Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN MINI RISET

“PEMANFAATAN KUNYIT SEBAGAI INDIKATOR ASAM BASA”

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Sri Adelia Sari, S.Pd., M.Si.

DISUSUN OLEH:
NAMA : EVAN S. NAIBAHO
KELAS : KIMIA DIK B 2018
NIM : 4183331020
MATKUL : PENDIDIKAN KIMIA B 2018

MATA KULIAH: KIMIA ANALITIK KUALITATIF DAN KUANTITATIF

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mini riset untuk pemenuhan tugas dalam mata
kuliah KIMIA ANALITIK KUALITATIF DAN KUANTITATIF.
Dengan tersusunnya tugas ini penulis berharap dapat bermanfaat dalam proses belajar
mengajar tidak hanya untuk penulis tetapi juga para pembacanya selain itu penulis juga berharap
memperoleh nilai yang baik untuk tugas ini.
Dalam kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen yang telah membina dan mengarahkan penulis untuk dapat menyelesaikan tugas ini
dengan hasil yang baik dan penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian tugas ini.
Mengingat bahwa manusia memiliki kelebihan maupun kekurangan dalam mengerjakan
sesuatu hal, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca semua agar bisa
lebih baik lagi dalam hal penulisan karya selanjutnya.

Medan, 22 MEI 2020

Penulis.

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH........................................................................ 1


B. PERUMUSAN HIPOTESA.................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 2

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT................................................................................9

A. Tujuan...........................................................................................................................9
B. Manfaat.........................................................................................................................9
BAB IV METODE PELAKSANAAN............................................................................. 10

A. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN............................................................ 10


B. RANGCANGAN KEGIATAN............................................................................... 11

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................. 12

A. HASIL PENELITIAN............................................................................................. 12
B. PEMBAHASAN PENELITIAN............................................................................. 14

BAB VI PENUTUP

A. KESIMPULAN....................................................................................................... 16
B. SARAN.................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 18

LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Antosianin banyak terdapat dalam buah, bunga, dan daun yang memberikan
warna merah sampai biru. Hasil ekstraksi bunga-bunga berwarna yang digunakan sebagai
indikator alami biasanya mengandung antosianin dan flavonoid yang dapat berubah
warna pada tiap perubahan pH tertentu. Hal inilah yang dapat dijadikan sebagai dasar
penggunaan beberapa bunga berwarna dapat digunakan sebagai indikator alami titrasi
asam-basa.
Selain bunga, kunyit juga memiliki warna orange yang mengindikasikan adanya
komponen bioaktif yaitu antosianin. Kunyit memiliki warna yang lebih pekat, sehingga
mengindikasikan bahwa kunyit mengandung lebih banyak antosianin Sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ekawati (2013) mengenai kadar antosianin pada tepung
kunyit yang menunjukkan bahwa bagian daging umbi memiliki kandungan antosianin
sebesar 16,277 mg/100g sedangkan tepung ubi bagian kulit umbi memiliki antosianin
sebesar 36,659 mg/100g.Berdasarkan penelitian tersebut maka kunyit dapat dijadikan
sebagai bahan alternatif dalam pembuatan indikator asam-basa.
Antosianin tergolong senyawa flavonoid bersifat polar yang dapat diekstraksi
dengan pelarut polar pula. Penelitian mengenai ekstraksi pigmen antosianin dari berbagai
tanaman telah banyak diteliti, seperti yang telah dilakukan oleh Dewi (2007) mengenai
ekstrak dedak sorgum dengan berbagai jenis pelarut. Hasil terbaik menunjukkan bahwa
ekstraksi dengan metanol memiliki kadar antosianin tertinggi yaitu 1,546 (mg/g).
Stabilitas warna antosianin dapat dipengaruhi oleh pH, suhu, dan cahaya.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahmudatussa’adah (2014) mengenai karakteristik warna
dan aktivitas antioksidan antosianin pada ubi jalar ungu memiliki bentuk paling stabil
berada pada pH 1-2.

B. PERUMUSAN HIPOTESA

1
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan hipotesa sebagai
berikut :
 Bagaimana pengaruh keadaan semakin asam pada ekstraksi antosianin?
 Bagaimana variasi suhu pengeringan saat menentukan warna indicator asam dan
basa dari kunyit?
 Bagaiman Perubahan warna yang terjadi pada sifat antosianin yang memiliki
tingkat kestabilan yang berbeda?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen
atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu.. Perubahan warna disebabkan oleh
resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan
mengakibatkan warna pada range pH yang berbeda (Khopkar, 1990:43).

Titrasi adalah suatu cara untuk menentukan konsentrasi asam atau basa dengan
menggunakan larutan standar. Larutan satandar dapat berupa asam atau basa yang telah diketahui
konsentrasinya dengan teliti. Keadaan dengan jumlah ekivalen asam sama dengan basa
disebut titik ekivalen (Supardi, 2006: 7).

