Anda di halaman 1dari 25

RESUME BUKU ORIENTASI FILSAFAT PANCASILA

Noor Ms. Bakry


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila
Dosen Pengampu: Dr. Ibnu Qayim, M.S

Oleh :
Aulia Febri Saputri (11200510000062)
KPI 1C

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/ 2020
Orientasi Filsafat Pancasila

BAB I: PENDAHULUAN
A. Pengantar
Pancasila sebagai kepribadian bangsa yang merupakan perwujudan dari jiwa bangsa dari
jiwa bangsa dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan adalah merupakan filsafat
hidup bangsa dan dasar filsafat Negara. Pancasila sebagai filsafat hidup, dan juga sebagai
ideology dan moral Negara harus dikembangkan sesuai dengan kodrat manusia. Pengembangan
Pancasila sebagai filsafat hidup atau disebut juga dengan pengembangan filsafat Pancasila, pada
dasarnya untuk mengimbangi filsafat komunis maupun liberalis yang keduanya merupakan suatu
sistem kemasyarakatan yang berbeda sama sekali.

Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” (dari: philen =
mencintai, philia = cinta, dan Sophia = kebijaksanaan) yang melahirkan kata Inggris
“philosophy” atau kata Arab “falsafah” dan biasanya diterjemahkan dengan “cinta
kebijaksanaan”. Kebijaksanaan yang dimaksudkannya adalah melakukan perbuatan atas
dorongan kehendak yang baik berdasarkan putusan akal yang benar sesuai dengan rasa
kemanusiaan. Jadi filsafat adalah mencintai perbuatan yang baik berdasarkan putusan akal yang
sesuai dengan kemanusiaan.

Istilah Pancasila berasal dari kata Sansakerta “pancasyla” (panca = lima, sylle = dasar atau
asas atau diartikan juga prinsip) yang diartikan “lima dasar” atau “lima prinsip”. Selanjutnya
kedua istilah itu digabungkan menjadi “Filsafat Pancasila” yang ecara etimologis berarti “cinta
kebijaksanaan yang berdasarkan lima dasar” atau diartikan juga “cinta kebijaksanaan dengan
berpedoman pada lima prinsip”.

Secara terminologis ataui berasarkan apa yang terkandung dalam istilahnya, kata “filsafat”
banyak artinya, semua aliran filsafat mempunyai definisi sendiri-sendiri. Jika filsafat hukum itu
adalah hukum, dan jika filsafat Pancasila maka sesuatu itu adalah Pancasila, sehingga Ifilsafat
pancasila adalah pemikiran secara kritik dan sistematik untuk mencari hakikat atau kebenaran
dari lima prinsip kehidupan manusia. Tujuan filsafat Pancasila yang sekaligus merupakan dasar
dikembangkannya filsafat pancasila adalah untuk memahami dan menjelaskan lima prinsip
kehiduopan manusia dalam bermasyarakat dan bernegara, mengajukan kritik dan menilai prinsip

2
Orientasi Filsafat Pancasila

tersebut, menemukan hakikatnya secara manusiawi serta mengatur semuanya itu dalam bentuk
yang sistematik sebagai pandangan dunia.

B. Pengetahuan Ilmiah Pancasila


1. Syarat Sifat Ilmiah
Pengetahuan bersifat Ilmiah termasuk pembahasan dan penelitian Pancasila, harus
mempehatikan empat syarat sifat ilmiah, sebagaimana yang dikemukakan oleh 1. R.
Poedjawijatna dalam bukunya “Tahu dan Pengetahuan” yaitu:
a. Harus berobjek: Pancasila yang dipelajari harus mempunyai objek, yaitu tat cara
hidup manusia yang sudah menjadi kebiasaan atau yang sudah membudaya,
khususnya bangsa Indonesia sebagai objek formalnya, sehingga selanjutnya yang
dibahas adalah persesuaian antara rumusan Pancasila dengan tata cara hidup bangsa
Indonesia.
b. Harus bermetode: Dalam mempelajari Pancasila harus ada meode, yaitu suatu cara
untuk mencari persesuaian antara rumusan Pancasila dengan objek materialnya
sehingga mencapai kebenaran.
c. Harus sistematik: Pembahasan Pancasila harus sistematik, mempunyai susunan yang
harmonis dari bagian-bagian menurut aturan yang ada hubungannya satu dengan
lainnya dan saling mempengaruhi, sehingga semua bagian merupakan kesatuan
keseluruhan dan tidak ada kontradiksi di dalamnya.
d. Bersifat universal: Kebenaran yang diperoleh harus bersifat universal, yaitukebenaran
yang dicapai dari persesuaian beserta rumusannya harus bersifat umum yang tidak
terbatas oleh ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja tetap berlaku, sehingga
rumusannya itu dapat dipakai sebagai pedoman.

2. Empat Pengetahuan Ilmiah

a. Pengetahuan deskriptif. Pengetahuan deskriptif merupakan pengetahuan ilmiah yang


membicarakan tentang sifat-sifat dan keadaan dari hal-Nya, berdasarkan atas
pertanyaan ilmiah bagaimana.
b. Pengetahuan normative. Pengetahuan normative merupakan pengetahuan ilmiah yang
menganalisis hal-hal yang biasa terjadi dan selalu terulang terus yang disebut dengan

3
Orientasi Filsafat Pancasila

kebiasaan, dan kebiasaan ini dicari intinya yang akan dirumuskan sebagai pedoman,
dan dikemukakan juga tujuannya.
c. Pengetahuan esensi. Pengetahuan esensi merupakan pengetahuan ilmiah yang
menelaah tentang unsure dasar atau hakikat atau juga inti-mutlak yang menjadikan
halnya iu ada, sebagai jawaban atas pertanyaan ilmiah apa.
d. Pengetahuan kausal. Pengetahuan kausal merupakan pengetahuan ilmiah yang
mempelajari tentang asal-mula atau sebab-musabab dari halnya, atas dasar pertanyaan
ilmiah mengapa.

3. Perenungan Kefilsafatan Pancasila

Perenungan kefilsafatan adalah pemikiran secara rasional untuk menyusun suatu


sistem pengetahuan yang memadai guna memahami dunia dan alam semesta maupun
manusia dan kehidupannya serta memahami semua yang ada.
Perenungan kefilsafatan Pancasila adalah pemikiran secara rasional untuk
menyusun sistem pengetahuan tentang kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan
bernegara yang berlandaskan hakikat kodrat manusia.

