Anda di halaman 1dari 10

KATA SULIT :

1. Kalkulus SubGingva
Kalkulus subgingiva adalah karang gigi yang terletak di bawah margin gingiva. Ciri-ciri dari
kalkulus ini adalah konsistensi kalkulusnya lebih keras dibandingkan kalkulus supra gingiva,
warnanya lebih coklat kehitaman dan berasal dari serum darah
2. Poket
Poket periodontal adalah sulkus gingiva yang mengalami pendalaman atau kedalaman yang lebih
(sulkus normal kedalamannya adalah 2-3 mm) secara patologis. Keadaan ini merupakan gambaran
klinis yang khas dari penyakit periodontal. Pembentukan poket yang progresif menyebabkan
destruksi jaringan periodontal pendukung dan kehilangan serta ekspoliasi gigi.
3. Pembesaran gusi
Pembesaran gingiva didefenisikan sebagai suatu keadaan dimana ukuran gingiva bertambah dari
normal yang dapat menimbulkan masalah estetis dan kebersihan gigi geligi. Bertambah besarnya
gingiva merupakan gambaran klinis adanya kelainan gingiva yang disebabkan oleh hiperplasia dan
hipertrofi gingiva.

4. Obat amlodipine
Amlodipine, atau tepatnya amlodipine besylate, bisa dikonsumsi sebagai obat tunggal atau
dikombinasikan dengan obat lain dalam mengatasi hipertensi. Obat ini tersedia dalam 2 jenis
sediaan, yaitu amlodipine 5 mg dan 10 mg. Amlodipine bekerja dengan cara melemaskan dinding
pembuluh darah. Efeknya akan memperlancar aliran darah menuju jantung dan mengurangi tekanan
darah. Selain untuk mengatasi hipertensi, amlodipine juga digunakan untuk meredakan gejala nyeri
dada atau angina pektoris pada penyakit jantung koroner. Merek dagang amlodipine: Amovask,
Quentin, Amlodipine Besilate, Amlodipine Besylate, Concor AM, Normetec, Simvask, Zenovask,
Comdipin, Norvask.

5. Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah (Arif Muttaqin, 2009). Menurut
Bruner dan Suddarth (2001) hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik di atas 160 mmHg dan tekanan diastolik di
atas 90 mmHg

A. Pembesaran Gingiva (Gingiva Enlargement)


1. DEFINISI
Pembesaran gingiva merupakan keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang berlebih dari jaringan
gingiva, pada beberapa kasus dapat juga disebut hiperplasi gingiva. Pembesaran ini sering dijumpai
pada penyakit gingiva. Pembesaran gingiva dapat menimbulkan ketidaknyamanan, terutama jika
sudah mempengaruhi fungsi bicara dan mastikasi, dapat menimbulkan halitosis, dan mengganggu
estetik.

2. Distribusi dan lokasi pembesaran gingiva


a) Lokal : terbatas pada satu gingiva atau sekelompok gigi
b) General : meliputi gingiva seluruh rongga mulut
c) Marginal : pada sisi tepi margin gingiva
d) Papillary : pada papilla interdental
e) Diffus : meliputi bagian tepi gingiva, gingiva cekat dan papilla interdental
f) Diskret : seperti tumor, bisa bertangkai atau tidak bertangkai.