Dalam titrasi asam basa nilai tetapan kesetimbangan ionisasi digunakan sebagai
tolok ukur dalam penentuan pH larutan yang menanadai tercpaainya titik ekivalen. Titik
ekivalen atau titik akhir teoritis adalah saat banyaknya asam atau basa yang terdapat
dalam larutan. Asam dan basa kuat dalam air akan terurai sempurna menjadi ion-ionnya. Asam
kuat terurai menjadi ion hidronium (H30+) dan basa konjugatnya. Basa kuat dalam air terurai
menjadi ion hidroksida (OH-) dan asam konjugatnya. Titrasi asam kuat dan basa kuat
pada dasarnya merupakan reaksi penetralan, sehingga titik ekivalen tercapai jika pH larutan
sama dengan pH air murni yaitu 7. Untuk mengetahui tercapainya titik ekivalen dapat dilakukan
dengan pH meter, potensiometer atu dengan suatu zat penunjuk yang dinamakan dengan
indiakor pH (Partana, et al. 2003: 33-34).

Kertas indikator asam-basa adalah suatu bahan yang dapat berubah warna apabila
diberikan pada larutan asam atau basa. Kertas indiaktor asam-basa biasa digunakan untuk
membedakan suatu larutan bersifat asam atau basa dengan cara memberikan perubahan
warna yang berbeda pada larutan asam dan basa (Harvey D, 2000).

Penggunaan indikator asam-basa dari berbagai ekstrak bunga dapat digunakan untuk
menentukan pH larutan, tetapi pH larutan yang diperoleh tidak seakurat pengujiannya dengan

2
menggunakan indikator universal. Trayek pH ekstrak bunga cukup lebar sedangkan indikator
universal memilki warna berbeda untuk nilai pH yang relatif sempit (Alwi dan Indra,
2011).

Kunyit atau kunir, (Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.), adalah termasuk
salah satu tanaman rempah-rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara. Tanaman ini
kemudian mengalami penyebaran ke daerah Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika.
Kunyit tergolong dalam kelompok jahe-jahean, Zingiberaceae.Antosianin dapat memberikan
manfaat bagi kesehatan manusia. Antosianin ini diketahui dapat diabsorbsi dalam bentuk
molekul utuh dalam lambung. Adapun antosianin yang tidak terabsorbsi memberikan
perlindungan terhadap kanker kolon. Disimpilkan bahwaUji hedonik overall (keseluruhan)
formula terpilih menunjukkan 81% panelis menyatakan suka terhadap keripik simulasi ubi
jalar ungu. Komposisi kimia pada formula terpilih adalah kadar air 5,35%, kadar abu
2,78%, kadar lemak 11,58%, kadar protein 1,66%, kadar karbohidrat 78,38%, nilai energi
426,81 Kkal/100g, dan kadar antosianin 37,81 mg/100g (DR Syamilah, dkk, 2016).

Titrasi asam basa pada prinsipnya merupakan reaksi netralisasi. Sehingga biasa disebut
titrasi netralisasi. Larutan analit pada titrasi netralisasi bisa berupa asam lemah, asam kuat, basa
lemah, basa kuat, ataupun garam yang bersifat asam maupun basa. Menentukan titik ekuivalen
dalam suatu titrasi harus mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari
buret ke asam dalam labu erlenmeyer. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut ialah
dengan menambahkan beberapa tetes indikator asam-basa ke larutan asam saat awal titrasi.
Indikator biasanya adalah suatu asam atau basa organik lemah dengan warna yang sangat
berbeda antara bentuk tidak terionisasi dan terionisasinya (Afandy, dkk, 2017).

Uji stabilitas terhadap pH bertujuan untuk melihat perubahan warna yang terjadi apabila
zat warna hasil ekstraksi tersebut dikondisikan pada berbagai macam pH. Pada penelitian ini,
sampel ekstrak diperlakukan pada lima kondisi pH yaitu pH 1, 3, 5, 7 dan 9. Pemilihan pH
tersebut telah mewakili kondisi asam basa dan netral. Larutan sampel pH 1 memiliki warna
merah yang stabil, untuk pH 3 dan 5 warna larutannya merah tetapi sedikit lebih pudar dari
larutan pH 1. Sedangkan pada sampel pH 7 terbentuk larutan yang bewarna ungu dan sampel pH
9 larutan menjadi bewarna hijau pekat. Hal ini menandakan bahwa pH sangat mempengaruhi
perubahan warna dari senyawa antosianin (Fendri, dkk, 2018).

S. aureus dapat mengikat zat warna dari sari ubi jalar ungu karena pada saat pewarnaan
bakteri akan mengikat zat warna pertama yang dipakai yaitu sari ubi jalar ungu. Selain itu
karena dinding sel yaitu peptidoglikan dari bakteri gram postif hanya dapat menyerap larutan
yang memiliki pH basa dimana pH sari umbi ubi jalar ungu yaitu 10. Kemudian pada saat di
genangi lagi dengan larutan lugol maka zat warna akan lebih melekat karena larutan lugol
memiliki fungsi untuk melekatkan warna pada dinding sel bakteri sehingga pada saat
pencucian menggunakan alkohol maka warna pada bakteri tidak luntur (Yuniarty dan Misbach,
2016).

