Anda di halaman 1dari 100

SKRIPSI

LITERATURE REVIEW : HUBUNGAN DEMENSIA DENGAN ADL


(ACTIVITY DAILY LIVING) PADA LANSIA

Penelitian Keperawatan Gerontik

RISADA SEPTRIELLA

BP. 1611313011

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020

i
SKRIPSI

LITERATURE REVIEW : HUBUNGAN DEMENSIA DENGAN ADL


(ACTIVITY DAILY LIVING) PADA LANSIA

Penelitian Keperawatan Gerontik

RISADA SEPTRIELLA

BP. 1611313011

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020

ii
SKRIPSI

LITERATURE REVIEW : HUBUNGAN DEMENSIA DENGAN ADL


(ACTIVITY DAILY LIVING) PADA LANSIA

Penelitian Keperawatan Gerontik

SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Pada Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas

RISADA SEPTRIELLA
BP. 1611313011

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020

iii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :


Nama Lengkap: : Risada Septriella
Nomor Buku Pokok : 1611313011
Tanggal Lahir : 10 September 1998
Tahun Masuk : 2016

Nama Pembimbing I : Dr. Rika Sabri, S.Kp.,M.Kes.,Sp.Kep.Kom


Nama Pembimbing II : Fitra Yeni,S.Kp,MA
Nama Penguji I : Mohd Jamil,S.Kp,M.Biomed
Nama Penguji II : Gusti Sumarsih Agoes,S.Kp,M.Biomed
Nama Penguji III : Ns. Mahathir,S.Kep,M.Kep,Sp.Kep.Kom
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul:

“LITERATURE REVIEW : HUBUNGAN DEMENSIA DENGAN ADL


PADA LANSIA”
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya
akan menrima sanksi yang telah ditetapkan
Demikian surat peryataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya:

Padang, Juli 2020

Risada Septriella
No BP: 1611313011
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya

yang selalu dicurahkan kepada seluruh makhluk-Nya. Salawat serta salam

dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan nikmat dan

hidayah-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Literature Review : Hubungan Demensia dengan ADL (Activity Daily Living)

pada Lansia”.

Terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Ibu Dr. Rika

Sabri, S.Kp.,M.Kes.,Sp.Kep.Kom dan Ibu Fitra Yeni,S.Kp,MA sebagai

pembimbing saya yang telah dengan telaten dan penuh kesabaran membimbing

saya dalam menyusun proposal ini. Terimakasih yang tak terhingga juga

disampaikan kepada Pembimbing Akademik saya, Ibu Ns. Leni Merdawati,

S.Kep, M.Kep yang telah banyak memberi motivasi, nasehat, dan bimbingan

selama saya mengikuti perkuliahan di Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

Selain itu saya juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Hema Malini, S.Kp, MN, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas

2. Ibu Emil Huriani, S.Kp.MN selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

3. Dewan Penguji yang telah memberikan kritik beserta saran demi kebaikan

proposal ini

vi
4. Seluruh Staf dan Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang telah

memberikan berbagai ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan

5. Orang tua dan keluarga yang selama ini memberikan dukungan dan do’a tulus

kepada penulis dalam seluruh tahapan proses penyusunan skripsi ini

6. Keluarga besar angkatan A 2016 Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

dalam kekompakan, semangat, dan kebersamaan yang diberikan kepada

penulis dalam penulisan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Maka saran

dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi

penyempurnaan ini.

Padang, 20 Juli 2020

Penulis

vii
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
Juli, 2020

Nama : Risada Septriella


No.BP : 1611313011

LITERATURE REVIEW : HUBUNGAN DEMENSIA DENGAN ADL


(ACTIVITY DAILY LIVING) PADA LANSIA

ABSTRAK
Demensia merupakan menurunnya fungsi kognitif (keahlian dalam memproses
pikiran) tidak diinginkan terjadi pada penuaan normal dan biasanya sindrom ini
memiliki sifat kronis atau progresif sehingga menyebabkan gangguan pada ADL
(activity daily living) seperti aktivitas makan, kontinensia, berpakaian, toileting,
ambulasi dan mandi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
karakteristik lansia dengan demensia, ADL (activity daily living) lansia dengan
demensia, dan hubungan demensia dengan ADL (activity daily living) pada lansia.
Jenis penelitian ini adalah literature review dengan sampel penelitia delapan jurnal
dari pencaharian tiga situs jurnal yaitu google scholar, pubmed, dan science
direct. Data diperoleh dari hasil penelitian jurnal-jurnal. Hasil penelitiannya
didapatkan ada hubungan antara demensia dengan ADL (activity daily living)
dimana hasil ini menyatakan bahwa semakin lansia mengalami demensia yang
berat makan semakin tinggi ketergantungannya dalam melakukan ADL(activity
daily living).
Kata kunci : Demensia, ADL (Activity Daily Living), Lansia

viii
FACULTY OF NURSING
ANDALAS UNIVERSITY
JULY, 2020

Name : Risada Septriella


Student ID number : 1611313011

LITERATURE REVIEW : RELATIONSHIP BETWEEN DEMENTIA AND


ADL (ACTIVITY DAILY LIVING) IN ELDERLY

ABSTRACK
Dementia is a decline in cognitive function (expertise in mind processing)
undesirable occur in normal aging and usually this syndrome has a chronic or
progressive nature that causes interference with ADL (Activity Daily Living) such
as eating, continence, dressing, toileting, ambulation, and bathing. The purpose of
study was to determine the characteristics of the elderly with dementia, ADL
(Activity Daily Living) of the elderly with dementia, and the relationship of
dementia with ADL (Activity Daily Living) in elderly. This type of research is
literature review with a sample of eight journal research from the search of three
journal sites namely google scholar, pubmed, and science direct. Data obtained
from the results of the study found that there is a relationship between dementia
with ADL (Activity Daily Living) where these result state that the more elderly
people experience heavy dementia, the higher the dependence in doing ADL
(Activity Daily Living).
Keyword : Dementia, ADL (Activity Daily Living), Elderly

ix
DAFTAR ISI

Halaman Sampul Dalam .................................................................... i

Halaman Persyaratan Gelar .............................................................. ii

Persetujuan Skripsi ............................................................................ iii

Penetapan Panitia Penguji................................................................. iv

Kata Pengantar .................................................................................. v

Abstrak ............................................................................................... vii

Daftar Isi ............................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 9

A. Konsep Lansia .............................................................................. 9

B. Konsep Demensia ......................................................................... 16

C. Konsep Activity Daily Living......................................................... 35

BAB III METODOLOGI LITERATURE REVIEW ....................... 44

A. Jenis Penelitian ............................................................................. 44

B. Populasi dan Sampel ..................................................................... 45

C. Waktu Penelitian ........................................................................... 46

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................ 46

E. Instrumen Penelitian ..................................................................... 47

x
F. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 48

BAB IV HASIL KAJIAN LITERATUR ........................................... 49

BAB V PEMBAHASAN .................................................................... 64

A. Komparasi Jurnal ........................................................................... 64

B. Kritisi Jurnal .................................................................................. 66

C. Sintesis Jurnal ................................................................................ 69

BAB VI PENUTUP ............................................................................ 73

A. Kesimpulan .................................................................................... 73

B. Saran .............................................................................................. 73

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 74

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Beberapa indeks pengukuran ADL ....................................... 43

Tabel 3.1 Defenisi operasional ............................................................. 46

Tabel 4.1 Hasil ekstrak data jurnal ....................................................... 49

Tabel 5.1 Sintesis jurnal ....................................................................... 69

xii
DAFTAR BAGAN

Bagan 4.1 Skema menemukan sampel jurnal literature review ............. 49

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................... 82

Lampiran 2. Kartu Bimbingan .............................................................. 83

Lampiran 3. Curriculum Vitae ............................................................. 85

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses penuaan merupakan suatu proses yang pasti terjadi di kehidupan

manusia dan juga merupakan suatu proses alamiah seseorang dalam melalui

tahap-tahap kehidupnya (Padila, 2013). Menurut Undang – Undang Nomor 13

Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, lanjut usia adalah seseorang

yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

Hampir setiap Negara di dunia mengalami pertumbuhan dalam ukuran dan

proporsi dalam populasi mereka. Ada 703 juta orang berusia 65 tahun atau

lebih di dunia pada tahun 2019. Diperkirakan akan berlipat ganda hingga 1,5

miliar pada tahun 2050. Secara global, bagian dari populasi berusia 65 tahun

atau lebih meningkat dari 6% pada 1990 menjadi 9% pada 2019. Proporsi itu

diperkirakan akan naik lebih jauh 16% pada tahun 2050, sehingga satu dari

enam orang di dunia akan berusia 65 tahun atau lebih (UN, 2019).

BPS memperkirakan tahun 2045 penduduk lansia di Indonesia mencapai

63,31 juta atau hampir 20% populasi. PBB juga memperkirakan lansia di

Indonesia akan mencapai 74 juta atau 25% pada tahun 2050. Indonesia sudah

berpindah kepada ageing population atau penduduk tua karena peningkatan

persentase penduduk yang berusia 60 tahun telah lebih dari 7 persen atau 9,6

persen (BPS, 2019). Fenomena ageing population adalah dampak dari

meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia. Ageing population

secara tidak langsung memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan

1
2

nasional jika kelompok lansia yang bisa mandiri, berkualitas, dan tidak

menjadi beban masyarakat (BPS, 2019). Tahun 2019 di Indonesia terdapat

lima provinsi dengan lansia terbanyak diantaranya DI Yogyakarta 14,50%,

Jawa Tengah 13,36%, Jawa Timur 12,96%, Sulawesi Utara 11,15%, dan Bali

11,30% (BPS, 2019). Sedangkan Provinsi Sumatera Barat jumlah populasi

lansia 9,8% (BPS, 2019).

Lansia adalah populasi berisiko yang memiliki tiga karakteristik kesehatan

yaitu, risiko biologi terkait usia, risiko sosial dan lingkungan serta risiko

perilaku atau gaya hidup. Terjadi berbagai menurunnya fungsi biologi akibat

proses penuaan disebut risiko biologi termasuk terkait usia. Adanya

lingkungan yang memicu stress adalah risiko sosial dan lingkugan. Terkait

penurunan pandapatan akibat pensiun termasuk aspek ekonomi pada lansia.

Kebiasaan kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi makanan yang tidak sehat

dapat memicu terjadinya penyakit dan kematian pada lansia termasuk risiko

perilaku atau gaya hidup (Stanhope dan Lancaster, 2016).

Kelompok lansia terus bertambah, diiringi dengan prevalensi penyakit

menular dan penyandang cacat yang terus meningkat. Gangguan mental,

khususnya demensia penyebab utama yang muncul di kemudian hari

diproyeksikan 44 juta orang di Dunia hidup dengan demensia dan akan

bertambah dua kali lipat setiap 20 tahun. Wanita lebih banyak terkena

demensia daripada laki–laki, karena wanita memiliki hidup yang lebih panjang

dan penyakit yang datang terlambat (UN, 2015).


3

Menurut Mitty (2001) dalam Miller (2012) ada beberapa faktor peminat

memiliki alasan untuk tinggal di nursing home yaitu: lansia, tinggal sendiri,

memiliki ketidakseimbangan mental, tidak memiliki support sistem,

menggunakan alat bantu untuk ambulasi dan tidak mampu dalam

melaksanakan pemenuhan ADL. Sebagian besar lansia yang dirawat di

nursing home memiliki kasus hipertensi, demensia (Mitty, 2001, dalam Miller,

2012), gangguan kognitif dan pemenuhan ADL yang terbatas (Burrayo, 2002,

dalam Miller, 2012).

Activity daily living (ADL) ialah aktivitas keseharian rutin yang dilakukan

secara mandiri. Untuk memudahkan pemilihan intervensi secara besar dan

tepat bisa mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien dengan

penentuan kemandirian fungsional (Susetya, 2016). ADL (activity daily living)

meliputi kemampuan mandi; kemampuan membersihkan tubuh; berpakaian;

kemampuan berpakaian, makan; kemampuan menyiapkan dan makan; berhias;

kemampuan mempertahankan penampilan yang rapi; eliminasi BAB/BAK:

kemampuan melakukan eliminasi BAK/BAB; dan berpindah tempat:

kemampuan melakukan aktivitas berpindah tempat (Armer, 2011).

Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam

melakukan activity daily living. Fungsi kognitif menunjukkan proses

menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensor stimulus untuk

berpikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan kontribusi

pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berrpikir logis dan

menghambat kemandirian dalam melaksanakan activity daily living


4

(Hardywinoto, 2007). Kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas

sehari-hari akan memiliki dampak pada seseorang yang mengalami demensia

dengan kondisi dan penyakit penurunan daya ingat, bahasa, pemecahan

masalah, dan keterampilan berpikir lainnya (Alzheimer’s Association, 2020).

Semua jenis demensia berjalan secara bertahap, karena struktur kimia pada

otak mengalami kerusakan dari waktu ke waktu. Kemampuan seseorang untuk

mengingat, memahami, berkomunikasi, dan berpikir secara bertahap

mengalami penurunan. Banyak faktor yang mempengaruhi demensia, seperti

kondisi fisik, ketahanan emosional dan dukungan bagi mereka sendiri

(Alzheimer’s Indonesia, 2019).

Demensia merupakan gambaran penurunan secara bertahap pada fungsi

kognitif secara menyeluruh dan mempengaruhi aktifitas okupasi yang normal

juga aktivitas kehidupan sehari-hari (Puri, 2011). Terdapat tiga faktor yang

mempengaruhi menurunnya fungsi kognitif dan mencegah demensia pada

lansia ada tiga yaitu hubungan sosial yang baik, aktifitas senggang yang dapat

melatih kemampuan kognisi, dan aktifitas fisik yang regular (Bherer, Erickson

& Liu-Ambrose, 2013). Aktifitas fisik dapat meningkatkan fleksibilitas otak,

pertumbuhan dan keberlangsungan sel. Menurut Farrow & Ellis (2013)

individu yang melakukan aktifitas fisik dengan intensitas sedang secara rutin

mengalami peningkatan volume otak dibandingkan individu yang tidak

melakukan aktivitas fisik. Peningkatan volume otak tersebut berperan pada

fungsi memori, pembelajaran, konsentrasi, dan perencanaan. Aktifitas fisik

yang rutin juga meningkatkan jumlah sinaps sehingga meningkatkan


5

efektifitas otak dalam menjalankan seluruh fungsinya, terutama dalam fungsi

kognitif (Farrow & Ellis, 2013).

Penurunan fungsi kognitif merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kemandirian lansia dalam pemenuhan Activity Daily Living

(ADL). Ketika memasuki usia lanjut, secara kejiwaan individu berpotensi

untuk mengalami perubahan sifat, seperti bersifat kaku dalam berbagai hal,

kehilangan minat, tidak memiliki keinginan, maupun kegemaran yang pernah

ada. Hal ini sangat berkaitan dengan kemunduran dari aspek bio-fisiologis.

Kemunduran itu dapat disimpulkan dalam bentuk kemunduran kemampuan

kognitif serta aspek psikososial (Noorkasiani, 2009). ADL atau aktivitas

sehari-hari merupakan kegiatan perawatan diri seseorang dalam merawat

kesehatannya. Kemampuan dan ketidakmampuan dalam melaksanakan ADL

sering digunakan dalam mengukur status fungsional. Kegiatan ADL terdiri

dari ke toilet, makan, berpakaian, mandi, dan berpindah tempat (Tamher &

Noorkasiani, 2009).

