Anda di halaman 1dari 23

MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN AYAM RAS PETELUR FASE

LAYER PADA UNIT TERNAK UNGGAS FAKULTAS


PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Oleh :

RISMAWATI RASYID
I 111 12 910

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha ternak unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik, karena

didukung oleh karakteristik produknya yang dapat diterima oleh masyarakat

Indonesia yang sabagian besar muslim, harga relative murah dengan akses yang

mudah diperoleh karena sudh merupakan barang publik. Komoditas ini juga

berperan secara nyata dalam ketahanan pangan nasional melalui penyediaan

protein hewani dan penyediaan lapangan kerja baik di pedesaan maupun di

perkotaan. Secara nasional, industry perunggasan merupakan pemicu utama

perkembangan usaha di subsector peternakan.

Jumlah konsumsi daging ayam tahun 2013 ke 2014 meningkat sekitar

0,008 %, sedangkan konsumsi telur sekitar 0,004%. Meningkatnya kesejahteraan

dan tingkat kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani

turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Telur merupakan salah

satu sumber protein hewani yang murah dan mudah dijangkau oleh masyarakat.

Seiring meningkatnya permintaan dan kebutuhan akan telur, maka diperlukan

peningkatan produksi dan pengembangan usaha oleh perusahaan-perusahaan

peternakan khususnya ayam ras petelur.

Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus

untuk diambil telurnya (Prihatman, 2000). Ayam ras petelur merupakan tipe ayam

yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktifitas telurnya melebihi

dari produktifitas ayam lainnya. Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur

sangat ditentukan oleh sifat genetis ayam, manajemen pemeliharaan, makanan dan

kondisi pasar. Banong (2012) bahwa dalam pemeliharaan ayam ras petelur

2
sebelum mencapai umur produktif melewati 3 fase pemeliharaan, yaitu: 1) Fase

starter/brooding yaitu pemeliharaan ayam mulai umur 1 hari (DOC- Day Old

Chick) sampai dengan umur 6 minggu 2) Fase grower/pertumbuhan yaitu

pemeliharaan ayam sejak umur 6 minggu sampai menjelang bertelur kira-kira

umur 16-18 minggu 3) Fase layer/ masa produksi yaitu pemeliharaan sejak umur

18 minggu sampai dengan bertelur/berproduksi berahir atau diafkir. Usaha

peternakan yang mengabaikan manajemen dan sumber daya yang dimiliki

cenderung tidak mampu bertahan maupun berkembang.

Pakan merupakan salah satu faktor yang penting dalam usaha peternakan

ayam ras petelur. Jumlah dan kandungan zat-zat pakan yang diperlukan harus

memadai untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang optimal. Asupan

nutrisi yang cukup dan berkualitas menjadi syarat untuk tercapainya produksi

telur yang optimal. Pakan yang berkualitas akan sangat mendukung peningkatan

produksi maupun reproduksi ternak (Anggorodi, 1985).

Pakan memegang peranan penting dalam usaha atau produksi peternakan

yaitu meliputi 60-70% dari total biaya produksi. Pakan yang diberikan harus

mempunyai kandungan zat makanan yang serasi. Keberhasilan maupun kegagalan

usaha pemeliharaan ternak banyak ditentukan oleh faktor pakan yang diberikan.

Banyak peternak yang memberikan pakan tanpa memperhatikan kualitas,

kuantitas dan teknik pemberiannya. Akibatnya, pertumbuhan maupun

produktifitas ternak yang dipelihara tidak tercapai sebagaimana mestinya. Hal

inilah yang melatarbelakangi dilaksanakannya Praktek Kerja Lapang (PKL)

mengenai manajemen pemberian pakan ayam ras petelur fase layer.

3
Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan mengenai Manajemen

Pemberian Pada Pakan Ayam Ras Petelur fase layer adalah untuk melihat dan

mengetahui serta berpartisipasi secara langsung dalam pemeliharaan ayam ras

petelur khususnya dalam manajemen pemberian pakan yang diterapkan terhadap

ayam ras petelur di Unit Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan mengenai Manajemen

Pemberian Pada Pakan Ayam Ras Petelur fase layer adalah untuk menambah

pengetahuan, pemahaman dan wawasan serta keterampilan mengenai tatalaksana

pemeliharaan ayam ras petelur khususnya dalam manajemen pemberian pakan dan

pelaksana Praktek Kerja Lapang memiliki pengalaman kerja yang berguna dalam

dunia usaha/wirausaha.