BAB II: DASAR-DASAR KEFILSAFATAN PANCASILA


A. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

1. Ciri-ciri filsafat
a. Sistem filsafat harus bersifat koheren: Bagan konsepsional yang merupakan hasil
perenungan kefilsafatan haruslah bersifat koheren, yakni berhubungan satu dengan
lainnya secara runtut tidak mengandung pernyataan-pernyataan dan hal-hal yang
saling bertentangan.
b. Sistem filsafat harus bersifat menyeluruh; Bagan konsepsional yang merupakan hasil
perenungan filsafat harus bersifat menyeluruh, yakni memadai semua hal dan gejala
yang tercakup dalam permasalahannya sehingga tidak ada sesuatu yang di luar
jangkaunnya.

4
Orientasi Filsafat Pancasila

c. Sistem filsafat harus bersifat mendasar: Bagan konsepsional yang merupakan hasil
perenungan kefilsafatan harus bersifat mendasar, yakni mendalam sampai ke inti-
mutlak dari permasalahannya sehingga merupakan hal yang sangat fundamental.
d. Sistem filsafat harus bersifat spekulatif: Bagan konsepsional yang merupakan hasil
perenungan kefilsafatan adalah bersifat spekulatif, yakni merupakan buah pikir hasil
perenungan sebagai praanggapan yang menjadi titik awal serta pangkal tolak
pemikiran sesuatu hal.

2. Dasar Filsafat Pancasila

Hakikat kodrat manusia yang bersifat sebagai dasar filsafat Pancasila, menurut
ahli piker Indonesia, Notonagoro (1905-1981), adalah monopluralis, yaitu terdiri atas
beberapa unsure menjadi satu kesatuan. Hakikat monopluralis ini dikelompokkan
menjadi ttiga kelompok:
a. Susunan kodrat manusia monodualis. Manusia hakikatnya adalah tersusun atas jiwa
dan raga. Jiwa manusia ini tersusun atas sumber daya: akal rasa kehendak. Sedangkan
raga manusia tersusun atas: zat benda mati, zat nabati, dan zat hewani.
b. Sifat kodrat manusia monodualis. Manusia hakikatnya adalah bersifat individu dan
juga bersifat sosial. Hal ini dapat dibuktikan bahwa sewaktu-waktu sifat individunya
yan lebih besar dan dapat juga sewaktu-waktu sifat sosialnya yag lebih dominan. Dua
sifat jodrat ini tidak dapat dihilangkan salah satu atau kduanya karena merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai unsure kodrat manusia.
c. Kedudukan kodrat manusia monodualis. Manusia hakikatnya adalah berkedudukan
sebagai pribadi mandiri dan juga sebagai makhuk Tuhan. Dua unsur ini terbukti
bahwa manusia adalah pribadi berdiri sendiri dapat berkreasi dan bertanggung jawab
atas perbuatannya sendiri dan juga enyadari sebagai makhluk Tuhan. Dua hal ini
tidak dapat diingkari memang demikian kenyatannya. Manusia harus bertanggung
jawab terhadap diri sendiri dan juga kepada Tuhan.

B. Sarana Penalaran Filsafat

5
Orientasi Filsafat Pancasila

Penalaran filsafat merupakan bagian dari pemikiran pada umumnya yang khusus
berhubungan dengan penyimpulan. Penalaran filsafat atau nsecara luas dinyatakan pemikiran
filsafat, haruslah bersifat koheren, dalam arti runtut dan tidak bertentangan di dalamnya.

1. Prinsip-prinsip Pemikiran

Dasar penalaran filsafati pada umumnya disebut dengan “prinsip-prinsip


pemikiran” atau juga disbut sebagai “prinsip-prinsip penalaran”. Istilah “prinsip” sering
diartikan sebagai “kaidah”, adapun yang dimaksukannya adalah suatu pernyataan yang
mengandug kebenaran universal, yaitu kebenarannya tidak terbatas oleh ruang dan waktu,
dimana saja dan kapan saja dapat digunakan.
Prinsip-prinsip pemikiran dalam filsafat atau disebut juga “aksioma penalaran”
sifatnya adalah umum, baik berlaku di bidang flsafat maupun ilmu. Aksioma penalaran
ini ada tiga prinsip, yang mengemukakan pertama kali adalah Aristoteles (384-322 sm),
sedang prinsip kedua mengalami penyempurnaan pernyatannya tanpa merubah makna
yang dimaksudkannya. Tiga prinsip tersebut adalah:
a. Prinsip Identitas. Prinsip identitas ini dalam istilah latin ialah principum identity.
Prinsip ini merupakan dasar dari semua penalaran, sifatnya langsung analitis dan jelas
dengan sendirinya, tidak membutuhkan pembuktian.
b. Prinsip non Kontradiksi. Prinsip non kontradiksi ini dalam istilah latin dinyatakan
principum contradictions (law of contradiction), yakni prinsip kontradiksi.
Penyebutan prinsip kontradiksi ini adalah tidak tepat, karena yang dimaksudkan
adalah tidak adanya kontradiksi, bukan kontradiksinya yang menjadi prinsip, oleh
karena itu dalam buku ini disebut prinsip non kontradiksi, yaitu tidak adanya
kontradiksi.
c. Prinsip eksklusi tertii. Prinsip eksklusi tertii ini dalam istilah latin ialah principum
exclusi (law of excluded middle), yakni prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip
tidak adanya kemungkinan ketiga.

2. Metode-metode Perenungan Filsafati

6
Orientasi Filsafat Pancasila

a. Metode Analisis

Metode analisis dalam perenungan filsafati yang dimaksudkannya ialah


melakukan pemeriksaan secara konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah-
istilah yang digunakan serta pernyataan-pernyataan yang dibuat.
Pemeriksaan secara konsepsional dalam perenungan flsafati mempunyai du
macam segi atau tujuan, mungkin salah satu atau kedua-duanya yaitu:
1) Berusaha memperoleh makna baru yang terkandung dalam istilah-istilah serta
pernyataan-pernyataan yang bersangkutan.
2) Menguji istilah-istilah itu secara pernyataan-pernyataan melalui penggunaannya,
atau dengan pengamalan melalui contoh-contohnya.

b. Metode Sintesis

Metode sintesis dalam perenungan filsafat Pancasila yang dimaksud adalah


mengumpulka semua pengetahuan yang dapat diperoleh untuk menyusun suatu
pandangan dunia. Metode sintesis merupakan metode untuk penyusunan suatu sistem.
Sintesis atau pengumpulan diawankan analisis atau perincian.

c. Metode Analitiko-Sintetik
Analitiko-sintetik merupakan suatu metode gabungan antara analisis dan sintesis,
yaitu perincian secara konsepsional makna istilah-istilah dalam suatu pernyataan yang
kemudian mengumpulkan kembali semua pengetahuan atas istilah-istilah tersebut
untuk menysusn suatu rumusan umum sebagai pedoman hisup. Menote analitiko-
sintetik menurut seorang filsuf Indonesia, Notonagoro (1905-1981) adalah yang
paling tepat untuk mengembangkan filsafat Pancasila yang secara manusiawi.