Menurut Maria et al (2015) dalam “Preliminary cognitive scale of basic

and instrumental activities of daily living for dementia and wild cognitive

impairment” didapatkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan

demensia memiliki kesulitan khusus dalam instrument aktivitas. Didukung

penelitian Marinda et al (2018) dalam “Effect of Physical Activity in Nursing

Home Residents with Dementia: A Randomized Controlled Trial” didapatkan

hasil penelitian pelatihan ADL selama 6 bulan memiliki dampak efektif untuk

penghuni panti jompo dengan demensia yang cukup parah.


6

Menurut penelitian Mustayah (2016) lansia demensia sering mengalami

kesulitan menemukan kamar mandi, sering lupa meletakkan peralatan mandi

seperti sabun. Lansia yang semakin lanjut sehingga terjadi kemunduran fisik

menyebabkan lansia tidak mampu melakukan aktivitas mandi akibatnya

memerlukan alat bantu dan tidak mampu menopang tubuh saat eliminasi.

Lansia demensia dalam kebutuhan berpindah sulit dan memerlukan alat bantu

serta sering lupa dengan arah jalan. Lansia demensia juga tidak mampu

mengingat apa yang dimakan sebelumnya dan mengalami penurunan nafsu

makan. Kebutuhan ADL (Activity Daily Living) pada lansia demensia adalah

kemampuan lansia dalam memenuhi kebutuhan ADL (Activity Daily Living)

dalam kemandirian untuk mandi, berpakaian, eliminasi, berpindah tempat,

kontinensia, makan dan minum.

Penelitian tentang hubungan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pernah

dilakukan oleh Polan, dkk (2018) dengan judul “hubungan aktivitas fisik

dengan fungsi kognitif pada lansia di Puskesmas Wori Kecamatan Wori

Kabupaten Minahasa Utara”. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak

83 orang. Hasil penelitian tersebut dikategorikan empat kategori yang mana

terdapat yang memiliki fungsi kognitif terganggu dan aktivitas fisik kurang

sebanyak 43 orang, fungsi kognitif terganggu dan aktivitas baik sebanyak 11

responden, fungsi kognitif tidak terganggu dengan aktivitas fisik kurang

berjumlah 1, dan fungsi kognitif tidak terganggu dengan aktivitas baik

berjumlah 28 reponden.
7

Didukung dengan penelitian Yudhanti (2016) tentang hubungan aktivitas

fisik dengan kejadian demensia pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna

Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur didapatkan hasil diperoleh responden

yang fungsi kognitifnya terganggu yang melakukan aktivitas fisik kurang

berjumlah 43 responden dan responden yang fungsi kognitifnya tidak

terganggu yang melakukan aktivitas fisik baik berjumlah 28 responden.

Namun, dalam penelitian ini juga ditemukan terdapat 11 responden yang

memiliki aktivitas fisik baik namun memiliki skor total <24 sehingga

tergolong dalam fungsi kognitifnya terganggu hal ini disebabkan karena

sebagian besar responden tidak mampu menjawab dengan baik pada bagian

orientasi, atensi dan kalkulasi, bahasa serta mengingat kembali.

Masalah demensia pada lanjut usia seharusnya ditangani dengan tepat dan

cepat karena sehubungan dengan dampak yang ditimbulkan yaitu penurunan

pelaksanaan aktivitas sehari hari/ ADL (Activity Daily Living). Hal itu

menyebabkan penulis tertarik untuk meneliti Hubungan Demensia Terhadap

ADL (Activity Daily Living) Pada Lansia.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan penelitian

adalah “Bagaimanakah Hubungan Demensia dengan ADL (Activity Daily

Living) pada Lansia Berdasarkan Literature Review”


8

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Demensia dengan

ADL (Activity Daily Living) Pada Lansia Berdasarkan Literature

Review.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui karakteristik lansia dengan demensia

b. Mengetahui ADL (Activity Daily Living) lansia dengan demensia

c. Mengetahui Hubungan Demensia dengan ADL (Activity Daily

Living) Pada Lansia

D. Manfaat penelitian

1. Bagi Profesi Keperawatan

Penulis berharap penelitian ini sebagai tambahan pengetahuan di dunia

keperawatan, agar perawat mengetahui hubungan demensia dengan

ADL (Activity Daily Living) pada lansia

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penulis berharap penelitian ini sebagai tambahan pengetahuan untuk

peneliti selanjutnya tentang hubungan demensia dengan ADL (Activity

Daily Living) pada lansia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Pengertian Lansia

Menurut Efendi (2009) lansia merupakan proses kehidupan tahap

lanjut yang dialami manusia yang biasanya ditandai dengan penurunan

kemampuan tubuh beradaptasi dengan lingkungan. Seseorang

dikatakan lansia jika sudah berusia di atas 65 tahun. Lansia juga

merupakan kegagalan seseorang dalam penurunan kemampuan untuk

hidup serta kepekaan individual yang meningkat.

Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau

lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya

baik secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2012).

2. Batasan Usia Lanjut

Penggolongan lansia menurut Nugroho (2012) dibagi menjadi

empat kelompok yaitu:

a. Usia pertengahan (middle age) (45 sampai 59 tahun)

b. Lanjut usia (elderly) (60 sampai 74 tahun)

c. Lanjut usia tua (old) (75 sampai 90 tahun)

d. Usia sangat tua (very old) (>90 tahun)

9
10

3. Proses penuaan

Proses penuaan membawa banyak perubahan pada banyak

tingkatan, termasuk fisik, emosional, dan sosial (Yokum, 2010).

a. Proses penuaan pada sistem sensoris (Nugroho, 2010)

1) Penglihatan

Awalnya perubahan penglihatan dimulai dengan awitan

presbiopi, kehilangan kemampuan akomodatif. Menurunnya

ukuran pupil (miosis pupil) karena sfinkter pupil mengalami

sklerosis. Perubahan warna (misalnya : menguning) dan

kekeruhan lensa meningkat yang terjadi dari waktu ke waktu

dapat menimbulkan katarak yang mengganggu penglihatan dan

aktivitas setiap hari.

2) Pendengaran

Presbiokusis merupakan kehilangan pendengaran yang terjadi

pada lansia. Terjadinya penurunan pendengaran sensorineal

saat telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi

dengan baik (saraf pendengaran, batang otak, atau jalur kortikal

pendengaran).

3) Pengecapan

Pada lansia mengalami penurunan sensitivitas terhadap rasa

manis, asam, asin, dan pahit.


11

4) Penciuman

Sensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius

oleh zat kimia yang mudah menguap. Suatu bau memasuki

rongga hidung dan berjalan ke atas sampai ke silia dari berjuta-

juta sel nervus olfaktorius yang mikroskopis, dan dari sel ini,

stimulus ditransmisikan ke korteks olfaktorius di dalam otak.

Sensai penciuman dan pengecapan saling berhubungan erat,

dan kehilangan sensasi penciuman mempuanyai suatu efek

dalam persepsi rasa. Kehilangan kemampuan dalam penciuman

dikenal sebagai anosmia.

b. Penuaan pada sistem integument (Nugroho, 2010)

1) Stratum korneum

Pada stratum korneum berkurangnya kelembaban, tetapi status

barier air tampak tetap terpelihara, yang mengakibatkan kulit

terlihat kasar dan kering. Kekasaran kulit menyebabkan kulit

kurang bercahaya yang sering dihubungkan dengan kemudaan

dan kesehatan yang baik.

2) Epidermis

Epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit

seiring penuaan seseorang. Namun, terdapat perlambatan dalam

proses perbaikan sel, jumlah sel basal yang lebih sedikit, dan

penurunan jumlah dan kedalaman rete ridge. Rete ridge

dibentuk oleh penonjolan epidermal dari lapisan basal yang


12

mengarah ke bawah ke dalam dermis. Akibatnya adalah proses

penyembuhan kulit yang rusak ini lambat dan kulit dapat

mengelupas jika penggunaan plester atau zat lain yang

menimbulkan gesekan.

3) Dermis

Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal

mengalami penurunan, dermis menjadi tipis, dan jumlah sel

nya menurun. Konsekuensi fisiologis dari perubahan ini

termasuk penundaan atau penekanan timbulnya penyakit pada

kulit, penutupan dan penyembuhan luka lambat, penurunan

termoregulasi, penurunan respons inflamasi, dan penurunan

absorpsi kulit terhadap zat-zat topical.

4) Subkutis

Secara umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan

seiring dengan peningkatan usia. Hal ini turut berperan lebih

lanjut terhadap kelemahan kulit dan penampilan kulit yang

kendur.

c. Penuaan pada sistem musculoskeletal

Perubahan normal musculoskeletal terkait usia pada lansia

termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan

lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot,

pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan, dan kekakuan

sendi-sendi. Perubahan pada tulang, otot, dan sendi mengakibatkan


13

terjadinya perubahan penampilan, kelemahan, dan lambatnya

pergerakan yang menyertai penuaan (Nugroho, 2010).

d. Penuaan pada sistem neurologis

Perubahan dalam sistem neurologis dapat kehilangan dan

penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang

diketahui pada usia 80 tahun. Perubahan normal terkait lansia yaitu

konduksi saraf perifer yang lebih lambat, peningkatan lipofusin

sepanjang neuron-neuron menurunkan kendali sistem saraf pusat

terhadap sirkulasi, dan termogulasi oleh hipotalamus kurang efektif

untuk mengatur produksi panas (Nugroho, 2010).

e. Penuaan pada sistem kardiovaskuler

Seiring penambahan usia, jantung dan pembuluh darah mengalami

perubahan baik struktural maupun fungsional. Penyebab secara

umum adalah penuaan berlangsung lambat dan dengan awitan yang

tidak disadari. Berangsur-angsurnya penurunan ditandai dengan

penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan penurunan

kebutuhan darah yang teroksigenasi (Nugroho, 2010).

f. Penuaan pada sistem pulmonal

Hilangnya silia dan menurunnya refleks batuk dan muntah

mengubah keterbatasan fisiologis dan kemampuan perlindungan

pada sistem pulmonal. Penurunan kekuatan otot-otot dan atrofi

otot-otot pernapasan dapat meningkatkan risiko berkembangnya

keletihan otot-otot pernasapan pada lansia. Perubahan struktural,


14

perubahan fungsi pulmonal, dan perubahan sistem imun

mengakibatkan suatu kerentanan untuk mengalami kegagalan

respirasi akibat infeksi, kanker paru, emboli pulmonal, dan

penyakit kronis seperti asma dan penyakit paru obstruksi kronis

(PPOK) (Nugroho, 2010).

g. Penuaan pada sistem endokrin

Kadar glukosa darah berubah ketika seseorang menjadi tua. Fungsi

ginjal dan kandung kemih juga berubah, membuat tes urine untuk

glukosa menjadi kurang dapat diandalkan pada lansia yang berusia

di atas 65 tahun. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk

buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator

diabetes yang terjadi pada lansia (Nugroho, 2010).

h. Penuaan sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak

fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,

eksresi, dan reabsorbsi oleh ginjal (Azizah, 2011).

i. Penuaan sistem pada gastrointestinal dengan pertimbangan nutrisi

(Nugroho, 2010)

1) Rongga mulut

Penyusutan dan fibrosis pada akar halus bersama-sama dengan

retraksi gusi juga berkontribusi terhadap penanggalan gigi pada

penyakit periodontal. Banyak lansia mengeluh adanya


15

gangguan sensasi rasa dan penurunan kemampuan mengenali

rasa yang tidak tajam.

2) Esophagus, lambung, dan usus

Melemahnya refleks muntah pada lansia karena sfingter

esophagus bagian bawah (kardiak) kehilangan tonus. Akibat

dari atrofi mukosa lambung dan penurunan motilitas lambung

terjadi kesulitan dalam mencerna makanan.

3) Saluran empedu, hati, kandung empedu, dan pancreas

Setelah usia 70 tahun, ukuran hati dan pankreas akan mengecil,

terjadi penurunan kapasitas menyimpan dan kemampuan

mensintesis protein dan enzim-enzim pencernaan. Respons

insulin akan berkurang seiring dengan peningkatan kadar gula

darah secara moderat dengan peningkatan gula darah secara

moderat. Proses penuaan telah mengubah proporsi lemak

empedu tanpa perubahan metabolisme asam empedu yang

signifikan.

j. Penuaan pada sistem reproduksi wanita

Pada sistem reproduksi lansia penuaan ditandai dengan menciutnya

ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis

masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya

penurunan secara berangsur-angsur (Azizah, 2011)


16

k. Penuaan pada status mental

Perubahan status mental dipengaruhi oleh faktor-faktor perubahan

fisik khususnya organ perasa kesehatan, tingkat pendidikan,

keturunan (hereditas), dan lingkungan. Kenangan terbagi menjadi

dua yaitu kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-

hari yang sudah lewat merangkum beberapa perubahan) dan

kenangan jangka pendek (0-10 menit, kenangan buruk). Perubahan

struktural dan fungsional pada seluruh organ terjadi proses penuaan

begitu juga pada otak. Penyebab perubahan ini adalah fungsi

neuron di otak secara progresif menurun. Kehilangan fungsi

neuron di otak megakibatkan aliran darah di otak menurun, lapisan

otak terlihat berkabur dan lambatnya metabolisme di otak.

Pengaruh terhadap fungsi kognitif sangat sedikit diketahui,

perubahan kognitif yang sering dialami lansia yaitu demensia dan

delirium (Maryam Siti, 2008).

B. Konsep Demensia

1. Pengertian Demensia

Demensia merupakan menurunnya fungsi kognitif (keahlian dalam

memproses pikiran) tidak diinginkan terjadi pada penuaan normal dan

biasanya sindrom ini memiliki sifat kronis atau progresif. Demensia

berpengaruh pada memori, pemikiran, orientasi, pemahaman,

perhitungan, dan penilaian. Tidak berpengaruh pada kesadaran.


17

Penurunan dalam mengontrol emosi, perilaku sosial, atau motivasi

adalah penyerta sebelum mengalami gangguan fungsi kognitif (WHO,

2019).

Demensia adalah sindrom penurunan kognitif dan fungsional

akibat dari neurodegenerative dan proses serebrosvaskuler yang

biasanya terjadi di kemudian hari (Killin, 2016). Demensia adalah

penyakit degenerative yang sering menyerang pada orang berusia

diatas 60 tahun. Menurut Pieter dan Janiwarti (2011) demensia timbul

akibat kerusakan sel-sel otak dimana sistem saraf tidak dapat lagi

membawa informasi ke otak, dan terjadi penurunan daya ingat,

keterampilan secara progresif, gangguan emosi, dan perubahan

perilaku, penderita demensia sering menunjukkan gangguan perilaku

harian.

Kata demensia ditunjukkan untuk kondisi dan penyakit penurunan

daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir

lainnya yang berdampak pada kemampuan seseorang dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. Kehilangan memori adalah contoh

dari demensia dan Alzheimer merupakan penyebab paling umum dari

demensia (Alzheimer’s Association, 2020).

