Dosen Pengampu:
Harlina Nurtjahjanti, S.Psi, M.Si
Disusun Oleh:
KELOMPOK 9
Herlita Pangaribuan 15000117120012
Hafidh Raka 15000117140116
Naura Nuzila Adlina 15010116170001
Rahma Lie Aifa 15000117140083
Sonia Olivia 15000117120019
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
A. PENDAHULUAN
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa konselor adalah
salah satu tenaga pendidik. Landasan yuridis-formal ini memperjelas dan
mempertegas tentang eksistensi profesi bimbingan dan konseling yang
telah mendapatkan kepercayaan publik (public trust). Konsekuensi
logisnya, perlu dilakukan penataan, peningkatan dan pengembangan
kompetensi profesional guru atau calon guru Bimbingan dan
Konseling/Konselor sesuai dengan amanat Permendiknas Nomor 27
Tahun 2008 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, dan
Council for Accreditation of Counseling and Related Educational
Program (CACREP, 2009).
Permendiknas No. 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor, bahwa dalam rangka pelaksanaan
ketentuan Pasal 28 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Konselor. Kompetensi akademik konselor diantaranya adalah
memiliki kemampuan untuk mengenal secara mendalam konseli yang
hendak dilayani. Konselor harus memahami karakteristik konseli yang
akan dilayani. Karena konseli tumbuh dari latar belakang keluarga dan
budaya tertentu sebagai rujukan normatif beserta permasalahan yang
dialami oleh konseli serta solusi yang akan dipilihnya. Selain itu, konselor
sebagai helping professions hendaknya mengupayakan pelayanan kepada
konseli dengan penuh empati, menghormati keragaman, serta
mengedepankan kebaikan konseli untuk perkembangan kedepannya.
Menguasai teoritik mencakup kemampuan: menguasai secara
akademik teori, prinsip, teknik, prosedur pelayanan konseling serta
mengemas teori ke dalam penyelenggaraan pelayanan konseling. Dapat
dikatakan bahwa pelayanan yang dilakukan konselor berada dalam
konteks tugas kawasan yang memandirikan individu dalam pengambilan
keputusan guna mencapai perkembangan secara optimal, mewujudkan
kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga
masyarakat yang peduli pada kemaslahatan umum melalui pendidikan.
Konselor adalah pengampu pelayanan yang ahli konseling,
terutama dalam jalur pendidikan formal dan nonformal. Kinerja konselor
dalam menyelenggarakan pelayanan ahli konseling senantiasa digerakkan
oleh sikap empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan
kepentingan konseli, dengan selalu mencermati dampak jangka panjang
dari pelayanan yang diberikan.
Kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan
profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan
landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan
dan konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi
pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi: (1) memahami
secara mendalam konseli yang dilayani, (2) menguasai landasan dan
kerangka teoritik konseling, (3) menyelenggarakan pelayanan konseling
yang memandirikan, dan (4) mengembangkan pribadi dan profesionalitas
konselor secara berkelanjutan.
I. Need Assessment
Konseling merupakan aplikasi dari kesehatan mental, prinsip-
prinsip psikologis dan perkembangan manusia termasuk di dalamnya
adanya intervensi kognitif, afektif dan perilaku, strategi yang
bertujuan untuk mencapai kesehatan, pertumbuhan pribadi atau
perkembangan karir serta hal-hal yang bersifat patologis (Gladding
dalam Azmi, 2018) 2009 Konseling merupakan layanan profesional
yang selama ini dirasa belum dilakukan oleh konselor secara optimal.
Jones (2003) mengungkapkan adanya kesenjangan antara teori yang
diajarkan pada rumpun mata kuliah konseling dengan praktik di
lapangan. Konselor menganggap sudah memahami pendekatan-
pendekatan konseling yang diajarkan, namun ketika dalam praktik
konseling, banyak ditemui hambatan yang bersifat kognitif dan
afektif. Keterampilan berpikir (mind skills) membantu & menuntun
konselor dalam melaksanakan setiap langkah dalam proses konseling
dan membantu dalam setiap keputusan yang dibuat oleh konselor
selama proses konseling (Azmi, 2015).