d. Metode Analisa Abstraksi

Metode analisa abstraksi merupakan metode pengembangan analisa khusus dalam


bidang kefilsafatan, yaitu pemerincian secara konsepsional untuk mencari unsure

7
Orientasi Filsafat Pancasila

dasar dengan cara menghilangkan sifat-sifat yang menyertai perwujudannya. Sifat-


sifat yang menyertai perwujudan sesuatu atau cara beradanya sesuatu ini pada
dasarnya ada Sembilan sifat yang sering disebut dengan aksidensia. Aksidensia tidak
dapat berdiri sendiri, aksidensia dapat terwujud karena mnyertai adanya substansi,
sehingga dapat dinyatakan substansi merupakan hakikatnya sedang aksidensia
merupakan kesatuan sifat-sifatnya. Antara sifat dan hakikat tidak dapat dipisahkan,
hakikat tanpa sifat tidak akan terwujud, dan sifat tanpa hakikat tidak aka nada.
Aksidensia dan substansi ini disebut juga dengan istilah sepuluh kategori, yaitu
Sembilan sifat dan satu substansi. Sembilan sifat dalam aksidensia adalah:
1) Kuantitas. Jumlah atau besaran, panang, lebar, atau sejenisnya.
2) Kualitas. Suatu sifat sebagai cirri perwujudannya.
3) Aksi. Tindakan yang mempengaruhi dalam perbuatan.
4) Pasi. Kesan yang dipengaruhi dari perbuatan.
5) Relasi. Hubungan dengan berbagai hal lain.
6) Ruang. Tempat yang menyertai keberadannya.
7) Waktu. Tempo yang menyertai kapan sesuatu itu ada.
8) Posisi. Kedudukan sesuatu itu berada dalam suatu tempat.
9) Keadaan. Kepunyaan khusus yang menyertai kedudukan.

Dengan jalan menghilangkan kumpulan sifat-sifat di atas maka tinggalah inti


mutlak yang ada, yang merupakan sifat hakikat manusia. Karena sifat hakikat, berarti
mutlak ada dalam diri setiap manusia, bukan merupakan sifat khusus, tetapi sebagai
cirri pembeda atau disebut juga diferensia, yang dapat untuk membedakan, manusia
dan bukan manusia, yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadlian. Dinyatakan sifat mutlak ada, berarti jika tidak berketuhanan bukanlah
manusia, demikian juga jika tidka berkemanusiaan bukanlah manusia, dan juga jika
tidak berpersatuan maka bukanlah manusia, dan kekeluargaan dalam Negara disebut
kerakyatan, demikian juga tidak berkeadilan bukan manusia, karena dalam diri
manusia pasti ada konsep-konsep keadilan.

3. Ideologi dan Filsafat Pancasila

8
Orientasi Filsafat Pancasila

Pada dasarnya Pancasila merupakan sistem filsafat yang bersifat praktis, yaitu
Pancasila sebagai sistem filsafat dapat digunakan langsung sebagi pedoman kehidupan
bangsa Indoensia dalam bernegara untuk mencapai masyarakat adil makmur sejahtera
lahiriah batiniah. Filsafat praktis sebagai pandangan hidup bangsa dalam bernegara
disebut dengan ideology, yang selalu diartikan dengan Negara. Memang setiap ideology
selalu dikaitkan dengan pandangan hidup bangsa sebagai pendukungnya, yang didasarkan
pada keyakinan filsafati tertentu, yaitu dikaitkan dengan pandangan tentang hak dan
kewajiban pribadi terhadap masyarakat dan Negara yang berorientasi terwujudnya
masyarakat yang dicita-citakan dengan latar belakang penjelmaan sifat kodrat manusia.

a. Pancasila sebagai ideologi

Pancasila sebagai ideology bangsa dan Negara harus memenuhi unsure-unsur


tertentu sebagai persyaratannya dan juga harus dapat memenuhi teori-teori kebenaran
dalam filsafat, jika ingin menempatkan Pancasila sebagai ideology yang tangguh.
Teori-teori kebenaran dalam filsafat digunakan sebagai tolak ukur ideology yang
tangguh, bai untuk komunis, liberalis, maupun Pancasila.

1) Unsur-unsur Ideologi

Koento Wibisono dalam makalahnya Pancasila Ideologi Terbuka


menyatakan, terlepas dari berbagai macam definisi atau pembatasan yang saling
berbeda bahkan saling bertentangan sebagaimana ditentukan dalam berbagai
penulisan, namun dapat mengkonstratasikan adanya kesamaan, yaitu bahwa setiap
ideology selalu tersimpul adanya tiga unsure pokok:
a) Keyakinan. Setiap ideology selalu memuat konsep-konsep dasar yang
menggambarkan seperangkat keyakinan yang diorientasikan kepada tingkah
laku para pendukungnya untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan.
b) Mitos. Setiap ideology selalu memitoskan suatu ajaran dari seseorang atau
suatu badan sebagai kesatuan, yang secara fundamental mengajarkan suatu
cara bagaimana sesuatu hal yang ideal itu pasti akan dapat dicapai.

9
Orientasi Filsafat Pancasila

c) Loyalitas. Setiap ideology selalu menuntut adanya loyalitas serta keterlibatan


optimal para pendukungnya. Untuk mendapatkan derajat penerimaan optimal,
dalam ideology terkandung juga adanya tiga sub-unsur, yaitu: rasional,
penghaytan, dan susila.

2) Pancasila Ideologi Negara

Pancasila sebagai ideology Negara adalah merupakan seperangkat gagasan


vital yang menggambarkan sikap atau pandangan hidup bangsa Indonesia,
sebagaimana secara formal-harfiah dirmuskan dalam bagian akhir Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945.
Pancasila bukan sekedar suatu kesepakatan politik, melainkan brkembang
menjadi komitmen filsafati, merupakan buah piker atau hasil perenungan
mendalam yang mengandung kondensus transenden yang menjanjikan kesatuan
dan persatuan sikap serta pandangan dalam menyongsong hari depan yang dicita-
citakan bersama. Semenjak itu Pancasila bukan lagi sekedar alternative,
melainkan suatu imperative, sebagai sistem ideology yang diyakini kebenarannya
dan yang harus ditaati bersama.

