Anda di halaman 1dari 35

PRESENTASI KASUS

RUPTUR URETRA POSTERIOR

Disusun oleh:
Muhammad Akbar Andriansah
NIM: 108103000043
Pembimbing:
dr. Yonas Immanuel, Sp.U

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KEPANITRAAN KLINIK BEDAH
RSUP FATMAWATI JAKARTA
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Presentasi kasus dengan Judul


“Ruptur Uretra Posterior”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di RSUP Fatmawati.

Jakarta, 16 Mei 2013

(dr. Yonas Immanuel, SpU)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa


melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW.
Adapun judul makalah ini adalah ”Trauma Uretra” Dalam penyusunan
makalah ini, penulis telah berusaha dan mengeluarkan segala kemampuan yang
dimiliki. Namun tetap ada hambatan dan kendala yang harus dilewati. Maka
mohon maaf atas segala kekurangannya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yonas, Sp.U selaku
pembimbing makalah dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Jakarta, 16 Mei 2013

Penulis

3
BAB I
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Usia : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No.Rekam Medik : 01229234
Alamat : Jl. Musyawarah, Ciputat
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pekerja lepas
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SD
Tanggal Masuk RSF : 01/05/2013

ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 1 Mei 2013

Keluhan Utama
Perdarahan dari saluran kemih sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan perdarahan dari saluran kemih sejak 1 hari SMRS.
Darah keluar menetes, darah berwarna merah segar, tidak bercampur dengan urin.
Pasien mengaku saat ingin BAK dirasakan nyeri. BAK keluar sedikit dan
bercampur darah. Sebelumnya pasien mengalami KLL. Pasien mengendarai motor
bertabrakan dengan mobil dari arah depan karena ingin mendahului, kemudian
pasien terpelanting, pinggang kanan dan kiri terbentur kemudian jatuh terduduk.
Setelah itu pasien merasa tidak dapat bangun, dan dibantu warga untuk di bawa ke
RS terdekat (RSUD Tangerang selatan). Pasien menggunakan helm, kepala tidak
terbentur, pingsan disangkal pasien, muntah disangkal pasien. Di RSUD
Tangerang Selatan, pasien dilakukan foto thorax dan pelvis karena pasien

4
mengeluh nyeri saat menggerakan paha. Kemudian dilakukan pemasangan
kateter, namun karena keluar darah dari kemaluan, pihak RSUD Tangsel tidak
melanjutkan dan memutuskan untuk merujuk ke RSUP Fatmawati. Keluhan
gangguan BAB, dan kelainan sistemik seperti demam disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat trauma sebelumnya, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, asma
dan alergi disangkal pasien. Riwayat operasi sebelumnya disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan yang sama dikeluarga, hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan
alergi pada keluarga disangkal pasien.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaraan : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekueni nadi : 84 kali/menit
Frekuensi napas : 20 kali/menit
Suhu : 36 ºC

Status Generalis
- Kepala : Deformitas (-),
- Rambut : Hitam, lurus, tersebar merata, tidak mudah dicabut.
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor, diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+)
- Mulut : Mukosa kering (-), oral hygiene baik
- Telinga : Normotia, sekret (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan (-/-),
nyeri tarik (-/-), otore (-)
- Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), nyeri

5
tekan sinus (-), rinore (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
- Leher : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid dan kelenjar gatah
bening tidak teraba membesar
- Paru :
Inspeksi : Simetris saat statis maupun dinamis
Palpasi : Ekspansi dada baik, vocal fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan kanan
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
- Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V 1 jari medial linea
midklavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen :
Inspeksi : Datar, tampak selang sistostomi, jejas (-)
Palpasi : Turgor baik, defans muscular (-), nyeri tekan (+) pada
regio supra pubis, hepar dan limpa tidak teraba membesar
Perkusi : timpani pada seluruh abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Ekstremitas : Akral hangat ++/++, edema --/--,CRT < 2’

Status Urologi
- Sudut costo vertebrae :
Inspeksi : massa -/-, jejas +/+
Palpasi : massa -/-, nyeri tekan -/-
Perkusi : nyeri ketok -/-

- Regio suprapubis :
Inspeksi : massa (-), jejas (-)
Palpasi : buli-buli kosong, nyeri tekan (-)

6
Perkusi : redup

- Genitalia eksterna :
Hiperemis (-), bengkak (-), nyeri (-), sekret (+) darah, OUE letak normal,
Skrotum : benjolan (-), tanda radang (-), tidak membesar

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (01/05/13)

Tanggal 01/05/2013
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,1 g/dl 13,2-17,3
Hematokrit 32 % 33-45
Leukosit 9.9 ribu/ul 5,0-10,0
Trombosit 150 ribu/ul 150-440
Eritrosit 3.40 juta/ul 4,40-5,90
VER/HER/KHER/RDW
VER 93.4 Fl 80,0-100,0
HER 32.5 Pg 26,0-34,0
KHER 34.8 g/dl 32,0-36,0
RDW 13.3 % 11,5-14,5
Kimia klinik
SGOT 59 U/l
SGPT 23 U/l
Ureum darah 83 mg/dl 20-40
Kreatinin darah 1.8 mg/dl 0,6-1,5
GDS 106 mg/dl 70-140
Elektrolit
Natrium 135 mmol/L 135-147
Klorida 4.08 mmol/L 3,10-5,10
Kalium 110 mmol/L 95-108

Radiologi
USG Abdomen dan Pelvis (01/05/2013)

