Anda di halaman 1dari 45

Kata Reptilia berasal dari kata reptum yang berarti melata.

Reptilia merupakan kelompok


hewan darat pertama yang sepanjang hidupnya bernafas dengan peru-paru. Ciri umum kelas
ini yang membedakan dengan Kelas yang lain adalah seluruh tubuhnya tertutup oleh kulit
kering atau sisik. Kulit ini menutupi seluruh permukaan tubuhnya dan pada beberapa
anggota ordo atau sub-ordo tertentu dapat mengelupas atau melakukan pergantian kulit
baik secara total yaitu pada anggota Sub-ordo Ophidia dan pengelupasan sebagian pada
anggota Sub-ordo Lacertilia. Sedangkan pada Ordo Chelonia dan Crocodilia sisiknya hampir
tidak pernah mengalami pergantian atau pengelupasan.Kulit pada reptil memiliki sedikit
sekali kelenjar kulit.
Hewan melata yaitu berjalan dengan perut menempel pada permukaan tanah atau tembok.
Karena kaki orientasi lateral (sisi) berada dikiri kanan tubuh. Kajian mengenai hewan amfibi
dan reptilian disebut herpetology yang berarti hewan melata. Reptilia termasuk dalam
vertebrata yang pada umumnya tetrapoda, akan tetapi pada beberapa diantaranya
tungkainya mengalami reduksi atau hilang sama sekali seperti pada serpentes dan sebagian
lacertilia. Reptilia yang tidak mengalami reduksi tungkai umumnya memiliki 5 jari atau
pentadactylus dan setiap jarinya bercakar.Rangkanya pada reptilia mengalami osifikasi
sempurna dan bernafas dengan paru-paru.

Masa Reptilia dimana hewan reptlilia ini jauh lebih menyebar, lebih banyak jumlahnya, dan
lebih beraneka ragam selama zaman Mesozoikum dibandingkan dengan saat ini.Asal mula
dan radisai evolusioner awal reptilian. Fosil reptilian tertua ditemukan di batuan yang
berasal dari akhir masa Karboniferus;berumur sekitar 300 juta tahun. Leluhurnya adalah
salah satu di antara amfibi dimasa Devon.Dalam dua gelombang besar radiasi adaptif,
reptilian menjadi vertebrata darat yang dominan dalam suatu dinasti yang bertahan selama
lebih dari 200 juta tahun. (Campbell 2003)
Penyebaran reptilia pertama kali terjadi pada masa Permium, yaitu masa terakhir
Paleozoikum, dan menjadi dua cabang evolusi utama.
Sinapsida. Cabang tersebut meliputi beraneka ragam reptilian yang mirip mamalia yang
disebut tetrapsida, termasuk organisme yang kemungkinan merupakan leluhur mamalia.
Sauropsida. Cabang tersebut menghasilkan semua aminota modern kecuali mamalia.
Sauropsida terbagi menjadi dua subcabang relative awal dalam sejarahnya:
Anapsida. Kura-kura adalah satu-satunya jenis yang selamat dari kelompok reptilian.
Diapsida. Kadal, ular, dan buaya adalah diapsida yang masih hidup saat ini yang
diklasifikasikan sebagai reptilian. Dinosaurus dan beberapa kelompok reptilia lain yang sudah
punah juga merupakan anggota diapsida. Analissi kladistik memberikan bukti yang kuat
bahwa burung adalah kerabat terdekat yang masih hidup bagi dinosaurus yang sudah punah
tersebut.

A. STRUKTUR REPTILIA

Morfologi Reptilia meliputi kepala yang terpisah, leher, tubuh, dan ekor, angggota tubuh berukuran
pendek dengan sejumlah jari yang pada bagian ujungnya dilengkapi cakar dan begitupun ada juga
sebagaian subordo yang lain yang tidak memiliki jari. Mulutnya yang panjang dilengkapi dengan gigi.
Buaya misalnya di dekat ujung moncong terdapat dua lubang hidung .Mata berukuran besar dan
terletak lateral, dengan kelopak atas dan bawah, serta membrane nictatin transparan yang dapat
bergerak di bawah kelopak mata, telinga berukuran kecil terletak dibelakang mata. Anus terletak
longitudinal dibelakang pangkal kaki belakang. Reptilia (dalam bahasa latin, reptil = melata) memiliki
kulit bersisik yang terbuat dari zat tanduk (keratin). Sisik berfungsi mencegah kekeringan.

1. Warna Tubuh

Ada bagian dermis berupa kromotofora yang bertanggung jawab terhadap warna tubuh.Oleh karena
adanya konsentrasi dan dispersi granula-granula pigmen dalam kromatofora ini menjadikan reptil
mampu melakukan mimikri yaitu mengganti warna dalam menanggapi rangsang dari
lingkungan.Contohnya adalah bunglon.

Warna juga menjadi penting dalam termoregulasi, yaitu akan menjadi perubahan konsentrasi
granula-granula pigmen dalam kromatofora akibat respon temperatur tinggi dengan mengurangi
pewarnaan sehingga warna menjadi lebih terang., sementara itu temepratur rendah menyebabkan
pewarnaan gelap. Warna juga disiapkan untuk melindungi organ-organ vital dari bahaya radiasi
matahari.Kadangkala pigmentasi berfungsi untuk perisai organ intermuskular bahkan untuk
perlindungan jaringan peritoneum.

2. Sisik Epidermal

Tubuh reptil dibungkus oleh sisik kering sebagai pelindung tubuh seperti halnya sisik ikan.Sisik-sisik
ini terbagi dalam 2 kategori, yaitu epidermal dan dermal.Tipe sisik reptil adalah superfisial dan
umumnya berganti secara berkala.Sisik dermal adalah lempengan tulang yang tertanam permanen
pada kulit dan bertahan selama hidupnya.

Reptil memiliki sisik epidermal yang terlihat amat nyata pada kadal dan ular. Sisik epidermal secara
terus menerus diproduksi oleh karena pertumbuhan dari lapisan stratum germinativun epidermis
dan umunya berlipat sehingga menjadi tumpang tindih satu sama lain. Ketika lapisan sisik epidermal
tumbuh secara sempurna atau secara utuh, akhirnya menjadi terpisah dari stratum germinativum
dan tampak sebagai benda mati. Ular dan kadal sisik-sisiknya berganti yang disebut dengan proses
ekdisis. Sebelum berlangsungnya ekdisis, sisik-sisik baru yang akan menggantikan sisik yang sudah
tua sudah terbentuk. Kebanyakan ular berganti kulit secara sekaligus.Epidermal yang lepas pertama
pada daerah kepala termasuk kulit di dorsal mata, ular pada akhirnya beringsut ke luar dari penutup
lama. Pergantian kulit pada ular dihitung mulai saat pertama seekor ular berganti kuloit adalah
bergantung pada tingkat pertumbuhannya. Jenis ular yang cepat pertumbuhannya biasanya berganti
kulit setiap dua bulan.

Beberapa ular berbisa seperti pada Crotalus cerates dan Cerates cerates memiliki struktur seperti
tanduk di atas matanya yang merupakan modifikasi dari sisik-sisik. Tanduk ini akan melipat ke bawah
menutupi mata ketika kepala ular ditekan. Tanduk ini mungkin bermanfaat untuk melindungi mata
ketika ular bergerak melalui bebatuan, akar-akar, belukar atau apa saja yang dapat menyebabkan
luka. Lapisan kulit epidermal pada kadal tidak berganti secara keseluruhan dalam waktu relatif
pendek

Karapaks dan plastron adalah tempurung dorsal dan ventral yang melindungi tubuh kura-kura dan
penyu.Strukturnya tersusun sebagian besar oleh tulang dari lempengan kulit dermal dan bagian luar
yang terbungkus sisik epidermal bertanduk yang tidak menyerupai sisik epidermal pada ular dan
kadal.Sisik-sisik ini tidak berganti secara berkala, meskipun sisik yang lebih tua yang merupakan
lapisan terluar mengelupas sebagai akibat dari ekspansi laisan stratum germinativum.Sisik baru
berukuran lebih besar daripada sisik yang terdahulu yang menutupinya.Sebagai konsekuensi, ada
lempengan epidermal yang ebih besa membentuk cincin atau lingkaran pertumbuhan sebagai
akumulasi lapisan-lapisan sisik bertanduk.Beberapa kura-kura tidak memiliki sisik dan mempunyai
sebuah kulit keras sebagai pengganti.Tubuh aligator dan sejenisnya juga terbungkus sisik epidermal
yang tidak secara bersamaan berganti tetapi berangsur-angsur mengelupas dan digantikan sisik
baru.

Sisik epidermal reptil menunjukkan lebih banyak keragaman bentuk dan struktur, terutama pada
ular dan kadal.Sisik tersebut mugkin tersusun secara longitudinal, diagonal atau transversal (baris-
baris melintang). Sisik pada kepala umumnya berbeda dalam penampilan dari sisik bagian tubuh lain
dan diberi nama sesuai dengan lokasinya. Sisik di sepanjang bagia bibir atas disebut sisik-sisik labial
atas.,sisik yang melingkari mata adalah sisik okular, yang diantara kedua mata adalah sisik
interokular. Perbedaan dalam ukuran, bentuk dan jumlah sisik ini memberikan ciri khusus dan
penting untuk klasifikasi.

Sisik ular biasanya sikloid atau berbentuk segi empat.Sisik kadal mungkin dikelompokkan ke dalam
sisik granular, sikloid, quadrangular atau mucromate, dan sisik mungkin halus atau kasar.Sisik bagian
tubuh tertentu bisa termodifikasi hingga menjadi panjang seperti duri yang ditemukan pada iguana.

Sisik pada bagian ventral tubuh ukar umumnya lebih besar umumnya lebih besar, pitamoris
melintang disebut scute yang berfungsi untuk memperluas lebar tubuh.Keberadaan scute di bagian
bawah permukaan tubuh biasanya digunakan sebagai ciri dasar untuk membedakan ular dari kadal.

Kelenjar Kulit

Karena sisik epidermal kering maka reptil pada dasarnya hanya memiliki sedikit kelenjar
kulit.Kelenjar mukus dan kelenjar di kloaka pada buaya berfungsi selama masa bercumbu.Beberapa
kadal juga memiliki kelenjar endokrin di dekat kloaka di masa kawin.Kadal ini memiliki lubang-lubang
disebut sebagai lubang preanal atau lubang femoral, umumnya pada betina lebih kecil atau
ditemukan hanya pada pejantan.Kelenjar ini menjadi sangat aktif pada musim kawin.
Tipe kelenjar holokrin telah ditemukan disebut kelenjar keturunan atau generation gland.Perubahan
sekresi dari kelenjar-kelenjar ini tampak dihubungkan dengan pertumbuhan sisik pada kulit.

3. Gigi

Gigi sama sekali tidak ada pada kura-kura dan penyu, tetapi diganti dengan lapisan tanduk
baik di rahang atas maupun bawah seperti layaknya paruh burung. Reptilia kelompok lain
umumnya mempunyai gigi dan berkembang dengan baik. Gigi-gigi Crocodilia agak seragam,
berbentuk kerucut, kelengakapan giginya mengarah pada gigi tipe thedocont.

Sebagian besar kadal memiliki gigi seragam atau homodont.Ada (sedikit) reptilia yang memiliki gigi
seri, taring dan geraham, sehingga pertumbuhan gigi ini mengarah pada heterodont.Sebagian kecil
kadal memiliki gigi yang tumbuh pada langit-langit mulut, tetapi umumnya melekat pada rahang.Ada
tipe gigi yang hanya melekat pada rahang sehingga tidak terletak pada lubang rahang, disebut tipe
acrodont.Tipe gigi pleurodont yaitu gigi berada dan melekat pada sisi dalam rahang.Gigi bawah pada
genus Holoderma (kadal berbisa) adalah pleurodont.Racun yang disekresikan oleh kelenjar labial
pada rahang bawah Holoderma tidak melewati lubang taring tetapi mengalir melalui luka akibat
tusukan gigi.

Ular umumnya memiliki gigi tipe pleurodont yang tersusun pada jajaran di rahang atas dan
bawah.Beberapa ular berbisa memiliki gigi berlekuk yang disebut gigi opistoglifi. Ular berbisa kuat,
umumnya memiliki sepasang taring berlubang terletak pada bagian anterior rahang atas, bentuk
taring seperti jarum hipodermik dan dasar taring berhubungan dengan kantong kelenjar bisa.
Kontraksi otot di sekitar kelenjar bisa pada saat ular menyerang, bertanggung jawab untuk
menyuntikkan bisa melewati taring ke korban. Taring, seperti juga gigi yang lain akan diganti bila
tanggal. Taring ular berbisa opistoglifi adalah gigi bisa yang terletak pada rahang atas bagian
posterior sedangkan gigi bisa yang terletak pada rahang atas bagian anterior dan dapat dilipat (bisa
digerakkan) karena ada engsel disebut gigi solenoglifi.Gigi bisa pada ular kobra dan ular mamaba
taringnya terletak pada rahang atas bagian anterior dan gigi bisa ini tidak bisa digerakkan yang
disebut dengan tipe gigi taring proteroglifi.

4. Alat Gerak (appendages) dan Lokomosi

Kadal dapat berlari dengan menggunakan 4 tungkai tetapi ada yang hanya menggunakan 2
tungkai belakang pada saat berlari.Ada kadal yang mampu memanjat permukaan vertikal,
misalnya pada kelompok tokek karena ada alat tambahan berupa kait.beberapa kadal dari
genus Draco mampu meluncur di udara karena memiliki kulit tambahan seperti jaring yang
lebar disetiap sisi tubuh tetapi tidak memiliki tungkai. Dua pasang tungkai pada kadal tidak
selalu pentadaktil, terkadang jari-jari pada satu atau kedua pasang tungkai menghilang.
Kadal tak bertungkai dikelompokkan dalam famili Ellidae atau famili Anguidae sehingga
Nampak seperti ular.Buaya mampu berjalan di atas tanah sebaik berenang di air. Mungkin
jaringan selaput antar jari tersebut bervariasi, akan tetapi kecepatan di air disempurnakan
oleh gerakan tubuh mengombak ke samping.

Reptil yang teradaptasi sangat baik untuk kehidupan akuatik adalah kura-kura laut.Tungkainya
termodifikasi menjadi sirip, kuku mereduksi atau tidak ada.Kura-kura tanah memiliki tungkai yang
kuat dan mampu mengangkat tubuh untuk bergerak.Kura-kura laut dan air tawar dapat merubah
berat badannya secara spesifik sehingga mampu bertahan dalam air pada kedalaman tertentu, dapat
mengambang di permukaan atau bergerak di dasar kolam.Kemungkinan ini dicapai dengan merubah
volume udara di paru-paru dengan menambah atau mengurangi jumlah air yang disimpan di kloaka.

Gerakan melata pada ular adalah hal yang menarik. Ternyata ular melata dengan cara berbeda. Ada
4 tipe gerakan maju, yaitu berombak horizontal, rectilinear,concertinadan sidewinder. Rattlesnake
dan ular berbisa memiliki lubang sensor khusus di setiap sisi kepala. Keberadaan lubang ini telah
dipelajari oleh Noble dan Schmidt (1937), bahwa walaupun semua organ utama dirusak atau diblok
ternyata ular mampu menemukan atau mengetahui lokasi dan mematuk mangsanya sebab objek
memiliki suhu tubuh lebih tinggi atau lebih rendah dari lingkungan sekitar. Lubang-lubang sensor ini
bersifat saraf opthithalmic cabang dari saraf cranial ke V. Organ sensor di kepala ular fiton Australia
(Morelia spilotes) mampu menerima sinar infra merah.

B. FISIOLOGI REPTILIA

SISTEM INTEGUMEN REPTIIL

Tubuh reptil umumnya tertutupi oleh sisik-sisik yang beraneka bentuk, terkecuali anggota suku
Amphisbaenidae yang tak bersisik. Sisik-sisik itu dapat berukuran amat halus, seperti halnya
sisik-sisik yang menutupi tubuh cecak, atau pun berukuran besar seperti yang dapat kita amati
pada tempurung kura-kura. Sisik-sisik itu berupa modifikasi lapisan kulit luar (epidermis) yang
mengeras oleh zat tanduk, dan terkadang dilengkapi dengan pelat-pelat tulang di lapisan
bawahnya, yang dikenal sebagai osteoderm.

Beberapa bentuk sisik yang umum pada reptil adalah: sikloid (cenderung datar membundar),
granular (berbingkul-bingkul), dan berlunas (memiliki gigir memanjang di tengahnya, seperti
lunas perahu). Perbedaan bentuk dan komposisi sisik-sisik ini pada berbagai bagian tubuh reptil
biasa digunakan untuk mengidentifikasi spesies hewan tersebut.

