Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH SENI LUKIS

MENGAPRESIASI HASIL KARYA SENI RUPA ANAK

Dosen pengampuh :
Remy Juliant Fernadez M.Sn

Disususn oleh :
1. Lestika Julianti Saputri 1811240145
2. Tita Aprilia 1811240157

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam yang telah memberikan taufiq,
hidayah serta inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah ini tanpa adanya hambatan yang di luar kemampuan penulis.
Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Agung kita
Muhammad SAW, yang telah membawa risalah dari Allah terutama nabi yang
telah membawa mu’jizat-Nya yang berupa Al-Qur’an, yang dengannya bisa kita
peroleh petunjuk dan segala macam ilmu.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah banyak
berkontribusi baik pikiran maupun materi dan tidak lupa penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Remy Juliant
Fernandez , M.Sn
selaku dosen pengampuh yang telah memberi tugas dan bimbingan kepada
penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan yang itu memang kelemahan dari penulis sendiri. Untuk itu, penulis
mohon untuk diberikan kritik dan saran untuk kemajuan penulis guna perbaikan
makalah berikutnya.
Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.

Bengkulu, 04 Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Karya Seni Rupa Di Sekolah Dasar.................3
B. Apresiasi Karya Seni Rupa Anak.........................................................3
C. Karakterristik Karya Seni Rupa Anak..................................................5
D. Tipologi Karya Seni Rupa Anak...........................................................5
E. Perodisasi Karya Seni Rupa Anak........................................................8
F. Evaluasi Karya Seni Rupa Anak...........................................................15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................20
B. Saran.....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Banyak cara belajar dalam kegiatan seni rupa di sekolah dasar, selain
dari berkreasi, tanya jawab, kegiatan berapresiasi telah menjadi hal yang
banyak dilakukan di sekolah, memperlihatkan karya-karya yang ada dalam
sebuah slide atau berkunjung ke museum dan pameran contohnya, namun
dalam dunia seni rupa ada sebuah istilah yaitu “kritikus” yang mana menjadi
bagian tak terpisahkan dalam dunia kesenian. Untuk kemudian bagaimana
jika dikenalkan prosesnya atau konsep dasar bagaimana memahami seni atau
barangkali sebenarnya sudah dilakukan hanya saja istilah nya tidak
digunakan.
Tulisan ini merupakan gagasan lanjutan penelitian penulis membahas
kritik seni, menjadi sebuah ide bagaimana sebuah kritik bisa di aplikasikan di
sekolah dasar dalam peningkatan apresiasi sebagai tindakan terhadap proses
kreasi setelah mereka berkreasi. Penelitian ini merupakan usaha dalam
mencari essensi dari makna apresiasi Wan Ridwan Husen Pengembangan
Apresiasi Seni Rupa Siswa Sekolah Dasar Melalui Pendekatan Kritik Seni
Pedagogik 54 Naturalistic: Jurnal Kajian Penelitan Pendidikan dan
Pembelajaran 2, 1 (Oktober 2017): 54-61 seni rupa untuk siswa sekolah dasar
melalui kritik seni pedagogic, penelitian ini menggunakan metode kualitatif
deskriptif yang diharapkan dapat menguraikan permasalahan untuk
memecahkan masalah dengan cara study literasi, untuk kemudian dapat
diterapkan di sekolah dasar.
Sekolah adalah rumah kedua bagi siswa dimana mereka
menghabiskan banyak waktu disana untuk belajar dan bermain, menjadikan
sekolah menjadi rumah yang nyaman adalah kewajiban guru dan sekolah.
Kritik seni pedagogic merupakan proses menghargai orang lain dan diri
sendiri melalui materi seni rupa.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Pengertian pendidikan karya seni rupa di sekolah dasar?
2. Jelaskan Apresiasi karya seni rupa anak?
3. Sebutkan Karakterristik karya seni rupa anak?
4. Bagaimana Tipologi karya seni rupa anak?
5. Sebutkan Perodisasi karya seni rupa anak?
6. Bagaimana Evaluasi karya seni rupa anak?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui Pengertian pendidikan karya seni rupa di sekolah
dasar.
2. Untuk Mengetahui Apresiasi karya seni rupa anak.
3. Untuk Mengetahui Karakterristik karya seni rupa anak.
4. Untuk Mengetahui Tipologi karya seni rupa anak.
5. Untuk Mengetahui Perodisasi karya seni rupa anak.
6. Untuk Mengetahui Evaluasi karya seni rupa anak.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan Seni Rupa di Sekolah Dasar


