Anda di halaman 1dari 36

Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas dan Kesehatan Masyarakat

dengan Penyakit Keturunan Asma

Tugas ini dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Community,
Family and Geriatric Nursing 2 Program Studi SI Keperawatan 2015 Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung

Disusun Oleh :
Rika Triharyanti SA15936
Rini Yurita Wulandari SA15037
Risqi Jenita Savitri SA15038

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL


Jln. K.H. Wahid Hasyim / Kopo No. 161 Bandung – 40234
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia-Nya, Kami dapat menyelesaikan Makalah “Konsep Asuhan
Keperawatan Komunitas dan Kesehatan Masyarakat dengan Penyakit Keturunan
Asma” dengan baik meskipun masih banyak kekurangan didalamnya. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Roselina Tambunan
S.kep.,M.Kep.,Sp.Kom., selaku Dosen mata kuliah Community, Family and
Geriatric Nursing 2 yang telah memberikan tugas ini kepada Kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
Kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah Kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Bandung, Mei 2018

Penyusun

i
DARTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...............................................................................................2
C. Sistematika Penulisan.......................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Definisi ......................................................................................................4
B. Etiologi.........................................................................................................4
C. Faktor Resiko...............................................................................................5
D. Manifestasi klinis.........................................................................................7
E. Patofisiologi.................................................................................................8
F. Klasifikasi.....................................................................................................10
G. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan...........................................12
H. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................13
I. Terapi Medis.................................................................................................13
J. Terapi Komplementer...................................................................................16
BAB III
PEBAHASAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
A. Simulasi Kasus.................................................................................................18
B. Pengkajian Komunitas......................................................................................19
C. Analisa Data......................................................................................................25
D. Diganosa Keperawatan.....................................................................................27
E. Intervensi Keperawatan.....................................................................................28
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara
di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004) dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma
merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan
wheezing episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas
(Iris Rengganis, 2008). Menurut Scadding dan Godfrey (1999) dalam Oemiati,
dkk (2007), asma merupakan penyakit yang ditandai dengan variasi luas dalam
waktu yang pendek terhambatnya aliran udara dalam saluran nafas paru yang
bermanisfestasi sebagai serangan batuk berulang atau wheezing dan sesak nafas
biasa terjadi di malam hari. Penyakit asma merupakan penyakit lima besar
penyebab kematian di dunia (Oemiati, dkk, 2007).

Sebagaimana yang dikutip Dewan Asma Indonesia (DAI) tahun 2009, bahwa
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan hingga saat ini pasien asma
di dunia mencapai 300 juta orang, dan diperkirakan angka ini akan terus
meningkat hingga 400 juta orang pada tahun 2005. Menurut hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 prevalensi asma sebagai penyakit
kronis pada penduduk berumur 15 tahun atau lebih berada pada tingkat kedua
setelah penyakit persendian yaitu sebesar 4% (Pradono, dkk, 2005)

Pengelolaan asma yang terbaik harus dilakukan pada saat dini dengan berbagai
tindakan pencegahan agar penderita tidak mengalami serangan yang didasarkan
pada kekambuhan oleh pencetus, dengan mengendalikan hidup produktif
menghindari kelelahan yang berlebih karena aktifitas. Solusi yang dapat
dilakukan ialah berupa mengurangi pekerjaan berat, asap-asap polutan, asap

1
rokok, bulu atau serbuk yang mudah terhirup, atau bahan industri lainnya yang
dapat memicu kekambuhan asma.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas
dan Kesehatan Masyarakat dengan Penyakit Keturunan Asma
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu memahami tentang pengertian asma, etiologi, faktor
resiko,manifestasi klinis,patofisiologi,klasifikasi,pemberdayaan dalam
pencegahan,pemeriksaan penunjang,terapi medis dan terapi
komplementer.
C. Sistematika penulisan
BAB I PENDAHULUAN : A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN : A.Definisi
B. Etilogi
C. Faktor Resiko
D. Manifestasi Klinis
E. Patofisiologi
F. Klasifikasi
G.Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan
H. Pemeriksaan Penunjang
I.Terapi Medis
J. Terapi komplementer

BAB III PEMBAHASAN : A. Simulasi Kasus


KONSEP ASUHAN B. Pengkajian
KEPERAWATAN C. Analisa Data

2
KOMUNITAS D. Diagnosa Keperawatan
E. Intervensi Keperawatan
BAB IV PENUTUP : A. Kesimpulan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Bilotta (2011) mengatakan asma adalah gangguan jalan napas reaktif kronis
termasuk obstruksi jalan napas episodik dan obstruksi jalan napas reversibel
akibat bronkospasme, peningkatan sekresi mukus, dan edema mukosa. Jika
menurut Jeremy,dkk (2007) asma dapat didefinisikan sebagai “Peningkatan
responsivitas bronkus terhadap berbagai stimulus, bermanifestasi sebagai
penyempitan jalan napas yang meluas yang keparahannya berubah secara
spontan maupun sebagai akibat pengobatan”. Sedangkan menurut Kuncara
(2008) asma adalah suatu gangguan inflamasi kronis pada jalan napas yang
diperankan oleh banyak sel dan elemen sel, khususnya, sel mast, eosinofil,
limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel-sel epitel.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa asma adalah gangguan yang terjadi pada jalan
nafas yang disebabbkan oleh salah satunya peningktaan mucus dan menyebabkan
penyempitan jalan nafas.