Berdasarkan hasil asesmen yang sudah dilakukan dengan
menggunakan kuesioner, didapati bahwa topik yang dipilih oleh
seluruh partisipan ialah karakteristik konselor. hal ini menjelaskan
bahwa pelatihan konselor sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sebagai
sarjana psikologi maupun untuk sesama, sehingga untuk
meminimalisir kesalahan yang terjadi selama proses konseling
berlangsung.
V. Tempat Pelatihan
Pelatihan dilaksanakan di Ruang 1 dan 2 Jasa Psikologi,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Hari ke-1
Waktu Kegiatan
Hari ke-2
Waktu Kegiatan
X. Metode Pelatihan
a. Ceramah
Metode ceramah adalah metode mengajar dengan
menyampaikan informasi atau memberikan uraian atau penjelasan
kepada peserta. Metode ini biasa disebut dengan metode kuliah
atau pidato. Ceramah bertujuan untuk mempermudah
menyampaikan garis -garis besar isi materi dan permasalahan.
Selain itu agar menumbuhkan rasa ingin tahu peserta dan
merangsang peserta belajar mandiri.
b. Simulasi
Metode simulasi adalah dengan melakukan suatu kegiatan
peniruan yang menggambarkan keadaan sebenarnya. Metode ini
digunakan agar peserta dapat memahami konsep, prinsip atau
keterampilan tertentu. Simulasi dilakukan dengan durasi yang
disesuaikan berdasarkan sesi pemaparan materi tertentu.
c. Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode dimana saling bertanya
dan menjawab mengenai hal yang berkaitan dengan tema atau
materi kajian. Metode ini menekankan pada hubungan antara
peserta dan pembicara pelatihan untuk saling bertanya dan
menjawab sehingga dapat menemukan solusi dari masalah yang
dibicarakan. pembicara dalam hal ini diharapkan mampu
membawa suasana forum menjadi dialogis, kritis dan positif.
Metode ini dilakukan dengan durasi yang disesuaikan
berdasarkan sesi pemaparan materi tertentu.
d. Role Playing
Role Playing adalah metode dimana peserta memerankan
suatu tokoh dalam suatu peristiwa. Role Playing pada prinsipnya
merupakan pembelajaran untuk menghadirkan peran-peran yang
ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukkan peran di
dalam suatu situasi, yang kemudian dijadikan sebagai bahan
refleksi agar peserta dapat memberikan penilaian terhadap
pembelajaran yang telah disampaikan kemudian memberikan
saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran
tersebut. Tujuan dari penggunaan metode ini adalah untuk
mengembangkan kemampuan memecahkan peserta selain itu juga
untuk mengeksplorasi materi pembelajaran dengan cara yang
bervariasi. Durasi yang digunakan disesuaikan dengan sesi materi
tertentu.
e. Diskusi
Diskusi adalah metode dimana peserta melakukan suatu
kegiatan bertukar pikiran dan membahas tentang suatu masalah
secara bersama sama. Keberhasilan metode diskusi banyak
ditentukan oleh adanya tiga unsur yaitu: pemahaman,
kepercayaan diri sendiri dan rasa saling menghormati.
f. Games
Metode teaching games merupakan metode penyampaian
materi pembelajaran namun dikemas dalam bentuk permainan.
Metode ini dikembangkan berdasarkan pembelajaran yang
menyenangkan dimana peserta akan dihadapkan pada beberapa
petunjuk dan aturan permainan dalam konteks pembelajaran yang
sering disebut dengan structional games (Eleanor L. Criswell,
1989).
h. Studi kasus
Studi kasus adalah metode dimana peserta disajikan suatu
kasus yang didalamnya terdapat orang atau organisasi yang
terlibat dalam suatu masalah. studi kasus bertujuan untuk
mengetahui keterampilan peserta dalam menganalisis dan
memcahkan permasalahan.
b. Active listening
Menurut McKay, Davis dan Fanning (2012), keterampilan
mendengarkan adalah kemampuan dasar yang eksistensi
untuk membuat dan mempertahankan hubungan. Bila
seseorang merupakan pendengar yang baik, maka orang akan
tertarik kepadanya. Kemampuan mendengar secara aktif
meliputi cara membangun rapport, pengertian, dan
kepercayaan.
Keberhasilan empati adalah apabila klien dapat memahami
konselor, sehingga klien memiliki kepercayaan diri untuk
mengembangkan diri dan memecahkan masalahnya. Refleksi
merupakan keterampilan konselor untuk memantulkan kembali
kepada klien tentang perasaan pikiran dan pengalaman klien
sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku klien sebagai hasil
pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya.