Integument pada Reptilia umumnya juga tidak mengandung kelenjar keringat. Lapisan terluar
dari integument yang menanduk tidak mengandung sel-sel saraf dan pembuluh darah. Bagian ini
mati, dan lama-lama akan mengelupas. Permukaan lapisan epidermal mengalami keratinisasi.
Lapisan ini akan ikut hilang apabila hewan berganti kulit. Pada calotes (bunglon) integument
mengalami modifikasi warna. Perubahan warna ini dikarenakan adanya granulea pigment dalam
dermis yang terkumpul atau menyebar karena pengaruh yang bermacam-macam. Pada calotes
(bunglon) perubahan ini relatif cepat, karena selalu dibawah kontrol sistem nervosum
outonomicum.

Integument chelonian sp/kura-kura

1) Carapace (dorsal)
Pada bagian carapace (dorsal) terdiri atas nukhal yang merupakan suatu seri dari pelat-pelat
tanduk yang letaknya di tengah dari depan belakang berturut-turut yang terletak di bagian atas
(antara marginal) berjumlah satu buah. Marginal yang merupakan bagian-bagian yang menjadi
pinggir perisai yang berbentuk segi empat dan berjumlah 22. Kostal yang terletak diantara neural
dan marginal dan bersatu dengan rusuk. Pigal yang terletak dibagian belakang di antara marginal
dan berjumlah dua buah serta neural yang terletak di tengah dan diantara pelat-pelat konstrak,
dibagian depan juga berbatasan dengan pigal dan neural berjumlah lima.

2) Plastron

Plastron (ventral) terdiri atas gular yang merupakan bagian luar yang paling kecil dan letaknya
paling depan dan berjumlah dua buah. Humeral yang merupakan bagian yang terletak diantara
gular dan pectoral yang berjumlah dua buah. Pectoral yang terletak diantara humeral dan
abdominal serta memiliki jumlah sepasang. Dimana abdominal terletak diantara pectoral dan
femoral yang merupakan bagian yang paling besar dari plastron dan berjumlah dua buah serta
anal yang terletak paling belakang (setelah femoral) dan berjumlah dua buah.

Ular, sebagaimana reptil lainnya, memiliki sisik-sisik yang menutupi kulitnya. Tubuh ular
tertutupi seluruhnya oleh sisik-sisik, yang memiliki beraneka bentuk dan ukuran, tersebut. Sisik-
sisik itu berfungsi untuk melindungi tubuh, membantu pergerakan ular, mempertahankan
kelembaban, berguna dalam kamuflase dan mengubah penampilan, dan untuk beberapa kasus
juga membantu dalam menangkap mangsa (misalnya pada ular kadut).

Sisik ular juga berevolusi dan berubah untuk melayani fungsi-fungsi tertentu, misalnya sisik
bening serupa kaca arloji yang melindungi mata ular.Serta yang paling aneh mungkin adalah
‘kerincingan’ di ekor ular derik Amerika Utara, yang terbentuk dari sisik-sisik mati yang tertinggal
ketika ular melungsung (berganti kulit).

Sisik-sisik ular terutama berguna manakala ular bergerak, yakni untuk mengurangi gesekan
dengan substrat atau lingkungannya. Gesekan adalah sumber utama kehilangan energi pada
pergerakan (lokomosi) ular. Sisik-sisik ventral (perut), yang berukuran besar dan lebar, licin dan
minim friksi; sementara pada beberapa jenis ular pohon, sisik-sisik ini memiliki lekuk atau lunas
di tepinya yang berguna untuk ‘memegang’ cabang dan ranting pepohonan.

Kulit dan sisik-sisik ular membantu mempertahankan kelembaban tubuhnya.Ular juga dapat
merasai getaran baik yang berasal dari tanah maupun dari udara, dan mampu membedakannya
dengan menggunakan sistem resonansi internal yang rumit, yang kemungkinan melibatkan
peranan sisik di dalamnya.Sebagian ular-ular primitif seperti boa memiliki kepala yang tertutupi
oleh sisik-sisik kecil tak beraturan. Namun kebanyakan ular memiliki sisik-sisik besar yang
menutupi kepalanya, yang disebut perisai (shields).Pola dan susunan perisai-perisai ini berbeda-
beda dari spesies ke spesies, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi jenisnya.

Sisik ular merupakan modifikasi dan diferensiasi dari lapisan kulit terluar atau epidermis.Sisik-
sisik ini terbuat dari keratin, bahan yang sama yang menyusun kuku dan rambut.Tiap sisik
memiliki permukaan luar dan dalam, sisik-sisik ini saling menutupi pada pangkalnya, seperti
susunan genting.

Setiap individu ular menetas dengan jumlah sisik yang tetap; sisik-sisik ini tidak bertambah atau
berkurang sejalan dengan bertambahnya umur ular. Meski demikian, sisik-sisik ini bertambah
besar ukurannya, dan kadang-kadang berubah bentuknya, setiap kali melungsung.Sisik-sisik ini
tertancap sedemikian rupa di kulit di sekitar mulut dan sisi tubuh, memungkinkan kulit itu
mengembang sehingga ular dapat menelan mangsa yang berukuran lebih besar dari diameter
tubuhnya.

Sisik-sisik ular memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Sisik-sisik ini bisa jadi berbutir-
butir (granular), datar dan halus, atau berlunas, yakni memiliki tonjolan memanjang serupa lunas
perahu. Sering pula sisik-sisik ini memiliki pori, lubang, bintil, atau bentuk-bentuk halus yang
dapat diamati dengan mata telanjang maupun yang harus menggunakan mikroskop. Sisik-sisik
ular mungkin juga berubah bentuk dengan fungsi khusus, sebagaimana halnya kerincingan
(rattle) pada ekor ular derik. Contoh modifikasi yang lain adalah sisik tansparan yang menutupi
mata ular. Sisik yang serupa kaca arloji ini dikenal sebagai brille atau spectacle. Sisik ini dianggap
sebagai kelopak mata yang menyatu, dan turut mengelupas ketika ular berganti kulit.

Sisik-sisik pada tubuh bagian atas atau punggung dikenal sebagai sisik dorsal atau kostal (costal).
Sisik-sisik ini tersusun sebagai genting, yang disebut susunan imbrikata (imbricate), serupa
dengan susunan sisik pada tubuh kadal dan bunglon. Sisik-sisik dorsal tersusun berderet-deret di
sepanjang tubuhnya, deretan berikutnya terletak sedikit bergeser, sehingga sisik-sisik ini –dari
satu deret ke deret sebelahnya- nampak lurus pada garis diagonal. Kebanyakan jenis ular
memiliki deretan sisik yang ganjil jumlahnya, kecuali pada beberapa spesies semisal ular sapi
(Zaocys). Sementara, pada beberapa spesies ular laut dan ular-ular akuatik lainnya, sissisik-sisik
ini berbutir-butir (granular) dan deretannya tak bisa dihitung.

Deretan sisik-sisik ini bervariasi banyaknya, biasanya dihitung pada kira-kira tengah panjang
tubuh ular. Terkadang dihitung pada tiga tempat, yakni beberapa jauh setelah leher; tengah
badan; dan beberapa jauh sebelum anus. Ular Spilotes pullatus memiliki sepuluh deret sisik
dorsal pada tengah badan, ular tangkai (Calamaria spp.) memiliki 13 deret, ular sanca antara 65–
75 deret, dan ular kadut sekitar 130–150 deret. Kebanyakan ular dari suku Colubridae, yakni
suku ular yang terbesar, memiliki 15, 17, atau 19 deret sisik.

3. Ordo Corcodilia/Loricata

Ordo crocodylia mencakup hewan reptil yang berukuran paling besar di antara reptil lain. Kulit
mengandung sisik dari bahan tanduk. Di daerah punggung sisik-sisik itu tersusun teratur
berderat ke arah ternversal dan mengalami penulangan membentuk perisai dermal. Sisik pada
bagian dorsal berlunas, pada bagian lateral bulat dan pada bagian ventral berbentuk segi empat.
Contoh buaya irian, Panjang tubuhnya sampai sekitar 3,35 m pada yang jantan, sedangkan yang
betina hingga sekitar 2,65 m. Buaya ini memiliki sisik-sisik yang relatif lebih besar daripada buaya
lainnya apabila disandingkan. Di bagian belakang kepala terdapat 4–7 sisik lebar (post-occipital
scutes) yang tersusun berderet melintang, terpisah agak jauh di kanan-kiri garis tengah tengkuk.
Sisik-sisik besar di punggungnya (dorsal scutes) tersusun dalam 8–11 lajur dan 11–18 deret dari
depan ke belakang tubuh. Sisik-sisik perutnya dalam 23–28 deret (rata-rata 25 deret) dari depan
ke belakang.

Ø Kelenjar kulit

Karena sisik epidermal kering maka reptil pada dasarnya hanya memiliki sedikit kelenjar kulit.
Kelenjar mukus dan kelenjar di kloaka pada buaya berfungsi selama masa bercumbu.Beberapa
kadal juga memiliki kelenjar endokrin di dekat kloaka di masa kawin. Kadal ini memiliki lubang-
lubang disebut sebagai lubang preanal atau lubang femoral, umumnya pada betina lebih kecil
atau ditemukan hanya pada pejantan. Kelenjar ini menjadi sangat aktif pada musim kawin.

Tipe kelenjar holokrin telah ditemukan disebut kelenjar keturunan atau generation
gland.Perubahan sekresi dari kelenjar-kelenjar ini tampak dihubungkan dengan pertumbuhan
sisik pada kulit

1. Kelenjar Keringat

Integument pada Reptilia umumnya juga tidak mengandung kelenjar keringat. Lapisan terluar
dari integument yang menanduk tidak mengandung sel-sel saraf dan pembuluh darah. Bagian ini
mati, dan lama-lama akan mengelupas. Permukaan lapisan epidermal mengalami keratinisasi.
Lapisan ini akan ikut hilang apabila hewan berganti kulit. Pada calotes (bunglon) integument
mengalami modifikasi warna. Perubahan warna ini dikarenakan adanya granulea pigment dalam
dermis yang terkumpul atau menyebar karena pengaruh yang bermacam-macam. Pada calotes
(bunglon) perubahan ini relatif cepat, karena selalu dibawah kontrol sistem nervosum
outonomicum (Isman, 2009).

2. Sisik

Tubuh reptil umumnya tertutupi oleh sisik-sisik yang beraneka bentuk, terkecuali anggota suku
Amphisbaenidae yang tak bersisik. Sisik-sisik itu dapat berukuran amat halus, seperti halnya
sisik-sisik yang menutupi tubuh cecak, atau pun berukuran besar seperti yang dapat kita amati
pada tempurung kura-kura. Sisik-sisik itu berupa modifikasi lapisan kulit luar (epidermis) yang
mengeras oleh zat tanduk, dan terkadang dilengkapi dengan pelat-pelat tulang di lapisan
bawahnya, yang dikenal sebagai osteoderm (Isman, 2009).

Beberapa bentuk sisik yang umum pada reptil adalah (Isman, 2009):

- sikloid (cenderung datar membundar)

- granular (berbingkul-bingkul), dan

- berlunas (memiliki gigir memanjang di tengahnya, seperti lunas perahu).

SISTEM RANGKA

Sistem kerangka pada Reptilia dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu endoskeletondan
eksoskeleton.a. EksoskeletonBerasal dari epidermis, berupa sisik yang menanduk yang
menyelubungi seluruhpermukaan tubuhnya dan tersusun seperti susunan gentingb.
EndoskeletonTerdiri dari skeleton aksial dan skeleton apendikular.1) Skeleton AksialTerdiri dari
tengkorak, kolumna vertebralis, sternum dan rusuk.

Reptil memiliki tengkorak yang penulangannya lebih banyak daripada amfibi dan terdapat banyak
variasi di bagian temporal. Tengkorak reptil yang memiliki lubang spesifik dibagian temporal disebut
tipe tengkorak anapsid. Tipe tengkorak jenis ini ditemukan pada kura-kura. Sedangkan tipe
tengkorak eurapsid ditemukan pada Plesiosaurus dan kerabatnya, mempunyai sebuah penyambung
supratemporal yang berkembang di kedua sisi tengkorak. Reptile di era Permian sampai Jurassic
mempunyai tengkorak seperti mamal, ada sepasang lubang infratemporal disebut tipe diapsid, yang
ditandai dengan lubang supra dan infratemporal. Ciri ini juga menjadi cirri reptile sesudah era
cheloina ( Testudinata).
Atap ruang otak reptile adalah melengkung agak datar, seperti pada kelas Amphibia. Sebuah
foramen parietal kea rah pineal, atau mata ketiga, ditemukan pada Tuatara (sphenodon)I dan
beberapa jenis kadal, tetapi tidak ditemukan pada kebanyakan reptil. Selain ular semua reptile
memiliki tulang septum orbitalis. Perkembangan awal dari palatum sekunder, dari nares internal ke
bagian belakang ringga mulut melintaas sepanjang nasal tersebut, ditemukan pada kura-kura dan
sebangsanya. Palatum sekunder berkembang baik pada buaya.Ada sebuah kondilus oksipital. Tulang
quadrat pada kura-kura, buaya maupun tuatara, menyatu dengan baik.Rahang atas dan bawah pada
ular dan kadal dapat bergerak dengan baik, karena adanya engsel yang dilengkapi dengan
ligamenutum. Ligamentum adalah jaringan ikat yyang berfungsi untuk menghubungkan tulang satu
dengan tulang lainnya. Ligamentum ini merupakan penyambung kedua rahang, yakni rahang atas
dan rahang bawah, sedangkan rahang bawah kanan dan rahang bawah kiri juga dihubungkan oleh
ligamentum elastic oleh karena itu rahang ular mampu bergerak kuadratik dan memungkinkan
menelan mangsa yang ralatif besar dari ukuran kepalanya. Kemampuan ular untuk menelan mangsa
kebih besar ini juga dibantu oleh karena tidak adanya stermum. Gigi pada kura-kura tidak ada tetapi
digantikan oleh lembaran bertanduk.Gigi reptile terdapat pada bagian premaksila dan maksila.Gigi
tersusun atas bagian palatin, vomer dan pterigoid.

Kolumna vertebralis reptile kecuali pada ular dan kadal, berada pada bagian servik, thorak, lumbal,
sacrum dan kauda.Kondilus oksipital dihubungkan dengan vertebra servik pertama (atlas). Tulang
leher kedua (aksis) menahan bagian anteriornya yang dikenal sebagai prosesus odontoid yang
diyakini sebagai pusat dari atlas tersebut. Vertebra thorakis mendukung tulang iga dan bertemu
sternum pada bagian ventral (kecuali pada reptile tak bertungkai dan kura-kura).Antara vertebra
thorak dan kedua vertebra sacrum adalah bagian lumbal yang sangat fleksibel geraknya.Jumlah
vertebra bagian ekor pada reptile sangat bervariasi. Ruas tulang belakang kura-kura, selain servik
dan kauda, menyatu pada lempeng karapaks. Sebagian besar reptile mempunyai cetrum tulang
belakang yang disebut procoelous ( pro = depan, coelous = cekung) dengan tipe persendian
berbentuk bola dan socket, ujung posterior membulat dan ujung anteriornya cekung. Bentuk
sambungan ini sangat bervariasi tergantung dari tipe gerakan reptile bersangkutan, sehingga dapat
ditemukan berbagai bentuk permukaan cetrum vertebra, antara lain ;procoelous, opisthocoelous,
heterocoelous, amphycoelous maupun acoelous.

Ular dan reptilia lain yang tidak bertungkai tidak memiliki alat gerak, beberapa reptile lain terdapat
sisa-sisa tungkai yang tersembunyi tampak sebagai taji. Tungkai kura-kura laut mengalami modifikasi
menjadi sirip untuk berenang, namun kura-kura darat memiliki tungkai untuk menyangga berat
tubuhnya.

SISTEM OTOT

Sistem otot pada reptil mengalami modifikasi untuk mendukung organ-organ vissera, berat badan,
dan juga untuk memungkinkan beberapa jenis gerakan. Begitu juga dengan otot-otot respirasi telah
teradaptasi untuk kehidupan di darat dan berkembang dengan baik. Reptilia memiliki sistem otot
daging yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan amfibia, karena otot daging harus mendukung
tubuh di daratan yang bersifat lebih berat dari pada di dalam air. Selain itu juga untuk gerakan-
gerakan yang sifatnya harus cepat (Jasin, 1984: 273).