3. KLASIFIKASI
- Berdasarkan Lokasi dan Penyebaran
a. Localized  : Terbatas pada gingiva beberapa gigi
b. Generalized  : Meliputi seluruh gingiva di dalam mulut
c. Papillary: Pada papilla Interdental
d. Diffuse : Menyerang marginal gingiva, attached gingival dan papilla interdental
e. Discrete : Pembesaran seperti tumor 
- Berdasarkan Faktor Etiologi dan Perubahan Patologis
a. Inflamantory Enlargement 
Pembesaran gingiva dapat berasal dari inflamasi kronis atau akut. Inflamasi kronik lebih biasa terjadi
daripada akut. Selain itu, pembesaran inflamasi umumnya adalah komplikasi sekunder dari tipe
enlargemant yang lainnya sehingga dapat menciptakan pembesaran gabungan (combine gingival
enlargement  ). Dalam kasus penting untuk memahami etiologi ganda.
1. Chronic Inflammatory Enlargement 
- Gambaran klinis
Kronis inflamasi gingival terlihat seperti balon kecil pada interdental papilla dan / atau marginal
gingiva. Dalam tahap awal menghasilkan tonjolan berbentuk baju pelampung di sekitar gigi yang
terlibat. Ukuran tonjolan ini dapat meningkat hingga menutupi bagian dari mahkota. Pembesaran ini
bias saja terlokalisasi atau menyeluruh dan berlangsung perlahan-lahan dan tanpa rasa sakit, kecuali
jika terinfeksi akut atau terkena trauma. Kadang-kadang, peradangan kronis gingival terjadi sebagai
massa sessile atau pedunculated diskrit yang menyerupai tumor. Hal ini bisa interproksimal atau
marginal gingival atau attached gingival. Lesi ini perkembangannya lambat dan biasanya tidak
menimbulkan rasa sakit. Mungkin saja terjadi pengurangan ukuran secara spontan, yang diikuti oleh
eksaserbasi dan pembesaran yang berlanjut. Nyeri ulserasi kadang terjadi pada lipatan antara massa
dan gingiva yang berdekatan.
- Histopatologi
Menunjukan adanya gambaran eksudatif & proliferatif kronis. Lesi tampak  merah / kebiruan,
pemukaan halus, mengkilap & mudah berdarah. Banyak terdapat sel-sel dan cairan nflamasi, dengan
pembengkakan vascular, pembentukan pembuluh kapiler baru dan perubahan generatif terkait. Lesi
yang relatif firm, resilient & pink memiliki komponen fibrotic yang banyak dengan paling banyak
adalah fibroblast & serat kolagen.
- Etiologi.
Chronic inflammatory gingival disebabkan oleh kontak yang terlalu lama pada plak gigi. Faktor-
faktor yang mendukung akumulasi plak dan retention, termasuk kebersihan mulut yang buruk, serta
iritasi karena kelainan anatomi dan restoratif yang tidak tepat dan peralatan Orthodontic.
- Gingival Changes Associated with Mouth Breathing 
Gingivitis dan pembesaran gingiva sering terlihat pada orang yang bernapas lewat mulut. Gingiva
menjadi merah dan bengkak dan mengkilap pada permukaan yang terekspose. Biasanya terjadi pada
daerah anterior rahang atas. Dalam banyak  kasus gingiva yang berubah ini akan berbatas jelas
dengan gingival normal yang tidak terekspose. Efek yang merugikan umumnya disebabkan oleh
iritasi permukaan akibat dehidrasi.
2. Acute Inflammatory Enlargement 
a) Gingival abscess
Abses gingiva ini terlokalisasi, terasa sakit, dan meluas secara cepat yang  biasanya terjadi secara
tiba-tiba. Umumnya terbatas pada marginal gingival atau papilla interdental. Pada tahap awal akan
terlihat merah, bengkak ,dengan permukaan halus mengkilat. Dalam waktu 24 hingga 48 jam, lesi
biasanya menjadi berfluktuasi dan menunjukan lubang pada permukaannya dimana nanah/eksudat
dapat terlihat. Gigi yang berdekatan biasanya sensitif terhadap perkusi. Jika lesi terus berkembang,
lesi biasanya pecah/ruptur secara spontan.
- Histology
Gingival abscess terdiri dari purulen pada jaringan ikat, dikelilingi oleh infiltrasi leukosit PMN,
jaringan edematous, & pembengkakan vascular. Permukaan epitelnya memiliki variasi derajat
intra/ekstra vaskuler edeme, invasi leukosit dan terkadang ulcer.
- Etiologi
Pembesaran akut inflamasi gingival berasal bakteri yang terbawa jauh ke dalam jaringan oleh zat
asing seperti bulu sikat gigi, dll. Lesi terbatas hanya pada gusi dan tidak harus dibingungkan dengan
abses periodontal ataupun abses lateral.
 b) Periodontal (Lateral) abscess
Periodontal abses umumnya menghasilkan pembesaran pada gingiva, tetapi mereka juga melibatkan
jaringan periodontal pendukung.
b. Drug Induced Enlargement
Gingival Enlargement biasanya diakibatkan karena konsumsi obat anticonvulsants,
immunosuppressant dan calcium channel blockers dan dapat menyebabkan gangguan saat bicara,
mengunyah, erupsi gigi, atau masalah estetik.
- Tampilan Klinis
Pertumbuhan dimulai dengan pembesaran seperti butiran pada interdental papila yang tidak sakit dan
memanjang ke fasial dan lingual margin gingiva. Lalu, pembesaran di marginal dan papilla menyatu
dan tumbuh menjadi lipatan jaringan yang besar dan menutupi bagian yang luas dari mahkota,
bahkan dapat menggangu oklusi. Saat belum terjadi komplikasi dengan inflamasi, bentuknya seperti
mulberry, padat, pink pucat, dan lentur, dengan permukan berlobus-lobus kecil dan tidak ada
kecenderungan berdarah. Pembesaran tampak dimulai dari bawah margin gingival yang dipisahkan
linear groove. Tidak terjadi pada daerah yang edentulous, dan hilang bila gigi diekstraksi. Oral
hygiene mengurangi inflamasi, tetapi tidak mengurangi atau mencegah overgrowth. Penyebab yang
paling dipercaya dari pembesaran adalah faktor genetis. Pembesaran karena induksi obat biasanya
kronis dan ukurannya meningkat perlahan. Bila dihilangkan dengan bedah akan muncul
kembali.pembesaran akan menghilang dengan spontan bila pemberian obat dihentikan. Pembesaran
karena induksi obat dapat terjadi pada mulut dengan sedikit atau tanpa plak dan dapat pula tidak
muncul pada mulut dengan banyak deposit. Tetapi pembesaran menyebabkan sulitnya plak kontrol,
sehingga dapat memicu peradangan sekunder. Peradangan sekunder tidak hanya memicu