Refleksi digunakan dalam menangkap perasaan, pikiran dan
pengalaman klien kemudian merefleksikannya kepada klien
kembali.
Jika klien merasa dimengerti, maka mereka akan lebih
mudah membuka diri untuk mengungkapkan pengalaman
mereka. Klien yang menceritakan pengalamannya secara
mendalam memungkinkan untuk menilai kapan dan dimana
mereka membutuhkan dukungan, dan kesulitan yang
membutuhkan rencana untuk perubahan. Dan saat klien
melihat empati ada pada diri konselor, mereka akan lebih
nyaman dalam mengungkapkan pengalamannya.
Refleksi merupakan keterampilan konselor untuk
memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan pikiran
dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap
prilaku verbal dan non verbalnya. Refleksi digunakan dalam
menangkap perasaan, pikiran dan pengalaman klien kemudian
merefleksikannya kepada klien kembali.
Metode :
a. Pemberian kuliah materi oleh trainer dengan cakupan
materi sebagai berikut :
1) Attending
2) Active Listening
b. Diskusi: Peserta berkelompok dengan jumlah 10
orang/kelompok. Kegiatan berupa studi kasus dengan
menonton film dengan genre psychological: Cuplikan
Adegan Film “Wonder” (2017).
Langkah :
1. Partisipan akan menonton film selama 15 menit.
2. Kemudian melaksanakan diskusi dengan mencoba
menangkap apa yang menjadi permasalahan dari
pemeran utama selama 10 Menit.
3. Setelah itu, terdapat sesi pemaparan hasil diskusi dari
tiap kelompok selama 10 menit.
4. Dilanjutkan debrief dari trainer selama 5 Menit.
Hal ini akan membantu partisipan untuk memahami
apabila menghadapi kondisi serupa dan tindakan apa yang
harus dilakukan ketika menghadapi klien dengan
permasalahan seperti yang dijabarkan di film tersebut.
2. Kehangatan
Menurut L. Brammers (dalam Karneli & Taufik, 2001),
kehangatan adalah kondisi dimana persahabatan dan perhatian
ditunjukkan dengan ekspresi non verbal seperti senyum, kontak
mata dan lainnya yang menunjukkan adanya perhatian kepada
klien. Ekspresi non verbal yang ditunjukkan oleh konselor
diharapkan dapat menumbuhkan rasa aman, tentram, dan
kekeluargaan sehingga klien dapat merasa nyaman
berkomunikasi dengan konselornya.
Bersikap hangat yang dimaksud ialah bersikap ramah,
terbuka, penuh perhatian, kasih sayang terhadap gagasan
apapun yang muncul dari klien. Sikap ini dibutuhkan karena
pada umumnya klien membutuhkan kehangatan dalam
hidupnya. Bila melalui konseling klien mendapatkan
kehangatan kemudian merasa nyaman, maka klien dapat
melakukan “sharing” dengan konselor.
Suasana yang hangat dapat dimunculkan salah satunya
dengan menampilkan postur tubuh yang agak sedikit
membungkuk ke depan, melakukan kontak mata dengan klien,
memberikan ekspresi wajah yang hendak merespon, tidak
kaku, tidak dingin dan juga tidak menyeramkan.
Metode: Roleplay
Kasus:
Seorang klien inisial L berusia 20 mengalami broken
home akibatnya dia berupaya untuk melakukan Self Injury :
Cutting. Karena merasa tertekan dengan kehidupannya dan
tidak memiliki tujuan hidup. Klien bercerita betapa beratnya
kehidupan yang ia alami dan tekanan yang ia rasakan.
Langkah:
1. Trainer mempraktekkan sesi konseling melibatkan unsur
kehangatan selama 10 menit. Trainer dibantu oleh Co-
Trainer sebagaim konseli.
2. Trainer memberi instruksi pada peserta untuk membentuk
kelompok sebanyak 2 orang.
3. Setiap kelompok melakukan roleplay dengan kasus yang
telah diberikan oleh trainer.
4. Waktu yang diberikan 15 menit yang terdiri dari 5 menit
diskusi, roleplay 10 menit (5 menit A sebagai konselor
dan B sebagai konseli, 5 menit sebaliknya).