3
Walaupun ekstrak indikator alami dapat digunakan sebagai indikator asam basa,
tetapi indikator tersebut tidak tahan lama dan menimbulkan bau yang kurang sedap jika
dalam bentuk larutan. Solusi yang dapat diusulkan untuk mengatasi masalah tersebut
adalah dengan melakukan imobilisasi ekstrak tumbuhan pada material tertentu. Bioselulosa
ini dapat digunakan sebagai bahan dasar indikator alami asam basa yang akan dijadikan kertas.
Kelebihan indikator dalam bentuk kertas yaitu dapat disimpan dalam waktu yang lama
serta tidak mudah rusak (Maulika, dkk, 2019).

Faktor yang memengaruhi absorbansi dari ekstrak ubi jalar ungu terhadap konsentrasi
kadar antosianin adalah konsentrasi pelarut yang digunakan pada proses maserasi. Senyawa
antosianin mempunyai stabilitas rendah akibat panas atau tingkat keasaman. Pada pemanasan
yang tinggi kestabilan dan ketahanan warna berubah dan bahkan rusak. Dalam suasana asam
antosianin berwarna merah dan suasana basa berwarna biru, namun lebih stabil dalam suasana
asam dibandingkan alkalis ataupun netral (Sukardi, dkk, 2018),

Manfaat kesehatan kunyit, dinyatakan oleh [1] disebabkan karena kandungan


antosianinnya yang cukup tinggi mulai dari 33.90 mg/100 g sampai 560 mg/100 g yang bersifat
antioksidan. Antosianin memiliki kecenderungan terpolimerisasi pada kondisi oksidatif seperti
adanya paparan oksigen, cahaya, dan panas yang meyebabkan perubahan warna menjadi coklat,
atau biasa disebut browning. Perubahan warna juga dapat disebabkan oleh keberadaan enzim
dalam bahan pangan itu sendiri. Peristiwa itu disebut dengan browning enzymatic yang
biasanya disebabkan oleh enzim polyphenol oxidase (PPO) yang ada pada ubi ungu [3].
Kehilangan atau rusaknya antosianin dapat dicegah dengan perlakuan pendahuluan pada kunyit
sebelum diproses lebih lanjut. Salah satu perlakuan pendahuluan untuk mengurangi persentase
rusaknya antosianin selama pemrosesan adalah dengan steam blanching atau blansir uap. Blansir
merupakan sebuah proses pendahuluan dengan memberikan panas dengan temperatur tinggi,
dalam waktu yang singkat pada bahan untuk menurunkan aktivitas enzim dan membunuh
mikroba [4]. Selain menurunkan aktivitas enzim yang menyebabkan browning pada antosianin,
metode blansir dapat meningkatkan kualitas warna dan rasa pada produk [5, 6]. Seiring dengan
menurunnya aktivitas enzim karena blansir uap, jumlah antosianin yang hilang semakin
menurun [5]. Perlakuan terbaik diperoleh dari minuman ubi jalar ungu dengan perlakuan blansir
selama 5 menit dengan konsentrasi penggunaan tepung ubi ungu sebanyak 20% dengan kadar
gula reduksi sebanyak 7.58%, kadar antosianin 288.89 mg/100g, aktivitas antioksidan IC50
sebesar 1149.70 ppm (Ticoalu, dkk, 2016).

Ekstraksi kunyit dengan hasil yang maksimal dapat dilakukan dengan cara menambahkan
asam pada pelarut etanol, salah satu jenis asam yang bisa digunakan adalah asam sitrat. Asam
sitrat memiliki keunggulan dibandingkan dengan asam lainya yaitu tidak berbau, mudah
ditemukan dan relatif murah. Rendemen ekstrak pekat antosianin ubi ungu berbanding lurus
dengan lama waktu blanching dan banyaknya konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan
pada pelarut etanol. Semakin lama waktu blanching dan semakin besar penambahan konsentrasi
asam sitrat pada pelarut etanol maka rendemen yang terekstrak semakin besar, hal tersebut

4
diduga karena blanching berfungsi untuk melunakkan jaringan sel kunyit sehingga
komponen yang terekstrak juga semakin besar (Maharani, dkk, 2016).

Proses ekstraksi dilakukan selama 24 jam, hal ini agar lebih menghasilkan ekstrak yang
maksimal dan waktu kontak antar pelarut untuk berinterasi dengan zat yang akan diekstrak lebih
lama. Pada saat proses ekstraksi dilakukan suhu ruang dan dilakukan dengan keadaan gelap
dimana digunakan aluminium foil untuk menutupnya, hal disebabkan karena antosianin mudah
teroksidasi oleh pengaruh suhu dan cahaya. Setelah didapatkan ekstrak ubi jalar ungu, lalu
dipartisi dengan corong pisah dengan penambahan dietil eter yang berfungsi untuk memisahkan
komponen non- antosianin, sebab dietil eter merupakan pelarut yang memiliki sifat non polar
sedangkan antosianin memiliki sifat polar, sehingga antosianin akan berada dalam pelarut yang
bersifat polar (aquades) (Pratiwi1 dan Priyani, 2019).