Pengembangan apresiasi seni untuk SD hendaknya mengutamakan
kegiatan praktek, tidak hanya ceramah atau mengisi soal saja, kegiatan
praktek dilanjutkan dengan mengevaluasi dengan kegiatan kritik seni,
diharapkan selain berkreasi siswa melakukan apresiasi. Kritik seni pedagogic
diarahkan supaya siswa dibimbing untuk membicarakan karyanya atau
mengapresiasi karya temannya, guru merangsang agar siswa menceritakan
bagaimana kehidupan atau minat siswa terhadap apa yang mereka buat
kedalam sebuah karya, selain menelusuri latar belakang karya, siswa
diharapkan berani mengungkapkan gagasan berkarya baik secara lisan
maupun secara tulisan.
Sebuah kutipan berikut menyatakan tujuan pendidikan seni yang bisa
kita jadikan pijakan bagaimana mengajar seni, khususnya pada sekolah
tingkat dasar “Tujuan pendidikan seni adalah mengembangkan pengalaman
estetik siswa agar memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap sesuatu yang
indah, mudah dan cermat menerima rangsangan dari luar, mudah tersentuh
nuraninya sehingga menjadi manusia yang sensitive.”(jazuli,2008:18).

B. Apresiasi Karya Seni Rupa Anak


Di sadari atau tidak, kegiatan apresiasi telah banyak di gunakan
sebagai salah satu kegiatan pembelajaran seni rupa di sekolah, dengan
berbagai metode yang digunakan, hasil dari kegiatan apresiasi ini tidak saja
untuk sebagai sarana memahami atau menghargai karya seni, tetapi penting
bagi siswa untuk mengimplementasikan dalam menghargai berbagai
perbedaan yang dijumpai dalam keseharian mereka,. Dengan belajar
berapresiasi mereka juga didorong untuk menumbuhkan sensitifitas baik
terhadap sesama atau terbangunnya kepedulian terhadap karya seni dan
warisan budaya bangsa. Secara umum istilah apresiasi seni atau
mengapresiasi karya seni berarti memahami sepenuhnya seluk-beluk karya
seni serta menjadi sensitif (peka) terhadap segi- segi estetikanya. Dalam
sebuah kutipan berikut dijelaskan bagaimana apresiasi membentuk seseorang
menjadi sensitive, serta melatih bagaimana mengamati dan berani menggapi
sebuah karya seni,
“Apresiasi mengerti dan menyadari sepenuhnya seluk beluk hasil seni
serta menjadi sensitive terhadap segi-segi di dalamnya, sehingga mampu
menikmati dan menilai karya dengan semestinya. Kemampuan mengamati
dan menanggapi karya seni atau bentuk visual atau tekstual yang ada dalam
karya seni, disana bukan sekedar kemampuan mencatat ciri-ciri (atau data)
yang ada pada objek, namun lebih dari itu, kesanggupan menemukan
kandungan objek itu menjadi penting. Beberapa hal yang penting dalam
mengamati/mengapresiasi karya seni adalah seringnya mengamati (perception
constancy), latar belakang informasi, kondisi psikologi saat mengamati
karya” (susanto, 2003:27) Adapun pendapat lain mengenai apresiasi,
“Berapresiasi (to appreciate) berarti menghargai.
Kata menghargai melibatkan dua pihak, yaitu subjek sebagai pihak
yang memberi penghargaan dan objek yang bernilai sebagai pihak yang
dihargai. Subjek akan memberikan penghargaan dengan tepat apabila ia
mampu mengamati dan menilai apa yang bermakna dalam objek.
Sesungguhnya, semua pengertian yang menambah pengetahuan dan
pengalaman kita adalah sesuatu yang kita hargai. Oleh karenanya berparesiasi
dapat memberi kepuasan intelektual, mental dan spiritual seseorang. Dari
sinilah pentingnya kegiatan berapresiasi dalam pendidikan seni karena siswa
memperoleh pengalaman menyerap, menyaring, menyikap, mentafsirkan dan
menanggapi gejala estetik baik pada karya seni maupun alam. Dengan
pengalaman seperti itu dapat dikembangkan pula kepekaan terhadap gejala-
gejala lain, seperti gejala yang berhubungan dengan segala fenomena
kehidupan, etik-moral, dan ketuhanan. Dengan kata lain bahwa dalam
kegiatan berparesiasi potensi afeksi siswa menjadi focus dan sasaran
perhatian agar lebih berdaya dan berkembang. “ ( jazuli, 2008:80)
C. Karakteristik Karya Seni Rupa Anak
Hasil suatu karya seni sesungguhnya sangat dipengaruhi dan bahkan
ditentukan oleh pelaku seni itu sendiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa
karya seni anak bersifat ekspresif karena karya rupa mereka umumnya
merupakan suatu ungkapan yang kuat, jujur, langsung berangkat dari hati dan
dari dalam dirinya. Bersifat dinamis yaitu artinya karya mereka umumnya
mengesankan sesuatu yang bergerak terus. Pada pemilihan warna misalnya
anak lebuh suka pada warna kontras, tajam atau mencolok.