7
Hepar: besar dan bentuk normal, tepi rata, echostruktur parenkim homogen,
sistem vaskuler dan bilier tidak melebar, tak tampak lesi hiper/hipo/isoekoik
Tampak cairn bebas minimal pada Morrison’s pouch.
Tidak tampak cairan bebas pada perisplenika, pericolica, dan perivesica.
Kandung empedu: bentuk normal, dinding tidak menebal, tidak tampak
batu/sludge
Pankreas dan aorta: sulit tervisualisasi karena tertutup bayangan udara usus
Lien: besar dan bentuk normal, parenkim homogen, tak tampak lesi
hiper/hipo/isoekoik
Ginjal kanan: besar normal, tampak lesi hiperekoik di pole bawah ginjal kanan
dengan tepi ginjal masih intak. Sistem pelviokalises tidak melebar
Ginjal kiri: besar dan bentuk normal. Sistem pelviokalises tak melebar. Tak
tampak lesi fokal.
Buli-buli: bentuk normal, dinding tak menebal, tak tampak lesi fokal

Kesan:
Suspek kontusio ginjal kanan

8
Cairan bebas intraabdominal minimal pada Morrison’s pouch
Hepar, lien, ginjal kiri dan vesica urinaria tidak tampak kelainan

Foto Thorax (01/05/2013)

 Jantung kesan tidak melebar.


 Aorta dan mediastinum tidak melebar.
 Trakea ditengah, dan kedua hilus tidak menebal.
 Corakan bronkovaskular kedua paru baik.
 Tidak terdapat infiltrat maupun nodul pada kedua lapangan paru.
 Kedua hemidiagfragma licin, sinus kosto frenikus kanan-kiri lancip.
 Tulang-tulang dan jaringan lunak dinding dada baik.
 Kesan : cor dan pulmo dalam batas normal

Foto Pelvis (01/05/13)

9
Kesan: Fraktur pelvis rami anterior

10
Pemeriksaan Uretrogram (13/05/2013)

Kesan: Ruptur uretra posterior

RESUME
Pasien laki-laki, 38 tahun, datang ke IGD RSUP Fatmawati rujukan dari
RSUD Tangerang Selatan dengan keluhan perdarahan pada saluran kemih sejak 1
hari SMRS. Darah keluar menetes, berwarna merah segar, tidak bercampur
dengan urin. Nyeri saat ingin BAK, BAK keluar sedikit dan bercampur darah.
Sebelumnya pasien mengalami KLL, motor vs mobil dari arah depan, dan jatuh
terduduk. Pasien dibawa ke RSUD Tangsel, dilakukan rontgen thorax dan pelvis,
kemudian di rujuk ke RSUP Fatmawati karena keluar darah saat pemasangan
kateter.

11
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis hemodinamik stabil,
status urologis didapatkan jejas pada regio pinggang kanan dan kiri, genitalia
externa keluar darah.
Dari pemeriksaan penunjang, laboratorium didapatkan anemia,
peningkatan ureum dan creatinin. Pemeriksaan rontgen pelvis didapatkan fraktur
pelvis rami anterior. Pemeriksaan USG abdomen didapatkan cairan bebas pada
hepar dan contusio ginjal kanan. Pemeriksaan uretrogram didapatkan ruptur uretra
posterior.

DIAGNOSIS KERJA
1. Ruptur uretra posterior ec trauma
2. Contusio ginjal kanan
3. Fraktur pelvis rami anterior

PENATALAKSANAAN
 Pro sistostomi
 Pemasangan kateter silikon dengan bantuan uretroskopi
 Ketorolac 1x30 mg IV
 Tramadol 100 mg dalam 100 cc NaCl 0.9%
 Transamin 3x500 mg
 Vit.K 1x1 amp IV
 Fraktur: Konsul Orthopaedi  Pro konservatif

PROGNOSIS
 Ad vitam : Bonam
 Ad functionam : Dubia ad bonam
 Ad sanactionam : Dubia ad bonam

LAPORAN SISTOSTOMI
 Pasien dalam posisi supine, dilakukan USG tampak buli penuh dengan
kesan letak tinggi.

12
 Tidak tampak balon kateter, kesan: letak kateter di uretra, maka
diputuskan cystostomy dengan cystofix 10 Fr.
 Didapatkan urine inisial 400 cc kuning jernih.
 Fiksasi cystofix.
 Operasi selesai.

LAPORAN OPERASI
Tanggal operasi : 16/05/13
Lama operasi : 12.10 – 13.15
Operator : dr.Yonas, Sp.U
Asisten operator : Suhendi, Sarmini
Ahli anastesi : dr.Retty, Sp.An
D/ pre operasi : post sistostomi e.c ruptur uretra posterior
D/ post operasi : ruptur total uretra posterior
Nama operasi : uretroskopi dan railroading uretra
Perdarahan : 100 cc

 Pasien posisi litotomi dalam narkose spinal.


 Dilakukan asepsis dan antisepsis genitalia eksterna dan sekitarnya serta supra
pubik.
 Sheath 24 Fr dimasukan, dilakukan uretroskopi didapatkan uretra anterior
sampai dengan sfingter normal, tampak ruptur uretra proximal dari
veromontanum.
 Dicoba ,asukan kontras via uretroskopi dan via sistostomi  sheath didorong
naik namun berkesan sheath uretroskopi dan buli-buli tidak satu alignment.
 Diputuskan untuk membuka buli-buli, dipasang busi 24 via uretra dan via
bladder neck  railroading berhasil, busi uretra masuk ke buli  ditarik
mundur membawa silk 1-0 sampai dengan uretra  benang dijahitkan ke
kateter silikon 18 Fr.
 Kateter ditarik masuk ke buli  pasang balon 10 cc.
 Cuci intravesika.

