Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN MINI RISET

INOVASI KERTAS INDIKATOR ASAM BASA MENGGUNAKAN BAHAN ALAMI


DENGAN MEMANFAATKAN EKSTRAK KEMBANG SEPATU

Dosen Pegampu : Dr. Sri Adelia Sari S.Pd., M.Si.

Disusun oleh :

Febri Yanti Br Sitohang (4183331027)

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Identifikasi sifat asam basa merupakan salah satu materi penting dalam ilmu kimia. Di
dalam laboratorium, pengukuran keasaman dan kebasaan suatu larutan menggunakan
indikator. Indikator merupakan suatu zat yang memberikan perubahan warna saat
ditambahkan pada suatu larutan asam atau larutan basa. Selain menggunakan indikator
lakmus, digunakan pula indikator buatan yang bersifat stabil. Indikator buatan yang banyak
digunakan contohnya adalah fenolftalein yang bekerja pada pH basa dan metil merah yang
bekerja pada pH asam. Sekalipun indikator buatan ini bersifat stabil, sumber indikator ini
memiliki beberapa kekurangan yaitu keterbatasan penyediaanya (availability), mahal (high
cost), serta menimbulkan polusi bagi lingkungan (harmful) (Manoj, 2014).

Dalam kegiatan praktikum mahasiswa di laboratorium, penggunaan indikator asam basa


menjadikan ruang gerak keterampilan yang sempit bagi mahasiswa yang membatasi
mahasiswa hanya pada bahan jadi. Selain itu, limbah akibat penggunaan indikator asam basa
buatan ini perlu melalui perlakuan khusus karena umumnya bersifat berbahaya bagi
lingkungan. Ketidakpedulian mahasiswa untuk mengolah air limbah pada laboratorium
kampus menjadi salah satu penyebab pencemaran lingkungan dengan polusi yang
ditimbulkan oleh pembuangan sembarangan limbah kimia berbahaya.

Berdasarkan uraian di atas, pencarian terhadap sumber indikator alami, yang banyak
terdapat di lingkungan sekitar, murah, dengan teknik pembuatan yang sederhana dan ramah
lingkungan menjadi solusi tepat mengatasi keterbatasan indikator buatan di atas. Indikator
alam berasal dari tanam-tanaman. Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menguji
beberapa tanaman yang diduga berpotensi sebagai indikator asam-basa. Tanaman yang
dipilih umumnya memiliki pigmen warna atau antosianin. Bagian tanaman yang digunakan
umumnya berupa daun, rimpang, buah dan bunga.
B. PERUMUSAN HIPOTESA
1. Bagaimana cara pembuatan kertas indikator asam dan basa dari ekstraksi
kembang sepatu ?
2. Bagaimana perubahan warna yang terjadi pada kertas kembang sepatu dalam
larutan asam dan basa?
3. Bagaimana kelebihan dan kekurangan penggunaan indikator alami untuk
menganalisis asam dan basa ?
BAB II

STUDI PUSTAKA
Bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) merupakan salah satu tanaman hias
jenis semak dan termasuk dalam suku Malvaceae yang berasal dari Asia Timur. Selain itu, bunga
ini juga banyka ditemukan diberbagai belahan dunia yang memiliki iklim tropis maupun
subtropis. Tanaman ini memiliki bentuk bunga yang besar, memiliki beberapa varian warna.
Kembang sepatu banyak dijadikan tanaman hias karena bunganya yang cantik. Bunga digunakan
untuk menyemir sepatu di India dan sebagai bunga persembahan. Di Tiongkok, bunga yang
berwarna merah digunakan sebagai bahan pewarna makanan. Di Indonesia, daun dan bunga
digunakan dalam berbagai pengobatan tradisional. Kembang sepatu yang dikeringkan juga
diminum sebagai teh (Mitarlis, dkk., 2018).

Bunga / Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) adalah tanaman yang banyak
ditanam sebagai tanaman hias di daerah tropis dan subtropis. Bunga besar, berwarna merah dan
tidak berbau. Bunga dari berbagai kultivar dan hibrida bisa berupa bunga tunggal (daun mahkota
selapis) atau bunga ganda (daun mahkota berlapis) yang berwarna putih hingga kuning, oranye
hingga merah tua atau merah jambu.

Di Sumatera dan Malaysia, kembang sepatu disebut bunga raya. Bunga ini ditetapkan
sebagai bunga nasional Malaysia pada tanggal 28 Juli 1960. Orang Jawa menyebutnya kembang
worawari (Nuraisyah, 2016).

