Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ETIKA BIOMEDIK

OLEH

Atep Saripudin – MRS-XK31/20


NPM : 20305008

POLITEKNIK PIKSI GANESHA BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya jualah sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul Etika Biomedik ini dapat terselesaikan.

Dalam penulisan makalah ini kami tidak henti-hentinya mengucapkan


banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.

Kami sadar sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan sebagaimana pepatah “Tak ada gading yang tak retak”. Oleh
karenanya kami membuka tangan selebar-lebarnya guna menerima saran dan
kritik membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya kami mengharapkan agar makalah ini dapat berguna bagi para
mahasiswa khususnya di jurusan Analis Kesehatan.

Sekian dan Terima Kasih.

Bandung, 26 November 2020

Atep Saripudin

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul……………………………………………………………… i
Kata Pengantar……………………………………………………………….. ii
Daftar Isi……………………………………………………………………… iii
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………… 4
A. Latar Belakang……………………………………………………….. 4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 4
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………… 4
BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………………………… 6
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………….. 24
A. Simpulan........................................................................................... 24
B. Saran……………………………………………………………… 24
Daftar Pustaka……………………………………………………………….. 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang semakin pesat membuat akses informasi yang
beredar seolah tak terbendung. Masyarakat semakin cerdas dalam menentukan
pilihan, yang salah satunya adalah pilihan dalam urusan kesehatan. Dengan akses
informasi yang tak terbatas inilah, masyarakat semakin diperdalam
pengetahuannya dalam bidang kesehatan, terutama mengenai hak hak yang wajib
mereka dapat dan bahkan mengenai penyakit yang mereka derita.
Seorang dokter yang baik tentu harus memperhatikan hal tersebut, agar
bisa mengimbangi pasien yang datang untuk berobat padanya. Penerapan kaidah
bioetik merupakan sebuah keharusan bagi seorang dokter yang berkecimpung
didalam dunia medis, karena kaidah bioetik adalah sebuah panduan dasar dan
standar, tentang bagaimana seorang dokter harus bersikap atau bertindak terhadap
suatu persoalan atau kasus yang dihadapi oleh pasiennya.
Kaidah biomedis harus dipegang teguh oleh seorang dokter dalam proses
pengobatan pasien, sampai pada tahap pasien tersebut tidak mempunyai ikatan
lagi dengan dokter yang bersangkutan.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Biomedis?
2.      Darimana Asal Kata Biomedis?
3.      Apa Tujuan Biomedis?
4.      Jelaskan Tantangan Masyarakat Masyarakat Terhadap Permasalahan Biomedis?
5.      Apa Masalah-masalah yang timbul dalam Biomedis?

C.      Tujuan
1.      Mengetahui Pengertian Biomedis.
2.      Mengetahui Asal Kata Biomedis.
3.      Mengetahui Tujuan Biomedis.

4
4.      Mengetahui Tantangan Masyarakat Masyarakat Terhadap Permasalahan
Biomedis.
5.      Mengetahui Masalah-masalah yang timbul dalam Biomedis.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Biomedis
Perkembangan yang begitu pesat di bidang biologi dan ilmu kedokteran
membuat etika kedokteran tidak mampu lagi menampung keseluruhan
permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan. Etika kedokteran berbicara
tentang bidang medis dan profesi kedokteran saja, terutama hubungan dokter
dengan pasien, keluarga, masyarakat, dan teman sejawat. Oleh karena itu, sejak
tiga dekade terakhir ini telah dikembangkan Biomedis atau  yang disebut
jugadengan etika biomedis.
Menurut F. Abel, Biomedis adalah studi interdisipliner tentang masalah-
masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak
hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi
juga memperhitungkan timbulnya masalah pada masa yang akan datang.
Biomedis berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti
norma-norma atau nilai-nilai moral. Biomedis merupakan studi interdisipliner
tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu
kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang.
Biomedis mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik.
Biomedis selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia,
transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas
pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan
masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja,
demografi, dan sebagainya. Biomedis memberi perhatian yang besar pula terhadap
penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.
Masalah Biomedis mulai diteliti pertama kali oleh Institude for the Study of
Society, Ethics and Life Sciences, Hasting Center, New York pada tahun 1969.
Kini terdapat berbagai isu etika biomedik.
Di Indonesia, Biomedis baru berkembang sekitar satu dekade terakhir yang
dipelopori oleh Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya Jakarta.

