Anda di halaman 1dari 32

Kelompok: 5

RTA 3322 – TEORI DAN KRITIK ARSITEKTUR

VARIETAS KRITIK

LIBERAL-CRITICSM, SPECULATIVE-CRITICISM, PROFESSIONAL-


CRITICISM, DAN SELF-CRITICSM

OLEH:

1. ZAUZAN ARIEF (17 0406 129)


2. JEFF EDWIN GULTOM (17 0406 130)
3. SAMUEL TAMPUBOLON (17 0406 132)
4. ADE LISMAN JAYA ZAI (17 0406 133)
5. THEO FIDELIS (17 0406 134)

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TENIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmatNya, sehingga kami dapat menyelesaikan studi literatur Teori dan Kritik
Arsitektur.

Tak lupa saya sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang membantu kami dalam
membuat laporan ini, khususnya Bapak Wahyu Abdillah, ST., MT. selaku dosen pembimbing
mata kuliah Teori dan Kritik Arsitektur. Sehingga kami dapat menyelesaikan studi literatur
dengan judul “Varietas Dalam Kritik”.

Demikian dalam penulisan laporan ini tentu masih banyak kelemahan dan
kekurangannya, untuk itu kami meminta saran dan kritik yang membangun agar tugas ini dapat
lebih baik lagi, semoga laporan ini bermanfaat.

Medan, April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................ 2
1.3 Manfaat Penulisan .......................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3
1. Liberal Critism............................................................................. 3
1.1 Pengertian Kritik Liberal ................................................ 3
1.2 Contoh Kritik Liberal ..................................................... 4
2. Speculaive Critism ....................................................................... 4
2.1 Pengertian Speculative.................................................... 4
2.2 Filsafat Speculative ......................................................... 5
2.3 Pengertian Speculative Critism ...................................... 6
2.4 Contoh Speculative Critism ............................................ 7
3. Foolish Critism ............................................................................. 7
3.1 Pengertian Foolish Critism ............................................. 7
3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Foolish Critism ................. 7
3.3 Contoh Foolish Critism Dalam Bidang Aristektur ......... 8
4. Professional Critism .................................................................... 8
4.1 Pengertian Kritik ............................................................. 8
4.2 Pengertian Kritik Profesional ......................................... 9
4.3 Cara Penyampaian Professional Critism ........................ 9
4.4 Contoh Profesiional Critism ........................................... 10
5. Self Critism ................................................................................... 11
5.1 Self-Critism Secara Umum ............................................. 11
5.2 Pengertian Self-Critism .................................................. 11
5.3 Penyebab Self-Critism .................................................... 12
5.4 Aspek-aspek Self-Critism ............................................... 15
5.5 Konsep Self-Critism ....................................................... 16
5.6 Cara Mengatasi Self-Critism .......................................... 19
5.7 Self-Critism Dalam Arsitektur........................................ 20
5.8 Pengertian Self-Critism Dalam Arsitektur ..................... 21
5.9 Kompetisi Dalam Self-Critism Arsitektur ...................... 21
5.10 Contoh Self-Critism Arsitektur ...................................... 23
5.11 Kesimpulan Self-Critism ................................................ 24
BAB II PENUTUP ....................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 28

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Bentuk yang paling dikenal dari sebuah kritik adalah “komentar” dan penilaian dalam koran,
majalah dan profesional jurnal. Selain itu sejarahwan juga merupakan salah satu bentuk dari
kritik, kritik mereka cenderung memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi di masa lampau
atau menunjukan kejadian mana dimasa lalu yang layak untuk diberikan perhatian. Ketika
sejarahwan memberitahukan untuk lebih selektif dalam memperhatikan dan memberitahukan
apa makna dari salah satu peristiwa penting, mereka lebih menjadi penerjemah dibanding
documenter. Bentuk lain dari kritik yang berkaitan dengan arsitektur salah satunya ialah bidang
akademi yang membahas tentang kritik desain,

Kritik arsitektur dapat ditemukan dalam berbagai situasi, termasuk dalam saat-saat penting
ketika mengajukan usul solusi desain untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain dalam
memberikan pendapat mengenai ide. Proses kritik biasanya berada diantara desainer dengan
perusahaannya, diantara, klien dengan arsitek, diantara arsitek dengan kontraktor, diantara
pengguna bangunan dengan bangunan itu sendiri.

Untuk beberapa orang, kritik sangat berguna karena merupakan salah satu fasilitas untuk
mengerti. Mereka ingin tahu mengapa bangunan berbentuk seperti emikian, siapa yang
bertanggung jawab tentang itu, dan apa artinya itu.

Meskipun respon kita terhadap kritik lebih sering bertahan dan diintimidasi dengan hal-hal yang
muncul menjadi pendapat yang negatif tentang pekerjaan kita dan karena itu pribadi kita
menjadi bernilai. Dengan mengerti metode tentang kritik seharusnya dapat membuat
kemungkinan untuk membuat diskriminasi antara metode dan tujuan. Sehingga dapat melihat
metode kritik sebagai taktik, kendaraan untuk menyampaikan konten secara signifikan.

Kunci untuk mencapai pengertian mengenai kritik sebagai sarana bukan ancaman ialah melihat
kritik itu sebagai perilaku bukan ancaman.

Kritik yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah liberal-criticism, speculative-criticism,
professional-Criticism, dan self-criticsm

1
1.2. Perumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan liberal-criticism, speculative-criticism, professional-Criticism,


dan self-criticsm?
2. Apa contoh liberal-criticism, speculative-criticism, professional-Criticism, dan self-criticsm
dalam kaitan arsitektur
3. Dampak apa yang terjadi pada liberal-criticism, speculative-criticism, professional-
Criticism, dan self-criticsm?

1.3. Manfaat Penulisan

1. Untuk mengetahui varietas kritik yang dibahas yaitu liberal-criticism, speculative-criticism,


professional-Criticism, dan self-criticsm
2. Mengetahui kaitan varietas kritik tersebut dalam kaitan arsitektur
3. Mengetahui dampak apa yang terjadi pada kritik varietas yang dibahas

2
BAB II
ISI
1. Liberal Critism

1.1 Pengertian Kritik Liberal

kritik/kri·tik/ n kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan


baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya;
• Ekstern tahap penelitian berdasarkan liputan fisik berupa deskripsi bentuk, jenis
aksara, bahan, lingkungan, dan lokasi keberadaan prasasti;
• Film kupasan dalam media massa mengenai film yang dipertunjukkan di sebuah
bioskop, ditinjau dari segi kekuatan dan kelemahannya, kelebihan dan kekurangannya
yang dilandasi alasan yang logis;
• Intern tahap kerja yang dilakukan berdasarkan hasil liputan data lapangan, yaitu
transliterasi dan transkripsi ke dalam bahasa sasaran melalui analisis perbandingan
dengan berbagai terbitan yang ada, baik dari sumber tertulis maupun analogi epigraf;
• Membangun kritik yang bersifat memperbaiki;
• Naskah metode dalam filologi yang menyelidiki naskah dari masa lampau dengan
tujuan menyusun kembali naskah yang dianggap asli dengan cara membanding-
bandingkan naskah yang termasuk dalam satu jenis asal-usul, lalu menentukan naskah
yang paling tinggi kadar keasliannya, kemudian mengembalikannya pada bentuk yang
asli atau yang mendekati aslinya;
• Sastra pertimbangan baik buruk terhadap hasil karya sastra;
• Teks kritik naskah;

Liberal dalam KBBI memiliki arti , Bersifat Bebas; Berpandangan Bebas (Luas dan Terbuka)
Dengan demikian,kritik liberal dapat diartikan sebagai kritik yang bebrsifat luas dan bebas atau
terbuka dimana dalam sebuak kritik liberal tidak dapat ditentukan topik atau permasalahan
utama yang akan di kritik. Sehingga kritik liberal dapat diartikan kritik yang bebas dan luas.

Dalam ilmu filosofi Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi,


pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman
bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan
suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham
liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.

3
Kritik Liberal,atau kritik yang bebas tidak terikat pada sebuah
topik/permasalahan.Sesuai dengan artinya yang liberal, kritik liberal mengajak orang lain
berfikir secara bebas/tidak terikat pada sebuah peraturan yang mengikat kebebasan diri.