Tanaman bunga kembang sepatu merupakan tumbuhan perdu yang biasanya digunakan
sebagai pagar hidup. Daunnya berbentuk bulat telur, dengan tepinya bergerigi. Sedangkan
bunganya ada yang berwarna merah, merah jingga. Daun mahkota bunga kembang sepatu pada
pangkalnya berwarna merah tua (Putri, 2013).

Kembang sepatu dimana pemanfaatan bunga kembang sepatu selain sebagai tanaman
hias, bunga kembang sepatu dipercaya oleh masyarakat sebagai obat demam, batuk, sariawan,
dan juga sebagai bahan pewarna tetapi belum banyak digunakan (Sangadji, dkk. 2017).

Daun kembang sepatu bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam pengobatan penyakit
yang disebabkan bakteri seperti diare, karena terkandung senyawa antibakteri yaitu flavonoid,
saponin, dan polifenol, senyawa tersebut dapat menghambat berkembangnya bakteri dalam
tubuh. Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit diare adalah Escherichia coli.
Bakteri tersebut akan merugikan jika bertambah atau meningkatnya jumlah bakteri tersebut
sehingga dapat mengganggu metabolisme tubuh, terutama dalam saluran pencernaan (Kairupan,
dkk. 2014).

Salah satu bahan herbal yang secara tradisional diyakini memiliki aktivitas dapat memacu
pertumbuhan rambut adalah daun dan bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.). Daun
dan bunga kembang sepatu kaya akan flavonoid, dimana komponen utama daun dan bunga
kembang sepatu adalah antosianin dan flavonoid, sianidin-3,5-diglukosida, sianidin-3-
sophorosida-5glukosida, kuersetin-3-7-diglukosida, dan kuersetin-3-diglukosida. Beberapa hasil
penelitian membuktikan bahwa ekstrak daun kembang sepatu lebih poten merangsang
pertumbuhan rambut dibandingkan dengan ekstrak bunga kembang sepatu. Penelitian lain
menunjukkan bahwa fraksi etanol daun kembang sepatu memiliki aktivitas anti alopecia
androgenik (Febriani, dkk. 2016).

Tanaman bunga sepatu (Hibiscus rosa sinensis L), mudah dibudidayakan di daerah
beriklim tropis dengan stek batang, mulai berbunga umur 3-4 bulan. Kelopak bunganya dikenal
sebagai refrigerant dan demulcent, daunya digunakan untuk obat pencahar, sedangkan akarnya
dimanfaatkan sebagai obat batuk. Studi fitokimia warnanya menarik dan aman bagi kesehatan.
Bunga sepatu yang berwarna merah mengandung antosianin, ekstrak bunga tersebut digunakan
sebagai indikator titrasi asam-basa. Di dalam titrat dan titran yang ditambah indikator dari
ekstrak bunga tersebut dapat memberikan perubahan warna yang jelas untuk menunjukkan titik
ekivalen dan memberikan hasil yang setara dengan indikator pembanding fenolftalein dan metil
oranye (indikator sintetis). (Nuryanti, dkk., 2010).

Sebagai indikator asam basa, yang dimanfaatkan dari tanaman ini adalah ekstrak dari
bunganya. Dari larutan ekstrak yang berwarna ungu, akan berubah menjadi merah dalam suasana
asam dan berwarna hijau dalam suasana basa (Ridwan dan Rahmawati, 2017).

Kekuatan asam suatu senyawa dapat diukur dengan menggunakan indikator atau pH
meter. Demikian juga dengan basa, kekuatan basa dapat ditentukan dengan indikator dan pH
meter.
Larutan asam dan basa akan memberikan warna tertentu apabila direaksikan dengan
indikator. Indikator adalah zat yang warnanya berbeda dalam lingkungan asam dan lingkungan
basa. Dengan indikator, kita dapat mengetahui tingkat kekuatan suatu asam atau basa. Beberapa
indikator tersebut terbuat dari zat warna alami tanaman, tetapi ada juga beberapa indikator yang
dibuat secara sintetis di laboratorium.

