Anda di halaman 1dari 15

PENGENDALIAN MUTU INTERNAL DAN

EKSTERNAL LABORATORIUM
HISTOTEKNOLOGI

Kelompok 2 : (Kelas 2B)

 Bella Ayu Putri Krisdamayanti (1010191025)

Jl. Raya Pd. Gede No.23-25, Dukuh, Kec. Kramat jati,


Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13550
1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
berkat limpahan karunianya kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah kami yang berjudul “Pengendalian Mutu Internal dan Eksternal
Laboratorium Histoteknologi”. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih
kepada teman teman sesama kelompok yang telah memberikan
referensi serta saling bekerja sama dalam menyelesaikan makalah ini.

Ucapan terima kasih pun, kami sampaikan kepada semua pihak


yang telah membantu dalam proses penyusan makalah kami. Tak lupa,
kami pun mengucapkan terimakasih kepada para penulis dari beragai
referensi yang kami gunakan. Karna tulisan serta sumber informasi telah
kami kutip sebagai bahan rujukan.

Dibalik keberhasilan kami dalam menyusun makalah ini. Tentu


saja masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna , untuk itu
tak lupa juga kami ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya, jika
ada kata dan pembahasan yang keliru dari kami. Kami berharap kritik
dan saran Anda. Semoga makalah kami ini dapat menjadi pelajaran dan
menambah wawasan Anda dalam mata kuliah Sitohistologi.

Jakarta, 29 Meil 2020


Kelompok 2 (Kelas 2B)

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………................2

DAFTAR ISI …………………………………………………………..................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakan ……………………………………………………………4


1.2 Rumusan Maasalah …………………………………………………….4
1.3 Tujuan ………………………………....……………………..................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengendalian Mutu Internal dan Eksternal ……………….…..……..5


2.1.1 Mutu Internal ……………………………………………………5
2.1.2 Mutu Eksternal …………………………………………………5
2.2 Kualitas Pembuatan Preparat …………….……….….………...……..6
2.2.1 Fiksasi …………………………………………………………...6
2.2.2 Pengolahan ……………………………………………………..6
2.2.3 Pemotongan Blok Jaringan …………………………………..6
2.2.4 Pulasan & Mounting ……………………………………………6
2.2.5 Hasil Standar Mutu …………………………………………….7
2.3 Kontrol Kualitas Pewarnaan .............................................................8
2.3.1 Pedoman kontrol kualitas ……………………………………..8
2.4 Penggunaan dan Perawatan Mikrotom ........................................... 10
2.4.1 Persiapan sebelum pemotongan …………………………….10
2.4.2 Langkah-langkah pemotongan ……………………………….12
2.5 Pengendalian Sampel dan Sisa Sampel ..........................................13
2.5.1 Penyimpanan slide mikroskopik
2.5.2 Penyimpanan blok parafin

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………....................................14

3
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….................15

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laboratorium Patologi anatomi merupakan laboratorium yang
melaksanakan pembuatan preparat histopatologi, pulasan khusus sederhana,
pembuatan preparat sitologik, dan pembuatan preparat dengan teknik potong
beku. Pelayanan laboratorium patologi anatomik menerima spesimen berupa
jaringan atau cairan tubuh yang didapat dari tubuh pasien dan bermakna klinis
bagi diagnosis suatu penyakit. Pelayanan laboratorium patologi anatomik
berperan sebagai baku emas dalam penegakkan diagnosis yang berbasis
perubahan morfologi sel dan jaringan sampai pemeriksaan imunologik dan
molekuler khusus yang bersumber dari sel maupun jaringan. Patologi anatomik
berperan dalam mendeteksi kelainan akibat perubahan pada jaringan tubuh
dan melakukan penapisan dari suatru penyakit. Peran laboratorium patologi
anatomik semakin meluas mencakup penentuan pilihan terapi dan prediksi
prognosis yang sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pengendalian mutu internal dan eksternal?
2. Bagaimana kualitas pembuatan preparat?
3. Bagaimana kontrol kualitas pewarnaan?
4. Bagaimana penggunaan dan perawatan mikrotom?
5. Bagaimana pengendalian terhadap sampel dan sisa sampel?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pengendalian mutu internal dan
eksternal
2. Untuk mengetahui kualitas pembuatan preparat
3. Untuk mengetahui kontrol kualitas pewarnaan

