Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH PRINSIP DAN KONSEP KESELAMATAN PASIEN

SERTA PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN


MANUSIA PADA KESELAMATAN

DISUSUN OLEH:
BRAINIA LOGI ANSHARI P27820820010
HERU NURMANSAH P27820820023
LELA ANDIKA SARI P27820820028
RAHMA AMALIA SYAFITRI P27820820044

KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
2020/ 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas karunia-Nya
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul
“Prinsip Dan Konsep Keselamatan Pasien Serta Pengaruh Faktor Lingkungan Dan
Manusia Pada Keselamatan” ditulis dengan tujuan untuk memberikan wawasan
pada semua pembaca.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Dosen selaku
pembimbing dan semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya
makalah ini.
Kritik dan saran kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini,
sehingga dapat bermanfaat untuk penulis dan pembaca.

Surabaya, September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................... i


Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................. 2
1.4 Manfaat .............................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3
2.1 Konsep Keselamatan Pasien ........................................................... 3
2.2 Pengaruh Faktor Lingkungan Dan Manusia Pada Keselamatan.......... 19
BAB 3 SKENARIO KASUS ............................................................................ 23
3.1 Kasus................................................................................................... 23
3.2 Analisa kasus....................................................................................... 24
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 28
4.1 Kesimpulan ……………..................................................................... 28
4.2 Saran .................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 29

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang

perlu diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan

kepada pasien. Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit

memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya

cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak

melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut

meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang

berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analis isinsiden,

kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk

meminimalkan resiko (Depkes 2008).

Rumah sakit sebagai pemberi layanan kesehatan harus memperhatikan dan

menjamin keselamatan pasien. Rumah sakit merupakan organisasi yang

berisiko tinggi terhadap terjadinya incident keselamatan pasien yang

diakibatkan oleh kesalahan manusia. Kesalahan terhadap keselamatan paling

sering disebabkan oleh kesalahan manusia terkait dengan risiko dalam hal

keselamatan, dan hal ini disebabkan oleh kegagalan sistem di mana individu

tersebut bekerja (Reason, 2009).

Keselamatan pasien tidak hanya tentang kesalahan dalam mencegah resiko

jatuh namun juga seluruh konsep keselamatan pasien serta mungkin adanya

1
pengaruh faktor lingkungan dan manusia pada keselamatan pasien. Oleh sebab

itu, makalah ini membahas tentang konsep keselamatan pasien serta pengaruh

lingkungan dan manusia pada keselamatan pasien.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaiman prinsip dan konsep keselamatan pasien serta pengaruh faktor

lingkungan dan manusia pada keselamatan?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui prinsip dan konsep keselamatan pasien

2. Mengetahui pengaruh faktor lingkungan dan manusia pada kesematan

pasien

1.4 MANFAAT

1. Mengerti prinsip dan konsep keselamatan pasien

2. Mengerti pengaruh faktor lingkungan dan manusia pada keselematan

pasien

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keselamatan Pasien ( Patient Safety)

2.1.1 Pengertian Keselamatan Pasien

Konsep keselamatan pasien (patient safety) secara mendasar diartikan

sebagai “freedom from accidental injury” oleh Institute Of Medicine (IOM).

Sejalan dengan batasan tersebut, Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(KKP-RS) mendefinisikan keselamatan pasien sebagai bebas dari cedera

(harm) yang seharusnya tidak terjadi atau potensial cedera akibat dari

pelayanan kesehatan yang disebabkan error yang meliputi kegagalan suatu

perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan

(Wardhani, 2017 : 2).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang

Keselamatan Pasien, yaitu suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih

aman. Sistem tersebut meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan

risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari

insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan

timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh

kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil.

Menurut Vincent (2008) dalam Tutiany, dkk (2017 : 2) menyatakan

bahwa keselamatan pasien didefinisikan sebagai penghindaran, pencegahan,

dan perbaikan dari hasil yang buruk atau injury yang berasal dari proses

3
perawatan kesehatan. Definisi ini membawa beberapa cara untuk

membedakan keselamatan pasien dari kekhawatiran yang lebih umum

mengenai kualitas layanan kesehatan. Berdasarkan beberapa definisi para

ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa keselamatan pasien merupakan suatu

sistem untuk melakukan pencegahan serta perbaikan yang diakibatkan dari

kesalahan pelayanan kesehatan terhadap pasien.(Permenkes No.1691/2011).