6
Perkembangan ini sangat menonjol setelah universitas Gajah Mada Yogyakarta
yang melaksanakan pertemuan Bioethics 2000; An International Exchange dan
Pertemuan Nasional I Biomedis dan Humaniora pada bulan Agustus 2000. Pada
waktu itu, Universitas Gajah Mada juga mendirikan center for Bioethics and
Medical humanities. Dengan terselenggaranya Pertemuan Nasional II Biomedis
dan Humaniora pada tahun 2002 di Bandung, Pertemuan III pada tahun 2004 di
Jakarta, dan Pertemuan IV tahun 2006 di Surabaya serta telah terbentuknya
Jaringan Biomedis dan Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI) tahun 2002,
diharapkan studi Biomedis akan lebih berkembang dan tersebar luas di seluruh
Indonesia pada masa datang.
Humaniora merupakan pemikiran yang beraitan dengan martabat dan kodrat
manusia, seperti yang terdapat dalam sejarah, filsafat, etika, agama, bahasa, dan
sastra.

B.       Asal Kata Biomedis


Sepanjang perjalanan sejarah dunia Kedokteran, banyak defenisi dan
paham mengenai Biomedis yang dilontarkan oleh para ahli etika dari berbagai
belahan dunia. Pendapat pendapat ini dibuat untuk merumuskan suatu pemahaman
bersama tentang apa itu Biomedis.
Biomedis berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang
berarti norma-norma atau nilai-nilai moral. Biomedis merupakan studi
interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang
biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa
mendatang. Biomedis mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum
bahkan politik. Biomedis selain membicarakan bidang medis, seperti abortus,
euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik,
membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup
kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan
kerja, demografi, dan sebagainya. Biomedis memberi perhatian yang besar pula
terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.

7
Menurut F. Abel, Biomedis adalah studi interdisipliner tentang masalah-
masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak
hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi
juga memperhitungkan timbulnya masalah pada masa yang akan datang.

C.      Tujuan Biomedis
a.        Biomedis sangat diperlukan sebagai pengawal riset biologi dan bioteknologi
modern.
b.       Pembelajaran Biomedis diarahkan untuk mencegah dampak negatif yang
muncul dari teknologi.
c.        Pembelajaran Biomedis menunjukkan pada mahasiswa untuk menjadi
ilmuwan yang memiliki tanggung jawab sosial.
d.       Pembelajaran Biomedis dibutuhkan karena menekankan pada pengembangan
berpikir kritis untuk menentukan sisi baik dan buruk atau dimensi etis dari
biologi modern dan teknologi yang terkait dengan kehidupan.
e.        Pembelajaran Biomedis dapat melatih mahasiswa menjadi ilmuwan biologi
yang dapat mempertimbangkan tindakan-tindakan yang akan dilakukan
sebagaimana pengembangan pola berpikir yang dikemukakan Rasulullah
SAW yaitu pola berpikir menggunakan akal.

D.      Tantangan Masyarakat Masyarakat Terhadap Permasalahan Biomedis


1.      Lingkungan
Biologi adalah ilmu pengetahuan yang paling lekat dengan manusia
dalam alam lingkungan kehidupannya. Pada akhir decade 1990-an Olson
mengangkat topik-topik genetika, keragaman hayati, ilmu syaraf
(neuroscience), evolusi serta moral dan etika dalam bahasannya mengenai
masa depan perkembangan ilmu hayati dan sekaligus merupakan strategi
masa depan bagi pengembangannya.
Objek kajian hayati/biologis meliputi klasifikasi dan sistematik,
morfologi atau struktur, fisiologi atau operasional hidup, anatomi dan sitologi
atau struktur mikroskopik, proses yang khas seperti pertumbuhan dan aspek

8
metabolisme serta kajian aspek aplikasi hayati/biologi seperti rekayasa
genetika, transgenik/cloning, kultur jaringan, breeding, hibridisasi dan
rekayasa hayati lainnya.
Pengaplikasian mengenai Biomedis sudah menjadi keharusan bagi
ilmuwan-peneliti yang ada di ilmu hayat ini dan etika keilmuan sudah lebih
lama dikenal di Indonesia ini. Biomedis diartikan tidak lain sebagai pedoman
aktivitas biologiwan atau ahli-ahli biologi di dalam melakukan pekerjaannya
sehingga tidak menimbulkan efek negatif bagi kehidupan.
Akal merupakan faktor utama dalam proses mendapatkan ilmu. Faktor
akal ini yang membedakan manusia dari hewan, maka dapat diterima dalam
menemukan ilmu biologi Islam, penggunaan pancaindera yang sehat dan akal
yang sehat untuk memahami kebenaran hakekat dari fenomena hayati
organisme tumbuhan dan hewan/manusia yang hidup.
Saintis/biologiwan mencari hakekat atau realitas dibalik alam
fenomenal yang lahir yang mampu merangkum berbagai performens hayati.
Akan tetapi pencarian ilmu biologis kurang atau sedikit sekali menggunakan
daya ilhami, karena ontologi biologi yang mensifatkan demikian, yang
berbeda dengan sains sosial atau psikologi. Fenomena biologi umumnya
bersifat fisik yang mudah ditangkap oleh indera. Oleh karena itu biologiwan
sedikit mendapat penjelasan secara ilhami. Meskipun demikian , dalam
perjalanannya sering kita dengar berita dari para penemu sains terjadinya
“lucky discovery”. Penemuan yang muncul tiba-tiba. Ilham/intuisi yang
mengakhiri kemandegan saintis dalam pencarian ilmunya.
Aristoteles 300 SM menyatakan pemikirannya, bahwa binatang atau
mahluk kecil itu munculnya begitu saja dari benda yang mati. Pemikiran itu
dianut juga oleh Needham, pendeta orang Irlandia yang pada tahun 1745-
1750 mengadakan percobaan dan penelitian dengan variasi emulsi dan cairan
biji-bijian, daging dan substrat lainnya. Air rebusan yang disediakan disimpan
rapat-rapat dalam wadah tertutup, namun mikroorganisme dapat muncul dan
hidup pada media tersebut. Kesimpulannya, kehidupan baru dapat muncul
dari benda yang mati. Pendapat ini terkenal dengan teori abiogenesis (mahluk