1.2 Contoh Kritik Liberal

Kritik Liberal dapat mengakibatkan sebuah perubahan besar,pada sebuah desain yang
telah dibuat sebelumnya.Contohnya adalah penerapan Arsitektur Vernakular yang berkembang
menjadi Neo-Vernakular.

Arsitektur Vernakuler dapat diartikan sebagai arsitektur tradisional, dimana sangat


menerapkan peraturan dalam pembuatan,pembangunan,maupun peraturan dalam
penggunaannya.Misalnya posisi rumah bagi penguasa dan rakyat biasa.Hal tersebut yang dapat
di kritik secara liberal dimana adanya perbedaan status sosial yang mengikat kebebasan tsb.

Kritik liberal dapat melahirkan sebuah aliran baru,karena adanya rasa bosan pada
sebuah peraturan yang mengikat.Neo-Vernakular merupakan aliran arsitektur yang bebas dari
sebuah langgam tradisional yang kental dengan peraturannya.Langgam baru ini tetap
menggunakan ciri khas dari arsitektur Vernakular hanya saja menerapkann sebuah perubahan
baik dari struktur maupun bahan bangunan yang digunakan.

2. Speculative Critism

2.1 Pengertian Speculative

Kata ‘spekulasi’ (Inggris : speculative) berasal dari kata ‘spekulasi’. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), spekulasi berarti ‘pendapat atau dugaan yang tidak berdasarkan
kenyataan’; ‘tindakan yang bersifat untung-untungan’.

Kata "spekulasi" berasal dari bahasa Latin speculatus, yang merupakan bentuk kalimat lampau
dari speculari, yang artinya "melihat kedepan", mengamati, dan menelaah. Kata speculari itu
sendiri merupakan turunan dari kata specula, yang berasal dari specere yang artinya "untuk
melihat", yang merupakan serdadu Roma yang bertugas mengawasi sperkampungan serdadu
yang disebut castrum. Dalam kata ini ditemukan persamaan etimologik dari kalimat
kontemporer yang menunjukkan pada suatu aktivitas "memandang dari jauh" di angkasa dan
juga di dalam waktu. Dari kalimat "specula" inilah asal kata dalam bahasa Latin "speculatio,
speculationis", suatu aktivitas penyelidikan filosofi. Kalimat ini masih digunakan saat ini dalam
dunia filosofi sebagai "suatu kegiatan berteori tanpa didukung dengan suatu dasar fakta yang

4
kuat, sebagaimana halnya dalam dunia keuangan modern di mana seorang spekulator
melaksanakan suatu transaksinya dengan tanpa didukung oleh suatu dasar statistik.

Dapat diartikan bahwa spekulasi adalah suatu bentuk kegiatan menduga atau menebak
kemungkinan jawaban atas suatu pertanyaan tanpa harus menggali informasi yang cukup untuk
memastikannya. Singkatnya spekulasi adalah sebuah penalaran, opini atau kesimpulan yang
berdasarkan asas dugaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), spekulatif berarti ‘dengan pemikiran dalam-
dalam secara teori’; ‘bersifat spekulasi (untung-untungan)’.

Jadi dapat diartikan bahwa spekulatif merupakan pemikiran yang bersifat spekulasi atau
pemikiran yang sifatnya berupa penalaran atau opini yang berdasarkan asas dugaan.

2.2 Filsafat Speculative

Filsafat adalah suatu pemikiran dan kajian kritis terhadap kepercayaan dan sikap yang
sudah dijunjung tinggi kebenarannya melalui pencarian dan analisis konsep dasar
mengenai bidang kegiatan pemikiran seperti prinsip, keyakinan, konsep dan sikap umum
dari suatu individu atau kelompok untuk menciptakan kebijaksanaan dan pertimbangan
yang lebih baik.

Secara etimologi kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari
kata philein/philos yang berarti “cinta” dan sophia yang berarti “kebijaksanaan”. Secara
etimologis, filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom). Sehingga seorang filosof
adalah pencinta, pendamba atau pencari kebijaksanaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), filsafat berarti ‘pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan
hukumnya’; ‘teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan’; ‘ilmu yang berintikan
logika, estetika, metafisika, dan epistemologi’.

Menurut Aristoteles (384-322 SM) Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran yang
meliputi logika, fisika, metafisika dan pengetahuan praktis.

Filsafat spekulatif adalah suatu cara berfikir sistematis mengenai segala hal yang ada. Filsafat
spekualtif didasarkan pada pemikiran bahwa pikiran manusia berharap melihat suatu hal secara
keseluruhan. Berharap untuk mengerti bagaimana semua hal yang berbeda yang ditemukan
secara bersamaan akan menghasilkan sesuatu yang sangat berarti secara keseluruhan. Filsafat

5
spekulatif adalah suatu pencarian untuk aturan dan suatu hal yang menyeluruh, yang diterapkan
bukan hanya pada hal tertentu atau pengalaman tertentu saja tetapi untuk seluruh ilmu
pengetahuan dan pengalaman.

Filsafat spekulatif adalah suatu usaha untuk menemukan hubungan dari keseluruhan aspek dari
pikiran dan pengalaman. Filsafat Spekulatif merenungkan secara rasional spekulatif seluruh
persoalan manusia dalam hubungannya dengan segala yang ada pada jagat raya ini. Filsafat
berusaha menjawab seluruh pertanyaan yang berkaitan dengan manusia, eksistensinya,
fitrahnya di alam semesta ini, dan hubungannya dengan kekuatan-kekuatan supernatural.
Filsafat spekulatif memiliki kekuatan intelektal yang sangat tinggi, dengan penalaran
intelektualnya itu manusia berusaha membangaun suatu pemikiran tentang manusia dan
masyarakat. Contoh dari paradigma filsafat ini adalah filsafat Yunani kuno, filsafat Socrates,
Plato dan filsafat Aristoteles.

2.3 Pengertian Speculative Criticism

Jenis kritik yang didasarkan pada spekulasi dikenal sebagai Kritik Spekulatif. Ketika sebuah
kritik tidak memiliki bukti yang cukup saat itulah kritik spekulatif terjadi. Ketika hal-hal yang
tidak pasti atau mungkin pasti dan ketika beberapa kemungkinan hadir pada saat yang sama itu
berarti kritik spekulatif terjadi. Orang-orang harus berurusan dengan ketidakpastian dalam
sebagian besar waktu hidup mereka dan mereka harus menafsirkan hal-hal tanpa mengetahui
detailnya dan saat itulah pikiran spekulatif muncul. Kritik spekulatif terjadi ketika sesuatu
diasumsikan dengan cara tertentu tanpa mempunyai bukti yang kuat.
Kritik spekulatif adalah kritik yang berfokus pada makna "kemungkinan" dari sesuatu, atau
konsekuensi "kemungkinan" dari itu. Kritik spekulatif biasanya terjadi tanpa adanya (cukup)
bukti yang akan memutuskan suatu masalah. Ini melampaui "fakta", karena fakta yang tersedia
(jika ada) tidak konklusif. Dengan demikian, kritik spekulatif biasanya terjadi ketika segala
sesuatu tidak pasti, (masih belum) pasti, atau ketika beberapa makna yang berbeda
dimungkinkan. Karena kebanyakan orang harus berurusan dengan beberapa ketidakpastian
dalam kehidupan sehari-hari mereka, dan harus menafsirkan hal-hal tanpa (belum) mengetahui
detail dari cerita lengkapnya, mereka menghibur pikiran spekulatif sebagai kejadian sehari-hari
yang normal.