4
PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang Di Unit Ternak Unggas


Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Letak Geografis

Laboratorium Ilmu Ternak Unggas merupakan salah satu laboratorium

yang ada di Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang terletak di bagian

barat laut kampus Universitas Hasanuddin di wilayah Tamalanrea Indah,

Kecamatan Biringkanaya, Makassar.

Batas-batas kelurahan ini yaitu:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Daya

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tamalanrea Jaya

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Panakukang

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tello

Keadaan topografi laboratorium produksi ternak unggas ini yaitu memiliki

ketinggian 50-150 m dari permukaan laut, dengan permukaan tanah datar dan

berbukit, serta curah hujan berkisar 2000-3000 mm/tahun. Aktivitas yang ada di

laboratorium ini yaitu perkuliahan, praktikum, penelitian, penetasan, usaha ayam

ras petelur dan pedaging serta pemeliharaan ayam koleksi. Laboratorium ini

menjadi sarana bagi mahasiswa dan dosen dalam menunjang pelaksanaan

perkuliahan, praktikum, pengalaman kerja dan penelitian yang diharapkan dapat

meningkatkan kapasitas dosen dan mahasiswa dalam mendukung perkembangan

bidang perunggasan berbasis peternakan rakyat sesuai dengan visi misi Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin.

5
Visi fakultas peternakan universitas hasanuddin yaitu sebagai pusat

unggulan pendidikan dan pengembangan IPTEKS peternakan berbasis kearifan

lokal. Adapun misi yaitu; 1) Mengembangkan siste pendidikan yang adaptif,

kreatif dan fleksibel dalam pengembangan IPTEKS peternakan, 2)

Mengembangkan penelitian dan kajian teknologi yang berkaitan dengan ilmu dan

industri peternakan, 3) Menerapkan dan menyebarluaskan IPTEKS dalam

mendukung pembangunan peternakan, dan 4) Mengembangkan kemitraan / kerja

sama yang saling menguntungkan dengan pihak luar.

Struktur Organisasi Laboratorium Produksi Ternak Unggas

Struktur organisasi merupakan susunan dan hubungan-hubungan antar

komponen bagian-bagian dan posisi-posisi dalam suatu organisasi. Struktur

organisasi Laboratorium Produksi Ternak Unggas yakni sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur organisasi Laboratorium Produksi Ternak Unggas.

Sarana dan Prasarana Laboratorium Produksi Ternak Unggas

Laboratorium Produksi Ternak Unggas dilengakapi dengan berbagai

sarana dan prasarana diantaranya yaitu (Gambar 2):

6
1. Ruang kuliah.

2. Ruang dosen.

3. Ruang analisis dan ruang ujian.

4. Ruang tamu laboratorium.

5. Ruang penetasan lengkap dengan mesin tetas dan perlengkapannya.

6. Kandang penelitian ukuran 6 × 6 m sebanyak 2 unit beserta peralatannya.

7. Kandang pemeliharaan ayam ras pedaging ukuran 6 × 30 m sebanyak 3 unit

beserta peralatannya.

8. Kandang pemeliharaan ayam ras petelur ukuran 6 × 30 m sebanyak 1 unit

beserta peralatannya.

9. Kandang pemeliharaan ayam kampong ukuran 6 × 30 m sebanyak 1 unit

beserta peralatannya.

10. Kandang pemeliharaan itik ukuran 5 × 5 m.

11. Ruang prosessing/pemotongan ayam.

12. Ruang penyimpanan dan penjualan produk laboratorium.

13. Gudang pakan.

14. Tempat tinggal pegawai.

15. Panampungan air.

Gambar 2. Denah lokasi Laboratorium Produksi Ternak Unggas.

7
Keadaan Khusus Lokasi Praktek Kerja Lapang Di Unit Ternak Unggas
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Perkandangan

Kandang merupakan unsur penting dalam usaha peternakan ayam.

Kandang dipergunakan mulai dari awal hingga masa berproduksi. Pada

prinsipnya, kandang yang baik adalah kandang yang sederhana, biaya pembuatan

murah, dan memenuhi persyaratan teknis (Martono, 1996). Kandang berfungsi

untuk melindungi ternak dari panasnya matahari, hujan, angin, dan udara yang

dingin serta gangguan binatang buas, memudahkan tatalaksana yang meliputi

pemeliharaan, pemberian pakan dan minum serta pengawasan terhadap kesehatan

ternak, memudahkan tenaga kerja dalam penanganan kegiatan sehari-hari

(Cahyono, 1944).