9
muncul begitu saja dari barang mati) atau juga disebut teori generatio
spontanea (mahluk itu terjadi begitu saja muncul secara spontan). Tetapi
kemudian, pendapat Aristoteles dan Needhan tersebut dibantah oleh
Spallanzani (1729-1799) yang membuktikan bahwa perebusan dan penutupan
botol yang dilakukan Needhan tidak akurat.
Percobaan Schultze 1836 dan Schroeder dan Dusch pada 1854 serta
Louis Pasteur tahun 1865 membuktikan bahwa tidak ada kehidupan baru dari
benda mati. Pendapat ini dikenal dengan semboyan Omne vivum ex ovo,
omne ovum ex vivo (kehidupan itu berasal dari telur, dan telur itu berasal dari
sesuatu yang hidup). Penelitian saintis barat tersebut belum dapat menjawab
dari mana asal mahluk kecil (bakteri) bermula. Mereka berhenti disana, tidak
ada panduan atau petunjuk yang mengarahkan pada suatu keyakinan yang
berada di luar rasio mereka.
Rasio mereka bergerak pada sesuatu yang tidak empiris. Mereka mulai
berpikir analisis-historis (sesuatu yang tidak dialami). Mahluk hidup atau
bakteri itu adalah entitas mikroorganisme yang wujudnya tersusun dari
makro-molekul protein (daging), sedangkan protein tersusun dari molekul
asam amino (NH2). Memang rasional, elemen/unsur zat lemas atau nitrogen
(N) dan hidrogen H2 dan sulfida H2S berlimpah dialam ini. Atmosfir (udara)
bebas mengandung +78% gas nitrogen dan H2 dapat terlisis dari air (H2O),
maka mereka menggunakan teori evolusi bahwa bakteri tersebut muncul
melalui evolusi atau perubahan dari anasir yang ada di bumi yaitu dari zat
nitrogen dan hidrogen. Memang sekarang orang sudah dapat menyusun
molekul protein sintetis dengan alat mesin yang sangat canggih, tetapi satu
hal yang tidak dapat dibuat adalah “hidup”. Bakteri adalah mahluk hidup
yang dapat bergerak dan berbiak, bukan hanya molekul protein (daging) yang
tidak bernyawa
Kemajuan Bioteknologi berbasis Biologi Molekuler dan Teknologi
Rekayasa Genetika (Transgenic Experiment, Cloning, Stem Cell Experiment
dan lain- lain) menyentuh martabat dan harkat hidup organisme.
Perkembangan di bidang bioteknologi kedokteran/farmasi terjadi pada tahun

10
1978 pada saat industri Genentech di AS berhasil menyisipkan gen sintetik
penyandi sintesis hormon insulin manusia ke dalam bakteri Escherissia coli,
dan sebagaimana diharapkan, bakteri E. coli tersebut akhirnya memproduksi
hormon insulin manusia dalam jumlah yang banyak.