Setelah konsumsi kunyit pH saliva yang dihasilkan adalah basa. Sifat basa pada pH ini
menyebabkan sekresi saliva yang cukup tinggi. Salah satu fungsi saliva adalah berperan sebagai
buffer yang membantu menetralkan pH saliva sesudah makan, sehingga apabila viskositas tinggi,
maka akan terjadi keseimbangan pH saliva dan mengurangi terjadinya demineralisasi dan
mengalami waktu remineralisasi di menit ke 30 (Marlindayanti, 2019).

Penambahan maltodekstrin pada pembuatan serbuk antosianin kunyit menghasilkan


penurunan intensitas warna, tetapi meningkatkan rendemen dan pH. Semakin tinggi suhu
pengeringan cenderung menyebabkan penurunan intensitas warna, tetapi meningkatkan pH
serbuk antosianin kunyit. Berdasarkan intensitas warna, kombinasi perlakuan terbaik diperoleh
pada perlakuan penambahan maltodekstrin 4% dan suhu pengeringan 50 derajat C yang
menghasilkan rendemen 21,71%, intensitas warna (Absorbansi) 0,472, dan pH 3,60. Antosianin
dapat diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut. Pelarut yang biasanya digunakan
untuk ekstraksi antosianin adalah pelarut polar seperti etanol, metanol, isopropanol, aseton dan
air. Selain pelarut polar, pada saat ekstraksi antosianin diperlukan penambahan asam untuk lebih
mengoptimalkan ekstraksi antosianin. Asam yang biasa digunakan untuk ekstraksi antosianin
adalah asam sitrat, asam asetat, HCl, dan asam tartarat. Pada penelitian ini ekstraksi kunyit
dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut etanol dengan penambahan asam sitrat
(Munirayati, dkk, 2017).

Kunyit mengandung pigmen antosianin, pigmen ini sebesar 84-600mg/100g. Pigmen


antosianin pada ubi jalar ungu mempunyai stabilitas yang rendah dalam kondisi tertentu.
Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, suhu, cahaya, dan
oksigen. Suhu dapat menggeser kesetimbangan antosianin menjadi cenderung menuju bentuk
tidak bewarna yaitu basa karbinol dan alkon (tidak bewarna). Absorbansi warna antosianin pada
ubi jalar ungu juga dipengaruhi oleh pH, semakin rendah nilai pH maka nilai absorbansi
semakin tinggi. Pada pH 5 ke atas mengakibatkan kerusakan pigmen antosianin yang warnanya
berubah menjadi tidak berwarna (terjadi pemucatan warna). Oksigen dan suhu tampaknya
mempercepat kerusakan antosianin. Stabilitas warna antosianin selama pemprosesan jus buah

5
menjadi rusak akibat oksigen. Ketidakstabilan warna antosianin pada kunyit menyebabkan
warna larutan kunyit sedikit menempel pada plak (Mawan, dkk, 2018).

Kunyit memiliki kandungan antosianin paling tinggi dibandingkan dengan varietas lain.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Sari ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) Varietas
Ayamurasaki dapat diformulasi dalam bentuk sediaan body scrub. Sediaan Body scrub yang
memenuhi syarat evaluasi ialah formula B dengan konsentrasi 45% yaitu tekstur semipadat, bau
khas, warna cokelat, homogen, tipe emulsi minyak dalam air, dan pH berkisar 6,1-6,2
(Musdalipah, dkk, 2016)..

Kunyit memiliki kandungan gula yang cukup tinggi sehingga dapat memberikan rasa
manis lebih tinggi dibandingkan dengan komoditi sumber karbohidrat lain. Kandungan gula pada
kunyit yang telah dimasak jumlahnya meningkat apabila dibandingkan dengan gula pada kunyit.
Kunyit juga mengandung antosianin yang tinggi dibandingkan dengan ubi jalar jenis lainnya.
Salah satu produk yang dapat diolah dari kunyit. Kunyit juga berperan sebagai zat pewarna alami
pada pembuatan sirup. Kandungan antosianin yang terdapat dalam ubi jalar ungu dapat dijadikan
sebagai zat pewarna alami pada makanan dan minuman, karena tidak menimbulkan kerusakan
pada bahan makanan dan minuman maupun kemasannya dan bukan merupakan zat yang beracun
bagi tubuh. Rasio bubur ubi jalar ungu dan sari lemon berpengaruh nyata terhadap pH,
viskositas, kadar sukrosa, total padatan terlarut dan penilaian warna, aroma, rasa, rasa manis
secara hedonik maupun deskriptif. Perlakuan terbaik dan telah memenuhi SNI 01-3544:2013
sirup yaitu perlakuan SU1 dengan rasio bubur ubi jalau ungu dan sari lemon 90%:10%.
Sirup yang dihasilkan mengandung pH 4,64, viskositas 116,78cP, kadar sukrosa 65,07%,
total padatan terlarut 65,43°brix dan dinilai suka oleh panelis dengan deskripsi warna
orange , agak beraroma kunyit, agak berasa kunyit dan rasa manis (Saragih, dkk, 2017).