penambahan ukuran, tetapi juga menyebabkan warna merah atu merah kebiruan, memperjelas batas
dari lobus-lobus dan meningkatkan kecenderungan perdarahan.
- Histopatologi
Pembesaran biasanya terdiri dari hyperplasia dari connective tissue dan epithelium. Terjadi pula
acanthosis pada epithelium dan pemanjangan rete pegs ke bagian dalam connective tissue sehingga
terbentuklah collagen bundles dengan penambahan jumlah fibroblast dan pembuluh darah baru.
Pembesaran diawali dengan hyperplasia dari connective tissue pada marginal gingival
dan peningkatan proliferasi dan expansion pada crest gingival margin.
- Anticonvulsant
Obat yang pertama kali ditemukan dapat menginduksi terjadinya gingival
enlargement adalah phenytoin (Dilantin) yang digunakan sebagai obat epilepsy. Selain itu terdapat
pula ethotoin (Paganone) dan Mephenytoin (Mesantoin). gingival enlargement biasanya muncul pada
50% pasien yang mengkonsumsi obat tersebut. Biasanya pula terjadi pada pasien yang masih muda.
Dari hasil penelitian mengindikasikan bahwa phenytoin menstimulasi proliferasi dari sel fibroblast
dan ephitelium. Kesimpulannya, pathogenesis dari gingival enlargement yang diinduksi oleh
phenytoin tidak diketahui namun terdapat bukti yang menghubungkan secara langsung specific
genetically predetermined subpopulatioin dari fibroblast, collagenase yang tidak aktif dan inflamasi
yang diinduksi oleh plak.
- Imunosupresan
Cyclosporine adalah agen imunosupresif yang dugnakan untuk mencegah penolakan organ transplant
dan untuk merawat beberapa penyakit autoimun. Mekanisme kerjanya belum diketahui, namun
terlihat secara selektif dan reversible menghalang kerja sel T, yang berperan dalan respon imun
selular dan humoral. Secara mikroskopik, terdapat benyak sel plasma dan keberadaan subtansi
ekstraselular yang sangat banyak yang disimpulkan pembesaran merupakan respon hipersensitifitas
terhadap cyclosporine. Cyclosporin memiliki efek sampinglainnya: neprotoksik, hipertensi, dan
hipertrikosis. Tacrolimus, obat imunosupresan lain, juga neprotoxik namun tidak  terlalu
menimbulkan hipertensi, hipertrikosis dan pembesaran gingival
- Calcium Channel Blockers
Calcium Channel Blockers merupakan obat untuk penyakit kardiovaskula seperti hipertensi, angina
pectoris, arteri korona spasma, dan aritmia kardiak. Obat ini mencegah influx ion kalsium ke
membrane sel jantung dan otot, memblok mobilisasi kalsium intrasel. Hal tersebut menginduksi
dilatasi arteri korona dan arteriol, meningkatkan supply oksigen ke otot jantung, juga mengurangi
hipertensi dengan dilatasi vascular perifer. Obat ini merupakan derivate dihidropiridin : amlodipin
[lotrel, Norvask], felodipin [Plendil], nicardipin [Cardene], nifedipin [Aladat, procardia],
dericat benzotianin : diltiazem [Cadrizem, Dilacor XR], dan derivate penilakilamin : verapamil
[calan, Isoptin, Verelan]. Beberapa obat tersebut dapat menginduksi pembesaran gingival seperti
Nifedipin yang sering digunakan. Verapamil, nitrendipin, felodipin, diltiazem  juga menginduksi
pembesaran gingival. Derivate dihidropiridin isradipin dapat mengantikan nifedipin yang tidak
menginduksi pembesaran gingival dalam beberapa kasus.
c. Enlargement Associated with Systemic Deseases
Penyakit sistemik mempengaruhi jaringan periodonsium dengan 2 mekanisme :
1. Memicu inflamasi yang diinisiasi dental plaque -> Conditioned Enlargement
2. Manifestasi penyakit sistemik berhubungan dengan status inflamasi gingiva -> Penyakit sistemik
penyebab Pembesaran Gingiva
1. Conditioned Enlargement 
- Penyakit sistemik mengganggu respon gingiva terhadap dental plak 
- Bakteri plak diperlukan untuk inisiasi pembesaran gingiva
- 3 macam conditioned enlargement :
1. Hormonal (kehamilan & pubertas)
2. Nutrisional (defisiensi vitamin C)
3. Gingivitis sel plasma
4. Nonspesifik 
a) Pembesaran gingiva pada kehamilan (Angiogranuloma)
- Dapat terjadi di marginal & generalized, massa tunggal/ganda seperti tumor.
- Selama kehamilan terjadi peningkatan level progesteron dan estrogen yang menyebabkan
perubahan permeabilitas vaskular, edema gingiva, peningkatan respon inflamasi terhadap dental
plak, dan peningkatan jumlah Prevotela Intermedia.
- Gingival hormonal enlargement adalah suatu pembesaran gingiva terkait denganketidakseimbangan
hormon selama kehamilan atau masa puber. Faktor penyebab timbulnya gingivitis pada masa
kehamilan dapat dibagi 2 bagian, yaitu penyebab primer dan sekunder.
1. Penyebab primer
Iritasi lokal seperti plak merupakan penyebab primer gingivitis masa kehamilan samahalnya seperti
pada ibu yang tidak hamil, tetapi perubahan hormonal yang menyertai kehamilan dapat memperberat
reaksi peradangan pada gusi oleh iritasi lokal. Iritasi lokal tersebut adalah kalkulus/plak yang telah
mengalami pengapuran, sisa-sisa makanan, tambalan kurang baik, gigi tiruan yang kurang  baik. Saat
kehamilan terjadi perubahan dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut yang bisa disebabkan
oleh timbulnya perasaan mual, muntah, perasaan takut ketika menggosok gigi karena timbul
perdarahan gusi atau ibu terlalu lelah dengan kehamilannya sehingga ibu malas menggosok gigi.
Keadaan ini dengan sendirinya akan menambah penumpukan plak sehingga memperburuk keadaan.
2. Penyebab sekunder
Kehamilan merupakan keadan fisiologis yang menyebabkan perubahan keseimbangan hormonal,
terutama perubahan hormon estrogen dan progesteron. Peningkatan konsentrasi hormon estrogen dan
progesteron pada masa kehamilan mempunyai efek bervariasi pada jaringan, di antaranya pelebaran
pembuluh darah yang mengakibatkan bertambahnya aliran darah sehingga gusi menjadi lebih merah,
bengkak dan mudah mengalami perdarahan Akan tetapi, jika kebersihan mulut terpelihara dengan
baik selama kehamilan, perubahan mencolok pada jaringan gusi jarang terjadi.