4
4. Untuk mengetahui mikrotom beserta penggunaan dan
perawatannya
5. Untuk mengetahui pengendalian terhadap sampel dan sisa sampel

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengendalian mutu


2.1.1 Mutu Internal
Adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh
masing-masing laboratorium secara terus-menerus agar tidak terjadi
atau mengurangi kejadian erorr/penyimpangan sehingga diperoleh hasil
pemeriksaan yang tepat.
 Cakupan objek pemantapan mutu internal di Laboratorium
Patologi Anatomi meliputi aktivitas :
a) Tahap pra analitik
1) Fiksasi
2) Identifikasi sampel
b) Tahap analitik
1) intra-operative frozen section
2) final diagnosa
3) kualitas potongan histologi
4) spesimen hilang selama prosessing
5) blok dan slide labelling

c) Tahap pasca analitik


1) kesalahan penulisan
2) kesalahan verifikasi
3) kesalahan pengiriman hasil
4) laporan tidak lengkap
5) IHK, TAT & frekuensi pengulangannya Turn around time
(TAT)

2.1.2 Mutu Eksternal


5
Adalah kegiatan yang diselenggarakan secara periodik oleh pihak lain di
luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai
penampilan suatu laboratorium dalam bidang pemeriksaan tertentu.
Wajib dilakukan setiap satu tahun sekali melalui Badan Penjamin Mutu
Pelayanan Patologi Anatomi Indonesian (BPMPPI) di bawah naungan
Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Anatomi.

Memiliki tujuan meningkatkan mutu pengolahan spesimen menjadi blok


parafin dan slide dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin sesuai standart
sehingga gambaran morfologi jelas dan mudah dibaca dan dapat
dilanjutkan untuk pemeriksaan teknologi canggih lainnya, seperti
imunohistokimia dan teknologi DNA.

2.2 Kualitas Pembuatan Preparat


2.2.1 FIKSASI
 Jaringan terfiksasi sempurna
 Tidak tampak lisis

2.2.2 PENGOLAHAN SAMPAI MENJADI BLOK PARAFIN


 Tidak tampak bercak-bercak putih dalam blok
 Tidak tampak fragmentasi/kerapuhan
 Tidak dijumpai efek termal/kering
 Orientasi jaringan pada embeding, menampilkan semua lapisan
secara lengkap

2.2.3 PEMOTONGAN BLOK PARAFIN


 Tipis, sel tidak bertumpuk (ketebalan 1 sel s/d maksimal 5
mikron)
 Ketebalan merata
 Tanpa lipatan
 Tidak ada goresan (mata pisau yang tajam)
 Tidak ada kontaminan jaringan lain

6
2.2.4 PULASAN DAN MOUNTING
 Kontras warna HE cukup jelas
 Sediaan jernih/bersih, dehidrasi pasca eosin sempurna
 Tidak ada sel udara pada mounting
 Mounting media tidak berlebihan
 Seluruh jaringan tertutup oleh kaca penutup
 Tidak ada bercak/sidik jari/mounting media pada slide, terutama
di atas kaca penutup.

2.2.5 HASIL STANDAR MUTU:

1. Slide dan kaca penutup bersih, bening, tanpa bercak-bercak


buram
2. Media “mounting” tidak berlebihan
3. Seluruh jaringan tertutup kaca penutup
4. Tidak dijumpai gelembung udara atau lipatan
5. Jaringan tidak pecah-pecah/retak-retak
6. Orientasi jaringan benar (untuk organ berongga)
7. Potongan tipis, menampilkan sel yang saling menutupi atau
bertumpuk
8. Potongan dengan ketebalan merata
9. Tidak ada kontaminasi jaringan lain
10. Pulasan inti dan sitoplasma jelas kontrasnya
11. Tidak dijumpai butir-butir udara/cairan di atas jaringan (dehidrasi
pasca pulasan sempurna)