B. Etiologi
Menurut Sari (2017) faktor genetik memegang peranan penting dalam etiologi
asma. Asma merupakan complex genetic disorder dan dipengaruhi oleh banyak
gen sehingga tidak mengikuti pola pewarisan Mendel. Terdapat tiga proses yang
menyebabkan pasien mengalami asma yaitu sensitisasi, inflamasi dan serangan
asma. Ketiga proses ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan.
a. Sensitisasi, yaitu individu dengan risiko genetik (alergik/atopi,
hipereaktivitasbronkus, jenis kelamin dan ras) dan lingkungan (alergen,

4
sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan
(virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga) apabila terpajan
dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan menimbulkan sensitisasi pada
dirinya. Faktor pemicu tersebut adalah alergen dalam ruangan: tungau, debu
rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), jamur, ragi dan pajanan asap
rokok.
b. Inflamasi, yaitu individu yang telah mengalami sensitisasi, belum tentu
menjadi asma. Apabila telah terpajan dengan pemacu (enhancer) akan terjadi
proses inflamasi pada saluran napas. Proses inflamasi yang berlangsung lama
atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan
hipereaktivitas. Faktor pemacu tersebut adalah rinovirus, ozon dan pemakaian
β2 agonis.
c. Serangan asma, yaitu setelah mengalami inflamasi maka bila individu terpajan
oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (DepkesRI, 2009).

Pakar lain Bilotta (2011) mengatakan bahwa penyebab asma ialah bila terjadi
sensitivitas terhadap alergen eksternal spesifik atau akibat faktor internal,
nonalergik yaitu :
Penyebab ekstrinsik : Serbuk/partikel, kulit/bulu hewan,, debu atau jamur rumah,
bantal kapuk atau bulu, penyedap/bumbu makanan yang
mengandung sulfit dan bahan sensitif lain.
Penyebab intrinsik : stress emosional dan factor genetic.

C. Faktor Resiko
Sari (2017) mengatakan faktor-faktor yang dapat memicu atau memperburuk
gejala asma meliputi infeksi virus, alergen rumah tangga seperti tungau debu
rumah, serbuk sari bunga, kecoa, asap tembakau, olahraga dan stres. Respons ini
lebih sering terjadi bila asma tidak terkontrol. Beberapa obat juga dapat memicu

5
asma seperti beta bloker, aspirin atau NSAID lainnya. Sedangkan Menurut
Kuncara (2008) factor risiko yang dapat menyebabkan asma adalah :
1. Lebih dari 20 abnormalitas genetik memiliki kaitan dengan asma termasuk
interleukin-4, sitokin inflamasi, interferon gamma (INF), reseptor adrenergis
beta, 5-lipoksigenase, dan sintetase leukotrien C4.
2. Pajanan alergen (bahkan selama kehisupan janin via kebocoran
transplasenta) akan meningkatkan resiko asma pada individu yang
terpredisposisi secara genetis dengan pergeseran sistem imun ke arah
imunitas humoral. Alergen tersering adalah kutu debu, kutu anjing atau
kucing dan kecoa.
3. Pajanan okupasional seperti debu, bahan kimia dan bahan iritan juga telah
dihubungkan dengan asma.
4. Infeksi virus rekuren pada saluran napas (terutama RSV) di masa kanak-
kanak dapat meningkatkan resiko asma akut. Infeksi virus menyebabkan
inflamasi dan cedera pada saluran napas bawah.
5. Penyakit refluks gastroesofageal dan rinitis alergika juga dihubungkan
dengan risiko asma.
Secara umum faktor pencetus serangan asma adalah :
1. Alergen 12
Alergen merupakan zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma seperti debu rumah, tungau, spora jamur, bulu
binatang, tepung sari, beberapa makanan laut (Muttaqin,2008). Makanan lain
yang dapat menjadi faktor pencetus adalah telur, kacang,bahan penyedap,
pengawet, pewarna makanan dan susu sapi (Depkes RI, 2009).
2. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran napas terutama disebabkan oleh virus. Diperkirakan dua
pertiga pasien asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi
saluran pernapasan (Muttaqin,2008). Asma yang muncul pada saat dewasa
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti adanya sinusitis, polip hidung,

6
sensitivitas terhadap aspirin atau obat-obat Anti-Inflamasi Non Steroid
(AINS), atau dapat juga terjadi karena mendapatkan pemicu seperti debu dan
bulu binatang di tempat kerja yang mengakibatkan infeksi saluran pernapasan
atas yang berulang.Ini disebut dengan occupational asthma yaitu asma yang
disebabkan karena pekerjaan (Ikawati, 2010).
3. Tekanan jiwa
Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang
agak labil kepribadiannya, ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak
(Muttaqin,2008). Ekspresi emosi yang dimunculkan secara berlebihan juga
dapat menjadi faktor pencetus asma (Depkes RI, 2009).
4. Olahraga/kegiatan jasmani yang berat
Serangan asma karena exercise(Exercise Induced Asthma/EIA) terjadi segera
setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat. Lari cepat dan 13
bersepeda merupakan dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan
asma (Muttaqin,2008).
5. Obat-obatan
Pasien asma biasanya sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
(Muttaqin,2008). Obat tersebut misalnya golongan aspirin, NSAID, beta
bloker, dan lain-lain (Depkes RI, 2009)
6. Polusi udara
Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau kendaraan,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal
serta bau yang tajam (Muttaqin,2008)

D. Manifestasi klinis
Menurut Kuncara (2008) gejala atau manifestasi klinis dari asma adalah batuk
kering intermiten, mengi, dada sesak, dispnea seringkali terjadi setelah terpajan
stimulus yang bisa diduga (alergen, paparan dingin, asap, dan lain-lain) dapat
disertai dengan rinitis, drainase pascanasal, faringitis, produksi sputum, atau

7
gejala prodromal virus. Sedangkan Menurut Bilotta (2011) manifestasi dari asma
adalah mengi, napas pendek, sesak dada, asma ekstrinsik pada anak; biasanya
disertai dengan manisfestasi lain atopi. Adapun Menurut Hendrickson (2008)
pasien dengan eksaserbasi asma ringan dapat dating dengan batuk, dispnea atau
nyeri dada pleuritic. Yang jarang terjadi pasien dating dengan gejala yang
disebabkan oleh hiperkarbia dan hipoksemia, termasuk perubahan status mental,
ansietas dan henti nafas. Temuan pemeriksan fisik bervariasi sesuai keparahan
hipoksemia dan obstruksi saluran nafas. Tanda yang ringan dapat meliputi
takikardia, takipnea dan mengi ekspirasi. Sering memburuknya obstruksi saluran
nafas, mengi terdengar jelas baik selama inspirasi maupun ekspirasi. Pada
obstruksi berat, gerakan udara melalui bronkus dapat sangat berkurang untuk
mendeteksi mengi keseluruhan. Pada kasus yang berat tersebut, pulsus
paradoksus kadang-kadang dapat terjadi.