D. Tipologi Karya Seni Rupa Anak


Apa yang digambarkan merupakan hasil apa yang dilihat dan
dirasakan. Apa yang digambar bukan hanya yang sedang ia pikirkan,
melainkan apa yang dilihat dengan perasaan yang diasosiasikan. Anak dapat
meniru alam, mengubah, mengurangi atau menghilangkan sebagian objek
yang digambarkannya.( Alexander Aria Teja, 2013:23 )
Pengetahuan tentang tipe-tipe lukisan anak sangat diperlukan untuk
mengenal dunia seni rupa mereka. Pengetahuan ini sangat diperlukan agar
tidak memaksa anak untuk memilih atau mengukur keberhasilan agar anak-
anak dengan satu tipe saja, dengan mengetahui bahwa setiap anak mempunyai
gaya masing-masing dalam menyampaikan ungkapan perasaannya melalui
lukisan yang dibuatnya.
Menurut Garha (1980:113) penjelasan lebih lanjut tipe gambar
anak adalah sebagai berikut:.
1. Visual
Pada tipe ini, anak cenderung lebih mengutamakan pengamatan
mata daripadasuasana hati. Kecenderungan pengamatan anak terhadap
lingkungannya lebih mengarah pada faktor objektif, dimana anak akan
mengekspresikan segala sesuatu yang ada di lingkungannya ke dalam
sebuah kertas, sehingga gambar yang dihasilkan sesuai dengan apa yang
ditangkap oleh indera anak, sebagaimana dikemukakan oleh Lowenfeld
dan Brittain (1964:260) bahwa perantara utama untuk kesan visual adalah
mata. Kemampuan untuk mengamati secara visual tidak tergantung
sepenuhnya pada kondisi fisik mata. Kesadaran visual yang rendah tidak
selalu ditentukan oleh ketidaksempurnaan mata.
Sebaliknya, percobaan yang sama telah membuktikan, kepekaan
dalam mengamati adalah faktor utama. Kepekaan anak terhadap objek
yang sedang diamatinya dipengaruhi oleh faktor rasio yang berkembang
lebih baik dibandingkan dengan faktor emosinya. Lowenfeld dan Brittain
(1964:261) memandang bahwa anak dengan tipe visual dipengaruhi oleh
dua faktor sebagaimana pendapatnya sebagai berikut.
Penetrasi visual berhubungan dengan dua faktor: pertama, dengan
analisis karakteristik bentuk dan struktur dari objek itu sendiri; dan
kedua, dengan efek perubahan bentuk-bentuk ini dan struktur yang
ditentukan oleh cahaya, bayangan, warna, suasana, dan jarak. Mengamati
dengan detail tidak selalu bentuk ingatan visual; itu bisa menjadi indikasi
dari memori yang baik serta ketertarikan subjektif dalam rincian ini.
2. Haptik
Pada tipe ini, gambar anak yang dihasilkan tidak berdasarkan
pada pengamatan anak terhadap lingkungannya, akan tetapi anak lebih
mengutamakan ungkapan perasaannya, sehingga gambar yang dihasilkan
tidak sesuai dengan apa yang dilihat. Gambar dengan tipe haptik ini
dapat dikatakan bersifat subjektif sebagaimana dikemukakan Lowenfeld
dan Brittain (1964: 261) sebagai berikut. Perantara utama untuk jenis
individu yang bersifat haptic adalah sensasi otot tubuh, pengalaman
kinestetik, kesan sentuhan, dan semua pengalaman yang menempatkan