Indikator alami yang digunakan biasanya dalam bentuk larutan yang kemudian diteteskan
pada cairan/larutan yang akan diuji. Jika pada larutan terjadi perubahan warna maka larutan yang
diuji tersebut bersifat asam atau basa. Namun indikator semacam ini tidak tahan lama dan
menimbulkan bau yang kurang sedap. Berbeda dengan indikator lakmus yang dapat tahan hingga
bertahun-tahun. Maka pada penelitian ini dicoba membuat kertas indikatordari bahan alami
(Lestari, 2016)

Kertas indikator asam basa adalah suatu bahan yang dapat berubah warna apabila
diberikan pada larutan asam atau basa. Kertas indikator asam basa biasa digunakan untuk
membedakan suatu larutan bersifat asam atau basa dengan cara memberikan perubahan warna
yang berbeda pada larutan asam dan basa. Kertas indikator yang biasa digunakan ialah kertas
lakmus merah dan biru. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari tanaman alternatif
yang dapat digunakan sebagai indikator asam dan basa (Siregar, 2015).

Selain indikator berupa kertas lakmus ada indikator berupa larutan indikator misalnya
indokator penol ptaelin (pp). Warna indikator tergantung pada pH larutannya. Indikator asam
basa adalah asam atau basa organik yang lemah yang memiliki warna yang berbeda dalam
bentuk molekul dan dalam bentuk terion (Marwati, 2010).

Beberapa tanaman yang telah diuji potensinya sebagai indikator alami asam basa pada
penelitian terdahulu, di antaranya adalah bunga sepatu (Hibiscus rosa sinensis), bunga mawar
(Rosa setigera), dan bunga alamanda (Allamanda cathartica), bunga kaktus (Opuntia ficus
indica) (Manoj, 2014), buah kareda (Carissa carandas), buah anggur hijau (Vitis vinifera), dan
buah jamblang (Eugenia jambolana), bunga pukul empat (Mirabilis jalapa) dan bunga kana
(Canna indica) (Marwati, -), bunga euforbia (Euphorbia mili), bunga dadap (Erythrina varigata),
bunga teratai (Nelumbo nucifera), biji gondola (Basella alba) dan bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa) , bunga jacaranda (Jacaranda acutifolia) (Mahmud, dkk., 2015) .
Indikator alami dapat dibuat dari berbagai tumbuhan berwarna yang ada disekitar kita,
akan tetapi tidak semua tumbuhan berwarna dapat memberikan perubahan warna yang jelas pada
kondisi asam atau basa, oleh karena itu hanya beberapa saja yang bias dipakai, misalnya; bunga
mawar yang memberikan perubahan warna merah pada suasana asam dan kuning pada suasana
basa, bunga johar yang memberikan perubahan warna kuning pada suasana asam dan orange
pada suasana basa. Seperti halnya bunga berwarna diatas, bunga kembang sepatu juga
merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi untuk dijadikan indicator alami, hal ini
dikarenakan antara bunga kembang sepatu maupun bunga-bunga tersebut diatas sama-sama
mengandung senyawa pemberi warna pada tumbuhan, yakni sebagai antosianin (Novitasari dan
Barik, 2018).

Diketahui, pengujian ekstrak kembang sepatu dapat menunjukkan hasil perubahan warna
merah pada larutan asam dan perubahan warna menjadi hijau pada larutan basa. Hal tersebut
dikarenakan kembang sepatu termasuk dalam satu familia Malvaceae yang memiliki senyawa
antosianin sehingga dapat digunakan sebagai indikator alami (Riniati,dkk., 2019).

Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki kemampuan untuk
bereaksi baik dengan asam maupun dalam basa. Dalam media asam antosianin berwarna merah
seperti halnya saat dalam vakuola sel dan berubah menjadi ungu dan biru jika media bertambah
basa (Maulika, dkk., 2019).

Antosianin dapat berubah-ubah karena pengaruh suhu dan pH. Berbagai bagian tanaman
(bunga, kulit buah, biji, daun dan umbi) yang memiliki zat warna antosianin dapat berfungsi
sebagai indikator asam basa, dengan perubahan warna yang mencolok pada rentang perubahan
pH 9-11, yakni menuju ke warna kuning. Antosianin adalah pigmen alami termasuk jenis
flavonoid yang dapat memberikan warna merah, violet, ungu dan biru pada tumbuh-tumbuhan
(Sari dan Nilmarito, 2019).