E. Patofisiologi
Menurut Hendrickson (2008) asma merupakan gangguan saluran nafas obstruktif
paru reversible yang disebabkan oleh bronkokonstriksi, edema mukosa paru dan
hipersekresi mukosa.eksaserbasi asma biasanya dicetuskan oleh infeksi virus,
pajanan antigen (misalnya: anjing, lembab) atau pajanan iritan (misalnya
ammonia, parfum). Pencetus lai yang jarang meliputi rufluks gastroesofageal,
olahraga, ansietas dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) dan menstruasi.
Pasien asma memiliki respons terhadap pencetus yang meningkat dibandingkan
dengan bukan penyandang asma. Bila penyandang asma terpajan dengan
pencetus, otot polos bronkiolus berkontraksi sehinga mengurangi diameter
saluran nafas. Selain itu, beberapa mediator inflamasi, termasuk histamine dan
leukotriene dilepaskan dan menyebabkan edema mukosa dan peningkatan sekresi
mukosa yang semakin mempersempit lumen saluran nafas. Pajanan pencetus
juga dapat meningkatkan tonus vagal terutama pada anak-anak yang dapat
menyebabkan bronkokonstriksi.

8
Menurut Kimberly, 2011 patofisiologi asma yaitu Lapisan trakea dan bronkial
bereaksi berlebihan terhadap berbagai rangsangan, yang menyebabkan spasme
otot polos episodik yang menyempitkan (konstriksi) jalan napas secara akut.
Edema mukosa dan penebalan sekresi lebih lanjut menyumbat jalan napas. Anti
bodi imunoglobulin(Ig) E,berikatan dengan histamin berisi sel mast dan reseptor
pada membran sel, memulai serangan asma intrinsik. Ketika terpajan ke antigen
seperti serbuk, antibodi Ig E menyatu dengan antigen.Pada pajanan selanjutnya
ke antigen, sel mast berdegranulasi dan melepaskan mediator. Mediator tersebut
menyebabkan bronkokonstriksi dan edema akibat serangan asma. Selama
serangan asma, aliran udara ekspirasi menurun, yang menahan gas dalam jalan
napas sehingga menyebabkan hiperinflasi alveolar. Atelektasis dapat terjadi pada
beberapa area paru.

9
F. Klasifikasi
Menurut Kuncara (2008) asma diklasifikasika sebagai berikut :
Kategori Gejala Gejala Obat harian untuk kontrol Obat untuk
Penyakit Nokturnal jangka panjang penyembuhan cepat
Gejala terus menerus sering Pengobatan dua kali sehari Agonis inhalasi kerja-
aktitas fisik terbatas obat anti inflamasi pndek
sering (glukokortikoid inhalasi dosis penggunaan harian atau
eksaserbasi/memburu tinggi) dan Bronkodilator penggunaan yang semakin
k kerja panjang sering menunjukkan
perlunya terapi tambahan
jangka panjang
TAHAP 3 Gejala harian Lebih sering Pengobatan sekali atau dua Agonis inhalasi kerja-
Persisten penggunaan harian dari sekali kali sehari obat anti inflamasi pndek
sedang agonis inhalasi kerja seminggu (glukokortikoid inhalasi dosis penggunaan harian atau
pendek eksaserbasi sedang) dan Glukokortikoid penggunaan yang semakin
mempengaruhi inhalasi dosis sedang sering menunjukkan
aktivitas Eksaserbasi ditambah bronkodilator kerja perlunya terapi tambahan
minimal dua kali panjang jangka panjang
seminggu dan dapat

10
berlangsung selama
beberapa hari
TAHAP 2 Gejala lebih sering Lebih sering Pengobatan sekali sehari Agonis inhalasi kerja-
Persisten dari dua kali seminggu dari sekali Obat anti inflamasi pndek
ringan tetapi kurang dari seminggu (glukokortikoid inhalasi dosis penggunaan harian atau
sekali sehari rendah, kromolin atau penggunaan yang semakin
Eksaserbasi dapat nedokromil) sering menunjukkan
memengaruhi aktifitas atau Teofilin lepas lambat perlunya terapi tambahan
jangka panjang
TAHAP 1 Gejala tidak lebih Tidak lebih Tidak perlu pengobatan Agonis inhalasi kerja-
Intermiten sering dari dua kali sering dari dua harian pndek
ringan seminggu kali sebulan penggunaan harian atau
tidak bergejala dan penggunaan yang semakin
dengan PEFR normal sering menunjukkan
di antara eksaserbasi perlunya terapi tambahan
jangka panjang

11
G. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan

Menurut KEMENKES RI 2018 Upaya Pencegahan asma dapat dibedakan


menjadi 3 yaitu :

1. Pencegahan primer
Pencegahan Primer ditunjukkan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan
risiko asma (orangtua asma), dengan cara :
a. Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa
perkembangan anak/bayi
b. Diet hipoalergik ibu hamil, asalkan/dengan syarat diet tersebut tidak
mengganggu asupan janin
c. Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
d. Diet hipoalergik ibu menyusui
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan Sekunder ditunjukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang
telah tersensitisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta
allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.
3. Pencegahan Tersier
Ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang
dikenal dengan nama ETAC Study (early Treatment of atopic children)
mendapatkan bahwa pemberian setirizin selama 18 bulan pada anak atopi
dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput (pollen) dan
tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu
ditekankan bahwa pemberian setrizin pada penelitian ini bukan sebagai
pengendaliasma(controller).

