajar atas jasa tersebut, di
tangguhkan dan di akui sebagai pendpatan pada saat jasa di berikan.
Perjanjian waralaba dapat mengatur pemilik waralaba untuk memasok
peralatan, persediaan, atau aset berwujud lain, pada harga yang lebih
rendah dari pada yang di bebankan pada pihak lain atau pada harga yang
tidak memberikan laba yang wajar atas penjualan tersebut. Dalam keadaan
ini, bagian dari imbalan awal, yang mencukupi untuk menutup estimasi
biaya yang melebihi harga tersebut, di tangguhkan dan di akui sebagai
pendapatan selama periode barang tersebut kemungkinan akan di jual ke
pewaralaba. Saldo imbalan awal di akui sebagai pendapatan ketika
pelaksanaan seluruh jasa awal dan kewajiban lain yang di syaratkan atas
pemilik waralaba (seperti essistensi pemilihan tempat, pemilihan staf,
pendanaan dan periklanan) secara substansial telah selesai.
Jasa awal dan kewajiban lain dalam area perjanjian waralaba bergantung
pada jumlah gerai individual yang di didirikan di area tersebut. Dalam hal
ini, imbalan yang dapat di atribusikan pada jasa awal di akui sebagai
pendapatan sebanding dengan jumlah gerai yang secara substansial telah
menerima penyelesaian jasa awal.
Jika imbalan awal dapat di tagih selama periode yang di perpanjang dan
terdapat ketidakpastian yang signifikan, imbalan tersebut akan di tagih

64
secara keseluruhan, maka imbalan di akui sebagai pendapatan pada saat
cicilan tunai di terima
c) Imbalan waralaba berkelanjutan.
Imbalan yang di bebankan atas hak berkelnajutan dalam perjanjian, atau
jasa lain yang di sediakan selama periode perjanjia, di akui sebagai
pendapatan pada saat jasa tersebut di sediakan atau hak tersebut di
gunakan.
d) Transaksi keagenan
Transaksi dapat terjadi antara pemilik waralaba dan pewaralaba yang
secara substansi melibatkan pemilik waralaba bertindak sebagai agen
untuk pewaralaba. Contohnya, pemilik waralaba dapat memesan pasokan
dan mengatur pengiriman ke pewaralaba tanpa memperoleh laba.
Transaksi tersebut tidak menimbulkan pendapatan.

19. Imbalan dari pengembangan piranti lunak yang sesuai kebutuhan.


Imbalan dari pengembangan piranti lunak yang sesuai kebutuhan di akui sebagai
pendapatan dengan mengacu pada tahap penyelesaian pengembangan, termasuk
penyelesaian jasa yang di berikan untuk dukungan pasca pengiriman.

BUNGA, ROYALTI, DAN DIVIDEN


20. Imbalan lisensi dan royalti
Imbalan dan royalti yang di bayarkan untuk penggunaan aset entitas (seperti
merek dagang, paten, piranti lunak, hak cipta musik, rekaman master, dan film)
normalnya di akui sesuai substansi perjanjian. Dalam prakteknya, hal ini dapat di
gunakan dasar garis lurus selama masa perjanjian. Contohnya, ketika pemegang
lisensi memiliki hak untuk memakai teknologi tertentu selama jangka waktu
tertentu.
substansional, merupakan penjualan. Contohnya perjanjian lisensi untuk
penggunaan piranti lunak kerika pemberi lisensi tidak memilki kewajiban
sekanjutnya untuk melakukan pengiriman. Contoh Penyerahan hak dengan
imbalan tetap atau jaminan yang tidak dapat di kembalikan dalam suatu kontrak
yang tidak dapat di batalkan yang mengizinkan pemegang lisensi untuk
mengeksploitasi hak tersebut secara bebas dan pemberi lisensi tidak memiliki sisa
kewajiban untuk di laksanakan, secara lain adalah pemberian hak untuk
memamerkan film di pasar ketika pemberi lisensi tidak memilki pengendalian atas
distributor dan tidak lagi memperkirakan menerima pendapatan dari penjualan
tiket. Dalam hal tersebut, pendapatan di akui pada saat penjualan.
Pada beberapa kasus, imbalan lisensi atau royalti akan di terima atau tidak di
terima bergantung pada kejadian suatu peristiwa masa depan. Dalam kasus
tersebut, pendapatan hanya di akui jika terdapat kemungkinan besar bahwa
imbalan atau royalti akan di terima, normalnya pada saat peristiwa tersebut telah
terjadi.