3) Pancasila Ideologi Dinamik

Ideologi dinamik yang dimaksudkan adalah kesatuan prinsip pengarahan


yang berkembang dialektik serta terbuka penafsiran baru untuk melihat perspektif
ke masa depan dan actual antisipatif dalam menghadapi perkembangan dengan
memberikan arah yang ingin dicapai dalam melangsungkan hidup dan kehidupan
nasional.
Ideologi dunia yang terbuka adalah Pancasila dan liberal, yang keduanya
dapat dibedakan atas dasar landasan dalam keterbukaannya. Ideologi Pancasila
sebagai dasar pengembangan keterbukaannya adalah hakikat kodrat manusia
monpluralis, sehingga unsure moral menjadi landasan kebijaksanaan untuk

10
Orientasi Filsafat Pancasila

mengatasi masalah-masalah yang ada. Ideologi liberal sebagai dasar


pengembangan keterbukaannya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang kadang-kadang unsure moral tidak diperhatikan, asalkan sesuai
dengan ilmu dan teknologi itulah yang dianggap baik dan benar, sehingga
dasarnya adalah pragmatisme. Kebalikan dari kedua ideology tersebut adalah
komunis, yaitu sebagai ideology tertutup atau ideology static, karena komunis
tidak dapat menyesuaikan dengan keadaan yang terus berkembang menuntut
adanya pembaruan dan perubahan.

a) Ciri-ciri ideology dinamik

i. Ideologi dinamik bersifat realis

Ideologi dinamik bersifat realis yaitu mencerminkan kenyataan


yang hidup dan berkembnag dalam masyarakat dimana ideology tersebut
lahir dan dikembangkan. Ideologi dinamik mencerminkan bahwa dirinya
adalah merupakan kenyataan pola hidup masyarakat itu sendiri, yang
berarti juga tercegah dari kebekuan dogmatic, serta selalu dalam konteks.

ii. Ideologi dinamik adalah idealis

Ideologi dnamik bersifat idealis, yaitu konsep yang tekandung di


dalamnya mampu member harapan, optimism, serta menggugah motivasi
para pendukungnya untuk berupaya mewujudkan apa yang dicita-citakan.
Kadar atau kualitas idealisme akan sangt efektif, apabila nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya selalu actual dengan apa yang dicita-citakan runtut
menurut nalar.

iii. Ideologi dinamik adalah bersifat fleksibel

11
Orientasi Filsafat Pancasila

Ideologi dinamik bersifat fleksibel, yaitu dapat menyesuaikan diri


dengan keadaan yang terus-menerus berkembang, dan sekaligus mampu
member arah, melalui tafsir-tafsir baru yang konsisten dan relevan. Unsur
inilah yang memungkinkan setiap generasi dapat member isi dan
pengkayaan makna bagi masing-masing zaman yang dihadapinya, sehingga
mampu menemukan relevansinya.

b) Ideologi dinamik seimbang dan harmonis

Dengan mendasarkan pada hakikat kodrat manusia dalam pengembangan


Pancasila sebagai ideology terbuka maka Pancasila dapat dinyatakan sebagai
ideology terbuka yang harmonis. Ideologi yang selalu mencari keseimbangan
baik hubungan dalam rangka kesatuan maupun hubungan antar sesame
bangsa. Hubungan dalam kesatuan bangsa menggunakan pendekatan
keamanan dan kesejahteraan untuk menangkal tantanga ancaman hambatan
dan gangguan baik dari dalam maupun luar. Dalam hubungan sesame bangsa
menggunakan pendekatan ketertiban, sehingga dalam hubungan ini
mendasarkan pada kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dengan ideology terbuka yang berlandaskan hakikat kodrat manusia ini, maka
bangsa Indonesia cinta perdamaian dan lebih cinta lagi pada kemerdekaan.

b. Teori Kebenaran Dalam Pancasila

1) Teori Koherensi

Teori koherensi yang diterapkan pada ideology menyatakan bahwa suatu


penjabara dalam ideology dianggap benar bila rumusan penjabaran itu bersifat
konsisten dengan konsep-konsep dasar yang diyakini kebenarannya atau
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang diangggap benar. Jika telah sepakat
bahwa rumusan Pancasila yang berlaku sekarang adalah yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945, maka semua penjabaran Pancasila harus bertitik tolak

12
Orientasi Filsafat Pancasila

dari rumusan tersebut. Sebagai contoh rumusan sila keempat yang sebagai
landasan demokrasi Pancasila itu, harus sesuai dengan rumusan “kerakyatan yang
dipimpinolrh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Dengan
dasar rumusan ini, maka semua analisis isi arti sila keempat sebagai landasan
demokrasi Pancasila harus berpangkal pada rumusan tersbut, jika menggunakn
rumusan yang lain berarti salah.

2) Teori Korespondensi

Teori korespondensi yang diterapkan dalam ideology menyatakan bahwa


suatu pernyataan dalam ideology adalah benar jika materi pengetahuan yang
dikandung pernyataaan itu berhubungan dengan obyek yang dituju oleh
pernyataan tersebut. Pancasila dinyatakan sebagai jiwa bangsa Indonesia, sebagai
kepribadian bangsa, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan sebagai pedoman
hidup bangsa Indonesia. Hal ini dinilai benar jika sesuai dengan kenyataan sehari-
hari bangsa Indonesia, dan kenyataannya telah terbukti baik berlandaskan
perenungan maupun penelitian untuk mendukung kebenarannya.

3) Teori Pragmatis

Teori pragmatis yang diterapkan pada idelogi menyatakan bahwa suatu


maupun penjabaran dalam iseologi dapat dinilia benar jika konsekuensi dari
pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Dalam
ajaran Pancasila dikemukakan juga adanya teori “Pancasila adalah pemersatu
bangsa Indonesia”. Teori ini menunjukkan bahwa Pancasila merupakan satu-
satunya alat untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Hali ini memang dapat
digunakan secara praktis, fakta sejarah telah membuktikan bahwa baik sejak
proses penetapan Pancasila sebagai dasar Negara maupun dalam menghadapi
pemberontakan-pemberontakan yang pernah terjadi, dengan jiwa Pancasila untuk
mempersatukan bangsa semua dapat teratasi