13
 Tutup buli 2 lapis: mukosa dengan vicryl 4-0, dengan jahitan continuous,
seromuskular dengan vicryl 2-0, dengan jahitan interupted.
 Tutup luka operasi lapis demi lapis.
 Operasi selesai

INSTRUKSI POST OPERASI


 Awasi tanda vital, produksi sistostomi dan kateter.
 Pasien tidak puasa.
 Tirah baring 24 jam post operasi.
 Infus RL : D5 = 1 : 1 /24 jam.
 Ceftriaxone 1x2 gr IV
 Raitidin 2x1 amp IV
 Ondansetron 3x1 amp IV
 Tramadol 2x1/2 amp IV
 Kateter dipertahankan 1 bulan.
 Sistostomi dipertahankan 2 minggu.
 Bila keluhan tidak ada, boleh pulang.

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Anatomi dan Fisiologi Uretra


Uretra adalah saluran kecil dan dapat mengembang, berjalan dari
kandung kemih sampai keluar tubuh. Pada wanita uretra pendek dan
terletak didekat vagina. Pada uretra laki – laki mempunyai panjang 15 – 20
cm. ( Daniel S, Wibowo, 2005 ) Uretra merupakan saluran sempit yang
berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih
keluar1,2.

(http://legacy.owensboro.kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/APIINotes2%20male
%20reproductive%20anatomy.htm) 3

15
(http://legacy.owensboro.kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/APIINotes2%20male
%20reproductive%20anatomy.htm)3

Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah –


tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang
pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm1,2,4.
Uretra pada laki – laki terdiri dari 4:
 Urethra pars Prostatica
 Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
 Urethra pars spongiosa.

Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling
dalam), dan lapisan submukosa. 1,4

16
Sander aleq, urethra male. Diunduh
(http://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/13/urethra-male/)5

Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan1,2,4:


o Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika
urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter
urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
o Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah
dan saraf.
o Lapisan mukosa.

17
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring
sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita
terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan
pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah
dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara
klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi. 1,2,4

II. 2. Trauma Uretra


II. 2. a. latar belakang
Trauma pada uretra laki-laki harus didiagnosis efisien dan efektif
diobati agar mencegah gejala sisa jangka panjang yang serius. Pasien
dengan penyakit striktur uretra sekunder akibat peristiwa traumati jika
tidak dikelola dengan baik cenderung memiliki masalah berkemih yang
signifikan dan berulang serta membutuhkan intervensi lebih lanjut. 1,2 
Pria dan wanita mengalami trauma traktus urinarius bagian bawah
dengan cara yang berbeda. Pada wanita sering berhubungan dengan kasus
obstetri, jarang karena trauma. Sedangkan trauma traktus urinarius bawah
pada pria dapat menyebabkan berbagai macam cedera, yaitu: (A) ruptur
buli intraperitoneal, (B) ruptur buli ekstraperitoneal, (C) ruptur uretra
posterior, (D) ruptur uretra pars membranosa, (E) ruptur pars bulbosa, dan
(F) ruptur penil uretra. Uretra pars prostatika terlindungi oleh zostate-nya
sehingga jarang ruptur. 1,2,4,6
Trauma tumpul pada abdomen bawah dapat menyebabkan ruptur
buli intraperitoneal (A). Fraktur pelvis dapat menyebabkan ruptur (B), (C),
dan (D), pukulan pada perineum dan uretra dapat menyebabkan ruptur (D),
(E), dan (F). Pria dapat mengalami lebih dari satu organ yang ruptur,
sering terjadi kombinasi ruptur (B) dan (C). Luka tembus dapat
menyebabkan cedera di setiap bagian traktus urinarius. 1,2,4

18
Gambar 4. Berbagai macam trauma traktus urinarius bawah pria.
Dikutip dari : Primary Surgery Vol.2 – Trauma : The lower urinary and genital tract : The
general method for an injury of the lower urinary tract.
Available from: http://www.primary-surgery.org/ps/vol2/html/sect0300.html5

Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra


anterior dan trauma uretra posterior, hal ini karena keduanya
menunjukkan perbedaan dalam hal etiologitrauma, tanda klinis,
pengelolaan, serta prognosisnya. 1,3,4

II. 2.b. Anamnesis


Sebagian besar cedera uretra yang berhubungan dengan peristiwa
yang dapat dideteksi dengan baik, termasuk trauma tumpul besar seperti
yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor atau karena
jatuh. Luka tembus di daerah uretra juga dapat menyebabkan trauma
uretra. Cedera Straddle (straddle injury) dapat menyebabkan masalah