Lokasi peternakan di Unit Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin dekat dengan sumber air. Lokasi peternakan telah dibatasi dengan

pagar kawat. Fadilah (2004) menyatakan lokasi yang dipilih untuk peternakan

harus tersedia sumber air yang cukup, terutama pada musim kemarau. Air

merupakan kebutuhan mutlak untuk ayam karena kandungan air dalam tubuh

ayam bisa mencapai 70%. Susilawati (2010) menambahkan lokasi kandang harus

jauh dari keramaian/perumahan penduduk, lokasi mudah dijangkau dari pusat-

pusat pemasaran dan lokasi terpilih bersifat menetap, tidak berpindah-pindah.

Bangunan kandang yang digunakan di Unit Ternak Unggas Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin yaitu tipe kandang terbuka dengan luas

bangunan 7 × 25 m. Hal ini sesuai dengan Priyatno (2004) mengatakan bahwa

kandang sebaiknya dibuat dengan sistem dinding terbuka agar hembusan angin dapat

masuk dengan leluasa karena hembusan angin yang cukup akan mengurangi udara

8
panas dalam kandang. Kandang pemeliharaannya menggunakan sistem battery yang

dibuat dengan dua tingkat (Double deck) yaitu kandang bujur sangkar yang disusun

berderet dan membujur dari timur ke barat. Ukuran kandang battery adalah

panjang 40 cm, lebar 30 cm dan tinggi 40 cm dengan kapasitas 2 ekor ayam tiap

kotaknya. Hal ini sesuai dengan Suprijatna, dkk (2005) menyatakan bahwa

Kandang battery berbentuk kotak terbuat dari kawat atau bambu. Ukuran setiap

kotak 40x30x40, biasanya dibuat rangkaian terdiri dari beberapa buah (4-5 buah).

Zainuddin (2005) menjelaskan bahwa pada pemeliharaan intensif, kandang ayam

lokal petelur umumnya battery yang terbuat dari bambu atau kawat. Kandang

sistem battery dapat dibuat secara bertingkat mulai dari satu sampai tiga yang

dilengkapi dengan tempat air pakan dan minum. Lantai kandang dibuat celah agar

kotoran langsung jatuh ke bawah. Pada kandang sistem battery ini akan lebih

mudah dalam pengawasan terhadap penyakit dan program vaksinasi.

Kandang ayam petelur yang ada di Unit Ternak Unggas Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin dilengkapi gudang penyimpanan pakan.

Gudang pakan ayam ras petelur berukuran 2 × 2 m berada di dalam unit kandang.

Pakan yang disimpan tidak pernah lebih dari 1 minggu untuk mencegah kerusakan

pada pakan yang disebabkan oleh kelembaban, serangga maupun tikus. Hal ini

sesuai pendapat Prihatman (2000), bahwa pakan tidak boleh disimpan lebih dar 1

minggu, dan pakan yang didatangkan lebih dulu ke gudang adalah yang

digunakan lebih dulu. Penyimpanan pakan perlu diperhatikan agar pakan tidak

lembab atau rusak. Tempat penyimpanan pakan diusahakan bebas hama. Gudang

pakan harus didesinfeksi serta kondisi ruangan harus kering (Rahmadi, 2009).

9
Kebutuhan Nutrisi Ayam Ras Petelur Fase Layer

Kebutuhan nutrisi ayam ras petelur fase layer dapat dilihat pada Tabel 1.

Jika energi pakan saat fase layer terlalu rendah, komsumsi pakan lebih banyak

sehingga FCR meningkat dan efisiensi pakan menurun (Harms et al., 2000).

Sebaliknya jika energi pakan meningkat akan terjadi penurunan komsumsi pakan.

Jumlah pakan yang diberikan pada ayam ras petelur fase layer yakni sebanyak

120/g/ekor/hari (Anonim 2014).