Penelitian Siregar (2009) menunjukkan, kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis)


mengandung antosianin yang memberikan warna merahpada pH < 4,85 dan berwarna menjadi
hijau pada pH > 9,60. Penelitian Patmaningrum (2011), perahu adam hawa (Rhoeo discolor)
mengandung zat antosianin yang memberikan warna merah pada pH < 6,3 dan warna hijau pada
pH >8,6. Berbagai metode ekstraksi telah digunakan untuk mengestrak zat warna dari tumbuhan.
Siregar (2009), menggunakan metode maserasi untuk mengestrak kelopak bunga kembang
sepatu untuk membuat kertas indikator. Hasil maserasi dari simplisa nabati yang mengandung
antosianin dapat digunakan sebagai bahan indikator asam basa, baik berupa indikator cair
ataupun kertas (Safitri, 2019).

Penelitian tentang identifikasi awal kandungan kimia bunga kembang sepatu


mengidentifikasi adanya senyawa golongan flavonoid, saponin dan antosianin. Bunganya
mengandung polifenol, diglukosida sianidin, asam askorbat, serat, niasin, riboflavin, tiamin, air,
hibicetin, alkaloid, dan lendir. Efek farmakologis yang dimiliki oleh kembang sepatu diantaranya
antiradang (anti-inflamasi), antidiuretik dan antibakteri. Penelitian lain melaporkan khasiat
bunga kembang sepatu dalam meningkatkan senyawa antioksidan endogen miokardial, sehingga
berefek kardioprotektif (Oktiarni, dkk., 2013).

Antosianin memiliki warna yang menarik dan tidak berbahaya bagi kesehatan sehingga
banyak digunakan dalam industri pangan dan farmasi. pH dan struktur kimia dari antosianin
berpengaruh terhadap karakter warna antosianin. Dalam keadaan netral (pH 7) akan tidak
berwarna, pada asam (pH< 3) akan berwarna merah sedangkan pada basa (pH> 10) akan
berwarna biru.). Studi fitokimia terhadap kembang sepatu mengungkapkan terdapat bahan-bahan
kimia diantaranya flavonoid, flavonoid glikosida, hibiscetine, asam sitrat, asam tartrat,
siklopropenoid dan pigmen antosianin. Antosianin pada kembang sepatu adalah jenis
pelargonidin. Antosianin adalah glikosida dari antosianidin merupakan senyawa organik
golongan fenolik. Sampai saat ini, setelah diidentifikasi lebih dari 540 pigmen antosianin dapat
memberikan warna biru, merah, oranye atau ungu. Pigmen yang dihasilkan dari tanaman sekitar
2000 pigmen, 150 diantaranya telah diekstrak dan dimanfaatkan sebagai obat (Juliandini, 2019).

Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang dilakukan dalam penelitian, ekstrak daun
kembang sepatu memiliki beberapa kandungan senyawa kimia seperti alkaloid, glycoside,
flavonoid, tannin, phenol dan saponin. Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam daun
tanaman ini terbukti berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
(Tamboto, dkk., 2017).

Ekstrak daun kembang sepatu telah diteliti memiliki aktivitas antibakteri akan tetapi
ekstrak bunga kembang sepatu memiliki aktivitas antibakteri yang lebih kuat dibanding dengan
ekstrak daunnya. Untuk mempermudah penggunaan ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus
rosa-sinensis L) sebagai antibakteri, digunakan sediaan krim. Pada sediaan krim diperlukan
emulgator untuk mencampurkan dua fase yang tidak bercampur. Setil alkohol dan carbomer 934
dalam sediaan krim berfungsi sebagai emulgator, zat pengental dan penstabil krim. Bahan
pengental akan meningkatkan viskositas sediaan, sehingga laju pemisahan fase terdispersi dan
fase pendispersi semakin kecil. Hal ini menunjukkan sediaan semakin stabil sehingga diharapkan
dapat lebih meningkatkan stabilitas fisik pada sediaan krim yang akan mempengaruhi aktivitas
antibakterinya. Sehingga tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan
carbomer 934 dan setil alkohol sebagai emulgator dalam sediaan krim ekstrak etanolik bunga
kembang sepatu terhadap sifat fisik dan aktivitas antibakteri pada Staphylococcus aureus
(Murrukmihadi,2013).

Penelitian mengenai aktivitas antibakteri ekstrak etanolik tanaman kembang sepatu


sebelumnya telah dilakukan yang menunjukkan bahwa ekstrak etanolik dari bunga mempunyai
zona hambat terhadap bakteri S. aureus yang lebih besar daripada daunnya, yaitu dengan
menggunakan ekstrak etanolik bunga kembang sepatu sebanyak 5% dan 10% masing-masing
mempunyai zona hambat 26 mm dan 29 mm, sedangkan menggunakan ekstrak etanolik daun
sebanyak 5% dan 10% masing-masing mempunyai zona hambat 14 mm dan 22 mm.