13
Orientasi Filsafat Pancasila

BAB 3 KONSEPSI DASAR FILSAFAT PANCASILA


Adapun konsep yang dijadikan sebagai inti-mutlak yang terdapat dalam pembukaan UUD
1945 tentang Pancasila yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyataan dan keadilan. Inti-
mutlak Pancasila ini terdapat pada setiap bangsa, baik bangsa-bangsa terdahulu maupun yang
sekarang. Dalam Pancasila, sifat universal sebagai salah satu syarat sifat ilmiah dalam terpenuhi
adanya kelima hal yang sebagai inti-mutlaknya. Rumusan Pancasila secara lengkap yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
A. Asal-mula dan Dasar Pancasila
1) Pengetahuan Kausal Pancasila
Untuk pertama kalinya Pembukaan sebagai rancangan dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945
oleh Panitia Sembilan (piagam Jakarta). Pancasila diusulkan sebagai Dasar Filsafat Negara
Indonesia, yaitu pertama kali diusulkan oleh Muhammad Yamin pada tanggal 29 Mei 1945
dalam sidang BPUPKI pertama, untuk kedua kalinya diusulkan oleh Soekarno pada tanggal 1
Juni 1945 lansung dengan nama Pancasila.
Soal asal-mula atau sebab-musabab ini sangat penting di dalam penelitian sesuatu hal.
Pengetahuan tentang sebab-musabab ini, menurut Aristoteles dibedakan menjadi empat macam
sebab atau kausa.
(1) Kausa Materialis, yaitu asal-mula berupa bahan, dari apa hal sesuatu itu diadakan.
(2) Kausa Finalis, yaitu asal-mula berupa tujuan untuk apa hal sesuatu itu diadakan.
(3) Kausa Formalis, yaitu asal-mula berupa bentuk, bagaimana wujud dan bangun sesuatu hal
itu diadakkan.
(4) Kausa Efisien, yaitu asal-mula berupa karya, yaitu suatu proses untuk mewujudkan hal
sesuatu itu menjadi ada.
Teori Aristoteles tentang asal mula dapat diterapkan dalam hal apa saja yang dahulunya
tidak ada menjadi ada. Teori tersebut diterapkan pada Pancasila sebagai dasar negara yang
materinya sudah ada namun rumusannya baru kemudian, sekitar Proklamasi Kemerdekaan RI.
(1) Kausa Materialis berupa bahan bagi Pancasila, ialah tata-hidup manusia yang telah menjadi
kebiasaan dan secara alamiah terdapat dalam diri setiap manusia.

14
Orientasi Filsafat Pancasila

(2) Kausa Finalis asalah mula berupa tujuan bagi Pancasila, ialah sebagai dasar filsafat negara
yang telah diusulkannya oleh anggota BPUPKI dalam rapat pada tanggal 29 Mei 1945 dan
pada tanggal 1 Juni 1945.
(3) Kausa Formalitas, asal mula berupa bentuk bagi pancasila yakni berupa lima dasar sebagai
kesatuan yang telah dirumuskan oleh panitia sembilan dalam piagam Jakarta pada tanggal
22 Juni 1945 dan disahkan oleh BPUPKI tanggal 14 Juli 1945.
(4) Kausa Efisien asal mula berupa karya bagi Pancasila, yakni suatu usaha yang telah
menjadikannya Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia oleh pembentuk negara,
yakni PPKI pada waktu menetapkan Pembukaan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945,
yang sebelumnya hanya merupakan calon dasar filsafat negara.
A. Inti Mutlak Kehidupan Manusia
Tiga persoalan hidup manusia yang menimbulkan adanya lima hal sebagai inti-
mutlaknya Pancasila dalam kehidupan manusia, secara sederhana dapat diuraikan sebagai
berikut:
(1) Persoalan hidup menghadapi diri sendiri, yaitu persoalan dalam memenuhi tuntutan diri
pribadi termasuk juga hubungan dengan makhluk lain. Rasa yang demikian ini disebut
berkemanusiaan yang adil terhadap diri sendiri, yaitu memenuhi tuntutan dirinya.
(2) Persoalan hidup menghadapi sesama manusia, yaitu persoalan hidup manusia sebagai
penjelmaan makhluk sosial, yang cara hidup manusia ini bersama dengan manusia yang
lain. Sikap hidup yang demikian ini disebut ber-perikemanusiaan dan ada yang
menamakan sikap hidup yang humanistis, yang arti kedua istilah ini dapat dinyatakan
dengan istilah kemanusiaan yang beradap.

Selain itu di dalam hidup bersama ini dengan modal rasa cinta-kasih sesama manusia,
maka muncullah adanua ingin hidup bersatu dalam kesatuan persyerikatannya, sebagai
pengkhususan pencerminan rasa cinta kasih, baik kesatuan dalam keluarga maupun sebagai
warga negara.

Selanjutnya di dalam persatuan itu, secara alamiah muncul keinginan adanya suatu aturan-
aturan hidup bersama yang manusiawi berdasarkan warga sendiri.

Di dalam hidup bersama dalam persatuan, setiap manusia menginginkan dan menuntut
perlakuan secara adil dan dirinya dituntut juga oleh masyarakat untuk bersikap adil.

15
Orientasi Filsafat Pancasila

(3) Persoalan hidup menghadapi Tuhan, yaitu persoalan menghadapi sesuatu Dzat yang
berkuasa di luar diri manusia. Adapun pengakuan dan keyakinan tentan adanya Dzat Tuhan
yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan yang disebut dengan istilah berketuhanan.

Manusia setelah meyakini adanya Dzat Tuhan, dia menginginkan suatu kebahagian serta
pertolongan dari-Nya, dan manusia berkeyakinan juga bahwa apabila memenuhi tuntutan-Nya
niscaya akan dipengaruhi pula keinginan manusia itu. Oleh karenanya, disamping manusia
meyakini adanya Tuhan, juga ada kesadaran untuk memenuhi tuntutan tuhan.

Sebagai Ikhtisar dari uraian di atas adalah sebagai berikut:


Persoalan menghadapi diri sendiri:
1. ber-kemanusiaan yang adil
Persoalan menghadapi sesama manusia:
2. ber-perikemanusiaan atau ber-kemanusiaan yang beradab
3. ber-persatuan
4. ber-kekeluargaan atau ber-kerakyatan
5. ber-keadilan dan juga ber-keadilan sosial
Persoalan menghadapi Tuhan:
6. ber-ketuhanan
7. berketuhanan menurut dasar kemanusiaan
Lima dasar yang merupakan inti-mutlak tata hidup manusia sebagai ringkasan dari tujuh
macam dasar yang telah dibicarakan diatas adalah sebagai inti-mutlak Pancasila, yaitu
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan dan ketuhanan. Kelima hal ini dijadilan dasar-
dasar sebagai inti-mutlak untuk merumuskan Pancasila yang bersifat umum.
1.1. Intensi dan Ekstensi Pancasila
A. Intensi Inti-mutlak Pancasila
Intensi merupakan keseluruhan arti yang dimaksudkan oleh suatu term atau konsep.
Dengan kata lain dinyatakan bahwa intensi tidak lain adalah isi atau apa yang termuat salam
suatu term. Term atau konsep, berdasarkan intensinya dapat dibedakan antara: term hakikat dan
term sifat, yang masing-masing dapat berupa term konkrit dan term abstrak.
a. Hakikat Abstrak Pancasila