The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan pasiensebagai

freedom from accidental injury

2.1.2 Tujuan Sistem Keselamatan Pasien

Tujuan penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit antara lain:

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit

b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan

masyarakat.

c. Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD)

d. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan

KTD

Dalam upaya pencapaian tujuan keselamatan pasien ini, setiap rumah sakit

wajib melaksanakan sistem keselamatan pasien melalui upaya- upaya

sebagai berikut:

a. Akselerasi program infeksion control prevention (ICP)

b. Penerapan standar keselamatan pasien dan pelaksanaan 7 langkah

menuju keselamatan pasien rumah sakit. Dan di evaluasi melalui

akreditasi rumah sakit

c. Peningkatan keselamatan penggunaan darah (blood safety).

4
d. Dievaluasi melalui akreditasi rumah sakit.

e. Peningkatan keselamatan pasien di kamar operasi cegah terjadinya

wrong person, wrong site, wrong prosedure (Draft SPM RS:100%

tidak terjadi kesalahan orang, tempat, dan prosedur di kamar operasi)

f. Peningkatan keselamatan pasien dari kesalahan obat.

g. Pelaksanaan pelaporan insiden di rumah sakit dan ke komite

keselamatan rumah sakit.

2.1.3 Manfaat Program Keselamatan Pasien

Program keselamatan pasien ini memberikan berbagai manfaat bagi rumah

sakit antara lain:

a. Adanya kecenderungan “Green Product” produk yang aman di bidang

industri lain seperti halnya menjadi persyaratan dalam berbagai proses

transaksi, sehingga suatu produk menjadi semakin laris dan dicari

masyarakat.

b. Rumah Sakit yang menerapkan keselamatan pasien akan lebih

mendominasi pasar jasa bagi Perusahaan-perusahaan dan Asuransi-

asuransi dan menggunakan Rumah Sakit tersebut sebagai provider

kesehatan karyawan/klien mereka, dan kemudian di ikuti oleh

masyarakat untuk mencari

c. Rumah Sakit yang aman.

d. Kegiatan Rumah Sakit akan lebih memukuskan diri dalam kawasan

keselamatan pasien.

5
2.1.4 Standart Keselamatan Pasien

Standar keselamatan pasien wajib diterapkan rumah sakit dan

penilaiannya dilakukan dengan menggunakan instrumen akreditasi rumah

sakit. Standar keselamatan pasien rumah sakit disusun mengacu pada

“Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Commision on

Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA tahun 2002 yang

disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia

(Kemenkes RI, 2015).

Menurut Kemenkes RI (2015), standar keselamatan pasien terdiri dari

tujuh standar, yaitu :

1. Hak pasien

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi

tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya

kejadian tidak diharapkan.

2. Mendidik pasien dan keluarga

Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban

dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin

koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Rumah sakit

harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,

memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,

6
menganalisis secara intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan

perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien :

1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program

keselamatan pasien secara terinterasi dalam organisasi melalui

penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah

Sakit”.

2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk

identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau

mengurangi kejadian tidak diharapkan.

3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan

koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan

keputusan tentang keselamatan pasien.

4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk

mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta

meningkatkan keselamatan pasien.

5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektivitas kontribusinya dalam

meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan, dan orientasi

untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan

keselamatan pasien secara jelas.

7
2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang

berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf

serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien.

1) Rumah sakit merencanakan dan mendesaian proses manajemen

informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan

infromasi internal dan eksternal.

2) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

2.1.5 Indikator Keselamatan Pasien

Berdasarkan laporan IOM tahun 1999 tentang masalah keselamatan

pasien yang menghebohkan dunia kesehatan mendorong banyak pihak

berupaya melakukan hal untuk memperbaiki kualitas pelayanan terutama

yang berhubungan dengan keselamatan pasien. Para peneliti dalam bidang

keperawatan berusaha mengembangkan indikator mutu pelayanan

keperawatan yang potensial bersifat sensitif terhadap kepegawaian.