2.      Sosial
Dalam perkembangannya, banyak isu yang dianggap berkaitan dengan
Biomedis mulai bermunculan. Isu-isu tersebut pun direspon dengan berbagai
tanggapan, sebagian besar mengkhawatirkan adanya pelanggaran dalam
pemanfaatannya, karena menurut sebagian orang pencapaian tersebut
disinyalir berpotensi disalahgunakan.
Pengertian inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial
insemination. Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination
artinya pemasukan. Dalam kamus, kata ini dimaknai dengan pembuahan
buatan. Dan istilah bayi tabung muncul sebagai hasil dari pembuahan tiruan
itu.
Salah satunya adalah pelayanan terhadap bayi tabung yang dalam
dunia kedokteran dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vitro dan memiliki
pengertian sebagai berikut : Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan sel telur
oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis.
Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa
teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil
dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan
bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan
hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan
nitrogen pada temperatur -321 derajat Fahrenheit.
Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan
suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah
disebabkan tuba fallopi istrinya mengalami kerusakan yang permanen.
Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini

11
diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya
yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Di satu sisi bayi tabung merupakan suatu hikmah. Karena dengan
proses ini dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena
suatu gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak.
Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh
dan zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Pada  hal ini kiranya
tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan
keturunan genetik suami dan istri itu sendiri. Oleh karena itu, anak tersebut
baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah
(keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Sehingga memiliki hubungan
mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana
semula program ini dapat diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang
“mulia” menjadi pertentangan.  Terkhusus bagi kasus bayi tabung yang
berasal dari sperma pendonor, dalam artian bukan dari sperma suami sendiri.
Karena nantinya akan timbul pertanyaan yang bernada bagaimanakah status
keperdataan dari bayi yang dilahirkan melalui proses inseminasi buatan? lebih
lanjut lagi, bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan surogate
mother-nya (dalam kasus terjadi penyewaan rahim) dan orang tua
biologisnya? darimanakah ia memiliki hak mewaris?

3.        Psikologi
Autisme merupakan gangguan perkembangan saraf pada anak yang
ditandai  keterlambatan dalam bicara, kognitif, perilaku, dan interaksi sosial.
Penemuan kelainan pada sel-sel otak penyandang autisme membuka peluang
bagi  stem cell sebagai salah satu metode terapi. Keunggulan stem cell
terletak pada sifat pluripoten sel yang mampu berdiferensiasi, memperbaharui
diri, dan  mereproduksi diri secara kontinyu. Sifat pluripoten sel
dimanfaatkan untuk melakukan diferensiasi sesuai dengan sel target. 
Pengertian stem cell dapat dibedakan menjadi stem cell embrionik dan non 

12
embrionik. Stem cell embrionik umumnya diambil dari tahap blastosis
sedangkan  stem cell non embrionik didapatkan dari jaringan dewasa. Asal
stem cell yang berbeda masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan.
Sel yang berasal  dari jarigan mesenkim (Icim et al., 2007) embrio lebih
diprioritaskan karena  memiliki daya plastisitas, namun ada reaksi penolakan
dari sistem imun tubuh.
Kelebihan stem cell dewasa (adult stem cell) yang tidak memiliki
resiko resistensi terhadap sistem imun tubuh sebab dari  sel-sel yang sama
dengan sel yang akan digantikan, namun  hanya mampu menghasilkan satu
tipe sel (totipoten). Stem cell dewasa dari darah  tali pusar bayi yang baru
lahir berpotensi hampir sama dengan stem cell embrionik  (Fischbach &
Fischbach, 2004).  Bisa juga stem cell dewasa (adult stem cell) yang
bersumber dari sum-sum tulang belakang. Teknik mendapatkan stem cell
embrionik dapat dilakukan dengan cara, pertama  membuat embrio dari
sperma dan oosit dalam proses fertilisasi in vitro (FIV) dan  yang kedua terapi
kloning. Teknik lain yaitu menggabungkan sebuah sel dewasa  sel target
dengan sel oosit. Nukleus dari oosit dihilangkan dan diganti dengan nukleus
dari stem cell dewasa. Oosit  kemudian dirangsang untuk membelah  dengan
menggunakan zat kimia atau kejutan listrik. Embrio yang dihasilkan akan 
membawa materi genetis dari sel target. Hal ini dilakukan untuk mengurangi 
resistensi dari sistem imun.
Metode stem cell masih banyak mengundang perdebatan terutama
terkait dengan  etika. Proses pengambilan pada stem cell embrionik dari
dalam tubuh yang akan  lebih mudah dilakukan melalui vagina. Hal ini
menjadi perdebatan ketika siapa  yang berhak mengambil dan apakah ada
perlindungan terhadap hak-hak wanita yang embrionya diambil. Pada stem
cell embrionik dari FIV, diferensiasi sel  belum dapat secara pasti diarahkan
dan bagaimana mengendalikannya setelah  diinjeksikan. Proses membuat dan
mematikan embrio dianggap menyalahi etika  karena kehidupan telah dimulai
sesaat setelah fertilisasi terjadi dan embrio juga  sudah memiliki status
sebagai manusia (Saniei & de Vries, 2008). Embrio pada  tahap awal sampai