diri dalam nilai hubungan ke dunia luar.
Dalam jenis haptik ini, seseorang diproyeksikan sebagai aktor
sejati dalam gambar yang karakteristik aslinya adalah hasil dari sintesis
tubuh, emosi, dan pemahaman intelektual dari bidang dan bentuk.
Ukuran dan ruang ditentukan oleh nilai emosional mereka. Interaksi
dengan lingkungannya memungkinkan anak memperoleh berbagai
pengalaman baru, sensasi dengan aktivitas, dan segala kesan yang
tersimpan dalam pikirannya.
3. Campuran (Visual-Haptik)
Tipe ini merupakan perpaduan antara tipe visual dengan tipe
haptik, sehingga karya yang dihasilkan mengandung unsur-unsur bertipe
visual dan juga haptik. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa
gambar ekspresi yang dibuat oleh anak tidak hanya dikategorikan
berdasarkan periodisasi saja, melainkan kecenderungan perasaan yang
digunakan anak juga ikut mempengaruhi hasil karyanya.
Tipe visual ditandai dengan kepekaan anak terhadap objek yang
sedang diamatinya yang dipengaruhi oleh faktor rasio yang berkembang
lebih baik dibandingkan dengan faktor emosinya. Tipe haptik ditandai
dengan gambar anak yang dihasilkan tidak berdasarkan pada pengamatan
anak terhadap lingkungannya, akan tetapi anak lebih mengutamakan
ungkapan perasaannya. Sedangkan tipe campuran merupakan perpaduan
antara tipe visual dan haptik.
Sedangkan menurut Hajar Parmadi dalam beberapa tipe lukisan anak
dibagi menjadi berikut:
1. Haptic
Menurut Hajar Parmadi , kata haptic diambil dari istilah komputer
“the haptic interface. Which relays the sense of touch and other physical
sensations in the virtual world is the least developed and perhaps the
most challenging to create” (1993-2003 Microsoft Corporation). Jika
selanjutnya dikatakan dengan lukisan anak, maka tipe haptic adalah jenis
karya lukis anak yang lebih cenderung mengungkapkan rasa dari pada
pikiran. Sehingga model bentuk tampilannya kelihatan ekspresif dan
menghasilkan bentuk perasaan, barangkali bentuk dapat didefinisikan
dengan objek realistic namun kadangkala maksudnya tidak jelas atau
mirip dengan lukisan abstrak (bagi pandangan orang dewasa).
2. Non Haptic
Jika tipe haptic mengandalkan rasa tahu hadir dari dorongan rasa
(emotionalmotivation) maka, tipe non haptic cenderung dapat pengaruh
dari intlektualmotivation. Oleh karenanya, figur-figur dan bahkan alur-
alur cerita tampak jelas.Pikran anak dapat dibaca dalam lukisan lagi pula
bentukpun mudah dikenal maksudnya.
3. Willing Type
Jika diambil dari kata will yang akan atau hendak, maka istilah
“willing type”merujuk maka tipe seseorang yang menghasilkan akan
sesuatu. Tipe harapan (willingtype) dalam lukisan anak ditunjuk oleh
tema yang diangkat dalam materi pokoklukisan (subjektif materi) berupa
ungkapan harapan anak terhadap keinginan, ciri-ciriataupun yang lain
seperti ramalan kejadian yang akan datang.