5. Trainer meminta beberapa kelompok menceritakan
kondisi ketika roleplay berlangsung dan memberi
feedback pada peserta. (15 Menit).
2. Kehidupan eksistensial
Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang
terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu
menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan
cenderung menyesuaikan diri sebagai respon atas
pengalaman selanjutnya.
4. Perasaan bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat
suatu pilihan tanpa adanya “paksaan-paksaan atau
rintangan-rintangan” antara alternatif pikiran dan tindakan.
Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara
pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa
depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa
di masa lampau sehingga ia dapat meilhat sangat banyak
pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan
apa saja yang ingin dilakukannya.
5. Kreativitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan
kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan
mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan
ciri-ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif, berubah,
bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-
stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya.
Kuliah
Penjelasan materi terkait dengan penghargaan
positif dan respect.
6. Pengendalian Kecemasan
Kecemasan merupakan reaktivitas emosional berlebihan,
depresi yang tumpul atau konteks sensitif dan respon
emosional (Clift, 2011). Pendapat lain menyatakan bahwa
kecemasan merupakan perwujudan dari berbagai emosi yang
terjadi karena seseorang mengalami tekanan perasaan dan
tekanan batin. Kondisi tersebut membutuhkan penyelesaian
yang tepat sehingga individu akan merasa aman. Namun, pada
kenyataannya tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan
baik oleh individu bahkan ada yang cenderung dihindari.
Situasi ini menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan
dalam bentuk perasaan gelisah, takut atau bersalah
(Supriyantini, 2010). Sedangkan definisi kecemasan menurut
Stuart (2012) yaitu kecemasan merupakan kekhawatiran yang
tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan
yang tidak pasti dan ketidakberdayaan.
Pendekatan eksistensial (Corey, 1996:178) melihat ada dua
jenis kecemasan, yaitu kecemasan biasa (normal anxiety) dan
kecemasan neurotik (neurotic anxiety).
a. Kecemasan biasa (normal anxiety) merupakan tanggapan
yang cukup wajar terhadap peristiwa yang sedang
dihadapi. Kecemasan ini tidak perlu dihilangkan sebab
ini sebagai motivasi ke arah perubahan.
b. Kecemasan neurotik (neurotic anxiety) adalah kecemasan
yang keluar dari proporsi yang ada, ia terjadi diluar
kesadaran dan cenderung untuk menjadikan orang tidak
memiliki keseimbangan.
Sigmund Freud (dalam Corey, 1996: 95) mengemukakan,
bahwa kecemasan adalah keadaan tegang yang memaksa
untuk berbuat sesuatu. Ada tiga jenis kecemasan, yaitu:
kecemasan realita (reality anxiety), kecemasan neurotik
(neurotic anxiety), dan kecemasan moral (moral anxiety).
a. Kecemasan realita (reality anxiety), adalah rasa takut
akan bahaya yang datang dari dunia luar, dan tingkat
kecemasan semacam itu sesuai dengan tingkat ancaman
yang nyata.
b. Kecemasan neurotik (neurotic anxiety), adalah rasa takut
kalau-kalau insting akan keluar jalur dan menyebabkan
seseorang berbuat sesuatu yang akan menyebabkan ia
dihukum.
c. Kecemasan moral (moral anxiety), adalah rasa takut
terhadap hati nuraninya sendiri. Orang dengan hati
nuraninya yang cukup berkembang cenderung untuk
merasa bersalah apabila mereka berbuat sesuatu yang
bertentangan dengan kode moral mereka atau dengan
introyeksi orang tua mereka.
Metode:
- Kuliah
Penjelasan terkait materi selama 40 menit.
- Simulasi relaksasi selama 30 menit
Peserta diminta untuk mengikuti instruksi yang
diberikan oleh trainer. Diharapkan peserta dapat
melakukan relaksasi apabila mengalami kecemasan
terutama yang berhubungan dengan klien. Bentuk
relaksasi yang akan disimulasikan yaitu Relaksasi
Pernapasan. Cara relaksasi ini adalah seperti berikut:
a. Duduk tegak tetapi rileks.
b. Tarik napas dalam-dalam, lalu hembuskan
perlahan-lahan, lebih baik dengan mata terpejam.