13
tahap blastosis boleh digunakan untuk alasan kesehatan dan  kontribusi pada
ilmu pengetahuan.
Pendapat lain menyatakan bahwa embrio tidak memerlukan perhatian
khusus dari  sisi moral (Fischbach & Fischbach, 2004). Aborsi yang
dilakukan pada tingkat sel  sangat diperlukan ketika faktor keselamatan organ
dan individu sangat urgensi. Embrio dari tahap  blastosis belum memiliki sel-
sel saraf jadi belum ada kemampuan untuk  mendeteksi dan legal digunakan
untuk tujuan kesehatan. Perdebatan tentang etika  juga terjadi pada stem cell
yang diambil dari tali pusar orang lain. Sel-sel yang akan ditransfer juga
membawa gen yang memiliki kelainan genetis walaupun  terekspresi pada
generasi berikutnya.
Terapi stem cell untuk anak autisme yang telah berhasil dilakukan
untuk memperbaiki ketidaknormalan dalam sirkulasi sistem saraf pusat yaitu
kerusakan  hypoferpusi basal (Icim et al., 2007) yang berkontribusi pada
akumulasi  neurotransmiter dan hypoksia atau sel-sel yang mati pada sel-sel
saraf pusat. Pada  autisme juga ditemukan abnormalitas imun yang dapat
dideteksi pada saraf pusat  dan tepi. Terapi stem cell dewasa yang berasal dari
tali pusar untuk anak autistik telah dilakukan (Icim et al., 2007). Keberhasilan
ini sangat ditentukan jika asal stem cell sama dengan sel target, sehingga
dapat meminimalisir penolakan reaksi  imunitas.
Perbedaan pandangan terhadap terapi autisme terjadi karena
perbedaan dalam area penelitian,  misalnya ahli psikologi melihat sampai ke
tingkah laku. Ahli psikologi  percaya selama masih dapat dilakukan terapi
berdasarkan faktor-faktor kejiwaan,  terapi stem cell tidak perlu diaplikasikan
untuk anak autis. Anak autistik yang  termasuk dalam HFA memiliki harapan
untuk hidup mandiri dan sukses dalam  bekerja, jadi terapinya dapat berupa
terapi perilaku dan sensori integrasi saja.
Terapi stem cell untuk anak autis dilakukan terhadap anak yang
masuk dalam kategori LFA dan MFA yang memerlukan bantuan untuk hidup
mandiri dan  kemungkinan tidak dapat memasuki dunia kerja. Upaya
screening prenatal akan dilakukan orang tua yang telah memiliki anak autistik

14
kategori LFA dan MFA untuk anak berikutnya. Aspek etika yang dapat
muncul pada terapi stem cell untuk anak autistik juga  mencakup asal stem
cell. Jika stem cell yang didapatkan melalui terapi kloning  maka akan ada
proses mematikan oosit. Jika sel yang ditransfer membawa gen  yang
memiliki kelainan genetis, hal ini akan sama dengan mentranfer kelainan 
genetis baru. Jika pengambilan stem cell dewasa dari tubuhnya sendiri, harus 
melihat kode etik penelitian manusia dan hukum perlindungan anak.
Stem cell merupakan sumber kreativitas manusia dan memiliki
kontribusi terhadap ilmu pengetahuan, kita tetap patut mempertimbangkan
aplikasinya untuk  tujuan mulia. Jika kita setuju dengan adanya hak hidup
embrio yang sama dengan  manusia, maka stem cell tidak perlu dilakukan
untuk terapi autisme. Kehadiran  individu autistik ditengah-tengah kita
memberi ”warna” pada keragaman populasi manusia. Kearifan dan kesabaran
kita saat ini sedang dituntut sambil menunggu  kepastian apa penyebab
sesungguhnya autisme.
Stem cell dapat diaplikasikan pada individu autistik bergantung pada kategori
autisme atau kompleksitas penyandang.  Perdebatan tentang aspek Biomedis
dimulai  ketika mendefinisikan kapan kehidupan dimulai. Urgensi dan tujuan
terapi stem  cell untuk autisme menjadi prioritas utama untuk mengurangi
pertentangan  Biomedis.
Pada dasarnya secanggih apapun dan semaju apapun teknologi yang di
kembangkan manusia, ada teknologi yang manusia belum bisa dan hanya
Tuhan yang Maha Sempurna. Tinggal kita menyikapinya saja bagaimana
etika yang telah di ajarkan kepada masing-masing keyakinan. Karena hanya
Tuhan yang bisa menciptakaan sempurna seperti manusia harapkan.