Kadal dan buaya memiliki kekuatan pada rahang karena didukung oleh otot adduktor pada rahang.
Otot ini muncul dari fossa temporal dan menyisip pada sudut kanan untuk membuka rahang. Otot-
otot adduktor memanjang dari daerah temporal menuju rahang bawah. Otot adduktor yang utama
adalah otot pterigoideus, yang muncul dari tulang-tulang pterigoid pada langit-langit dan menyisip
pada bagian posterior rahang bawah.

Otot pterigoideus memberi penampakan yang gemuk pada rahang kadal jantan. Otot depresor
mandibula berperan membuka rahang, muncul dari bagian belakang tengkorak dan menyisip pada
prosesus retroartikular dari mandibula, otot ini lebih lemah dibandingkan otot-otot lain yang juga
berperan menutup rahang (Faisal, 2012).

Otot aksial (otot badan) reptil mulai menunjukkan beberapa spesialisasi seperti yang ditemukan
pada mamal. Otot reptil terutama untuk gerakan lateral tubuh dan menggerakkan ruas-ruas tulang
belakang. Hal ini bisa diamati terutama pada bangsa ular sebab jaringan otot lengan sudah
menghilang. Otot rangka pada kura-kura dan kerabatnya sangat berkurang kecuali pada daerah leher
akibat adanya karapaks dan plastron.

Dermal atau otot kulit berkembang baik pada reptil, dan perkembangan yang sangat baik terjadi
pada ular. Jaringan otot tungkai pada reptil menunjukkan variasi bergatung pada tipe gerakannya
(Sukiya, 2003). Otot epaksial berada pada permukaan dorsal, sementara otot hipaksial berada pada
permukaan ventral dan diantara kosta. Otot-otot epaksial kurang mengalami modifikasi jika
dibandingkan dengan otot-otot hipaksial, otot-otot epaksial juga kehilangan sifat metamerisme dan
tersusun dalam berkas serabut otot.

Disamping fungsinya yang memungkinkan gerakan dari satu sisi ke sisi yang lain pada kolumna
vertebra, otot-otot epaksial juga melakukan fungsi yang lain yaitu mendukung, meluruskan atau
membengkokkan kolumna vertebra. Tulang rusuk terbentuk dalam miosepta dari otot-otot dinding
tubuh sepanjang kolumna vertebra pada sebahagian besar Ular.

Terdapat 20 otot yang berbeda pada masing-masing sisi dari setiap ruas vertebra, otot-otot tersebut
menghubungkan antara satu vertebra dengan vertebra yang lain, antara vertebra dengan tulang
rusuk, dan antara tulang rusuk dan vertebra dengan kulit, serta membantu membentuk dan
mengontrol lekukan tubuh.

Otot-otot pada dinding abdominal tidak mengalami segmentasi dan memiliki tiga lapisan, yaitu
eksternal oblique, internal oblique, dan abdominal transversal. Otot-otot hipaksial pada dinding
tubuh bagian dada dikenal sebagai otot-otot interkosta, membantu mengangkat dan menurunkan
sangkar rusuk dalam proses respirasi. Otot-otot pada tungkai, gelang bahu, dan gelang pinggul
terdiri dari otot-otot ekstensor dorsal dan otot-otot fleksor ventral.

Dalam membentuk gerakan kuadrupedal, otot-otot yang menempel pada humerus dan femur mesti
merotasi tulang-tulang tersebut ke depan dan ke belakang dengan tetap mempertahankan dalam
posisi horizontal pada sudut yang tepat, sehingga tubuh tetap berada diatas substrat. Otot-otot
segmental berperan menghubungkan sisik ventral dengan kosta, kontraksi otot-otot segmental juga
membantu ular bergerak ke depan.

Otot-otot pada lengkung faringeal yang pertama berlanjut untuk menggerakkan rahang dan otot-
otot pada lengkung faringeal yang kedua menempel pada rangka hioid. Otot-otot pada sisa lengkung
berhubungan dengan faring dan laring. Otot-otot integumen ekstrinsik menyisip pada permukaan
bawah dermis dan memungkinkan gerakan bebas bagi kulit (Faisal, 2012).

Fungsi-fungsi otot pada reptilia :

1. Trapezius : untuk memperkuat bahu.


2. Latissimus dorsi : untuk memperkuat punggung.

3. Interkosta : untuk mengangkat rusuk.

4. Rectus abdominis : untuk mengempiskan dinding perut.

5. Transverses : untuk menekan perut, menegangkan dan menarik dinding perut.

6. External oblique : rotasi thoraks ke sisi yang berlawanan.

7. Internal oblique : untuk rotasi thoraks ke sisi yang sama.

8. Extensors : pergerakan pergelangan tangan.

SISTEM RESPIRASI

Secara umum reptilia bernapas menggunakan paru-paru. Tetapi pada beberapa reptilia,
pengambilan oksigen dibantu oleh lapisan kulit disekitar kloaka. Pada reptilia umumnya udara luar
masuk melalui lubang hidung, trakea, bronkus, dan akhirnya ke paru-paru. Lubang hidung terdapat
di ujung kepala atau moncong. Udara keluar dan masuk ke dalam paru-paru karena gerakan tulang
rusuk. Sistem pernafasan pada reptilia lebih maju dari Amphibi. Dinding laring dibentuk oleh tulang
rawan kriterokoidea dan tulang rawan krikodea.

Trakhea dan bronkhus berbentuk panjang dan dibentuk oleh cincin-cincin tulang rawan. Tempat
percabangan trakhea menjadi bronkhus disebut bifurkatio trakhea.

Bronkhus masuk ke dalam paru-paru dan tidak bercabang-cabang lagi. Paru-paru reptilia berukuran
relatif besar, berjumlah sepasang. Struktur dalamnya berpetak-petak seperti rumah lebah, biasanya
bagian anterior lebih banyak berpetak daripada bagian posterior.

Larinx terletak di ujung anterior trachea. Dinding larinx ini disokong oleh cartilago cricoida dan
cartilago anytenoidea. Kearah posterior trachea membentuk percabangan (bifurcatio) menjadi
bronchus kanan dan bronchus kiri, yang masing-masing menuju ke pulmo kanan dan pulmo kiri.

Pulmo lacertilia dan ophidia ialah relatif sederhana. Pada beberapa bentuk, bagian internal pulma
terbagi tidak sempurna menjadi dua bagian, ialah bagian anterior berdinding saccuter sedang bagian
posterior berdinding licin, tidak vasculer dan berfungsi terutama untuk reservoir.

Paru-paru reptilia berada dalam rongga dada dan dilindungi oleh tulang rusuk. Paru-paru reptilia
lebih sederhana, hanya dengan beberapa lipatan dinding yang berfungsi memperbesar permukaan
pertukaran gas. Pada reptilia pertukaran gas tidak efektif.

Pada kadal, kura-kura, dan buaya paru-paru lebih kompleks, dengan beberapa belahan – belahan
yang membuat paru-parunya bertekstur seperti spon. Paru-paru pada beberapa jenis kadal misalnya
bunglon Afrika mempunyai pundi-pundi hawa cadangan yang memungkinkan hewan tersebut
melayang di udara.

Pada kadal, kura-kura, dan buaya, struktur paru-parunya lebih kompleks, dengan tekstur seperti
spons.
Pada kura-kura dan penyu, mekanisme pernapasannya dibantu oleh permukaan epitelium lembab di
sekitar kloaka. Pada reptil lain, hal ini tidak dapat terjadi karena kulit reptil umumnya bersisik dan
kering sehingga tidak dapat digunakan sebagai media pertukaran gas.

Sistem pernapasan pada hewan reptil dibantu oleh gerakan rongga dada. Tidak seperti sistem
pernapasan pada manusia, reptil tidal meiliki sekat diafragma dan pernapasan diatur oleh otot
intercostae. Ketika otot intercostae berkontraksi rongga dada membesar dan volume udara mengecil
dan udara masuk melalui lubang hidung dan selanjutnya diteruskan ke laring, trakea dan paru-paru.
Ketika otok intercostae berelaksasi rongga dada mengecil dan udara yang mengandung karbon
dioksida akan keluar melalui lubang hidung.

Sama seperti paru-paru hewan mamalia, dinding alveoli reptil dikelilingi pembuluh kapiler yang
berfungsi sebagai tempat pertukaran udara. Pertukaran udara terjadi di alveoli kemudian oksigen
akan diikat oleh hemoglobin dalam sel darah merah. Pada beberapa spesies ordo Crocodilia reptil
termasuk buaya, pernapasan juga dibantu oleh otot-otot hati atau visera. Pada buaya, otot visera
berhubungan langsung dengan tulang rusuk. Pada saat otot visera berkontraksi rusuk akan bergerak
ke depan dan menghisap udara masuk ke dalam rongga dada. Gerakan pada otot visera ini sama
seperti gerakan saat menarik piston.

Sebagian besar reptil tidak memiliki palatum (atap rongga mulut) sekunder. Hal ini mengakibatkan
reptil harus menahan napas ketika menelan makanan. Spesies lain seperti buaya telah berevolusi
dan memiliki rongga mulut sekunder yang memungkinkan mereka untuk tetap bernapas saat
menyelam. Sementara itu, ular dapat mengembangkan trakeanya menjadi lebih luas, dan
memungkinkan ular dapat menelan mangsanya tanpa merasakan sesak napas.

Berikut adalah mekanisme pernapasan reptil secara lebih ringkas :

Fase Inspirasi – Otot tulang rusuk berkontraksi –> rongga dada membesar –> paru-paru
mengembang –> O2 masuk melalui lubang hidung –> rongga mulut –> anak tekak –> trakea yang
panjang –> bronkiolus dalam paru-paru –> O2 diangkut darah menuju seluruh tubuh.

Fase Ekspirasi – Otot tulang rusuk berelaksasi –> rongga dada mengecil –> paru-paru mengecil –>
CO2 dari jaringan tubuh menuju jantung melalui darah –> paru-paru –> bronkiolus –> trakea yang
panjang –> anak tekak –> rongga mulut –> lubang hidung.

Sistem pernapasan reptil dibantu oleh organ utama yakni paru-paru. Paru-paru adalah organ yang
efektif dalam proses respirasi karena paru-paru memperantarai masuknya oksigen dan pernafasan
berlangsung dalam kondisi yang lembab tanpa banyak kehilangan air. Oksigen yang masuk ke dalam
paru-paru selanjutnya akan masuk ke jantung dan diedarkan ke seluruh tubuh oleh sistem
transportasi. Reptil membutuhkan oksigen untuk memperoleh energi yang digunakan untuk
bergerak. Energi tersebut dihasilkan melalui proses glikolisis, siklus krebs dan sistem transport
elektron yang berlangsung dalam mitokondria.

SISTEM SIRUKULASI

Sistem circulatoria pada reptilia dibagai menjadi tiga bagian utama:


1) Jantung (Cor)

2) Pembuluh darah (Vascularis)

3) Darah

Cor (Jantung) :

1) Jantung kadal posisisnya dibagaian median cranio ventral thorax (rongga dada di depan
tengah-tengah bawah)

2) Antara ventrikel dextrer dan ventrikel sinaiter dipisahkan oleh sekat yaitu septum septum
ventrikularum tetapi sekat belum menutup secara sempurna

3) Pada crocodillia (buaya nampak lebih sempurna tetapi masih ada lubang kecil yang
disebut Foramen Fanizzae

4) Antara autrium dan vnetrikel terdapat septum autrioventricularis yang dilengkapi klep
(valvula)

5) Pada kadal masih ada sinus venostra terletak di dorsal dari autrium dextar, fungsinya
menerima darah dari venacava superior anterior lalu memasukkan darah melalui aparera
sino atrikularis

6) Pada foramen panizzae ada tiga pembuluh darah utama yaitu :

a) Dua berasal dari ventriole


Arcus aorta sinister
Arteri pulmo ovalis
b) Berasal dari sinister

Arcus aorta dexter


c) Fungsi cor Crocodilla (Foramen Panizzae) adalah :
Memungkinkan pemberian oksigen ke area pencernaan
Untuk menyeimbangkan tekanan dalam cor pada waktu binatang berenag
d) Sebelum berenang atau menyelam, menarik nafas sedalam-dalamnya sehingga
pulmo penuh dengan oksigen, oksigen terjepit darah tidak mengalir sehingga
autrium sisnister menjadi kosong.

Darah dari vena masuk ke dalam cor melalui 1) sinus venosus, 2) auriculum dextra, 3)
ventriculum dextra, 4) arteri pulmonalis dari paru-paru darah kembali masuk, 6) auriculum
sinestra dan terus ke ventriculum sinestra. Dari sini akan melalui sepasang archus aorticus
yang selanjutnya ke arah dorsal mengelilingi oesephagus dari dasar archus aorticus dexter
muncul dua arteri carotis (arteri carotis comunis dexter dan sisnistra) yang menuju leher dan
kepala, dan arteri subclavia menuju ke masing-masing extermitas anterior.
Dua archus aorticus menghubungkan diri menjadi satu disebelah dorsal menjadi aorta
dorsalis yang akan memberikan darah kepada alat-alat pada rongga tubuh, ke ekxtremitas
posterior dan ekor. Darah vena dikumpulkan 1) oleh vena canva posterior yang menampung
darah dari kepala dan kedua extremitas anterior, 2) oleh sebuah vena cava posterior yang
menampung darah dari organun reproduction dan ren, 3) oleh vena porta hepatica
menampung darah dari dalam tractus digestiva yang memecah menjadi kapiler-kapiler di
dalam hepar dan dikumpulkan oleh vena hepatica yang pendek, dan 4) Vena epigratris pada
masing-masing sisi dalam rongga abdominalis menampung darah dari ekstremitas posterior,
ekor, dan tubuh. Dari kedua vena cava itu akan masuk ke sinus venosus.

Jantung reptilia terbagi menjadi 4 ruang, yaitu:

1. Dua Atirum

- Satu Atirum Dekster (serambi kanan)

- Satu Atirum Sinister (serambi kiri)

2. Dua Ventrikel

- Satu Ventrikel Dekster (bilik kanan)

- Satu Ventrikel Sinister (bilik kiri)

Sekat diantara venterkel kiri dan kanan belum sempurna. Peredaran darah reptil merupakan
peredaran darah ganda. Pada buaya sekat vertikel terdapat pada suatu lubang yang disebut foramen
panizzae yang memungkinkan pemberian O2 ke alat pencernaan dan untuk keseimbangan tekanan
dalam jantung sewaktu penyelam di air. Sistem peredaran darah pada reptil tidak bisa
disamaratakan dalam satu model.Ini tidak begitu mengherankan mengingat keragaman morfologi,
fisiologi dan perilaku yang ditemukan di dalam superkelas ini. Kita dapat membagi model jantung
reptile ke dalam tiga pola; pola Squamata, pola Varanid, dan pola Crocodilian.

1. Pola Squamata : Pola ini ditandai dengan tiga ruang jantung (2 atria dan 1 ventrikel jantung).
Atrium kanan menerima darah miskin oksigen lalu diteruskan ke cavum venosum ventrikel.
Atrium kiri menerima darah kaya oksigen dari paru-paru lalu diteruskan ke cavum
arteriosum. Kontraksi ventricular pada pola ini adalah tunggal, yang mana akan berakibat
pada tercampurnya darah miskin oksigen dan darah kaya oksigen.

2. Pola Varanid , Kelompok kadal-kadalan/Varanida biasanya memiliki tingkat metabolisme


yang lebih tinggi dari reptile lainnya dan memilliki sedikit perbedaan struktur jantung.Pola ini
memiliki karakteristik berjantung tiga ruang tetapi cavum venosum-nya lebih kecil dari pada
cavum venosum pada pola Squamata.Selain itu peredaran darahnya ganda.Perbedaan ini
mengurangi resiko pencampuran dari darah kaya oksigen dan darah miskin oksigen. Namun
pencampuran masih dapat terjadi dalam beberapa keadaan

3. Pola Crocodilia, pola ini merupakan karakteristik dari Crocodilian.Jantungnya terdiri dari
empat ruangan (dua atria dan dua ventrikel), tetapi terdapat saluran sempit, yaitu foramen
Panizza, yang menghubungkan dua arteri utama (arteri kanan dan arteri kiri).Dua system
arteri ini muncul dari ruang ventrikel yang berbeda (arteri kiri dari ventrikel kanan, dan arteri
kanan dari ventrikel kiri).Ini memberikan kesempatan bagi paru-paru untuk melakukan
anoxia (mengurangi suplai oksigen pada jaringan tubuh) pada kondasi tertentu, misalnya
ketika menyelam dalam air.Menurut para penyelam sukarelawan, buaya dapat diam dalam
air selama 10-15 menit.Ketika buaya sedang bersembunyi dari mangsanya, kemampuan
menyelam ini bisa lebih lama lagi, sekitar 30 menit atau lebih. Eksperimen menunjukkan
bahwa kebanyakan buaya sebenarnya dapat bertahan di bawah air hingga 2 jam jika dalam
keadaan tertekan. Darah miskin oksigen dari tubuh di terima oleh atrium kanan dan di
transport ke ventrikel kanan. Dari sana darah dipompa ke paru-paru dan kembali ke atrium
kiri. Darah kaya akan oksigen ini kemudia di pompa oleh ventrikel kiri menuju seluruh tubuh.
Walaupun system arteri kiri berasal dari ventrikel kanan, darah ini tersuplai oleh oksigen dari
darah kaya oksigen di ventrikel kiri melalui foramen panizza.Karena tekanan dalam system
sirkulasi lebih tinggi dari sirkulasi paru-paru.Katup pada basal system arteri kiri tetap
tertutup untuk menjaga darah tetap terpisah. Ketika buaya menyelam, tekanan udara
terbentuk dalam paru-paru, menurunkan aliran pada system paru-paru. Ini menurunkan
jumlah darah yang mengalir ke paru-paru dan output dari ventrikel kanan langsung masuk ke
system arteri kiri. Dengan cara ini, buaya mampu mencegah aliran darah ke paru-paru jika
tidak diperlukan.