4. Skor pembesaran gingiva


0 : Tidak ada pembesaran gingiva
1 : Pembesaran gingiva terjadi pada papilla interdental.  
2 : Pembesaran gingiva meliputi papilla interdental dan tepi gingiva.
3 : Pembesaran gingiva menutupi ¾ mahkota gigi atau lebih.

5. ETIOLOGI
Penyebab pembesaran gingiva, yaitu :
1) Inflamasi
a) Inflamasi akut
A. Abses gingiva
Manifestasi klinik abses gingiva berupa lesi merah menonjol yang terlokalisir dengan permukaan
yang mengkilat, nyeri jika ditekan, terdapat adanya eksudat yang purulen pada tepi gingiva atau
papilla interdental. Dalam 24-48 jam abses menjadi fluktuasi dan dapat ruptur secara spontan
sehingga mengeluarkan eksudat purulen dari lubang abses.
B. Abses periodontal
Disebabkan karena pertumbuhan bakteri dalam periodontal pocked.8 Periodontal pocked diawali dari
penyakit periodontal karena infeksi gusi yang disebabkan oleh plak bakteri, tar, sisa makanan yg
terakumulasi dan pengaruh sistem imun tubuh. Abses periodontal bersifat sangat destruktif dan jika
tidak diterapi dengan tepat dan cepat dapat menimbulkan kerusakan yang irreversible pada ligamen
dan tulang sehingga gigi dapat tanggal dengan sendirinya.
b) Inflamasi kronik
Kondisi kronik biasanya merupakan komplikasi dari inflamasi
akut atau trauma. Pada tahap awal, pembesaran gingiva terjadi pada
papilla interdental dan atau tepi gingiva, kemudian akan semakin
bertambah besar hingga menutup permukaan mahkota gigi. Prosesnya
berjalan lambat serta tanpa rasa sakit, kecuali jika ada komplikasi akut atau adanya trauma.7
Penyebab-penyebab terjadinya inflamasi kronik pada gingiva yaitu:
2) Faktor lokal endogen ( gigi )
a) Kebersihan rongga mulut
Faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal antara lain adalah bakteri
dalam plak, kalkulus, material alba dan food debris. Semua faktor lokal tersebut terjadi akibat
kurangnya kebiasaan memelihara kebersihan gigi dan mulut. Kalkulus disebut juga tarta, yaitu suatu
lapisan deposit (bahan keras yang melekat pada permukaan gigi) mineral yang berwana kuning atau
coklat pada gigi karena dental plak yang keras. Kalkulus tidak mengandung mikroorgaisme hidup
seperti plak gigi, namun karena struktur permukaan kalkulus yang kasar sehingga memudahkan
timbunan plak gigi. Terjadinya inflamasi pada gingiva oleh bakteri didalam plak disebabkan karena
bakteri tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu menghidrolisa komponen interseluler dari
epitel gingiva dan jaringan ikat di bawahnya. Enzim-enzim hidrolitik yang berperan pada proses
inflamasi ini yaitu enzim hialuronidase, lipase, kolagenase, betaglukoronidase, chondrolitin sulfatase,
dekarboksilase, peroksidase dan katalase dan lain sebagainya. Hal tersebut menyebabkan iritasi pada
gingiva secara terus menerus sehingga dapat menyebabkan peradangan pada gingiva dan
mengakibatkan pembengakakan gingiva. Apabila plak sudah mengendap menjadi karang gigi, maka
penyikatan sekeras apapun dengan sikat gigi biasa tidak akan menghilangkannya. Satu-satunya cara
untuk mengatasi karang gigi adalah dengan pergi ke dokter gigi untuk dibersihkan agar terhindar
dari penyakit yang lebih berat.
b) Malposisi gigi atau susunan gigi yang tidak teratur
Malposisi gigi dapat terjadi bila gigi-gigi tidak terletak baik didalam lengkung gigi yang
bersangkutan, seperti berputar (rotasi) pada porosnya, miring ke arah dalam (lingual/palatal), ke arah
luar atau samping (lateral/medial). Susunan gigi yang tidak teratur akan memudahkan terjadinya
retensi makanan serta pembersihan gigi menjadi sangat sulit. Hal ini memicu terakumulasinya plak
dan kalkulus pada rongga mulut.
c) Penggunaan prostetis atau peralatan ortodonti
Kebersihan rongga mulut akan terpengaruh oleh adanya alat ortodonti di dalam mulut. Adanya
kegagalan dalam menjaga kebersihan rongga mulut ini dapat meningkatkan terjadinya akumulasi
plak dan sejumlah lesi karies. Sebagian besar masalah periodontal yang timbul selama masa
perawatan ortodonti disebabkan oleh akumulasi plak. Penggunaan alat ortodonti cekat di dalam
mulut semakin meningkatkan retensi plak, yang bila tidak ditanggulangi akan menimbulkan reaksi
yang berkelanjutan seperti gingivitis dan yang lebih parah lagi adalah periodontitis. Pada penggunaan
peralatan prostetis seperti gigi palsu dapat menyebabkan terjadinya iritasi pada gingiva karena
penggunaannya yang tidak sesuai, misalnya pada kasus pemasangan gigi palsu yang dipasang
terlalu dalam atau ukurannya yang terlalu kecil sehingga menginduksi terjadiya iritasi gingiva.
d) Kavitas karies Menurut Zachrisson (1974) pencegahan terjadinya penyakit periodontal dan
karies harus didasari oleh kontrol plak yang baik. Bakteri pada plak dapat memicu terjadinya karies
pada gigi.