E. Periodisasi Karya Seni Rupa Anak


1. Periodisasi Perkembangan Seni Rupa anak-anak
Pembagian  masa/periodisasi  dimaksudkan  untuk  lebih 
mengenal  karya  seni rupa  anak  dalam  hal  melakukan  kegiatan  dan 
penilaian.  Pada  umumnya  semua periodisai  yang dikemukakan oleh
para  ahli   memiliki kesamaan,  misalnya  dimulai dari dua tahun.
Periodisasi  masa  perkembangan  seni rupa anak menurut 
Viktor  Lowenfeld dan Lambert Brittain dalam:  Creative  and  Mental 
Growth adalah
a. Masa mencoreng (scribbling)  : 2-4 tahun
b. Masa Prabagan (preschematic) : 4-7 tahun  
c. Masa Bagan (schematic period) : 7-9 tahun
d. Masa Realisme Awal  (Dawning Realis)  : 9-12 tahun  
e. Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic)  : 12-14 tahun  
f. Masa Penentuan (Period of Decision) : 14-17 tahun.
Penjelasan periodisasi perkembangan seni rupa anak diatas
adalah sebagai berikut:
a. Masa Mencoreng (scribbling)   : 2-4 tahun
Goresan-goresan yang dibuat anak usia  2-3  tahun belum
menggambarkan suatu  bentuk objek. Pada awalnya,  coretan 
hanya  mengikuti  perkembangan gerak motorik. 
 Biasanya,  tahap  pertama  hanya  mampu  menghasilkan 
goresan  terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal. Hal  ini
tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik  anak  yang  masih 
mengunakan  motorik  kasar.  Kemudian,  pada perekembangan 
berikutnya  penggambaran  garis  mulai  beragam  dengan  arah 
yang bervariasi pula. Selain itu mereka juga sudah mampu
mambuat garis melingkar.
Periode ini  terbagi ke dalam  tiga tahap, yaitu: 1) corengan
tak beraturan, 2) corengan terkendali, dan 3) corengan bernama.
Ciri gambar yang dihasilkan anak pada tahap  corengan tak
beraturan  adalah bentuk  gembar  yang  sembarang,  mencoreng 
tanpa  melihat  ke  kertas,  belum  dapat membuat corengan berupa
lingkaran dan memiliki semangat yang tinggi.
contoh: 

Karya Anak Umur 4 tahun


masa mencorang
(foto: rido amriadi)
Corengan terkendali ditandai dengan  kemampuan anak
menemukan kendali visualnya terhadap coretan yang dibuatnya.
Hal  ini  tercipta dengan telah adanya  Kerjasama antara koordiani 
antara perkembangan  visual  dengan  perkembamngan motorik. 
Hal  ini  terbukti  dengan  adanya  pengulangan  coretan  garis 
baik  yang  horizontal , vertical, lengkung , bahkan lingkaran.
Corengan bernama merupakan tahap  akhir  masa  coreng
moreng. Biasanya terjadi menjelang usia 3-4 tahun, sejalan dengan
perkembangan bahasanya anak mulai mengontrol goresannya 
bahkan telah memberinya  nama,  misalnya: “rumah”, “mobil”, 
“kuda”. Hal ini dapat  digunakan  oleh  orang  tua  atau  guru  pada 
jenjang pendidikan  usia  dini  (TK)  dalam  membangkitkan 
keberanianan  anak  untuk mengemukakan  kata-kata  tertentu 
atau  pendapat  tertentu  berdasarkan  hal  yang digambarkannya.
b. Masa Prabagan (preschematic)  : 4-7 tahun
Kecenderungan umum pada tahap ini,  objek  yang 
digambarkan  anak biasanya  berupa  gambar  kepala-berkaki. 
Sebuah  lingkaran  yang  menggambarkan kepala kemudian pada
bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki. 
Ciri-ciri yang  menarik lainnya  pada  tahap  ini  yaitu  telah 
menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi 
kesan  objek  dari  dunia  sekitarnya. Koordinasi  tangan lebih 
berkembang.  Aspek  warna  belum ada  hubungan  tertentu
dengan  objek,  orang  bisa  saja  berwarna  biru,  merah, coklat 
atau warna lain  yang disenanginya. Penempatan  dan ukuran objek 
bersifat  subjektif,  didasarkan  kepada kepentingannya. Ini 
dinamakan  dengan  “perspektif batin”. Penempatan objek dan
penguasan ruang belum dikuasai anak pada usia ini.
Contoh:
Karya anak usia 6 tahun
masa prabagan
( foto: rido amriadi)