6
2.4 Contoh Speculative Criticism

Berikut adalah beberapa contoh kritik-kritik spekulatif (Speculative Criticism) :

• Pada saat menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, seorang politis sebuah partai di
Indonesia menyampaikan suatu kritik terhadap salah satu bakal calon presiden saat itu.
Politisi tersebut berkata bahwa bakal calon presiden tersebut tidak akan memenangkan
Pemilu saat itu dan tidak akan mampu bertahan selama dua periode menjadi presiden
jika akan terpilih. Pernyataan itu bisa dikatakan sebagai kritik spekulatif karena politisi
tersebut tidak mempunyai bukti yang kuat terhadap pernyataannya. Bahkan,
pernyataannya tersebut sangat bertolak belakang terhadap hasil survey elektabilitas
masing-masing bakal calon presiden saat itu.
• Pada tahun 2019, seorang pria memposting sebuah video di media sosial. Di dalam
rekaman video tersebut dia merekam Masjid Al Safar di Bandung karya arsitek Ridwan
Kamil. Pria tersebut menuduh bahwa Masjid Al Safar mengandung unsur Illuminati
karena desainnya yang dominan berbentuk segitiga dan sangat berbeda dengan desain
masjid pada umumnya. Tuduhan pria tersebut bisa dikatakan sebagai kritik spekulatif,
karena tidak memiliki bukti dan alasan yang kuat. Di lain sisi, Ridwan Kamil
mengklarifikasi bahwa desain Masjid Al Safar sama sekali tidak berhubungan dengan
Illuminati. Bentuk segitiga pada Masjid Al Safar hanyalah sebuah ekspresi desain yang
mencoba tampil beda dan menyatakan bahwa desain masjid tidak melulu berbentuk
kubah.
3. Foolish Critism
3.1 Pengertian Foolish Critism
Foolish criticism tidak jelas tentang apa motif atau tujuan kritik itu, atau tentang apa
konsekuensi atau efek dari kritik itu. Biasanya ini berkonotasi terhadap kurangnya wawasan
diri atau pemahaman yang baik tentang motif atau masalah yang terlibat. Foolish criticism
sering tidak sesuai dengan topik yang di bicarakan dan karena itu, kritiknya benar-benar "tidak
sesuai dengan topik tersebut", dalam beberapa arti tidak jujur atau salah menilai

Oleh karena itu, itu biasanya merugikan diri sendiri, yang mungkin membuat orang bertanya-
tanya mengapa hal itu dikatakan sama sekali.

7
3.2 Faktor penyebab terjadinya Foolish Criticism
1. Orang bisa menjadi sangat terobsesi dengan kritik, tanpa benar-benar menyadari apa
itu sebenarnya, mengapa itu dibuat, atau apa efeknya. Mereka mungkin merasa
harus "menyalurkan" suatu masalah, tanpa kesadaran akan motivasi yang jelas.
2. Hanya didorong oleh dendam atau keluhan, perasaan tidak nyaman, atau rasa tidak
puas terhadap topik yang sedang di bicarakan.
3. Kurangnya wawasan diri atau pemahaman yang baik tentang motif atau masalah
yang terlibat.
4. Orang sering berkata, "jangan mengkritik, apa yang tidak Anda mengerti", yang
berarti bahwa orang pertama harus memahami hal-hal dan efeknya dengan benar,
sebelum meluncurkan kritik. Jika tidak, kritik mungkin "menjadi bumerang" dan
memiliki efek yang berlawanan dengan apa yang dimaksudkan. Kritik itu benar-
benar bodoh, jika orang tetap bertahan dalam suatu kritik bagaimanapun, meskipun
itu terbukti tidak diambil dengan baik.

Foolish criticism biasanya dalam kasus tertentu tidak ditanggapi dengan serius oleh orang-
orang yang mengerti tentang apa masalahnya; dengan demikian, kritik itu mungkin tidak
memiliki efek lain selain itu membuat orang tertawa, mengangkat bahu atau merasa kesal.
Orang mungkin mengakui bahwa kritik itu "berani" (mereka memuji kritik dengan keberanian
untuk membuat kritik), tetapi juga bahwa itu "bodoh" (karena, dengan membuatnya, kritik
mengorbankan sesuatu yang penting yang tidak perlu dikritiknya).

3.3 Contoh Foolish Criticism dalam bidang Arsitektur

Seorang mahasiswa ekonomi yang memberikan pendapatnya tentang desain temannya, dengan
berkata bahwa desain yang ia buat merupakan desain yang tidak mengikuti jaman, tidak akan
menghasilkan keuntungan. Siswa yang memberi kritik tersebut tidak memahami bahwa desain
tersebut merujuk kepada Arsitektur Tradisional, ia tidak memahami dan tidak menguasai
arsitektur tradisional secara menyeluruh. Kritik yang disampaikan tidak tepat sasaran dan kritik
tersebut berlandaskan kepada wawasan yang kurang

4. Professional Critism
4.1 Pengertian Kritik

Kritik adalah praktik menilai baik buruknya sesuatu. Mengkritik tidak selalu berarti
menemukan kesalahan, tetapi kata itu sering diartikan sebagai ungkapan sederhana dari suatu
objek melawa prasangka, tidak peduli positif atau negative. Sering kali kritik melibatkan

8
ketidaksepakatan aktif, tetapi itu mungkin hanya berarti “memihak”. Kritik konstruktif akan
sering melibatkan eksplorasi dari berbagai sisi masalah.

Kritik merupakan latihan evaluative atau korektif yang dapat terjadi di setiap area kehidupan
manusia. Kritik karena itu dapat mengambil berbagai bentuk. Bagaimana orang bias mengkritik
bias sangat bervariasi. Dalam bidang-bidang tertentu dari upaya manusia, bentuk kritik bisa
sangat khusus dan teknis. Seringkali membutuhkan pengetahuan professional untuk
menghargai kritik.

Kritik juga merupakan studi evaluasi dan interpretasi sastra. Tujuannya adalah memahami
makna yang mungkin dari fenomena budaya, dan konteks dimana mereka terbentuk. Dalam
melakukan hal itu, sering dievaluasi bagaimana produksi budaya berhbungan denngan produk
lainnya.

4.2 Pengertian Kritik Profesional

Istilah kritik porfesional dapat diterapkan dengan beberapa cara. Kritik yang dilakukan secara
professional ini menyiratkan bahwa itu dilakukan secara ahli dan hampir tidak dapat
ditingkatkan. Itu biasanya berarti bahwa itu dirancang dengan sangat baik, sehingga tidak ada
yang bisa menyangkalnya, dan bahwa orang merasa sesuatu harus dilakukan tentang hal itu.

Kritik yang ditawarkan juga oleh seseorang yang professional, bukan seorang amatir atau
bahkan seorang yang awam, karena seseorang yang professional tersebut memiliki kapasitasnya
dalam penyampaian suatu kritik, yang berarti bahwa ia mendasarkan dirinya pada pengalaman
profesionalnya dengan subjek kritik tersebut. Namun ini tidak secara otomatis berarti bahwa
kritik itu baik. Kritik professional kadang-kadang dengan cara yang agak lucu, atau menyindir.
Dalam hal ini, ada beberapa skeptisme tentang apa yang sebenarnya ditambahkan oleh status
menjadi professional untuk menyelesaikan suatu masalah atau ada skeptisisme tentang klaim
yang dibuat oleh suatu profesi tentang bagaimana ia dapat berkontribusi dalam memecahkan
suatu masalah.

4.3 Cara Penyampaian Professional Critism


1. Bicara secara pribadi
Mengatasi masalah dengan rekan adalah masalah yang sulit. Jangan meilbatkan
audiensi dengan menyuarakan keresahan anda di ruang istirahat kantor atau area
public lainnya. Alih-alih, pegang percakapan di lokasi yang lebih nyaman, leih
disukai rekan kerja, atau bahkan kedai kopi yang jauh dari keramaian hari kerja. Ini

9
akan meminimalisirkan perasaan tidak nyaman dan memungkinkan anda sendiri
untuk lebih terbuka dan jujur.
2. Masukkan negatif antara dua positif
Mulailah percakapan dengan menyebutkan yang telah dilakukan penerima kritik
dengan benar. Dengan menggunakan pujian yang tulus da memberikan feedback
(umpan balik) yang membangun akan membuat orang tersebut akan lebih mudah
menerima.
3. Sorot masalahnya bukan pribadinya
Saat memberikan kritik, pastikan untuk focus pada situasi atau tindakan tertentu
yang mendorong diskusi. Gunakan pernyatan “saya” daripada pernyataan “anda”
untuk menjaga masalah tetap di garis terdepan percakapam, bukan karakter orang
tersebut. Daripada mengatakan “anda tidak pernah siap” lebih baik mengatakan
“saya perhatikan anda tampak kewalahan dengan klien baru. Saya yakin anda bisa
menggunakan bantuan” itu akan lebih membuat penerima kritik lebih muda
menerima masukan dan lebih terfokus tentang masalah yang dihadapi.
4. Berikan detail khusus
Tidak cukup hanya mengatakan kepada seseorang bahwa mereka melakukan suatu
yang salah. Anda harus memberi mereka penjelasan yang jelas tentang apa yang
anda ingin mereka ubah. Memberitahu seseorang “agar lebih ramah” tidak memiliki
konteks dan tidak memberi orang itu fondasi untuk meningkat. Disisi lain,
mengatakan “kami berusaha untuk membberikan pengalaman terbaik bagi klien
kami” memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang harus diikuti.