Tabel 1. Persyaratan mutu pakan ayam ras petelur fase layer


No. Parameter Satuan Persyaratan
1. Kadar air % Maks. 14,0
2. Protein kasar % Min. 16,0
3. Lemak kasar % Maks. 7,0
4. Serat kasar % Maks. 7,0
5. Abu % Maks. 14,0
6. Kalsium (ca) % 3,25-4,25
7. Fosfor (P) total % 0,60-1,00
8. Fosfor tersedia % Min. 0,32
9. Energi metabolisme Kkal Min. 2650
10. Total aflatoksin µg/kg Maks. 50,0
11. Asam amino :
5. Lisin % Min. 0,80
6. Metionin % Min. 0,35
7. Metionin + sistin % Min. 0,60
Sumber : Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2006 (SNI 01-3929-2006).

Berdasarkan mutu pakan ayam ras petelur fase layer dari Badan

Standarisasi Nasional Indonesia bahwa bahan baku pakan harus bebas dari residu

dan zat kimia yang membahayakan seperti peptisida dan bahan lain yang tidak

diinginkan. Bahan baku pakan ini menjamin kesehatan masyarakat konsumen

hasil peternakan.

Pencampuran Bahan Pakan

Bahan pakan adalah bahan yang dimakan, dicerna dan digunakan oleh

ternak. Bahan pakan yang diberikan pada ayam ras petelur fase layer di

10
Laboratorium Produksi Ternak Unggas yaitu konsentrat, jagung giling dan dedak

(Tabel 2). Jagung merupakan manifestasi dari karbohidrat/energi metabolisme,

dedak mewakili dari setengah karbohidrat dan konsentrat merupakan kumpulan

protein, ditambah mineral kalsium, phosphor dan lain-lain.

Tabel 2. Persentasi bahan pakan pada ayam ras petelur fase layer
Jumlah dalam satu kali
Bahan Pakan Persentasi
pencampuran pakan
Konsentrat 33 % 100 kg
Jagung giling 50 % 150 kg
Dedak 17 % 50 kg
Total 100 % 300 kg
Sumber : Data primer produksi ayam ras petelur Laboratorium Produksi Ternak
Unggas yang telah diolah.

1. Konsentrat

Konsentrat yang digunakan di Laboratorium Produksi Ternak Unggas

yaitu konsentrat tepung ayam petelur dewasa produksi PT. Charoen Pokphand

Indonesia yang mengandung bahan berupa tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil

kelapa, tepung daging dan tulang, pecahan gangdum, bungkil kacang tanah,

canola, tepung daun, vitamin, kalsium, fosfat, dan trace mineral. Bahan konsentrat

tersebut diolah menjadi satu bahan yang siap dicampur kembali. Hal ini sejalan

Parakkasi (1984), yang menyatakan bahwa konsentrat adalah suatu bahan pakan

yang diperlukan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi

dari keseluruhan pakan dan dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai

bahan pakan pelengkap, konsentrat memiliki kandungan ekstrat tiada nitrogen

(Beta-N) yang tinggi dan rendah kandungan serat kasar (SK).

2. Jagung giling

Jagung merupakan bahan pakan sumber energi yang mempunyai kelebihan

dibanding bahan makanan sumber energy yang lain karena kandungan energy

11
yang relative tinggi mencapai 3350 kkal/kg (NCR,1994), tingkat ketersediaan

yang tinggi dan kesinambungan, komposisi zat makanannya relative seimbang

kecuali kekurangan asam amino metionin dan lisin relative tidak ada anti nutrisi

(Anonim, 2001). Hal ini menyebabkan jagung digunakan sebagai campuran pakan

dalam jumlah yang besar, yaitu berkisar 50-60 %. Pada ayam petelur, selain

sebagai sumber energy, jagung kuning digunakan untuk memperbaiki kualitas

kuning telur karena mengandung pigmen warna kuning (karoten) (Widodo, 2008).

3. Dedak

Dedak mengandung kulit ari beras tampa sekam, berasal dari hasil

sampingan penggilingan padi. Dedak merupakan bahan pakan sumber energy

yakni mencapai 2950 kkal/kg (NCR, 1994) dan vitamin B, dapat digunakan

hingga 25 % dari ransum ayam (FAO, 2009). Penggunaan dedak harus dibatasi

kerana mengandung pitat dalam ikatan posfor pitat sehingga daya cernah rendah,

mudah tengik, mengganggu penyerapan kalsium (Suprijatna dkk., 2005).