ciri-ciri pra bagan juga, sudah dapat mengendalikan gerak


tangan, gambar tidak ada kaitannya dengan obyek yang di lihat,
seperti gambar di atas, dominan kuning, padahal anak sering
melihat warna langit yang biru.
c. Masa Bagan (schematic period)   : 7-9 tahun
Konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung
mengulang bentuk. Gambar      masih  tetap  berkesan  datar  dan 
berputar  atau  rebah  (tampak  pada penggambaran pohon di kiri
kanan jalan yang dibuat tegak lurus dengan badan jalan, bagian 
kiri  rebah  ke  kiri,  bagian  kanan  rebah  ke  kanan).  Pada 
perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan
dibuatnya garis pijak (base line).
Penafsiran  ruang  bersifat  subjektif,  tampak  pada 
gambar  “tembus  pandang” (contoh:  digambarkan  orang makan 
di ruangan,  seakan-akan  dinding  terbuat  dari kaca). Gejala  ini 
disebut  dengan  idioplastis  (gambar  terawang,  tembus  pandang).
Misalnya  gambar  sebuah  rumahyang seolah-olah  terbuat dari
kaca  bening,  hingga seluruh isi di dalam rumah kelihatan dengan
jelas.
ZCONTOH:
karya anak usia 8 tahun
masa bagan
(foto: rido amriadi)

d. Masa Realisme Awal  (Dawning Realism)  : 9-12 tahun


Pada  periode  Realisme  Awal,  karya  anak  lebih 
menyerupai  kenyataan. Kesadaran perspektif mulai muncul,
namun berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan 
objek  dalam  lingkungan.  Perhatian  kepada  objek  sudah  mulai
rinci.  Namun  demikian,  dalam  menggambarkan  objek,  proporsi 
(perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya.  Pemahaman 
warna  sudah  mulai disadari. Penguasan konsep  ruang mulai 
dikenalnya sehingga  letak  objek  tidak lagi  bertumpu  pada  garis 
dasar,  melainkan  pada  bidang  dasar  sehingga  mulai ditemukan 
garis  horizon.  Selain  dikenalnya  warna  dan  ruang,  penguasaan 
unsur  desain seperti keseimbangan dan irama mulai dikenal pada
periode ini.
contoh:
karya anak usia 10 tahun
masa realisme awal
(foto: rido amriadi)

Ada  perbedaan  kesenangan  umum,  misalnya:  anak  laki-


laki  lebih  senang kepada menggambarkan kendaraan, anak
perempuan kepada boneka atau bunga.
e. Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic) : 12-14 tahun
Pada  masa  naturalisme  semu,  kemampuan  berfikir 
abstrak  serta  kesadaran sosialnya  makin  berkembang.  Perhatian 
kepada  seni  mulai  kritis,  bahkan  terhadap karyanya  sendiri. 
Pengamatan  kepada  objek  lebih  rinci.
contoh: 
Karya anak usia 12 tahun
masa naturalisme
(foto: rido amriadi)
f. Masa Penentuan (Period of Decision) : 14-17 tahun.
Pada  periode  ini  tumbuh  kesadaran  akan  kemampuan 
diri.  Perbedaan  tipe individual  makin  tampak.  Anak  yang 
berbakat  cenderung  akan  melanjutkan kegiatannya  dengan  rasa 
senang,  tetapi  yang  merasa  tidak  berbakat  akan meninggalkan 
kegiatan  seni  rupa,  apalagi  tanpa  bimbingan.  Dalam  hal  ini 
peranan guru banyak  menentukan,  terutama dalam meyakinkan
bahwa keterlibatan manusia dengan seni akan berlangsung terus
dalam  kehidupan. Seni bukan  urusan seniman saja, tetapi urusan
semua orang  dan siapa pun tak akan terhindar dari sentuhan seni
dalam kehidupannya sehari-hari
contoh:
karya anak usia 16 tahun
masa penentuan
(foto: rido amriad)