SISTEM REPRODUKSI

1. Sistem Genitalia Jantan

Testis berbentuk oval, relatif kecil, berwarna keputih-putihan, berjumlah sepasang, dan terletak di
dorsal rongga abdomen. Pada kadal dan ular, salah satu testis terletak lebih ke depan dari pada yang
lain. Testis akan membesar saat musim kawin.

Duktus mesonefrus berfungsi sebagai saluran reproduksi, dan saluran ini akan menuju kloaka.
Sebagian duktus wolf dekat testis bergelung membentuk epididis. Tubulus mesonefrus membentuk
duktus aferen yang menghubungkan tubulus seminiferus testis dengan epididis. Duktus wolf bagian
pasterior menjadi duktus deferen. Pada kebanyakan reptil, duktus deferen bersatu dengan ureter
dan memasuki kloaka melalui satu lubang, yaitu sinus urogenital yang pendek.

2. Sistem Genitalia Betina

Ovarium berjumlah sepasang, berbentuk oval dengan bagian permukaannya benjol-benjol. Letaknya
tepat di bagian ventral kolumna vertebralis.

Saluran reproduksi, oviduk panjang dan bergelung. Bagian anterior terbuka ke rongga selom sebagai
ostium, sedang bagian pasterior bermuara di kloaka. Dinding berdifat glanduler, bagian anterior
menghasilkan albumin yang berfungsi untuk membungkus sel telur, kecuali pada ular dan kadal.
Bagian posterior sebagai shell gland akan menghasilkan cangkang kapur.

SISTEM EKSKRESI

Alat ekskresi pada hewan reptil ada tiga macam, yaitu ginjal, paru-paru, dan kulit. Paru-paru dan
kulit digunakan oleh reptil sebagai sarana sistem pernapasan pada hewan reptil. Seperti yang kita
ketahui, di dalam paru-paru ada struktur yang disebut dengan alveolus. Alveolus merupakan
kantung udara yang kecil namun kaya akan pembuluh darah. Karena strukturnya yang kaya
akanpembuluh darah kapiler, maka pada paru-paru inilah proses pertukaran gas antara oksigen dan
karbon dioksida dilakukan.

Sementara itu, kulit memiliki peran yang sama yaitu dalam pertukaran gas. Perbedaannya, di sini
kulit hanya berperan sebagai organ pernapasan pembantu. Jadi jika paru-paru sedang tidak
berfungsi optimal, maka kulit akan mengambil alih sebagian dari peran paru-paru.

Reptil menggunakan metanefros sebagai alat ekskresinya. Hal ini membuktikan bahwa dibanding
anggota vertebrata yang lain, reptil termasuk vertebrata tingkaat tinggi. Reptil sudah memiliki alat
ekskresi yang menyerupai alat ekskresi pada manusia. Metanefros berfungsi setelah pronefros dan
mesonefros yang merupakan alat ekskresi utama saat stadium embrio menghilang. Ginjal
dihubungkan oleh ureter ke vesika urinaria yang bermuara langsung ke kloaka. Bentuk ureter
menyempit di bagian posterior, ukurannya kecil, dan permukaannya beruang-ruang. Selain ginjal,
reptile memiliki kelenjar kulit yang menghasilkan asam urat tertentu yang berguna untuk mengusir
musuh.Pada jenis kura-kura tertentu terdapat sepasang vesika urinaria tambahan yang juga
bermuara langsung ke kloaka dan berfungsi sebagai organ respirasi.

Pada kura-kura betina, alat respirasinya juga berperan membasahi tanah yang dipersiapkan untuk
pembuatan sarang sehingga menjadikan tanah lebih lunak dan mudah digali.Hasil ekskresi reptile
adalah asam urat. Dibandingkan Amfibi, Reptil hanya menggunakan sedikit air untuk membilas
sampah nitrogen dari darah karena sebagian sisa metabolisme diekskresikan sebagai asam urat yang
tidak beracun dalam bentuk pasta berwarna putih. Sisa air direabsorpsi oleh bagian tabung
ginjal.Pada beberapa anggota Reptil, seperti buaya dan kura-kura air, selain mengekskresikan asam
urat juga mengekskresikan amonia.Khusus pada kura-kura laut terjadi ekskresi garam dari sepasang
kelenjar garam di kepala yang bermuara di sudut mata, sehingga sering terlihat seperti
mengeluarkan air mata.Anggota lainnya, seperti ular, crocodilian, dan alligator tidak mempunyai
vesika urinaria sehingga asam urat keluar bersama feses.
Ginjal metanefros pada reptil akan menyaring urin yang masuk. Urin pada reptil akan masuk melalui
pembuluh-pembuluh yang menuju ke metanefros. Kemudian di sana urin akan disaring. Metanefros
akan membuang asam urat yang terkandung dalam urin.

Metanefros mengekskresikan sebagian besar metabolism reptil dalam bentuk asam urat. Ini karena
asam urat dapat berbahaya bila disimpan terus-menerus dalam tubuh. Karena pembuangan dalam
bentuk asam urat inilah maka reptil tak memerlukan banyak air untuk membuang nitrogen dalam
darah.

Asam urat akan diproses terlebih dahulu dalam metanefros. Sehingga asam urat yang keluar dalam
tubuh reptil akan berwarna putih dan tak lagi beracun bagi tubuhnya. Sementara itu air yang masih
dibutuhkan akan diserap kembali oleh saluran metanefros dan diedarkan kembali ke tubuh reptil.
Beberapa anggota reptil seperti buaya juga mengeluarkan ammonia dalam sisa metabolismenya.
Buaya akan mengeluarkan asam urat dan ammonia dalam fesesnya karena ginjalnya terletak
berdekaatan dengan usus. Sebenarnya zat sisa ini juga dapat digunakan oleh reptil sebagai alat
untuk berlindung dari musuhnya.

SISTEM SARAF

Ular memiliki otak dengan dua lobus olfaktorius yang panjang, hemisfer serebral, 2 lobus optikus,
serebellum, dan medulla oblongata yang melanjut ke korda saraf. Di bawah hemisfer serebral
terdapat traktus optikus dan syaraf optikus, infundibulum, dan hipofisis. Terdapat 12 pasang syaraf
kranial. Pasangan-pasangan syaraf spinal menuju ke somit-somit (ruasprimer) tubuh. Sistem saraf
pada reptil terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.

1. Sistem Saraf Pusat

Sistem saraf pusat meliputi otak dan sumsum tulang belakang.

a. Otak (Ensefalon)

Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu:

1) Otak Besar (Serebrum)

Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak,
walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks serebrum yang berwarna
kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area
motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area
asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik.

2) Otak Tengah (Mesensefalon)

Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus
dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak
tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan
juga merupakan pusat pendengaran.

3) Otak Kecil (Serebelum)


Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar,
keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan
sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.

4) Jembatan Varol (Pons varoli)

Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga
menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

5) Sumsum Sambung (Medulla oblongata)

Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak.
Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan
darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.
Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain.

b. Sumsum Tulang Belakang (Medulla spinalis)

Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas
sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari
reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar
dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat
badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori
dan akan menghantarkannya ke saraf motor. Pada bagian putih terdapat serabut saraf
asosiasi.Kumpulan serabut saraf membentuk saraf (urat saraf). Urat saraf yang membawa impuls ke
otak merupakan saluran asenden dan yang membawa impuls yang berupa perintah dari otak
merupakan saluran desenden.

2. Sistem Saraf Tepi

Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom).

a. Sistem Saraf Sadar

Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak, dan
saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf otak
ada 12 pasang yang terdiri dari:

· Tiga pasang saraf sensori

· Lima pasang saraf motor

· Empat pasang saraf gabungan sensori dan motor

Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher ke
bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian saraf otonom.
Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut saraf pengembara dan
sekaligus merupakan saraf otak yang paling penting.

b. Saraf Otonom

Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang
belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan
masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf
yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung
ganglion disebut urat saraf post ganglion. Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf
simpatik dan sistem saraf parasimpatik.

Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf
simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum
tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik
mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu.
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis).

INDERA

Reptil memiliki alat indera dengan kepekaan yang berbeda- beda, bergantung pada spesiesnya.
Beberapa reptil juga memiliki indera khas yang tidak dimiliki oleh reptil lainnya. Namun, secara
umum indera yang dimiliki oleh reptil adalah indera penglihatan, pendengaran dan kemoreseptor
khusus.

a) Indera penglihatan

Secara umum, reptil memiliki struktur mata yang sama dengan vertebrata lainnya. Ada yang
memiliki kelopak mata, ada pula yang tidak. Akomodasi pada semua reptil kecuali ular diatur oleh
lensa yang dikelilingi dengan cincin otot sehingga lensa dapat memipih danmembesar. Sementara
pada ular, untuk akomodasi lensa mata dapat diarahkan maju- mundur.

Mata pada ular tidak memiliki kelopak mata, tapi dilindungi oleh selaput transparan.Penglihatan ular
tidak sejelas penglihatan manusia.Sensor yang ditangkap adalah bayangan dan sensitif terhadap
cahaya dan panas.Sebagian besar ular juga memiliki mata median yang berada di atas
kepalanya.Mata median merupakan hasil envaginasi dari dienchephalon.Mata median ini tidak
membentuk gambaran retina.Fungsinya adalah untuk mengamati durasi dari fotoperiodisme
lingkungan dan memasukkan pengaruhnya terhadap ritme biologis. Mata median ini diduga juga
berguna untuk menakar kadar radiasi sinar matahari yang memapar tubuh ular. Pada bunglon, mata
lateralnya dapat berputar 3600. Selain itu, kedua mata lateralnya dapat bergerak ke arah yang
berbeda.Sehingga, hewan ini dapat melihat ke dua arah sekaligus.

b) Indera Pendengaran

Reptil tidak memiliki daun telinga. Pada kadal, gendang telinganya nampak jelas terlihat dari luar,
berada tepat di belakang rahang.Buaya memiliki gendang telinga yang berada di dalam lubang
telinga, tepatnya berada di ujung saluran telinga. Gendang telinga ini berfungsi untuk menggetarkan
tulang- tulang pendengaran.Akan tetapi, hampir semua jenis ular tidak memiliki gendang telinga.
Sehingga, sinyal- sinyal getaran diterima dari lingkungan melalui rahang bawah.
Kebanyakan reptilia dapat melihat dengan baik, tetapi hanya bangsa buaya dan kadal yang
mempunyai lubang telinga luar. Bangsa kura-kura dan ular mempunyai pendengaran yang kurang
baik. Ular “mendengar” dengan menangkap detaran di dalam tanah menggunakan tulang
tengkoraknya.

c) Kemoreseptor khusus

1) Organ Vomeronasal

Organ ini fungsinya ekuiivalen dengan indera pembau pada manusia.Karena hidung ular hanya
memiliki epitel respirasi, maka fungsi penciumannya digantikan oleh organ ini.Organ vomeronasal
atau organ Jacobson berhubungan dengan bulbus olfaktorius dan berfungsi sebagai pendeteksi
kimia adanya mangsa maupun pemangsa.Lidah berfungsi sebagai pembawa sinyal kimia berupa gas
dari lingkungan ke dalam organ ini.

Organ Jacobson atau organ vomeronasal terletak pada dinding rahang atas di dalam mulut ular.
Organ Jacobson berbentuk lubang-lubang kecil yang di dalamnya terdapat sel-sel pembau. Organ
Jacobson juga terdapat pada hewan-hewan reptil seperti ular dan kadal.

Di dalam mulut ular juga terdapat lidah bercabang yang memiliki keterkaitan dengan organ
Jacobson. Untuk menangkap partikel bau dalam kelembapan udara dilakukan oleh lidah bercabang.
Sedangkan untuk pengenalan terhadap partikel bau tersebut dilakukan oleh organ Jacobson.

Lidah bercabang memiliki kemampuan untuk menangkap dan mengumpulkan partikel bau dalam
kelembapan yang berada di udara. Ular tidak menjulurkan lidahnya untuk mengeluarkan racunnya,
tetapi untuk mengumpulkan bau yang berada di kelembapan udara.

Setelah ular menjulurkan lidahnya untuk mengumpulkan partikel bau, kemudian ular memasukkan
lidahnya ke dalam organ Jacobson yang berada di dinding atas rahang mulutnya. Lidah bercabang
ukurannya sesuai dengan organ Jacobson sehingga sangat pas ketika dimasukkan ke dalam organ
tersebut.

Organ Jacobson bekerja sebagai reseptor (saraf yang peka terhadap rangsang) kimia. Lidah
bercabang dimasukkan ke dalam organ Jacobson untuk mentransfer partikel-partikel bau yang telah
dikumpulkan. Kemudian, senyawa kimia yang berada dalam partikel bau akan terikat ke dalam
reseptor pada organ Jacobson.

Setelah partikel bau terikat pada reseptor, selanjutnya reseptor-reseptor tersebut akan mengirimkan
sinyal ke otak. Kemudian dalam otak ular inilah informasi yang berasal dari sinyal sensorik akan
ditafsirkan. Sehingga ular akan mengetahui dan mengenali bau apa yang ada di sekitar mereka,
misalnya bau mangsanya seperti katak, tikus, dan lainnya.

2) Organ perasa

Lidah pada reptil memiliki sedikit kuncup kecap. Sehingga, ia bisa merasakan mangsanya.
Sama halnya dengan Amphibi, Reptil tidak dapat merasakan rasa makanan pada lidah mereka. Pada
reptil jenis bunglon, lidah mereka bisa menjulur sampai sangat panjang (ada yang panjang lidahnya
setengah dari panjang tubuhnya) sehingga memudahkan untuk menangkap mangsanya.

3) Pit Organ

Pit organ merupakan detektor panas pada ular. Pit organ ini berupa lubang- lubang di depan wajah
ular yang di dalamnya terdapat membran thermoreseptor. organ pit ditunjukkan dengan panah
warna merah.Sementara, panah berwarna hitam menunjukkan lubang hidungnya.

Pada Ular pit viper mempunyai lubang kecil yang peka panas di kedua sisi kepalanya. Lubang-lubang
kecil itu dilapisi selapis sel yang disebut termoreseptor, yang terhubung ke otak melalui saraf.
Termoreseptor mendeteksi panas yang dipancarkan tubuh mangsanya. Pesan yang disampaikan
kepada otak adalah lokasi dan jarak mangsanya berada. Lubang peka panas tersebut memudahkan
ular untuk menyerang mangsanya dengan tepat, bahkan dalam kegelapan.

SISTEM ENDOKRIN

Sistem hormon atau sistem endokrin yang terdapat pada reptil terdiri dari yang mengeluarkan
hormon penting untuk fungsi tubuh normal. Sebagai contoh, ular memiliki kelenjar endokrin yang
sama seperti mamalia. Misalnya saja seperti hormon tiroid, paratiroid, dan juga kelenjar adrenal.

Kelenjar tiroid terletak di daerah tenggorokan, bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan
perkembangan, seperti shedding normal kulit. Paratiroid adalah struktur dipasangkan berlokasi
dekat tiroid dan membantu dalam metabolisme kalsium. Kedua kelenjar adrenal yang terletak di
wilayah ekor, tergantung di sebuah mesenterium (lembar membran melampirkan organ ke dinding
tubuh) dekat organ reproduksi. Kelenjar tersebut mengeluarkan hormon epinefrin (adrenalin) yang
meningkatkan denyut jantung dan pernapasan saat hewan tersebut dalam situasi berbahaya.