Untuk menunjukkan ada perbedaan pengaruh kedua bahan tersebut sebagai bahan
identifikasi keberadaan plak gigi pada Tabel 5, Uji statistik uji Independent t test, didapatkan
p<0,000, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada penggunaan ubi jalar ungu dan
bahan disclosing solution sebagai bahan identifikasi plak pada permukaan gigi. Diketahui
bahwa ikatan yang terjadi antar atom pada suatu senyawa berkaitan dengan interaksi atau
gaya intramolekuler (intramolecularforce), yaitu gaya yang mengikat atom-atom dalam satu
molekul akibat adanya ikatan kimia. Sedangkan pada ubi jalar ungu, kandungan zat
warnanya adalah Antosianin yaitu pigmen pewarna yang memiliki sifat larut dalam air
(Koswara, 2009). Dimana pada lingkungan gigi terdapat cairan rongga mulut sehingga
kemampuan ubi jalar ungu ini memiliki kemampuan berikatan dengan dengan cairan di
sekeliling keberadaan plak, sehingga tidak kuat berikatan dengan glikoprotein yang
merupakan komponen utama dalam plak baru terbentuk pada penelitian ini. Bahan ubi jalar
dapat digunakan sebagai bahan identifikasi keberadaan plak di permukaan gigi dan dari Uji
statistic uji Independent t test, didapatkan p<0,000 artinya ada perbedaan pengaruh antara
bahan ubi jalar ungu dengan bahan disclosing solution sebagai bahan identifikasi
keberadaan plak gigi. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan agar mengupayakan

6
mendapatkan bahan antosianin sebagai bahan dasar pewarna dengan konsentrasi yang lebih
pekat (Ekoningtyas, dkk, 2016).

Antosianin adalah kelompok pigmen yang memberikan warna kemerah-merahan,


letaknya di dalam cairan sel yang bersifat larut dalam air (Nollet, 1996). Sedangkan pada Umbi
uwi ungu (DioscoreaalataL.). dipercaya dapat menyembuhkan gatal-gatal atau akibat reaksi
alergi. Umbi uwi ungu diduga mengandung fenol, yaitu antosianin yang mengandung
antioksidan tinggi.Flavonoid, bentuk umum dari antosianin, mempunyai berbagai manfaat salah
satu diantaranya sebagai agen anti alergi. Metode yang digunakan untuk menganalisis ubi jalar
dan uwi ungu yaitu metode pH differensial. Metode perbedaan pH umum digunakan untuk
menilaikualitas dari buah-buahan dan sayuran segar maupun produk olahannya. Metode ini dapat
digunakan untuk mengukur jumlah antosianin total berdasarkanperubahan struktur
kromoforantosianin pada pH 1 dan 4,5. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas L.) dan uwi ungu (Dioscoreaalata L.) mengandung antosianin dengan kadar
antosianin total masing- masing 5,0 mg/100 g dan 1,6 mg/100 g (Utami, dkk, 2016).

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT

A. TUJUAN
 Untuk mengetahui pelarut apa yang digunakan dalam proses ekstraksi dari kunyit.
 Untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi pada indicator asam basa dari
kunyit.
 Untuk mengetahui uji stabilitas terhadap pH.

B. MANFAAT

 Dapat memperoleh langsung pengalaman bagaimana cara mengetahui asam dan


basa yang terdapat pada kunyit.

7
 Dapat memperoleh referensi tentang mengenai asam dan basa melalui bahan
alami tersebut yaitu kunyit.

BAB III

METODE PENELITIAN

A.METODE PENELITIAN KEGIATAN

Penelitian ini akan dilakukan di Jalan Kiwi Raya No.5 Medan.Sampel dalam penelitian
ini berupa ubi jalar ungu yang diperoleh di daerah Mandala Medan(rumah salah satu
mahasiswa).Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kadar antosianin
pada ekstrak kunyit. Variabel bebas yang digunakan adalah cahaya.Dan variabel
terkendali pada penelitian ini adalah perbandingan larutan asam-basa dengan indikator
alami.

Alat dan bahan yang akan kami gunakan adalah sebagai berikut :

1. Alat :

8
a)Gelas plastik air mineral (5 buah)
b)Label secukupnya
c)Sendok (1 buah)
d)Saringan biasa

       2. Bahan :
a)larutan garam
b)larutan cuka
c)Air Hujan
d)Air Sabun
e)Air Mineral
f)Kulit ubi ungu (100 gram)

B.RANCANGAN KEGIATAN

Kunyit

Dicuci bersih,lalu di iris tipis

Diblender dengan di(+) air mineral 100 ml

Disaring dengan saringan biasa (sehingga didapat ekstrak)