E.       Masalah-masalah yang timbul


            Kaidah kaidah bioetik merupakah sebuah hukum mutlak bagi seorang
dokter. Seorang dokter wajib mengamalkan prinsip prinsip yang ada dalam
kaidah tersebut, tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip
menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip

15
yang lain. Kondisi seperti ini disebut Prima Facie. Konsil Kedokteran Indonesia,
dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik
kedokteran Indonesia mengacu kepada kepada 4 kaidah dasar moral yang sering
juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau Biomedis, yaitu:
o   Beneficence
o   Non - Maleficence
o   Justice
o   Autonomi

1.        Beneficence
          Dalam arti bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat
manusia, dokter tersebut harus berusaha maksimal agar pasiennya tetap
dalam kondisi sehat. Perlakuan terbaik kepada pasien merupakan poin
utama dalam kaidah ini. Kaidah beneficence menegaskan peran dokter
untuk menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil
langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk.
Prinsip prinsip yang terkandung didalam kaidah ini adalah;
 Mengutamakan Alturisme
 Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
 Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter
 Tidak ada pembatasan “goal based”
 Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak
dibandingkan dengan suatu keburukannya
 Paternalisme bertanggung jawab/kasih sayang
 Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
 Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
 Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik
seperti yang orang lain inginkan
 Memberi suatu resep berkhasiat namun murah
 Mengembangkan profesi secara terus menerus

16
 Minimalisasi akibat buruk

Kaidah Benefince dalam kasus dokter Bagus


1.        Dokter Bagus telah lama bertugas di suatu desa terpencil yang sangat
jauh dari kota. Sehari-harinya ia bertugas di sebuah puskesmas yang
hanya ditemani oleh seorang mantri, hal ini merupakan pekerjaan yang
cukup melelahkan karena setiap harinya banyak warga desa yang
datang berobat karena puskesmas tersebut merupakan satu-satunya
sarana kesehatan yang ada. Dokter Bagus bertugas dari pagi hari sampai
sore hari tetapi tidak menutup kemungkinan ia harus mengobati pasien
dimalam hari bila ada warga desa yang membutuhkan pertolongannya.
(Paragraf 1).
Disini dokter bagus menunjukan bahwa ia melayani pasien tanpa
mengenal batas waktu, walaupun sebenarnya ia merasakan kelelahan,
tetapi  hal tersebut tidak meruntuhkan niatnnya untuk menolong pasien
dokter bagus juga rela berkorban demi orang lain. Dalam kasus ini,
dokter bagus telah menjalankan prinsip altruisme dalam kaidah
Beneficence.
2.        Setelah memeriksakan anak tersebut, dokter Bagus menyarankan agar
anak tersebut dirawat dirumah sakit yang berada dikota.(Paragraf 2).
Dapat kita lihat bahwa dokter bagus juga telah melakukan suatu
tindakan yang berhubungan dengan Kaidah Beneficence yaitu
mengusahakan agar kebaikan atau manfaat lebih banyak dibandingkan
dengan keburukannya, dan meminimalisasi akibat buruk.
3.        Dokter Bagus memberikan beberapa macam obat dan vitamin serta
nasehat agar istirahat yang cukup.(Paragraf 2).
Disini dokter Bagus memberi perhatian penuh kepada pasien, dalam
mengusahakan agar kebaikan serta manfaatnya lebih besar
dibandingkan dengan kerugian yang akan diterima pasien.

17
4.        “Pak mantri tolong bikinkan puyer untuk anak ibu ini dan setelah itu
tolong jelaskan cara membuat air oralit pada ibu ini” kata dokter Bagus
kepada pak mantri. (Paragraf 3)
            Dapat dilihat jika dokter Bagus juga menjalankan prinsip
Benefince yang ke 15 yaitu, memberikan obat berkhasiat namun murah
kepada pasiennya.
5.        “Pak, yang hanya dapat saya lakukan adalah memberi obat obatan
penunjang agar anak bapak tidak terlalu menderita” kata dokter Bagus
sambil menyerahkan obat kepada orang tua pasien. (Paragraf 4).
Dokter bagus memberikan obat penunjang untuk meminimalisasi akibat
buruk agar pasien tidek terlalu menderita.
6.        Sambil bersimbah peluh, dokter Bagus akhirnya menyelesaikan
tindakan amputasi telapak tangan pemuda yang mengalami kecelakaan
tersebut. (Paragraf 5). Disini dokter Bagus menunjukkan sisi
paternalisme penuh kasih sayang dan bertanggung jawab sebagai
seorang dokter dalam menangani pasiennya.
7.        Demikianlah kegiatan sehari-hari dokter Bagus dan tanpa terasa sudah
25 tahun dokter Bagus mengabdi di desa tersebut dan kini usianya
sudah memasuki 55 tahun, namun belum ada sedikitpun dibenaknya
dokter Bagus untuk mencari pendamping hidupnya, yang ada hanya
bagaimana mengobati pasien-pasiennya (Paragraf 7).
Disini dokter Bagus menunjukkan sis i altruisme, ia menolong dan rela
berkorban demi kepentingan orang lain, dan tidak mementingkan
dirinya sendiri.