Aktivitas antibakteri ekstrak daun kembang sepatu pada metode difusi dengan volume
larutan uji sebanyak 50 µL pada konsentrasi 25% dan 50% hanya memiliki zona hambat yaitu 18
mm dan 20 mm. Flavonoid yang terdapat pada bunga berfungsi sebagai antibakteri karena
mengandung gugus fenol yang dapat menyebabkan denaturasi protein dan merusak membran sel
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Ekstrak etanol dari bunga kembang sepatu
dengan metode agar difusi dan disk difusi masing-masing memiliki zona hambat pada
Staphylococcus aureus sebesar 11 mm dan 14 mm. Menurut beberapa penelitian tersebut,
menunjukkan bahwa ekstrak etanolik bunga kembang sepatu mempunyai aktivitas antibakteri,
sehingga perlu dikembangkan dalam sediaan farmasi yang nyaman, aman, dan mudah digunakan
secara topikal.

Efektivitas dan kenyamanan dalam penggunaan ekstrak etanolik bunga kembang sepatu
pada kulit dapat ditingkatkan dengan cara diformulasikan menjadi bentuk sediaan gel, yang
memiliki keuntungan antara lain tidak lengket, konsentrasi bahan pembentuk gel hanya sedikit
untuk dapat membentuk massa gel yang baik, dan viskositas gel tidak mengalami perubahan
yang berarti pada suhu penyimpanan (Setyaningrum, dkk., 2013).

Berdasarkan representasi makroskopik, materi asam-basa terdiri dari hasil reaksi dari
titrasi asam basa, berupa perubahan warna serta kadar pH suatu larutan yang digambarkan
melalui trayek indikator universal. Representasi submikroskopik, materi asam-basa terdiri dari
pergerakan ion sehingga menghasilkan larutan ionik dengan sifat asam atau basa. Berdasarkan
sifat ionik nya, maka dapat dengan mudah mengklasifikasikan sifat larutan menjadi dua bagian
yaitu lemah dan kuat. Representasi simbolik terdiri dari kemampuan suatu larutan untuk
mengion dalam bentuk ion H+ dan ion OH serta harga pH suatu larutan (Ridwan dan
Rahmawati, 2017).

Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu setelah
munculnya TEM (Transmission Electron Microscope) dan SEM (Scanning Electron Microscope)
maka penelitian dan studi tentang serbuk sari sering dilakukan banyak peneliti. Penelitian atau
studi serbuk sari ini dipelajari pada cabang biologi tersendiri yaitu Palinologi. Menurut Simpson
(2006) palinologi adalah studi tentang spora dan serbuk sari. Studi palinologi ini telah
memberikan kekayaan karakter yang penting dalam menyimpulkan hubungan filogenetik suatu
tanaman. Selain itu, spora dan serbuk sari sering dapat digunakan untuk meng-identifikasi takson
tanaman tertentu (Fitri, dkk., 2016).
BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT

A. TUJUAN
Dari pembuatan kertas indikator bunga kembang sepatu buatan ini tujuan yang
hendak dicapai, ialah:

 Menciptakan kreativitas mahasiswa dalam menggunakan bahan alami yang tidak


terpakai seperti bunga kembang sepatu yang terbuang sia-sia dan yang biasa
membusuk jika sudah mulai layu.

 Dapat menjaga kelestarian lingkungan dengan mengurangi pencemaran


lingkungan akibat pemakaian bahan kimia dan pembuangan sisa bahan dengan
sembarangan disekitar lingkungan.

 Dan dengan pembuatan indikator ini tujuannya ialah menghasilkan suatu benda
yang dapat membantu proses kelancaran perkuliahan dalam praktikum.

 Lebih praktis dan mudah untuk penggunaan indikator apabila kertas indikator
ataupun indikator buatan lainnya tidak tersedia.

B. MANFAAT
 Teraplikasinya bahan-bahan yang biasa tidak berguna menjadi lebih berguna
dan termasuk hal yang penting dalam proses praktikum.

 Mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang cukup mengganngu


kelestarian lingkungan.

 Menghemat biaya untuk proses praktikum.

 Meningkatnya kreativitas mahasiswa dalam membuat kebutuhan praktikum


BAB IV

METODE PENELITIAN

1. ALAT
1. Pipet tetes
2. Gunting
3. Mortar dan Pestle
4. Kertas Saring

2. BAHAN
1. HVS
2. HCl
3. NaOH
4. Alkohol

3. METODE PEMBUATAN KERTAS INDIKATOR

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis yang menitik beratkan pada
proses dan makna dari penelitian (Safitri, 2018).