Sebelum memasuki ulasan berikutkan, pastikan untuk memiliki strategi yang dipikirkan dengan
matang untuk menangani kritik yang mungkin anda terima atau kritik yang mungkin perlu anda
sampaikan kepada orang-orang yang berinteraksi dengan anda disekitar.

4.4 Contoh Profesinal Critism

Alih alih menggunakan penyampaian “ x, terima kasih telah menawarkan diri untuk membuat
brief desain untuk rapat staf bulanan kami “ lalu ditambahkan sedikit masukan “ saya punya
beberapa saran yang saya rasa akan meningkatkan hasil akhir. Di masa mendatang, dapatkah
anda yakin untuk memasukkan maket desain kami untuk setiap proyek?” lalu ditutup dengan
menekankan kekuatan tambahan rekan dengan “ pertemuann ini berjalan lebih lancer berkat hal
tersebut “. Seperti yang sudah terjelasakan di cara penyampaian professional critism poin dua,

10
bahwa menggunakan pujian yang lebih tulus dan memerikan uman balik yang konstruktif akan
membuat orang itu lebih mudah menerima.

5. Self Critism

5.1 Self-Criticsm Secara Umum

Hampir setiap saat seseorang melakukan self-talk, berbicara dengan diri sendiri. Salah satu
bentuk self-talk yang sering dilakukan adalah pathological critic. Pathological kritik adalah
istilah yang diciptakan oleh psikolog Eugene Sagan untuk mendeskripsikan suara hati yang
menyerang dan menghakimi diri. Setiap orang memiliki suara hati yang mengkritik dirinya.
Orang-orang yang mengkritik dirinya lebih kejam cenderung memilki harga diri yang rendah.
Pathological critic berkaitan erat dengan self-criticism

Contoh kritikan yang kejam adalah seperti

1. “Kau tidak pernah menyelesaikan apa pun tepat waktu!”


2. “Kau selalu menghancurkan segalanya!”
3. “Kenapa kau melakukan hal tersebut? Kau seharusnya ... ”.

Gambar: Ilustrasi self-critic dalam hati seseorang


Sumber: google
5.2 Pengertian Self-Criticism
Self-criticism memiliki dua definisi dalam Kamus Lengkap Psikologi karya J.P. Chaplin
(2005), yaitu:
1. Kemampuan untuk mengenali kelemahan dan keterbatasan diri
2. Pengenalan dan pengakuan bahwa prestasi sendiri itu tidak memiliki sifat-sifat yang
dikehendaki oleh standar sosial atau seperti yang diharapkan atau ditentukan oleh diri sendiri.
Menurut Rosengren, C (2007) mengungkapkan self-criticism sebagai suatu cara melihat diri
sendiri, menemukan kekurangan dalam diri dan menguatkan pesan bahwa diri sendiri tidak
cukup baik. Self-Criticism menekan diri pada kesalahan apa yang telah diperbuat, apa yang

11
seharusnya dilakukan dengan lebih baik, apa yang perlu dilakukan dengan cara yang berbeda
lain kali, merasa frustasi terhadap diri sendiri dan perasaan bahwa diri tidak cukup baik. Self-
criticism adalah suatu kritik internal dalam keadaan tidak realistik dan individu akan memiliki
pemikiran berbeda ketika kritikan tersebut tentang orang lain.
Dick Olney mengatakan bahwa self-criticism adalah kebencian pada diri sendiri, dan akan
selalu menyerang diri sendiri tanpa pengecualian. Self-criticism adalah kecenderungan untuk
memusatkan perhatian dan menekankan pada aspek-aspek negatif dari konsep diri seseorang,
kehidupan seseorang atau umpan balik yang negatif (Chang, E, 2007)
Self-criticism adalah bentuk maladaptif dari self-definition (karakter, tingkah laku individu)
yang dikarakterisasikan dengan self-regulation (kontrol diri) yang disertai oleh rasa bersalah
dan ketakutan akan celaan. Self-criticism membuat cara adaptasi individu menjadi buruk.
Orang yang memiliki self-criticism akan lebih mungkin memulai dan mengatur pengejaran
tujuan berdasarkan kemungkinan rasa bersalah dan harga diri daripada minat dan makna
personal. Orang yang memiliki self-criticism mungkin menjadi lebih fokus menghindari
kegagalan dan mencegah kehilangan
Self-criticism menunjuk pada salah satu isi dari “hati nurani” atau superego yaitu penilikan diri
atau kritikan diri (Mappiare, 2006). Sedangkan menurut VandenBos G.R (2007), self-criticism
adalah pemeriksaan dan evaluasi dari perilaku seseorang dengan pengenalan akan kelemahan-
kelemahan, kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan.
Dari berbagai uraian di atas maka dapat menyimpulkan bahwa self-criticism adalah bentuk
gangguan diri internal yang berupa pemeriksaan dan evaluasi dari perilaku seseorang dengan
pengenalan akan kelemahan, kesalahan, kekurangan diri sendiri yang disertai rasa bersalah dan
ketakutan akan celaan.

5.3 Penyebab Self-Criticism

Menurut Koestner, Zuroff & Power, 1991; Brewin dkk., 1992; McKay, 2000; Cheng dan
Furham, 2004; Grzegorek, 2004; Engel, 2006, bahwa pola asuh orang tua adalah faktor yang
menyebabkan self-criticism. Perilaku orang tua memiliki pengaruh yang mendalam dalam
pembentukan self-concept─kepercayaan atau gambaran yang dimiliki seseorang mengenai
dirinya dan self-esteem─bagaimana seseorang melihat dirinya secara keseluruhan

Beberapa hasil penelitian yang mendukung teori gaya asuh orang tua adalah faktor penyebab
self-criticism, seperti yang dikemukan Hertz dan Gullone (1999, seperti dikutip dalam Cheng,
2004). Mereka berpendapat bahwa kualitas hubungan orang tua-anak memiliki peran yang

12
signifikan dalam percaya diri jangka panjang, ketahanan dan kesejahteraan dari seorang
individu.

Dalam formulasi dari perkembangan self-criticism menurut Blatt (1974, seperti dikutip dalam
Koestner, Zuroff & Power, 1991), dia mengusulkan kecenderungan self-critics untuk
mengkritik dirinya sendiri didorong oleh keprihatinan atas kehilangan penerimaan dari orang
tua, dan orang tua yang memiliki sikap dingin, kasar, menuntut, dan menghakimi. Menurut
Blatt, orang tua adalah sebab yang paling krusial dari self-criticism. Bahkan investigasi yang
dilakukan Firth-Cozens (1992, seperti dikutip dalam Brewin, dkk., 1992) menunjukkan level
self-criticism yang lebih tinggi diasosiasikan dengan laporan hubungan anak dengan kedua
orang tuanya, ayah dan ibu yang kurang memuaskan.

Teori pembelajaran sosial yang dikemukakan Bandura (1977, seperti dikutip dalam Koestner,
Zuroff & Power, 1991) mengusulkan bahwa anak-anak memperoleh standar penguatan diri dari
observasi terhadap lingkungannya. Orang tua merupakan lingkungan pertama dan terdekat.
Orang tua menjadi cermin dan sumber seorang anak dalam menilai dirinya sendiri. Kalau orang
tua mengasihi, mendorong, dan memberikan disiplin dengan batasan yang benar dan konsisten,
anak-anak mereka akhirnya menjadi percaya diri.

Gambar: Orang tua adalah lingkungam pertama bagi anak


Sumber: google
Tetapi orang tua yang lalai, kritis, dan tidak adil, dan memberikan disiplin kasar dan tidak sesuai
batas, membuat anak-anak mereka merasa tidak aman, self-critics, dan mereka pun memiliki
harga diri rendah.

Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang sering memarahi, mengkritik, tidak memasang
batas-batas sehat atas perilaku anak-anaknya dan memukul setiap kali anak-anaknya melakukan
kesalahan kecil, anak-anak tersebut biasanya menyalahkan diri mereka sendiri atas perlakuan
orang tua mereka. Hal ini disebabkan karena anak-anak itu egocentric, mereka berasumsi bahwa
segala sesuatu berpusat di sekitar mereka sehingga mereka sendirilah yang menyebabkan reaksi
orang lain kepada mereka.