Ekstrak dituang ke dalam masing-masing gelas plastik


yang berisi larutan uji sebanyak 1 sdm

Diamati perubahan yang terjadi dan didapat larutan bersifat


asam,basa atau netral,catat hasil

9
BAB IV
PEMBAHASAN

Larutan uji Warna Asam/Netral/Basa

 ASAM
Cuka

10
Garam
NETRAL
dapur

Air hujan ASAM

Indikator NETRAL
Kulit Ubi
Ungu

NETRAL

Air Mineral

11
Air Sabun
BASA

Menurut Praktikum : Ekstrak yang didapat dari kunyit 100 gram berwarna merah-hitam.Yang
didapat dari kunyit yang diblender dan ditambahkan air secukupnya
sehingga didapatnya ekstrak yang terdapat zat antosianin yang menjadi
kunyit ini dibuat sebagai indikator alami asam basa.Adapun bahan –
bahan yang akan diuji apakah asam/basa/netral ini awalnya semua
berwarna bening dan juga ada putih.Ketika ekstrak kunyit diteteskan
sedikit demi sedikit pada masing-masing bahan,didapat Cuka
mengalami perubahan warna menjadi warna merah terang, Larutan
Garam tidak mengalami perubahan warna, Air hujan mengalami
perubahan warna menjadi merah yang sedikit pudar dari cuka, Air
mineral tidak mengalami perubahan warna, Air sabun mengalami
perubahan warna

Menurut Teori :Larutan sampel pH 1 memiliki warna merah yang stabil, untuk pH 3
dan 5 warna larutannya merah tetapi sedikit lebih pudar dari larutan pH
1. Sedangkan pada sampel pH 7 terbentuk larutan yang bewarna ungu
dan sampel pH 9 larutan menjadi bewarna hijau pekat. Hal ini
menandakan bahwa pH sangat mempengaruhi perubahan warna dari
senyawa antosianin (Fendri, dkk, 2018).

Sehingga berdasarkan perbandingan teori dan praktikum didapat bahwa Cuka bersifat asam
berada pada pH 1,Larutan garam bersifat netral begitu juga dengan air mineral.Air hujan bersifat
asam berada pada Ph 3-5 karena warnanya lebih pudar dari asam cuka.Air Sabun bersifat basa
yang berada pada pH 9

B.PEMBAHASAN

12
Warna orange pada kunyit disebabkan adanya pigmen orange antosianin pada bagian
kulit dan daging umbinya serta menjadi sumber antioksidan. Antosianin dapat memberikan
manfaat bagi kesehatan manusia. Antosianin ini diketahui dapat diabsorbsi dalam bentuk
molekul utuh dalam lambung. Adapun antosianin yang tidak terabsorbsi memberikan
perlindungan terhadap kanker kolon. Disimpilkan bahwaUji hedonik overall (keseluruhan)
formula terpilih menunjukkan 81% panelis menyatakan suka terhadap keripik simulasi ubi
jalar ungu. Komposisi kimia pada formula terpilih adalah kadar air 5,35%, kadar abu
2,78%, kadar lemak 11,58%, kadar protein 1,66%, kadar karbohidrat 78,38%, nilai energi
426,81 Kkal/100g, dan kadar antosianin 37,81 mg/100g (DR Syamilah, dkk, 2016). Uji
stabilitas terhadap pH bertujuan untuk melihat perubahan warna yang terjadi apabila zat warna
hasil ekstraksi tersebut dikondisikan pada berbagai macam pH. Pemilihan pH tersebut telah
mewakili kondisi asam basa dan netral. Walaupun ekstrak indikator alami dapat digunakan
sebagai indikator asam basa, tetapi indikator tersebut tidak tahan lama dan menimbulkan
bau yang kurang sedap jika dalam bentuk larutan. Solusi yang dapat diusulkan untuk
mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan imobilisasi ekstrak tumbuhan pada
material tertentu. Bioselulosa ini dapat digunakan sebagai bahan dasar indikator alami asam basa
yang akan dijadikan kertas. Kelebihan indikator dalam bentuk kertas yaitu dapat disimpan
dalam waktu yang lama serta tidak mudah rusak (Maulika, dkk, 2019). Manfaat kesehatan
kunyit dinyatakan oleh [1] disebabkan karena kandungan antosianinnya yang cukup tinggi mulai
dari 33.90 mg/100 g sampai 560 mg/100 g yang bersifat antioksidan. Antosianin memiliki
kecenderungan terpolimerisasi pada kondisi oksidatif seperti adanya paparan oksigen, cahaya,
dan panas yang meyebabkan perubahan warna menjadi coklat, atau biasa disebut browning.