65
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
21. Pengakuan apakah entitas bertindak sebagai prinsipal atau Agen.
Paragraf 08 menyatakan bahwa “dalam hubungan keagenan, arus masuk bruto
manfaat ekonomik meliputi jumlah yang di tagih untuk kepentingan prinsipal dan
tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas entitas. Jumlah yang di tagih atas nama
prinsipal bukan merupakan pendapatan. Sebaliknya, yang merupakan pendapatan
adalah jumlah komisi yang di terima”. Penentuan apakah entitas bertindak sebagai
prinsipal atau agen mensyaratkan adanya pertimbangan dari penilaian dari seluruh
fakta dan kondisi yang relevan. Entitas bertindak sebagai prinsipal jika terekspos
atas dampak manfaat dan risiko signifikan terkait dengan penjualan barang atau
jasa. Fitur yang bmengindikasi bahwa entitas bertindak sebagai prinsipal
mencakup :
a) Entitas mempunyai tanggung jawab utama menyediakan barang atau jasa
untuk pelanggan, atau memenuhi pesanan, contohnya entitas bertanggung
jawab untuk penerimaan atas produk dan jasa yang di pesan atau di beli
oleh pelanggan ;
b) Entitan memilii resiko persediaan sebelum atau setelah pesanan pelanggan,
selama pengiriman atau pengembalian ;
c) Entitan mempunyai kebebasan untuk menentukan harga baik secara
langsung maupun tidak langsung, contohnya menyediakan barang dan jasa
tambahan ; dan
d) Entitas menanggung resiko kredir pelanggan atas jumlah yang dapat di
terima dari pelanggan.

Entitas bertindak sebagai agen jika entitas tidak menanggung dampak dan manfaat
risiko signifikan terkait dengan penjualan barang dan jasa. Salah satu fitur yang
mengindikasikan entitas bertinak sebagai agen adalah jumlah yang di terima
entitas di tetapkan sebelumya, apakah dalam bentuk imbalan tetap per transaksi
atau presentase tertentu dari jumlah tagihan pelanggan.

66
67
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori tentang pendapatan menyangkut masalah definisi, pengakuan, saat
pengakuan, dan prosedur pengakuan. Pendapatan dapat di definisi dari dari
beberapa konsep. Dengan konsep aliran masuk, pendapatan adalah kenaikan
aset. Dari konsep aliran keluar, pendapatan adalah penyerahan produk yang di
ukur atas dsar penghargaan produk tersebut. Secara netral, pendapatan adalah
produk perusahaan sebagai hasil dari upaya produktif, pendapatan di ukur
dengan jumlah rupiah aset baru yang di terima dari pelanggan.
Pembedaan pendapatan dengan untung semata-mata di tujukan untuk
kepentingan pengungkapan atas dasar sumber pendapatan bukan untuk
membedakan esensi keduanya sebagai pendapatan. Operasi utama harus di
lakuakn secara luas. Pendapatan atau untung yang berasal dari kegiatan
insidental, transfer non timbal-balik, penahanan aset, faktor linkungan tidak
dengan sendirinya merupakan pos nonoperasi.
Untuk dapat di akui, pendapatan harus terealisasi dan terbentuk, dengan
terjadinya seluruh kegiatan perusahaan. Pendapatan terealisasi dengan adanya
perusahaan untuk produk menjual kas atau aset lain melalui transaksi
pertukaran. Saat penjualan merupakan saat yang paling utama dan menjadi
standar dalam pengakuan pendapatan karena pada saat itu pendapatan telah
terbentuk dan terealisasi. Keberatan terhadap dasar penjualan dapat di atasi
secara mudah dengan pencadangan kos purna-jual, potongan tunai, kembalian,
dan kerugian piutang.
Pengakuan pada saat kontrak, atas dasar kemajuan produksi, pada saat
produksi selesai, dan pada saat kas terkumpul merupakan penyimpangan dari
pengakuan standar atas dsar penjualan. Pada saat kontrak, pendapatan tidak
dapat di akui karena belum terjadi pembentukan pendapatan. Dengan konsep
homogenitas kos serta upaya dan hasil, pendapatan dapat di akui atas dasar
tingkat selesainya produksi bila periode di pertahankan sebagai takaran
pengakuan laba. Pengakuan semacam ini mungkin tidak perlu dilakukan bila
mana takaran pengukur laba adalah order atau kontrak pekerjaan. Pendapatan
dapat di akui pada saat produk selesai bila mana syarat cukup terealisasi di
penuhi.
Apabila periode pelunasan cukup lama, masih akan terjadi biaya yang
cukup besar setelah penyerahan barang, atau kolektibilitas piutang meragukan,
kas yang telah terkumpul dapat di jadikan takaran pengukuran dan pengakuan
pendapatan. Pendapatan yang di akui sebesar kas yang telah terkumpul di
sebut dengan pendapatan dasar kas. Untuk menentukan laba yang layak,
pendapatan dasar kas harus di tandingkan dengan biaya yang di perkirakan
menghasilkan pendapatan tersebut dan bukan biaya yang telah di