12
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Davey (2002) dalam Rahmalia & Novianty (2006) pemeriksaan penunjang untuk asma aadalah
sebagai berikut :
1. Foto toraks
2. Analisis gas darah
3. Tes fungsi paru, bisa menunjukkan obstruksi saluran pernapasan atau bisa normal.
4. Pengukuran aliran puncak serial bermanfaat dalam menegakkan diagnosis, dan seringkali menunjukkan
pola klasik penurunan di pagi hari. Pada penderita asma yang telah diketahui, pengukuran aliran puncak
bermanfaat dalam menentukan berat penyakit
I. Terapi medis
1. Obat-bat yang digunakan pada terapi asma
Tipe Agnosis Antagonis Xantin Kortikos Cromon Anti
B2- reseptor teroid leukotrien
adrenoresep muskarinik
tor
Inhalasi oral Inhalasi: Oral dan IV: Inhalasi: Inhalasi: Oral:
dan IV: Ipratropium Teofilin Beklo Natrium Antagonis reseptor
Kerja bromida Amino metason Kromoglikat Monte
singkat: Oxitropium filin propionat, (kromolin) lukast
Salbutamol bromida Enprofilin Budesonid Nedokromil Pranlukast

13
(albuterol) Sediaan lepas natrium
Terbutalin, lambat Oral: Inhibitor lipooksi
Rimeterol Predrison, genase
Fenoterol, Predisolon Zileuton
Pirbutenol
Intravena:
Kerja lama: Hidrokorti
Salmeterol, son
Formoterol Metipred
nisolon
Efek Tremor otot Jarang Nyeri kepala, Inhalasi: Jarang Tidak ada yang
sampin (paling Ipratopium mual, muntah, Kandidiasis oral, Iritasi signifikan sejauh ini,
g sering) -rasa pahit rasa tidak suara serak, batuk tenggorokan meskipun zafelukast
(terkait Takikardia, nyaman di dengan telah dihubungkan
dosis) palpitasi abdomen, Oral dan dosis inhalasi dengan beberapa
(jarang) diuresis, tinggi: bubuk kasus sindrom
Hipokalemia aritmia Retardasi Chung-
(dosis infus jantung, pertumbuhan, Suatu vaskulitis yang
tinggi) epilepsi, memar, supresi sangat jarang namun
gangguan aksis hipotalamus- kasus-kasus tersebut

14
perlikau (?) hipofisis, mungkin
Interaksi osteoporosis, berhubungan dengan
dengan banyak retensi air, penurunan dosis
obat hipertensi,
mempengaruhi peningkatan berat
kadar plasma, badan, maslah
menjadi mata, diabetes,
penting karena psikosis
kisaran
terapeutik
sempit

15
2. Inhaler dosis terukur yang diberi tekanan (pressurized metered dose
inhaler)
a) Lepaskan tutup dan kocok inhaler
b) Angkat kepala ke belakang sedikit dan hembuskan napas
c) Letakkan inhaler di dalam mulut (atau lebih baik tepat di depan
mulut yang terbuka)
d) Selama inspirasi lambat, tekan inhaler untuk mengeluarkan obat
e) Lanjutkan inhalasi sampai inspirasi penuh
f) Tahan napas selama 10 detik
g) Lakukan 1 isapan saja per inhalasi

J. Terapi Komplementer
Pemberian latihan teknik pernapasan buteyko secara teratur akan
memperbaiki buruknya sistem pernapasan pada penderita asma sehingga akan
menurunkan gejala asma dan meningkatkan control pause (Kolb, 2009).
Prinsip latihan teknik pernapasan buteyko ini adalah latihan teknik bernapas
dangkal (GINA, 2005).

Latihan napas bukan hanya ditujukan untuk membersihkan jalan napas dari
mukus berlebihan tapi juga ditujukan untuk mengatasi masalah penurunan
volume paru, peningkatan beban kerja pernapasan, pola napas abnormal,
gangguan pertukaran gas, dan hambatan arus udara dalam saluran napas.
(Getha,2017)

Selain melakukan teknik pernapasan buteyko, pasien juga diberikan aroma


terapi daun mint untuk memberikan kesan tenang dan rileks. Aroma menthol
yang terdapat pada daun mint memiliki anti inflamasi, sehingga nantinya akan
membuka saluran pernapasan. Selain itu daun mint juga akan membantu

16
menyembuhkan infeksi akibat serangan bakteri. Karena daun mint memiliki
sifat antibakteri, daun mint akan melonggarkan bronkus sehingga akan
melancarkan pernapasan, selain itu daun mint juga memiliki kandungan
minyak essensial menthol yang dapat melonggarkan pernapasan (Siswantoro,
2015).
Menurut Getha 2017 intervensi teknik pernapasan buteyko dan pemberian
aroma terapi daun mint yang diterapkan kepada pasien untuk mengatasi sesak
napas dilakukan dengan cara :
1. duduk dalam posisi tegak dan sebelum memulai terapi ini maka dilakukan
nodding, tipping dan hold and blow (untuk membersihkan hidung)
2. ukur nadi lakukan dalam kurun waktu 1-2 menit,
3. kemudian masuk ke langkah pertama yaitu lakukan control pause
4. setelah itu bernapas biasa (bernapas dangkal) selama 3 menit
5. berikan aroma terapi daun mint, istirahat sejenak selama 20-30 detik,
6. lanjutkan lagi dengan melakukan control pause
7. kemudian bernapas biasa (bernapas dangkal) selama 3 menit dan diberikan
aroma terapi daun mint,
8. istirahat sejenak selama 20-30 detik,
9. lanjutkan lagi dengan melakukan control pause kemudian bernapas biasa
(bernapas dangkal) selama 3 menit sambil diberikan aroma terapi daun mint,
10. istirahat sejenak selama 20-30 detik,
11. lanjutkan lagi dengan melakukan control pause
12. kemudian bernapas biasa (bernapas dangkal) selama 3 menit dan berikan
aroma terapi daun mint,
13. istirahat panjang selama 2 menit, dan terkhir lakukan control pause lagi dan
setelah selesai ukur nadi sebelum mengakhiri terapi.