Bisa (venom) atau racun aktif pada ular merupakan ludah yang termodifikasi menjadi semacam
senyawa kimiawi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus yang dimiliki oleh sejumlah spesies ular
tertentu saja. Kelenjar yang mengeluarkan venom merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah
parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata yang dikemas dalam
selubung otot. Ular berbisa kuat (sangat berbahaya) yang terdapat di Indonesia biasanya masuk
dalam famili Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae.

Toksin (racun) berasal dari bahasa Yunani Kuno yang berarti zat atau senyawa yang masuk ke dalam
tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian.

1. Neurotoksin

Neurotoksin adalah racun yang menyerang sistem syaraf dan mengganggu penghantaran sinyal pada
neuron untuk berkomunikasi secara efektif. Komposisi neurotoksin dibagi menjadi dua yaitu: 1. Pre-
synaptic neurotoxins terdapat pada family ular (Elapidae dan beberapa Viperidae) mengandung
phospholipases A2 yang dapat merusak ujung syaraf ditandai dengan terlepasnya transmitter
asetilkolin. 2. Post-synaptic neurotoxins (Elapidae) mengandung polipeptida lengkap dengan
asetilkolin sebagai reseptor di dalam pertemuan neuromuscular dan mampu menyebabkan
kelumpuhan.

2. Hemotoksin

Hemotoksin menyerang sistem sirkulasi darah dan sistem otot. Racun ini akan mencegah oksigen
membentuk hemoglobin dalam darah. Reaksi racun sangat cepat seiring dengan pembengkakan di
daerah sekitar luka gigitan, beberapa menit saja korban akan merasakan sakit dan terasa panas luar
biasa. Bisa (venom) hemotoksin dikeluarkan oleh ular tanah (Calloselasma rhodostoma), ular hijau
berekor merah (Trimeresurus albolabris), dan ular picung (Rhabdophis subminiatus).

3. Kardiotoksin

Kardiotoksi adalah racun yang merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung. Racun ini biasanya dihasilkan oleh gigitan Ular laut dan Ular king kobra yang secara spesifik
racunnya menyerang jantung.

4. Nefrotoksin

Racun nefrotoksin secara efektif menyerang fungsi ginjal. Racun ini dihasilkan dari ular Bandotan
Puspo atau dikenal juga dengan nama Viper russelli.

5. Sitotoksin

Racun yang menyerang sitoplasma sel. Jenis racun sitotoksin ini dihasilkan oleh ular kobra dan ular
tanah

6. Nekrotoksin

Menyebabkan nekrosis (kematian) pada sel yang terkena racun ini dan menghancurkan semua jenis
jaringannya. Nekrotoksin menyebar melalui aliran darah. Racun ini dihasilkan oleh jenis ular dari
famili Elapidae atau jenis ular berbisa tinggi dan memiliki potensi mengancam nyawa manusia.
7. Miotoksin

Racun miotoksin akan menyerang sel otot jika manusia atau hewan lain digigit oleh ular laut.

Susunan kimia dari bisa (venom) ular sangat kompleks sekitar 90 % tersusun atas protein yang
sebagian besar adalah enzim serta mengandung polipeptida. Sampai saat ini dikenal ada sekitar 20
jenis enzim beracun. Umumnya ular berbisa memiliki 6 sampai 12 jenis enzim dalam bisanya. Masing
masing enzim memiliki fungsi khusus. Beberapa jenis enzim yang dimiliki ular berbisa, diantaranya:
1. Cholinesterase : Neurotoksin dan dapat melumpuhkan mangsa 2. Amino Acid Oxidase : Berfungsi
mencerna mangsa dan memicu peran enzim lainnya. 3. Hyaluronidase : Berfungsi untuk
mempermudah penyerapan enzim lain kejaringan korban. 4. Proteinase: Berfungsi untuk mencerna,
mengahancurkan jaringan tubuh korban. 5. Adenosin Triphospatase : Diduga neurotoksin yang
bekerja sentral dan menyebabkan korban mengalami syok dan mampu melumpuhkan mangsa. 6.
Phospodiesterase : Bekerja dengan cara mengganggu fungsi jantung dan menurunkan tekanan darah
dengan cepat.

SISTEM REPRODUKSI

Organ reproduksi reptil jantan adalah testis, berfungsi untuk memproduksi sel sperma. Testis reptil
berbentuk oval, berwarna putih, berjumlah sepasang, dan terletak pada dorsal rongga adbomen.

Untuk kadal dan ular, salah satu testisnya terletak lebih maju ke depan. Testis reptil akan membesar
pada saat musim kawin tiba.

Testis berbentuk oval, relatif kecil, berwarna keputih-putihan, berjumlah sepasang, dan terletak di
dorsal rongga abdomen. Pada kadal dan ular, salah satu testis terletak lebih ke depan dari pada yang
lain. Testis akan membesar saat musim kawin.

Reptil jantan memiliki duktus mesonefrus, berfungsi sebagai saluran reproduksi yang akan menuju
kloaka.

Sedangkan organ reproduksi reptil betina adalah ovarium. Ovarium berfungsi untuk membentuk
ovum (sel telur).

Ovarium ini berjumlah sepasang, berbentuk oval dengan ciri adanya benjolan-benjolan pada bagian
permukaannya. Ovarium reptil terletak pada bagian ventra kolumna bertebratis.

Saluran reproduksi reptil betina berupa oviduk panjang dan bergelung. Bagian anteriornya terbuka
ke rongga selom sebagai ostium, sedangkan bagian posterior bermuara di kloaka.

Perkembangan Reptilia

Kelompok reptil seperti kadal, ular dan kura-kura merupakan hewan-hewan yang fertilisasinya
terjadi di dalam tubuh (fertilisasi internal). Umumnya reptil bersifat ovipar, namun ada juga reptil
yang bersifat ovovivipar, seperti ular garter dan kadal. Telur ular garter atau kadal akan menetas di
dalam tubuh induk betinanya. Namun makanannya diperoleh dari cadangan makanan yang ada
dalam telur.

Reptil betina menghasilkan ovum di dalam ovarium. Ovum kemudian bergerak di sepanjang oviduk
menuju kloaka. Reptil jantan menghasilkan sperma di dalam testis.

Sperma bergerak di sepanjang saluran yang langsung berhubungan dengan testis, yaitu epididimis.
Dari epididimis sperma bergerak menuju vas deferens dan berakhir di hemipenis. Hemipenis
merupakan dua penis yang dihubungkan oleh satu testis yang dapat dibolak-balik seperti jari-jari
pada sarung tangan karet. Pada saat kelompok hewan reptil mengadakan kopulasi, hanya satu
hemipenis saja yang dimasukkan ke dalam saluran kelamin betina.

Ovum reptil betina yang telah dibuahi sperma akan melalui oviduk dan pada saat melalui oviduk,
ovum yang telah dibuahi akan dikelilingi oleh cangkang yang tahan air. Hal ini akan mengatasi
persoalan setelah telur diletakkan dalam lingkungan basah. Pada kebanyakan jenis reptil, telur
ditanam dalam tempat yang hangat dan ditinggalkan oleh induknya. Dalam telur terdapat
persediaan kuning telur yang berlimpah.

Hewan reptil seperti kadal, iguana laut, beberapa ular dan kura-kura serta berbagai jenis buaya
melewatkan sebagian besar hidupnya di dalam air. Namun mereka akan kembali ke daratan ketika
meletakkan telurnya.

Reptil adalah hewan yang melakukan pembuahan di dalam tubuh (fertilisasi internal), dimana
peleburan sel sperma dan sel telur terjadi di dalam tubuh betina reptil.

Fertilisasi diawali dengan peristiwa kopulasi, yaitu masukknya alat kelamin jantan ke alat kelamin
betina reptil.

Sperma bergerak di sepanjang saluran yang langsung berhubungan dengan testis, yaitu epididimis.

Selanjutnya dari epididimis, sperma bergerak menuju vas deferens dan berakhir pada hemipenis.
Hemipenis merupakan sepasang penis yang dihubungkan oleh satu testis yang dapat dibolak-balik.

Pada saat hewan reptil mengadakan kopulasi, hanya satu hemipenis saja yang dimasukkan ke dalam
saluran kelamin betina.

Ovum reptil betina yang telah dibuahi oleh sperma akan melewati oviduk. Pada saat melalui oviduk,
ovum yang telah dibuahi akan dikelilingi oleh cangkang yang tahan air agar tidak rusak jika nantinya
diletakkan ditempat basah.

Pada beberapa jenis reptil, telur ditanam dalam tempat yang hangat dan ditinggalkan oleh induknya.
Contohnya adalah kadal, iguana, ular, buaya, dan kura-kura.

Di dalam telur reptil, akan terdapat persediaan kuning telur yang berlimpah untuk cadangan
makanan embrio.

Perkembangbiakan reptil sebagian besar dilakukan secara ovipar (bertelur). Ovipar adalah embrio
yang berkembang dalam telur dan dilindungi oleh cangkang.

Embrio tersebut mendapatkan makanan dari dalam tubuh induk. Telur dikeluarkan dari tubuh induk
betina, kemudian dierami hingga menetas.
Ada juga sebagian reptil yang berkembangbiak dengan ovovivipar (bertelur dan beranak). Contoh
reptil yang berkembangbiak dengan ovovivipar adalah ular dan kadal.

Ovovivipar merupakan embrio yang berkembang di dalam telur, akan tetapi telur tersebut masih
tersimpan di dalam tubuh induk betina.

Embrio mendapat makanan dari cadangan makanan yang berada di dalam telur. Setelah cukup
umur, telur pecah di dalam tubuh induknya dan anak akan keluar dari vagina induk betinanya.

Fertilisasi internal merupakan penyatuan sperma dan ovum yang terjadi di dalam tubuh hewan
betina. Hal ini dapat terjadi karena adanya peristiwa kopulasi, yaitu masuknya alat kelamin jantan ke
dalam alat kelamin betina. Fertilisasi internal terjadi pada hewan yang hidup di darat (terestrial),
termasuk reptilia. Pada reptlia Setelah fertilisasi internal, ada dua cara perkembangan embrio dan
kelahiran keturunannya, yaitu dengan cara ovipar dan ovovivipar.

Ovipar (Bertelur)

Ovipar merupakan embrio yang berkembang dalam telur dan dilindungi oleh cangkang. Embrio
mendapat makanan dari cadangan makanan yang ada di dalam telur. Telur dikeluarkan dari tubuh
induk betina lalu dierami hingga menetas menjadi anak. Ovipar terjadi pada jenis reptil Non Venom
(Phyton, Molleria, Collubrid), Venom ( Naja, Ophiophagus hannah, Boiga,dsb ) .

Ovovivipar (Bertelur dan Beranak)

Ovovivipar merupakan embrio yang berkembang di dalam telur, tetapi telur tersebut masih
tersimpan di dalam tubuh induk betina. Embrio mendapat makanan dari cadangan makanan yang
berada di dalam telur. Setelah cukup umur, telur akan pecah di dalam tubuh induknya dan anak akan
keluar dari vagina induk betinanya. Contoh hewan ovovivipar adalah kelompok reptil (kadal, BCI,
Anaconda, ular pucuk, Monop tanah, monop air).

Tidak seperti amfibi, reptil menghasilkan telur amniotik (lihat Gambar di bawah). Cangkang,
membran, dan struktur lainnya dari telur ketuban melindungi dan memelihara embrio. Mereka
menjaga embrio lembab dan aman sementara itu tumbuh dan berkembang. Mereka juga
menyediakannya dengan sumber makanan yang kaya, berlemak (kuning telur).

Telur amniotik merupakan adaptasi penting dalam vertebrata darat secara penuh. Ini pertama kali
berevolusi pada reptil. Cangkang telur reptil yang baik keras atau kasar.

Pada reptil, pembuahan sel telur terjadi secara internal ketika pejantan menempatkan spermanya di
dalam sel telur di dalam tubuh betina. Laki-laki melakukan ini dengan memasukkan penis atau
hemipen ke dalam kloaka wanita. Dalam banyak spesies, sperma ini dapat tetap utuh selama
bertahun-tahun sehingga betina dapat menghasilkan keturunan tambahan tanpa ada kontak jantan
lainnya. Yang menarik, beberapa spesies kadal benar-benar menghasilkan keturunan tanpa pejantan
dalam proses yang dikenal sebagai partenogenesis.
C. KLASIFIKASI REPTILIA

Klasifikasi reptil, pada awalnya didasarkan atas arsitektur tengkoraknya. Formulasi ini dikemukakan
oleh Osborn tahun 1903, yaitu ditunjukkan dengan adanya ciri-ciri tengkorak: anapsid, diapsid,
synapsid (parapsid). Sekarang klasifikasi reptil tersebut telah banyak berubah, dan dibagi menjadi 4
ordo: Testudinata, Rhynchocephalia, Squamata dan Crocodilia.

1. Ordo Testudinata

a. Subordo Cryptodira

Subordo Cryptodira merupakan kura-kura darat, semi akuatik dan ada pula yang akuatik.
Keistimewaan dari anggota subordo ini adalah kepalanya dapat ditarik ke dalam cangkang
membentuk huruf S, mempunyai 12 sisik plastral, dan 9-8 tulang plastral. Pada sebangsa kura-kura,
jumlah sisik, keping maupun susunan tulang sangat penting artinya terutama dalam mengidentifikasi
jenisnya.

Karapaks Subordo Cryptodira bermacam-macam, mulai dari tipis hingga tebal, dengan warna dan
bentuk yang bermacam-macam pula (cembung, kotak, bulat, tebal) sesuai dengan lingkungan hidup
masing-masing jenisnya. Subordo Cryptodira dibagi dalam 11 famili diantaranya :

1) Famili Chelydridae

a) Superfamilia Testudinoidea

a.1) Famili Geoemydidae

Fosilnya anggota famili ini banyak ditemukan pada Jaman Krestasea Atas di Eropa. Dulunya
Geoemydidae atau lebih dikenal sebagai Bataguridae dianggap sebagai satu suku dengan suku kura–
kura air tawar Amerika Selatan. Anggota yang terbesar, yaitu Bajuku atau Biuku, yang berada di
Sumatera dan Kalimantan dapat mencapai 1170 mm. Adapun jenis-jenis anggota famili ini yang ada
di indonesia antara lain Batagur baska, Callagur borneoensis, Geoemyda japonica, Malayemys
subtrijuga, Notochelys platinota, Orlitia borneensis, Siebenrockiella crassicollis, Coura amboinensis,
Cyclemys dentata dan Heosemys spinosa.

a.2) Famili Testudinidae

Famili ini memiliki banyak anggota, yang paling terkenal terdapat di Kepulauan Galapagos dan
Kepulauan Secheyles. Pada kedua kepulauan tersebut mereka dikenal sebagai kura–kura purba dan
kura-kura raksasa. Di Indonesia fosilnya hewan ini dijumpai di Jawa, Flores, Timor dan Sulawesi.
Kura–kura Kuning di Sulawesi dan Baning yang terdapat di hutan–hutan Sumatera dan Kalimantan
merupakan kerabat kedua anggota famili di Kepulauan Galapagos dan Kepulauan Secheyles yang
masih hidup di Indonesia. Di Asia Tenggara terdapat tiga genus yaitu Indotestudo dan Manouria yang
masih hidup dan diwakili oleh satu jenis saja di Indonesia, dan Geochelone yang ditemui dalam
bentuk fosil di Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Contohnya :Geochelone gigantean, Testudo
hermanii, Testudo elephantopus.

a.3) Famili Emydidae

Sebagian besar anggota famili ini merupakan kura-kura semiakuatik. Ada beberapa jenis yang hidup
di air laut ( Malaclemys terrapin), ada yang hidup di darat (beberapa spesies Terrapene) dan ada
yang sepenuhnya akuatik( Terrapene coabuila). Sebagaian besar merupakan omnivora akan tetapi
terdapat beberapa jenis yang murni karnivora ( misalnya genus Emydoidea dan Deirochelys).
Anggota famili ini mempunyai cangkang yang keras. Terdiri dari 12 genera dan kurang lebih 39
spesies. Di indonesia, beberapa jenis kura-kura anggota famili ini merupakan hewan import yang
diperdagangkan bebas, misalnya Trachemys scripta( kura-kura brazil).

b) Superfamilia Trionychoidea

– Famili Carettochelydae

– Famili Trionychidae

– Famili Kinosternidae

– Famili Dermatemydidae

Kura-kura ini memiliki penyebaran paling luas di dunia. Terdapat diseluruh benua, kecuali Australia
yang hanya berupa fosil saja. Tiap genus dari suku ini hanya memiliki satu sampai tiga anggota saja
yang dapat dibedakan dengan mudah dari perisainya yang berasal dari tulang rawan dan ekornya
yang agak panjang. Pada beberapa jenis, kaki belakangnya dapat disembunyikan dalam suatu katub
perisai. Lehernya relatif panjang, sehingga kepalanya hampir dapat mencapai bagian belakang
tubuhnya. Lubang hidungnya terletak pada ujung moncong yang kecil dan pendek. Ukurannya dapat
mencapai panjang satu meter, dengan berat satu kuintal. Adapun beberapa jenis anggota super
famili ini yang berada di indonesia adalah Amyda cartilaginea (bulus), Dogania subplana( labi-labi
hutan), Pelodiscus sp., Chitra chitra (manlai/labi-labi bintang), Pelochelys bibroni ( labi-labi irian),
Pelochelys cantori ( antipa/labi-labi raksasa), dan Charettochelys insculpta ( moncong babi).
c) Superfamilia Chelonioidea

c.1) Famili Cheloniidae

Famili ini dapat dibedakan dengan famili lainnya dengan dua ciri khas yakni adanya keping
inframarginal yang menghubungkan perisai perut dan perisai punggung dan juga kaki yang
berbentuk dayung.Kaki depannya umumnya hanya mempunyai satu cakar, bila ada cakar kedua
biasanya berukuran sangat kecil. Hewan jantan biasanya memiliki cakar depan dan ekor yang lebih
panjang. Ia mempunyai lubang hidung yang terletak agak dekat permukaan atas tengkorak untuk
memudahkan mengambil udara untuk bernafas.