3) Faktor lokal eksogen ( lingkungan )


(A.) Kimia
Disebabkan karena berbagai macam zat seperti fenol, asam asetat, tar, nikotin, gas karbon
monoksida dan lain sebagainya.
a) Rokok
Merokok tidak hanya menimbulkan efek secara sistemik, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya
kondisi patologis pada rongga mulut. Gigi dan jaringan lunak rongga mulut, merupakan bagian yang
dapat mengalami kerusakan akibat rokok. Penyakit periodontal, karies, kehilangan gigi, resesi
gingiva, lesi prakanker, kanker mulut, serta kegagalan implant adalah kasus-kasus yang dapat timbul
akibat kebiasaan merokok. Rongga mulut adalah bagian yang sangat mudah terpapar efek rokok
karena merupakan tempat terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok yang utama. Komponen
toksik dalam rokok dapat mengiritasi jaringan lunak rongga mulut dan menyebabkan terjadinya
infeksi mukosa, dry socket, memperlambat penyembuhan luka, memperlemah kemampuan
fagositosis, menekan proliferasi osteoblas serta dapat mengurangi asupan aliran darah ke gingiva.
Panas yang ditimbulkan akibat pembakaran rokok dapat mengiritasi mukosa mulut secara langsung
sehingga dapat menyebabkan perubahan vaskularisasi dan sekresi saliva. Terdapat peningkatan laju
aliran saliva dan konsentrasi ion kalsium pada saliva selama proses merokok. Ion kalsium fosfat yang
banyak ditemukan pada saliva perokok tersebut dapat memudahkan terjadinya akumulasi kalkulus
pada rongga mulut. Hal ini yang menyebabkan skor kalkulus pada perokok lebih tinggi dibandingkan
dengan bukan perokok. Salah satu senyawa yang terkandung dalam rokok adalah tar. Tar dalam
rokok yang mengendap pada gigi menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar dan mudah dilekati
plak. Akumulasi plak pada margin gingiva tersebut apabila diperparah dengan kebersihan rongga
mulut yang buruk maka akan menyebabkan terjadinya gingivitis. Selain tar, kandungan gas
karbonmonoksida dalam rokok dapat meningkatkan tekanan darah yang akan berpengaruh pada
sistem pertukaran hemoglobin. Karbonmonoksida memiliki afinitas dengan hemoglobin sekitar dua
ratus kali lebih kuat dibandingkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin. Perubahan vaskularisasi
gingiva akibat merokok menyebabkan terjadinya inflamasi pada gingiva. Dilatasi pembuluh darah
kapiler diikuti dengan peningkatan aliran darah pada gingiva dan infiltrasi agen-agen inflamasi,
menimbulkan terjadinya pembesaran gingiva.
b) Asap pada pengasapan ikan
Pada ikan asap, fungsi utama asap selain pengawet juga untuk memberi rasa dan warna yang
diinginkan pada produk. Selain itu, peran asap dalam pengasapan yaitu sebagai antibakteri dan
antioksidan. Pada proses pengasapan, metode pengasapan yang dilakukan akan sangat menentukan
mutu produk olahan ikan asap. Masyarakat pesisir biasanya melakukan pengasapan dengan teknik
pengasapan tradisional. Padahal teknik pengasapan ini mempunyai banyak sekali kekurangan, antara
lain memerlukan waktu yang lama, tidak efisien dalam penggunaan kayu bakar, sulit mengontrol
hasil produksi yang sesuai dengan warna dan rasa yang diinginkan, pencemaran lingkungan dan
yang paling bahaya adalah adanya residu tar dan senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon
(benzo(a)perin) yang terdeposit dalam makanan sehingga membahayakan kesehatan.
Senyawa yang terkandung dalam asap antara lain adalah senyawa fenol dan asam asetat. Bentuk
murni asam asetat ialah asam asetat glacial, yang sangat korosif terhadap kulit dan jaringan lain
(Fessenden, 1997). Asam asetat dapat menyebabkan luka bakar, kerusakan mata permanen serta
iritasi pada membran mukosa (Setiawan, 2007). Alkohol yang terkandung dalam asap ini juga dapat
memudahkan terjadinya leukoplakia pada rongga mulut, iritasi pada mukosa ini dapat menyebabkan
rusaknya mekanisme pertahanan imunologi mukosa. Alkohol juga dapat menyebabkan rasa panas
dan kering yang mempengaruhi selaput lendir mulut. Meningkatnya permeabilitas mukosa ini akan
menimbulkan rangsangan menahun yang menyebabkan timbulnya proses kerusakan serta pemulihan
jaringan yang berulang-ulang, sehingga mengganggu keseimbangan sel.
(B.) Termal
Suhu berhubungan erat dengan makanan atau minuman panas. Makanan dan minuman yang panas
dapat meyebabkan iritasi pada mukosa rongga mulut.