2.      Non – Malficence
          Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak
melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan
yang paling kecil resikonya bagi pasien yang dirawat atau diobati olehnya.
Pernyataan kunoFist, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Non-
malficence mempunyai ciri-ciri:

18
 Menolong pasien emergensi
 Mengobati pasien yang luka
 Tidak membunuh pasien
 Tidak memandang pasien sebagai objek
 Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien
 Melindungi pasien dari serangan
 Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
 Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
 Menghindari misrepresentasi
 Memberikan semangat hidup
 Tidak melakukan white collar crime

Kaidah Non - Maleficence dalam kasus dr. Bagus:


Ketika yang lain sibuk membaringkan pemuda yang tidak sadarkan diri
tersebut, salah satu orang mengatakan bahwa pemuda tersebut telapak
tangan sebelah kanannya masuk kedalam mesin penggilingan padi dan
setelah 15 menit kemudian telapak tangan pemuda tersebut baru dapat
dikeluarkan dari mesin penggilingan padi. Pada pemeriksaan, dokter Bagus
mendapatkan telapak tangan pemuda tersebut hancur. Dokter Bagus
bertanya kepada orang-orang yang mengantar pemuda tadi apakah diantara
mereka ada keluarga dari pemuda tersebut. Dari serombongan orang tadi
keluar seorang perempuan, ia mengatakan bahwa ia adalah istri dari pemuda
tersebut. Dokter Bagus menjelaskan keadaan telapak tangan kanan
suaminya dan tindakan yang harus dilakukan adalah amputasi. (Paragraf 5).
            Disini dokter Bagus menunjukkan usahanya yaitu melakukan
amputasi dalam hal untuk meminimalisasi akibat buruk yang akan
merugikan pasien, seperti kehilangan nyawa akibat pendarahan.

3.      Autonomi

19
Dalam kaidah ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan
hak manusia. Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang
mempunyai hak menentukan nasib sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak
untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomi
bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan
membiarkan pasien demi dirinya sendiri. Kaidah Autonomi mempunyai
prinsip – prinsip sebagai berikut:
 Menghargai hak menentukan nasib sendiri
 Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan
 Berterus terang menghargai privasi
 Menjaga rahasia pasien
 Menghargai rasionalitas pasien
 Melaksanakan Informed Consent
 Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan
sendiri
 Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
 Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan,
termasuk keluarga pasien sendiri
 Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
 Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikann pasien
 Mejaga hubungan atau kontrak

Kaidah Autonomi dalam kasus dr. Bagus :


1. Namun ibu tersebut menolak karena tidak mempunyai uang untuk berobat.
“Baiklah kalau begitu saya akan memberi ibu obat dan oralit untuk anak
ibu, nanti ibu berikan obat tersebut sesuai dengan aturan dan usahakan anak
ibu minum oralit sesering mungkin, nanti sore setelah selesai tugas saya
akan mampir kerumah ibu untuk melihat kondisi keadaan anak ibu”, kata
dokter Bagus. (Paragraf 3)

20
Disini dokter Bagus menunjukkan bahwa setiap keputusan itu berada di
tangan pasien, dan dokter bagus tidak mengintervensi keputusan dari ibu
tersebut. Dia juga tetap menjaga hubungan atau kontrak dengan pasien,
dengan berjanji akan mengunjungi anak dari ibu tersebut
2.        Dokter Bagus menjelaskan keadaan telapak tangan kanan suaminya dan
tindakan yang harus dilakukan adalah amputasi. (Paragraf 5).
Disini dokter bagus berterus terang dan tidak berbohong demi kebaikan
pasien itu sendiri.
3.        Melihat kondisi pasien yang baik dan stabil, akhirnya pasien diperbolehkan
pulang dengan diberi beberapa macam obat dan anjuran agar besok datang
kembali untuk kontrol. (Paragraf 5).
Dapat dilihat bahwa dokter Bagus sepenuhnya memberikan keputusan
kepada pasien, apakah dia mau dirawat atau tidak, dan dokter Bagus pun
tetap menjaga hubungannya dengan pasien melalui kontrol rutin yang
dilakukannya.
4.        Setelah menerima penjelasan tentang kemungkinan penyakit yang
dideritanya, pasien pulang dengan membawa surat rujukan tersebut.
(Paragraf 6)
Dapat kita lihat juga dalam paragraph ini, bahwa dokter Bagus selalu
menerapkan prinsip prinsip yang ada didalam kaidah Autonomi. Dalam
kasus ini, dokter Bagus menerapkan prinsip ke 3, yaitu berterus terang
kepada pasiennya.