68
keluarkankasnya. Dengan kata lain, pendapatan dasar kas harus di tandingkan
dengan biaya dasar akrual.
Secara definisional, akresi merupakan pendapatan karena merefleksikan
kenaikan aset dan berkaitan dengan operasi utama perusahaan. Akan tetapi,
jumlah kenaikan tersebut tidak dapat di akui sebagai pendapatan karena
kriteria realisasi belum terpenuhi. Walaupun demikian, tia mungkin cukup
penting untuk di ukur dan di laporkan sebagai data tambahan atau pelengkap.
Selama jangka waktu persiapan, pemeliharaan, dan pertumbuhan, semua kos
yang selayaknya telah terjadi dapat di akumulasi menjadi koas yang akan di
bebankan terhadap pendapatan yang di harapkan di peroleh pada waktu
penjualan produk bersangkutan.
Seperti akresi, apresiaasi dapat di pandang sebagai pendapatan secara
definisional khususnya untuk aset berupa produk atau barang dagangan. Akan
tetapi, tia tidak dapat di akui sebagai pendapatan karena belum terealisasi dan
juga bukan hasil suatu proses pembentukan pendapatan. Dengan kata lain,
apresiasi tidak dapat di akui karena bukan merupakan transaski dan pengkuran
bersifat sangat subjektif.
Pendapatan tidak timbul dalam proses pemerolehan aset. Pendapatan harus
merupakan prosuk perusahaan atau hasil kegiatan produktif. Potongan tunai
dan keringan-keringanan (allowances) yang terjadi dalam pembelian barang
atau jasa bukanlah merupakan pendapatan, melainkan merupakan pengurang
kos atau penghemat kos (kos savings) yang terjadi dalam pembelian dengan
harga murah bukanlah merupakan laba walaupun hal tersebut akan
mempunyai pengaruh terhadap laba netto yang akhirnya tersealisasi.
Untuk kebanyakan perusahaan, jumlah rupiah penjualan yang di sepakati
pelanggan merupakan pengukur pendapatan yang telah terealisasi dan yang
paling objektif. Penjualan adalah produk akhir kegiatan operasi. Oleh karena
itu, sebagai ketentuan umum penyerahan produk kepada konsumen di anggap
sebagai kegiatan yang menandi pemindahan hak milik. Peralihan hak milik
merupakan proses yang sangat pelik sebagai dasar pencatatan akuntansi.
Konsep dasar substansi di atas bentuk menyerahkan agar prosedur akuntansi
tidak perlu menekankan pada aspek yuridis formal. Penjualan harus di artikan
secara ekonomik. Dengan terjadinya penjualan berarti kos produk telah
berubah bentuk menjadi aset baru (kas atau piutang) yang sudah pasti jumlah
rupiahnya.
Kaidah pengakuan pendapatan masih terlalu umum untuk di aplikasikan
pada tingkat perusahaan. Kaidah tersebut harus di jabarkan dalam bentuk
kebijakan akuntansi atau prosedur akuntansi (accounting manual) untuk
menentukan kegiatan internal yang dapat di jadikan tanda atau pemicu
pengakuan pendapatan.
Untuk penyajian pendapatan dalam statmen laba-rugi, istilah operasi harus
di interprestasikan dalam arti yang cukup luas sehingga pos yang sebenarnya

69
masuk sebagai bagian dari operasi tidak di pisahkan menjadi pos yang luar
biasa. Istilah nonoperasi tidak deskriptif. Pemisahan dan penyajian laba atau
rugi sebagai pos operasi dan nonoperasi dapat memberi kesan yang keliru
tentng operasi utama kalau pos nonoperasi tidak bersifat luar biasa.

3.2 Saran

Setelah membahas dan mempelajari tentang konsep pendapatan ini,


diharapkan para pembaca maupun pendengar dapat mengetahui teori konsep
pendapatan ini. Dan juga bisa menambah wawasan serta ilmu pengetahuan dan
menjadikan materi ini sebagai sumber atau acuan untuk membuat materi terkait
konsep pendapatan selanjutnya. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang dapat membangun dan memperbaiki kesalahan dari pembaca.

70
DAFTAR PUSTAKAA

Suwardjono. 2013. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan.


BPFE: Yogyakarta
Ikatan Akuntan Indonesia. PSAK No 23 tentang: Pendapatan – edisi revisi
2019. Penerbit Dewan Standar Akuntansi Keuangan: PT. Raja Grafindo.

71

Anda mungkin juga menyukai