Needleman, et al. (2006) melakukan penelitian mengenai staffing dan

adverse outcomes. Pada penelitian tersebut dilakukan analisis regresi untuk

mengetahui hubungan variabel-variabelnya dan ditemukan adanya

hubungan antara (1) lama tinggal/ lengths-of-stay , infeksi saluran

kemih,pneumonia yang diperoleh di rumah sakit, perdarahan saluran

pencernaan atas, renjatan, atau henti jantung pada pasien-pasien penyakit

dalam, dan (2) failure to rescue, yang didefinisikan sebagai kematian pasien

yang disebabkan oleh salah satu komplikasi yang mengancam kehidupan

8
yaitu pneumonia, renjatan atau henti jantung, perdarahan saluran

pencernaan atas, sepsis atau thrombosis vena dalam pada pasien-pasien

bedah.

Penelitian yang dilakukan oleh Hickam, et al. (2003) terhadap 115

literatur mengenai pengaruh kondisi beban kerja terhadap insiden

keselamatan pasien menemukan bahwa kejadian merugikan yang paling

sering dialami oleh pasien adalah ulkus dekubitus, infeksi yang diperoleh di

rumah sakit dan pasien jatuh. Sedangkan Stanton dan Rutherford (2004)

mengemukan beberapa kejadian merugikan yang paling sering dialami oleh

pasien sebagai akibat dari kurangnya peran perawat (nurse sensitive patient

outcomes) antara lain pneumonia, perdarahan saluran pencernaan atas,

shock/henti jantung, infeksi saluran kemih,ulkus dekubitus dan failure to

rescue.

Indikator mutu layanan keperawatan yang sensitif terhadap staffing

pada saat ini secara terus menerus dikembangkan. Banyak lembaga yang

berupaya membuat indikator mutu, namun banyak dari indikator tersebut

kurang mencerminkan pengaruh pelayanan keperawatan terhadap

keselamatan pasien, karena hanya dianggap sebagai indikator kualitas

pelayanan kesehatan (ANA, 1995; Institute of Medicine , 1999, 2001, 2005;

Joint Commision, 2007 dalam Montalvo, 2007). Mulai tahun 2007, WHO

Collaborating Center For Patient Safety berupaya menetapkan Sembilan

Solusi keselamatan pasien untuk mempermudah pendeteksian terjadinya

masalah pada keselamatan pasien diRumah Sakit, yaitu : (1) Perhatikan

nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication

9
names). (2) Pastikan Identifikasi pasien, (3) Komunikasi secara benar saat

serah terima pasien, (4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang

benar, (5) Kendalikan cairan elektrolit pekat, (6) Pastikan akurasi pemberian

obat pada pengalihan pelayanan, (7) Hindari salah cateter dan salah

sambung gelamng, (8) Gunakan alat injeksi sekali pakai, dan (9) Tingkatkan

kebersihan tangan unuk pencegahan infeksi nosocomial.

2.1.6 Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik

untuk menunjang keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian

yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti

serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas

permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara

intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan

bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada

solusi-solusi yang menyeluruh. Enam sasaran keselamatan pasien adalah

tercapainya hal-hal sebagai berikut :

1. Sasaran I : Mengidentifikasi Pasien dengan Tepat

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki /

meningkatkan ketelitian dalam mengidentifikasi pasien. Kesalahan

dalam mengidentifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang

dalam keadaan yang terbius/tersedasi, disorientasi, tidak sadar,

bertukar tempat tidur / kamar / lokasi di rumah sakit, adanya

kelainan sensori, atau akibat situasi yang lain. Adapun maksud dari

sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan dalam

10
setiap kegiatan pelayanan ke pasien. Pertama untuk identifikasi

pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau

pengobatan dan kedua

Untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu

tersebut. Kebijakan atau prosedur yang dilakukan secara kolaboratif

dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi khususnya

pada proses pengidentifikasian pasien ketika pemberian obat,

darah, atau produk dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis

atau pemberian pengobatan serta tindakan lain. Kebijakan atau

prosedur tersebut memerlukan sedikitnya dua cara untuk

mengidentifikasi seorang pasien seperti nama pasien, nomor

rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-

code, dan lain-lain. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk

mengembangkan kebijakanatau prosedur agar dapat memastikan

semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi dengan tepat

dan cepat. Adapun elemen penilaian untuk sasaran ini adalah sebagai

berikut :

a. Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan menggunakan gelang

identitas sedikitnya dua identitas pasien (nama, tanggal lahir

atau nomor rekam medik)

b. Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan warna gelang yang

ditentukan dengan ketentuan biru untuk laki-laki dan merah muda

untuk perempuan, merah untuk pasien yang mengalami alergi dan

kuning untuk pasien dengan risiko jatuh (risiko jatuh telah

11
diskoring dengan menggunakan protap penilaian skor jatuh yang

sudah ada)

c. Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian obat,

darah, atau produk darah.

d. Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum mengambil darah

dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.

e. Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian

pengobatan dan tindakan/prosedur.

2. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang efektif

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan

komunikasi yang efektif antar para pemberi layanan. Komunikasi

yang dilakukan secara efektif, akurat , tepat waktu, lengkap, jelas, dan

yang mudah dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan

dapat meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi yang mudah

menimbulkan kesalahan persepsi kebanyakan terjadi pada saat

perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi

yangmudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali

hasil pemeriksaan kritis. Rumah sakit secara kolaboratif

mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur untuk perintah lisan

dan telepon termasuk mencatat perintah yang lengkap atau hasil

pemeriksaan oleh penerima perintah, kemudian penerima perintah

membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan

dan melakukan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan

dibaca ulang

12
adalah akurat. Kebijakan atau prosedur pengidentifikasian juga

menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan

kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar

operasi dan situasi gawat darurat.

Elemen penilaian pada sasaran II ini terdiri dari beberapa hal sebagai

berikut:

a. Melakukan kegiatan “READ BACK” pada saat menerima

permintaan secara lisan atau menerima intruksi lewat telepon dan

pasang stiker ‟SIGN HERE” sebagai pengingat dokter harus

tanda tangan.

b. Menggunakan metode komunikasi yang tepat yaitu SBAR (

Situasion, Background, Assesment, Rekomendation,) saat

melaporkan keadaan pasien kritis, melaksanakan serah terima

pasien antara shift (hand off) dan melaksanakan serah terima

pasien antar ruangan dengan

b. menggunakan singkatan yang telah ditentukan oleh manajemen.

3. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu di waspadai

Rumah sakit perlu mengembangkan suatu pendekatan untuk

memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,

manajemen rumah sakit harus berperan secara kritis untuk

memastikan keselamatan pasien agar terhindar daririsiko kesalahan

pemberian obat. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert

medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi

13
kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi

menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)

seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan

atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu

diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit tersebut.

Kebijakan atau prosedur juga dapat mengidentifikasi area mana

saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau

kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan

bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi

akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-

hati.

Elemen yang merupakan standar penilaian sasaran III adalah sebagai

berikut :

a. Melakukan sosialisasi dan mewaspadai obat Look Like dan

Sound Alike (LASA) atau Nama Obat Rupa Mirip (NORUM)

b. Menerapkan kegiatan DOUBLE CHECK dan COUNTER SIGN

setiap distribusi obat dan pemberian obat pada masing-masing

instansi pelayanan.

c. Menerapkan agar Obat yang tergolong HIGH ALERT berada di

tempat yang aman dan diperlakukan dengan perlakuan khusus

d. Menjalankan Prinsip delapan Benar dalam pelaksanaan

pendelegasian Obat (Benar Instruksi Medikasi, Pasien, Obat,

Masa Berlaku Obat, Dosis, Waktu, Cara, dan Dokumentasi).

14
4. Sasaran IV : Mengurangi Risiko Salah Lokasi, Salah Pasien, Dan

Salah Tindakan Operasi

Rumah sakit dapat mengembangkan suatu pendekatan untuk

memastikan pemberian pelayanan dilakukan dengan tepat lokasi,

tepat-prosedur, dan tepat- pasien. Salah lokasi, salah pasien, salah

prosedur, pada operasi adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan

kemungkinan terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini merupakan akibat

dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara

anggota tim bedah, kurangnya melibatkan pasien di dalam

penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk

verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, pemeriksaan pasien yang

tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis yang kurang tepat,

budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota

tim bedah atau operasi, permasalahan yang berhubungan dengan

tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan

pemakaian singkatan adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan

kesalahan. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif

mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur yang efektif di

dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.