Semua anggota Famili Cheloniidae hidup di laut tropik, subtopik, terkadang ada di daerah dengan
iklim temperate. Penyu ini tersebar luas di samudra-samudra di seluruh dunia. Dari tujuh spesies
anggota famili ini, enam diantaraya ditemukan di Indonesia. Adapun contoh spesies anggota famili
ini antara lain Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu Sisik ( Eretmochelys imbricata), Penyu
hijau (Chelonia mydas), dan penyu tempayan (Caretta caretta). Perkawinan terjadi di laut, karenanya
hewan yang jantan tidak pernah naik ke daratan, hanya yang betina saja yang naik untuk bertelur.

c.2) Famili Dermochelyidae

Satu-satunya anggota dari famili ini yang masih tersisa adalah Penyu Belimbing. Penyu ini
mempunyai persebaran yang luas, hingga ke daerah beriklim dingin. Ciri–ciri penyu ini adalah warna
tubuh hitam sampai abu–abu kehijauan, kaki tidak bercakar dan perisai ditutupi oleh kulit sebanyak
tujuh lipatan memanjang dan berbintik putih tanpa keping yang jelas. Penyu ini dapat dengan
mudah dibedakan dengan ciri perisainya yang dibentuk oleh tulang–tulang kecil yang tertanam
dibawah kulit yang tersusun dalam tujuh baris yang membentuk lunas pada perisai punggungnya.
Perisai perutnya pun tersusun sedemikian rupa sehingga terdapat dua baris yang rapat
bersebelahan. Anakannya berwarna hitam dengan bagian bawahnya berwarna coklat. Contoh
spesies anggota famili ini adalah Dermochelys coriacea.

c. Subordo Pleurodira

Sub-ordo Pleurodira merupakan kura-kura akuatik dengan ciri memiliki leher yang panjang.
Kepalanya dapat dilipat ke samping badan namun tidak dapat ditarik ke dalam tempurungnya.
Karapaks biasanya berbentuk oval dan berwarna gelap, memiliki 13 sisik plastral dan 9-11 tulang
plastral. Pelvisnya bersatu dengan tempurung/cangkang.Merupakan hewan karnivora, pemakan
siput, kura-kura, dan amphibi.

Subordo Pleurodira dibagi menjadi 3 Famili yaitu:

– Famili Chelidae
– Famili Pelomedusidae

– Famili Podocnemididae

Contoh dari Subordo Pleurodira antara lain :Chelodina oblonga, Eydura subglobosa (Famili
Chelidae), dan Pelomedusa subrufa (Famili Pelomedusidae)

1) Famili Chelidae

Famili ini terdiri dari kurang lebih 17 genus dan 54 spesies. Famili ini dapat dikenali dari lehernya
yang tidak dapat dimasukkan ke dalam perisainya, dan bagian perisainya mempunyai keping
intergular. Famili ini dianggap lebih primitif daripada kura–kura yang dapat menyembunyikan
lehernya dalam perisai. Diperkirakan nenek moyangnya telah ada sejak 223 juta tahun yang lalu,
berdasarkan fosil–fosil dari Genus Chelodina, Elseya, dan Emydura. Genus Chelodina dikenali dari
kaki depan dengan empat kuku, keping intergular yang tidak berhubungan dengan tepi perisai yang
relatif panjang. Genus ini dibagi menjadi dua, yakni kura–kura dengan leher panjang dan kepala yang
juga relatif panjang dan kelompok yang kedua adalah kura–kura dengan panjang leher sedang dan
kepala relatif pendek dan lebih besar.

4. Ordo Squamata

Ordo ini memiliki tubuh yang ditutupi sisik epidermis bertanduk yang secara periodik mengelupas
sebagiansebagian atau keseluruhan. Osteoderm biasanya tidak ada tapi pada beberapa jenis
Squamata terdapat pada kepala dan tempat lain. Kepala pada dasarnya tipe diapsid, arcade bawah
tidak sempurna atau tidak ada dan arkade atas juga sering demikian.Tidak memiliki tulang
kuadratojugal (penghubung tulang kuadrat dan jugal) sehingga memungkinkan terjadinya gerakan
kinesis (pergerakkan tengkorak akibat posisi tulang kuadrat).Lubang hidung berpasangan.Sering
memiliki mata pineal pada kelompok kadal tapi pada kelompok ular tidak ditemukan.Memiliki
lubang kloaka transversal dan pada yang jantan terdapat dua hemipenis.Organ Jacobson
berkembang baik dan terpisah sempurna dari rongga hidung. Ordo ini terbagi atas dua sub ordo
yaitu Sauri/Lacertalia dan Serpentes/Ophidia.

a. Sub Ordo Sauria/Lacertalia

Sub ordo ini memiliki tubuh berbentuk silindris, mempunyai dua pasang extremitas. Cingulum
anterior (pectoral girdle) dan cingulum posterior (pelvic girdle) tumbuh baik.Chameleo chameleon
Makanannya berupa insecta atau Invertebrata lainnya, ada yang herbivore.Terdapat di daerah
tropis.Dari kesemua famili anggota lacertilia, terdapat 4 famili yang ada di indonesia, yaitu
Agamidae, Gekkonidae, Scincidae, Varanidae
1) Famili Agamidae

Famili ini memiliki ciri badan pipih, tubuhnya ditutup sisik bentuk bintil atau yang tersusun seperti
genting, demikian pula dengan kepalanya penuh tertutup sisik.Lidahnya pendek, tebal, sedikit
berlekuk di ujung serta bervilli.Jari-jarinya kadang bergerigi atau berlunas Tipe gigi acrodont.Pada
Draco volans memiliki pelebaran tulang rusuk dengan lipatan kulit. Habitatnya di pohon dan semak.

2) Famili Scincidae

Ciri umum dari famili ini adalah badannya tertutup oleh sisik sikloid yang sama besar, demikian pula
dengan kepalanya yang tertutup oleh sisik yang besar dan simetris. Lidahnya tipis dengan papilla
yang berbentuk seperti belah ketupat dan tersusun seperti genting.Tipe giginya pleurodont.Matanya
memiliki pupil yang membulat dengan kelopak mata yang jelas.Ekornya panjang dan rapuh. Contoh
spesies famili ini adalah Mabouya multifasciata.

3) Famili Varanidae

Ciri dari famili ini adalah badannya yang besar dengan sisik yang bulat di bagian dorsalnya sedang di
bagian ventral sisik melintang dan terkadang terdapat lipatan kulit di bagian leher dan
badannnya.Lehernya panjang dengan kepala yang tertutup oleh sisik yang berbentuk
polygonal.Lidahnya panjang bercabang dan tipe giginya pleurodont.Pupil matanya bulat dengan
kelopak dan lubang telinga yang nyata.

Anggota famili ini yang terbesar adalah komodo ( Varanus komodoensis ) yang panjangnya dapat
lebih dari 3 meter. Komodo persebarannya terbatas di beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara. Suku
varanidae terdiri dari dua kelompok yang sedikit berbeda, yaitu marga Varanus yang besar ( lebih
dari 35 spesies di seluruh dunia) dan marga Lanthanous yang sejauh ini berisi spesies tunggal L.
Borneensis yang berasal dari kalimantan. Marga Lanthanous ini merupakan biawak yang bertubuh
kecil dan tanpa lubang telinga.

Klasifikasi Varanus komodoensis

Kingdom : Animalia

Phyllum : Chordata

Class : Reptilia

Ordo : Squamata
Sub ordo : Lacertalia

Famili : Varanidae

Genus : Varanus

Spesies : Varanus komodoensis

Ciri Morfologi Varanus komodoensis :

Panjang badannya sampai 3 mater dengan berat badannya mencapai 140 kg.Ekornya panjang,
gemuk agak pipih, sedangkan kepalanya bermoncong tidak runcing. . Ekor binatang ini merupakan
alat yang ampuh untuk meroboh kan mangsanya dalam sekali serangan. Lidahnya panjang,
bercabang dua diujungnya dan berwarna kuning kemerah-merahan.Seluruh tubuhnya kulit kera,
berwarna hitam keabu-abuan. Kulit binatang ini bercorak khusus, kecuali pada biawak yang muda,
kulitnya berkembang-kembang berwarna hitam kekuning-kuningan

4) Famili Gekkonidae

Gekkonidae banyak ditemukan di iklim yang hangat. Memiliki keunikan yang berbeda dengan famili
yang lain dari vokalisasinya, ketika bersosialisasi dengan gecko yang lain. Kebanyakan gecko tidak
mempunyai kelopak mata, melainkan matanya dilapisi membrane transparan yang dibersihkan
dengan cara dijilat. Banyak spesies anggota gekkonidae yang memiliki jari khusus yang termodifikasi
untuk memudahkannya memanjat permukaan vertikal maupun melewati langit-langit dengan
mudah.

Kebanyakan gecko berwarna gelap namun ada pula yang berwarna terang.Beberapa spesies dapat
mengubah warna kulitnya untuk membaur dengan lingkungannya ataupun dengan temperature
lingkungannya.Beberapa spesies dapat melakukan parthenogenesis dan juga beberapa spesies
betina dapat berkembang biak tanpa pembuahan.

Sub ordo Serpentes/ophidae (ular)

Tubuh tidak memiliki extremitas, walaupun sisanya ditemukan pada spesies tertentu. Mandibula
(rahang bawah) terikat seluruhnya dengan ligament;gigi bulat panjang. Diantara spesies yang berbisa
memiliki gigi taring, taring atas berfungsi alat penyuntik bisa. Anggota sub ordo kurang lebih 2500
spesies.
Kingdom : Animalia

Phyllum : Chordata

Class : Reptilia

Ordo : Squamata

Sub ordo : Serpentes

Famili : Pythonidae

Genus : Python

Spesies : Python molurus

Ciri Morfologi Python molurus:

Warnanya kuning cerah dengan sebagian warna putih di bagian bawah tubuhnya.Phyton Morulus
bisa mencapai 17 sampai 18 kaki dan dapat mencapai berat lebih dari 200 pon.Memiliki mata yang
sempurna yang digunakan untuk melihat mangsa.Memiliki sisik disepanjang sisi tubuhnya. Memiliki
lidah yang panjang tetapi kecil digunakan sebagai indra pembau.Umumnya mencari makan pada
malam hari.

Keunikan lain yang dimiliki oleh subordo ini adalah seluruh organ tubuhnya termodifikasi
memanjang. Dengan paru-paru yang asimetris, paru-paru kiri umumnya vestigial atau mereduksi.
Memiliki organ perasa sentuhan (tactile organ) dan reseptor yang disebut Organ Jacobson ada pula
pada beberapa jenis yang dilengkapi dengan Thermosensor. Ada sebagian famili yang memiliki gigi
bisa yang fungsinya utamanya untuk melumpuhkan mangsa dengan jalan mengalirkan bisa ke dalam
aliran darah mangsa.

Ada 4 tipe gigi yang dimiliki Subordo Serpentes, yaitu :

Aglypha : tidak memiliki gigi bisa. Contohnya pada Famili Pythonidae, dan

Boidae.
Proteroglypha : memiliki gigi bisa yang terdapat di deretan gigi muka (bagian depan).

Contohnya pada Famili Elapidae dan Colubridae.

Solenoglypha : memiliki gigi bisa yang bisa dilipat sedemikian rupa pada saat

Tidak dibutuhkan. Contohnya pada Famili Viperidae.

Ophistoglypha : memiliki gigi bisanya yang terdapat di deretan gigi belakangnya.

Contohnya pada Famili Hydrophiidae

Sedangkan untuk bisa ular, terdapat 3 jenis bisa yang digunakan untuk melumpuhkan mangsa,
perlindungan diri ataupun untuk membantu pencernaannya, yaitu :

Haemotoxin : bisa yang menyerang sistem peredaran darah yaitu dengan cara

Menyerang sel-sel darah. Contoh famili yang memiliki bisa tipe

Ini adalah: Colubridae dan Viperidae.

Cardiotoxin : masih berkaitan dengan sistem peredaran darah, bisa jenis ini melambat dan
akhirnya dapat berhenti. Contoh Famili yang memiliki bisa jenis ini tidak spesifik. Dalam arti, banyak
famili yang sebagian anggotanya memiliki bisa jenis ini.

Neurotoxin : bisa yang menyerang syaraf, menjadikan syaraf mangsanya lemah sehingga tidak dapat
bergerak lagi dan dapat dimangsa dengan mudah. Famili Elapidae dan Hydrophiidae adalah contoh
famili yang memiliki bisa tipe ini.

5. Ordo Crocodilia

Ordo crocodylia mencakup hewan reptil yang berukuran paling besar di antara reptil lain. Kulit
mengandung sisik dari bahan tanduk.Di daerah punggung sisik-sisik itu tersusun teratur berderat ke
arah ternversal dan mengalami penulangan membentuk perisai dermal.Sisik pada bagian dorsal
berlunas, pada bagian lateral bulat dan pada bagian ventral berbentuk segi empat.Kepala berbentuk
piramida, keras dan kuat, dilengkapi dengan gigi-gigi runcing bertipe gigi tecodont.Mata kecil
terletak di bagian kepala yang menonjol ke dorso-lateral.Pupil vertikal dilengkapi selaput mata,
tertutup oleh lipatan kulit yang membungkus tulang sehingga lubang tersebut hanya nampak seperti
celah.Lubang hidung terletak pada sisi dorsal ujung moncong dan dilengkapi dengan suatu penutup
dari otot yang dapat berkontraksi secara otomatis pada saat buaya menyelam.Ekor panjang dan
kuat.Tungkai relatif pendek tetapi cukup kuat.Tungkai belakang lebih panjang, berjari 4 dan
berselaput. Tungkai depan berjari 5 tanpa selaput.
Jantung buaya memiliki 4 ruang namun sekat antar ventrikel kanan dan kiri tidak sempurna yang
menyebabkan terjadinya percampuran darah.Pada jantungnya memiliki foramen panizza. Crocodilia
merupakan hewan poikilotermik sehingga kebanyakan akan berjemur di siang hari unutk menjaga
suhu tubuhnya. Mereka berburu di malam hari.Crocodilian dewasa terutama yang dominan memiliki
teritori tersendiri, namun pada musim kering teritori tersebut dilupakan karena daerah mereka
menyempit akibat kekeringan.

a) Famili Alligatoridae

Famili Alligatoridae memiliki ciri-ciri bentuk moncongnya yang tumpul dengan deretan gigi pada
rahang bawah tepat menancap pada gigi yang terdapat pada rongga pada deretan rahang atas
sehingga pada saat moncongnya mengatup hanya deretan gigi pada rahang atasnya saja yang
terlihat.dapat mencapai umur maksimal hingga 75 tahun. Tahan terhadap suhu rendah.memiliki
lempeng tulang pada punggung dan bagian perut bawah memiliki sisik dari bahan tanduk yang
lebar.yang berjumlah lebih dari 6 sisik

Klasifikasi Alligator mississipiensis (Hickman et al, 2001)

Kingdom : Animalia

Phyllum : Chordata

Class : Reptilia

Ordo : Crocodilia

Famili : Alligatoridae

Genus : Alligator

Spesies : A. Mississipiensis

b) Famili Crocodylidae
Ciri-ciri Famili Crocodilidae adalah moncongnya meruncing dengan bentuk yang hampir segitiga dan
pada saat mengatup, kedua deret giginya terlihat dengan jelas. Kedua tulang rusuk pada ruas tulang
belakang pertama bagian leher terbuka lebar.Terdapat pula baris tunggal sisik balakang kepala yang
melintang yang tidak lebih dari 6 buah di bagian tengkuk.