4) Pembesaran fibrotik
a) Akibat penggunaan obat
Pembesaran gingiva diketahui dapat dipengaruhi oleh penggunaaan obat seperti antikonvulsan,
immunosupresan dan antihipertensi. Obat tersebut tidak hanya memiliki efek pada organ target,
namun memiliki efek samping ke jaringan tubuh yang lain seperti gingiva, yang dapat
menyebabkan perubahan gingiva secara histopatologi dan klinik. Perubahan tersebut berpengaruh
terhadap proses berbicara, proses mengunyah, pertumbuhan gigi maupun dapat mengganggu dalam
hal estetika.
- Fenitoin ( Dilantin, antikonvulsan, antiepilepsi )
Dilantin merupakan hydantoin yang dikenalkan oleh Merrit dan Purnam tahun 1938 untuk terapi
pada semua bentuk epilepsi kecuali pada pasien yang mengalami petit mal. Jenis lain hydantoin yang
diketahui dapat menginduksi pembesaran gingiva adalah ethotoin dan mefenitoin. Obat antikejang
lain yang dapat menyebakan pembesaran gingiva adalah susinamide dan asam valproat.
- Siklosporin ( immunosupresif )
Obat ini banyak digunakan pada kasus transplantasi organ dan terapi penyakit autoimun, seperti
rheumatoid arthritis atau SLE (Systemic Lupus Eritematosus). Biasanya pembesaran gingiva terjadi
setelah 1 -3 bulan pemberian terapi. Anak-anak dan remaja lebih rentan terkena pembesaran gingiva
pada pemakaian siklosporin dibandingkan dengan dewasa. Siklosporin menyebabkan penebalan
epitel, peningkatan vaskularisasi, infiltrasi sel plasma dan limfosit serta peningkatan jumlah
fibroblast dengan akumulasi komponen matriks ekstraseluler.
- Calcium channel blocker
Calcium channel blocker banyak digunakan untuk terapi angina pectoris, spasme arteri koronaria,
aritmia jantung, supraventrikular takikardi dan hipertensi. Efek farmakologi dari calcium channel
blocker adalah menghambat influk atau masuknya ion kalsium pada membran sel otot jantung dan
sel otot polos. Sehingga mengakibatkan terjadinya dilatasi arteri koronaria dan arteri perifer,
menurunkan heart rate, menurunkan kontraksi miocard dan menghambat konduksi atrioventrikuler.
Calcium channel blocker termasuk dalam derivat dihidropiridine (amlodiplin, felodiplin, nicardipin,
nifedipin) dan derivat benzothiazin (verapamil). Nifedipin merupakan salah satu obat yang paling
sering digunakan untuk pasien hipertensi, dan dilaporkan sekitar 20% pasien mengalami pembesaran
gingiva.