17
BAB III
PEBAHASAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. SIMULASI KASUS
Di kota P desa H terdapat 1074 rumah dengan jumlah KK 1089 dan 7500 warga
dengan mata pencaharian mayoritas sebagai buruh hanya sebagian kecil berprofesi
sebagai guru dan pegawai kesehatan. Didapatkan pasien asma sejumlah 397 orang
(perempuan = 186 orang dengan persentase 53 % dan laki-laki 211 orang dengan
persentase 47%). Dengan kriteria lingkungan merupakan daerah pabrik industry
juga dekat dengan pembuangan sampah. Hasil survey didapatkan bahwa jarak
antar rumah yang satu dengan lainnya sangat berdekatan menyebabkan cahaya
matahari yang dibutuhkan tidak terpenuhi dengan sistem ventilasi udara yang
tidak sesuai kriteria yakni hanya terdapat dekat pintu masuk. Mayoritas warga
merokok, dan memiliki binatang peliharaan (burung) juga banyak sekali kucing
liar yang berkeliaran disekitar rumah. Kondisi sosialisasi dan komunikasi antara
warga berjalan cukup baik, dengan warga mayoritas beragama islam, pendidikan
terendah SD, sarana informasi yang diperoleh warga berasal dari televisi,
koran/majalah, majelis, karang taruna, internet dan radio.

Fasilitas kesehatan yang ada di desa H hanya terdapat 2 bidan praktik, 1 perawat
desa/mantri, satu dokter praktik umum. Untuk datang ke fasilitas pelayanan
kesehatan (puskesmas) warga harus menempuh jarak sekitar 6.5 Km dengan
transportasi tercepat menggunakan sepeda motor dalam lalu lintas lancar ± 30
menit. Kondisi jalan beraspal sehingga memudahkan warga untuk bepergian. Jika
mengalami penurunan kesehatan mayoritas masyarakat membeli obat yang sudah
tersedia diwarung (tanpa resep), sebagian warga menggunakan obat tradisional
dan sisanya ke fasilitas pelayanan kesehatan sekitar. Tingginya angka asma yang
terjadi di masyarakat desa H karena ketidaktahuan mengenai factor penyebab
terjadinya asma, kurangnya promosi kesehatan dari pemberi pelayanan kesehatan
sekitar juga terlalu acuhnya masyarakat akan pola hidup sehat.

18
B. Pengkajian komunitas
1. Data inti komunitas
a. Sejarah wilayah
Desa H pada awalnya merupakan satu wilayah kecil yang dihuni oleh
beberapa KK saja. Namun, seiring berjalannya waktu juga pesatnya
perkembangan jaman perlahan desa H berkembang dengan banyaknya
warga pindahan yang tinggal dan menetap juga maraknya pembangunan
perusahaan perusahaan dari para investor yang menyebabkan wilayah
desa H semakin padat juga ditambah dengan meningkatnya data
perkawinan diwilayah tersebut. Mulanya desa H merupakan bentangan
sawah dan hanya terdapat beberapa rumah saja. Namun perkembangan
jaman menyeret wilayah yang dulunya asri menjadi tempat padat dan
kumuh.

b. Data demografi
1) Kelompok Umur
Berikut ini merupakan Diagram distribusi kelompok umur di kota P
desa H.

Gambar 3.1 Distribusi Kelompok Umur

Umur
23% 13% 0-4 tahun
5-14 tahun
17%
15-24 tahun
25-54 tahun
>55 tahun
32% 14%

Interpretasi Data:
Hasil di kota P desa H menunjukkan bahwa umur 0-4 tahun
berjumlah 990 orang dengan persentase 13%, umur 5-14 tahun
berjumlah 1300 orang dengan persentase 18%, umur 15-24 tahun
berjumlah 1050 orang dengan persentase14%, umur 25-54 tahun

19
berjumlah 2420 orang dengan persentase 32%, umur >55 tahun
berjumlah 1740 orang dengan persentase 23%.

2) Jenis Kelamin
Berikut ini merupakan Diagram distribusi jenis kelamin dikota P
desa H
Gambar 3.2 Distribusi Jenis Kelamin

Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan

48% 52%

Interpretasi Data
Hasil di kota P desa H menunjukkan bahwa penduduk dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 52% (3870 orang) dan perempuan
sebanyak 48% (3630 orang).