12. Apusan cukup tipis

13. Fiksasi adekuat, tidak ada sel yang degeneratif akibat terlambat
fiksasi

14. Pewarnaan inti tidak terlalu pekat

15. Kontras baik, metakhroharsia pada giemsa baik

16. Dehidrasi baik

17. Tertutup oleh 1 kaca penutup

7
18. Mounting tidak berlebihan, namun menutupi seluruh permukaan
sel

2.3 Kontrol Kualitas Pewarnaan

Membuat sediaan jaringan yang berkualitas sangat diperlukan untuk


memperoleh hasil yang meyakinkan dan akurat. Namun sayangnya, jaringan
terkadang mengalami kerusakan saat proses fiksasi, pematangan jaringan,
pemotongan jaringan maupun pewarnaan. Seorang Teknisi Laboratorium
Patologi Anatomi harus bisa meminimalisir kerusakan pada jaringan dan
memperbaiki jika terjadi kerusakan. Hal tersebut dapat dicapai dengan
melakukan kontrol kualitas pada suatu proses pembuatan sediaan jaringan.
Pada Topik ini, akan dibahas mengenai kontrol kualitas pada pewarnaan
Hematoxylin Eosin sebagai pewarnaan histopatologi yang sering dipakai.

2.3.1 Pedoman kontrol kualitas

Beberapa pedoman umum yang dapat dipakai untuk menilai kualitas


H&E adalah sebagai berikut:

1. Nukleus: zat warna dapat mewarnai nukleus menjadi biru dan dapat
menunjukkan membran nukleus, nukleoli, kromatin, dan nukleus
yang vakuolar dan hiperkromatis.
2. Sitoplasma dan subtansi dasar lainnya: dapat mewarnai dan
membedakan sitoplasma, kolagen, otot, eritrosit, sel darah merah
dan mucin dengan nuansa warna kemerahan.
a. Pada potongan usus, usus buntu dan paru-paru: dapat
mewarnai mucin pada sel epitel, apakah berwarna biru atau
terang tergantung pada pH dari Hematoxylin. Menurunkan
pH biasanya dapat dilakukan dengan menambahkan asam
asetat, hal ini secara signifikan dapat mengurangi warna
mucin.
b. Pewarnaan Hematoxylin yang terlalu teroksidasi akan
menimbulkan warna coklat pada elemen-elemen tertentu
pada jaringan.

8
Teknisi Laboratorium Patologi Anatomi harus bisa membedakan antara
serat otot dan kolagen, otot akan berwarna merah lebih tua dari kolagen.
Sel darah merah harus berwarna merah terang. Penilaian nukleus akan
tergantung pada jenis sel pada jaringan yang diwarnai. Adapun beberapa
pedoman kontrol kualitas harian pewarnaan H&E dapat dilakukan pada
organ usus besar (kolon), kulit dan ginjal.

 Kolon: dapat membedakan serat otot dan kolagen. Pewarnaan


mucin yang tidak tepat, jika mucin terwarnai biru maka langkah
yang dapat dilakukan adalah menurunkan pH Hematoxylin.
Pewarnaan yang jelas terhadap nukleus sel epitel vesikuler.

Gambar 2.3 sediaan kolon yang diwarnai H&E memperlihatkan mucin yang
berwarna biru. Untuk menghilangkan warna biru pada mucin dapat dilakukan
dengan cara menurunkan pH pada Hematoxylin

 Kulit: dapat menunjukan butiran keratohialin yang berwarna biru,


dapat membedakan keratin dari kolagen dan saraf,
memperlihatkan batas papiler pada dermis.

9
Gambar 2.3 sediaan kulit yang diwarnai H&E. gambar kiri menunjukkan pH
Eosin terlalu tinggi, gambar kanan menunjukkan Eosin yang sesuai dapat
membedakan serat kolagen dan jaringan saraf.

 Ginjal: mengidentifikasi membranbasal dan tubulus kontortus.


Ginjal mempunyai keragaman sel yang luas dari mulai sel yang
mempunyai kromatin padat (glomerulus) hingga sel yang
mempunyai kromatin seperti debu (sel kuboid di tubulus
pengumpul).

