0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
447 tayangan3 halaman
Mikroba yang paling potensial untuk pembuatan bioetanol adalah Saccharomyces cerevisiae karena proses fermentasinya yang efisien. Metode RAK memiliki kelebihan seperti lebih akurat dan fleksibel dibandingkan metode RAL. Penggunaan pelepah sawit sebagai bahan baku bioetanol dianggap efisien dan ekonomis karena pelepah sawit merupakan limbah perkebunan yang mengandung selulosa tinggi.
Mikroba yang paling potensial untuk pembuatan bioetanol adalah Saccharomyces cerevisiae karena proses fermentasinya yang efisien. Metode RAK memiliki kelebihan seperti lebih akurat dan fleksibel dibandingkan metode RAL. Penggunaan pelepah sawit sebagai bahan baku bioetanol dianggap efisien dan ekonomis karena pelepah sawit merupakan limbah perkebunan yang mengandung selulosa tinggi.
Mikroba yang paling potensial untuk pembuatan bioetanol adalah Saccharomyces cerevisiae karena proses fermentasinya yang efisien. Metode RAK memiliki kelebihan seperti lebih akurat dan fleksibel dibandingkan metode RAL. Penggunaan pelepah sawit sebagai bahan baku bioetanol dianggap efisien dan ekonomis karena pelepah sawit merupakan limbah perkebunan yang mengandung selulosa tinggi.
Topik : Bioetanol Sesi : Senin, 23 Maret 2020 (09.40-12.20 WIB) Dosen Pengampu : Dr.Eka Ruriani, STP, MSi Program Studi : TIP B-FTP-Universitas Jember
10.16 THABED THOLIB BALADRAF:
1. Dalam pembuatan bioetanol tentu memanfaatkan mikroba (sebagai contoh saccharomyces cerevisiae). Apa mikroba yang paling potensial lain dalam pembuatan bioetanol yang juga potensial dan kenapa mikroba tersebut bisa dikatakan potensial? Bahwa mikroba penghasil bioetanol itu banyak, dan masing-masing memiliki potensi yang besar, tergantung dari sumber penghasil yang digunakan. Seperti singkong , sagu, limbah tahu, dll. Dari kumpulan jurnal kelompok kami, mikroba yang paling potensial dalam pembuatan bioetanol itu Accharomycces cerevisiae. Hampir semua jurnal yang kami punya menggunakan mikroba tersebut. Karena proses yang dilakukan mikroba tersebut cukup baik. Prosesnya ialah proses pretreatment dilakukan karena kandungan lignin dan hemiselulosa pada material lignoselulosa seperti pelepah sawit membentuk struktur yang kuat melalui ikatan kovalen yang berfungsi melindungi sel tanaman dari serangan mikroorganisme. Struktur yang terbentuk dari ikatan kovalen antara lignin dan hemiselulosa melindungi selulosa sehingga selulosa sulit untuk di hidrolisis. Bukan hanya proses pretreatment saja, optimalisasi masing-masing proses sangat menentukan rendemen dan kualitas bioetanol yang dihasilkan terutama pada proses hidrolisis. Hidrolisis adalah proses lanjutan dari pretreatment yang akan mengubah selulosa menjadi glukosa. Glukosa ini nantinya akan dikonfersi menjadi etanol oleh mikroorganisme diantaranya Saccharomycces cerevisiae. Terkait mikroba yang potensial dalam menghasilkan bioetanol sat ini peneliti Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi masih mencari mikroba yang berpotensi besar untuk mendegradasi lignin tersebut dan yang paling potensial menghasilkan bioetanol dengan kadar yang mendekati sempurna untuk dapat digunakan sebagai restitusi bahan bakar fosil (dengan kadar mencapai 99.5%). Dari hasil penelitian secara co culture, hasil kadar yang diperoleh saat ini masih sangat rendah, yakni hanya sekitar 16%. Jadi kami menyimpulkan bahwasanya semua mikroba memiliki potensi dalam menghasilkan bioetanol, tergantung dari sumber penghasil yang dibunakan. Untuk sumber penghasil bioetanol potensial, yaitu lontar, singkong, jagung, sagu, aren, tebu, nipah, sorgum, limbah hasil hutan, dan limbah hasil pertanian. Bioetanol sendiri dapat dibuat dari bahan baku yang mengandung gula, berpati, dan berlignoselulosa, serta dari limbah pertanian dan limbah kayu. Untuk itu sumberdaya lignoselulosa di Indonesia berlimpah, pun dengan potensi mikroba sangat banyak, sehingga kami menyimpulkan setiap mikroba memiliki potensi yang sama dalam menghasilkan bioetnaol. Mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi bioetanol ini adalah Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae dapat tumbuh optimum pada suhu 27oC, dan pada pH 4,5- 5. 10.26 DINA HARISAH 2. Dalam metode penelitiannya menggunakan (RAK) yang terdiri yang disebutkan di ppt kelebihan metode itu sendiri apa ? Kelebihan dari metode RAK adalah sebagai berikut : Lebih efisien dan akurat dibandigkan dengan RAL (Pengelompokan yang efektif dapat meunurukan jumlah kuadrat galat, sehingga akan meningkatkantingkat ketepatan atau bisa mengurangi julah ulangan) Lebih fleksibel (Banyaknya perlakuan, Banyaknya ulangan atau kelompok, dan Tidak semua kelompok memerlukan ulangan yang sama) Penarikan kesimpulan lebih luas karena kita bisa juga melihat perbedaan diantara kelompok Memerlukan asumsi tambahan untuk beberapa uji hipotesis dan lain-lain. 10.35 SATRIYA DWI SOEKARNO 3. Apakah penggunaan pelepah sawit sebagai media pembuatan etanol ini efisien dan apakah ekonomis? Iya, ekonomis. Karena pelepah sawit merupakan limbah dari perkebunan sawit. Pelepah sawit adalah limbah perkebunan sawit yang mengandung selulosa cukup tinggi yakni 30- 33% yang sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan baku bioetanol generasi kedua. Bahan baku pelepah sawit diperoleh dari Perkebunan Sawit di Bahan kimia dan media mencakup NaOH, Aquades,YPDA (Yeast extract Peptone Dextose Agar), H2SO4 teknis, etanol 70%, NaOH 2,5, NH4OH, Asam Sitrat, Saccharomyces cerevisiae.