3) Tingkat Pendidikan
Berikut ini merupakan Diagram distribusi tingkat pendidikan di
kota P desa H.
Gambar 3.3 Distribusi Tingkat Pendidikan

Pendidikan
Belum sekolah Lulusan S1
1% 4%
Masih Sekolah Lulusan SMA
20% 15%
Lulusan SD
22%

Lulusan SMP
38%

Interpretasi Data

20
Hasil di kota P desa H menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
Lulusan S1 4% (250 orang), Lulusan SMA 15% (1000 orang),
Lulusan SMP 38% (2500 orang), Lulusan SD 22% (1460 orang),
Masih sekolah 20% (1300 orang) , dan Belum sekolah 1% (990
orang)

4) Cara Pengobatan yang dipilih Masyarakat


Berikut ini merupakan Diagram distribusi cara pengobatan yang
dipilih masyarakat di kota P desa H
Gambar 3.4 Distribusi Cara Pengobatan yang Dipilih
Masyarakat

30%
Beli Obat ke toko
50% Tradisional
Berobat Fankes

20%

Interpretasi Data
Hasil di kota P desa H menunjukkan bahwa cara pengobatan yang
dipilih masyarakat 50% (3750 orang) membeli obat ke toko, 20%
(1500 orang) meminum obat tradisional, dan 30% (2250 orang)
berobat ke Fankes

5) Penderita asma berdasarkan jenis kelamin


Berikut ini merupakan Diagram distribusi penderita asma
berdasarkan jenis kelamin di kota P desa H

Gambar 3.3 Distribusi Penderita Asma Berdasarkan


Jenis Kelamin

21
Laki-laki Perempuan
53% 47%

Interpretasi Data
Penderitas asma berdasarkan jenis kelamin sejumlah 397 orang
(perempuan = 186 orang dengan persentase 53 % dan laki-laki 211
orang dengan persentase 47%).

6) Penderita asma berdasarkan usia


Berikut ini merupakan Diagram distribusi penderita asma
berdasarkan usia di kota P desa H
Gambar 3.3 Distribusi Penderita Asma Berdasarkan Usia

Penderita Asma Berdasarkan Usia


27%

43% 1-14 Tahun


15-44 Tahun
45-75 Tahun

29%

Interpretasi Data
Penderita asma berdasarkan usia : tersebut sebanyak 109 orang
(27%) yang berusia 1-14 tahun, 117 orang (30%) yang berumur
15-44 tahun, 171 orang (43%) yang berusia 45- 75 tahun keatas.

c. Tipe keluarga

22
Mayoritas masyarakat berada pada tipe keluarga inti (ayah, ibu,
anak) namun banyak juga keluarga dengan tipe extended family
dimana dalam satu rumah bisa lebih dari 1 KK dan juga mayoritas
masyarakat termasuk dalam keluarga sejahtera 1 dengan lantai
yang tidak terbuat dari tanah, makan 2x kali sehari atau lebih,
pakaian berbeda untuk sekolah/kerja/bepergian dan berobat ke
fasyankes.

2. Data subsistem komunitas


1) Lingkungan
Di desa H terdapat 1074 rumah dan 1088 KK dengan jumlah total
warga 7500 orang. Jarak antar rumah sangat berdekatan (±2 meter)
dengan bangunan rumah yang masih sangat banyak terbuat dari
bilik/triplek, adapula yang sudah permanen dan semi permanen.
Rumah permanen dan semi permanen sudah memiliki tempat
mandi, cuci, kakus sendiri dan terdapat wc umum bagi warga yang
tidak memiliki kamar mandi sendiri. Berada pada wilayah pabrik
industry dan pembuangan sampah dengan sanitasi yang kurang
tertata. Masyarakat sering mengeluh mengenai sanitasi air yang
kurang memadai dan sanitasi lingkungan akibat tempat
pembuangan sampah yang dekat dengan tempat tinggal
menyebabkan udara bau menyengat juga polusi dari limbah
industry sekitar.

2) Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat di desa H paling rendah adalah
lulusan SD. Akses fasilitas pendidikan terdekat yakni SD dan
TK/PAUD dengan jarak tempuh ± 6 KM dan untuk SMP-SMA
berada dipusat kota yang berjarak ±15 KM. Akses pendidikan
dicapai dengan berjalan kaki bagi warga yang tidak memiliki

23
kendaraan pribadi. Mayoritas masyarakat bersekolah walaupun
hanya tamatan SMP dan tidak ada yang buta huruf.

3) Transportasi dan keamanan


Kondisi kemanan cukup kondusif dibuktikan dengan adanya pos
ronda dan siskamling harian. Mayoritas masyarakat sudah
memiliki alat transportasi sendiri yakni sepeda motor dan sepeda.
Ada juga transportasi umum yakni ojek. Kondisi jalan yang
beraspal memudahkan warga untuk bepergia terutama untuk
mengakses tempat pelayanan kesehatan terdekat (akses pelayanan
terdekat ± 6,5 KM).

4) Politik dan kebijakan pemerintah


Warga masyarakat di desa H mayoritas beragama Islam dan
sebagian kecil beragama Kristen protestan. Terdapatnya organisasi
masyarakat seperti karang taruna dan perkumpulan-perkumpulan
majelis taklim yang rutin berkumpul setiap hari jumat.

5) Pelayanan kesehatan
Didesa H terdapat 2 bidan desa, 1 mantri/perawat desa dan 1 dokter
umum. Untuk akses ke puskesmas warga harus menempuh jarak
±6.5 KM dengan lalu lintas lancar ±30 menit menggunakan sepeda
motor.

6) System komunikasi
Sarana informasi yang diperoleh warga berasal dari televisi,
koran/majalah, majelis, karang taruna, internet dan radio.

7) Ekonomi

24
Tingkat ekonomi dimasyarakat desa H masih terbilang rendah
karena mayoritas warganya yang hanya lulusan SD sehingga sulit
untuk mencari pekerjaan yang lebih layak. Maka cara pintas warga
agar tetap dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari yakni menjadi
buruh dengan penghasilan minim yakni 40.000-50.000/hari atau ±
1.200.000-1.500.000/bulan-,. Meskipun terdapat pabrik-pabrik
industry didaerah sekitar, warga desa H tak bisa masuk kualifikasi
karena mayoritas pendidikan lulusan SD.