Tabel 3. Kandungan nutrisi pakan ayam ras petelur fase layer di Laboratorium
Ilmu Ternak Unggas
Kandungan
a
Parameter Konsentrat Jagung gilingb Dedakb Ransumc
(%) (%) (%) (%)
Kadar air 12,0 11,0 9,0 11.0
Protein kasar 35,0 8.5 12,9 18.0
Lemak kasar 3,0 3,8 13,0 5.1
Serat kasar 8,0 2.2 11,4 5.7
Abu 30,0 1,7 8,7 12.2
Kalsium (Ca) 10,0 0.02 0,07 3.3
Fosfor (P) 1,1 0,28 1,50 0.8
a b c
Sumber: Hasil analisis perusahaan; NRC, 1994; Berdasarkan hasil perhitungan

Pencampuran bahan pakan yang dilakukan di unit kandang layer

Laboratorium Produksi Ternak Unggas adalah sebagai berikut :

12
1. Lantai untuk mencampur bahan pakan dibersihkan dari kotoran debu, kaca,

kerikil, plastic maupun potongan kertas.

2. Jagung giling (150 kg) dituang di lantai yang sudah dibersihkan, kemudian

konsentrat (100 kg) dituang diatasnya. Selanjutnya dedak (50 kg) dituang

menjadi satu tumpukan.

3. Tumpukan tersebut kemudian diaduk-aduk dan dibolak-balik sampai 4 kali

dengan menggunakan skop hingga bahan pakan tercampur secara merata.

4. Pakan yang sudah tercampur dimasukkan ke dalam karung.

Prinsip pencampuran adalah mengusahakan bahan pakan tercampur secara

homogeny dan tidak banyak bahan baku pakan yang terbuang. Pengadukan

sebaiknya dilakukan dari bawah, dan pembalikan sebaiknya diakukan 4-5 kali

(Widodo, 2008). Pakan berbentuk halus dan memiliki kandungan nutrisi yang

sesuai. Di Laboratorium Produksi Ternak Unggas, pencampura dilakukan 2 kali

seminggu untuk menjaga kualitas pakan agar tidak rusak.

Tempat Pakan dan Tempat Minum

Tempat pakan yang digunakan di Unit Ternak Unggas Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin adalah bentuk feeder through tipe memanjang terbuat dari

pipa paralon yang berbahan plastik yang dibelah menjadi dua secara memanjang

sama dengan panjang kandang dan diletakkan di depan kandang battery.

Tempat minum yang digunakan di Unit Ternak Unggas Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin adalah nipple drinker. Nipple yaitu tempat

minum otomatis dari bahan plastik dengan pentil stainless pada bagian atas yang

bila ditekan akan mengeluarkan air. Tempat minum nipple terdiri dari pipa

paralon untuk saluran air minum dan pentil nipple. Jarak setiap nipple adalah 30

13
cm. Setiap satu nipple dapat digunakan 8-9 ekor ayam. Hybro (2001) menyatakan

dalam satu nipple digunakan untuk 8-9 ekor ayam. Letak tempat minum berada di

atas tempat pakan hal ini dikarenakan ayam lebih sering untuk memakan dari pada

minum, selain itu juga dalam sistem kandang battery letak tempat pakan di bawah

tempat minum. Rasyaf (2005) menyatakan tempat minum berada di atas

tempat pakan sebab ayam lebih sering makan dari pada minum dan tempat

minum tidak mudah kotor.

Penempatan tempat pakan dan minum dapat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3. Penempatan tempat pakan dan minum pada kandang.

Tatalaksana Pemberian Pakan

Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah

maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan

hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Pakan merupakan faktor utama dalam

keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

tatalaksana. Pakan yang berkualitas akan sangat mendukung peningkatan produksi

maupun reproduksi ternak (Anggorodi, 1985). Pakan yang diberikan pada ternak

14
prinsipnya harus seimbang, artinya pakan yang diberikan harus mengandung

nutrien dalam jumlah dan kualitas yang sesuai dengan tujuan pemeliharaan dan

kebutuhan ternak tersebut sehingga tidak terjadi defisiensi atau kelebihan pakan

(Kristianto, 2013).