19
jangka pendek dan jangka panjang. Cedera iatrogenik ke uretra akibat
trauma pemasangan kateter, prosedur transuretral,juga sering dijumpai. 1,2,4
II. 2. c. Masalah
Cedera uretra dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori besar
berdasarkan lokasi anatomi trauma. Cedera uretra posterior terletak di
uretra pars membranosa dan uretra pars prostatika. Cedera ini yang paling
sering berhubungan dengan trauma tumpul besar seperti tabrakan
kendaraan bermotor dan jatuh, dan sebagian besar kasus tersebut disertai
dengan patah tulang panggul.Cedera pada uretra anterior terletak distal
uretra pars membranosa.Kebanyakan cedera uretra anterior disebabkan
oleh trauma tumpul ke perineum (straddle injury), dan banyak yang
mabifestasinya tertunda, muncul beberapa tahun kemudian sebagai striktur
uretra. 2,6
Trauma tembus eksternal ke uretra jarang terjadi, tetapi luka
iatrogenik cukup umum di kedua segmen uretra. Kebanyakan
berhubungan dengan kateterisasi uretra yang sulit. 1,2
II.2.d. Epidemiologi
II.2.d.i Frekuensi
Cedera uretra posterior yang paling sering dikaitkan dengan patah
tulang panggul, dengan kejadian 5% -10%. Dengan tingkat tahunan
sebesar 20 patah tulang panggul per 100.000 penduduk. Cedera uretra
anterior kurang sering didiagnosis kegawatdaruratan, dengan demikian,
kejadian yang sebenarnya sulit untuk ditentukan. Namun, banyak pria
dengan striktur uretra bulbar mengingat cedera tumpul yang terjadi di
perineum atau cedera kangkang (straddle injury), membuat frekuensi
sebenarnya dari cedera uretra anterior jauh lebih tinggi. Cedera penetrasi
ke uretra jarang terjadi, dengan pusat-pusat trauma besar melaporkan
hanya sedikit per tahun. 2

II.2.e. Etiologi
Seperti pada kejadian traumatis banyak, etiologi cedera uretra
dapat diklasifikasikan sebagai tumpul atau penetrasi. Di uretra posterior,

20
cedera tumpul hampir selalu terkait dengan kejadian akibat perlambatan
seperti jatuh dari beberapa jarak atau tabrakan kendaraan. Pasien-pasien
ini paling sering mengalami patah tulang panggul yang melibatkan
panggul anterior. Trauma tumpul ke uretra anterior paling sering terjadi
pada pukulan ke segmen bulbar seperti terjadi ketika mengangkangi suatu
objek atau dari serangan langsung atau tendangan ke perineum..Trauma
uretra anterior tumpul kadang-kadang diobservasi jika terdapat fraktur
penis. 1,2
II.2.f. Patofisiologi
Cedera pada uretra posterior terjadi ketika terdapat gesekan yang
kuat pada persimpangan prostatomembranous pada trauma tumpul
panggul. Uretra pars prostatika dalam posisi tetap karena adanya tarikan
dari ligamen puboprostatic. Perpindahan dari tulang panggul dari fraktur
akibat cedera (fracture type injury) menyebabkan uretra pars membranosa
mengalami peregangan atau bahkan robek. 1,2,4
Cedera uretra anterior paling sering terjadi karena pukulan benda
tumpul ke perineum, menyebabkan hancurnya jaringan uretra. Luka-luka
awal sering diabaikan oleh pasien, dan pada akhirnya cedera uretra
anterior tersebut dapat memberikan manifestasi klinik beberapa tahun
kemudian sebagai sebuah striktur yang merupakan hasil penyempitan dari
jaringan parut yang disebabkan oleh iskemia pada tempat cedera. Luka
tembus juga terjadi pada uretra anterior sebagai akibat dari kekerasan
eksternal.1,2
II.2.g. Presentasi
Diagnosis cedera uretra membutuhkan indeks kecurigaan yang
cukup tinggi. Cedera uretra harus dicurigai dalam setiap kejadian fraktur
panggul, trauma kateterisasi, luka mengangkang (straddle injury), atau
cedera penetrasi dekat uretra. Gejala termasuk hematuria atau
ketidakmampuan untuk berkemih. Pemeriksaan fisik bisa menunjukkan
adanya darah pada meatus atau kelenjar prostat yang melayang pada
pemeriksaan colok dubur. Ekstravasasi darah di sepanjang jalur fasia
perineum merupakan indikasi cedera pada uretra. Adanya temuan "pie in

21
the sky" dapat diungkapkan dengan cystography biasanya menunjukkan
adanya gangguan uretra. 2
Diagnosis trauma uretra dibuat dengan dengan urethrography
retrograde, yang harus dilakukan sebelum pemasangan kateter uretra untuk
menghindari cedera lebih lanjut pada uretra. Ekstravasasi kontras
menunjukkan lokasi kerusakan. Pengelolaan selanjutnya didasarkan pada
temuan urethrography dalam kombinasi dengan kondisi umum pasien. 1,2,4 
II.2.h. Relevansi Anatomi
Uretra pria dapat dibagi menjadi 2 bagian. Uretra posterior
termasuk uretra pars prostatika, yang memanjang dari leher kandung
kemih melalui kelenjar prostat. Kemudian bergabung dengan uretra pars
membranosa, yang terletak di antara puncak prostat dan membran
perineum. Uretra anterior dimulai dari bagian tersebut dan memiliki 3
segmen. Uretra pars bulbar melalui corpus spongiosum proksimal dan
iskia musculus cavernosus-bulbospongiosus untuk dapat sampai uretra
penis. Uretra penis kemudian meluas melalui bagian terjumbai penis ke
segmen akhir fossa navicularis. Fossa navicularis diinvestasikan oleh
jaringan spons dari glans penis. 1,2
Daerah potensial untuk cedera dapat disimpulkan dari studi lebih
lanjut tentang anatomi uretra. Uretra pars membranosa rentan terhadap
cedera dari fraktur panggul karena ligamen puboprostatic mengikat
puncak kelenjar prostat ke tulang panggul dan dengan demikian
menyebabkan adanya kerusakan dari uretra ketika panggul
bergeser. Uretra pars bulbar rentan terhadap cedera benda tumpul karena
adanya jalan sepanjang perineum. Cedera kangkang (straddle injury)
karena jatuh atau tendangan ke daerah perineum dapat menyebabkan
trauma bulbar. Sebaliknya, uretra penis memiliki sedikit kemungkinan
terluka dari kekerasan eksternal karena mobilitasnya, tetapi cedera
iatrogenik dari kateterisasi atau manipulasi dapat juga terjadi pada fossa
navicularis. 1,2,4