Digunakan juga keadaan yang berbasis bukti, seperti yang

digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety

(2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for

Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan

15
atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus

digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh

operator yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien

terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai

saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua

kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari

kaki, lesi) atau multipel level (bagian tulang belakang). Proses

verifikasi praoperatif ditujukan untuk memverifikasi lokasi, prosedur,

dan pasien yang benar; memastikan bahwa semua dokumen, foto

(imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia dan diberi label

dengan baik serta dipampang dan melakukan verifikasi ketersediaan

peralatan khusus dan/atau implant - implant yang dibutuhkan.

Tahapan “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua

pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan dengan baik dan tepat. Time

out dilakukan di tempat dimana tindakan akan dilakukan, tepat

sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.

Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan

secara ringkas, misalnya menggunakan checklist dan sebagainya.

Elemen yang menjadi penilaian pada sasaran IV ini adalah memberi

tanda spidol skin marker pada sisi operasi (Surgical Site Marking)

yang tepat dengan cara yang jelas dimengerti dan melibatkan pasien

dalam hal ini (Informed Consent).

16
5. Sasaran V : Mengurangi Risiko Infeksi

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi

risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan yang diberikan.

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan

terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan dan peningkatan biaya

untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan

kesehatan merupakan hal yang menjadi perhatian besar bagi pasien

maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi

biasanyadijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan

termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah dan

pneumonia. Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi

lain adalah kegiatan cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.

Pedoman hand hygiene bisa dibaca di kepustakaan WHO, dan

berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit

mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan

atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand

hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk

itu di rumah sakit.Elemen yang menjadi penilaian sasaran V adalah

sebagai berikut.

a. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman Five

Moment Hand Hygiene dan digunakan dalam tatanan kesehatan

untuk pelayanan ke pasien.

b. Menggunakan Hand rub di ruang perawatan dan melakukan

pelatihan cuci tangan efektif.

17
a. Memberikan tanggal dengan menggunakan spidol atau tinta yang

jelas setiap melakukan prosedur invasif (infuse, dower cateter,

CVC, WSD, dan lain-lain).

6. Sasaran VI: Mengurangi Risiko Pasien Jatuh

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi

risiko pasien dari cedera karena jatuh. Jumlah kasus jatuh cukup

bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam

konteks masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan

fasilitasnya rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan

mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai

jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah

pasien yang bermkemungkinan mengkonsumsi alkohol, gaya jalan

dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh

pasien.Elemen yang menjadi penilaian sasaran VI adalah sebagai

berikut:

a. Melakukan pengkajian risiko jatuh pada pasien yang dirawat di

rumah sakit.

b. Melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan

risiko jatuh.

c. Memberikan tanda bila pasien berisiko jatuh dengan gelang warna

kuning dan kode jatuh yang telah ditetapkan oleh manajemen

18
2.2 Pengaruh Faktor Lingkungan dan Manusia pada Keselamatan Pasien

2.2.1 Pentingnya Faktor Lingkungan pada Keselamatan Pasien

1. Pencahayaan / penerangan

Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan

ruang. Ruang yang telah dirancang tidak dapat memenuhi fungsinya dengan

baikapabila tidak disediakan akses pencahayaan. Pencahayaan didalam

ruang memungkinkan orang yang menempatinya dapat melihat benda-

benda. Tanpa dapat melihat benda-benda dengan jelas maka aktivitas

didalam ruang akan terganggu.sebaliknya, cahaya yang terlalu terang juga

dapat mengganggu penglihatan (Santosa,2006).

2. Kebisingan

Salah satu bntuk polusi adalah kebisingan (noise) yang tidak dikehendaki

oleh indra pendengar. Kebiingan tidak dikehendaki karena dalam jangka

panjang dapat mengganggu ketenangan. Ada 3 aspek yang mnentukan

kualitas bunyi yang dapat menentukan tingkat gangguan terhadap manusia

yaitu :

1) Lama bunyi itu terdengar. Bla terlalu lama dapat menyebabkan

ketulian ( deafiness)

2) Intensitas biasanya diukur dengan satuan decibel (dB) menunjukkan

besarnya arus energy per satuan luar.