4.      Justice
          Keadilan atau Justice adalah suatu prinsip dimana seorang dokter
wajib memberikan perlakuan sama rata serta adiluntuk kebahagiaan dan
kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik,
agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan
kewarganegaraan tidak boleh mengubah sikap dan pelayanan dokter
terhadap pasiennya. Justice mempunyai ciri-ciri :

21
o    Memberlakukan segala sesuatu secara universal
o    Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
o    Memberikan kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang
sama
o    Menghargai hak sehat pasien
o    Menghargai hak hukum pasien
o    Menghargai hak orang lain
o    Menjaga kelompok rentan
o    Tidak membedakan pelayanan terhadap pasien atas dasar SARA, status
social, dan sebagainya
o    Tidak melakukan penyalahgunaan
o    Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
o    Meminta partisipasi pasien sesuai dengan kemampuannya
o    Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian secara adil
o    Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan
kompeten
o    Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah atau
tepat
o    Menghormati hak populasi yang sama sama rentan penyakit atau
gangguan kesehatan
o    Bijak dalam makroalokasi

Kaidah Justice dalam kasus dr. Bagus :


1.        Pada suatu pagi hari, ketika ia datang ke puskesmas sudah ada 4 orang
pasien yang sedang mengantri. Dokter bagus memeriksa pasien sesuai
nomor urut pendaftaran, hal ini dilakukannya agar pemeriksaan pasien
berjalan tertib teratur. (Paragraf 2).
Disini dokter Bagus menunjukkan keadilannya dalam menangani pasien,
ia memeriksa pasiennya secara teratur menurut nomor urut agar

22
pemeriksaan berjalan dengan tertib, lancar dan tidak membeda-bedakan
pasien.
2.        “Pak mantri tolong bikinkan puyer untuk anak ibu ini dan setelah itu
tolong jelaskan cara membuat air oralit pada ibu ini” kata dokter Bagus
kepada pak mantri. (Paragraf 3)
Dari percakapan dokter bagus diatas, dapat dilihat jika dokter Bagus
menjalankan prinsip Justice yang ke sepuluh, yaitu memberikan kontribusi
yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
3.        Dokter Bagus meminta kesediaan pasien keempat untuk menunggu diluar
karena ia akan terlebih dahulu memberi pertolongan pada pemuda tersebut.
(Paragraf 5).
Di sini dokter bagus menjalankan prinsip Justice yang ketiga, yaitu
memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama.

23
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
         Etika adalah cabang filsafat yang mengenakan refleksi dan metode pada
tugas manusia untuk menemukan nilai-nilai moral atau menerjemahkan nilai-nilai
itu ke dalam norma-norma (etika dasar) dan menerapkan nya pada situasi
kehidupan konkret  (Prof.Dr.Guido Maertens,1990).
         Teknologi telah berkembang yang memmunculkan berbagai problem etika.
Institusi-institusi telah membahas masalah Biomedis seperti transpalasi organ
tubuh, pembuahan in vitro, jantung buatan, abortus, penguasaan kelahiran, alokasi
sumber daya, rekayasa genetik, pengubahan perilaku, dan problem-problem yang
berkaitan dengan kematian. Karena Biomedis menyelidiki dimensi etis dari
masalah-masalah teknologi, ilmu kedokteran, dan biologi, sejauh diterapkan pada
kehidupan, maka mau tidak mau cakupannya luas sekali.
         Prinsip-prinsip dalam bioetik tersebut dapat diterapkan dalam menghadapi
pasien, sehingga terciptanya situasi yang,baik bagi hubungan pasien dan dokter
dalam pelayanan kesehatan demi kesembuhan pasien.
B.       Saran
Dalam pengambilan keputusan melakukan percobaan untuk mengadopsi
temuan yang dapat dianggap paling bermanfaat dari beberapa aspek harus
memikirkan dampak negative dan positif disekitarnya. Rekomendasi Etika dan
Biomedis yaitu: Mulai dari diri sendiri dan lingkungan keluarga, saling
mengingatkan, kembangkan etika profesi, hindari Plagiat (khusus Peneliti).

24
DAFTAR PUSTAKA

Basterra, F.J.E. (1994). Bioethics. Minnesota: The Lithurgical Press.


Beauchamp T, James F. (1977). Childress, Principles of Biomedical Ethics:
Oxford            University Press.
Bertens, K. (2004). Etika. Jakarta: Gramedia.
Bertens,K. (1990). Prospek Perkembangan Biomedis di Indonesia.
Jakarta:Makalah Kongres Persi.
Bone Edouard. (1988). Bioteknologi dan Biomedis. Yogyakarta: Kasinius.

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). 
Jakarta: EGC.

anggal 08 Juni 2015.

25

Anda mungkin juga menyukai