Spesies anggota Famili Crocodilidae yang ada di Indonesia adalah :

b.1 Crocodylus noveguineae (Buaya Irian)

Spesies yang sering disebut sebagai Buaya Irian ini dibedakan dengan buaya yang lain berdasrkan
ukuran sisiknya yang lebih besar, terutama sisik ventralnya. Sisik belakang kepalanya berjumlah 4-7
buah.Sisik D.C.W (Double Crest Whorl) sejumlah 17-20 pasang, sedangkan Sisik S.C.W (Single Crest
Whorl) berjumlah 18-21 buah. Jumlah sisik ventral terdiri atas 23-28 baris dari depan ke belakang.
Ukuran maksimum dapat mencapai 3350 mm untuk jantan dan 2650 mm untuk betina.

Pada waktu akan bertelur, betina akan membuat sarang dan bertelur pada awal musim kemarau, hal
ini berlawanan dengan Crocodylus porosus. Telur – telur ini dijaga oleh induk sampai mereka dapat
mencari makanan sendiri. Buaya-buaya ini menempati habitat yang sama dengan buaya air tawar di
Indonesia Barat dan dijumpai sampai ke pedalaman dengan persebaran meliputi Irian sebelah utara,
mulai dari daerah DAS Memberamo, sampai semenanjung selatan Papua Nugini.

b.2 Crocodylus porosus (Buaya Muara)

Buaya muara dikenal sebagai buaya terbesar di dunia dan dapat mencapai panjang tujuh meter.
Buaya ini dibedakan dengan buaya yang lain berdasarkan sisik belakang kepalanya yang kecil
ataupun tidak ada, sisik dorsalnya berlunas pendek berjumlah 16-17 baris dari depan ke belakang
biasanya 6-8 baris. Tubuhnya berwarna abu-abu atau hijau tua terutama pada yang dewasa pada
sedangkan yang muda berwarna lebih kehijauan dengan bercak hitam, dan pada ekornya terdapat
belang hitam dari bercak- bercak berwarna hitam.

Saat bertelur, betina akan membuat sarang dari sampah tumbuhan, dan dedaunan. Buaya ini
bertelur pada awal musim penghujan. Telur – telur ini akan terus dijaga oleh induk sampai menetas
dan mereka dapat mencari makanan sendiri.

Buaya jenis ini menempati habitat muara sungai. Kadang dijumpai di laut lepas.Makanan utamanya
adalah ikan walaupun sering menyerang manusia dan babi hutan yang mendekati sungai untuk
minum.Persebaran buaya ini hampir di seluruh perairan Indonesia.

b.4Crocodylus siamensis (Buaya Air Tawar)

Dibedakan dengan buaya yang lain berdasarkan sisik post occipital-nya yang berjumlah 2-4 buah.
Moncongnya tidak berlunas tetapi terdapat lunas yang jelas di antara kedua matanya.. Panjang
moncongnya satu setengah sampai satu tiga perempat kali lebarnya. Umumnya memiliki 3-4 buah
sisik belakang kepala. Tubuhnya kecil dan hanya dapat mencapai panjang sekitar satu meter,
berwarna hijau tua kecoklatan dan anakan berwarna lebih muda dengan bercak- bercak pada
punggung dan ekor. Belang hitam pada ekor umumnya tidak utuh. Buaya Air Tawar betina bertelur
pada awal musim penghujan.

Buaya ini hidup pada pedalaman dengan air yang tawar, sungai atau rawa-rawa. Makanan utamanya
adalah ikan.

b.5 Tomistoma Schlegelii ( Buaya Senyulong)

Buaya ini dapat dibedakan dengan buaya yang lain berdasarkan moncongnya yang sangat sempit
dengan ukuran tubuh yang mencapai 5,6m. Jari kakinya memiliki selaput, dan sisi kakinya
berlunas.Matanya memiliki iris yang tegak.Betinanya bertelur pada awal musim penghujan.Telurnya
diletakkan dalam tanah dan ditimbun dengan sampah tetumbuhan.

Habitat yang menjadi favorit buaya ini adalah lubuk-lubuk yang relatif dalam, rawa-rawa, hingga ke
pedalaman.Makanan utama adalah ikan, udang dan juga monyet. Persebaran buaya ini meliputi
Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.

c) Famili Gavialidae

Famili Gavialidae memiliki bentuk moncong yang memanjang dan pada saat moncong tersebut
menangkup, kedua deret gigi yaitu yang berada di rahang atas dan rahang bawah terlihat berseling.
Ujung moncongnya melebar dan bersegi 8.sekilas bentuknya mirip dengan Tomistoma schlegelii.

Klasifikasi Gavialis gangeticus(Hickman et al, 2001)

Kingdom : Animalia

Phyllum : Chordata

Class : Reptilia

Ordo : Crocodilia

Superfamili: Gavialoidea

Famili : Gavialidae

Genus : Gavialis
Spesies : G. Gangeticus

D. EKOLOGI REPTILIA

Sebagai satwa ektotermal, reptil tersebar pada berbagai macam habitat. Jenis-jenis reptil dapat
hidup di laut, perairan tawar, gurun, bahkan pegunungan. Penyebaran reptil sangat dipengaruhi oleh
cahaya matahari yang mencapai daerah tersebut (Halliday dan Adler, 2000). Satwa Testudines
dibedakan menurut habitatnya. Penyu hidup di laut dan hanya naik ke pantai untuk bertelur. Kura-
kura dan labi-labi terdiri dari jenis akuatik dan semi-akuatik yang hidup pada daerah perairan tawar.
Baning atau kura-kura darat hidup sepenuhnya di darat (Halliday dan Adler, 2000).

Kadal hidup pada berbagai habitat. Jenis terestrial hidup di pepohonan maupun di dalam tanah.
Jenis-jenis lain merupakan semi-akuatik (Halliday dan Adler, 2000). Dengan kulit mereka yang
impermeabel dan kemampuan untuk menyimpan air, kadal juga dapat hidup di daerah gurun
(Mattison, 1992). Sebagian besar ular merupakan jenis terestrial, tetapi terdapat beberapa jenis
yang hidup di tanah. Jenis ular yang paling berbisa merupakan ular air yang hidup di laut. Selain itu
ada juga jenis ular yang hidup di air perairan tawar dan pada pepohonan (Halliday dan Adler, 2000).
Hutan tropis memiliki keanekaragaman jenis ular yang lebih banyak dibandingkan dengan hutan
temperat karena penetrasi cahaya matahari dan suhu yang lebih rendah pada hutan temperat.
Daerah pegunungan dengan temperatur yang ekstrim bukan merupakan habitat yang ideal untuk
ular, tetapi seekor ular jenis Agkistrodon himalayanus pernah ditemukan pada ketinggian 4.900 m
dpl (Mattison, 1992).

Penyebaran

Penyebaran reptil di dunia dipengaruhi jumlah cahaya matahari pada daerah tersebut. Jenis reptil
yang terdapat di Indonesia berasal dari Ordo Testudinata, Squamata (kadal dan ular), dan Crocodylia
(Halliday dan Adler, 2000). Testudinata tersebar di seluruh dunia di daerah tropis dan sub tropis.
Kurakura terdapat di semua wilayah perairan laut (Halliday dan Adler, 2000). Di Indonesia terdapat
sekitar 39 jenis kura-kura, yang terdiri dari enam jenis penyu, enam jenis labi-labi, dua jenis baning
atau kura-kura darat, dan 25 jenis kura-kura air tawar (Iskandar, 2000).

Ordo Sauria tersebar di Kanada Selatan sampai Tierra del Fuego, dari Norwegia Utara sampai
Selandia Baru, dan juga kepulauan di Laut Atlantik, Pasifik dan Indian (Halliday dan Adler, 2000).

Ular tersebar di seluruh dunia kecuali daerah kutub, Islandia, Irlandia, dan Selandia Baru. Ular
tersebar di seluruh Indonesia, termasuk daerah lautan (Halliday dan Adler, 2000). Ular laut tersebar
pada bagian tropis Laut Pasific, laut India, Indonesia sampai Australia Utara, dan Amerika Selatan
(Mattison, 1992). Buaya tersebar di benua Asia, Australia, Amerika dan Afrika. Penyebarannya di Asia
mencakup Indonesia sampai Cina dan India. Buaya juga terdapat di bagian Utara Australia. Di Afrika
buaya terdapat di bagian Tengah dan Selatan, dan juga Amerika Selatan, Tengah, dan bagian
Tenggara Amerika Serikat (Halliday danAdler, 2000). Di Indonesia terdapat 6 jenis buaya yang terdiri
dari 2 genus yaitu Crocodylus dan Tomistoma (Iskandar, 2000).

Habitat dari Kelas Reptilia ini bermacam-macam. Ada yang merupakan hewan akuatik seperti penyu
dan beberapa jenis ular, semi akuatik yaitu Ordo Crocodilia dan beberapa anggota Ordo Chelonia,
beberapa Sub-ordo Ophidia, terrestrial yaitu pada kebanyakan Sub-kelas Lacertilia dan Ophidia,
beberapa anggota Ordo Testudinata, sub terran pada sebagian kecil anggota Sub-kelas Ophidia, dan
arboreal pada sebagian kecil Sub-ordo Ophidia dan Lacertilia.

Reptilia merupakan kelompok vertebrata yang beradaptasi untuk hidup di darat yang lingkungannya
kering. Adanya sisik dan kulit yang menanduk mencegah hilangnya kelembaban tubuh dan
membantu hewan untuk hidup di permukaan yang kasar. Nama kelas Reptilia menunjukkan cara
berjalan (latin: retum=melata). Reptilia tersebar baik di daerah teropis maupun daerah subtropics.
Pada daerah-daerah yang mendekati kutub dan tempat-tempat yang lebih tinggi jumlah dan jenisnya
makin sedikit. Reptile menempati macam-macam habitat. Phyton misalnya terdapat di daerah-
daerah tropis, hanya terdapat di rawa-rawa, sungai atau sepanjang pantai. Penyu terbesar teradapat
dilaut dan kura-kura darat raksasa terdapat di kepulauan. Kadal dan ular umumnya terrestrial, tetapi
ada yang menempati karang-karang atau pohon.

Reptil besar seperti buaya adalah predator teratas di ekosistem mereka, memangsa burung, ikan,
rusa, penyu, dan ternak kadang-kadang hewan peliharaan. Rahang kuat mereka dapat
menghancurkan tulang dan bahkan cangkang kura-kura. Reptil kecil termasuk tuatara, ular, dan
banyak kadal-juga predator penting, memangsa serangga, katak, burung, dan mamalia kecil seperti
tikus.

Kebanyakan kura-kura darat adalah herbivora. Mereka merumput di rumput, daun, bunga, dan
buah-buahan. Kura-kura laut dan beberapa spesies kadal adalah omnivora, makan pada tanaman
serta serangga, cacing, amfibi, dan ikan kecil.

Reptil sering menunjukkan perilaku pacaran yang rumit atau tidak biasa sebelum kawin. Bunglon
jantan, misalnya, berubah warna sambil menarik perhatian betina. Kura-kura jantan akan sering
mengangkat kepala mereka ke atas dan ke bawah untuk menarik pasangan wanita. Ular garter sisi
merah berkumpul dalam kelompok hingga 30.000 untuk apa yang sering disebut bola kawin. Banyak
spesies juga melepaskan feromon, aroma kimia yang dirancang secara biologis untuk menarik lawan
jenis.

Sebagian besar spesies reptil tidak merawat anak mereka, yang dibiarkan mengurus diri sejak lahir.
Biasanya reptil akan menyembunyikan telurnya di lubang berlubang atau berlubang di tanah untuk
melindungi mereka dari pemangsa yang lapar. Namun beberapa spesies ular, termasuk ular sanca
dan ular lumpur, melindungi anak-anak mereka dengan membungkus kisah mereka di sekitar telur.
Buaya menempatkan bayi mereka dengan lembut di mulut mereka dan membawanya ke air. Jumlah
telur yang dihasilkan reptil sangat bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Penyu bertelur
hingga 150 telur setiap musim, sementara kura-kura Afrika hanya bertelur satu atau dua.

E. PERANAN REPTILIA

Reptil sebagai bahan makanan


Di beberapa negara, reptil memang bisa dikonsumsi.
Orang-orang Amerika Tengah sudah biasa memakan iguana hijau yang besar.
Suku-suku Tamil Nadu dan Andhra Pradesh di India kerap memakan ular yang diburunya.
Penduduk lokal terbiasa melahap sup ular Kanton, khususnya pada musim gugur, dengan
tujuan untuk menghangatkan tubuh dan mencegah masuk angin.
Di beberapa bagian Midwestern Amerika Serikat, daging ular berbisa bisa dijadikan olahan
masakan.
Hampir seluruh bagian dunia mengonsumsi daging ular.
Hampir seluruh bagian dunia mengonsumsi sup penyu

Saat ini daging reptil sebagai salah satu bahan daging konsumsi mungkin masih jarang
diaplikasikan pada masyarakat umum, namun demikian hal ini sudah mulai bisa diterima
oleh akal sehat. Ya, manfaat reptil yang biasa dimakan adalah jenis ular dan juga kadal,
seperti biawak, yang konon katanya memiliki rasa yang sangat lezat dan juga memiliki
banyak sekali khasiat yang tinggi. Selain dagingnya, ternyata beberapa telur dari spesies
reptile juga sering dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan konsumsi. Salah satunya
adalah telur penyu dan juga terkadang telur reptile lainnya. Sama seperti daging reptil, telur
dari hewan reptil tersebut hingga kini masih diyakini dan juga dipercaya akan sangat baik
untuk kesehatan tubuh. Kepercayaan yang paling utama adalah dapat meningkatkan
stamina dan juga vitalitas tubuh, sehingga sering juga dimanfaatkan sebagai salah satu
bahan dasar pembuatan obat tradisional untuk stamina pria.

Reptil sebagai hewan peliharaan


Hewan piaraan memang tidak terbatas pada anjing dan kucing. Di dunia barat sana,
beberapa spesies ular tidak begitu agresif, bisa menjadi peliharaan populer. Contohnya
seperti ular jagung dan piton bola. Orang-orang juga terbiasa memelihara penyu atau kura-
kura. Bahkan ada juga yang merawat anaconda, ular sanca dan boa pembelit. Sebagian pihak
menganggapnya sebagai peliharaan eksotis dan keren. Memelihara reptil bisa menjadi
agenda belajar yang menyenangkan. Anda bisa memperhatikan bagaimana mereka
berperilaku, beradaptasi, makan, bereproduksi, melakukan kamuflase, dll.

Reptil sebagai budaya dan kesenian


Hewan ini memegang peran terhadap budaya, cerita rakyat, bahkan agama. Reptil disembah
oleh orang-orang Moche di Peru kuno. Mereka juga kerap menaruh kadal dalam setiap karya
seninya. Ular juga kerap dikaitkan dengan obat, penyembuhan, pemulihan dan iblis.
Kemudian dalam sejarah Mesir, ular kobra mesir tampak pada mahkota Firaun. Rupanya ular
ini dijadikan salah-satu dewa yang disembah. Selain itu, reptil tampak dalam budaya populer
modern atau hiburan.

Manfaat Kulit reptil untuk fashion dan kerajinan tangan


Manfaat lainnya dari reptil yang sering digunakan oleh manusia adalah kulit reptile. Ya,
beberapa jenis kulit reptil, seperti ular, buaya dan juga jenis kadal memiliki corak serta
kualitas kulit yang sangat menarik dan memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Hal inilah yang
kemudian dimanfaatkan oleh para pengrajin untuk mengolah kulit dari berbagai hewan
reptil ini menjadi bahan kerajinan tangan. Biasanya, kulit reptil ini seringkali diolah menjadi
bahan utama pembuatan dompet, ikat pinggang, tas, bahan sepatu kulit dan juga berbagai
macam produk fashion lainnya.
Menetralisir bisa dan racun
Ular, merupakan salah satu jenis reptil yang memilki racun atau bisa. Racun ini dapat sangat
berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh manusia, karena bisa menyebabkan kematian.
Nah, untuk menetralisir racun ini, ternyata yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan bagian
tubuh dari ular, seperti bisa ular itu sendiri dan juga empedu ular. Kedua bahan ini bisa
diolah dan juga diekstar sebagai salah satu penawa bisa atau racun ular yang sangat ampuh
dan dapat membantu menetralisir bisa ular yang masuk ke dalam tubuh manusia.