Pemberian pakan di Laboratorium Produksi Ternak Unggas dilakukan

secara manual (tenaga manusia) sebanyak 2 kali sehari, yaitu pada pukul 07.00

pagi dan 16.00 sore. Jumlah Pakan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan

ayam perekornya yaitu 120 gram/ekor/hari. Dalam peternakan ini tidak dilakukan

penimbangan sisa pakan melainkan sisa pakan langsung ditambahkan pakan baru

sehingga sering dilakukan pembolak-balikan pakan agar ternak seolah-olah

mendapatkan pakan baru. Hal ini sesuai pendapat Aziz, (2007) bahwa khusus

pada layer dilakukan pembalikkan pakan yang bertujuan untuk merangsang nafsu

makan ayam, dengan pembalikkan seolah-olah ayam diberi pakan baru.

Pemberian pakan dilakukan sesering mungkin terutama pada pagi dan sore hari

karena di kedua waktu tersebut merupakan waktu terbanyak ayam mengkonsumsi

pakan.

Pada saat Pengisian pakan, sebaiknya tidak terlalu penuh agar pakan tidak

tercecer. Junaedi (2008) menambahkan bahwa bila tempat pakan diisi penuh,

pakan yang terbuang mencapai 20%, dengan pengisian 3/4 terbuang 15%,

pengisian 2/3 terbuang 10%, pengisian 1/2 terbuang 3% dan pengisian kurang dari

1/3 terbuang 1%. Oleh karena itu dalam pengisian pakan sebaiknya sedikit-sedikit

tetapi frekuensinya ditingkatkan.

Pakan yang diberikan adalah pakan konsentrat yaitu RK 24 AA+ produksi

PT. Charoen Pokphand. Bahan –bahan yang dipakai adalah jagung, dedak, tepung

15
ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung daging dan tulang, pecahan gandum,

bungkil kacang tanah, canola, tepung daun, vitamin, kalsium, fosfat, dan trace

mineral.

Performa Ayam Ras Petelur

Performa Ayam Ras Petelur di unit kandang Laboratorium Produksi

Ternak Unggas dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4. Data produksi ayam ras petelur di Laboratorium Produksi Ternak Unggas
Konsumsi Produksi telur
Umur
pakan Berat telur Egg Mass
(minggu) HDP (%) HHP(%) FCR
(g/e/h) (g/butir) (g/e/h)
45 120 84.8 76.7 61.7 52.3 2.3
46 120 86.9 77.9 63.0 54.7 2.2
47 120 86.8 77.4 62.0 53.8 2.2
48 120 76.3 67.7 60.2 45.9 2.6
49 120 80.1 70.9 62.1 49.8 2.4
50 120 78.9 69.9 61.1 48.3 2.5
Rata-rata 120 82.3 73.4 61.7 50.9 2.3
Ket. : HDP: Hen day production (produksi telur harian); HHP: Hen housed
production (produksi telur kandang); FCR: Feed convertion ratio
(konversi pakan).
Sumber : Data recording produksi Ayam Ras Petelur Laboratorium Produksi
Ternak Unggas yang telah diolah.

1. Konsumsi pakan

Konsumsi pakan pada ayam ras petelur dapat dihitung dengan cara

mengurangi jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan yang tersisa.

Pakan yang diberikan kurang lebih 120 gram/ekor/hari (kandungan protein 21,6

gram), dan selalu habis dikomsumsi. Sehingga konsumsi pakan pada ayam ras

petelur umur ≥ 45 minggu di unit kandang petelur laboratorium produksi ternak

unggas yaitu 120 gram/ekor/hari (Tabel 4). Konsumsi pakan ayam petelur

dipengaruhi oleh kesehatan ayam, temperatur lingkungan, selera ayam dan

produksi (Rasyaf, 2005).

16
2. Produksi telur (Hen Housed Production dan Hen Day Productiion)

Menghitung produksi telur dikenal dengan istilah hen housed production

dan hen day productiion. Hen housed production (HHP) adalah ukuran produksi

telur yang didasarkan pada jumlah ayam mula-mula yang dimasukkan ke dalam

kandang (Suprijatna, 2005). Hen day production (HDP) adalah perhitungan yang

jumlah dari produksi telur hari itu dibagi dengan jumlah ayam produktif hari itu

dikalikan 100% (Kabir, 2010).