Demensia ialah sindrom dengan gejala gangguan fungsi kognitif

tetapi tidak memiliki gangguan kesadaran. Intelegensia umum, belajar,

dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi,

perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial


18

merupakan fungsi kognitif yang dipengaruhi oleh demensia (Kaplan,

2010).

Banyak penghuni panti jompo yang mengalami demensia.

Penderita demensia mungkin berulang kali menanyakan hal seperti jam

berapa atau hari apa. Penderita demensia sulit dipahami ucapannya,

dan kadang mereka juga mengira jika orang yang diajaknya bicara

adalah anaknya atau pasangannya (Dickinson, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian Yudhanti (2016) Hubungan Aktivitas

Fisik dengan Kejadian Demensia pada Lansia di Balai Pelayanan

Sosial Tresna Werdha Yogyakarta dengan metode pengumpulan data

menggunakan MMSE dan kuisioner aktivitas fisik yang dibuat sendiri

diperoleh hasil aktivitas fisik pada lansia dengan kategori sedang

sebanyak 21 responden (56,8%). Lansia yang mengalami demensia ada

30 orang dari 37 responden baik demensia ringan, sedang, maupun

berat. Demensia ringan sebanyak 8 responden (21,6%), demensia

sedang sebanyak 11 responden (29,7%) dan demensia berat sebanyak

11 responden (29,7%). Hasil analisis dengan menggunakan uji

Kendall-Tau antara aktivitas fisik dan kejadian demensia pada lansia

didapatkan nilai signifikan p-value sebasar 0,000 (o-value < 0,05) yang

artinya ada hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian

demensia pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha

Yogyakarta Unit Budi Luhur.


19

Berdasarkan penelitian lain Polan (2018) Hubungan Aktivitas

Fisik dengan Fungsi Kognitif pada Lansia di Puskesmas Wori

Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara dengan metode

pengumpulan data MMSE dan kuesioner International Physical

Activity Questionnaire (IPAQ). Diperoleh hasil data fungsi kognitifnya

terganggu yang fungsi kognitifnya tidak terganggu yang melakukan

aktivitas fisik baik berjumlah 28 responden. Namun dalam penelitian

ini juga ditemukan terdapat 11 responden yang memiliki aktivitas fisik

baik namun memiliki skor total <24 sehingga tergolong dalam fungsi

kognitifnya terganggu hal ini disebabkan karena tidak mampu

menjawab dengan baik pada bagian orientasi, atensi dan kalkulasi,

bahasa serta mengingat kembali. Pada penelitian ini diperoleh nilai p =

0,000 dimana nilai p lebih kecil dari α dan dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif.

Penelitian lain juga menyebutkan Effendi (2014) Hubungan Antara

Aktivitas Fisik dan Kejadian Demensia pada Lansia di UPT Pelayanan

Sosial Lanjut Usia Jember menggunakan instrument penelitian MMSE

menunjukkan bahwa responden yang memiliki aktivitas fisik rendah

sejumlah 24 orang mengalami demensia. Pada responden yang

memiliki aktivitas fisik sedang sejumlah 9 orang mengalami

kemungkinan demensia dan sejumlah 5 orang mengalami demensia.

Pada responden yang memiliki aktivitas fisik tinggi sejumlah 5 orang

tidak mengalami demensia. Berdasarkan pada hasil uji statistic


20

Spearman Rho didapatkan Significancy hubungan antara aktivitas fisik

dan kejadian demensia adalah sebesar 0,00 yang menunjukkan < 0,05.

Berdasarkan penelitian Maryam (2015) Hubungan Tingkat

Pendidikan dan Activity Daily Living dengan Demensia pada Lanjut

Usia di Panti Werdha menggunakan instrument MMSE dan Indeks

Katz. Diperoleh hasil sebasar 27,5% lansia mengalami demensia

dengan skor minimum 17 dari 30 pada penilaian MMSE. Hasil uji

statistic diperoleh nilai p value = 0,038 yang berarti ada hubungan

bermakna antara ADL dengan demensia.

Berdasarkan penelitian Muharyani (2010) Demensia dan Gangguan

Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) Lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha Wargatama Inderalaya menggunakan instrument MMSE dan

Indeks barthel. Didapatkan hasil lansia yang menderita demensia

mayoritas berjenis kelamin perempuan (69,70%). Lansia yang

menderita demensia paling banyak di usia 60-74 tahun (59,46%).

Lansia yang mengalami gangguan aktivitas makan sebanyak 26 orang

(43,33%) dan dialami oleh 54,55% lansia yang demensia, aktivitas ini

yang banyak terganggu selain aktivitas ambulasi. Lansia yang

mengalami gangguan aktivitas kontinensia sebanyak 17 orang

(28,33%) dan dialami oleh 30,30% lansia yang demensia. Lansia yang

mengalami gangguan aktivitas berpakaian ada 19 orang (31,67%)

gangguan ini dialami oleh 42,42% lansia mengalami lansia. Lansia

yang mengalami gangguan aktivitas toileting sebanyak 23 orang


21

(38,33%), gangguan ini dialami oleh 48,49% lansia yang demensia.

Lansia yang mengalami gangguan aktivitas ambulasi sebanyak 28

orang (46,67%), gangguan ini dialami oleh 54,55% lansia yang

demensia, aktivitas ini yang banyak terganggu selain aktivitas makan.

Lansia yang mengalami gangguan aktivitas mandi sebanyak 20 orang

(33,33%), gangguan ini dialami oleh 10 orang (30,30%) lansia yang

demensia.

2. Epidemiologi demensia

Penyakit Alzheimer menyumbang 60-80% kasus. Demensia

vaskular yang terjadi akibat perdarahan mikroskopis dan penyumbatan

pembuluh darah di otak, adalah penyebab paling umum kedua

demensia. Tetapi ada banyak kondisi lain yang menyebabkan gejala

demensia, termasuk beberapa yang bersifat reversible, seperti masalah

tiroid dan kekurangan vitamin (Alzheimer’s Association, 2020).

Di seluruh dunia sekitar 50 juta orang menderita demensia dengan

hampir 60% tinggal di Negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Setiap tahun ada hampir 10 juta kasus baru. Perkiraan jumlah populasi

umum berumur 60 dan lebih dengan demensia pada waktu tertentu

adalah antara 5-8%. Jumlah keseluruhan penderita demensia

diperkirakan mencapai 82 juta pada tahun 2030 dan 152 pada tahun

2050. Sebagian besar dari peningkatan ini disebabkan oleh

meningkatnya jumlah penderita demensia yang tinggal di Negara

berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2019).


22

Di Indonesia orang dengan demensia di perkirakan sekitar 1,2 juta

pada tahun 2016, yang akan terus meningkat menjadi 2 juta pada tahun

2030 dan 4 juta pada tahun 2050 (Alzheimer’s Indonesia, 2019).

Jumlah pasien demensia di seluruh PSTW Sumatera Barat dengan

total responden 145 orang terdapat lansia dengan demensia ringan ada

62 orang, demensia sedang 74 orang, dan demensia berat ada 9 orang.

Pada PSTW Sabai Nan Aluih terdapat lansia dengan demensia ringan

32 orang, demensia sedang 58 orang, dan demensia berat 5 orang

(Sabri, 2019).

3. Patofisiologi

Demensia diklasifikasikan berdasar patologi yang mendasarinya,

yang sebagian besar ditentukan oleh akumulasi agregat protein

abnormal dalam neuron dan glia, serta dalam kompartemen

ekstraseluler, di daerah yang rentan di otak. Mayoritas besar demensia

non-vaskuler masuk ke dalam enam kategori utama proteinopati

neurodegenerative: amiloid-β (Aβ), protein terkait mikrotubulus,

protein pengikat TAR DNA 43 (TDP-43), menyatu dalam sarcoma

(FUS), α – sinuklein, dan protein prion. Selain itu, alih-alih menjadi

proses penyakit yang homogeny, demensia tampaknya merupakan

rangkaian perubahan patofisiologis, yang pada gilirannya

menimbulkan spectrum gejala dengan tingkat keparahan yang berbeda-

beda. Batas usia untuk awal dan lambatnya demensia ditetapkan secara
23

acak pada usia 65 tahun. Namun, kejadian demensia meningkat seiring

bertambahnya usia (Elahi F.M & Miller B.L, 2017).

4. Penyebab Demensia

Terganggunya beberapa fungsi otak akibat hilang atau rusaknya

sel-sel otak dalam jumlah besar termasuk zat-zat kimia dalam otak

merupakan penyebab dari demensia. Penyebab lain dari demensia

yaitu penyakit Alzheimer, stroke, tumor otak, depresi, dan gangguan

sistemik (Asrori, 2014).

Menurut Kaplan (2010) ada beberapa penyebab demensia, yaitu:

a. Demensia tipe Alzheimer

Kata Alois Alzheimer diberi nama pada tahun 1970 untuk

menggambarkan satu kondisi. Pemeriksaan Alzheimer didiagnosis

berdasarkan pada pemeriksaan neuropati otak. Faktor genetik juga

termasuk dalam perkembangan penyakit demensia ini. Observasi

makroskopis neuroanatomik klasik pada otak seorang pasien

dengan penyakit Alzheimer merupakan antrofi difus dan

pembesaran ventrikel serta timbulnya bercak-becak senilis,

kekusutan neurofibliler, hilangnya neuronal, dan degenersi

granulovaskular pada neuron.

b. Demensia vaskuler

Penyakit vaskuler serebral yang multiple yang menyebabkan suatu

pola gejala demensia adalah penyebab utama dari demensia

vascular. Demensia vaskuler paling banyak terjadi pada laki-laki


24

terkhusus pada mereka yang mengalami hipertensi yang telah ada

sebelumnya atau faktor resiko kardiovaskuler lainnya.

c. Demensia yang beruhubungan dengan HIV

Infeksi dengan human immunodefiency virus (HIV) sering kali

menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya. Penderita

HIV mengalami demensia dengan angka tahunan 14%. Sering kali

tempak kelainan parenkimal merupakan perkembangan demensia

pada pasien yang terinfeksi HIV.

d. Demensia yang berhubungan dengan trauma kepala

Demensia akibat dari trauma kepala, demikian juga berbagai

sindrom neuropsikiatrik.

5. Gejala Demensia

Menurut WHO (2019) gejala demensia telah diindentifikasi dengan

sindrom demensia:

a. Gangguan memori (terganggunya daya ingat untuk mengingat

informasi yang diterima sebelumnya atau terjadi gangguan pada

kemampuan untuk mempelajari informasi).

b. Terjadinya kerusakan dalam kontrol impuls, berpikir abstrak, dan

memberi penilaian.

c. Terganggu dalam bahasa, seperti sukar dalam memberi nama

objek. Pada beberapa kasus, seseorang tersebut mungkin tidak

berbicara sama sekali (aphasia).

d. Sering terjadi perubahan kepribadian.


25

e. Terjadi gangguan dalam melaksanakan aktivitas motorik meskipun

motorik utuh (apraxia).

f. Disorientasi.

g. Wandering.

h. Sering berkhayal (khususnya khayalan tentang penganiayaan).

Menurut Azizah (2011) gejala demensia yang sering terjadi adalah

sebagai berikut:

a. Gejala awal

1) Menurunnya kinerja mental

2) Gampang lupa

3) Gagal dalam menjalankan tugas

b. Gejala lanjut

1) Gangguan kognitif

2) Gangguan afektif

3) Gangguan perilaku

c. Gejala umum

1) Gampang lupa

2) Terganggunya aktivitas sehari-hari

3) Disorientasi

4) Mudah marah

5) Berkurangnya konsentrasi

6) Resiko tinggi jatuh


26

Demensia adalah subjek rumit yang tidak dapat ditangani dengan

cukup di nursing home. Bentuk demensia dan gangguan memori yang

paling terkenal adalah penyakit Alzheimer, tetapi ada yang lain dan

gejalanya seringkali tampak mirip dengan Alzheimer. Semua bentuk

demensia dapat mengakibatkan disorientasi lengkap dalam hal waktu,

lokasi, orang, dan proses (Dickinson, 2005).

Seseorang dengan demensia akan memiliki kesulitan dalam perihal

angka-angka saat bekerja atau menghitung, sukar memahami terhadap

tulisan dalam majalah atau koran atau kesulitan dalam mengatur

rutinitas. Menurunnya daya dalam mengingat sesuatu dan kebingungan

ditambah dengan masalah dalam menyebutkan objek seperti sendok,

sikat gigi, atau buku. Seseorang dengan demensia juga akan memiliki

perilaku wandering. Wandering merupakan suatu kegagalan dalam

memori lansia dan menurunnya daya dalam berkomunikasi,

menyebabkan lansia tidak mampu mengingat atau menjelaskan kenapa

mereka terus berjalan (Asrori, 2014).

Ada beberapa tanda dan gejala yaitu sering lupa atas terjadinya

sesuatu yang baru dialami, mengalami masalah dalam berfikir

abstraks, terganggunya aktivitas sehari-sehari, lupa meletakkan barang,

disorientasi waktu dan tempat, terjadi perubahan kepribadian serta

ketidakmampuan dalam membuat keputusan, dan kehilangan inisiatif

(Kaplan, 2010).
27

6. Faktor Resiko Demensia

Faktor resiko internal adalah faktor resiko yang berasal dari dalam

diri sendiri yang dibedakan menjadi jenis kelamin, usia, faktor

anatomi, faktor nutrisi, dan faktor genetik. Faktor resiko eksternal

adalah faktor resiko yang berasal dari lingkungan yang memudahkan

seseorang terjangkir sesuatu tertentu. Faktor resiko eksternal yaitu

keadaan fisik, kimiawi, biologis, psikologis, social budaya, dan

perilaku (Notoatmodjo, 2010).

Dalam proses penuaan demensia bukan hal yang normal dan bukan

hal yang pasti akan terjadi dalam kehidupan mendatang. Untuk

membantu memperpanjang kualitas hidup penderita demensia dan

mempersiapkan pengasuh untuk mengatasi masalah yang lebih berat

dapat diatas dengan pengobatan awal (Asrori, 2014).

a. Usia

Pertambahan usia mengakibatkan semakin besar kemungkinan

seseorang untuk mengalami demensia. Penyebab hal ini terjadi

karena terdapat penurunan fungsi sistem kerja tubuh bersamaan

dengan bertambahnya usia maka sel-sel dalam tubuh manusia juga

akan terjadi proses penuaan (Hermiana, 2012). Pada proses

penuaan tersebut menurunnya kemampuan dalam memperbaiki sel-

sel itu sendiri yang juga dapat mengakibatkan terjadinya gangguan

kognitif (Larasati, 2013).


28

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin perempuan lebih berpotensi memiliki resiko tinggi

menderita demensia dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki.