13
Gambar: Ilustrasi anak dipaksa untuk perfeksionis
Sumber: google
Beberapa dari mereka kemudian berusaha mengatasi rasa malu, tidak aman, dan harga diri yang
rendah dengan mengejar kesempurnaan atau menjadi seorang yang perfeksionis dan biasanya
salah satu atau kedua orang tua mereka juga merupakan orang yang perfeksionis. Anak-anak
tersebut mengira menjadi sempurna akan menghilangkan rasa malu mereka.

Namun, mereka menjadi terlalu keras pada diri sendiri. Dalam mengharapkan kesempurnaan,
mereka selalu menuntut dan mengkritik diri mereka sendiri. Mereka mengharapkan diri mereka
selalu benar dan sulit memaafkan diri mereka ketika melakukan kesalahan dan untuk
mewujudkannya, mereka memaksa diri mereka melampaui batas-batas manusia normal.

Perfeksionisme memiliki keterkaitan dengan self-criticism. Blatt (1995, seperti dikutip dalam
Grzegorek dkk., 2004) mencatat, "perfeksionis individu yang mengalami depresi difokuskan
terutama pada isu-isu harga diri dan self-critics, mereka mencaci, mengkritik, dan menyerang
diri mereka sendiri, dan pengalaman intens perasaan bersalah, malu, kegagalan, dan tidak
berharga".

Gambar: Ilustrasi skala perfeksionis dalam diri sesorang


Sumber: google

Hasil penelitian Grzegorek, Slaney, Franze, dan Rice (2004) mendukung penelitian yang
sebelumnya dilakukan Rice dan Slaney (2002) menunjukkan kelompok yang bukan
perfeksionis memiliki skor self-critics yang lebih rendah dibanding kelompok yang
perfeksionis. Perfeksionis secara tidak langsung merupakan penyebab self-criticism. Semakin
perfeksionis seseorang maka orang tersebut menjadi semakin self-critics.

14
Menurut Andrew (dalam Gilbert, P dan Procter, S, 2006) sumber-sumber self-criticism yaitu

1. Modelling. Modelling adalah memperlakukan diri sendiri seperti yang diperlakukan orang
lain pada dirinya.
2. Strategi atau perilaku aman dengan orang lain yang bersikap bermusuhan.
3. Rasa malu.
4. Ketidakmampuan untuk menenteramkan diri.
5. Ketidakmampuan untuk menghibur diri ketika berada dalam ancaman.
6. Ketidakmampuan untuk memproses kemarahan.
7. Kekurangan skema internal orang lain sebagai orang yang aman dan suportif dan atau
sebagai respon ketakutan-kemarahan atau frustrasi yang bertindak sebagai peringatan
dalam menghadapi ancaman.

Menurut Gilbert (Gilbert, P et al, 2004), self-criticism dapat timbul dari usaha-usaha untuk
memperbaiki diri sendiri dan mencegah kesalahan, keluar dari frustasi, atau dari kebencian pada
diri.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa self-criticism berasal


dari beberapa hal yaitu modelling, perilaku aman, rasa malu, usaha memperbaiki diri,
ketidakmampuan untuk menentramkan diri dan ktidakmampuan untuk memproses kemarahan
serta peran orang tua dalam mendidik anak dan memaksakan anak menjadi seseorang yang
perfeksionis.

5.4 Aspek – Aspek Self-Criticsm

Menurut Gilbert, P et al (2004) terdapat 2 aspek untuk mengukur self- criticism yaitu:

1. Inadequate Self
Inadequate Self mencakup perasaan dalam diri individu yang tertekan secara internal dan
menimbulkan perasaan inadequate (merasa tidak mampu) oleh kegagalan dan kemunduran
yang dialami individu. Inadequate Self berfokus pada perasaan ketidakcakapan individu
dan perasaan individu bahwa ia telah terkalahkan. Inadequate Self juga melingkupi
perasaan bahwa individu merasa pantas untuk dikritik dan pemikiran bahwa individu
mengingat dan larut dalam kegagalan yang dialami.
2. Hated Self
merangkum respon yang lebih destruktif dan berdasarkan kemuakan diri pada kemunduran
yang dialami dikarakteristikkan oleh ketidaksukaan pada diri (self-dislike) dan hasrat

15
agresif atau sadistis atau penyiksaan (persecution) kepada diri sendiri. Hated Self Berfokus
pada rasa kemarahan pada diri atau self-hatred.
Cox et al (2004) mengungkapkan bahwa aspek dari self-criticism yaitu self-blame yaitu
merupakan salah satu penilaian negatif kognitif, feelings of worthlesness and guilt,
Perceived personal weakness dan Perasaan bahwa telah gagal untuk berbuat sesuai dengan
harapan semula.
Thompson dan Zuroff (dalam Gilbert, P et al, 2004) mengukur self- criticism dalam dua
aspek, yaitu

Thompson dan Zuroff (dalam Gilbert, P et al, 2004) mengukur self- criticism dalam dua aspek,
yaitu

1. Comparative Self-Criticism (Com S.C)


Adalah pandangan negatif dari diri dalam perbandingannya dengan orang lain.
Comparative Self-criticism merefleksikan kepedulian akan keadaan sosial. Item-item
dalam Comparative Self-criticism termasuk ketidaknyamanan dalam situasi sosial dimana
individu tidak sepenuhnya mengetahui apa yang akan terjadi dan ketakutan akan
kehilangan penghargaan dari orang lain apabila seseorang terlalu mengetahui diri individu
yang bersangkutan.
2. Internalized Self-criticism (Int.S.C)
Adalah pandangan negatif dari diri dalam perbandingannya dengan standar diri internal.
Item-item dalam Internalized Self-criticism meliputi perasaan kesedihan mendalam ketika
mengalami kegagalan dan perasaan keraguan akan nilai diri ketika mengalami kegagalan.

Aspek self-criticism yang akan peneliti gunakan adalah aspek-aspek yang dikemukakan
oleh Gilbert, P et al (2004) yaitu Inadequate Self dan Hated Self.

5.5 Konsep Self-Criticsm

Beck (dalam Gilbert, P et al, 2006) berpendapat bahwa kognisi, emosi dan elemen-elemen
pondasi psikologis dapat dihubungkan dalam modes (cara-cara). Aktivasinya seiring dengan
berjalannya waktu , mempengaruhi kemunculan tipe- tipe tertentu dari skema diri yang lain
sebagai kompetensi kognitif yang beragam untuk hubungan diri dengan yang lain (misalnya
kesadaran diri dan teori-teori tentang pikiran) dan berkembang dengan kematangan.

16
Gilbert, P (2005) menghubungkan self-criticism ke dalam bentuk hubungan self-to-self internal
yang berakar pada system-sistem penyusun hal-hal yang berhubungan dengan sosial yang
disebut teori mentalitas sosial.

Gilbert (dalam Gilbert, P et al, 2006) mengungkapkan bahwa elemen yang lebih jauh dari
skema-skema diri yang lain , berhubungan dengan evolusi dari sistem pembentukan peran dan
ditentukan secara sosial. Sistem pembentukan peran mengarah pada mentalitas sosial.
Mentalitas sosial membimbing orang untuk menciptakan tipe-tipe tertentu dari peran-peran
dengan orang lain.

Contohnya adalah kelekatan anak, perlindungan orangtua, pertemanan, persekutuan atau


hubungan seksual), membimbingnya dalam interpretasi terhadap peran sosial orang lain yang
dicoba atau dicari untuk diperankan pada dirinya (misal orang lain berlaku peduli, seksual,
ramah atau kompetitif terhadap dirinya) dan juga membimbing respon-respon afektif dan
behavioral (contoh: jika orang lain ramah maka respon yang timbul adalah mendekati dan
berlaku ramah juga, jika orang lain bersikap bermusuhan maka respon yang timbul adalah
menyerang atau menghindari).

Orang dapat mengatasi kegagalannya dengan lebih baik jika dirinya memiliki akses kepada
skema suportif untuk dirinya sendiri dan atau orang lain. Tingkatan dimana orang dapat
mengakses kehangatan dan dukungan, atau menghukum diri dan kritis pada diri, skema
hubungan orang lain ke diri sendiri dan diri ke diri sendiri dan ingatan-ingatan memiliki sikap
pokok pada respon emosi dan sosial terhadap kejadian-kejadian yang ada.