F. Evaluasi Karya Seni Rupa Anak


Evaluasi merupakan proses atau bentuk penghargaan dan penilaian
terhadap suau hal yang berhubungan dengan karya seni dan karya sastra.
Dalam proses evaluasi terdapat apresiasi didalamnya. Kegiatan Apresiasi seni
meliputi dua hal yaitu bersifat pengenalan terhadap Karya Seni dan menuntut
adanya pengamatan Seni secara mendalam yang berisi proses pengamatan,
penalaran, penafsiran dan mengevaluasi atau mengkritik suatu karya seni.
Pengertian Kritik Seni
Istilah “kritik seni”, dalam bahasa Indonesia, sering disebut dengan
istilah “ulas seni”, “kupas seni”, “bahas seni” atau “bincang seni”. Pada
umumnya istilah “kritik seni” terkait dengan masalah seni, dan bertujuan
mendeskripsikan, menganalisis, menginterpretasi, dan menilai karya seni
(Nooryan Bahari, 2014: 2-3).
Kritik seni adalah kegiatan menanggapi karya seni untuk
menunjukkan kelebihan dan kekurangan suatu karya seni. Keterangan
mengenai kelebihan dan kekurangan ini dipergunakan dalam berbagai aspek,
terutama untuk menunjukkan kualitas dari sebuah karya. Kritik karya seni
tidak hanya meningkatkan kualitas pemahaman dan apresiasi terhadap sebuah
karya seni, tetapi juga dipergunakan sebagai standar untuk meningkatkan
kualitas proses dan hasil berkarya seni. Tanggapan dan penilaian yang
disampaikan oleh seorang kritikus ternama sangat mempengaruhi persepsi
penikmat terhadap kualitas sebuah karya seni bahkan dapat mempengaruhi
penilaian ekonomis (harga jual).
Dalam kritik karya seni rupa kritikus dapat memberikan tanggapan
dan evaluasi berdasarkan aspek-aspek simbol, jenis, fungsi, dan nilai estetis
yang terdapat dalam karya tersebut. Mengeritik sebuah karya seni rupa tidak
bertujuan untuk mencari-cari kesalahan, kekurangan atau kelemahan sebuah
karya seni rupa. Pada dasarnya melalui kegiatan kritik karya seni rupa dapat
belajar memberikan penilaian secara objektif terhadap kualitas karya seni,
untuk meningkatkan kualitas wawasan, tanggapan dan kepekaan kamu
terhadap karya seni. Hasil tanggapan dan evaluasi terhadap karya diharapkan
mendorong perupa untuk meningkatkan kualitas karyanya. Untuk dapat
memberikan apresiasi dapat dilakukan dengan mengamati unsur-unsur dalam
sebuah karya. Beberapa unsur yang dapat diamati antara lain sebagai berikut.
1. Simbol
Dalam senirupa kata simbol dapat diartikan sebagai makna yang
dikandung dalam karya seni rupa baik pada wujud objeknya maupun
pada unsur-unsur seni rupanya.  Misalnya unsur warna hijau yang
dominan adalah simbol kesuburan.  Patung dengan objek kuda sebagai
simbol kegagahan.  Secara konseptual kata simbol memiliki pengertian:
a. Sesuatu yang biasanya adalah tanda yang mengantikan gagasan
atau objek tertentu
b. Kata, tanda, atau isyarat yang digunakan untuk mewakili sesuatu
yang lain
c. Mewakili kesepakatan,  persetujuan atau kebiasaan.
d. Suatu tanda konvensional yaitu sesuatu yang dibangun oleh
masyarakat atau induvidu-induvidu tertentu yang kurang lebih
standar yang disepakati atau dipakai anggota masyarakat itu.
2. Jenis
Jenis karya seni rupa sangat beragam.  Pengelompokkan jenis
karya seni rupa dapat dilakukan berdasarkan teknik pembuaan, bahan
dan medium objek, tema, isi pesan dan gaya pengungkapannya
Beberapa teknik dalam karya seni rupa dua dimensi yaitu:
a. Linier yaitu cara menggambar dengan teknik menutup objek
dengan garis
b. Blok yaitu menutup obyek lukis dengan satu warna
c. Arsir menutup objek lukis dengan pulasan garis sejajar atau
menyilang
d. Dusel yaitu membuat elap atau terang objek lukis dengan goresan
miring menggunakan pensil
e. Pointilis menghitamkan obyek lukis dengan titik-titik
f. Aquarel menggunakan sapuan tipis cat air
g. Plakat yaitu menggunakan sapuan tebal dengan cat minyak
Adapun teknik dalam karya seni rupa tiga dimensi yaitu teknik
pahat, teknik butsir, teknik cor, teknik las, dan teknik cetak.
3. Fungsi
Jenis karya senirupa dapat dikategorikan berdasarkan
fungsinya.  Berdasarkan fungsinya karya seni rupa dikelompokkan
menjadi karya senirupa murni dan senirupa terapan.
4. Nilai estetis
Nilai estetis secara umum dimaknai sebagai nilai keindahan dari
sebuah karya seni rupa.  Nilai estetis pada karya seni rupa dapat dilihat
dari unsur-unsur senirupa yang terdapat pada sebuah karya seni rupa,
dan juga prinsip-prinsip seni rupa.  Unsur-unsur karya seni rupa
misalnya warna, bangun, bidang, tekstur, garis dan sebagainya.