Gambar 2.3 sediaan ginjal yang diwarnai H&E. Sel dengan kromatin padat
terdapat pada glomerulus. Sel dengan kromatin halus terdapat pada tubulus

2.4 Penggunaan dan Perawatan Mikrotom


Mikrotomi adalah proses pemotongan jaringan dalam mikrometer dan
menempelkan ke permukaan slide untuk dapat di evaluasi. Untuk
memotongan jaringan tersebut diperlukan mikrotom. Mikrotom akan
memotong jaringan tersebut menggunakan pisau khusus secara vertikal,
sehingga didapatkan pita jaringan dengan ketebalan tertentu.

2.4.1 Persiapan sebelum pemotongan


Sebelum memulai proses pemotongan perlu diperhatikan beberapa hal
berikut.

1. Pastikan fiksasi dilakukan dengan tepat. Proses fiksasi merupakan


proses paling penting untuk dapat menghasilkan detail morfologi
jaringan yang baik. Proses fiksasi yang kurang sempurna dapat
menimbulkan kesulitan proses pemotongan dan akan menghasilkan
kelainan morfologi.

10
2. Pastikan proses jaringan dilakukan dengan tepat. Hasil proses
jaringan yang tidak baik (terlalu cepat atau terlalu lama) akan
menimbulkan kesulitan pemotongan jaringan.
a. Letakkan mikrotom dan waterbath pada posisi yang sesuai.
Posisikan mikrotom pada permukaan yang datar, stabil, tidak
licin, terlindung dari aliran udara berlebih, jauh dari tempat
lalu-lalang orang, diletakkan pada posisi yang ergonomis dan
minim menimbulkan kecelakaan kerja.
b. Pergunakan fitur pengaman dengan benar. Hati-hati saat
memasang atau mengatur pisau. Gunakan pinset atau kuas
untuk mengambil pita jaringan dari pisau atau blok jaringan.
Pastikan semua penjepit pada posisi yang baik dan kunci
pengaman pada posisi yang benar.
c. Atur sudut pemotongan pisau. Pisau yang dipakai harus
tajam dan bersih serta harus diposisikan pada sudut
optimum, berkisar pada 35º sudut yang tepat dapat
mengurangi kegagalan dan artefak pada pita jaringan.
d. Maksimalkan usia pemakaian pisau. Bersihkan pisau secara
berkala, dan gunakan setiap bagian pisau dari satu ujung ke
ujung lainnya. Hindari kontak dengan benda keras seperti
pinset dan kuas.
e. Tempatkan kaset jaringan pada posisi yang tepat. Posisikan
jaringan pada posisi yang dapat meminimalisir terbentuknya
lipatan.
f. Waterbath yang digunakan untuk meletakkan pita jaringan
hasil pemotongan dan akan ditempelkan pada kaca objek
harus dijaga suhub airnya. Suhu air berkisar pada 10ºC
dibawah titik leleh paraffin. Air yang digunakan harus bersih
dan bebas gelembung.
g. Pastikan blok jaringan dalam keadaan dingin.
Blok yang dingin akan mengeraskan blok dan mempermudah
untuk menghasilkan pita jaringan yang tipis. Sedikit air akan

11
masuk kedalam jaringan, membuat jaringan sedikit
membengkak dan lebih mudah dipotong.
h. Penjepit harus terpasang kuat, namun tidak terlalu kencang
karena dapat menimbulkan artefak pada pita jaringan.
i. Pastikan mikrotom dan kaca objek yang digunakan dalam
keadaan bersih.