Sistem-sistem internal manusia berguna untuk merespon isyarat-isyarat sosial eksternal


(contohnya perasaan relaks dan suportif terhadap isyarat-isyarat sosial yang positif, atau takut,
malu dan patuh terhadap isyarat-isyarat ancaman dari orang lain yang sangat kuat) terkait
dengan mentalitas sosial sehingga dapat juga menjadi pola, dengan prosedur implicit untuk
memproses dan merespon sinyal-sinyal internal. Baldwin (dalam Gilbert, P et al, 2006)
berpendapat bahwa skema-skema interpersonal (diri dalam hubungannya dengan orang lain)
membentuk dasar untuk evaluasi dan pengalaman-pengalaman hubungan internal diri
berikutnya.

Constantines dan Michelle luke (dalam Chang, E, 2007) membedakan antara dua motif evaluasi
diri, yaitu Self-enhancement dan self-assessment. Motif Self-enhancement menggerakkan
pikiran dan tingkah laku dalam tugas memelihara, melindungi atau meningkatkan kepositifan
konsep diri.

17
Kebalikannya, motif self-assessment menggerakkan pikiran dan tingkah laku ke arah
pemeliharaan, perlindungan dan peningkatan keakuratan konsep diri. Kedua motif ini
mempunyai pengaruh yang bersifat memaksa yang seringnya berlawanan pada proses informasi
yang berkenaan dengan diri. Dua motif ini diaktivasi dan bersaing pada proses seleksi dari
informasi. Self-enhancement adalah kecenderungan untuk fokus dan menekankan aspek-aspek
positif dari konsep diri seseorang (misalnya sifat, kemampuan dan cita-cita), kehidupan
seseorang (misalnya kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diinginkan, kapasitas
untuk mengendalikan kejadian-kejadian macam itu) atau informasi yang berkenaan dengan diri
yang baru masuk (misal umpan balik).

Salah satu produk dari self-assessment adalah self-criticism. Orang akan mempertanyakan
maksud dirinya ketika memilih keakuratan daripada kepositifan informasi atau pengetahuan
diri. Individu melampaui informasi yang diberikan dan ikut serta dalam pencarian autobiografis
yang dalam dan obyektif, juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit mengenai orang
macam apa individu sebenarnya dan berakhir dengan mengkritik diri individu sendiri. Self-
assessment dapat menghasilkan kecenderungan self-criticism terhadap ciri kepribadian, tingkah
laku, keahlian, kemampuan, kebiasaan atau cita-cita seseorang.

Ketika individu menyerang dan mengkritik diri sendiri, kemungkinan mengaktivasi beberapa
cara otak yang sama dengan ketika individu melakukannya pada orang lain. Greenberg, Elliot
dan Foerster (dalam Gilbert, P et al, 2006) berpendapat bahwa depresi lebih mungkin pada
individu yang tidak dapat membela diri individu sendiri dari sikap menyerang diri individu,
kemudian individu merasa kalah dan ditaklukkan oleh sikap tersebut dan secara patuh
menerima self-criticism. Whelton dan Greenberg (dalam Gilbert, P et al, 2006) menemukan
bahwa orang dengan self-criticism yang tinggi sering tunduk pada self-criticism individu
sendiri, dan tidak dapat meniadakan sikap individu yang menyerang diri individu sendiri.

Blatt dan Homann (dalam Irons et al, 2006) mencatat bahwa self-criticism berkembang dari
kecemasan-kecemasan akan kehilangan persetujuan orangtua yang bersikap kasar, memiliki
sifat menghukum, yang juga kekurangan kehangatan emosi. Koestner, Zuroff dan Powers
(dalam Irons et al, 2006) menemukan bahwa anak yang memiliki orangtua yang bersikap
membatasi dan menolak secara berlebihan lebih mungkin untuk menjadi pribadi yang
mengkritik diri sendiri.

Baldwin (dalam Gilbert, P et al, 2006) berpendapat bahwa pengalaman- pengalaman dalam
hubungan-hubungan, memberikan skema interpersonal yang menjadi sumber hubungan dengan

18
diri sendiri (self-relating) yang adalah bahwa individu mungkin berpikir tentang diri sendiri dan
memperlakukan diri sendiri dengan cara yang dilakukan orang lain padanya.

Hermans, H dan Dimaggio, G (2004) mengatakan bahwa self-criticism tidak hanya berisi
kumpulan dari kepercayaan dan pemikiran yang dipegang mengenai diri atau diarahkan pada
diri dalam bentuk tuntutan-tuntutan dan peringatan-peringatan. Hal yang terinternalisasi dalam
self-criticism lebih dari sekedar kandungan kognisi negatif , tetapi juga nada emosi yang
mengikutinya, cemoohan dan penolakan yang adalah kecenderungan aksi dari emosi-emosi
seperti kebencian dan kemuakan.

Greenberg (dalam Gilbert.P, 2004) yang pertama menyatakan dengan jelas bahwa
ketidakmampuan untuk membela diri dan merasa terkalahkan oleh self-criticismnya,yang
terkandung di dalam self-criticism adalah suatu hal yang penting dalam respon afeksi. Beberapa
kasus menunjukkan seperti ada pertikaian yang berlangsung dalam diri dan kebencian pada diri.

Berdasarkan hal-hal di atas konsep self-criticism dapat disimpulkan berasal dari sistem-sistem
internal manusia yang berguna untuk merespon isyarat- isyarat sosial eksternal. Hal ini terkait
dengan mentalitas sosial sehingga dapat juga menjadi pola prosedur implisit untuk memproses
dan merespon sinyal-sinyal internal skema-skema interpersonal (diri dalam hubungannya
dengan orang lain) membentuk dasar untuk evaluasi dan pengalaman-pengalaman hubungan
internal diri berikutnya.

Dua motif evaluasi diri adalah self-enhancement dan self- assessment. Self-assessment dapat
menghasilkan kecenderungan self-criticism terhadap ciri kepribadian, tingkah laku, keahlian,
kemampuan, kebiasaan atau cita-cita seseorang

5.6 Cara Mengatasi Self-Criticsm

Bervely Engel (2005) dalam bukunya Healing Your Emotional Self menyarankan enam
langkah dalam mengatasi self-criticism yaitu:

1. Menghadapi kenyataan dan membiarkan emosi tersebut keluar.


2. Menyadari bahwa orang tua telah melakukan kesalahan, bukan berarti menyalahkan orang
tua tetapi maksud Bervely Engel adalah berhenti menyalahkan diri sendiri. Menyalahkan
diri sendiri membuat seseorang depresi. Dengan menyadari bahwa orang tua telah
melakukan kesalahan membuat orang yang memiliki harga diri rendah akibat self-citicism
diharapkan mampu menolak kritik atau pesan-pesan negatif yang berasal dari orang tuanya.

19
3. Mengeluarkan rasa marah pada orang tua dengan menceritakan yang selama ini dirasakan
ke teman dekat atau terapis karena hal tersebut membantu mengurangi rasa bersalah dan
membantu orang yang memiliki self-criticism untuk berhenti menyalahkan dirinya sendiri.
4. Menerima diri sendiri dan berusaha mengganti suara hati yang mengkritik menjadi suara
hati yang penuh kasih sayang. Kemudian seseorang dengan self-criticism diharapkan
berhenti membandingkan dirinya dengan orang lain karena membandingkan diri dengan
orang lain sering membuat seseorang merasa terancam.
5. Percaya bahwa orang-orang akan menerima dirimu apa adanya. Caranya dengan
mengelilingi diri dengan orang-orang yang menerima dirimu. Jangan menolak pujian
ataupun perlakuan baik dari seseorang.

5.7 Self Criticism Dalam Arsitektur

Bentuk lain dari kritik yang berkaitan dengan arsitektur salah satunya ialah pengajar di akademi
yang membahas tentang kritik desain.

Kritik arsitektur dapat ditemukan dalam berbagai situasi, termasuk dalam saat-saat penting
ketika mengajukan usul solusi desain untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain dalam
memberikan pendapat mengenai ide. Proses kritik biasanya berada diantara desainer dengan
perusahaannya, diantara, klien dengan arsitek, diantara arsitek dengan kontraktor, diantara
pengguna bangunan dengan bangunan itu sendiri.Untuk beberapa orang, kritik sangat berguna
karena merupakan salah satu fasilitas untuk mengerti. Mereka ingin tahu mengapa bangunan
berbentuk seperti demikian, siapa yang bertanggung jawab tentang itu, dan apa artinya itu.