Penyebab hal ini terjadi karena usia harapan hidup perempuan

lebih baik (Hermiana, 2012). Menurut Larasati (2013), perempuan

dalam menyelesaikan masalah memiliki kebiaasan dengan lebih

emosional, sensitif, tergantung, pasif, dan tingkat stress yang tinggi

juga mengakibatkan terjadinya resiko demensia.

c. Tingkat pendidikan

Resiko demensia lebih tinggi terjadi pada orang dengan tingkat

pendidikan yang rendah dibanding dengan orang yang memiliki

tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Seseorang dengan tingkat

pendidikan yang rendah memiliki resiko tinggi mengalami

demensia. Seseorang yang memiliki pendidikan lebih lanjut

memiliki berat otak yang lebih dan mampu menghadapi perbaikan

kognitif serta neurodegenerative dibandingkan orang yang

berpendidikan rendah (Larasati, 2013).

d. Pekerjaan

Kemampuan kognitif lansia yang masih bekerja akan lebih sering

terasah maka dapat menyebabkan terjadinya demensia (Basuki,

2015). Menurut Larasati (2013) orang dengan pekerjaan

menggunakan pikiran dan tenaganya lebih sedikit beresiko terkena

demensia daripada orang yang bekerja menggunakan tenaga atau


29

pikiran saja, dikarenakan otak sering bekerja juga melatih untuk

dapat mengkompensasi neurodegenerative pada usia lanjut.

e. Genetik

Riwayat keluarga dengan demensia pada anggota keluarga tingkat

pertama mempunyai resiko dua sampai tiga kali seseorang dapat

menderita penyakit demensia (Hermiana, 2012).

f. Gaya hidup

Gaya hidup seseorang mungkin mengaitkan kontak dengan faktor-

faktor yang dapat mengakibatkam demensia, seperti

penyalahgunaan substansi yang dapat menyebabkan demensia

contohnya merokok dan konsumsi minuman beralkohol. Gaya

hidup diet, olahraga, dan stress juga menyebabkan penyakit

kardiovaskuler dan dapat menjadi penyebab demensia (Hermiana,

2012).

g. Diabetes mellitus

Hubungan antara diabetes mellitus dan demensia dapat dijelaskan

melalui kerusakan-kerusakan pembuluh darah dan efek

nonvaskuler dan diabetes itu sendiri. Diabetes terkenal komplikasi

dari mikro dan makro vaskuler, dan berhubungan kuat dengan

faktor resiko dan penyakit jantung dan serebrovaskuler. Lansia

dengan diabetes dan mengonsumsi obat anti diabetes oral memiliki

resiko tinggi untuk mengalami demensia. Penurunan kognitif

mempunyai hubungan dengan diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2.


30

Pada diabetes tipe 1 tercermin dengan penurunan mental dan

berkurangnya flesibilitas mental. Pada diabetes tipe 2

mempengaruhi perubahan kognitif terutama pada pembelajaran dan

memori, flesibilitas mental dan kecepatan mental (Larasati, 2013).

h. Hipertensi

Tekanan darah yang meningkatkan dapat dihubungkan dengan

penurunan kognitif. Tingginya tekanan darah menjadi penyebab

plak-plak pembuluh darah terbentuk, yang nantinya dapat

dihantarkan menuju ke otak sehingga dapat berakibat terjadinya

stroke. Telah lama diketahui bahwa hipertensi sebagai penyebab

penyakit serebrovaskuler dan penyakit jantung koroner serta dapat

mengakibatkan aterrosklerosi yang parah dan gangguan

autoregulasi dan serebrovaskuler, yang mana dapat diproyeksikan

adanya hubungan dengan penyebab demensia. Tingginya tekanan

darah sistolik dari usia pertengahan sampai usia lanjut beresiko

tinggi terjadi demensia pada usia lanjut. Kemudian diperkuat

dengan ditemukan demensia pada hipertensi yang tidak diobati.

Resiko demensia menjadi lebih kecil jika pengobatan antihipertensi

diusia pertengahan dibandingkan dengan pengobatan diusia lanjut

(Larasati, 2013).

i. Stroke

Demensia lebih memungkinkan terjadi pada responden stroke

iskemik dibandingkan responden yang tidak ada riwayat stroke.


31

Resiko demensia lebih tinggi pada stroke iskemik setidaknya lima

kali lipat. Terdapat beberapa mekanismenya yaitu:

a) Stroke dapat dikatakan sebagai penyebab utama dari demensia

dimana hal tersebut diklarifikasikan secara umum sebagai

demensia multi-infark atau demensia vaskuler

b) Dengan adanya stroke akan mempercepat serangan demensia

atau penyakit Alzheimer

c) Stroke dan demensia dapat berbagai faktor lingkungan umum

dan biologis dasar

7. Stadium demensia

Menurut Setiawan (2014), terdapat tiga stadium pada demensia

yaitu stadium awal, stadium menengah, dan stadium akhir.

a. Stadium awal

Pada stadium awal gejala yang dialami lansia yaitu menunjukkan

gejala seperti sulit dalam berbahasa dan berkomunikasi,

menurunnya kemampuan mengingat serta disorientasi waktu dan

tempat.

b. Stadium menengah

Stadium menengah demensia menunjukkan mulai mengalami

masalah dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari dan

ditandai dengan gejala seperti mudah lupa, terutama pada kejadian

yang baru terjadi , lupa nama orang, tanda lainnya sangat


32

bergantung pada orang lain dalam melakukan sesuatu contohnya ke

toilet, mandi, dan berpakaian.

c. Stadium lanjut

Stadium lanjut demensia akan mengalami ketidakmandirian dan in

aktif yang total serta tidak lagi mengenali keluarga (disorientasi

personal). Lansia juga sulit memahami dan member penilaian

terhadap kejadian yang telah dialami.

8. Tingkatan Demensia

Menurut Gluhm et all (2013) tingkatan demensia ada tiga,

diantaranya :

a. Demensia buruk

Jika skor pemeriksaan MMSE dibawah 17 maka dapat dikatakan

mengalami demensia buruk seperti disorientasi, gangguan bahasa,

mudah bingung, dan penurunan fungsi memori lebih berat

sehingga penderita pada kondisi ini tidak dapat melakukan

kegiatan sampai selesai, mengalami gangguan visuospasial, tidak

mengenali anggota keluarga.

b. Demensia sedang

Jika skor pemeriksaan demensia 18-23 maka dapat dikatakan

mengalami demensia sedang yang artinya fungsi memori yang

terganggu bisa menyebabkan lupa akan hal yang baru dialami.


33

c. Demensia dengan kondisi baik

Jika skor hasil pemeriksaan MMSE lebih dari 24 maka dapat

diartikan lansia dalam kondisi yang mempunyai daya ingat tinggi.

9. Test Status Mental

Pengujian status mental untuk mengevaluasi memori, kemampuan

untuk memecahkan masalah sederhana dan keterampilan bepikir

lainnya. Tes semacam ini memberikan kesan kepada seseorang untuk

mewaspadai gejalanya, mengetahui tanggal, waktu, dan di mana dia

berada, serta mengingat daftar kata-kata pendek, mengikuti instruksi

dan melakukan perhitungan sederhana. Beberapa test status mental

antara lain (Alzheimer’s Association, 2020):

a. MMSE (Mini Mental State Exam) dan Mini-Cog Test

Pada MMSE professional kesehatan akan menanyakan

kepada pasien serangkaian pertanyaan yang dirancang untuk

menguji keterampilan mental sehari-hari. Skor MMSE maksimum

adalah 30 poin (Alzheimer’s Association, 2020). MMSE terdiri

atas 30 poin dan tugas yang dikelompokkan menjadi lima yaitu

orientasi, memori jangka pendek, atensi & kemampuan berhitung,

bahasa serta kemampuan untuk mengikuti perintah sederhana. Uji

MMSE ini terbagi atas dua bagian, bagian pertama membutuhkan

respon verbal terhadap pernyataan mengenai orientasi, memori dan

atensi, kemudian dilanjutkan dengan bagian kedua yang

membutuhkan kemampuan untuk melakukan penamaan, membaca


34

dan mengikuti perintah verbal dan tertulis (Friedman, 2012). Skor

20 hingga 24 menunjukkan demensia ringan, 13 hingga 20

menunjukkan demensia sedang, dan kurang dari 12 menunjukkan

demensia berat (Alzheimer’s Association, 2020).

Pada Mini-Cog Test seseorang diminta untuk menyelesaikan

dua tugas yaitu:

1) Ingat dan beberapa menit kemudian ulangi nama tiga objek

umum.

2) Gambarlah sebuah jam yang menunjukkan semua 12 angka di

tempat yang tepat dan waktu yang ditentukan oleh penguji.

Hasil dari tes singkat ini dapat membantuk professional

kesehatan menentukan evalusi lebih lanjut (Alzheimer’s

Association, 2020).

b. Computerized tests cleared by the FDA (Food and Drug

Administration)

Bidang penelitian yang berkembang adalah pengembangan

perangkat untuk mengelola tes berpikir, belajar, dan memori

berbasis komputer, yang disebut tes kognitif.

Badan pengawasan obat dan makanan AS (FDA) telah

membersihkan beberapa perangkat pengujian kognitif

terkomputerisasi untuk pemasaran. Beberapa dokter menggunakan

tes berbasis computer seperti ini sebagai tambahan untuk MMSE

dan Mini-Cog Test. Tes komputerisasi memiliki beberapa


35

keunggulan, termasuk memberikan tes dengan cara yang persis

sama setiap kali. Menggunakan kedua tes klinis dan tes berbasis

komputer dapat memberi dokter pemahaman yang lebih jelas

tentang kesulitan kognitif yang dialami pasien (Alzheimer’s

Association, 2020).

c. Penilaian suasana hati (Mood Assesment)

Selain menilai status mental, dokter akan mengevaluasi

perasaan seseorang untuk mendeteksi depresi atau gangguan

suasana hati lainnya yang dapat menyebabkan suasana hati lainnya

yang dapat menyebabkan masalah memori, kehilangan minat

dalam hidup, dan gejala lain yang dapat tumpang tindih dengan

demensia (Alzheimer’s Association, 2020).

C. Konsep Activities Daily Living (ADL)

1. Pengertian Activities Daily Living (ADL)

Activities daily living (ADL) ialah aktivitas keseharian rutin yang

dilakukan secara mandiri. Untuk memudahkan pemilihan intervensi

secara besar dan tepat bisa mengidentifikasi kemampuan dan

keterbatasan klien dengan penentuan kemandirian fungsional (Susetya,

2016).

Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam Supayanto (2012),

ADL merupakan kegiatan perawatan diri yang mesti pasien lakukan


36

setiap hari yang terdiri dari: ke toilet, makan, berpakaian, (berdandan),

mandi, dan berpindah tempat.

Menurut Mitty (2001) dalam Miller (2012) ada beberapa faktor

peminat memiliki alasan untuk tinggal di nursing home yaitu: lansia,

tinggal sendiri, memiliki ketidakseimbangan mental, tidak memiliki

support sistem, menggunakan alat bantu untuk ambulasi dan tidak

mampu dalam melaksanakan pemenuhan ADL. Sebagian besar lansia

yang dirawat di nursing home memiliki kasus hipertensi, demensia

(Mitty, 2001, dalam Miller, 2012), gangguan kognitif dan pemenuhan

ADL yang terbatas (Burrayo, 2002, dalam Miller, 2012).

Menurut Sabri (2019) Dalam Efektifitas Model Keperawatan

Pendamping Berbasis Budaya Minang Meningkatkan Kualitas Asuhan,

Status Kesehatan, Kepuasan dan Kualitas Hidup Lansia di PSTW

Sumbar (disertasi tidak dipublikasi) memperoleh hasil kemandirian

lansia yang hidup di Panti memiliki ketegori sedang dengan

menggunakan instrument indeks katz.

Menurut penelitian Mustayah (2016) lansia demensia sering

mengalami kesulitan menemukan kamar mandi, sering lupa

meletakkan peralatan mandi seperti sabun. Lansia yang semakin lanjut

sehingga terjadi kemunduran fisik menyebabkan lansia tidak mampu

melakukan aktivitas mandi akibatnya memerlukan alat bantu dan tidak

mampu menopang tubuh saat eliminasi. Lansia demensia dalam

kebutuhan berpindah sulit dan memerlukan alat bantu serta sering lupa
37

dengan arah jalan. Lansia demensia juga tidak mampu mengingat apa

yang dimakan sebelumnya dan mengalami penurunan nafsu makan.

Kebutuhan ADL (Activity Daily Living) pada lansia demensia adalah

kemampuan lansia dalam memenuhi kebutuhan ADL (Activity Daily

Living) dalam kemandirian untuk mandi, berpakaian, eliminasi,

berpindah tempat, kontinensia, makan dan minum.

Didukung dengan penelitian Muharyani (2010) penderita demensia

sulit mengingat kejadian yang terjadi dalam waktu yang singkat seperti

tidak ingat makanan apa yang dimakan sebelumnya. Penderita

demensia mengalami disorientasi tempat sehingga kebingunan dalam

menemunkan kamar mandi dan sulit membedakan waktu. Lansia

sering memakai pakaian terbalik dikarenakan berkurangnya

kemampuan berpikir dan sulit melakukan kegiatan sederhana seperti

mengancingkan baju. Gangguan yang sering terjadi pada toileting

yaitu lansia sering lupa meletakkan perlengkapannya seperti sikat gigi,

pasta gigi, dan sisir. Pada ambulasi lansia mengalami gangguan berupa

kesulitan mengenali dengan jelas letak tiap wisma sehingga mereka

jarang berpergian dari wisma. Lansia juga kesulitan mengenal suatu

objek dikarenakan hilangnya fungsi kognitif secara multidimensional

dan terus menerus. Kemampuan individu dalam melaksanakan

kegaitan secara normal sesuai kehendak menggambarkan tingkat

kemamdirian seseorang dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-

hari (AKS) seperti makan, minum, personal toilet, mandi, berjalan,


38

naik turun tangga, berpakaian, control buang air besar dan control

buang air kecil.

2. Macam-Macam ADL

Macam-macam aktivitas sehari-hari (ADL) menurut Sugiarto

(2005) adalah sebagai berikut:

a. ADL dasar, biasa disebut ADL saja, ialah keterampilan dasar yang

wajib dimiliki seseorang untuk merawat dirinya seperti berpakaian,

makan dan minum, toileting, mandi, berhias. Serta terdapat juga

kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL

dasar ini. Dalam referensi lain juga disertakan kemampuan

mobilitas.

b. ADL instrumental ialah ADL yang memiliki korelasi dengan

penggunaan alat atau benda penunjang kehidupan sehari-hari

seperti menyiapkan makanan, menggunakan telefon, menulis,

mengetik, mengelola uang kertas.

c. ADL vokasional ialah ADL yang memiliki korelasi dengan

pekerjaan atau kegiatan sekolah.

d. ADL non vokasional yaitu ADL yang bersifat rekreasional, hobi,

dan mengisi waktu luang.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan ADL

Menurut Hardywinoto (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi

kemampuan melakukan Activity of Daily Living (ADL) adalah:


39

a. Umur dan status perkembangan

Kemauan dan kemampuan ataupun bagaimanapun klien bereaksi

terhadap ketidakmampuan melaksanakan activity of daily living

adalah tanda dari faktor umur dan status perkembangan. Pada saat

bayi hingga dewasa perkembangan seseorang secara perlahan-

lahan berubah dari tergantung menjadi mandiri dalam melakukan

activity of daily living.

b. Kesehatan fisiologis

Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan

partisipasi dalam activity of daily living, contoh sistem nervous

mengumpulkan, menghantarkan dan mengolah informasi dari

lingkungan. Sistem musculoskeletal mengkoordinasikan dengan

sistem nervous sehingga dapat merespon sensori yang masuk

dengan cara melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini

misalnya karena penyakit, atau trauma injuri dapat mengganggu

pemenuhan activity daily living secara mandiri (Hardywinoto,

2007).

c. Fungsi kognitif

Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang

dalam melakukan activity of daily living. Fungsi kognitif

menunjukkan proses menerima, mengorganisasikan dan

menginterpretasikan sensor stimulus untuk berpikir dan

menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan kontribusi


40

pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berpikir logis dan

menghambat kemandirian dalam melaksanakan activity of daily

living (Hardywinoto, 2007).

d. Fungsi psikososial

Fungsi psikososial merupakan kemampuan seseorang untuk

mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada

suatu cara yang realistic. Proses ini meliputi interaksi yang

kompleks antara perilaku intrapersonal dan interpersonal.