2.4.2 Langkah-langkah pemotongan


a. Pasang dan jepit kaset jaringan, pastikan roda pemutar dalam keadaan
terkunci.
b. Pasang dan atur sudut kemiringan pisau, kencangkan.
c. Potong kasar :
 Tempatkan blok jaringan pada posisi yang tepat dengan
mengatur tuas
pemotong kasar.
 Buka pengunci tuas pemutar.
 Gerakan roda pemutar secara perlahan sampai blok jaringan
sedikit
mengenai permukaan pisau.
 Tekan tuas pemotong kasar.
 Mulai proses pemotongan dengan memutar roda pemutar searah
jarum jam
 Hentikan proses pemotongan ketika permukaan jaringan sudah
terbuka.
 Lepaskan tuas pemotong kasar.
d. Potong halus :
 Atur ketebalan jaringan yang diinginkan dengan memutar knop
pengatur ketebalan dan memperhatikan skala ketebalan.
 Gunakan sisi pisau yang berbeda untuk proses potong kasar dan
potong halus dengan menggeser posisi pisau, pastikan pisau
sudah terpasang dengan kuat.
 Mulai proses pemotongan dengan memutar roda pemutar searah
jarum jam.
 Ambil pita jaringan yang terbentuk dengan pinset sesuai
kebutuhan dan pindahkan ke atas waterbath untuk selanjutnya
ditempelkan pada kaca objek.
 Posisikan kembali blok jaringan ke belakang pisau, kunci tuas
pemutar.

12
 Lepaskan blok jaringan dari penjepit, dan ganti dengan blok lain
yang akan dipotong.

2.5 Pengendalian Terhadap Sampel Dan Sisa Sampel


2.5.1 Penyimpanan slide mikroskopik
Menyimpan slide dengan sistem tertentu agar mudah ditemukan dan
dipergunakan kembali jika diperlukan :
 Mengambil dan mengumpulkan slide-slide yang sudah di
diagnosa oleh dokter SpPA.
 Melakukan pengecekan slide-slide sesuai dengan yang tertera
dalam formulir.
 Apabila ditemukan ketidak sesuaian jumlah slide, petugas
menginformasikan kepada dokter yang mendiagnosa agar
dapat segera dilengkapi dan diserahkan ke Unit Arsip segera
mungkin.
 Menyusun slide-slide sesuai nomor urut pemeriksaan PA.
 Mencatat nomor slide ke dalam buku log arsip.
 Mengeringkan slide sebelum dimasukkan ke lemari arsip
slide.
 Memasukkan slide ke dalam lemari arsip slide dimulai dari
nomor urut kecil di bagian depan, menyusul nomor urut besar.
 Menyimpan slide di Ruang Arsip selama 10 tahun, setelah itu
slide akan dikeluarkan dan dimusnahkan.

2.5.2 Penyimpanan blok parafin


Menyimpan parafin blok untuk kebutuhan pelayanan, penelitian dan
pendidikan :
 Mengambil dan mengumpulkan blok parafin yang sudah
selesai pemrosesan oleh teknisi dan telah dilakukan pelapisan
ulang parafin.
 Menghitung jumlah blok dari masing-masing nomor blok
sesuai dengan keterangan formulir makroskopik.
 Memasukkan dan menyusun sesuai nomor urut.
 Mencatatkan nomor-nomor blok ke dalam buku log arsip.
 Menyimpan blok ke dalam lemari arsip blok parafin.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Didalam suatu laboratorium perlu dilakukan quality control baik untuk


petugas laboratorium maupun terhadap alat dan di dalamnya. Quality control
yang dilakukkan diantarnya ialah dengan melakukan pemantapan mutu internal
dan eksternal , assessment atau penilaian dan audit. Semuanya dilakukan agar
laboratorium sesuai dengan standar mutuyang sudah berlaku dan kecil
kemungkinan terjadinya kesalahan. Dengan melaukan quality control hasil
akhir yang didapatkan oleh sebuah laboratorium yaitu akreditasi atau
pengakuan yang diberikan oleh badan yang berwenang, karena laboratorium
sudah sesuai dengan standar akreditasi yang ditentukan.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/368977161/Kendali-Mutu-
Sitohistoteknologi
https://indonesianjournalofclinicalpathology.org/index.php/pato
logi/article/download/851/578
https://www.academia.edu/36376139/MAKALAH_MANAJEME
N_LABORATORIUM_QUALITY_CONTROL
Buku Bahan Ajar TLM Sitohistoteknologi (Erick Khristian dan
Dewi Inderiati)

15

Anda mungkin juga menyukai