16
Orientasi Filsafat Pancasila

(1) Hakikat konkrit, menunjuk ke “hal”nya suatu kenyataan yang berkualitas(bentuk, berat,
rupa) dan bereksistensi(berada dalam waktu dan tempat tertentu, mempunyai hubungan
dengan obyek yang lain). Misal manusia, kera, pulau dan lain-lain.
(2) Hakikat abstrak, menyatakan suatu kualitas yang terlepas dari eksistensi tertentu, misal:
kemanusiaan, persatuan, roh, makmur dan lain-lain.
b. Sifat Abstrak Pancasila
(1) Sifat konkrit, yaitu menunjuk pen”sifatan”nya suatu kenyataan yang berkualitas dan
bereksisrensi, misal berbadan, berindra dan lain-lain.
(2) Sifat abstrak, menyatakan pensifatan yang tidak bereksistensi, misal kebijaksanaan,
kesederhanaan dan lain-lain.
B. Ekstensi Inti-mutlak Pancasila
Ekstensi adalah keseluruhan hal yang dirujuk oleh term, atau dengan kata lain
keseluruhan hal sejauh mana term itu dapat diterapkan. Term atau konsep berdasarkan
ekstensinnya dapat dibedakan menjadi:
1. Term umum
 Universal: sifat umum yang berlaku didalamnya tidak terbatas oleh ruang dan waktu,
misal: kerayaktan, bangsa, manusia dan lain sebagainya.
 Kolektif: sifat umum yang berlaku di dalamnya hanya menjunjuk pada suatu kelompok
tertentu sebagai kesatuan, misal: bangsa Cina, rakyat Indonesia.
2. Term khusus
 Partikular: sifat khusus yang berlaku didalamnya hanya menujuk sebagai tidak tertentu dari
suatu keseluruhan, misal: sebagian manusia, ada mahasiswa.
 Singular: sifat khusus yang berlaku di dalamnya hanya menujuk pada satu hal tertentu,
misal: seorang proklamator yang menjadi presiden.
C. Dua sifat umum dalam Pancasila
Inti-mutlak Pancasila mempunyai sifat universal, berikut sifat keumumannya:
(1) Ketuhanan, pengakuan dan keyakinan terhadap tuhan.
(2) Kemanusiaan, sikap dan perbuatan yang sesuai dengan manusiawi.
(3) Persatuan, kesadaran untuk mengusahakan suatu keseluruhan rakyat.
(4) Kerakyatan, sifat yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan rakyat.
(5) Keadilan, keadaan sesuai hakekat adil untuk mengakui hak semua.

17
Orientasi Filsafat Pancasila

Isi arti Pancasila yang akstrak umum umiversal adalah tetap tidak berubah dan dapat
berlaku di mana saja. Sehingga dari sifat abstrak umum universal dapat disusun isi arti
Pancasila umum kolektif sebagai pelaksanaan dalam kedudukannya dasar filsafat negara. Isi
arti pancasila umum kolektif adalah merupakan wujud pelaksanaan atau penjelmaan sebagai
pedoman praktis bagi penyelenggaraan negara. Berikut bagaimana kemungkinannya dapat
digunakan Pancasila sebagai dasar filsafat:
(1) Isi-arti umum universal, tidak hanya digunakan di Indonesia tapi juga bangsa-bangsa lain,
yaitu rumusan sila:
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaaan dalam permusyawaratan perwakilan
(2) Isi-arti umum kolektif, hanya berlaku untuk suatu kelompok tertentu, yaitu rumusan sila:
Persatuan Indonesia
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Sifat umum bagi Pancasila yang dibedakan dua macam diatas, jika menjadi satu kesatuan
sebagai perkalian logisnya hanya dinyatakan bersidat umum kolektif, walaupun ada yang
universal tetapi karena ada yang berlaku dalam lingkungan rertentu.
1.2. Perkembangan Inti-Mutlak Pancasila
A. Fase Berburu
Merupakan fase pertama dari hidup manusia bermasyarakat, yaitu sejak manusia pertama
ada, manusia hidup dengan bebas, tidak ada ikatan, segala sesuatunya tersedia di alam semesta
dengan bebas. Ketuhanan, jiwa ketuhanan dalam fase ini sudah ada, tetapi mereka belum dapat
memikirkan bagaimanakah tuhan yang berkuasa itu. Dengan kata lain jiwa ketuhanan mereka
belum dapat menembus di balik alam yang ada karena alam pemikiran mereka masih bersifat
kebendaan.Kemanusiaan, sesama manusia hanya saling mencintai dalam lingkungan keluarga,
namun tidak untuk manusia lain. Dalam fase ini sering teriadi manusia memburu manusia lain
yang tidak dikenal, dan saling membunuh. Persatuan, persatuan manusia yang kuat untuk
mempertahankan hidup dari serangan-serangan dari luar. Dan ini hanya bersatu dalam
lingkungan keluarga besar itu sendiriKerakyatan, dalam istilah ini disebut dengan
kekeluargaan. Keadilan, dilaksanakan penuh dalam lingkup keluarga besar itu sendiri.
B. Fase Berternak

18
Orientasi Filsafat Pancasila

Ketuhanan, yang dulunya menyembah pohon atau sungai, dalam fase ini mereka berilih
menyembah binatang. Kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan mereka sudah mulai
tumbuh tak hanya di lingkup keluarga tapi ke manusia lain juga.
C. Fase Cocok Tanam
Pada fase ini manusia sudah mulai bertempat tinggal. Ketuhanan, pengetahuan tuhan
mereka tidak hanya dengan melihat benda-benda saja melainkan akan sesuatu hal atau dzat
yang dianggap merubah sesuatu yaitu mereka telah percaya akan dewa. Kemanusiaan, mereka
juga saling menghargai walaupun mereka tak kenal manusia tersebut. Persatuan, mereka juga
saling bergotong-royong bersama. Kerakyatan, kelompok manusia yang sama-sama menempati
suatu daerah. Keadilan, karena pada fase ini sudah ada pimpinan, maka mereka memperhatikan
rakyat nya dengan lebih baik.
D. Fase Kerajinan
Fase ini tumbuh suatu kelas yang mengutamakn hidup dengan membuat suatu peralatan
berupa kerajinan atau alat pakai seperti pedang, cangkul, bajak dan lain-lain. Dan dalam kelima
sila, tentu juga semakin mengalam perkembangan dibandingkan fase cocok tanam.
E. Fase Industri
Fase industri ini sudah termasuk seperti zaman sekarang. Dan dalam kelima sila sudah
pasti mengalami perkembangan pesat. Mulai dari ketuhanan, menusia mempercayai hal gaib.
Serta rasa kemanusiaan, perstuan, kerakyatan dan keadilan juga sudah semakin berkembang.
F. Tinjauan Inti-Mutlak Kehidupan Manusia
Di dalam tiap fase itu, perkembangan kelima hal sebagai landasan Pancasila tidak
serentak bersama-sama.