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 4, diketahui Hen day dari

ayam petelur di unit kandang petelur Laboratorium Produksi Ternak Unggas

dengan umur ≥ 45 minggu berkisar 82.3 % dan Hen housed berkisar 73.4 %. Hal

ini menunjukkan bahwa hen day dan hen housed yang diperoleh rendah,

dikarenakan sudah melewati periode puncak produksi ayam ras petelur yaitu pada

umur 27-29 dengan kisaran hen day 94-96 % (Anonim, 2014). Semakin lama

periode bertelur, semakin rendah HDP (Mussawar et al., 2004). Nilai HHP dan

HDP tiap harinya mengalami perubahan, hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan

lingkungan. Menurut Rahmadi (2009), produksi telur yang turun biasanya

dipengaruhi oleh kualitas pakan, umur ayam, kesehatan ayam yang terganggu,

serta cuaca yang tidak mendukung. Kualitas pakan yang jelek, nutrisinya kurang

atau tidak seimbang dengan pakan, mengandung zat racun yang dapat

menyebabkan penurunan produksi telur.

Nilai HH yang rendah sangat dipengaruhi oleh tingkat kematian ternak.

Menurut Banong (2012), daya hidup yang baik dari ayam petelur (tingkat

kematian serendah mungkin) akan mempengaruhi efisiensi yang diperoleh.

Tingkat kematian ayam petelur di Laboratorium Produksi Ternak Unggas

17
tergolong tinggi yakni mencapai 9,1 % saat memasuki minggu ke 45, dibanding

standar yang hanya 1,7 % (Anonim, 2014). Tingkat kematian dari minggu 45

sampai 50 mencapai 1,7 %. Rasyaf (2005) menyatakan bahwa nilai mortalitas di

Indonesia pada masa bertelur antara 0,03 % hingga 0,5 % perbulan.

3. Egg mass

Egg mass adalah perkalian antara persentase produksi telur dengan rata-

rata bobot telur. Berata telur dan egg mass ayam ras petelur di unit kandang

petelur Laboratorium Produksi Ternak Unggas dengan umur ≥ 45 minggu dapat

dilihat pada Tabel 4. Berat telur sering digunakan sebagai kriteria seleksi uantuk

ayam petelur (Kabir, 2010). Berat rata-rata telur sekitar 61,7 g/butir.

Bobot telur semakin meningkat apabila umur ayam meningkat. Persentase

bobot cangkang semakin menurun karena isi telur meningkat, akibatnya rasio

cangkang dan isi telur menurun. Pakan yang mengandung EM terlalu tinggi, yaitu

lebih dari 2800 kkal/kg pada fase layer menyebabkan penurunan bobot telur

(Harms et al., 2000).

4. Feed Convertion Ratio (FCR)

Feed Convertion Ratio (FCR) atau konversi pakan merupakan

perbandingan antara ransum yang dihabiskan ayam dalam menghasilkan sejumlah

telur. Keadaan ini sering disebut dengan ransum per kilogram telur. Ayam petelur

yang baik akan makan sejumlah ransum dan menghasilkan telur yang lebih

banyak dari pada sejumlah ransum yang dimakannya (Prihatman, 2000).

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 4, dapat diketahui nilai

FCR atau nilai rata-rata konversi pakan dari ayam petelur di unit kandang petelur

Laboratorium Produksi Ternak dengan umur ≥ 45 minggu adalah 2,3. Hal ini

18
menunjukkan bahwa konversi pakan dalam peternakan ini melebihi batas normal,

sehingga pakan dianggap tidak efisien. Produksi relatif rendah, di bawah standar

(Gambar 4 dan 5) merupakan salah satu penyebab rendahnya efisiensi pakan.

Ket: HD: Hen Day (produksi telur harian); HH: Hen Housed (produksi telur
kandang)
Gambar 4. Kurva produksi telur

Gambar 5. Kurva berat telur


19
Standar FCR bagi ayam layer strain lohman brown yaitu sebesar 2,15 pada

umur 21-72 minggu (Anonim, 2014). Menurut Rasyaf (2005), tingkat konversi

pakan yang berbeda-beda tergantung kadar protein dan energi metabolisme pakan,

suhu lingkungan, umur ayam, kondisi kesehatan dan komposisi pakan. Apabila

nilai konversi pakan semakin kecil maka konversi pakan semakin baik, berarti

ayam petelur dapat menggunakan pakan dengan baik dan dapat menghasilkan

produksi telur dengan baik.