3) Frkuensi suara (Hz), menunjukkan jumlah gelombang suara yang

sampai ke telinga kita perdetiknya.

19
3. Suhu udara

Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan kondii normalsistem

tubuh dengan menyesuaikan dengan menyesuaikan diri terhadap perubahan

diluar tubuh.tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan

temperaturruang adalah jika temperature luar tubuh tidak melebihi

20%untuk kndisi panas dan 35% untuk kondisi dingin. Tubuh manusia bias

menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan proses

konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan

panas yang membebaninya.

4. Siklus udara ( ventilasi )

Udara disekitar/ udara bebas mengandung 21% oksigen, 0,03 %

karbondioksida, dan 0,9% campuran gas-gas lain. Kotrnya udara disekitar

dapat mempengaruhi kesehatan tubuh dan mempercepat proseskelelahan.

Sirkulasi udara akan menggantikan udara kotor engan udara yang bersih.

Agar sirkulasi terjaga dengan baik, dapat ditempuh dengan memberi

ventilasi yang cukup ( lewat jendela), dapat juga dengan meletakkan

tananman untukmenyediakan kebutuhan akan oksigen yang cukup

( Wignjosoebroto, 1995, hal 85).

5. Bau-bauan

Adanya bau-bauan dapat dipertimbangkan sebagai “polusi” akan dapat

mengganggu konsentrasi pekerja. Tempeatur dan kelembaban adalah dua

factor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepekaan penciuman.

Pemakaian air conditioning yang tepat adalah salah satu cara yang dapat

20
digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu sekitar

tempat kerja (Wignjosebroto,1995).

6. Getaran mekanis

Getaran mekanis adalah getaran-getaran yang ditimbulkan oleh peralatan

mekanik yang sebagian dari getaran tersebut sampai ke bagian tubuh dan

dapat menimblkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh. Besaran

getaran ini ditentukan oleh intesitas , frekuensi getaran dan lamanya getaran

itu brlangung. Sedangkan anggota tubuh memiliki frekuensi alami. Apabila

frekuensi ini beresonasi dengan frekuensi getaran akan mnimbulkan

gangguan-gangguan. Gangguan-gangguan tersebut diantaranya

mempengaruhi konsentrasi, mempercepat kelelahan, gangguan pada tubuh

(Wignjosoebroto,1995, hal 87).

2.2.2 Pengaruh Faktor Manusia pada Keselamatan Pasien

1. Pentingnya Faktor Manusia pada Keselamatan Pasien

Human factor memeriksa hubungan antara manusia dan system dan

bagaimana mereka berinteraksi dengan berfokus pada peningktan efiiensi,

kreativitas dan produktivitas, dan kepuasan pekerjaan dengan tujuan

memaksimalkan ksehatan.

2. Pengetahuan yang diperlukan

Istilah human factor atau ergonomic umumnya digunakan untuk

mendeskripsikan interaksi antara 3 aspek saling berhubungan. Individu di

tempat kerja, tugas yang dibebankan untuk individu tersebut, dan tempat

kejadiannya.

21
3. Hubungan antara Human Factor dengan Keselamatan Pasien

Dua actor dengan dampak paling banyak adala kelelahan dan stress. Ada

bukti ilmiah yang kuat yang menghubungkan kelelahan dan penurunan

kinerja sehigga menjadikan factor risiko dalam keselamatan pasien.

22
BAB 3

SKENARIO KASUS

3.1 KASUS

Pasien jatuh dari ranjang di duga keteledoran perawat

Seorang pasien lansia perempuan berusia 66 tahun yang dirawat disalah

satu Rumah Sakit daerah madura mengalami jatuh dari ranjang yang

menyebabkan tangan kirinya patah. Jatuhya lansia diduga karena

keteledoran perawat. Pasien yang sebelumnya akan menjalani operasi

payudara itu sekarang harus menunggu lebih lama untuk menjalani

operasi, lantaran harus menunggu lengannya yang patah itu sembuh.