Penelitian ini berfokus pada pembuatan kertas indikator alami. Ekstrak tanaman ini
dibuat dalam bentuk kertas dan dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap larutan asam atau
basa. Untuk mengekstrak kembang sepatu digunakan metode Maserasi yang merupakan
salah satu metode ekstraksi yang paling sederhana. Uji kelayakan indikator dilakukan
sebagai data tambahan untuk mengetahui penilaian terhadap kertas indikator asam-basa
sebagai alat praktikum untuk menentukan larutan yang bersifa asam atau basa.

4. RANCANGAN KEGIATAN

Penelitian ini berfokus pada pembuatan kertas indikator alami. Ekstrak tanaman ini
dibuat dalam bentuk kertas dan dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap larutan asam atau
basa.
Tahap pertama yaitu melakukan ektraksi dari bahan bunga kembang sepatu. Untuk
mengekstrak kembang sepatu digunakan metode Maserasi yang merupakan salah satu
metode ekstraksi yang paling sederhana. Pada metode maserasi untuk mengektra bahan
dilakukan terlebih dahulu penghalusan/peleburan bahan. Yaitu menghancurkan kan bahan
hingga menjadi halus. Kemudian dilakukan penambahan etanol pada serbuk yang sudah
dihaluskan. Dan didiamkan selama kurang lebih 1 hari agar serbuk dapat benar-benar larut
pada pelarut etanol dan kandungan antosianinnya dapat terlarut dengan etanol.

Pada metode ini pelarut yang digunakan ialah alkohol supaya pada proses pengeringan
alkohol dapat dengan cepat menguap dan menyisahkan kandungan antosianin dari bungan
kembang sepatu tersebut.

Selanjutnya setelah larutan serbuk bunga kembang sepatu didiamkan kurang lebih 1 hari,
kemudian siapkan kertas saring ataupun jika sulit mendapatkannya dapat juga digunakan
kertas HVS yang sedikit lebih tebal agar tidak mudah sobek ketika dicelupkan kedalam
larutan. Lalu potong-potong kertas saring dengan bentuk persegi panjang dengan ukuran
panjang × lebar yaitu 5 × 1 cm.

Kemudian celupkan kertas saring yang telah dipotong-potong kedalam larutan bunga
kembang sepatu yang telah dibuat sebelumnya. Biarkan kertas saring tercelup kurang lebih 1
hari agar antosianin bunga kembang sepatu dapat melekat pada kertas secara sempurna.

jika warna kertas sudah tampak kemerahan seperti warna bunga kembang sepatu,
keringkan agar kandungan pelarut alkohol menguap dan tidak terdapat pada kertas tersebut.
Kertas indikator sudah dapat digunakan.

Uji kelayakan indikator dilakukan sebagai data tambahan untuk mengetahui penilaian
terhadap kertas indikator asam-basa sebagai alat praktikum untuk menentukan larutan yang
bersifat asam atau basa.
BAB V

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Indicator Perubahan Warna


HCl NaOH
Kertas ekstrak Merah Hijau
bunga sepatu

Setelah dilakukan penelitian sesuai dengan metode yang telah dijelaskan


sebelumnya, didapatkan suatu hasil barang berupa kertas indikator asam basa yang dapat
digunakan untuk mengetahui sifat suatu larutan.

B. PEMBAHASAN PENELITIAN

Pada kegiatan laboratoium, banyak kegiatan-kegiatan mahasiswa yang selalu


membutuhkan kertas indikator. Kegiatan praktikum tersebut membutuhkan kertas indikator
alami ataupun buatan untuk menunjang keterlaksanaannya. Kekurangan kertas lakmus ketika
kegiatan praktikum ini dapat menghambat proses praktikum mahasiswa.

Banyak sekali bahan-bahan alami yang jarang digunakan (biasa dibiarkan saja tanpa
dilakukan pengolahan khusus) yang dapat dijadikan indikator asam basa yang lebih ramah
lingkungan. Contoh bahan alami yang dapat dijadikan indikator alami ialah bagian tumbuh-
tumbuhan.