Banong (2012) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi

usaha peternakan ayam ras petelur yakni manajemen perkandangan (suhu,

kelembaban dan ventilasi), peralatan kandang, kelenjar endokrin ayam

(dipengaruhi oleh manajemen pencahayaan), kualitas pakan, tingkat kematian,

produksi telur serta ukuran/berat telur.

20
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Manajemen pemberian pakan di Unit Ternak Unggas Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin Makassar pada dasarnya sudah cukup baik dan memenuhi

standar pemeliharaan, namun penggunaan pakan masih dianggap tidak efisien

karena produktivitas yang masih rendah.

Saran

Perlu dilakukan strategi pengangkutan hasil produksi ayam petelur

sehingga dapat mencegah resiko yang tadak diinginkan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.


Penerbit UI Press. Jakarta.

Anonim. 2001. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Penerbit IPB Press. Bogor.

Anonim. 2014. Management Guide The Lohmann Tierzucht. Veterinary.


Cuxhaven Germany. Hal:1-14.

Aziz, D. 2007. Mengenal Ayam Petelur. Penerbit CV. Sinar Cemerlang Abadi,
Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2006. Pakan Ayam Ras Petelur (layer). SNI 01-
3929-2006.

Banong, S. 2012. Manajemen Industri Ayam Ras Petelur. Penerbit Masagena


Press, Makassar.

Cahyono, B. 1994. Berternak Ayam Ras Petelur Dalam Kandang Baterai.


Penerbit CV Aneka Solo. Solo.

Fadilah, R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial.


Penerbit Agromedia Pustaka, Bogor.

FAO. 2009. Animal feed resources information system: Oryza Sative.


http://www.fao.org/ag. Diakses tanggal 05 April 2016.

Harms, R. H., V. Olivero and G. B. Russel. 2000. A. Comparison of performance


and energy intake of commercial layer based on body weight or egg
weight. J. Appl. Poultry Res. 9:179-184.

Hybro, B.V. 2001. Technical Information on PN Breeder Asia The Netherland,


Amsterdam. Belanda.

Junaedi. 2008. Cara efektif mengefesiensikan pakan. http://omkicau.com. Diakses


tanggal 18 oktober 2015.

Kabir, F., and M.T. Haque. 2010. Study on production performance of ISA Brown
strain at Krishibid Firm, Ltd., Trishal, Mymensingh. Bangladesh Research
Publication Journal 3 (3): 1039-1044.

Kristianto, W. 2013. Kegiatan usaha ayam niaga petelur periode produksi PT.
Sembilan Jaya Farm Desa Sasanggaran Kecamatan Kebon Pedes
Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Laporan Magang. Bandung.
Hal: 1-32.

22
Martono, P. 1996. Membuat Kandang Ayam. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Mussawar, S., T.M. Durrani, K. Munir, Z. ul-Haq, M.T. Rahman, and


K.Sarbiland. 2004. Status of layer farms in Peshawardivision, Pakistan
Livestock Research for Rural Development. 16 (5): 25-27.

NCR (National Research Center). 1994. Nutrient Reuirements Of Poultry. 9 ed


National Academy Press: Washintong DC.

Parakassi, A. 1984. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastik. Penerbit


Angkasa. Bandung.

Prihatman, K. 2000. Budidaya Ayam Petelur. Proyek Pengembangan Ekonomi


Masyarakat Pedesaan. Bappenas. Jakarta.

Priyatno, 2004. Membuat Kandang Ayam. Cetakan ke-8. Penerbit Penebar


Swadaya, Jakarta.

Rahmadi, F.I. 2009. Manajemen pemeliharaan ayam petelur di peternakan dony


farm Kabupaten Magelang. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret, Surakarta. Hal:1-68.

Rasyaf, M. 2005. Panduan Beternak Ayam Petelur. Penerbit Penebar Swadaya:


Jakarta.

Suprijatna, E., U. Atmowarsono dan R. Katasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak


Unggas. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Susilawati, E. 2010. Teknologi budidaya ayam petelur. Balai Pengkajian


Teknologi Pertanian Jambi. Agro Inovasi. Jambi.

Widodo, W. 2008. Nutrisi dan pakan unggas kontekstual. Universitas


Muhammadiyah. Malang.

Zainuddin, D. 2005. Strategi pemanfaatan pakan sumberdaya lokal dan perbaikan


managemen ayam lokal. Balai Penelitian Ternak. Lokakarya Nasional
Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Bogor. Hal: 32-41.

23

Anda mungkin juga menyukai