22
II.2.i Kontraindikasi
Dalam kasus trauma uretra, pasien sering memiliki beberapa luka-
luka. Perbaikan uretra segera, relatif dikontraindikasikan karena cedera
mengancam jiwa harus dikoreksi terlebih dahulu dalam algoritma
penanganan trauma. Perbaikan uretra harus dilakukan setelah pasien stabil,
ketika perdarahan telah berhenti atau berkurang. Jika perbaikan secara
terbuka direncanakan, lebih baik untuk memungkinkan meredakan
hematoma pelvis sebelum prosedur dilanjutkan. 2,6
Cedera tembus uretra anterior harus dieksplorasi, namun cacat
lebih dari 2 cm dalam uretra bulbar dan lebih panjang dari 1,5 cm pada
uretra penis tidak harus diperbaiki secara terburu-buru. Mereka harus
direkonstruksi pada interval setelah cedera untuk memungkinkan resolusi
cedera lain dan perencanaan yang tepat dari transfer jaringan yang
dibutuhkan untuk perbaikan. 1,2
Trauma tembus paling sering terjadi pada uretra penis. Etiologi
termasuk tembak dan luka tusuk. Cedera iatrogenik ke uretra terjadi ketika
kateterisasi uretra yang sulit menyebabkan cedera mukosa dengan jaringan
parut berikutnya dan pembentukan striktur. Prosedur transurethral seperti
prostat dan reseksi tumor dan ureteroscopy juga dapat menyebabkan
cedera uretra. 2,4
II.2.j. Studi pencitraan
Studi-studi ini menjadi lebih penting sebagai layanan trauma
dengan lebih mengandalkan CT scan awal sebagai modalitas pencitraan
utama. Pada "trauma" CT juga bisa kehilangan cedera saluran kemih
terhadap uretra dan kandung kemih lebih rendah, dengan demikian setiap
kecurigaan untuk cedera uretra harus membawa kita untuk melakukan
penelitian ini di samping yang lain.2
II.2.j.i Retrograde urethrography
Urethrography retrograde adalah studi pencitraan standar
untuk diagnosis cedera uretra. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan injeksi lembut 20-30 mL kontras ke dalam
uretra.Pemeriksaan dibuat untuk ekstravasasi, yang dapat diketahui

23
dengan adanya titik-titik dan lokasi dari gambaran air mata pada
uretra “urethral tear”. 2
II.2.j.ii Cystography
Cystography statis memungkinkan untuk cedera kandung
kemih yang terjadi secara bersamaan, untuk dikecualikan dalam
penatalaksanaan akut. Ketika mempertimbangkan untuk perbaikan,
voiding cystography (dilakukan melalui kateter suprapubik)
menunjukkan leher kandung kemih dan anatomi uretra pars
prostatika dan memungkinkan untuk perencanaan bedah yang
tepat. 2
II.2.k. Prosedur Diagnostik
Sistoskopi dapat menjadi tambahan yang berharga dalam evaluasi
cedera uretra laki-laki. Dalam penanganan akut, kelayakan penataan
kembali endoskopi awal dapat ditentukan (lihat Pengobatan). Dalam
pengaturan tertunda, kualitas uretra dapat dievaluasi untuk perbaikan
bedah. Ketika cystoscopy dikombinasikan dengan urethrography
retrograde dan cystography, estimasi yang lebih akurat dari panjang
striktur dapat dibuat, memfasilitasi keputusan dalam strategi operasi. 2
II.2.l. Terapi bedah
Ketika dihadapkan dengan trauma uretra, keputusan manajemen
awal harus dilakukan dalam konteks cedera lain dan stabilitas
pasien. Pasien-pasien ini sering memiliki beberapa luka-luka, dan
manajemen harus dikoordinasikan dengan spesialis lain, biasanya trauma,
perawatan kritis, dan spesialis ortopedi. Luka yang mengancam jiwa harus
1,2,4
dikoreksi lebih awal dalam algoritma trauma.
Intervensi tradisional untuk laki-laki dengan cedera uretra posterior
sekunder untuk fraktur panggul adalah penempatan kateter suprapubik
untuk drainase kandung kemih dan perbaikan berikutnya. Ini adalah
pendekatan yang paling aman karena membuat drainase kemih dan tidak
memerlukan manipulasi uretra atau masuk ke dalam hematoma yang
disebabkan oleh fraktur panggul. Hal ini memungkinkan perbaikan yang
akan dilakukan beberapa minggu kemudian dalam keadaan terkendali dan

24
setelah resolusi hematoma. Kateter suprapubik dapat dengan aman
ditempatkan baik perkutan atau melalui pendekatan terbuka dengan
sayatan kecil. Bimbingan USG dapat membantu dalam pendekatan
perkutan. Beberapa penataan kembali segera melalui sejumlah teknik yang
berbeda, meskipun ada banyak kontroversi pada topik ini. 1,2
Perbaikan utama dari cedera uretra posterior dapat dilakukan 6-12
minggu setelah kejadian, setelah hematoma pelvis telah diselesaikan dan
cedera ortopedi pasien telah stabil. Hal ini sering dilakukan melalui
pendekatan perineal, dan perbaikan terdiri dari memobilisasi uretra distal
untuk memungkinkan anastomosis langsung setelah eksisi dari
striktur. Untuk mencegah ketegangan pada anastomosis, uretra distal dapat
dimobilisasi ke persimpangan penoscrotal (penoscrotal
junction). Penanganan lebih lanjut dapat dicapai dengan pembagian
septum antara kavernosum dan dengan pubectomy rendah. Sebuah kateter
uretra dibiarkan untuk perbaikan, dan kateter suprapubik dapat
diambil. Pendekatan Transpubic untuk perbaikan ini juga telah dijelaskan
dan mungkin berguna pada pria dengan saluran fistulous rumit cedera
uretra pars membranosa. Menggabungkan pendekatan perineum dan perut
dengan pubectomy memberikan paparan maksimum pada puncak prostat.
2,4