Pembuatan kertas indikator dari tumbuhan sebagai alat praktikum dalam materi asam
basa dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan mahasiswa praktikan dalam penelitian dan
pengumpulan informasi melalui mengobservasi secara langsung lingkungan sekitar dan studi
literatur. Berdasarkan hasil observasi, didapatkan hasil bahwa kertas lakmus yang terdapat
dilaboratorium pada saat praktikum sangat sedikit dijumpai dikarenakan kertas lakmus selalu
diberikan secukupnya pada saat praktikum dan penggunaannya dapat mencemari lingkungan
dengan penggunaan bahan-bahan kimia yang dapat merusak lingkungan.
Indikator alami adalah suatu senyawa yang mempunyai warna khusus pada pH tertentu
yang berasal dari tumbuhan (akar, daun, bunga, buah atau biji) dan dapat dibuat melalui ekstraksi
dengan pelarut yang sesuai. Dalam penelitian ini digunakan kembang sepatu (Hibicus
Rosasinensis) dengan pelarut etanol 70%. Penggunaan etanol sebagai pelarut agar akstrak dari
kemabng sepatu dapat larut dengan baik dan menempel sempurna pada bagian kertas.

Kembang sepatu dapat digunakan sebagai indikator asam basa karena mengandung zat
antosianin dudalamnya. Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki
kemampuan untuk bereaksi baik dengan asam maupun dalam basa. Antosianin dapat berubah-
ubah karena pengaruh suhu dan pH. Berbagai bagian tanaman (bunga, kulit buah, biji, daun dan
umbi) yang memiliki zat warna antosianin dapat berfungsi sebagai indikator asam basa, dengan
perubahan warna yang mencolok pada rentang perubahan pH 9-11

Sebagai indikator asam basa, yang dimanfaatkan dari tanaman ini adalah ekstrak dari
bunganya. Dari larutan ekstrak yang berwarna ungu, akan berubah menjadi merah dalam suasana
asam dan berwarna hijau dalam suasana basa.

Kegiatan inovas kerta indikator ini menggunakan metode maserasi. Maserasi merupakan
salah satu metode ekstraksi yang paling sederhana yaitu dengan merendam simplisa didalam
pelarut dingin, tidak memerlukan pemanasan yang dapat merusak zat aktif dalam simplisa.
Menurut Siregar (2009) perendaman tumbuhan yang telah dihaluskan dilakukan selama 24 jam
dengan tujuan agar ekstrak yang dihasilkan baik. Hasil maserasi dari tanaman tersebut yang
mengandung zat warna dapat digunakan sebagai bahan indikator asam basa.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Untuk memenuhi kebutuhan dalam melakukan kegiatan laboratorium kita dapat
menggunakan peralatan atau pun bahan yang alami agar tidak mengancam kelestarian
lingkungan. Banyak bahan-bahan alami yang tidak terpakai dapat kita manfaatkan
sebagai alat atau bahan untuk memenui kebutuhan kegiatan kita. Selain untuk menjaga
kelestarian lingkungan sekitar, kita juga melatih keterampilan kita untuk menciptakan
suatu hal atapun ide yang dapat beguna bagi kegiatan kita sendiri.
Dalam kegiatan-kegiatan di laboratorium kimia banyak sekali proses-proses
dilakukan yang dapat mengancam kelestarian lingkungan. Misalnya penggunaan bahan-
bahan kimia yang menghasilkan produk yang dapat mengganggu kelestaian lingkungan.
Maka dari itu ide ini dapat menjadi solusi untuk mengurangi dampak kegiatan
dilaboratorium kimia yang dapat terjadi dilingkungan sekitar.

B. SARAN
Dalam pembuatan kertas indikator ini, hal yang menjadi kekhawatiran ialah daya
tahan kertas indikator ini sangat sebentar. Jadi disarankan mencari bahan yang dapat
membuat daya tahan kertas menjadi lebih lama, baik itu dalam pemilihan kertas maupun
pelarut dan metode yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Febriani, A. dkk. 2016. Uji Aktivitas Keamanan Hair Tonic Ekstrak Daun Kembang
Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) pada Pertumbuhan Rambut Kelinci. Vol : 8 (1) : 259 – 269.

Fitri, R. dkk. 2016. Morfologi Serbuk Sari pada Beberapa Variasi Wrana Mahkota Bunga
Caesalpinia pulcherrina (L.) Swartz. Eksakta. Vol. 2 : 38 – 42.

Jualiandini, G. 2019. Pemanfaatan Bahan Alami sebagai Indikator Asam Basa dengan
Metode Praktikum IPA. Pros. SemNas. Peningkatan Mutu Pendidikan. Vol. 1 (1) : 179-183.