Perubahan warna juga dapat disebabkan oleh keberadaan enzim dalam bahan pangan
itu sendiri. Peristiwa itu disebut dengan browning enzymatic yang biasanya disebabkan oleh
enzim polyphenol oxidase (PPO) yang ada pada kunyit [3]. Kehilangan atau rusaknya antosianin
dapat dicegah dengan perlakuan pendahuluan pada ubi ungu sebelum diproses lebih lanjut. Salah
satu perlakuan pendahuluan untuk mengurangi persentase rusaknya antosianin selama
pemrosesan adalah dengan steam blanching atau blansir uap. Blansir merupakan sebuah proses
pendahuluan dengan memberikan panas dengan temperatur tinggi, dalam waktu yang singkat
pada bahan untuk menurunkan aktivitas enzim dan membunuh mikroba [4]. Selain menurunkan
aktivitas enzim yang menyebabkan browning pada antosianin, metode blansir dapat
meningkatkan kualitas warna dan rasa pada produk [5, 6]. Seiring dengan menurunnya aktivitas
enzim karena blansir uap, jumlah antosianin yang hilang semakin menurun [5]. Perlakuan
terbaik diperoleh dari minuman ubi jalar ungu dengan perlakuan blansir selama 5 menit dengan
konsentrasi penggunaan tepung kunyit sebanyak 20% dengan kadar gula reduksi sebanyak
7.58%, kadar antosianin 288.89 mg/100g, aktivitas antioksidan IC50 sebesar 1149.70 ppm
(Ticoalu, dkk, 2016). Kunyit mengandung pigmen antosianin, pigmen ini sebesar 84-
600mg/100g. Pigmen antosianin pada ubi jalar ungu mempunyai stabilitas yang rendah dalam
kondisi tertentu. Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, suhu,
cahaya, dan oksigen. Suhu dapat menggeser kesetimbangan antosianin menjadi cenderung

13
menuju bentuk tidak bewarna yaitu basa karbinol dan alkon (tidak bewarna). Absorbansi warna
antosianin pada kinyit juga dipengaruhi oleh pH, semakin rendah nilai pH maka nilai
absorbansi semakin tinggi. Pada pH 5 ke atas mengakibatkan kerusakan pigmen antosianin yang
warnanya berubah menjadi tidak berwarna (terjadi pemucatan warna). Oksigen dan suhu
tampaknya mempercepat kerusakan antosianin. Stabilitas warna antosianin selama pemprosesan
jus buah menjadi rusak akibat oksigen. Ketidakstabilan warna antosianin pada ubi jalar ungu
menyebabkan warna larutan kunyit sedikit menempel pada plak (Mawan, dkk, 2018).

BAB V

PENUTUP

A.KESIMPULAN

1. Untuk mengetahui pelarut apa yang digunakan dalam proses ekstraksi dari kunyit.
Jawab: Jenis pelarut yang paling cocok digunakan dalam proses ekstraksi kunyit yaitu
pelarut metanol yang diasamkan dengan HCl 1% yang menunjukkan warna yang lebih
stabil dibandingkan dengan jenis pelarut lainnya.

2. Untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi pada indicator asam basa dari kunyit.
Jawab: dapat disimpulkan bahwa kunyit dapat digunakan sebagai indikator asam-basa
alternatif dengan menunjukkan perubahan warna sebagai berikut : berubah warna
menjadi bright pinkketika dicelupkan pada asam kuat, teh hijau pada basa kuat, shocking
pinkpada asam lemah, dan mauves pada basa lemah.

3. Untuk mengetahui uji stabilitas terhadap pH.


Jawab: untuk melihat perubahan warna yang terjadi apabila zat warna hasil ekstraksi
tersebut dikondisikan pada berbagai macam pH. Pada penelitian ini, sampel ekstrak
diperlakukan pada lima kondisi pH yaitu pH 1, 3, 5, 7 dan 9. Pemilihan pH tersebut telah
mewakili kondisi asam, basa dan netral. Larutan sampel pH 1 memiliki warna merah

14
yang stabil, untuk pH 3 dan 5 warna larutannya merah tetapi sedikit lebih pudar dari
larutan pH 1. Sedangkan pada sampel pH 7 terbentuk larutan yang bewarna ungu dan
sampel pH 9 larutan menjadi bewarna hijau pekat. Hal ini menandakan bahwa, pH sangat
mempengaruhi perubahan warna dari senyawa antosianin.

B.SARAN
Kami menemukan ada beberapa kalimat yang kami kurang mengerti di beberapa
referensi sehingga kami hanya mengambil sedikit kalimat atau bagian yang penting dari referensi
yang kami dapat, kami juga membutuhkan kritikan dari dosen pengampu agar makalah ini bisa
lebih sempurna kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

15
Afandy, A., Nuryanti, S., M. Diah, A. (2017). Ekstraksi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L.)
Menggunakan Variasi Pelarut Serta Pemanfaatannya Sebagai Indikator Asam-Basa. Jurnal
Akademika Kimia. 6(2): 79-85.

Angelia, I K. (2019). Variasi Konsentrasi Solven Pada Proses Ekstraksi Antosianin Dari Ubi
Jalar Ungu. Journal of Agritech Sicence. 3(1): 16-26.

Alwi, F & Indra, N. 2011. Pembuatan Kertas Asam-Basa dari Ekstrak Bunga. Prosiding
Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains.Bandung.

Cendekia, D., Rani, H., Afifah, D. (2019). Pengaruh Senyawa Antioksidan Dalam Pembuatan
Klepon Ubi Jalar. Jurnal Analis Farmasi. 4(1): 25 – 28.

DR Syamilah., Novidahlia, N., Amalia, L. (2016). Formulasi Keripik Simulasi Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea Batatas L.). Jurnal Pertanian. 7(1): 35-43.