Penataan kembali awal cedera uretra posterior juga merupakan


pilihan pengobatan. Ini telah dilakukan pada saat cedera, menggunakan
interlocking sound atau dengan melalui kateter pintas dari kedua
pendekatan retrograde dan antegrade. Juga, perbaikan jahitan langsung
dapat dicoba segera pada periode postinjury. Pendekatan lain bias dengan
menggunakan penyisipan kateter uretra dengan hati-hati di bawah
bimbingan fluoroscopic oleh seorang urolog berpengalaman dalam
pendekatan itu. Pendekatan ini memiliki kelemahan dari pintu masuk ke
dalam dan mungkin kontaminasi dari hematoma pelvis dengan perdarahan
dan sepsis berikutnya. 2,4
Penataan kembali endoskopi awal (dalam waktu 1 minggu post
injury) menggunakan pendekatan transurethral dan transvesical perkutan

25
gabungan mungkin lebih aman. Jika dilakukan 5-7 hari postinjury,
hematoma pelvis telah stabil dan perdarahan telah berhenti. Kondisi umum
pasien harus baik dan tidak mengalami sepsis. 2
Cedera uretra bulbar sering beemanifestasi dalam waktu bulanan
sampai tahunan setelah trauma perineum tumpul. Presentasi untuk cedera
ini sering pancaran yang menurun dan gejala berkemih lain. Diagnosis
striktur uretra kemudian dibuat dengan urethrography dan
sistoskopi. Striktur uretra ini dapat dikelola dengan eksisi anastomosis
striktur dan end-to-end melalui pendekatan perineal. Kebanyakan panjang
striktur <2 cm. Striktur yang panjang mungkin memerlukan flaps (penis
fasciocutaneous) atau cangkok (mukosa bukal) untuk mencapai
anastomosis tanpa adanya peregangan (tensionless). 2,4
Cedera tembus uretra anterior harus dieksplorasi. Daerah cedera
harus diperiksa, dan jaringan devitalized harus debridement dengan hati-
hati untuk meminimalkan kehilangan jaringan. Defek hingga 2 cm dalam
uretra bulbar dan sampai 1,5 cm uretra penis dapat diperbaiki terutama
melalui anastomosis langsung atas kateter dengan jahitan diserap dengan
baik. Ini adalah metode yang disukai untuk perbaikan cedera ini. Defek
tidak pernah lagi harus diperbaiki secara emergensi, mereka harus
direkonstruksi pada interval setelah cedera untuk memungkinkan resolusi
luka lain dan perencanaan yang tepat dari transfer jaringan yang
dibutuhkan untuk perbaikan. Diversi urin dapat dilakukan dengan kateter
suprapubik selama jangka waktu tersebut. 1,2,4
Cedera uretra perempuan jarang terjadi tetapi membutuhkan
pertimbangan khusus. Mekanismenya melibatkan pergeseran uretra dari
simfisis pubis oleh fraktur panggul dan dapat dihubungkan dengan cedera
vagina dan kandung kemih yang signifikan. 1,2
Darah sering ditemukan dalam kubah vagina pada pemeriksaan
panggul, dan bagian dari sebuah kateter uretra tidak mungkin atau tidak
menghasilkan urin. Urethrography sulit untuk memperoleh diagnosis
secara klinis. Cedera kandung kemih bersamaan harus dikesampingkan
dengan cystography CT. Para wanita umumnya memiliki beberapa luka-

26
luka, dan pendekatan manajemen harus mencerminkan penatalaksanaan
pada luka-luka tersebut. 2
Drainase kandung kemih harus ditetapkan; cara termudah dan
tercepat adalah penempatan kateter suprapubik diikuti dengan evaluasi
tertunda dan rekonstruksi. Jika pasien sedang dieksplorasi untuk luka lain
atau jika kateter suprapubik perkutan tidak dapat dengan aman
ditempatkan, dengan kateter uretra cystotomy antegrade dapat dilakukan
untuk perbaikan definitif dini dan meminimalkan morbiditas lebih
lanjut. Tindak lanjut secara hati-hati diperlukan untuk mengelola setiap
inkontinensia yang dihasilkan atau gangguan ginekologis. 2
II.2.m. Rincian Preoperatif
Pada semua cedera uretra, lokasi cedera harus dilokalisasi dengan
urethrography ulang, cystogram antegrade melalui tabung suprapubik, dan
cystoscopy, jika diperlukan. Jika perbaikan perineum terbuka dilakukan,
pasien harus diposisikan dalam posisi litotomi berlebihan dengan kaki
pada tumpuan yang empuk. Profilaksis trombosis vena dalam dengan
stoking kompresi lebih disukai. Akses ke kandung kemih melalui
pemasangan kateter suprapubik tetap juga berguna.2
Jika penataan kembali endoskopik akan dilakukan, posisi litotomi
yang santai lebih baik. Berbagai macam endoskopi, graspers, dan kabel
dibutuhkan. Prosedur ini sering terbaik dilakukan dengan menggunakan C-
arm untuk fluoroskopi karena kemudahan dalam memperoleh pandangan
oblik.2
Eksplorasi untuk cedera uretra penis dapat dilakukan dalam posisi
terlentang, meskipun litotomi mungkin juga membantu jika diseksi harus
dibawa turun ke dalam skrotum. Sistoskopi fleksibel mungkin juga
membantu selama prosedur.2
II.2.n. Rincian intraoperatif
Dalam rekonstruksi uretra terbuka, pembedahan uretra harus
dilakukan secara hati-hati. Anastomoses harus dilakukan secara mukosa-
ke-mukosa untuk memastikan penyembuhan yang tepat tanpa jaringan