Secara umum untuk mengevaluasi/mengkritisi karya seni harus


memahami dahulu seluk belu karya seni serta peka terhadap unsur
estetiknya.
Berikut ini contoh karya seni rupa mengevaluasi karya seni
rupa:

Aspek
Gambar yang Uraian Hasil Pengamatan
Diamati
Simbol Manusia sebagai mahluk sosial senantiasa
berhubungan dengan sesamanya.
Jenis Karya seni rupa patung teknik cetak (casting)
Fungsi Seni rupa tiga dimensi murni
Nilai Bentuk fisik baik proporsi maupun gerak
Estetis

Simbol Mengungkapkan sebuah proses pencarian


eksitensi jati diri manusia serbagaimana
layaknya sang Brahmana pengembara.
Jenis Seni rupa dua dimensi teknik pakat (cat
minyak)
Fungsi Seni rupa dua dimensi murni
Nilai Kisah perjalanan spiritual dalam gaya
Estetis Surrrealisme dekoratif yang sarat dengan
imaji. 
Simbol Simbol dari bentuk dasar lingkaran besi yang
mempunyai esensi sebuah proses pencarian jati
diri yang kuat tiada henti.
Jenis Seni tiga dimensi teknik cor
Fungsi Seni rupa tiga dimensi murni
Nilai Warna yang berupa pamor gurat-gurat pijar api
Estetis merujuk motif alam dengan sifat yang keras
dan dramatis.
Simbol Melambangkan keagungan anugerah Yang
Maha Esa
Jenis Seni rupa dua dimensi teknik plakat
Fungsi Seni rupa dua dimensi murni
Nilai Perpaduan warna dan bentuk yang sangat
Estetis menarik 

Simbol Keragaman mewujudkan keatuan yang utuh


Jenis Seni rupa dua dimensi grafis teknik cetak
digital
Fungsi Seni rupa dua dimensi murni
Nilai Perpaduan warna dan bentuk yang sangat
Estetis menarik

Simbol Dalam karya ini seorang wanita yang memakai


rok dan bersepatu, serta anak-anak yang juga
memakai rok menjadi kontras sekaligus
sebagai simbol perubahan zaman.
Jenis Seni rupa dua dimensi teknik cukil kayu
Fungsi Seni rupa dua dimensi murni
Nilai Pencahayaan, dan detail bentuk-bentuknya
Estetis telah mencapai keunggulan, sehingga karya
seni grafis yang realistik ini terasa hidup.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan mengamati dan menilai lukisan tersebut kita telah
mengapresiasi suatu karya seni rupa. Dengan demikian kita dapat merasakan,
menikmati, menghayati dan menghargai nilai-nilai keindahan dalam karya
seni serta menghormati keberagaman konsep dan variasi konvensi artistik
yang telah dituangkan dalam lukisan tersebut. Itulah yang dimaksud
mengapresiasi karya seni rupa dengan baik.

B. Saran
Setelah membaca makalah tersebut diharapkan pembaca dapat
mengetahui makna apresiasi seni rupa dan mampu mengapresiasi karya seni
rupa dengan baik. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pemikiran dan sumber
yang diperoleh penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Garha, Oho dan Md. Idris. 1979. Pendidikan Kesenian Seni Rupa
ProgramSpesialisasi II untuk SPG. Jakarta: Depdikbud
Sumanto. 2006. Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
PendidikanTinggi Direktorat Ketenagaan.
Hajar, Pamadhi. 2004. Apresiasi Seni Rupa Anak. Bahan Penelitian
Pengembangan.Modul Fikip-UT
Red,Herbert. 1958. In Education Through Art. London:Faber and Faber
Galih Rosadi Dwi Permana.2016.” SENI LUKIS KARYA ANAK MASA PRA-
BAGAN (4-7 TAHUN) PADA LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL
(Studi pada TK Aisyiyah Bustanul Athfal dan SD Muhammadiyah 01
Surakarta)”. Skripsi. Surakarta: Institut Seni Indonesia

Anda mungkin juga menyukai