Gangguan pada intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep

diri atau ketidakstabilan emosi dapat mengganggu dalam tanggung

jawab keluarga dan pekerjaan. Gangguan interpersonal seperti

masalah komunikasi, gangguan interaksi sosial atau disfungsi

dalam penampilan peran juga dapat mempengaruhi dalam

pemenuhan activity of daily living (Hardywinoto, 2007).

e. Tingkat stress

Stress adalah respon fisik nonspesifik terhadap berbagai macam

kebutuhan. Faktor yang dapat mempengaruhi stress (stressor) bisa

timbul dari tubuh atau lingkungan atau dapat mengganggu

keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat berupa fisiologis

seperti injuri atau psikologis seperti kehilangan.

f. Ritme biologi

Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur

lingkungan fisik sekitarnya dan membantu homeostatis internal


41

(keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan). Salah satu irama

biologi yaitu irama sirkandian, berjalan pada siklus 24 jam.

Perbedaan irama sirkandian membantu pengaturan aktivitas

meliputi tidur, temperature tubuh, dan hormone. Beberapa faktor

yang ikut berperan pada irama sirkandian diantaranya faktor

lingkungan ikut berperan pada irama sirkandian seperti hari terang

dan gelap, seperti cuaca yang mempengaruhi activity of daily

living.

g. Status mental

Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang.

Keadaan status mental akan memberi implikasi pada pemenuhan

kebutuhan dasar individu. Seperti yang diungkapkan oleh Cahya

yang dikutip dari Baltes, salah satu yang dapat mempengaruhi

ketidakmandirian individu dalam memenuhi kebutuhannya adalah

keterbatasan status mental. Seperti halnya lansia yang memorinya

mulai menurun atau mengalami gangguan, lansia yang mengalami

apraksia tentunya akan mengalami ganggguan dalam pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan dasarnya (Hardywinoto, 2007).

ADL terdiri dari aspek motorik yaitu kombinasi gerakan volenter

yang terkoordinasi dan aspek propioseptif sebagai umpan balik

gerakan yang dilakukan. ADL dasar dipengaruhi oleh (Sugiarto, 2005)

a. ROM (Range of Motion) sendi

b. Kekuatan otot
42

c. Tonus otot

d. Propioseptif

e. Persepti visual

f. Kognitif

g. Koodinasi

h. Keseimbangan

Menurut Hardiwynoto (2005), faktor yang mempengaruhi

penurunan Activities Daily Living adalah:

a. Kondisi fisik misalnya penyakit menahun, gangguan mata dan

telinga.

b. Kapasitas mental.

c. Status mental seperti kesedihan dan depresi.

d. Penerimaan terhadap fungsinya anggota tubuh.

e. Dukungan anggota keluarga.

4. Cara Pengukuran ADL

ADL mencakup kategori yang sangat luas dan dibagi-bagi menjadi

sub kategori atau domain seperti berpakain, makan minum,

toileting/higieni pribadi, mandi, berpakaian, transfer, mobilitas,

komunikasi, vokasional, rekreasi, instrumental ADL dasar, sering

disebut ADL saja, yaitu keterampilan dasar yang harus dimiliki

seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan dan

minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan


43

kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL

dasar ini (Sugiarto, 2005)

Tabel 2.1 Beberapa indeks pengukuran ADL menurut Sugiarto (2005)

Skala Deskripsi & jenis Kehandalan, Waktu & Komentar


skala kesahihan & pelaksanaan
sensitivitas
Indeks Skala ordinal Sangat handal <10 menit, Skala ADL
barthel dengan skor 0(total & sangat sahih, sangat sesuai yang sudah
dependent)- dan cukup untuk skrining, diterima
100(total sensitive. penilaian secara luas,
independent) : 10 formal, kehandalan
item: makan, pemantauan & dan kesahihan
mandi, berhias, pemeliharaan sangat baik.
berpakaian, control terapi.
kandung kencing,
dan control anus,
toileting, transfer
kursi/tempat tidur,
mobilitas dan naik
tangga.
Indeks katz Penilaian dikotomi Kehandalan & <10 menit Skala ADL
dengan urutan kesahihan sangat sesuai yang sudah
dependensi yang cukup; kisaran untuk skrining, diterima
hierarkis: mandi, ADL sangat penilaian secara luas,
berpakaian, terbatas (6 formal, kehandalan
toileting, transfer, item) pemantauan & dan kesahihan
kontinensi, dan pemeliharaan cukup, menilai
makan. Penilaian terapi. keterampilan
dari A (mandiri dasar, tetapi
pada keenam item) tidak menilai
sampai G berjalan &
(dependent pada naik tangga
keenam item).
FIM Skala ordinal Kehandalan& <20 menit, Skala ADL
(Functiona dengan 18 item, 7 kesahihan baik, sangat sesuai yang diterima
l level dengan skor sensitive dan untuk skrining, sudah diterima
Independe berkisar antara 18- dapat penilaian secara luas.
nce 126; area yang mendeteksi formal, Pelatihan
Measure) dievaluasi; perubahan kecil pemantauan & untuk petugas
perawatan diri dengan 7 level. pemeliharaan pengisi lebih
control stingfer, & lama karena
transfer, lokomosi, pemeliharaan item banyak.
komunikasi, dan terapi serta
kognitif social. evaluasi
program.
BAB III

METODOLOGI LITERATURE REVIEW

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Literature Review atau tinjauan pustaka.

Literature Review merupakan jenis tinjauan literature yang digunakan

untuk mengumpulkan dan menganalisis secara kritis dan sistematis

berbagai penelitian atau makalah melalui proses sistematis. Tujuan

Literature Review yaitu untuk menampilkan ringkasan lengkap dari

literature yang digunakan dan relevan dengan pertanyaan penelitian (Cruz-

Benito, 2016). Penulusuran artikel publikasi pada Google Scholar, Science

Direct, dan Pubmed menggunakan kata kunci yang dipilih yakni:

demensia, ADL (Activity Daily Living), dan lansia. Artikel atau jurnal

yang sesuai dengan criteria inklusi dan ekslusi diambil untuk selanjutnya

dianalisis. Literature Review ini menggunakan literature terbitan 2010-

2020 yang dapat di akses fulltext dalam format pdf. Kriteria jurnal yang

direview adalah jurnal penelitian bahasa Indonesia dan English dengan

subyek manusia lanjut usia, jenis jurnal penelitian bukan literature review

dengan topik hubungan demensia dengan ADL (Activity Daily Living)

pada lansia.

44
45

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari subjek atau objek yang akan

diteliti dengan karakteristik tertentu (Notoatmodjo, 2012). Populasi

pada penelitian ini adalah semua jurnal hasil penelitian yang

memenuhi criteria dengan topik hubungan demensia dengan ADL

(Activity Daily Living) pada lansia.

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan bisa

mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Sampel pada

penelitian ini adalah menggunakan 9 jurnal tentang hubungan

demensia dengan ADL (Activity Daily Living) pada lansia.

Kriteria sampel :

a. Kriteria inklusi

1) Jurnal terpublikasi dengan rentang tahun 2010-2020.

2) Jurnal dipublikasi dari Google Scholar, Science Direct, dan

Pubmed.

3) Responden dalam jurnal tersebut adalah lansia.

4) Jurnal yang tersedia dalam bentuk full text.

b. Kriteria ekslusi

Jurnal dikeluarkan jika tidak menggambarkan studi hasil

(misalnya; review atau meta-analisa, makalah teoritis, penelitian


46

etiologis), tidak mengukur hasil terkait demensia dengan ADL

hanya melihat hubungan demensia dengan ADL.

C. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan Literature Review dengan rentang

waktu mulai dari pengumpulan jurnal sampai tahapan penulisan hasil

jurnal adalah sampai juli 2020.

D. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

Variable dependen : demensia pada lansia

Variable independen : ADL (Activity Daily Living) lansia

Tabel 3.1 Defenisi operasional

Variable Defenisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur


operasional
Demensia Demensia Jurnal Systematic Data jurnal
merupakan hasil Literature
menurunnya penelitian Review
fungsi
kognitif
(keahlian
dalam
memproses
pikiran)
tidak
diinginkan
terjadi pada
penuaan
normal dan
biasanya
sindrom ini
memiliki
sifat kronis
atau
progresif
(WHO,
2019).

ADL Activities Jurnal Systematic Data jurnal


47

(Activity daily living hasil Literature


Daily (ADL) ialah penelitian Review
Living) aktivitas
keseharian
rutih yang
dilakukan
secara
mandiri.
Untuk
memudahka
n pemilihan
intervensi
secara besar
dan tepat
bisa
mengidentifi
kasi
kemampuan
dan
keterbatasan
klien dengan
penentuan
kemandirian
fungsional
(Susetya,
2016).

E. Instrumen Penelitian

Instrument data dalam penelitian ini adalah dokumentasi.

Instrument dokumentasi untuk mendapatkan beberapa informasi dan

sumber-sumber yang berkaitan dengan penelitian. Pada penelitian ini

sumber dokumen yang digunakan adalah dokumen sekunder, yaitu berupa

dokumen yang diperoleh secara tidak langsung dari berbagai media

contohnya seperti laporan penelitian atau jurnal terpublikasi di layanan

sistus internet.

Analisis jurnal hasil penelitian ini menggunakan metode critical

appraisal. Critical appraisal yaitu gambaran umum dari semua studi utama
48

pada topic dan mencoba untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari

hasilnya (Al-Jundi, 2017). Analisis ini akan diperoleh pengetahuan yang

lebih dalam di bidang yang bersangkutan, mendapatkan wawasan tentang

tren saat ini dan tantangan di masa depan, mengidentifikasi penulis yang

paling penting, mengidentifikasi jurnal dan konferensi yang paling

penting, mendapatkan beberapa publikasi yang bagus, dan mendapatkan

kutipan.

F. Metode pengumpulan data

Metode pegumpulan data yang digunakan yaitu dokumentasi yang

bersumber dari data sekunder, karena data diperoleh secara tidak langsung

yaitu mengambil data dari hasil penelitian-penelitian yang sudah ada. Pada

penelitian ini, peneliti mengumpulkan artikel-artikel atau jurnal yang

berkaitan dengan variable penelitian yaitu mengenai demensia dan ADL

(Activity Daily Living) pada lansia.


BAB IV

HASIL KAJIAN LITERATUR

Skema menemukan sampel jurnal untuk literature review

Pencarian jurnal 10 tahun terakhir dengan kata kunci Demensia, ADL


(Activity Daily Living), Lansia pada 3 situs pencarian jurnal yaitu
Google Scholar, Pubmed, dan Science Direct. (n = 6576)

Seleksi judul dari semua kata kunci yang terkait (n = 65)

Seleksi jurnal dengan membaca abstrak pada jurnal yang telah


diunduh (n = 16)

Seleksi jurnal lagi dengan membaca keseluruhan isi jurnal (n = 9)

Bagan 4.1 Skema menemukan sampel jurnal literature review

Dari skema di atas ditemukan sampel jurnal untuk literature review

sebanyak 9 jurnal dengan 7 jurnal Indonesia dan 2 jurnal Internasional.

Tabel 4.1 Hasil ekstrak data jurnal

No Judul, Tempat Sampel Metode Instrument Hasil Penelitian


Peneliti dan Penelitian yang
Tahun terbit digunakan
1. Judul : Panti 60 orang Penelitian MMSE Pada penelitian
Demensia Sosial deskriptif dan indeks ini
dan Tresna dengan barthel mendapatkan
Gangguan Werdha desain hasil lansia
Aktivitas Wargatam penelitian yang menderita
Kehidupan a survey. demensia paling
Sehari-hari Inderalaya banyak berjenis
(AKS) Lansia kelamin
di Panti perempuan
Sosial Tresna (69,70%).
Werdha Lansia yang
Wargatama menderita

49
50

Inderalaya demensia paling


Peneliti : banyak berada
Putri Widita pada rentang
Muharyani usia 60-74
Tahun Terbit tahun (59,64%).
: 2010 Lansia yang
menderita
demensia dan
mengalami
gangguan
aktivitas makan
ada 54.5%,
30% gangguan
aktivitas
kontinensia,
42,4%
gangguan
aktivitas
berpakaian,
48,5%
gangguan
aktivitas
toileting, 54,5%
gangguan
aktivitas
ambulasi,
30,3%
gangguan
aktivitas mandi.
2. Judul : 5 Nursing 139 Barthel Konsistensi
Activities Of home di pasien index, the internal adalah
Daily Living Bavaria demensia alzheimers 68 untuk
In Dementia: (germany) disease sampel dan 73
Revalidation assessment untuk
Of The E- scale subkelompok
ADL Test (adas), dengan
And MMSE demensia berat.
Suggestions Item analisis
For Further menghasilkan
Development indeks kesulitan
(Aktivitas yang baik dan
Hidup kekuatan
Sehari-Hari diskriminasi
Dalam untuk demensia
Demensia: sedang dan
Validasi berat. tugasnya
Ulang Tes E- adalah
ADL Dan ditemukan
Saran Untuk terlalu mudah
Pengembanga untuk demensia
n Lebih ringan.
Lanjut) Validitas terkait
Peneliti : criteria prediktif
Katharina dikonfirmasi
Luttenberger, oleh korelasi
51