27
parut lebih lanjut. Semua anastomoses harus dilakukan melalui kateter
untuk tujuan stenting.2
Mobilisasi berlebihan uretra harus dihindari untuk mencegah
penarikan penis. Jika celah lebih dari 2 cm harus dijembatani, melakukan
prosedur flap daripada menempatkan anastomosis di bawah ketegangan
atau penarikan penis, yang menyebabkan kelengkungan, lebih baik. Ini
sebaiknya dilakukan sebagai bagian dari rekonstruksi tertunda dan tidak
dalam penanganan akut.2
Flaps lokal harus ditangani secara cermat untuk menghindari
devascularization. Cangkok mukosa bukal harus dipanen dari pipi bagian
dalam dan hati-hati tubularized berlebihan dari kateter. Ini juga dapat
secara efektif digunakan dalam mode onlay.2
Dalam penataan kembali endoskopi lebih baik dilakukan setelah 2
urolog bekerja secara bersamaan dengan fluoroscopy. Orang harus melaui
jalan transurethral dan yang lainnya harus bekerja melalui saluran
suprapubik. Seringkali, luka dianggap sebagai gangguan lengkap yang
ditemukan gangguan parsial, dan mukosa utuh dapat diikuti ke dalam
kandung kemih. Jika cakupan dapat bertemu dan melewati kabel satu sama
lain, maka kateter dapat ditempatkan transurethrally atas kawat. 2

II.2.o. Pascaoperasi
Dalam perbaikan terbuka, kateter suprapubik dapat segera dihapus,
meninggalkan kateter uretra untuk drainase dan stenting. Pasien dapat
dimobilisasi pada hari setelah operasi dan dikosongkan ketika
mentoleransi diet. Antibiotik dipertahankan selama 2 minggu, dan kateter
akan diambil setelah 4 minggu. Pola yang sama diikuti untuk prosedur
endoskopik kecuali bahwa kateter uretra dibiarkan berdiamnya selama 6
minggu. Setelah kedua jenis prosedur, urethrography retrograde dapat
diindikasikan untuk memastikan ekstravasasi tidak terjadi sebelum
pengambilan kateter. Hal ini terutama berlaku untuk pasien dengan
penyembuhan luka yang buruk seperti penderita diabetes.2
II.2.p. Tindak lanjut (Follow up)

28
Dalam semua kasus cedera uretra, tindak lanjut harus mencakup
penilaian anamnesis berkemih pasien, status penahanan, dan
potensi. Tidak diragukan lagi, tindak lanjut harus seumur hidup, walaupun
dalam populasi trauma hal ini sering sulit untuk
dicapai. Cystourethrography dan cystoscopy ulang harus digunakan setiap
kali terjadi perubahan berikut rekonstruksi.2
II.2.q. Komplikasi
Komplikasi utama dari rekonstruksi dari cedera posterior adalah
striktur berulang. Ketika dikelola dengan teknik urethroplasty standar,
striktur berulang yang membutuhkan operasi ulangan utama harus diamati
hanya 1% -2% pasien, meskipun 10% -15% mungkin memerlukan baik
pelebaran atau sayatan suatu pengulangan pendek. 1,2
Penataan kembali Endoskopi oleh dokter yang berpengalaman
tampaknya menghasilkan hasil yang sama. Ketika dilakukan pada
postinjury 5-7 hari, komplikasi infeksi jarang terjadi meskipun adanya
hematoma pelvis terorganisir.2
Tarif kontinensia mendekati 100% dalam seri semua, terutama jika
leher kandung kemih tidak terlibat. Status Potensi mungkin berhubungan
dengan sejauh mana cedera itu sendiri bukan pengelolaan dari
masalah. Beberapa seri telah menunjukkan hanya sekelompok kecil pria
kehilangan kemampuan ereksi setelah urethroplasty ketika mereka kuat
setelah cedera yang sebenarnya.2
Komplikasi rekonstruksi cedera uretra anterior adalah serupa
dengan yang diamati dalam perbaikan uretra posterior.1,2
II.2.r. Hasil dan Prognosis
Pria dengan cedera uretra memiliki prognosis yang sangat baik bila
dikelola dengan benar. Masalah timbul jika cedera uretra adalah tidak
diakui dan uretra lebih lanjut rusak oleh upaya kateterisasi buta. Dalam
contoh-contoh, rekonstruksi yang akan datang dapat dikompromikan dan
tingkat striktur berulang meningkat. Bila dikelola dengan baik, orang-
orang ini memiliki peluang bagus untuk menjadi benar-benar direhabilitasi
dari sudut pandang kemih.2,8

29
Gambar 9. Algoritma trauma tumpul pada dewasa.
Dikutip dari : Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. 17 th edition. New York: McGraw
Hill; 2008. p. 279.6,8