5) Idiopatik
Idiopatic fibromatosis gingiva disebabkan oleh faktor genetik. Progresifitasnya berjalan lambat,
bersifat jinak, tidak mudah berdarah, asimptomatis, dapat sampai menutupi lebih dari 2/3 mahkota
gigi, warna gingiva seperti keadaan normal dan secara klinik berhubungan dengan periodontitis
kronik. Kasus ini merupakan kasus yang jarang terjadi dan biasanya merupakan bagian dari suatu
sindrome.

B. Hubungan Penyakit Gingiva dan Obat Hipertensi

1. Jaringan periodontal adalah sistem yang kompleks dan memiliki kepekaan tinggi terhadap tekanan.
Prevalensi untuk penyakit periodontal mendekati 14% pada cakupan usia yang luas, termasuk anak-
anak dan orangtua. Periodontitis dimulai dengan hilangnya tulang alveolar kemudian pembentukan
pocket disekitar gigi, yang pada akhirnya menyebabkan gigi goyang dan lepas. Pocket periodontal
dapat dideteksi dengan sebuah probe periodontal dan diperkirakan besarnya dengan mengukur jarak
dari tepi gusi sampai dasar pocket periodontal. Pada jaringan periodontal yang sehat, tidak
didapatkan adanya perlekatan epitel yang longgar atau pembentukan pocket, dan celah gusi
dalamnya ± 2 mm. Faktor resiko untuk penyakit periodontal adalah plak gigi, kalkulus, usia, genetic,
dan diabetes. Penyakit vaskuler seperti penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskuler
adalah penyebab kematian yang penting pada wanita usia tua di Jepang maupun di Amerika Serikat.
Faktor resiko penyakit vaskuler di antaranya adalah menopause, merokok, diabetes mellitus,
obesitas, hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, dan hipertensi. Beberapa penelitian telah
berusaha untuk menemukan hubungan antara penyakit periodontal dengan penyakit vaskuler, serta
kaitannya dengan hipertensi.

Menurut Priscilia G. J. Tambuwun, Pieter L. Suling, dan Christy N. Mintjelungan pada


jurnalnya yang berjudul “Obat Antihipertensi Di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Tingkat III
Robert Wolter Mongisidi Manado”, Obat antihipertensi digunakan sangat luas dan harus terus
digunakan untuk memelihara kesehatan, tetapi efek samping dari obat antihipertensi harus dihadapi
oleh setiap pasien. Keluhan rongga mulut merupakan salah satu efek samping yang sering ditemukan
pada pasien hipertensi. Golongan obat antihipertensi yang paling sering digunakan pasien hipertensi
ialah calcium channel blocker (CCB). Golongan obat ini sangat efektif menurunkan tekanan darah,
bekerja secara langsung pada pembuluh darah untuk menyebabkan relaksasi, dan seringkali menjadi
terapi lini pertama. CCB sangat efektif dalam menurunkan tekanan darah pada populasi yang lebih
tua, obes, kulit hitam, dan penyandang diabetes. Golongan ini sangat baik mencegah terjadinya
stroke namun kurang efektif dibandingkan diuretik, ACE-Inhibitor dan Angiotensin Receptor
Blockers (ARB) dalam mencegah gagal jantung. CCB terbagi dalam dua kategori: 1)
dihydropyridine calcium channel blocker yaitu amlodipine, felodipine, nifedipine dan nicardipine; 2)
nondihydropyridine calcium channel blocker yaitu diltiazem dan verapamil. Dalam jurnal tersebut
obat yang paling banyak digunakan oleh pasien adalah amlodipin. Selain efektif untuk menurunkan
tekanan darah, obat ini juga digunakan cukup sekali sehari sehingga lebih disukai dibandingkan obat
lain. Obat antihipertensi ini bekerja pada saraf autonom, yaitu melalui saraf parasimpatik yang
kemudian mempunyai pola perpindahan neurohumoral sama seperti saraf simpatik yang berakibat
intervensi kerja dari kelenjar saliva untuk mengalirkan saliva sehingga saliva menjadi berkurang.
Efek sinergis dari pemakaian kombinasi dua atau tiga macam obat antihipertensi dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya xerostomia. Penelitian yang dilakukan oleh Nonzee et al. menemukan
bahwa 50% pasien yang menggunakan obat antihipertensi mengalami xerostomia. Berat ringannya
pembengkakan gusi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kontrol plak, jenis kelamin dan usia.
Derajat dari kontrol plak dianggap paling penting dibandingkan faktor-faktor lainnya. Manifestasi
klinik biasanya terlihat antara 1-3 bulan dari awal terapi. Amlodipin dapat menyebabkan
pertumbuhan gingiva berlebihan pada 2 bulan sejak pemberian obat. Papila interdental dan segmen
anterior dari permukaan labial terlihat mengalami lobulasi menyebabkan gangguan pada estetik.
Proses mengunyah, bicara, nutrisi dan akses untuk higienitas oral juga terpengaruh. Keadaan ini
meningkatkan kerentanan mulut terhadap infeksi oral, karies dan penyakit periodontal.