BAB 4 POKOK – POKOK ISI AJARAN PANCASILA


A. Pengantar
Pancasila merupakan cerminan kehidupan manusia yang harmonis, dengan kata lain
selaras serasi seimbang, rumusannya harus dijelaskan bagaiman isi ajarannya itu, untuk
dihayati dan diamalkan sebagai pandangan hidup dan pedoman hidup bangsa. Isi ajaran
pancasila yang murni adalah hakikat atau esensi dari Pancasila, yang selanjutnya harus

19
Orientasi Filsafat Pancasila

ditafsirkan supaya dapat dimengerti betul maknanya secara tepat dan hal-hal yang terkandung
didalamnya.

Uraian Singkat Ajaran Sila Pertama

a. Ketuhanan
Ketuhanan berarti keyakinan dan pengakuan yang diekspresikan dalam bentuk perbuatan
terhadap Dzat Yang Maha Kuasa sebagai Pencipta. Dalam sila pertama ini ajaran agama untuk
mengetahui bagaimana maksud iman terharap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Pemikiran tentang adanya Tuhan
Hal yang tidak terbatas yang membatasi dan mewujudkan adanya himpunan sebab-akibat
ini disebut dengan istilah Yang Tak Terbatas, dan Yang Tak Terbatas inilah yang disebut
Tuhan. Jadi Tuhan itu tidak dapat dilukiskan dengan bentuk apapun, dan Tuhan itulah yang
menciptakan adanya rentetan sebab-akibat dalam alam semesta ini, dan Tuhan itu pula
merupakan sebab yang tidak disebablan oleh hal lain.
c. Yang Maha Esa
Yang Maha Esa berarti uang Maha Tunggal, tiada tersusun, tiada duanya, tunggal dalam
Dzat-Nya(tidak terdiri dari beberapa unsur), tunggal dalam sifat-Nya(sifat Tuhan yang
sempurna tidak menyerupai makhluk lain) dan tunggal dalam perbuatan-Nya(tidak ada
dorongan dari yang lain).
d. Hukum Bukti Ke-Esaan Tuhan
Akal pikiran manusia hanya mengakui satu Tuhan tiada duanya, hanya saja akal manusia
tidak tahu apa dan siapa nama Tuhan Yang Maha Esa itu. Dan karana akal manusia terbatas,
maka petunjuk Tuhan dibutuhkan untuk mengetahui dan menyebut nama Tuhan Yang Maha
Esa itu.
e. Ajaran Tentang Ke-Esa-an Tuhan
Adapun ajaran setiap agama, seperti:
1. Dalam ajaran Hindu-Dharma, dalam kitab suci Chandogya Upanisad, dijelaskan bahwa
Tuhan itu tunggal.
2. Dalam Bible kitab suci Kristiani, dalam kitab Ulangan 4:35 dijelaskan bahwa Allah ialah
Tuhan, tiada yang lain melainkan Ia.

20
Orientasi Filsafat Pancasila

3. Dalam Al-quran kitab suci Islam, terdapat banyak ajaran salah satunya Surat Al-Ikhlas
ayat 1 menjelaskan bahwa “Katakanlah Dialah Allah tuhan yang Esa”.
f. Ketuhanan Yang Maha Esa
Yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa ialah keyakinan dan pengakuan yang
diwujudkan dalam bentuk perbuatan terhadap suatu Dzat Yang Maha Tunggal tiada suanya,
yang Sempurna sebagai Penyebab Pertama.

BAB 5 MORAL NEGARA DAN FAHAM INTEGRALISTIK

Tiap sila di Pancasila memiliki fungsi sendiri dan tidak saling bertentangan tetapi saling
melengkapi. Sila pertama sebagi nilai moral bangsa, sila kedua juga sebagai moral bangsa,
sila ketiga sebagai dasar negara, sila keempat sebagai sistem negara, dan sila kelima sebagai
tujuan negara.
Fundamen moral atau asas moral negara, adalah pokok pikiran keempat. Pokok pikiran
keempat divdalamnya terkandung tiga hokum, yaitu: hokum Tuhan, hokum kodrat dan
hukum etik.
Hukum Tuhan adalah aturan hidup berdasarkan firman – firman Tuhan, tujuannya
ketaqwaan. Hokum kodrat adalah aturan –aturan hidup bersama berdasarkan pertimbangan
hati nurani manusia, yang bentuk konkritnya hak asasi manusia, tujuannya adalah keadilan.
Hokum etik adalah aturan – aturan hidup bersama berdasarkan pertimbangan baik dan buruk
dalam masyarakat, tujuannya keadaban.

BAB 6 SISTEM POLITIK DAN EKONOMI PANCASILA


Pokok pikiran tentang dasar negara, tujuan negara, dan sistem negara menjadi satu
kesatuan sebagai fundamen politik negara dan dijiwai oleh fundamen moral negara, yang artinya
politik negara Indonesia tidak boleh bertentangan dengan hukum Tuhan, hukum kodrat, dan
hukum etik, sebagai perwujudan dari fundamen moral negara, sebagaimana dibicarakan dalam
“Pancasila Yudiris Kenegaraan”.

21
Orientasi Filsafat Pancasila

A. Sistem Politik Indonesia


Dalam sistem politik Indonesia, keseimbangan partisipasi masyarakat dan inisiatif
pemerintah merupakan bentuk konkrit kerakyatan, yaitu sistem pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat. Selain itu, sistem politik Indonesia mendasarkan kebersamaan dan
kekeluargaan yang sebagaimana dijabarkan dari demokrasi Pancasila.

1. Pengertian Demokrasi Pancasila


Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yakni “demos” berarti rakyat, dan
“kratos/kratein” berarti kekuasaan/berkuasa. Jadi demokrasi artinya rakyat yang berkuasa atau
pemerintahan rakyat. Demokrasi yang berdasarkan Pancasila tercantum dalam sila keempat,
yaitu Demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Pernyataan tersebut adalah rumusan singkat demokrasi Pancasila. Dalam Pancasila, rumusannya
merupakan satu kesatuan yang saling mengkualifikasi dimana tiap sila mengandung keempat
silanya (menurut konsep Notonagoro), sehingga sila keempat dikualifikasikan oleh empat sila
lainnya. Demokrasi yang berdasarkan Pancasila mempunyai tujuan agar dapat mewujudkan
masyarakat adil, makmur, dan sejahtera baik lahir maupun batinnya.