Anke dari r=54


Schmiedeber dengan tingkat
g, And Elmar perawatan
Grabel setelah 22 bulan
Tahun terbit : dan perbedaan
2012 rata-rata yang
signifikan
dalam E-ADL-
Test antara
orang dengan
tanpa
peningkatan
tingkat
perawatan.
Profil korelasi
yang berbeda
mendukung tiga
hipotesis pada
validitas
konstruk.
3. Judul : RW 03 33 lansia Analitik Kuesioner Analisa data
Hubungan Kelurahan korelasi dengan
Fungsi Tungul dengan menggunakan
Kognitif Wulung pendekatan uji korelasi
dengan Kota cross pearson
Tingkat Malang sectional product moment
Kemandirian dengan
Lansia dalam menggunakan
Melakukan bantuan SPSS
Aktifitas versi 17,
Sehari-Hari didapatkan p
di Kelurahan value = 0,018 <
Tunggul α (0,05) yang
Wulung Kota artinya ada
Malang hubungan
Peneliti : antara fungsi
Marlina, Sri kognitif dengan
Mudayati, tingkat
dan Ani kemandirian
Sutriningsih lansia dalam
Tahun Terbit melakukan
: 2017 aktivitas sehari-
hari di RW 03
kelurahan
tunggul wulung
kota malang.
Hasil penelitian
ini dapat dilihat
sebagian besar
(63,6)% lansia
memiliki fungsi
kognitif yang
sedang, hal ini
terdapat pada
21 orang
52

responden. Data
tentang
kemandirian,
sebagian besar
(57,6)%
kemandirian
lansia masuk
kategori
mandiri, hal ini
terdapat pada
19 orang
responden.
4. Judul : Pusat 1384 MMSE, Untuk hampir
Factors medis pasien Barthel semua indeks
Associated untuk rawat Index, barthel dan
With demensia jalan Lawton subitems lawton
Cognitive di pusat dengan Index indeks, rasio
Function nasional AD odds (OR) yang
That Cause A Jepang (Alzheim sangat tinggi
Decline In untuk er’s dicatat dalam
The Lvel Of geriatric Disease) MMSE “salin
Activities Of dan desain yang
Daily Living gerontolog ditunjukkan”
In i (mis. Ganti OR
Alzheimer’s 3,66,
Disease penggunaan
(Faktor yang toilet OR 3,60
Terkait dan transfer OR
dengan 2,80) dan “tulis
Fungsi senterice”
Kognitif yang (misalnya
Menyebabka kemampuan
n Penurunan menggunakan
Aktivitas telepon OR
Kehidupan 5,24, cucian OR
Sehari-hari 2,60, perawatan
Pada OR 2.50;
Penyakit P<0,05
Alzheimer)
Peneliti :
Masaki
Kamiya,
Aiko Osawa,
Izumi Kondo,
And Takashi
Sakurai
Tahun terbit :
2017
5. Judul : Studi UPT 34 lansia Non MMSE Hasil penelitian
Korelasi Pelayanan eksperiment dan indeks ini
Demensia Sosial al dengan barthel menunjukkan
Dengan Lanjut pendekatan demensia pada
Tingkat Usia cross lansia di UPT
Ketergantung Pasuruan sectional Pelayanan
an Dalam di Sosial Lanjut
53

Pemenuhan Pandaan Usia Pasuruan


Activities Of di Pandaan
Daily Living sebagian besar
Penerbit : mengalami
Ninik demensia
Murtiyani sedang. Tingkat
dan Reny ketergantungan
Haryani lansia sebagian
Tahun terbit : besar adalah
2016 moderat.
Terdapat
hubungan
demensia
dengan tingkat
ketergantungan
dalam
pemenuhan
activites of
daily living
(ADL) pada
lansia (ρ=0,022
< α=0,05)
6. Judul : Desa 90 lansia Desain Clinical Hasil penelitian
Hubungan Krajan deskriptif Dementia diperolah data
Tingkat Gatak korelatif Rate sebanyak 30
Demensia Sukoharjo dengan (CDR) dan responden
Dengan metode indeks (33,3%)
Tingkat survey barthel mengalami
Kemampuan pendekatan gejala
Aktivitas cross demensia, 33
Dasar Sehari- sectional respoden
Hari (ADS) (36,7%)
Pada Lanjut mengalami
Usia Di Desa demensia
Krajan Gatak ringan, 17
Sukoharjo responden
Penerbit : (18,6%)
Dwi mengalami
Suryantoro demensia
Tahun terbit : sedang, dan 10
2012 responden
(11,1%)
mengalami
demensia berat.
kemampuan
aktivitas dasar
sehari-hari
kategori dengan
bantuan dan 28
responden
(30,85) dengan
tingkat
kemampuan
aktivitas dasar
sehari-hari
54

kateori mandiri.
Hasil uji chi-
square
diperoleh nilai
χ2 = 15.987
dengan ρ =
0,001 sehingga
disimpulkan Ho
ditolak, yang
artinya terdapat
hubungan
tingkat
demensia
dengan tingkat
kemampuan
aktivitas dasar
sehari-hari
(ADS) lanjut
usia di Desa
Krajan Gatak
Sukoharjo
7. Judul : Desa 22 orang Deskriptif MMSE Kemampuan
Demensia Kalirejo lansia korelatif lansia demensia
dengan Wilayah dalam
Kemampuan Kerja memenuhi
Pemenuhan Puskesma kebutuhan ADL
Kebutuhan s Lawang- didapatkan 13
ADL Malang responden
(Activity (59%) atau
Daily Living) lebih dari
Pada Lansia setengahnya
di Desa adalah mandiri
Kalirejo dengan alat
Wilayah bantu.
Kerja Korelasi antara
Puskesmas demensia
Lawang- dengan
Malang kemampuan
Peneliti : dalam
Mustayah memenuhi
Tahun Terbit kebutuhan ADL
: 2016 Kalirejo
Wilayah Kerja
Puskesmas
Lawang
Kabupaten
Malang terdapat
hubungan
signifikan
dengan nilai
0,044.
8. Judul : Panti 120 Non MMSE Ada hubungan
Hubungan Sosial responde eksperimen dan Indeks bermakna
Tingkat Tresna n (observasion Katz antara tingkat
Pendidikan Werdha al) dengan pendidikan
55

dan Activity (PSTW) pendekatan dengan


Daily Living yang cross demensia
dengan Berada di sectional (p=0,012) dan
Demensia Wilayah ada hubungan
Pada Lanjut Pemda bermakna
Usia di Panti DKI antara ADL
Werdha Jakarta dengan
Penerbit : demensia
Maryam, Dkk (p=0,038).
Tahun Terbit Model
: 2015 multivariate
menunjukkan
nilai koefisien
determinansi
0,101 artinya
kedua faktor
tersebut yaitu
tingkat
pendidikan dan
ADL dapat
menjelaskan
variasi variabel
demensia
sebesar 10,1%
dan pada uji F
menunjukkan
kedua variabel
tersebut secara
signifikan dapat
memprediksi
variabel
demensia.
Faktor yang
paling besar
pengaruhnya
terhadap
demensia
adalah tingkat
pendidikan
(Beta=0,258)
9. Judul : 3 Panti 166 Cross BADL, Hasil penelitian
Hubungan Wredha lansia sectional IADL, dan ini
Tingkat Bandung MMSE menunjukkan
Kemandirian dan Garut lansia yang ada
(Basic Dan dip anti wredha
Instrumental 65,1% mandiri
Activities Of dalam BADL
Daily Living) dan 51,8%
Dengan mandiri dalam
Pendidikan, IADL, 65,7%
Status mengalami
Marital, Dan demensia,
Demensia 71,1% adalah
Pada Lansia wanita, 85,5%
Di Panti berpendidikan
56

Wredha rendah, dan


Penerbit : 92,2% tidak
Lisna Fitriana menikah.
Tahun terbit : Analisis
2019 menunjukan
terdapat
hubungan yang
signidikan
antara
kemandirian
(BADL dan
IADL) dengan
pendidikan,
status marital,
dan demensia
pada lansia di
panti wredha
(ρ<0,05)

Penelitian Muharyani (2010) dengan judul Demensia dan Gangguan

Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha

Wargatama Inderalaya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan

desain penelitian survey. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia

yang tinggal di PSTW Wargatama Inderalaya dengan sampel sebanyak 60

orang. Pengumpulan data penelitian dengan observasi dan wawancara

langsung menggunakan indeks barthel dan MMSE. Pada penelitian ini

mendapatkan hasil lansia yang menderita demensia paling banyak berjenis

kelamin perempuan (69,70%). Lansia yang menderita demensia paling banyak

berada pada rentang usia 60-74 tahun (59,64%). Lansia yang menderita

demensia dan mengalami gangguan aktivitas makan ada 54.5%, 30%

gangguan aktivitas kontinensia, 42,4% gangguan aktivitas berpakaian, 48,5%

gangguan aktivitas toileting, 54,5% gangguan aktivitas ambulasi, 30,3%

gangguan aktivitas mandi.


57

Penelitian Luttenberger et al (2012) dengan judul Activities Of Daily

Living In Dementia: Revalidation Of The E-ADL Test And Suggestions For

Further Development (Aktivitas Hidup Sehari-Hari Dalam Demensia:

Validasi Ulang Tes E-ADL dan Saran Untuk Pengembangan Lebih Lanjut).

Penelitian dilakukan pada 5 nursing home di Bavaria (Jerman) dengan sampel

139 pasien demensia. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

indeks barthel, The Alzheimers Disease Assessment Scale (ADAS), dan

MMSE. Konsistensi internal adalah 68 untuk sampel dan 73 untuk

subkelompok dengan demensia berat. Item analisis menghasilkan indeks

kesulitan yang baik dan kekuatan diskriminasi untuk demensia sedang dan

berat. tugasnya adalah ditemukan terlalu mudah untuk demensia ringan.

Validitas terkait kriteria prediktif dikonfirmasi oleh korelasi dari r=54 dengan

tingkat perawatan setelah 22 bulan dan perbedaan rata-rata yang signifikan

dalam E-ADL-Test antara orang dengan tanpa peningkatan tingkat perawatan.

Profil korelasi yang berbeda mendukung tiga hipotesis pada validitas

konstruk.

Penelitian Marlina, dkk (2017) dengan judul Hubungan Fungsi Kognitif

dengan Tingkat Kemandirian Lansia dalam Melakukan Aktifitas Sehari-Hari

di Kelurahan Tunggul Wulung Kota Malang. Desain penelitian ini

menggunakan analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel

pada penelitian ini ada 33 sampel dengan teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah kuesioner. Analisa data dengan menggunakan uji korelasi

pearson product moment dengan menggunakan bantuan SPSS versi 17,


58

didapatkan p value = 0,018 < α (0,05) yang artinya ada hubungan antara

fungsi kogntif dengan tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas

sehari-hari di RW 03 Kelurahan Tunggul Wulung Kota Malang. Hasil

penelitian ini dapat dilihat sebagian besar (63,6%) lansia memiliki fungsi

kognitif yang sedang, hal ini terdapat pada 21 orang responden. Data tentang

kemandirian, sebagian besar (57,6%) kemandirian lansia masuk kategori

mandiri, hal ini terdapat pada 19 orang responden. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa fungsi kognitif dengan tingkat kemandirian lansia dalam

melakukan aktivitas sehari-hari mempunyai hubungan.

Penelitian Kamiya, et al (2017) dengan judul Factors Associated With

Cognitive Function That Cause A Decline In The Lvel Of Activities Of Daily

Living In Alzheimer’s Disease (Faktor Yang Terkait Dengan Fungsi Kognitif

Yang Menyebabkan Penurunan Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari Pada

Penyakit Alzheimer). Penelitian ini dilakukan di Pusat medis untuk demensia

di pusat nasional Jepang untuk geriatric dan gerontology dengan jumlah

sampel 1384 pasien rawat jalan dengan AD (Alzheimer’s Disease). Untuk

hampir semua indeks barthel dan subitems lawton indeks, rasio odds (OR)

yang sangat tinggi dicatat dalam MMSE “salin desain yang ditunjukkan” (mis.

Ganti OR 3,66, penggunaan toilet OR 3,60 dan transfer OR 2,80) dan “tulis

senterice” (misalnya kemampuan menggunakan telepon OR 5,24, cucian OR

2,60, perawatan OR 2.50; P<0,05.

Penelitian Mustayah dan Wulandari (2016) dengan Judul Demensia

dengan Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan ADL (Activity Of Daily Living)


59

Pada Lansia di Desa Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas Lawang-Malang.

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif

korelatif. Sampel pada penelitian ini ada 22 orang lansia dengan pengumpulan

data menggunakan instrument MMSE. Analisa data yang digunakan yaitu

analisa statistik dengan rumus spearman’s rho. Hasil penelitian terdapat

hubungan yang signifikan antara demensia dengan kemampuan pemenuhan

kebutuhan ADL pada lansia di Desa Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas

Lawang dengan nilai 0,044 (signifikansi level 0,05).

Penelitian Maryam, dkk (2015) dengan Judul Hubungan Tingkat

Pendidikan dan Activity Daily Living Dengan Demensia Pada Lanjut Usia di

Panti Werdha. Jenis penelitian ini adalah non-eksperimental (observasional)

dengan pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 120

responden yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Wilayah DKI Jakarta

dengan pengumpulan data menggunakan MMSE dan Indeks Katz. Menurut

hasil nilai korelasi r = 0,189 yang berarti ada hubungan kejadian demensia

dengan ADL seperti mandi, berpakaian, ke WC, berpindah, buang air dan

makan menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola positif artinya

semakin bertambah berat demensianya makan semakin tinggi

ketergantungannya dalam melakukan ADL. Hasil uji statistik diperoleh nilai p

value = 0,038 yang berarti ada hubungan bermakna antara ADL dengan

demensia.

Penelitian Suryantoro (2012) dengan judul Hubungan tingkat demensia

dengan tingkat aktivitas dasar sehari-hari pada lanjut usia di Desa Krajan
60

Gatak Sukoharjo. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, non eksperimen.

Desain yang digunakan adalah deskriptif korelatif, metode penelitian yang

digunakan adalah survey dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada

penelitian ini sebesar 820 lanjut usia yang berusia 60-75 tahun. Sampel pada

penelitian ini adalah 90 lanjut usia. Teknik pengampilan sampel dengan

purposive sample. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden

mengalami demensia tingkat ringan sebesar 36,7%, namun responden masih

dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan ringan. Hal ini

dikarenakan sebagian besar responden masih aktif dalam bekerja dan sebagian

responden pernah mengenyam bangku sekolah. Responden yang mengalami

gejala demensia lebih cenderung masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari

secara mandiri, sebaliknya responden yang mengalami demensia dengan

tingkat sedang lebih banyak tidak melakukan aktivitas secara mandiri atau

dengan bantuan orang lain. Hal ini didukung dengan responden demensia

ringan masih bekerja seperti biasa begitu juga dengan yang mengalami

demensia sedang.

Penelitian Murtiyani (2016) dengan judul studi korelasi dengan tingkat

ketergantungan lansia dalam pemenuhan activities of daily living. Desain pada

penelitian ini menggunakan non eksperimental (penelitian analitik korelasi)

dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah 107

lansia dengan sampel sebanyak 38 lansia yang ditentukan sesuai kriteria

penelitian. Pada penelitian ini instrument yang digunakan dalam pengumpulan

data adalah MMSE dan Indeks barthel. Jenis uji data yang digunakan adalah
61

dari spearman’s rho dengan tingkat signifikan 0,05. Hasil penelitian ini

terdapat ubungan demensia dengan ketergantungan dalam pemenuhan

Activities of daily living (ADL) dengan kekuatan nilai ρ value = 0,022 <

α=0,05 berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Hubungan antara demensia dan

aktivitas sehari-hari (Activities Of Daily Living) adalah sesuatu yang positif

dan kontroversial terutama pada golongan lanjut usia, karena perubahan

disemua sistem di dalam tubuh manusia.

Penelitian Fitriana (2019) dengan judul hubungan kemandirian (basic dan

instrumental activities of daily living) dengan pendidikan, status marital, dan

demensia. Penelitian ini menggunakan cross sectional yang bertempat di tiga

panti wredha yaitu PSTW Budi Pertiwi Bandung, PSTW Senjarawi Bandung,

dan Panti Rehabilitasi Lansia Garut. Populasi pada penelitian ini ada 176

lansia dan sampel pada penelitian ini sebanyak 166 lansia yang memenuhi

kriteria. Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah BADL, IADL,

dan MMSE. Hasil pada penelitian ini adalah terdapat hubungan signifikan

antara BADL dan IADL dengan demensia (p=0,000). Pada lansia yang

mengalami penurunan kognitif atau demensia, sering lupa dengan kegiayan

yang akan dan telah dilakukannya, sehigga katergantungan terhadap orang lain

menjadi tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian jurnal-jurnal didapatkan kesimpulan

karakteristik lansia demensia paling banyak terjadi pada jenis kelamin

perempuan, rentang usia lansia demensia paling banyak terjadi pada usia 60-
62

80 tahun, lansia dengan berpendidikan rendah berpeluang paling besar

dibanding dengan lansia yang berpendidikan tinggi.