Musibah yang menimpa pasien berawal dari perintah seorang

oknum perawat yang meminta pasien pindah ranjang karena akan

dibersihkan. Usai menyuruh pindah, sang perawat keluar ruangan.

Sepeninggal sang perawat pasien yang kondisi fisiknya lemah berusaha

turun ranjang untuk pindah. Sedetik kemudian pasien yang sudah lansia itu

terjatuh dengan lengan kirinya patah.

Direktur rumah sakit membenarkan adanya pasien alami lengan

patah karena terjatuh dari ranjang dan sudah menegur oknum perawat

yang kurang profesional tersebut.

3.2 ANALISA KASUS

Dalam kasus ini pada poin ke 6 yaitu pengurangan risiko pasien

jatuh belum terlaksana dengan baik. Karena keteledoran oknum perawat

yang tidak menjalankan prosudur SOP dalam Pencegahan Cedera pada

23
Pasien Resiko Jatuh dengan benar. Hal ini membuktikan adanya factor

manusia yang berpengaruh penting terhadap keselamatan pasien, ketika

tenaga medis yang dipekerjakan berdasarkan skill yang mumpuni,

pengetahuan yang sesuai dibutuhkan, motivasi kerja yang bagus, dan

bersertifikasi tentunya akan memberikan pelayanan yang maksimal bagi

klien.

Seperti penelitian dari Futriani (2018), dalam penelitiannya yang

berjudul “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Penerapan Standar

Keselamatan Pasien Di Instalasi Perawatan Intensif “, menyimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang kuat antara pengetahuan dan sikap perawat

dengan kualitas penerapan standart keselamatan pasien.

Namun dalam kasus ini selain dari factor manusianya perlunya

ditinjau juga dari factor lingkungan, dimana factor lingkungan juga

memiliki peran penting dalam menunjang keselamatan pasien. Factor

lingkungan dibagi menjadi 2 yaitu lingkungan fisik dan non fisik

(Nuryanti & Taufiqurrahman, 2015). Dari segi lingkungan fisik perlu

ditinjau kembali kualitas bed pasien, apakah pengaman dan pengunci

masih berfungsi atau tidak, rumah sakit memiliki gelang identitas untuk

pasien dengan riskan jatuh, adanya label (segitiga kuning) pada bed untuk

pasien riskan jatuh dan bel pemanggil di dekat bed pasien. Semua fasilitas

menunjang untuk menjamin keselamatan pada pasien.

Lingkungan non fisik, contohnya adalah menciptakan suasana

dimana keselamatan adalah sebagai budaya melalui pengaplikasian,

monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan. Menciptakan motivasi bagi

24
para perawat pelaksana untuk bekerja dengan tanggung jawab, teliti dan

profesionalitas, memberikan beban kerja yang sesuai sehingga akan

menghindari stress perawat yang berhujung pada sikap malas, teledor dan

tidak profesionalitas.

Faktor manusia dan lingkungan saling melengkapi dan

berpengaruh satu sama lain sehingga untuk dapat melaksanakan

keselamatan pasien, khususnya pada kasus jatuhnya pasien hingga

membuat cidera perlunya meningkatkan kwalitas dari factor manusia dan

lingkungannya. Menurut Partinah (2017), untuk mendukung keselamatan

pasien khususnya pada poin mencegah resiko pasien jatuh maka perlu

melakukan prosedur berikut:

1. Melaksanakan SOP untuk pasien Pre Operasi

2. Melakukan pengkajian dengan Penilaian MFS

Morse Fall Scale (MFS) merupakan salah satu instrumen yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasi pasien beresiko jatuh. Penilaian

MFS dapat dilakukan setiap pergantian shift, pasien baru masuk

ruangan, pasien pernah terjadi jatuh dan apabila ada perubahan kondisi

pasien

3. Pemasangan gelang resiko

Gelang resiko merupakan suatu identifikasi untuk mengetahui pasien

yang beresiko jatuh. Apabila nilai MFS ≥ 25 gelang resiko ini harus

dipasang dipergelangan tangan pasien

4. Pemasangan label segitiga kuning

25
Label segitiga kuning merupakan tanda untuk mengidenditifikasi

pasien beresiko jatuh. Dimana label segitiga kuning dipasang di depan

tempat tidur, supaya semua perawat dan keluarga tahu pasien tersebut

berisiko jatuh. Label dipasang setelah mendapatkan nilai MFS ≥ 25.