30
31
BAB III
ANALISIS KASUS

Dalam laporan ini didapatkan kasus seorang laki-laki yang datang ke IGD
RSF dengan keluhan perdarahan dari saluran kemih. Pasien tersebut memiliki
riwayat KLL saat mengendrai motor bertabrakan dengan mobil dari arah
berlawanan karena pasien ingin mendahului. Pasien terpelanting kemudian jatuh
terduduk. Sangat mungkin terjadi multiple trauma, dapat terkena pada daerah
panggul, pelvis, dan daerah sekitarnya.
Pasien mengeluh perdarahan pada saluran kemih, hal ini menunjukan
kemungkinan rupture uretra karena pada pasien ini tidak dapat BAK, pasien juga
mengeluhkan nyeri saat ingin BAK, dan urine keluar hanya sedikit dan bercampur
darah. Ini menunjukan saluran uretra kemungkinan terputus karena tidak dapat
mengalirkan urine.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum baik, compos mentis,
hemodinamik stabil, status generalis dalam batas normal. Dari status lokalis
didapatkan jejas pada pinggang kanan dan kiri, kemungkinan curiga terbentur saat
terjatuh, perlu dicurigai terjadinya trauma pada ginjal, maka perlu dilakukan USG
abdomen. Pada genitalia eksterna didapatkan darah yang keluar menetes,
berwarna merah segar, tidak bercampur dengan urin. Saat dilakukan pemasangan
kateter tidak keluar urin. Maka dicurigai terjadi rupture uretra karena urin tidak
dapat mengalir, untuk itu kita memerlukan pemeriksaan uretrogram untuk melihat
patensi uretra
Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesan kontusio ginjal kanan,
akibat proses trauma pada pinggang kanan dan kiri sehingga menimbulakan jejas
pada ginjal. Pemeriksaan uretrogram menunjukan gambaran rupture uretra
posterior, kemungkinan akibat fraktur pelvis yang menyebabkan robekan pada
uretra.
Tatalaksana pada pasien ini pertamakali seharusnya evakuasi urin pada
kandung kemih dengan sistostomi, namun pada IGD dilakukan pemasangan
kateter. Seharusnya tidak dilakukan pemasangan kateter karena ditakutkan terjadi
false route sehingga memperburuk robekan pada uretra. Pelaksanaan definitive

32
pada pasien ini adalah dilakukan pemasangan kateter silicon dengan tujuan
terbentuknya uretra kembali dengan bantuan kateter silicon sebagai ‘jembatan’
sehingga uretra dapat tersambung kembali. Pada pasien ini, sistostomi tetap
dipasang walaupun sudah berhasil terpasang kateter. Keadaan ini bertujuan untuk
mengantisipasi apabila terjadi sumbatan pada kateter, masih terdapat sistostomi
sebagai pengaman.
Prognosis ad vitam bonam karena pada kasus ini sudah mendapat
penanganan segera dengan cukup baik. Sedangkan ad fungsionam dan ad
sanationam dubia ad bonam karena bergantung dari follow up dan kepatuhan
pasien selanjutnya, mengingat dalam kasus ini diperlukan follow up jangka
panjang dan kemungkinan dikemudian hari dapat terjadi komplikasi yang tidak
diinginkan.

33
BAB IV
KESIMPULAN

Kecelakaan pada pasien ini digolongkan ke dalam trauma tumpul abdomen


deselarasi yang menyebabkan adanya benturan pada tulang pubis, sehinga
menyebabkan rupture uretra posterior.
Pasien ini di diagnosis ruptur uretra posterior karena di dapatkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Adanya ruptur uretra posterior
menyebabkan urine tidak dapat berjalan melalui saluran uretra, akibatnya terjadi
retensio urin, sehingga pemasangan sistostomi pada pasien ini telah tepat karena
mendiversi urin dan mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut pada uretra.
Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini sudah sesuai dengan kepustakaan
yaitu dilakukan uretrotomi dan anastomosis end to end. Diperlukan follow up
untuk memantau timbulnya komplikasi dari rupture uretra posterior pasca
uretrotomi.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, BB. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto; 2008.
hal. 93-9.
2. Anonym, anatomi dan fisiologi traktur urinarius. Diakases pada hari selasa,
tanggal 03 April 2012. Diunduh dari: http://digilib.unimus.ac.id
/files/disk1/114/jtptunimus-gdl-langgengse-5657-2-babii.pdf
3. Anonym, Notes of male reproductive anantomy. Diakses pada hari selasa,
tanggal 03 April 2012. Diunduh dari : http://legacy.owensboro.
Kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/APIINotes2%20male%20reproductive
%20anatomy.htm
4. Cummings, James, “urethral trauma”. Diakses pada hari selasa, tanggal 03
April 2012. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/ article/451797-
workup#showall
5. Sander aleq. Male urethra. Diakses pada hari selasa, tanggal 03 April 2012.
Diunduh dari : http://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/13/ urethra-male/
6. McAninch JW. Smith’s General Urology. 17th edition. New York: McGraw
Hill; 2008. p. 278-93.
7. Anonym. Trauma : The lower urinary and genital tract : The general method
for an injury of the lower urinary tract. Diakses pada hari Selasa, tanggal 03
April 2012. Diunduh dari: http://www.primary-surgery.org/
ps/vol2/html/sect0300.htm.
8. Pineiro LM, Djakov M, Plas E, et al. EAU guidelines on urethral trauma.
European Urology 57 (2010) 79-803. Diakses pada hati Selasa, tanggal 03
April 2012. Diunduh dari: http://www.europeanurology.com/article/ S0302-
2838(10)000242/pdf/EAU+Guidelines+on+Urethral+Trauma

35

Anda mungkin juga menyukai