2. Prinsip Dasar Demokrasi Pancasila


Konsep demokrasi Pancasila dengan rumusan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” sebagai prinsip-prinsip pokok yang dijiwai
oleh keempat sila lainnnya adalah mengandung empat prinsip demokrasi Pancasila, yaitu:
a. Prinsip Kerakyatan
Prinsip Kerakyatan berarti Negara Indonesia menganut faham Kedaulatan Rakyat
(kedaulatan tertinggi dalam negara berada di tangan seluruh rakyat.
b. Prinsip Hikmat-kebijaksanaan
Prinsip Hikmat-kebijaksanaan sebagai pimpinan bahswa dalam mempergunakan dan
melaksanakan kedaulatan rakyat terikat oleh pimpinan secara aturan, yang dinamakan “hikmat-
kebijaksanaan sebagai paduan antara firman-firman Tuhan Yang Maha Esa dan hasil pemikiran
manusia untuk mencari kebenaran (rasionalisme).
c. Prinsip Permusyawaratan

22
Orientasi Filsafat Pancasila

Prinsip Permusyawaratan berarti bahwa untuk memperoleh “hikmah-kebijaksanaan”


harus dilakukan melalui musyawarah, yaitu rapat sebagai forum pembicaraan, pertukaran
pikiran, dan sebagainya untuk mendapat kesepakatan dari semua pihak yang berkepentingan.
d. Prinsip Perwakilan
Prinsip Perwakilan berarti kedaulatan rakyat dalam pelaksanaannya diamanatkan untuk
dijalankan oleh wakil-wakil rakyat, yaitu penyelenggara kehidupan negara atau pemerintah
dalam arti luas.
3. Aspek-Aspek Demokrasi Pancasila
a. Aspek Formal
Aspek formal ini terutama yang menyangkut proses penunjukkan wakil-wakil rakyat
melalui Pemilihan Umum. Walaupun telah dipenuhi, Aspek ini bukan berarti bahwa demokrasi
Pancasila telah terwujud karena aspek ini hanya memperlihatkan bentuknya saja, sedangkan
yang lebih penting adalah isi dmeokrasi Pancasila tersebut.
b. Aspek Material
Aspek material menegaskan pengakuan atas harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk Tuhan, yang menghendaki pemerintahan untuk membahagiakannya dan memanusiakan
masyarakat negara atau bangsa-bangsa. Aspek ini merupakan isi demokrasi Pancasila untuk
melengkapi aspek formal sebagai bentuknya.
c. Aspek Kaidah
Aspek kaidah demokrasi Pancasila mengungkapkan seperangkat norma-norma menjadi
pembimbing dan kriteria dalam mencapai tujuan kenegaraan. Seperangkat norma-norma tersebut
harus mengikat negara dan warganya dalam bertindak dan menyelenggarakan hak dan kewajiban
serta wewenangnya. Norma-norma ini dalam negara integralistik dengan sistem demokrasi
Pancasila harus berlandaskan dengan empat prinsip, yaitu prinsip kebersamaan, prinsip
kekeluargaan, prinsip keadilan, prinsip kebenaran.
d. Aspek Tujuan
Aspek tujuan demokrasi Pancasila untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dalam
negara hukum, negara kesejahteraan, negara kebangsaan, dan negara kebudayaan.
e. Aspek Organisasi

23
Orientasi Filsafat Pancasila

Aspek Organisasi dalam demokrasi Pancasila sebagai perwujudan pelaksanaan demokrasi


Pancasila, dimana organisasi tersebut harus cocok dengan tujuan yang hendak dicapai oleh
demokrasi.
f. Aspek Semangat
Telah dikemukakan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa, “Yang sangat
penting dalam pemerintahan dan dalam hidup negara ialah semangat, semangat para
penyelenggara negara. Semangat para pemimpin pemerintahan...”. Dalam aspek ini menekankan
bahwa demokrasi Pancasila memerlukan warga negara yang berkepribadian, berbudi pekerti
luhur, dan tekun dalam pengabdian.

4. Mekanisme demokrasi Pancasila


Mekanisme demokrasi Pancasila ini terdiri atas tujuh prinsip mekanisme adalah sebagai
berikut:
a. Faham Negara Hukum
Negara Republik Indonesia adalah negara yang menganut sistem negara hukum,
menjunjung tinggi, dan taat kepada hukum hasil hikmat kebijaksanaan. Tindakan negara hukum
ini berlandaskan dua segi pokok, yaitu segi kegunaan dan landasan hukum. Jika sesuatu hal ada
kegunaannya namun tidak ada dasar hukumnya, harus ditentukan dulu dasar hukumnya, untuk
landasan bertindak. Faham negara hukum juga untuk membatasi pemerintahan yang tidak
terbatas.
b. Faham Konstitusionalisme
Faham konstitusionalisme yakni pemerintahan berdasarkan atas sistem hukum dasar yang
tidak bersifat absolutisme atau dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang termuat dalam konstitusi.
Dalam konstitusionalisme, UUD 1945 sebagai Konstitusi jelmaan pokok-pokok pikiran dalam
Pembukaan UUD 1945 pancaran dalam Pancasila, yang berfungsi sebagai:
• Dokumen yudirid yang mengatur pembagian kekuasaan antara lembang-lembaga negara
dan sistem pemerintahan negara.
• Penentu dan pembatas kekuasaan pemerintahan serta menjamin dan memelihara hak-hak
asasi warga negara.
c. Supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat

24
Orientasi Filsafat Pancasila

Penjelasan UUD 1945 menyatakan, “Kekuasaan negara yang tertinggi berada di tangan Majelis
Permusyawaratan Rakyat” yang menegaskan bahwa kedudukan MPR berada diatas lembaga-
lembaga tinggi negara. MPR sebagai jelmaan seluruh rakyat dalam memegang kekuasaan
negara, yang memilih dan mengangkat Presiden sebagai mandataris MPR dan Wakil Presiden
untuk membantu Presiden. Selain itu, MPR juga memberikan mandat untuk melaksanakan Garis-
Garis Besar Haluan Negara dan putusan-putusan majelis lainnya kepada Presiden, sehingga
pemerintahan yang dipegang oleh Presiden adalah pemerintahan atas dasar kehendak rakyat.
d. Pemerintahan yang Bertanggungjawab
Presiden ialah penyelenggara Pemerintahan Negara yang tertinggi dibawah MPR, yang
memiliki tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-Garis Besar Haluan
Negara atau ketetapan lainnya. Presiden dalam menjalankan Pemerintahan Negara, kekuasaan
dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden, dan Presiden bertanggunjawab kepada MPR.
e. Pemerintahan Berdasarkan Perwakilan
Dewan Perwakilan Rakyat merupakan wakil-wakil dari seluruh rakyat Indonesia.
Demokrasi Pancasila dilaksanakan dengan permusyawaratan dimana warga negara
melaksanakan hak-hak yang sama melalui wakil-wakilnya yang dipilih oleh dan
bertanggungjawab kepada rakyat melalui proses pemilihan yang bebas. Hal ini merupakan
Pemerintahan yang berdasarkan permusyawaratan perwakilan.
f. Sistem Pemerintahan Presidensial
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan tertinggi menurut UUD 1945 dan dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara, pelaksanaannya dibantu oleh menteri-menteri negara.
Menteri sebagai pembantu presiden dan tanggung jawab tetap ada di tangan di Presiden

25

Anda mungkin juga menyukai