Kesehatan
Racun dari ular derik diyakini mengandung zat kimia yang disebut sebagai crotoxin.
Zat crotoxin tak hanya terdapat pada bisa ular, tetapi ia juga terkandung dalam aliran darah
hewan tersebut. Para peneliti memanfaatkan kombinasi unik itu.
Mereka melakukan uji coba pengobatan kanker dengan bantuan zat crotoxin yang ada di
dalam bisa ular. Zat ini diyakini dapat membunuh sel-sel tumor.
Ular khususnya ular kobra dipercaya untuk menyembuhkan penyakit hepatitis, asma, eksim,
kudis, memelihara kekuatan seksual sampai usia lanjut (Haryanto 2005). Ular kobra juga
digunakan untuk menghentikan penyumbatan pada syaraf dan otot, sakit sendi pada tulang,
beri-beri dan rematik (Nugroho et al. 1994). Ular sanca digunakan untuk bengkak gusi, gigi
berlubang dan bernanah serta ambien bengkak. Ular weling digunakan dalam pengobatan
tradisional untuk mencegah dan menyembuhkan rematik dan penyakit kulit seperti kusta,
koreng dan kurap. Ular tanah digunakan untuk mengobati penyakit gondok dan kejang
lambung. Bagian tubuh ular yang sering digunakan sebagai obat adalah daging, darah dan
empedu. Darah ular biasanya digunakan untuk mengobati alergi, gatal-gatal, diabetes, liver,
jantung, sesak nafas, asam urat, pinggang, rematik, darah rendah, darah tinggi.
Empedu ular bisa menjadi anti racun (anti venom) di tubuh manusia terhadap bisa ular
sendiri (Francisca 2008). Dalam sejarahnya, racun dari kobra digunakan dalam pengobatan
untuk kecanduan opium dan sebagai pembunuh rasa sakit (dikombinasikan dengan opium)
untuk mengatasi rasa sakit. Zat ini juga digunakan untuk tujuan pengobatan lain seperti
pengobatan depresi, nyeri tubuh, dan sakit kepala.

Membasmi hama tanaman di kebun dan sawah


Manfaat reptil lainnya adalah sebagai salah satu jenis predator alami. Sebagai salah satu
predator alami, reptile kebanyak memakan berbagai macam hama yang ada pada
persawahan dan juga lingkungan perkebunan, salah satunya adalah tikus. Tikus merupakan
salah satu hama yang sangat mengganggu dan sulit untuk diberantas. Namun dengan
adanya reptil, maka ia akan berperan secara alami sebagai predator dari tikus, yang dapat
membantu mengurangi jumlah hama tanaman secara efektif.

Kontrol Serangga dan hewan pengerat


Reptil memaksakan pengendalian penting pada populasi serangga dan hewan pengerat.
Beberapa ular paling berbisa di dunia seperti kobra India benar-benar mencegah
penyebaran pembawa penyakit hewan pengerat, bahkan di pusat-pusat perkotaan, sehingga
kegunaan mereka sering melebihi bahaya mereka. Namun, reptil jauh lebih jinak juga
bertindak untuk mengendalikan populasi hama.

Pengendalian Ikan
Menurut situs Animal Bytes dari Busch Gardens, buaya dan aligator juga mencegah
kelebihan populasi spesies ikan di wilayah pesisir dan lahan basah, yang penting dalam
menjaga ekosistem air yang sehat dan seimbang. Sebuah ekosistem perairan yang sehat
adalah penting untuk perikanan yang membuat hidup mereka dalam lingkungan.

Kontrol bangkai
Banyak reptil membiasakan gaya hidup yang sangat malas, sehingga mereka mencoba untuk
menyerang dengan cepat menaklukkan mangsanya. Untuk setiap reptil, bangkai membusuk,
yang disebut carrion, adalah makanan yang mudah, sehingga reptil seperti terkenal Komodo
adalah salah satu dari banyak organisme yang berperan dalam membersihkan bangkai
binatang dari lingkungan.

Rantai Makanam
Ular menjadi hewan yang sangat penting bagi ekosistemnya. Hal ini karena ular sebagai
predator pemangsa dan dimangsa dalam rantai makanan.
Dalam rantai makanan sawah, kehadiran ular untuk menjaga populasi tikus dan sebagai
makanan bagi predator yang memangsa ular.
Jika sebuah rantai makanan terjadi ketidakseimbangan atau terputus, maka salah satu
ekosistemnya akan terjadi kelebihan populasi atau menjadi tidak terkontrol.
Ular masuk dalam tingkatan konsumen III atau konsumen tersier. Di mana ular memakan
hewan-hewan pada konsumen II atau konsumen sekunder.
Hewan pada konsumen sekunder ini seperti tikus atau katak yang memakan hewan-bewan
herbivora (pemakan tumbuh-tumbuhan).
Kemudian ular menjadi mangsa predator atau konsumen IV yang menjadi tingakatan paling
puncak. Ada beberapa hewan yang menjadi pemangsa ular. Untuk kelompok burung ada
burung hantu dan elang. Kemudian ada juga ular yang memakan ular karena tingkatannya
lebih tinggi.

Dilansir National Geographic, racun dari Gila Monster terhitung sangat mematikan dan
dinobatkan sebagai kadal paling beracu di dunia.
Kandungan racun Gila Monster terdapat neurotoxin yang mampu merusak jaringan sel,
bahkan racunnya sama dengan kandungan racun yang terdapat di ular derik diamondback.
Racun milik kadal ini tersimpan pada gigi dalamnya, yang mana akan dikeluarkan ketika ia
sedang menggigit.
Sedangkan gigitannya sangat menyakitkan, karena menghasilkan luka yang sangat dalam
dari giginya yang sangat tajam.
Seperti ular, komodo memiliki kelenjar bisa. Kelenjar bisa ini mengandung racun yang
mematikan, Rupanya, racun dalam bisa komodo ini bisa menurunkan tekanan darah
mangsanya, membuat pendarahan hebat, serta membuat darah tidak bisa menggumpal.

Racun atau bisa (venom) ular akan diinjeksikan pada tubuh mangsanya melalui gigitan, bila
ia merasa terancam, merasa terusik atau jika ingin melumpuhkan mangsanya.
Ular berbisa kuat (sangat berbahaya) yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam
famili Elapidae, Hydropiidae, dan Viperidae. 1. Elapidae Adalah salah satu famili ular berbisa
tinggi yang memiliki racun neurotoksin, bahkan racunnya dapat berakibat kematian bagi
organisme lain. Ular king kobra (Ophiophagus hannah), ular laut (Hydrophiinae), beberapa
ular yang ditemukan di Papua, dan ular weling (Bungarus candidus) 2. Hydrophiidae Keluarga
ular ini terdiri dari jenis-jenis ular laut, kebanyakan dari mereka 100% aquatik dalam
hidupnya, namun mereka masih harus ke atas permukaan air karena tidak memiliki insang.
Biasanya ditemukan di laut, namun beberapa spesies juga dapat hidup di air payau.
Kebanyakan spesies ini dapat ditemukan beberapa meter dari pesisiran pantai. 3. Viperidae
Ular-ular dari famili ini terdiri dari ular-ular berbisa tinggi yang memiliki 2 pasang taring yang
sangat panjang di depan mulutnya, digunakan untuk menginjeksi bisa ke dalam aliran darah
predator atau mangsa. Saat mulutnya tertutup, taring akan melipat di atap mulutnya, semua
ular dari famili Viperidae berbisa tinggi dan berbahaya.

Susunan kimia dari bisa (venom) ular sangat kompleks sekitar 90 % tersusun atas protein
yang sebagian besar adalah enzim serta mengandung polipeptida. Sampai saat ini dikenal
ada sekitar 20 jenis enzim beracun. Umumnya ular berbisa memiliki 6 sampai 12 jenis enzim
dalam bisanya. Masing masing enzim memiliki fungsi khusus. Beberapa jenis enzim yang
dimiliki ular berbisa, diantaranya: 1. Cholinesterase : Neurotoksin dan dapat melumpuhkan
mangsa 2. Amino Acid Oxidase : Berfungsi mencerna mangsa dan memicu peran enzim
lainnya. 3. Hyaluronidase : Berfungsi untuk mempermudah penyerapan enzim lain
kejaringan korban. 4. Proteinase: Berfungsi untuk mencerna, mengahancurkan jaringan
tubuh korban. 5. Adenosin Triphospatase : Diduga neurotoksin yang bekerja sentral dan
menyebabkan korban mengalami syok dan mampu melumpuhkan mangsa. 6.
Phospodiesterase : Bekerja dengan cara mengganggu fungsi jantung dan menurunkan
tekanan darah dengan cepat.

Neurotoksin

Racun bisa ular ini merupakan racun bisa yang memiliki tingkat enzim sangat tinggi yang
dapat membunuh mangsanya dengan durasi waktu yang sangat cepat, untuk manusia yang
terkena racun Neurotoksin dapat bertahan 5 menit dengan tingkat kekebalan maksimal
manusia, sampai saat ini sangat sulit menolong pasien yang terkena racun bisa ular ini
bahkan serum anti venom tidak dapat menjadi jaminan bahwa pasien dapat tertolong.
Pasien yang terkena racun bisa ular Neurotoksin dapat dikenali dengan gejala-gejala yang
tampak secara fisik maupun klinis. Gejala-gejala yang sering timbul pada umumnya adalah
gigitan tidak menyakitkan, susah menelan, kesulitan bernafas, cairan ludah banyak keluar,
lemas, dan tidak bisa bergerak.

Hemotoksin
Jenis racun bisa Hemotoksin merupakan racun bisa ular yang tingkat enzimnya rendah, jika
racun ini terserang oleh manusia maka akan maka korban akan mengalami gejala seperti
pendarahan dari luka dalam waktu 1 jam, sakit kepala atau vertigo, mual disertai sakit perut,
muntah darah, pandangan kabur, bengkak, memar, dapat menyebabkan pasien pingsan,
necrosis, hipotensi, kelumpuhan otot, bahkan anemia. Penanganan pasien yang terkena
racun bisa ular Hemotoksin dapat diberi serum anti bisa ular dan jika dibiarkan terus
menerus pasien akan bertahan 7 sampai 10 hari kedepan.

Sitotoksin

Sitotoksin mengandung zat yang menyerang fungsi sel dan dapat menyebabkan
kelumpuhan, selain itu orang yang terkena racun bisa Sitotoksindapat dikenali dengan
gejala-gejala yang timbul seperti bengkak, memar, kelumpuhan otot, gigitan terasa sangat
sakit, batuk berat, dan lemas disertai kaku otot.

Orang yang mengonsumsi daging reptil seperti buaya, kura-kura, kadal atau ular berisiko
mengalami beberapa penyakit tertentu yaitu trichinosis penyakit yang disebabkan oleh
cacing pita di hewan liar terutama babi membuat sakit perut dan diare. Kemudian
pentastomiasis, gnathostomiasis dan sparganosis yang semuanya penyakit hewan yang
menular ke manusia.
Mengonsumsi daging biawak air Ada beberapa bakteri yang terkandung di tubuhnya, yaitu
trichinosis, gnathostomiasis, sparganosis, dan mycobacterium. manusia yang mengonsumsi
daging maupun bagian tubuh reptil ini, bisa menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan
tubuh. Dagingnya mengandung sejumlah parasit seperti cacing pita jenis sparganosis, yang
bisa merusak dan membuat infeksi pada jaringan tubuh manusia.

Piton ini sulit diberantas karena kemampuannya berkamuflase di alam.


Menurut catatan Komisi Konservasi Ikan dan Kehidupan Liar Florida, Piton Burma yang
habitat aslinya di Asia Tenggara itu, berkeliaran di Taman Nasional Everglades setelah
terjadinya hurikan Andrew pada 1992 dan merusak bangunan yang mengurung ular-ular itu.
Belum lagi aksi pelepasliaran sejumlah pemelihara ular di Florida. Ular Piton Burma bertahan
hidup di area rawa-rawa dengan kemampuan berburunya yang hebat. Ular ini mampu
menangkap hewan-hewan berukuran lebih kecil dengan giginya, lalu menelannya pelan-
pelan. Mangsa ular ini di Florida mencakup 40 spesies mamalia dan burung, yang
populasinya saat ini terus menurun, diduga akibat dimangsa reptil itu. Salah satu yang
terancam adalah tikus kayu Key Largo dan tikus kesturi. Tak Cuma itu, bahkan reptil besar
yang termasuk predator di taman nasional itu, aligator Amerika, juga terancam. Ular Piton
Burma dikenal juga bisa memangsa aligator.

1. Aglypha
Ular pada tipe ini tidak memiliki gigi taring bisa, maka dapat dikatakan sebagai jenis ular
yang tidak berbisa. Kata “glyph” diturunkan dari bahasa Yunani “Gluphe” yang berarti
sebuah pahatan atau saluran beralur. Sedangkan kata “agylph” berarti “tanpa saluran
beralur”.
Burmese Python (Python molurus bivittatus)
Ular ini tidak mempunyai taring dengan dengan rongga beralur untuk menyuntikkan bisa.
Ular bergigi Aglyphous (lacking grooves) tidak mempunyai gigi yang berfungsi khusus, setiap
gigi mempunyai bentuk dan seringkali ukuran yang sama. Gigi tipe ini biasanya dimiliki oleh
ular pelilit (constrictor) dan penindih, contoh ularnya yaitu ular sanca batik Python
reticulatus (keluarga python).

2. Ophistoglypha
Mengidentifikasi Ular Dari Tipe Susunan Gigi
Mengapa Ular Masuk ke Rumah Anda? Begini Penjelasannya
Ular jenis ini memiliki gigi taring bisa yang terletak di berada di tengah agak ke belakang.
Ular bergigi Opisthoglyphous memiliki venom lemah yang di suntikkan melalui sepasang gigi
yang ukurannya lebih besar dan pajang yang terletak di belakang “maxillae”. Karena kedua
taring bisa terletak di belakang maka disebut ‘rear fange’.
Brown Vine snake (Oxybelis aeneus)
Untuk menyuntikkan bisa-nya, ular ini harus memasukkan mangsa lebih jauh didalam mulut
terutama untuk jenis mangsa yang kecil. Tipe ini biasanya dimiliki oleh ular yg memiliki bisa
menengah dan kebanyakan tidak mematikan. Gigi tipe Ophistoglypha dapat ditemukan pada
famiy Colubridae, contoh ular yaitu ular cincin emas (Boiga dendrophila).

3. Proteroglypha

Ular tipe ini memiliki gigi taring bisa yang terletak di bagian depan mulut, tepatnya di bagian
depan rahang atas dan panjang. Gigi taring biasanya berukuran kecil dan tertutup oleh gusi
dan dikeluarkan saat dibutuhkan.
Green Mamba (Dendroaspis angusticeps)
Pada tipe Proteroglypha biasanya dimiliki oleh ular berbisa tinggi juga sangat mematikan.
Seperti pada ular kobra penyembur ujung taringnya telah dimodifikasi sehingga
memungkinkan mereka untuk menyemburkan racun ke arah mata penyerang. Bentuk gigi ini
dapat ditemukan pada family Elapids misalnya ular kobra (Naja sputatrix).

4. Solenoglypha

Ular tipe ini memiliki gigi bisa yang panjang dan terletak di bagian depan mulut tepatnya di
bagian depan rahang atas dan sangat panjang, dan dapat disembunyikan dibalik selaput
seperti gusi layaknya pisau lipat. Ular bergigi Solenoglyphous mempunyai taring yang lebih
sempurna dan maju dalam mengirimkan bisa dari pada ular lain.
Desert Horned viper (Cerastes cerastes)
Panjang taring taringnya dapat mencapai setengah dari panjang kepala, dilipat di bawah
langit langit mulut dan saling bertemu diujungnya. Kerangka kepala ular ini mempunyai
elemen elemen yang saling berinteraksi yang memastikan taring dapat berputar dalam posisi
mengigit ketika rahang dibuka. Jenis ular ini dapat membuka rahang mencapai 180 derajat
dan taringnya mengayun dalam posisi yang memungkinkan untuk menyuntikkan bisa lebih
dalam ditubuh mangsa. Ular solenoglyphous memiliki kemampuan menyuntikkan bisa yang
lebih banyak dan lebih dalam daripada yang lain, biasanya dimiliki oleh ular berbisa tinggi
juga sangat mematikan. Pada umumnya ular tipe gigi ini memiliki jenis bisa dominan
hemotoksin (menyerang darah). Gigi bisa ini terdapat pada family Viperidae, contohnya ular
hijau (Trimeresurus albolaris).

Anda mungkin juga menyukai