Dosen Pengampu:
Hasan Sidik, S.H., M.H.
Oleh:
Allisa Salsabilla Waskita
NPM : 170210180018
3.2 Kedudukan Hukum Internasional dalam Sengketa Antara Peru dan Kolombia
Sengketa yang terjadi antara Peru dan Kolombia mengenai status Haya de La Torre
sebagai seorang pengungsi diplomatik pada akhirnya di bawa ke Mahkamah Internasional
untuk menemui jalan keluar. Kolombia terbukti tidak berkompeten untuk memenuhi syarat
pemberian suaka dan dianggap memberi putusan secara sepihak. Selain itu, Mahkamah
Internasional juga menolak pendapat Kolombia yang mengatakan bahwa Perjanjian
Bolivarian dan perjanjian-perjanjian lainnya, sebagai sebuah kebiasaan Amerika Latin,
membenarkan adanya pembuatan keputusan secara sepihak. Padahal, isi dari Perjanjian
Bolivarian menyatakan bahwa pemberi suaka harus mengikuti prinsip-prinsip Hukum
Internasional, di mana salah satu dari prinsip tersebut adalah tidak dibenarkannya pemberian
keputusan secara sepihak.
Selain Perjanjian Bolivarian¸ Kolombia kembali mencari dukungan hukum dengan
mengusulkan Konvensi Havana 1928 dan Perjanjian Montevideo 1933 sebagai landasan
dasar perbuatan yang dilakukannya. Namun lagi-lagi, kedua dasar hukum tersebut ditolak
oleh Mahkamah Internasional. Mahkamah Internasional menemukan tidak ada satu pun pasal
dalam Konvensi Havana yang memperbolehkan adanya pemberian keputusan secara sepihak.
Selain itu, Perjanjian Montevideo yang diusulkan oleh Kolombia juga ditolak karena Peru
tidak meratifikasi perjanjian tersebut dan dianggap tidak terikat dengan aturan yang berlaku.
Peistiwa Peruvian-Colombian Asylum Case telah menjadi peristiwa yang menguji
dasar hukum pemberian suaka diplomatik sebagai sebuah Hukum Internasional di Amerika
Latin. Melalui peristiwa ini, salah satunya ditemukan fakta bahwa Konvensi Havana tidak
menyediakan sanksi apapun terhadap negara yang memberikan suaka diplomatik tanpa
urgensi yang jelas. Artinya, keberadaan Konvensi Havana dan perjanjian-perjanjian lainnya
masih sangat lemah dalam mengatur praktik suaka diplomatik. Sebagai bukti, dasar hukum
apapun yang digunakan oleh Kolombia dalam memberikan suaka diplomatik terhadap Haya
de La Torre selalu ditolak oleh Mahkamah Internasional. Selain itu, peristiwa ini juga
kembali menguatkan kontroversi terhadap pemberian suaka diplomatik yang aktivitasnya
selalu dicurigai dan sulit untuk dibenarkan.
Di sisi lain, peristiwa Peruvian-Colombian Asylum Case telah memberikan banyak
kontribusi terhadap klarifikasi hukum yang tidak menentu. Melalui peristiwa ini, kekuatan
hukum sebagai seperangkat aturan yang mengatur hubungan antarnegara dapat diukur dan
diidentifikasi kelemahannya. Sengketa yang terjadi antara Peru dan Kolombia secara tidak
langsung juga telah menunjukkan kelemahan perjanjian-perjanjian terdahulu untuk kemudian
diperbaiki dan disempurnakan. Mengingat suaka diplomatik telah menjadi sebuah kebiasaan
di Amerika Latin dan telah diusahakan untuk mendapat kepastian hukum, keberadaan
peristiwa ini tentu menjadi titik balik untuk kemudian mengembangkan hukum suaka
diplomatik menjadi Hukum Internasional yang utuh.
BAB 4
KESIMPULAN
Suaka diplomatik telah menjadi suatu kebiasaan di tengah masyarakat Amerika Latin
dan telah berusaha dibuat regulasinya sejak tahun 1889. Usaha regulasi ini kemudian
mencapai puncaknya pada tahun 1928 ketika Konvensi Havana berhasil disetujui dan
menjadi landasan hukum bagi pemberian suaka diplomatik. Hukum ini kemudian diuji
melalui peristiwa Peruvian-Colombian Asylum Case pada tahun 1950. Melalui peristiwa
tersebut, keberadaan Konvensi Havana mulai diragukan dan aktivitas pemberian suaka
diplomatik mulai ditentang karena di dalamnya terdapat unsur intervensi serta motif politik
yang kuat.
Selain munculnya pertentangan, kedudukan Konvensi Havana sebagai Hukum
Internasional juga mulai melemah. Banyak instrumen hukum yang dinilai tidak sesuai dan
tidak dapat mengatur pemberian suaka diplomatik ketika terjadi praktik secara nyata. Tidak
hanya Konvensi Havana, perjanjian-perjanjian lainnya pun, seperti Perjanjian Bolivarian dan
Perjanjian Montevideo, mulai diragukan kedudukannya sebagai sebuah Hukum Internasional.
Namun demikian, peristiwa ini berhasil menunjukkan kelemahan dari sebuah instrumen
hukum yang nantinya berguna terhadap pengembangan dan penyempurnaan hukum yang
bersangkutan, dalam hal ini adalah hukum pemberian suaka diplomatik sebagai instrumen
Hukum Internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Aisy, A. S. (t.thn.). Hukum Internasional Menurut Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja dan
J.G. Starke. Dipetik Februari 24, 2019, dari Academia:
https://www.academia.edu/29304489/HUKUM_INTERNASIONAL_MENURUT_P
ROF._DR._MOCHTAR_KUSUMAATMADJA_DAN_J.G._STARKE
Evans, A. E. (1952). The Colombian-Peruvian Asylum Case: The Practice of Diplomatic
Asylum. American Political Science Review, 46(01), 142-157. Dipetik Februari 24,
2019
International Court of Justice. (t.thn.). Asylum (Colombia v. Peru). Dipetik Februari 22, 2019,
dari International Court of Justice: https://www.icj-cij.org/en/case/7
International Court of Justice. (t.thn.). Statute of the International Court of Justice. Dipetik
Februari 24, 2019, dari United Nations:
http://legal.un.org/avl/pdf/ha/sicj/icj_statute_e.pdf
Oppenheim, L. (1912). International Law (2 ed., Vol. 1). London: Longmans, Green and Co.
Dipetik Februari 24, 2019
Oxford Public International Law. (1995, Agustus 24). The Nature and Function of
International Law. Dipetik Februari 24, 2019, dari Oxford Public International Law:
http://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law/9780198764106.001.0001/law-
9780198764106-chapter-1
Starke, J. G. (1997). Pengantar Hubungan Internasional (10 ed.). Jakarta: Sinar Grafika.
Dipetik Februari 24, 2019