Ulangi tiga, empat kali, atau lebih.
c. Rasakan hangat-dinginnya aliran udara yang keluar-
masuk menyentuh rongga hidung.
d. Setelah beberapa kali melakukan, seseorang akan
mampu mengontrol pernapasannya.
Kenali pola pernapasan kala stres, jengkel, atau
tegang. Semakin terampil merasakan aliran udara
melalui saluran napas, semakin mahir dalam
mengontrol pernapasan. Maka, bisa mengubah suasana
emosi menjadi lebih tenang dan rileks, kapan saja.
7. Kompetensi Intelektual
Kompetensi intelektual dari seorang konselor merupakan
salah satu aspek penting dalam menjalankan proses konseling.
Atyhur J. Jones berpendapat bahwa “The counselor’s skills are
built upon a through knowledge of human behavior, perceptive
mind, and ability to integrate present event with training and
experience.” Artinya adalah bahwa seorang konselor harus
mempunyai keterampilan yang berlandaskan pengetahuan
tentang perilaku manusia, pemikiran yang cerdas, dan memiliki
kemampuan untuk mengintegrasikan kejadian yang dihadapi
sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman dari konselor
tersebut. Kompetensi intelektual dibutuhkan agar konselor
dapat memahami permasalahan klien lebih baik sehingga
konselor dapat membantu klien lebih mudah. Untuk dapat lebih
memahami permasalahan klien, konselor harus mengetahui
ilmu perilaku, filsafat serta pengetahuan tentang lingkungan
sekitar klien.
Keberhasilan kompetensi intelektual bagi konselor adalah
dimana seorang konselor mampu menciptakan komunikasi
yang efektif, sehingga klien mau mengikuti arahan (bimbingan)
konselor tersebut. Konselor mampu menciptakan hubungan
yang baik dengan kliennya, dan pesan yang disampaikan
kepada klien mampu menyentuh perasaan klien dan rasional.
Metode :
- Kuliah
Pemaparan materi oleh trainer selama 20 menit.
- Games Ular tangga selama 40 menit.
Seluruh peserta terbagi menjadi tiga kelompok (merah,
biru, hijau). Setelah kelompok terbentuk, setiap kelompok
memilih salah satu anggota untuk dijadikan sebagai pion
dalam permainan. Teknis permainannya adalah setiap
kelompok akan diberikan sebuah pertanyaan, jika
menjawab benar, kelompok tersebut berhak menggulingkan
dadu yang sudah tersedia dan melangkah sesuai dengan
angka yang ditunjukkan oleh dadu tersebut. Namun, jika
suatu kelompok tidak dapat menjawab pertanyaan dengan
benar, maka tidak dibolehkan untuk menggulingkan dadu.
Kelompok yang paling jauh melangkah dan/atau tercepat
menyelesaikan permainan akan menjadi pemenang.
2. Evaluasi Pembelajaran
a. Apa yang Anda dapatkan setelah mengikuti pelatihan ini?
………………………………………………………………
…………………..
………………………………………………………………
.
b. Apa harapan Anda setelah mengikuti pelatihan ini?
………………………………………………………………
…………………..
………………………………………………………………
.
c. Hal apa yang telah Anda pelajari dalam pelatihan ini dan
dapat Anda gunakan segera ?
………………………………………………………………
………………………………………………………………
……………………
d. Apa yang ingin Anda pelajari berikutnya dalam pelatihan
ini?
………………………………………………………………
………………………………………………………………
……………………
LAMPIRAN
a. Data asesmen kebutuhan
4. Pertanyaan 4
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa keseluruhan subjek dalam
kuisioner ini yang berjumlah 23 orang tidak pernah mengikuti basic
counselor training sebelumnya.
5. Pertanyaan 5
Menurut Anda apakah Basic Counselor Training dibutuhkan?
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa keseluruhan subjek dalam
kuisioner ini yang berjumlah 23 orang merasa membutuhkan Basic Counselor
Training.
6. Pertanyaan 6
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 22 orang berminat
untuk mengikuti basic counselor training dan 1 orang lainnya tidak berminat
untuk mengikuti apabila diadakan pelatihan tersebut.
7. Pertanyaan 7
Berdasarkan data yang diperoleh, topik yang paling dibutuhkan dalam Basic
Counselor Training adalah karakteristik konselor.