Activity Daily Living (ADL) pada lansia dengan demensia mengalami

gangguan pada aktivitas makan, kontinensia, berpakaian, toileting, ambulasi,

dan mandi. Gangguan pada aktivitas makan berupa ketidakmampuan lansia

mengingat apa yang dimakan sebelumnya dan penurunan nafsu makan.

Gangguan aktivitas kontinensia mandiri dengan alat bantu karena pada

penderita demensia terjadi disorientasi tempat mengakibatkan mereka

kebingungan menemukan kamar mandi, pada lansia juga mengalami proses

penuaan sehingga mengalami penurunan fungsi-fungsi fisik salah satunya

adalah penurunan fungsi otot-otot ekstremitas sehingga tidak mampu

menopang saat eliminasi BAK.

Gangguan aktivitas berpakaian karena penderita demensia mengalami

deficit kognitif yaitu berkurangnya kemampuan berfikir seperti agnosia yaitu

kesulitan untuk mengidentifikasi benda dan apraksia yaitu ketidakmampuan

melakukan gerakan akibatnya meraka kesulitan untuk melakukan kegiatan

walaupun hal yang sederhana seperti mengancingkan baju sehingga lansia

denga demensia memerlukan alat bantu.

Gangguan pada aktivitas toileting karena pada penderita demensia terjadi

disorientasi temapt sehingga mereka kebingungan untuk menemukan kloset

(kamar mandi) ketidak ingin bauang air besar dan lansia juga mengalami

proses penuaan sehingga mengalami penurunan fungsi-fungsi fisik salah


63

satunya adalah penurunan fungsi otot-otot ekstremitas BAB sehingga lansia

memerlukan bantuan.

Gangguan aktivitas ambulasi lansia karena lansia kesulitan mempelajari

hal-hal baru seperti jalan atau tempat sehingga memerlukan bantuan untuk

berpindah tempat dan juga kekuatan otot, tulang, dan persendian, terutama

pada kaki sehingga menyebabkan keterbatasan saat berpindah tempat.

Gangguan pada aktivitas mandi berupa lansia sering mengalami kesulitan

menemukan kamar mandi, sering lupa meletakkan peralatan mandi dan

kesulitan mengidentifikasi perlengkapan mandi seperti sabun untuk mandi

atau mencuci.

Maka dapat disimpulkan ada hubungan antara ADL dengan demensia

dimana hasil ini menyatakan bahwa semakin lansia mengalami demensia yang

berat maka semakin tinggi ketergantungannya dalam melakukan ADL. Hasil

ini berkaitan dengan gangguan ADL yang dialami oleh lansia yang menderita

demensia.
BAB V

PEMBAHASAN

A. Komparasi Jurnal

Hasil temuan pada penelitian Muharyani (2010) didapatkan bahwa

demensia mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari berupa gangguan

aktivitas makan, kontinensia, berpakaian, toileting, ambulasi, dan aktivitas

mandi.

Luttenberger (2012) mengemukakan bahwa terjadi penurunan dalam

kehidupan sehari-hari kemampuan praktis pasien demensia yang dirawat

tingkat peningkatan dalam 22 bulan akan tercermin oleh perubahan yang lebih

besar dalam skor E-ADL dalam 12 bulan dibandingkan pada pasien demensia

yang tingkat perawatannya tidak berubah. Terdapat hipotesis selanjutnya

mengusulkan bahwa tes E-ADL kurang berkorelasi tinggi dengan subskala

untuk mengukur fungsi kognitif dibandingkan dengan skor ADL/IADL.

Pada penelitian Marlina (2017) fungsi kognitif dengan tingkat kemandirian

lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari mempunyai hubungan yang

dipengaruhi oleh status pendidikan dan usia. Lansia dengan pendidikan rendah

akan merasakan sulit berhitung dan berbahasa dan seiring bertambahnya usia

maka lansia mengalami perubahan fisik dan fungsi kognitif menjadi menurun.

Faktor lain yang mempengaruhinya adalah kesehatan karena lansia rentan

terhadap penyakit dan mengalami perubahan psikis.

Hasil penelitian Kamiya (2017) menunjukkan bahwa hubungan

BADL/IADL dan kognitif fungsi berkorelasi kuat terlihat antara LI (Lawton

64
65

index) dan MMSE dan korelasi yang lemah antara BI (barthel index) dan

MMSE.

Menurut Murtiyani (2016) hubungan antara demensia dan aktivitas sehari-

hari (Activities of daily living) adalah sesuatu yang positif dan controversial

terutama pada golongan usia lanjut, karena perubahan disemua sistem di

dalam tubuh manusia. Perubahan disemua sistem di dalam tubuh manusia

tersebut salah satu misalnya saraf. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan

terjadinya penurunan dari fungsi kerja otak.

Menurut Suryantoro (2012) lansia yang mengalami gejala demensia masih

banyak yang dapat melakukan aktivitas dasar sehari-hari secara mandiri,

namun bagi lansia yang mengalami gangguan demensia ringan atau sedang

akan semakin membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas

dasar sehari-hari.

Menurut Mustayah (2016) terdapat hubungan signifikan antara demensia

dengan kemampuan pemenuhan kebutuhan ADL pada lansia. Hal tersebut

karena semakin tua manusia akan terjadi kemunduran baik itu penurunan fisik

ataupun kognitif sehingga memungkinkan untuk lansia membutuhkan alat

bantu dalam memenuhi kebutuhan ADL-nya.

Menurut Maryam (2015) ada hubungan bermakna antara ADL dengan

demensia hasil ini menyatakan bahwa semakin lansia mengalami demensia

yang berat maka semakin tinggi ketergantungan dalam melakukan ADL.

Penelitian Maryam (2015) juga menyatakan bahwa proporsi lansia yang

memerlukan bantuan dalam BADL yaitu mandi, berpakaian, ke WC,


66

berpindah, buang air dan makan, berpeluang besar menimbulkan beban dalam

merawat lansia. Hubungan bermakna antara pendidikan dan demensia dimana

lansia yang berpendidikan rendah mempunyai peluang besar untuk terjadinya

demensia dibanding dengan lansia yang berpendidikan tinggi.

Menurut Fitriana (2019) pada lansia yang mengalami penurunan kognitif

atau demensia, sering lupa dengan kegiatan yang akan dan telah

dilakukannyam sehingga ketergantungan terhadap orang lain menjadi tinggi.

Didapatkan kesimpulan dari hasil temuan-temuan tersebut hubungan

antara demensia dan ADL yang juga dipengaruhi oleh usia, pendidikan, dan

kesehatan lansia. Lansia yang mengalami gangguan demensia ringan atau

sedang akan semakin membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan

aktivitas dasar sehari-hari karena semakin tua manusia akan terjadi

kemunduran baik itu penurunan fisik ataupun kognitif sehingga

memungkinkan untuk lansia membutuhkan alat bantu dalam memenuhi

kebutuhan ADL-nya.

B. Kritisi Jurnal

Pada penelitian Muharyani (2010) menyatakan penderita demensia sering

disorientasi tempat dan mengalami kebingungan saat menemukan kamar

mandi. Hal ini relevan dengan teori Stanley & Gaunlett yang menyatakan

bahwa para penjaga selalu khawatir dengan lansia demensia yang berkeliaran

di jalan, pergi ke kamar penghuni lain dan memicu respons agresif, jatuh dan

terluka atau tersesat.


67

Menurut Luttenberger (2012) bahwa terjadi penurunan dalam kehidupan

sehari-hari kemampuan praktis pasien demensia. Serta pernyataan Maryam

(2015) lansia dengan demensia memerlukan bantuan dalam BADL yaitu

mandi, berpakaian, ke WC, buang air dan makan. Didukung pernyataan

menurut Mustayah (2016) karena semakin tua manusia terjadi kemunduran

baik fisik ataupun kognitif sehingga lansia membutuhkan alat bantu untuk

pemebuhan ADL-nya. Kamiya (2017) juga menyatakan adanya hubungan

BADL/IADL dengan fungsi kognitif lansia. Serta Suryantoro (2012)

mengatakan bentuk bantuan orang lain yang diperlukan oleh lansia demensia

seperti mengambil pakaian yang diakibatkan lansia mulai lupa menaruh

pakaian, sering lupa ada janji bertemu dengan orang lain sehingga anggota

keluarga mengingatkan lansia mengenai keperluan tersebut.

Pernyataan temuan-temuan ini relevan dengan teori Nadesul (2011) yang

menyatakan orang dengan demensia mengalami kelemahan kognisi secara

bertahap, juga akan mengalami kemunduran aktivitas hidup sehari-hari (ADL)

ini pun terjadi secara bertahap dan dapat diamati. Awalnya kemundurun

aktivitas sehari-hari ini berujud sebagai ketidakmampuan untuk melakukan

aktivitas hidup yang kompleks (Complex ADL) seperti tidak mampu

mengatur keuangan, melakukan korespondensi, bepergian dengan kendaraan

umum, melakukan hobi, memasak, menata boga, mengatur obat-obatan,

menggunakan telepon, dan sebagainya. Lambat laun penderita demensia tidak

mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari yang dasar (basic ADL) berupa

ketidakmampuan untuk pakaian, menyisir, mandi, toileting, makan, dan


68

aktivitas hidup sehari-hari yang dasar (basic ADL). Setiono dan Hidayati

(2012) menyatakan bahwa demensia adalah salah satu penyakit yang ditandai

dengan gangguan pikir dan daya ingat yang bersifat progresif disertai

gangguan bahasa, perubahan kepribadian, dan perilaku.

Menurut Fitriana (2019) lansia yang berpendidikan rendah memiliki

hubungan yang signifikan dengan BADL dan IADL. Menurut Marlina (2017)

juga penurunan fungsi kognitif dengan kemandirian lansia dipengaruhi oleh

status pendidikan dan usia. Menurut Muharyani (2010) hasil penelitian juga

menunjukkan bahwa lansia yang banyak menderita demensia berada pada

rentang umur 60-74 tahun (59,46%). Menurut Marlina (2017) lansia paling

banyak menderita demensia terjadi pada umur 60-65 tahun (33,3%). Menurut

Murtiyani rentang umur yang paling banyak mengalami demensia adalah 60-

68 tahun (38,2%). Menurut Mustayah (2016) rentang umur yang paling

banyak menderita dementia adalah 76-80 tahun (50%). Menurut Maryam

lansia dengan usia ≥65tahun lebih banyak mengalami demensia (31,8%)

dibandingkan dengan kelompok usia 60-64 tahun (15,6%). Menurut Fitriana

(2019) ada hubungan signifikan antara umur dan penurunan fungsi kognitif

yang terjadi pada umur ≥65tahun. Relevan dengan pernyataan Scanlan et al

(2007) lansia yang berpendidikan rendah akan merasa kesulitan dalam

menghitung dan bahasa. Kelompok dengan pendidikan rendah tidak pernah

lebih baik dengan kelompok yang pendidikan lebih tinggi. Serta pernyataan

Fatmah (2010) menyatakan penurunan fungsi otak terjadi seiring

bertambahnya usia. Muharyani (2010) yang menyatakan bahwa kejadian


69

demensia pada perempuan lebih besar dibandingkan dengan laki-laki karena

usia harapan hidup perempuan Indonesia lebih besar dibanding dengan laki-

laki (Wahab, 2013) dan didukung dengan pernyataan Larasati (2013),

perempuan dalam menyelesaikan masalah memiliki kebiaasan dengan lebih

emosional, sensitif, tergantung, pasif, dan tingkat stress yang tinggi juga

mengakibatkan terjadinya resiko demensia.

C. Sintesis Jurnal

Tabel 5.1 Sintesis jurnal

No Judul Penelitian Keunggulan Kelemahan


1. Demensia dan Gangguan  Pada penelitian ini  Pada jurnal ini
Aktivitas Kehidupan Sehari- menampilkan karakteristik tidak
hari (AKS) Lansia di Panti lansia demensia pada jenis menampilkan
Sosial Tresna Werdha kelamin dan usia. pendidikan dalam
Wargatama Inderalaya Demensia banyak terjadi karakteristik
(Muharyani, 2010) pada wanita (69,70%) dan lansia demensia.
rentang umur 60-74 tahun
(59,6%) banyak menderita
demensia.
 Pada penelitian ini
menjelaskan secara rinci
gangguan ADL yang
terjadi pada lansia
demensia seperti gangguan
makan, kontinensia,
berpakaian, toileting,
ambulasi, dan mandi.
2. Activities Of Daily Living In  Pada penelitian ini  Hasil pada
Dementia: Revalidation Of The menggunakan Barthel- penelitian ini lebih
E-ADL Test And Suggestions Index (BI), skala banyak angka-
For Further Development pengamatan perawat untuk angka yang tanpa
(Luttenberger, 2012) pasien geriatric penjelasan yang
(NOSGER), skala sulit untuk
penilaian penyakit dipahami
Alzheimer (ADAS), dan
pemeriksaan status mini
mental (MMSE)
 Dari hasil penelitiannya
menyebutkan terjadi
penurunan kehidupan
sehari-hari kemampuan
praktis pasien demensia
70

3. Hubungan Fungsi Kognitif  Pada penleitian ini  Pada penelitian ini


dengan Tingkat Kemandirian menjelaskan karakteristik tidak menjelaskan
Lansia dalam Melakukan lansia yang mengalami secara rinci
Aktifitas Sehari-Hari di demensia yaitu umur dan aktivitas sehari-
Kelurahan Tunggul Wulung jenis kelamin. hari lansia yang
Kota Malang  Dari data hasil peneliitian terganggu.
(Marlina, dkk, 2017) didapatkan kesimpulan  Pada penelitian ini
pada penelitian ini jika mengatakan
fungsi kognitif yang berat pendidikan salah
maka akan mengakibatkan satu yang
tingkat kemandirian lansia mempengaruhi
yang berat juga fungsi kognitif
namun tidak
tertera data status
pendidikan
populasi lansia
yang sedang
ditelitinya.
4. Factors Associated With  Pada penelitian ini  Hasil penelitian
Cognitive Function That Cause dikemukakan tampak pada penelitian ini
A Decline In The Lvel Of penurunan BADL untuk tidak jelaskan
Activities Of Daily Living In pasien AD (Alzheimers secara rinci, hanya
Alzheimer’s Disease (Kamiya, Disease) menyatakan
2017) hubungan antar
variabel
5. Studi Korelasi Demensia  Pada penelitian ini  Kekuatan
dengan Tingkat Ketergantungan menampilakan hubungan
Lansia dalam Pemenuhan karakteristik lansia demensia dengan
Activities of Daily Living berdasarkan umur, ketergantungan
(Murtiyani, 2016) pendidikan, agama, jenis ADL adalah 0,393
kelamin, asal lansia, yang berarti
frekuensi lansia demensia, interpretasi
hasil pengukuran ADL, koefisien korelasi
dan tabulasi silang rendah
demensia dengan tingkat  Tidak ada
ketergantungan dalam penjelasan seperti
pemenuhan ADL apa ADL pada
lansia demensia
6. Hubungan Tingkat Demensia  Instrument pada penelitian
dengan Tingkat Kemampuan ini menggunakan clinical
Aktivitas dasar sehari-hari dementia rate (CRD)
(ADS) pada Lanjut Usia di untuk mengukur tingkat
Desa Krajan Gatak Sukoharjo demensia
(Suryantoro, 2012)  Memaparkan karakteristik
demensia seperti jenis
kelamin, pendidikan,
pekerjaan, lansia
demensia, tingkat ADS,
dan tabulasi silang
demensia dengan ADS
7. Demensia dengan Kemampuan  Pada penelitian ini  Sampel pada
Pemenuhan Kebutuhan ADL memaparkan karakteristik penelitian ini
(Activity Daily Living) Pada lansia dengan demensia sedikit dibanding
Lansia di Desa Kalirejo lengkap dengan tabel jurnal lainnya
Wilayah Kerja Puskesmas frekuensi dan yaitu sebanyak 22
71

Lawang-Malang (Mustayah, persentasenya berdasarkan orang lansia.