2. Penyakit Periodontal dan Hipertensi

Meskipun terdapat prevalensi yang tinggi untuk hipertensi pada populasi secara umum dan
kepentingan prognostiknya, namun hanya sedikit penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara tekanan darah dan penyakit periodontal. Pada satu penelitian, didapatkan hasil
bahwa tekanan darah sistolik meningkat progresif sejalan dengan keparahan penyakit periodontal,
sedangkan tekanan darah diastolik tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.1 Berikut ini akan
disampaikan beberapa mekanisme yang menghubungkan antara penyakit periodontal dan hipertensi,
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Castelli et al., ditemukan proliferasi tunika intima dengan penyempitan lumen pembuluh darah yang
mendarahi membran periodontal pada subjek penelitian yang menderita hipertensi. Sementara pada
penelitian lain, diketahui bahwa posisi dan pergerakan gigi dipengaruhi oleh kekuatan tekanan darah
yang melalui pembuluh darah periodontal. Massa ventrikel kiri jatung meningkat secara abnormal
pada sekitar 1/3 orang yang menderita hipertensi, dan hipertrofi ventrikel kiri (LVH) berkaitan
dengan peningkatan resiko komplikasi kardiovaskuler akibat tekanan darah dan faktor resiko lainnya.
Massa ventrikel kiri juga menunjukkan peningkatan progresif dengan keparahan penyakit
periodontal. Pada subjek yang menderita hipertensi, jantung yang mengalami hipertrofi dan
periodontium dapat bersama-sama mengalami disfungsi mikrosirkulasi dan penipisan dinding arteriol
dan kapiler. Tekanan berlebihan dapat menyebabkan timbulnya LVH dan menyebabkan penyempitan
diameter lumen pembuluh darah kecil secara menyeluruh. Penipisan vaskuler yang terjadi dapat
menyebabkan iskemi pada jantung dan jaringan periodontal.

Gigi yang lepas dapat menyebabkan perubahan pola diet, sehingga meningkatkan resiko
hipertensi karena adanya perubahan pola diet yang dapat berkaitan dengan hipertensi. Dalam sebuah
penelitian terhadap wanita postmenopasue, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara gigi yang lepas dengan peningkatan resiko hipertensi. Berdasarkan hubungan kausal, beberapa
hipotesis dapat dipertimbangkan sebagai mekanisme yang menghubungkan gigi yang lepas dan
peningkatan resiko hipertensi. Asupan beberapa makanan bergizi serta kadar beta-karoten, folat dan
vitamin C dalam serum secara signifikan lebih rendah pada pengguna gigi palsu di Amerika Serikat.
Penurunan vitamin antioksidan dalam serum seperti vitamin C pada wanita postmenopause dengan
gigi yang lepas dalam penelitian ini dapat menyebabkan meningkatnya resiko hipertensi. Subjek
dengan gigi yang lepas memiliki resiko penyakit periodontal yang lebih besar, sehingga
menyebabkan disfungsi endotel akibat inflamasi akibat infeksi oral dan meningkatkan resiko
hipertensi. Gigi yang lepas juga dapat mencerminkan riwayat stress mental terdahulu yang dapat
menyebabkan resiko hipertensi. Namun, belum ada penelitian yang dapat mendukung hipotesis ini.
Sementara itu, tidak ada perbedaan yang signifikan pada aktivitas ACE plasma, aktivitas renin
plasma, atau konsentrasi angiotensin II dalam plasma antara subjek dengan dan tanpa gigi yang
lepas. Temuan ini menunjukkan bahwa mekanisme yang menghubungkan gigi yang lepas dengan
peningkatan resiko hipertensi tidak berkaitan dengan sistem renin-angiotensin.

Beberapa obat hipertensi dapat mengakibatkan mulut kering / xerostomia atau mengganggu
indera pengecap. Golongan kalsium antagonis, kadang dapat menyebabkan gusi membengkak dan
menebal, hingga sulit mengunyah. Pada beberapa kasus, gingivektomi mungkin diperlukan. Perlu
diperhatikan juga pada prosedur gigi yang membutuhkan anestesi, terutama jika obat anestesi
mengandung epinefrin. Penggunaan epinefrin pada beberapa pasien hipertensi dapat menyebabkan
perubahan kardiovaskular, angina, serangan jantung, dan aritmia.

DAFTAR PUSTAKA

Angeli F., Verdecchia P., Pellegrino C., et al. Association Between Periodontal Disease and Left Ventricle
Mass in Essential Hypertension. http://hyper.ahajournals.org/cgi/reprint/41/3/488

Taguchi A. , Sanada M., Suei Y., et al. Tooth Loss Is Associated With an Increased Risk of Hypertension in
Postmenopausal Women. http://hyper.ahajournals.org/cgi/reprint/43/6/1297

Andra. Ancaman Gigi Terhadap Jantung. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?


IDNews=474

Anda mungkin juga menyukai