Meskipun respon kita terhadap kritik lebih sering bertahan dan di intimidasi dengan hal-hal
yang muncul menjadi pendapat yang negatif tentang pekerjaan kita dan karena itu pribadi kita
menjadi bernilai. Dengan mengerti metode tentang kritik seharusnya dapat membuat
kemungkinan untuk membuat diskriminasi antara metode dan tujuan. Sehingga dapat melihat
metode kritik sebagai taktik, kendaraan untuk menyampaikan konten secara signifikan. Kunci
untuk mencapai pengertian mengenai kritik sebagai sarana bukan ancaman ialah melihat kritik
itu sebagai perilaku bukan ancaman.

Secara garis besar lingkungan (setting) kritik arsitektur dapat diidentifikasi dalam beberapa
kondisi, antara lain:

1. Self (diri), Authority (yang berwenang),


2. Expert (pakar), Peer (kelompok) dan

20
3. Layman (orang awam).

Menurut hasil wawancara Santiago Calatrava tentang “Self-criticsm itu penting” dalam El Pais
oleh author Guillermo Abril dipublikasikan pada tanggal 4 Maret 2016 adalah sebagai berikut

GA: "Apakah Anda bisa bersikap objektif tentang kesalahan Anda, untuk terlibat dalam
kritik diri?"

SA: "Kamu tidak tahu. Itulah kunci perbaikan diri. Istri saya mungkin akan mengatakan
bahwa saya telah mengkritik diri sendiri ke tingkat psikopat. Mereka mengatakan bahwa Bach
tidak pernah senang dengan pekerjaannya karena dia selalu mencari ke tingkat yang lebih
tinggi. Diperlukan kritik-diri. ”

GA: "Bisakah Anda memberi kami contoh?"

SA: "Aku tidak tahu. Anda pergi untuk melihat sebuah karya dan yang Anda lihat adalah
kesalahannya. Kritik diri sangat pribadi. Kritik adalah untuk para kritikus. "

5.8 Pengertian Self-Criticsm dalam Arsitektur

Self critism adalah salah satu metode untuk mengkritisi suatu karya/objek punya kita sendiri
dan dikritisi oleh diri kita sendiri. Hal ini bisa dilakukan jika diri kita mempunyai perspektif
berbeda di dalam otak atau pikiran kita. Bisa dikatakan bahwa self critism ini membuat kita
untuk berfikir menjadi orang lain. Dalam proses berfikir self critism, dalam otak kita harus
berfikir menjadi 2 sudut pandang pribadi yaitu pikiran positif menjelaskan tentang apa yang
harus diperbaiki dan ada pikiran negative menjelaskan rasa takut kemudian memperbaikinya.

5.9 Komposisi Dalam Self-Criticsm Arsitektur

Kritik diri merupakan kerja yang otoritasnya merupakan komposisi dari beberapa kegiatan:

1. Pengayaan/Penyaringan (Labour of Shifting), yaitu dimana ide sudah dapat


dibayangkan
2. Penggabungan (Labour of Combining), yaitu melakukan penggabungan terhadap ide
yang sudah di dapat.
3. Penyusunan (Labour of Constructing), yaitu melakukan penyusunan ide-ide yang telah
tergabung.
4. Penghapusan (Labour of Expunging), yaitu penyaringan atau penghapusan terhadap ide-
ide yang sudah terususun.
21
5. Pembetulan (Labour of Correcting), yaitu dilakukannya perbaikan setelah melakukan
penyaringan ide.
6. Pengujian (Labour of Testing), yaitu melakukan uji coba ide dengan menuangkannya
terhadap desain atau rancangan

Menurut (Shan, 1957) Seorang artis dalam pekerjaan keseniannya ia tidak cukup sekadar
menjadi dirinya. Dia harus berfungsi dan bertindak sebagai dua orang setiap saat dan dalam
berbagai cara. Satu sisi ia berlaku sebagai penghayal (imaginer) dan pembuat (producer) tetapi
pada sisi lain ia juga kritikus.

Setidaknya ada tiga suara (bisikan) yang secara psikologis menyertai diri ketika dihadapkan
dalam usaha memecahkan proses perancangan, yaitu :

1. Suara Keharusan ( The Should Voices )

Ada dua suara keharusan:

a) Suara yang berwenang (authority voices)


mengatakan pada diri bahwa diri naïf dan tidak kompeten dan menyatakan bahwa diri
harus lebih baik lagi;
b) Suara umum (peer voice)
mengatakan bahwa kita professional dan harus mempertanggungjawabkannya. Secara
psikologis should (keharusan akan) dalam suara bisikan ini telah menjadi “obsesi
neurotic”.

Semua ini berkecamuk di sekeliling diri selama berlangsungnya proses berkarya. Rujukan dari
suara keharusan mengacu pada prinsip-prinsip moral tertentu yang harus dipertimbangkan
dalam diri.

2. Suara Ketakutan ( The fear voices )

Ada dua suara ketakutan :

1. Ketakutan pada Kegagalan ( Fear of Failure )


Adakalanya ketika kritik telah kita lontarkan tiba-tiba diri merasa bahwa diri tidak mampu
bertindak semuanya. Apa yang dilakukan terasa salah dan akan gagal. Diri ditempatkan
sedemikian rupa dalam kebenaran yang lain yang lebih terpercaya. Ketakutan pada
kegagalan menyeruak ketika diri dapat mengantisipasi suara petuah dan suara umum dan
juga tahu bahwa mereka benar.

22
2. Ketakutan pada Kesuksesan ( Fear of Success )
Jika diri sukses dalam tugas, maka sukses akan membawa tanggungjawab baru, standard
yang lebih tinggi dan tuntutan performa yang lebih baik lagi ke depan.
3. Suara peringatan ( The Cautionary voice )
Suara peringatan mengklain lebih mengetahui diri dari pada diri saya sendiri. Suara-suara
itu ditemukan dalam serapan pengalaman dan kemampuan internal.

5.10 Contoh Self-Criticsm Arsitektur

Contohnya saya mengambil tugas besar Perancangan Arsitektur 3 saya “Student Center of
USU”

Gambar: Interior “Student Center of USU’ PA 3


Sumber: pribadi

Dalam mengkritik desain ini saya lebih memperbaiki desain saya menurut hasil kajian literatur
yang saya dapatkan. Dalam bangunan Gedung UKM di “Student Center of USU” terdapat
ruangan yang diperuntukkan bagi setiap UKM. Tetapi pada langit” ruangan tersebut tidak
ditutupi oleh penutup langit - langit atau plafon. Menurut hasil pembelajaran dan literatur yang
saya dapatkan bahwa plafon tersebut dapat memperindah langit - langit dan juga membantu
dalam menata lampu ruangan karena membutuhkan pencahyaan buatan yang cukup. Dengan
adanya plafon juga, kita dapat menginsulasi suhu hangat ini di antara genteng dan juga plafon
saja sehingga suhu di dalam ruangan akan cenderung lebih sejuk dan nyaman bagi penghuninya.

5.11 Kesimpulan Self-Criticsm

Menurut hasil kajian diatas baahwa faktor penyebab self-criticism ada dua yaitu:

1. Pola asuh orang tua dan perfeksionis.

23
Pola asuh yang menyebabkan self-criticism adalah perilaku orang tua terhadap anaknya yang
negatif, seperti orang tua sering memarahi, mengkritik, tidak memasang batas-batas sehat
atas perilaku anak-anaknya dan memukul setiap kali anak-anaknya melakukan kesalahan
kecil.
2. Perfeksionis karena semakin perfeksionis seseorang maka orang tersebut juga semakin self-
critics orang tersebut.

Dampak yang ditimbulkan dari self-criticism adalah rendahnya harga diri, menyebabkan
depresi, memiliki representasi kognitif yang negatif dari orang lain, terlibat dalam bermusuhan,
memiliki perilaku interpersonal yang kompetitif, dan dukungan sosial yang lebih sedikit.

Menurut Bervely Engel (2005), ada enam langkah yang dapat mengatasi self-criticism yaitu
menghadapi kenyataan, menyadari orang tua telah melakukan kesalahan, becerita pada teman
atau terapis, berusaha menerima diri sendiri, berhenti membadingkan diri dengan orang lain dan
berharap orang-orang akan menerima dirimu apa adanya.