2016) usia dan jenis kelamin.
Rentang usia paling
banyak terkena demensia
yaitu 76-80 tahun dan
jenis kelamin yang
menderita demensia paling
banyak terjadi pada
perempuan.
 Memaparkan lansia yang
mengalami demensia
paling banyak kategori
demensia ringan 50%
 Memaparkan kemampuan
lansia demensia dalam
memenuhi kebutuhan
ADL nya paliing banyak
dengan kategori
mambutuhkan bantuan
orang lain 18,2%
 Pada penelitian ini
memaparkan ADL apa
saja yang terganggu pada
lansia demensia dengan
penejelasan didukung
dengan penelitian
sebelumnya dan teori
terkait
 Pada penelitian ini
didapatkan hubungan yang
signifikan antara demensia
dengan kemampuan
pemenuhan kebutuhan
ADL (Activity of Daily
Living) pada lansia
8. Hubungan Tingkat Pendidikan  Pada penelitian ini  Pada penelitian ini
dan Activity Daily Living memaparkan karakteristik tidak ada
dengan Demensia Pada Lanjut lansia dengan demensia hubungan jenis
Usia di Panti Werdha (Maryam, bahwa lansia dengan usia kelamin dengan
2015) ≥65tahun lebih banyak lansia demensia,
mengalami demensia, perempuan dan
jenis kelamin perempuan laki-laki
dan laki-laki mempuanyai mempunyai
peluang yang sama untuk peluang yang
demensia, dan responden sama untuk
yang berpendidikan demensia
rendah berpeluang paling  Pada penelitian ini
besar untuk mengalami tidak menjelaskan
demensia bagaimana ADL
 Hasil pada penelitian ini yang terganggu
adalah ada hubungan pada lansia
kejadian demensia dengan dengan demensia
ADL (Activity Daily dan hanya
Living) seperti aktivitas memaparkan
mandi, berpakaian, ke persentasenya saja
72

WC, berpindah, buang air,


dan makan, menunjukkan
semakin berat
demensianya maka
semakin tinggi
ketergantungan dalam
melakukan ADL
9. Hubungan Tingkat  Instrument pada penelitian
Kemandirian (Basic dan ini menggunaka BADL
Instrumental Activities of Daily dan IADL untuk
Living) dengan pendidikan, mengukur ADL pada
Status Marital, dan Demensia lansia
pada Lansia Di Panti Wredha  Terdapat hubungan
(Fitriana, 2019) kemandirian lansia dengan
pendidikan, status marital,
dan dengan demensia
 Memiliki banyak sampel
dari pada jurnal lainnya,
sebanyak 166 lansia
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari Literature Review yang berjudul

hubungan demensia dengan ADL (Activity Daily Living) pada lansia adalah

1. Karakteristik lansia dengan demensia banyak terjadi pada jenis kelamin

perempuan, rentang usia demensia paling banyak pada usia 60-80 tahun,

lansia dengan pendidikan rendah berpeluang paling besar dibanding

dengan lansia yang berpendidikan tinggi.

2. Lansia dengan demensia mengalami gangguan ADL seperti aktivitas

makan, kontinensia, berpakaian, toileting, ambulasi, dan aktivitas mandi.

3. Literature review ini menemukan hubungan demensia dengan ADL

(Activity Daily Living) pada lansia.

B. Saran

1. Bagi profesi keperawatan

Hasil literature review ini dapat dijadikan sebagai landasan penelitian

lebih lanjut mengenai hubungan demensia dan ADL pada lansia.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Literature review ini masih banyak kekurangan. Diharapkan bagi peneliti

selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan jumlah jurnal

yang lebih banyak.

73
DAFTAR PUSTAKA

Alzheimer’s Association. 2020. Alzheimer And Dementia.

https://www.alz.org/alzheimers-dementia/what-is-dementia

Alzheimer’s Indonesia. 2019. Orang Dengan Demensia (ODD)

https://alzi.or.id/saya-adalah/orang-dengan-demensia-odd/

Armer, dkk. 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta: Buku Kedokteran

EGC.

Asrori, N., & Putri, O. O. 2014. Panduan Perawatan Pasien Demensia di Rumah.

Malang: Umm Press.

Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Lanjut Usia (Edisi Pertama).

Jakarta: Graha Ilmu.

Basuki. 2015. Analisis Statistic Dengan SPSS. Yogyakarta : Danisa Media.

Bherer Louis et all, Kirk I. Erickson, and Teresa Liu- Ambrose. 2013. A Review

Of The Effects Of Physical Activity And Exercise On Cognitive And Brain

Functions In Older Adults. Journal of Aging Research Volume 2013,

Article ID 657508, 8 pages : Hindawi Publishing Corporation

BPS, 2019. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2018, Badan Pusat Statistik: Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 1.

Jakarta : EGC.

74
75

Dickinson, Lynn and Xenia Vosen. 2005. Living Well in a Nursing Home

Everything You and Your Folks Need to Know. US: Hunter House

Publishing.

Cruz-Benito, J. (2016). Systematic Literature Review & Mapping. 62.

http://doi.org/10.4172/2167-7182.1000249

Donsu, Jenita Doli. 2016. Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:

Pustaka Baru.

Effendi, Ferry & Makhfud. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan

Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Effendi, dkk. 2014. Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Kejadian Demensia

pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember. Fakultas

Kedokteran Universitas Jember.

Farrow M, Ellis KE, 2013. Physical Activity for Brain Health and Fighting

Dementia. Australia: Alzheimer Australia Inc.

Fatmah. 2010. Gizi Lanjut Usia. Jakarta: Erlangga

Fitriana. 2019. Hubungan Tingkat Kemandirian (Basic dan Instrumental Activities

of Daily Living) dengan Pendidikan, Status Marital, dan Demensia. Jurnal

Pendidikan Keperawatan Indonesia

F.M. Elahi, B.L. Miller, A Clinopathological Approach To The Diagnosis Of

Dementia, Neurol, 2017, 13.


76

Gluhm, S., BA, Goldstein, J., BS, Loc, K., MD, Et Al. 2013. Cognitive

Performance On The Mini-Mental Examination And The Montreal

Cognitive Assessment Across The Healthy Adult Lifespan. National

Institutes Of Health.

Hardywinoto dan Setiabudhi, T. 2005. Panduan Gerontologi. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama

Hardywinoto & Setiabudhi, T. 2007. Panduan Gerontologi. Jakarta : Pustaka

Utama

Hermiana, 2012. Buku Keperawatan Gerontik. Jakarta : Alfabeta

Kamiya. 2017. Factors Associated With Cognitive Function That Cause A Decline

In The Level Of Activities Of Daily Living In Alzheimer’s Disease. Japan :

Geriatric Gerontology Int

Kaplan, H.I., Sadock, B.J. 2010. Gangguan Retardasi Mental dalam Sinopsis

Psikiatri. Tangerang: Bina Rupa Aksara

-----------------------------------------Gangguan Pervasif Mental dalam Sinopsis

Psikiatri. Tangerang: Bina Rupa Aksara

----------------------------------------Gangguan Mood Mental dalam Sinopsis

Psikiatri. Tangerang: Bina Rupa Aksara

Killin et al. 2016. Environmental Risk Factors For Dementia: A Systematic

Review. BMC Geriatris 16 : 175.


77

Kochhann R., Cerveira MO., Godinho C., Camozzato A., Chaves MLF. 2009.

Evaluation Of Mini-Mental State Examination scores according to

different age and education strata, and sex, in a large Brazilian healthy

sample. Dementia & Neuropsychologia.

Larasati, T. L. 2013. Prevalensi Demensia di RSUD Raden Mattaher Jambi.

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

Lueckenotte, Annete G. 2000. Gerontologic Nursing Second Edition, Mosby, Inc

Luttenberger et al. 2012. Activities Of Daily Living In Dementia: Revalidation Of

The E-ADL Test And Suggestions For Further Development. Germany :

BMC Psychiatry

Mangoenprasodjo dan Hidayati. 2005. Mengisi Hari Tua dengan Bahagia.

Yogyakarta : Pradipta Publishing

Maria et al. 2015. Preliminary cognitive scale of basic and instrumental activities

of daily living for dementia and wild cognitive impairment. Spain:

Routledge

Marinda et al. 2018. Effect of Physical Activity in Nursing Home Residents with

Dementia: A Randomized Controlled Trial. Netherlands: S. Karger AG

Marlina. 2017. Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Tingkat Kemandirian Lansia

Dalam Memlakukan Aktifitas Sehari-Hari Di Keluarahan Tunggul Wulung

Kota Malang. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Volume 2. Nomor 1.


78

Maryam, Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba

Medika.

Maryam, Siti. 2015. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Activity Daily Living

dengan Demensia pada Lanjut Usia di Panti Werdha. Staf Dosen Jurusan

Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III.

Mickey, Stanley dan P.G.Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi ke-

2. Jakarta: EGC.

Muharyani. 2010. Demensia dan Gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari

(AKS) Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Inderalaya.

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Keperawatan Universitas Sriwijaya.

Murtiyani, N & Haryani, R. 2016. Studi Korelasi Demensia dengan Tingkat

Ketergantungan Lansia dalam Pemenuhan Activities of Daily Living.

Jurnal keperawatan.

Mustayah dan Wulandari, Eka. 2016. Demensia dengan Kemampuan Pemenuhan

Kebutuhan ADL (Activity of Daily Living) pada Lansia di Desa Kalirejo

Wilayah Kerja Puskesmas Lawang – Malang. Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Malang.

Nadesul. Handrawan. 2011. Menyayangi Otak Menjaga Kebugaran, Mencegah

Penyakit, Memilih Makanan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.


79

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nugroho, Wahjudi. 2010. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC

Nugroho. 2012. Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC

Padila, 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika

Pieter, dkk. 2011. Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana

Polan, dkk. 2018. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif pada Lansia

di Puskesmas Wori Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal

Kesmas, Volume 7 Nomor 4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sam Ratulangi.

Puri, B.K., Laking, P.J., & Treasaden, I.H., 2011. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2.

Jakarta: EGC.

Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2016. Situasi Lanjut Usia (LANSIA) di

Indonesia, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

Sabri. 2019. Efektifitas Model Keperawatan Pendamping Berbasis Budaya

Minang Meningkatkan Kualitas Asuhan, Status Kesehatan, Kepuasan dan

Kualitas Hidup Lansia di PSTW Sumbar (disertasi tidak dipublikasi).

Scanlan. J.M., N, Michieletto F, Lessig M, Zuhr E, Borson S. 2007. Cognitive

Impairment, Chronic Disease Burden, and Functional Disablitiy: a

Population Study of Older Italians. Am J Geriatr Psychiatry.


80

Setiawan, dkk. 2014. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kejadian Demensia

Pada Lansia Di Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja Cerah Paniki

Kecamatan Mapanget Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.

Stanhope, M And Lancester, J. (2016). Public Health Nursing: Population-

Centered Health Care In The Community, Edition Nine. Elsevier

Sunaryo, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Gerontik. CV Andi Offset. Yogyakarta.

Suryantoro. 2012. Hubungan Tingkat Demensia dengan Tingkat Kemampuan

Aktivitas Dasar Sehari-hari (ADS) pada Lanjut Usia di Desa Krajan

Gatak Sukoharjo. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Susetya. 2016. Gambaran Tindakan Keperawatan Dalam Pemenuhan Activity

Daily Living Pasien Fraktur Di RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

Sugiarto, Andi. 2005. Penilaian Keseimbangan dengan Aktivitas Kehidupan

Sehari-Hari pada Lansia di Panti Werdha Pelkris Elim Semarang dengan

Menggunakan Berg Balance Scale dan Indeks Barthel. Semarang : UNDIP

Tamher, S. & Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan

Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika


81

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia. Jakarta : Departemen Sosial RI.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional. Jakarta : Departemen Sosial RI.

UN, 2019. World Population Ageing 2019, New York: United Nations,

Department Of Economics And Social Affairs

UN, 2015. World Population Ageing 2019, New York: United Nations,

Department Of Economics And Social Affairs

Wahab, R. Memahami Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aswaja Pressindo: 2013

WHO. 2019. Dementia https://www.who.int/news- room/fact-

sheets/detail/dementia

Yokum, Kelly Niles and Donna L. Wagner. 2010. The Aging Networks A Guide

to Programs and Services Seventh Edition. New York: Springer

Publishing Company.

Yudhanti Evani. (2016). Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Demensia

Pada Balai Pelayanan Social Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi

Luhur. Program Studi Keperawatan Stikes Aisyiyah Yogyakarta.


82

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Nama : RISADA SEPTRIELLA


No.BP : 1611313011

LITERATURE REVIEW : HUBUNGAN DEMENSIA DENGAN ADL (ACTIVITY DAILY LIVING) PADA LANSIA

Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus


No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan Judul
1
Penelitian
2 Acc Judul Penelitian
3 Penyusunan Proposal
4 Persiapan Ujian Proposal
5 Ujian Seminar Proposal
Perbaikan Proposal
6
Penelitian
7 Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan dan Analisa
8
Data
Penyusunan Hasil
9
Penelitian
10 Ujian Skripsi
Perbaikan Hasil Ujian
11
Skripsi
12 Pengumpulan Skripsi
83

Lampiran 2. Kartu Bimbingan


84
85

Lampiran 3. Curriculum Vitae

Curriculum Vitae

A. Biodata Pribadi

Nama : Risada Septriella

Tempat/tanggal lahir : Salido / 10 September 1998

Agama : Islam

Daerah Asal : Pesisir Selatan

Pekerjaan : Mahasiswi Fakultas Keperawatan UNAND

Status : Belum Menikah

Nama Ayah : Riadi Darma

Nama Ibu : Syafrida

Alamat : Jl. Moh Hatta Kel. Kapalo Koto Kec. Pauh RT.03

RW.02 No.86 (Kos Yuri Residence)

Email : risadaseptriella10@gmail.com

B. Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri 13 Painan : 2004 - 2010

2. SMP Negeri 1 Painan : 2010 - 2013

3. SMA Negeri 2 Painan : 2013 - 2016

4. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas : 2016 - Sekarang

Anda mungkin juga menyukai