8) Rekreasi
Tidak ada tempat rekreasi di desa H. Jika warga ingin berlibur,
tempat rekreasi terdekat berjarak sekitar 15 KM berupa kolam
renang. Bagi warga desa H rekreasi bukan sesuatu yang wajib,
selain karena factor ekonomi juga jauhnya akses yang ditempuh
menyebabkan warga lebih memilih diam dirumah. Anak-anak
sekitar biasa bermin dihalaman rumah bermain dengan tetangga-
tetangga sekitar.

C. Analisa data
No
Data Diagnose
.
1. DO : >50% warga sekitar terlihat acuh mengenai kebersihan Ketidakefektifan
lingkungan rumah dan sekitarnya, banyaknya binatang pemeliharaan
peliharaan disekitar rumah (burung dan kucing liar), tempat kesehatan
tinggal dekat dengan pembuangan sampah.
DS : warga mengatakan tidak tahu harus berbuat apa, warga
juga mengeluhkan karena tempat yang terbatas dan dekat
dengan tempat sampah menyebabkan sulitnya untuk
memelihara kesehatan.
2. DO : jarangnya promosi kesehatan dari dinas kesehatan Kurang
setempat juga kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pengetahuan tentang

25
pencegahan penyakit menyebabkan mudahnya penyakit penyakit
muncul, juga banyak masyarakat yang menganggap
penyakit ini tidak mengancam karena kurangnya
pengetahuan masyarakat akan penyakit.
DS : warga mengatakan tidak mengetahui akan penyakit
mulai dari penyebab, ciri, pencegahan dan pengobatan yang
harus dilakukan.
3. DO : dari hasil wawancara didapatkan bahwa >50% Defisiensi kesehatan
masyarakat tidak mengetahui penyebab-penyebab terjadinya komunitas
penyakit.
DS : warga mengatakan bahwa tidak ada waktu untuk
mencari tahu penyebab dari berbagai penyakit, jika ada pun
penyuluhan warga lebih memilih untuk kerja.
4. DO : 65% warga acuh dan tidak peduli akan kesehatan Ketidakefektifan
dirinya (merokok, pelihara binatang, tempat kumuh). manajemen
DS : warga mengatakan bahwa jika sakit lebih memilih kesehatan diri
minum obat warung/tradisional daripada harus berobat
karena enggan mengeluarkan uang lebih baik untuk makan.
5. DO : >50% warga kurang peduli dengan kebersihan Resiko gangguan
lingkungan yang berakibat buruk pada kesehatan (lingk perilaku kesehatan
pabrik dan tempat sampah)
DS : warga mengatakan tidak ada acara lain, yang penting
kebutuhan sehari-hari terpenuhi

26
D. SKORING
Kriteria Jumlah Ket
No Diagnosa
A B C D E F G H I J K L
1 Ketidakefektifan Keterangan:
3 4 3 3 2 3 2 2 3 2 2 2 31
pemeliharaan kesehatan A : Sesuai Dengan Peran
2 Risiko gangguan perilaku
3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 39 Perawat Komunitas
sehat
B : Resiko Terjadi
3 Defisiensi kesehatan
3 5 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 41 C : Resiko Parah
komunitas
4 Ketidakefektifan manajemen D : Potensi Untuk Pendidikan
3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 33
kesehatan diri Kesehatan
5 Kurang pengetahuan tentang E : Interest Untuk Komunitas
penyakit F : Kemungkinan Diatasi
G : Relevan Dengan Program
H : Tersedianya Tempat
3 4 4 3 3 4 2 3 2 2 3 2 35
I : Tersedianya Waktu
J : Tersedianya Dana
K :Tersedianya Fasilitas
L : Tersedianya Sumber Daya
Bobot 1 : sangat rendah 2 : rendah 3 : cukup 4 : tinggi 5 : sangat tinggi

27
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisiensi kesehatan komunitas
2. Risiko gangguan perilaku sehat
3. Kurang pengetahuan tentang penyakit
4. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
5. Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri

F. INTERVENSI
NO. DIAGNOSA NOC NIC
1. Ketidakefektifan Hasil NOC : warga berkeyakinan memiliki cara adekuat 1. Berikan informasi dan dukungan kepada warga yang
pemeliharaan untuk melakukan perilaku sehat, menunjukka perilaku membuat keputusan mengenai perawatan kesehatannya
kesehatan sehat, menunjukkan tingkat pemahaman dan 2. Mengembangkan dan memberikan bimbingan dan
perlindungan kesehatan yang optimal. pengalaman belajar untuk memfasilitasi adaptasi secara
Kriteria evaluasi : warga menunnjukkan partisipasi sadae perilaku konsudif untuk kesehatan individu-
dalam keputusan tentang perawatan kesehatan, komunitas.
mengidentifikasi efek samping keyakinan kesehatan dan 3. Menggunakan lingkungan kelompok untuk memberi
memperlihatkan kesadaran bahwa perilaku sehat dukungan emosi dan informasi mengenai kesehatan
membutuhkan upaya dan kepercayaan diri untuk kepada anggotanya.
melaksanakannya. 4. Skrining kesehatan dengan mendeteksi resiko dengn
memanfaatkan riwayat kesehatan, pemeriksaan kesehatan
dan prosedur lainnya yang mendukung.