Dalam konteks arsitektur self critism merupakan suatu metode untuk mengkritik hasil karya
yang telah kita desain. Self-criticsm ini membuat kita mempunyai perspektif berbeda di dalam
otak dan pikiran kita untuk berfikir menjadi orang lain Dalam proses berfikir self critism, dalam
otak kita harus berfikir menjadi 2 sudut pandang pribadi yaitu pikiran positif menjelaskan
tentang apa yang harus diperbaiki dan ada pikiran negatif menjelaskan rasa takut kemudian
memperbaikinya.

24
BAB III
PENUTUP

Kritik adalah praktik menilai baik buruknya sesuatu. Mengkritik tidak selalu berarti
menemukan kesalahan, tetapi kata itu sering diartikan sebagai ungkapan sederhana dari suatu
objek melawa prasangka, tidak peduli positif atau negative. Sering kali kritik melibatkan
ketidaksepakatan aktif, tetapi itu mungkin hanya berarti “memihak”. Kritik konstruktif akan
sering melibatkan eksplorasi dari berbagai sisi masalah.

Kritik merupakan latihan evaluative atau korektif yang dapat terjadi di setiap area kehidupan
manusia. Kritik karena itu dapat mengambil berbagai bentuk. Bagaimana orang bias mengkritik
bias sangat bervariasi. Dalam bidang-bidang tertentu dari upaya manusia, bentuk kritik bisa
sangat khusus dan teknis. Seringkali membutuhkan pengetahuan professional untuk
menghargai kritik.

Kritik juga merupakan studi evaluasi dan interpretasi sastra. Tujuannya adalah memahami
makna yang mungkin dari fenomena budaya, dan konteks dimana mereka terbentuk. Dalam
melakukan hal itu, sering dievaluasi bagaimana produksi budaya berhbungan denngan produk
lainnya.

Dalam ilmu filosofi Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan
tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang
utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan,
khususnya dari pemerintah dan agama.

Kritik Liberal,atau kritik yang bebas tidak terikat pada sebuah topik/permasalahan.Sesuai
dengan artinya yang liberal, kritik liberal mengajak orang lain berfikir secara bebas/tidak terikat
pada sebuah peraturan yang mengikat kebebasan diri.

Jenis kritik yang didasarkan pada spekulasi dikenal sebagai Kritik Spekulatif. Ketika sebuah
kritik tidak memiliki bukti yang cukup saat itulah kritik spekulatif terjadi. Ketika hal-hal yang
tidak pasti atau mungkin pasti dan ketika beberapa kemungkinan hadir pada saat yang sama itu
berarti kritik spekulatif terjadi. Orang-orang harus berurusan dengan ketidakpastian dalam
sebagian besar waktu hidup mereka dan mereka harus menafsirkan hal-hal tanpa mengetahui

25
detailnya dan saat itulah pikiran spekulatif muncul. Kritik spekulatif terjadi ketika sesuatu
diasumsikan dengan cara tertentu tanpa mempunyai bukti yang kuat.

Kritik spekulatif adalah kritik yang berfokus pada makna "kemungkinan" dari sesuatu, atau
konsekuensi "kemungkinan" dari itu. Kritik spekulatif biasanya terjadi tanpa adanya (cukup)
bukti yang akan memutuskan suatu masalah. Ini melampaui "fakta", karena fakta yang tersedia
(jika ada) tidak konklusif. Dengan demikian, kritik spekulatif biasanya terjadi ketika segala
sesuatu tidak pasti, (masih belum) pasti, atau ketika beberapa makna yang berbeda
dimungkinkan. Karena kebanyakan orang harus berurusan dengan beberapa ketidakpastian
dalam kehidupan sehari-hari mereka, dan harus menafsirkan hal-hal tanpa (belum) mengetahui
detail dari cerita lengkapnya, mereka menghibur pikiran spekulatif sebagai kejadian sehari-hari
yang normal.

Foolish criticism tidak jelas tentang apa motif atau tujuan kritik itu, atau tentang apa
konsekuensi atau efek dari kritik itu. Biasanya ini berkonotasi terhadap kurangnya wawasan
diri atau pemahaman yang baik tentang motif atau masalah yang terlibat. Foolish criticism
sering tidak sesuai dengan topik yang di bicarakan dan karena itu, kritiknya benar-benar "tidak
sesuai dengan topik tersebut", dalam beberapa arti tidak jujur atau salah menilai

Oleh karena itu, itu biasanya merugikan diri sendiri, yang mungkin membuat orang bertanya-
tanya mengapa hal itu dikatakan sama sekali.

Foolish criticism biasanya dalam kasus tertentu tidak ditanggapi dengan serius oleh orang-
orang yang mengerti tentang apa masalahnya; dengan demikian, kritik itu mungkin tidak
memiliki efek lain selain itu membuat orang tertawa, mengangkat bahu atau merasa kesal.
Orang mungkin mengakui bahwa kritik itu "berani" (mereka memuji kritik dengan keberanian
untuk membuat kritik), tetapi juga bahwa itu "bodoh" (karena, dengan membuatnya, kritik
mengorbankan sesuatu yang penting yang tidak perlu dikritiknya).

Istilah kritik porfesional dapat diterapkan dengan beberapa cara. Kritik yang dilakukan secara
professional ini menyiratkan bahwa itu dilakukan secara ahli dan hampir tidak dapat
ditingkatkan. Itu biasanya berarti bahwa itu dirancang dengan sangat baik, sehingga tidak ada
yang bisa menyangkalnya, dan bahwa orang merasa sesuatu harus dilakukan tentang hal itu.

Self critism adalah salah satu metode untuk mengkritisi suatu karya/objek punya kita sendiri
dan dikritisi oleh diri kita sendiri. Hal ini bisa dilakukan jika diri kita mempunyai perspektif
berbeda di dalam otak atau pikiran kita. Bisa dikatakan bahwa self critism ini membuat kita

26
untuk berfikir menjadi orang lain. Dalam proses berfikir self critism, dalam otak kita harus
berfikir menjadi 2 sudut pandang pribadi yaitu pikiran positif menjelaskan tentang apa yang
harus diperbaiki dan ada pikiran negative menjelaskan rasa takut kemudian memperbaikinya

27
DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A. (1977). Social learning theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.


Brewin, C. R., Firth-Cozens, J., Furnham, A. & McManus, C. (1992). Self-criticism in
adulthood and recalled childhood experience. Journal of Abnormal Psychology 101, 561-566.
Chaplin, J.P. (2006). Dictionary of psychology. (Terj. Dr. Kartini Kartono). Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Cheng, H., & Furham, A. (2004). Perceived parental rearing style,self-esteem and self-criticism
as predictors of happiness. Journal of Happiness Studies 5, 1-21.
Grzegorek, J. L., Rice, K. G., Slaney, R. B. & Franz, S. (2004). Self-criticism, dependency,
self-esteem, and grade point average satisfaction among clusters of perfectionists and
nonperfectionists. Journal of Counseling Psychology 51, 192-200.
Hakes, R. (2001). Self-criticism as experienced by performing artists: A phenomenological
study. Kalamazoo: Western Michigan University,
Holden, G. and P. Miller: 1999, ‘Enduring and different: A meta-analysis of the similarity in
parents’ child rearing’, Psychological Bulletin 125, pp. 223–254.
Koestner, R., Zuroff, D.C., & Power, T. A. (1991). Family origins of adolescent self-criticism
and its continuity into adulthood. Journal of Abnormal Psychology 100, 191─197.
Mckay, M., & Fanning, P. (2000). Self esteem: A proven program of cognitive techniques for
assessing, improving, & maintaining your self-esteem. (Ed. ke-3). Oakland: New Harbinger
Publications, Inc.
Michener, H. A., DeLamater, J.D.& Myers, D.J. (2004). Social psychology. (Ed. ke-5).
Belmon: Wadsworth/Thomson Learning.
Zurrof, D. C., & Duncan, N. (1999). Self-criticism and conflict resolution in romantic couples.
Canadian Journal of Behavioural Science 31:3, 137─149.
Website:
raziq_hasan.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/11127/SETTING+KRITIK.pdf
https://eprints.uns.ac.id/8432/1/218670811201104081.pdf
https://english.elpais.com/elpais/2016/03/04/inenglish/1457101072_288437.html
https://hanabilqisthi.blogspot.com/2011/06/self-criticism-penyebab-dampak-dan-cara.html

28

Anda mungkin juga menyukai