Kairupan, C. P. dkk. 2014. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Jurnal Ilmiah
Farmasi. Vol. 3 (2) : 93 – 97.

Lestari, P. 2016. Kertas Indikator Bunga Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) untuk
Uji Larutan Asam-Basa. Jurnal Pendidikan Madrasah. Vol. 1 (1) : 69 – 83.

Mahmud, N.R.A. dkk. 2015. Inventarisasi Tanaman Berpotensi Sebagai Indikator Asam-
Basa Alami di Kota Kupang. Prosiding Seminar Nasional Biologi dan Pembelajarannya. Hal :
491-496.

Maulika, dkk. 2019. Pengembangan Media Pembelajaran Indikator Asam Basa Alami
Berbasis Bioselulosa. Jurnal Ilmiah. Vol. 7 (1) : 56-64.

Mawarti, S. 2010. Aplikasi Beberapa Ekstrak Bunga Berwarna sebagai Indikator Alami
pada Titrasi sam Basa. Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Hal : 1-
9.

Mitarlis, dkk. 2018. Penentuan Trayek pH Indikator Alami Bunga Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis). Sebagai Media Pembelajaran Kimia Berwawasan Green Chemistry.
Seminar Nasional PPM. Hal : 448 – 454.

Murrukmihadi, M. 2013. Pengaruh Penambahan Carbomer 934 dan Steril Alkohol


Sebagai Emulgator dalam Sediaan Krim Ekstrak Etanolik Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus
rosa-sinensis L). Terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas Antibakteri pada Staphylococcus aurens.
Hal : 1 – 10.

Nuraisyah,A.F.2016.Mengenal Tumbuhan Bunga Sepatu.ISLAMIC BOARDING


SCHOOL MUTIARA QUR’A.Bogor.

Nuryanti, S. dkk. 2010. Indikator Titrasi Asam-Basa dari Ekstrak Bunga Sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis L). Agritech. Vol. 30 (3) : 178-182.

Novitasari, A.E.dan Barik, Z.A. 2018. Pemanfaatan Ekstrak Antisionin Dari Bunga
Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) Sebagai Indikator Untuk Identifikasi Boraks.
Jurnal Sains.Vol. 8 (16) : 8-15.

Oktiarni, dkk. 2013. Pemanfaatan Ekstrak Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-
sinensis Linn.) sebagai Pewarna Alami dan Pengawet Alami pada Mie Basah. Prosiding
Semirata FMIPA Unila. Hal : 103-109.

Putri,D.J.2013.Pengaruh Ekstrak Daun Kembang Sepatu Terhadap Siklus Reproduksi


Mencit Swiss Webster.UNP.Padang.

Riniati, dkk. 2019. Ekstraksi Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) Menggunakan


Pelarut Metanol dengan Metode Sokletasi untuk Indikator Titrasi Asam Basa. Ind. J. Chem.Anal.
Vol. 02 (01) : 34-40.

Safitri, dkk. 2019. Pembuatan Indikator Alami Sebagai Alat Praktikum Penentuan Sifat
Asam dan Basa Suatu Larutan. Artikel Penelitian. Hal : 1-8.

Sari, S.A. dan Nilmarito, S. 2019. Red Spinach (Alternanthera amoena voss) as an
Enviromental Friendly Acid Base Indicator. Indonesian Journal of Chemical Science and
Technology. Vol. 2 (2) : 104-107.

Sangadji, I. dkk. 2017. Kandungn Antisionin di Dalam mahkota Bunga Beberapa


Tanaman Hias. Jurnal Biology Science & Education. Vol. 6 (2) : 118 – 127.
Setyaningrum, N. L. dkk. 2013. Pengaruh Variasi Kadar Basis HPMC dalam Sediaan Gel
Ekstrak Etanolik Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) Terhadap Sifat Fisik dan
daya Antibakteria pada Staphylococcus aurens. Hal : 1 – 15.

Siregar, Y.D.I. 2010. Pembuatan Kertas Indikator Asam Basa dari Bunga Kembang
Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.). Hal : 246 – 251.

Ridwan.A.,Rahmawati Y.2018.BAHAN AJAR ASAM BASA PADA


PEMBELAJARAN STEAM .Jakarta.

Tamboto, J.L. dkk. 2017. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Kembang Sepatu (Hibiscus
rosa-sinensis L.). Terhadap Pertumbuhan Bakteri Porphyromonas gingivalis Secara In Vitro.
Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 6 (1) : 31-35.

Anda mungkin juga menyukai