28
5. Tingkatkan kepercayaan warga terhadap kemampuannya
untuk melakukan perilaku kesehatan.
2. Risiko gangguan Hasil NOC : warga menunjukkan perilaku kepatuhan 1. Berikan edukasi kesehatan untuk memfasilitasi adaptasi
perilaku sehat untuk meningkatkan kesejahteraan, pemulihan, dan perilaku yang kondusif bagi kesehatan komunitas
rehabilitasi berdasarkan saran professional dan 2. Identifikasi resiko dengan menganalisis faaktor resiko
menunjukkan perilaku sehat secara optimal. Adanya potensial dan menentuka strategi pengurangan resiko
motivasi untuk bertindak positif yang dapat dilakukan oleh komunitas.
3. Dorong warga untuk lebih bertanggung jawab terhadap
perilakunya untuk mengurangi resiko
4. Konseling : bantu warga secara interaktif yang berfokus
pada kebutuhan dan masalah untuk meningkatkan koping
dan penyelesaian masalah.
3. Defisiensi Hasil NOC : status kesehatan komunitas meningkat, 1. Manajemen lingkungan, komunitas : memantau dan
kesehatan memiliki pelayanan promosi kesehatan dan perawatan memengaruhi kondisi fisik, social, budaya yang
komunitas kesehatan preventive dikomunitas. memengaruhi kesehatan komunitas agar mengurangi
Kriteria evaluasi : menunjukkan status kesehatan yang penyakit asma.
adekuat. 2. Perlindungan resiko lingkungan : mencegah dan
mendeteksi penyakit berbahaya lainnya selain asma
3. Pengembangan program : merencanakan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi serangkaian

29
aktivitas terkoordinasi untuk meningkatkan
kesejahteraan.
4. Surveilans : mengumpulkan, menginterpretasikan data
secara terarah dan kontinu untuk mengambil keputusan
bagi komunitas
4. Ketidakefektifan Hasil NOC : warga mampu melakukan manajemem 1. Lakukan manajemen asma : mengidentifikasi, meangani,
manajemen mandiri asma (untuk mencegah atau membalik kondisi dan mencegah reaksi inflamasi jalan nafas.
kesehatan diri inflamasi akibat kontriksi jalan nafas), menunjukkan 2. Perbaikan kognitif : menantang klien untuk mengubah
perilaku patuh untuk meningkatkan kesejahteraan, pola pikir menyimpang agar lebih realistis
penyembuhan, rehabilitasi berdasarkan saran dari 3. Konseling : beri bantuan interaktif yang berfokus pada
petugas kesehatan kebutuhan, masalah, atau perasaan dan orang terdekat
Kriteria evaluasi : warga menunjukkan perilaku untuk meningkatkan koping/penyelesaia masalah
kepatuhan, melakukan program yang diprogramkan, 4. Beri dukungan dan informasi yang membuat keputusan
melakukan skrining secara mandiri ketika diarahkan. mengenai perawatan kesehatan
5. Fasilitasi tanggungjawab diri : dorong pasien untuk lebih
bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri
5. Kurang Hasil NOC : warga menunjukkan peningkatan 1. Manajemen asma : warga mampu mengidentifikasi,
pengetahuan pemahaman mengenai manajemen asma menerapi, dan mencegah reaksi terhadap inflamasi pada
tentang penyakit Kriteria Hasil : warga mampu mengidentifikasi jalan nafas.
pemahaman terhadap informasi tambahan mengenai 2. Tingkatkan persepsi positif melalui penyuluhan terhadap

30
manajemen asma instruksi yang diberikan oleh staf keperawatan untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan partisipasi
dalam perawatan.
3. Edukasi kesehatan : memberikan bimbingan dan
pengalaman belajar untuk memfasillitasi adaptasi
perilaku untuk meningkatkan kesehatan individu,
kelompok-komunitas.
4. Skrining kesehatan : mendeteksi resiko kesehatan atau
masalah melalui riwayat pemeriksaan dan prosedur
lainnya
5. Pengendalian infeksi : meminimalkan penambahan dan
penukaran agen infeksi.
6. Penyuluhan : membantu warga memahami informasi
yang berhubungan dengan proses penyakit.

31
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asma adalah gangguan yang terjadi pada jalan nafas yang disebabbkan oleh
salah satunya peningktaan mucus dan menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Dengan faktor-faktor yang dapat memicu atau memperburuk gejala asma
meliputi infeksi virus, alergen rumah tangga seperti tungau debu rumah,
serbuk sari bunga, kecoa, asap tembakau, olahraga dan stress. Tanda dan
gejala asma yaitu batuk kering intermiten, mengi, dada sesak, dispnea
seringkali terjadi setelah terpajan stimulus yang bisa diduga (alergen, paparan
dingin, asap, dan lain-lain) dapat disertai dengan rinitis, drainase pascanasal,
faringitis, produksi sputum, atau gejala prodromal virus.

Penderitas asma dikota P desa H sejumlah 397 orang (perempuan = 186 orang
dengan persentase 53 % dan laki-laki 211 orang dengan persentase 47%).
Sedangkan berdasarkan penderita asma berdasarkan usia terbanyak pada usia
45 tahun sampai 75 tahun ketas dengan jumlah 171 orang.: tersebut sebanyak

32
DAFTAR PUSTAKA

P.T Ward, Jeremy,dkk. 2007. At a Glance Sistem Respirasi edisi kedua.Jakarta :


Erlangga

A.J Bilotta, Kimberly. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi


Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan RI., 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma

Ni Made, dkk. 2017. Panduan asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok,


dan komunitas dengan modifikasi nanda,icnp,noc,dan nic di puskesmas dan
masyarakat.jakarta : UI publishing

Judith.2016. diagnosis keperawatan :diagnosis Nanda intervensi Nic, hasil Noc


edisi 10. Jakarta : EGC

Sari, Melati. PENATALAKSANAAN ASMA MENURUT GINA 2017 http://het-


fkunand.org/wp-content/uploads/2017/12/Kel.-4-Penatalaksanaan-Asma-
Menurut-GINA-2017-plus-watermark.pdf diakses pada tanggal 28 april 2018
pukul 9 :18
http://erepo.unud.ac.id/9914/3/2c2f339d7f93e3f0a2ac74277d42a0ba.pdf diakses
pada tanggal 28 april 2018 pukul 12:11

Info datin pusat data dan informasi kementrian Kesehatan RI


http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-asma.pdf diakses pada tanggal 28
April 2018 pukul 8:34

33

Anda mungkin juga menyukai