Ekoningtyas, E A., Triwiyatini., Nisa, F. (2016). Potensi Kandungan Kimiawi Dari Ubi Jalar
Ungu (Ipomoea Batatas L) Sebagai Bahan Identifikasi Keberadaan Plak Pada Permukaan Gigi.
Jurnal Kesehatan Gigi. 3(1): 1-6.

Fatmasari, D., Supriyana., Sukmawati. (2017). Larutan Ubi Jalar Ungu Dan Buah Bit Sebagai
Bahan Identifikasi Keberadaan Plak Gigi. Jurnal Kesehatan Gigi. 4(1): 19-24.

Fendri, S., Martinus., Haryanti, M. (2018). Pengaruh pH Dan Suhu Terhadap Stabilitas
Antosianin Dari Ekstrak Kulit Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lam.). Chempublish
Journal. 2(2): 33-41.

Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. The Mc Graw-Hill Companies, Inc.United


States of America.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Maharani, B., Lindriati, T., Diniyah, N. (2016). Pengaruh Variasi Waktu Blanching dan
Konsentrasi Asam Sitrat Terhadap Karakteristik dan Aktivitas Ekstrak Pigmen Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea batatas L.). Jurnal Penelitian Pangan. 1(1): 60-67.

Marlindayanti. (2019). Efek Konsumsi Biskuit Ubi Ungu Terhadap Saliva Dalam Upaya
Pencegahan Karies. Jurnal Kesehatan Gigi dan Mulut. 1(1): 17-22.

Maulika F., Rizmahardian., Kurniasih, D. (2019). Pengembangan Media Pembelajaran Indikator


Asam Basa Alami Berbasis Bioselulosa. Ar-Razi Jurnal Ilmiah. 7(1): 56-64.

Mawan, C., Fitriana, R., Listyarini, A., Sholihah, W., Pudjiastuti, W. (2018). Kertas Label
Kolorimetrik Dengan Ekstrak Ubi Ungu Sebagai Indikator Pada Kemasan Pintar Untuk
Mendeteksi Kesegaran Susu. Jurnal Kimia dan Kemasan. 40(1): 25-32.

16
Munirayati., Moulana, R., Husna, N. (2017). Pembuatan Serbuk Antosianin Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea batatas L.) dengan Variasi Konsentrasi Maltodekstrin dan Suhu Pengeringan. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah. 2(4): 491-497.

Musdalipah., Haisumanti., Reymon. (2016). Formulasi Body Scrub Sari Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea Batatas L.) Varietas Ayamurasaki. Warta Farmasi. 5(1): 1-12.

Pratama, Y. 2012. Pemanfaatan Ekstrak Daun Jati (Tectona grandis linn F.) Sebagai Indikator
Tirasi Asam-Basa. Proposal Skripsi. Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Semarang.

Pratiwi1, S., Priyani, A. (2019). Pengaruh Pelarut Dalam Berbagai pH Pada Penentuan Kadar
Total Antosianin Dari Ubi Jalar Ungu Dengan Metode pH Diferensial Spektrofotometri. Jurnal
Kimia dan Pendidikan. 4(1): 89-96.

Salim, M., Dharma1. A., Mardiah1, E., Oktoriza1, G. (2017). Pengaruh Kandungan Antosianin
Dan Antioksidan Pada Proses Pengolahan Ubi Jalar Ungu. Jurnal Zahra. 5(2): 7-12.

Saragih, C., Herawati, N., Effendi, R. (2017). Pembuatan Sirup Ubi Jalar Ungu (Ipomea Batatas
L.) Dengan Penambahan Sari Lemon (Citrus Limon L.). Jom Faperta Ur. Vol. 4(1): 1-15.

Sukardi., Kiswaya, S., Pranowo, D. (2018). Antosianin Ekstrak Ubi Jalar Ungu Kering untuk
Donor Elektron Sel Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT). Jurnal Teknologi dan Manajemen
Agroindustri. 7(3): 133-142.

Supardi, KI. & Gatot Luhbandjono. 2006. Kimia Dasar II. Semarang: UPT UNNES Press. Hal
7.

Ticoalu, G., Yunianta., Maligan, J. (2016). Pemanfaatan Ubi Ungu (Ipomoea Batatas) Sebagai
Minuman Berantosianin Dengan Proses Hidrolisis Enzimatis. Jurnal Pangan dan Agroindustri.
4(1): 46-55.

Utami, Y P., Umar, A., Ernawati. (2016). Analysis of Total Anthocyanin Content on Ethanol
Extract of Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas L.) and Purple Yam (Dioscoreaalata L.) with
Differential pH Method. Journal of Pharmaceutical and Medicinal Sciences. 1(2): 44-47.

Yuniarty, T., Misbach, S. (2016). Pemanfaatan Sari Ubi Jalar Ungu(Ipomoea batatas poiret)
Sebagai Zat Pewarna Pada Pewarnaan Staphylococcus aureus. Jurnal Teknologi Laboratorium.
5(2): 59-63.

17

Anda mungkin juga menyukai