5. Mendekatkan barang yang sering diperlukan pasien kedekat pasien.

Meja adalah sarana yang diperlukan pasien guna menaruh barang atau

keperluan yang sering kali dibutuhkan pasien agar pasien merasa lebih

mudah mencukupi kebutuhannya dikala sedang ada keterbatasan

gerak.

6. Merendahkan tempat tidur

Tempat tidur merupakan salah satu fasilitas yang digunakan oleh

pasien. Dari tempat tidur pasien bias berisiko jatuh, maka untuk

mencegah jatuh posisi tempat tidur harus direndahkan.

7. Pemasangan pagar pengaman tempat tidur

Tempat tidur merupakan salah satu fasilitas yang digunakan oleh

pasien. Dari tempat tidur pasien bias berisiko jatuh, terutama bila

pasien ditinggal sendiri, maka untuk mencegah jatuh pagar pengaman

harus selalu terpasang dan perawat selalu menginformasikan pada

keluarga pasien.

26
BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan skenario kasus diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kasus

standart keselamatan pasien belum berjalan dengan baik dari segi faktor

lingkungan maupun dari faktor manusia (perawat) dalam upaya mencegah

pasien jatuh. Kelalaian perawat dengan tidak membantu pasien dalam

memindahkan pasien ke antar kasur (bed) juga menjadi salah satu faktor

dalam resiko pasien jatuh. Seharusnya dari pihak rumah sakit maupun dari

perawat dapat menerapkan sasaran keselamatan pasien elemen ke 6 sebagai

berikut:

1. Melakukan pengkajian risiko jatuh pada pasien yang dirawat di rumah

sakit.

2. Melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko jatuh.

3. Memberikan tanda bila pasien berisiko jatuh dengan gelang warna

kuning dan kode jatuh yang telah ditetapkan oleh manajemen.

4.2 SARAN

Diharapkan kepada rumah sakit dan perawat melaksanakan SOP untuk

pasien pre operasi, melakukan pengkajian risiko jatuh untuk lansia,

meningkatkan kompetensi perawat dan meningkatkan caring terhadap pasien.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ayunda Tri,2019.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Budaya Keselamatan Pasin Dalam

Pelaporan Insiden.

Cecep T, dkk.2016. Handover Sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien (Patient

Safety) di Rumah sakit.Jurnal Keperawatan Soedirman ( TheSoedirman Journal

Of Nurrsing),. Volume 11, No.2, Juli 2016.

Detik News, 2011, PasienJatuh Dari RanjangDidugaKeteledoranPerawat, (Daring)

https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-1684375/pasien-jatuh-dari-ranjang-

diduga-keteledoran-perawat, diaksestanggal 12 September 2020.

Hajjul Kamil.2010.Patient Safety.Idea Nursing Jurnal. Vol. 1 No.1. ISSN.2087-2879.

Lediana T & Pujianto.2018.Analisis Penerapan Prinsip Keselamatan Pasien Dalam

Pemberian Obat Terhadap Terjadinya Medication Error di Rawat Inap Rumah

Sakit X Tahun 2018.Jurnal ARSI/ Juni 2018

Lindawati T, dkk.2017.Bahan Ajar Keperawatan Menejemen Keselamatan Pasien.Cetakan

Pertama.Kementrian Kesehatan Republik Indnesia.

. Nuryanti, & Taufiqurrahman. (2015). Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Faktor Manusia
Terhadap Tingkat Kecelakaan Kerja Karyawan Pada Pt. Putri Midai Bangkinang
Kabupaten Kampar. 2(1), 1–15.
Partinah. (2017). Patient Safety Project Penurunan Kejadian Pasien Jatuh Terkait
Implementasi Standar Operasional Prosedur Resiko Jatuh Di Rawat Inap Gedung
A RS Khusus Bedah Karima Utama Surakarta. 1–9.

28

Anda mungkin juga menyukai