Anda di halaman 1dari 28

Proses Kewirausahaan

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Kewirausahaan Jurusan Syariah dan Hukun Islam Prodi Hukum Keluarga Islam
1 (IAIN) BONE
OLEH:

KELOMPOK 3

 Ayuliarti
Nim : 742302019030
 Sultan S
Nim :
 Nurul Ainun
Nim : 742302019008

DOSEN PEMBIMBING:

ASMAWATI,S.E. SY., ME

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM


IAIN BONE
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberi rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kita masih bisa merasakan denyut nadi kita.salat
tercurah pada baginda Rasulullah SAW karena telah mengiring umat manusia dari
kandang kehinaan menuju lembah kemulian. Ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga
penyusunan makalah ini bisa terlselaisaikan .

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah


ini, baik isi maupun redaksinya, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
diharapkan dapat memperbaiki makalah ini untuk selanjutnya.

Akhir kata Insya Allah makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membutuhkannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
khususnya kepada dosen Asmawati, S.E, Sy., M.E. yang telah membimbing kami
dalam menulis makalah ini.

i
Watampone, 26 Oktober 2020

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1

A. Latar belakang ...........................................................................................1

B. Rumusan masalah ......................................................................................3

C. Tujuan penulisan .......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................4

A. Stratifikasi Sosial ………….......................................................................4

B. Hukum dan Gejala Sosial...........................................................................7

C. Hukum sebagai Variabel Kuantitatif …………………………..………..8

D. Struktur Sosial dan Hukum ……………………………………………...9

E. Pengaruh Stratifikasi Sosial terhadap Fungsi Hukum ………………....13

BAB III PENUTUP..............................................................................................19

A. Simpulan ….............................................................................................19

B. Saran .......................................................................................................20

ii
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Mereka yang menjadi wirausaha adalah orang-orang yang mengenal potensi
dan belajar mengembangkannya untuk menangkap peluang serta mengorganisasi
usaha dalam mewujudkan cita-citanya. Kewirausahaan merupakan kemampuan
kreatif dan inovatif, jeli melihat peluang dan selalu terbuka untuk setiap masukan
dan perubahan yang positif yang mampu membawa bisnis terus bertumbuh serta
memiliki nilai. Salah satu pendorong terciptanya inovasi selain perubahan dan
keharusan untuk beradaptasi adalah kesadaran akan adanya celah antara apa yang
ada dan apa yang seharunya ada, dan antara apa yang diinginkan oleh masyarakat
dengan apa yang sudah ditawarkan ataupun dilakukan oleh pemerintah, sektor
swasta maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Bisnis sebaiknya memiliki nilai dan bermanfaat. Hal ini bisa dicapai melalui
kegiatan bisnis yang dilakukan dengan menerapkan konsep kewirausahaan sosial.
Konsep kewirausahaan sosial telah menjadi konsep yang popular di berbagai
Negara. Berbagai kalangan mulai memperbincangkan konsep kewirausahaan
sosial sebagai solusi inovatif dalam menyelesaikan permasalahan sosial.
Permasalahan sosial sendiri sudah menjadi permasalahan bersama sehingga
penanggulangannya membutuhkan sinergi dari semua pihak.1
Pandangan tradisional tentang wirausahawan yaitu segelintir orang yang luar
biasa seperti Bill Gates yang berhasil mengomersialkan idenya serta mampu
mengelola organisasinya. Sebenarnya selain orang-orang tertentu yang memiliki
kemampuan luar biasa tersebut, banyak pula ditemui orang-orang yang berhasil
menerapkan ide-ide baru. Mereka banyak ditemukan dalam berbagai jenis
organisasi, dimana umumnya mereka memiliki tujuan untuk mandiri dan
berkeinginan untuk mengejar tujuan mereka dengan menggunakan organisasi
tempat mereka bekerja sebagai kendaraannya. Orang-orang seperti ini akan

1
https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/16/090000069/stratifikasi-sosial-arti-dasar-dan-
jenisnya.

1
berusaha menjadi pribadi yang inovatif dimanapun mereka bekerja dan apabila
organisasi tempat mereka bekerja tidak mengijinkan mereka berperilaku sebagai
wirausahawan, mereka akan pindah bekerja ke tempat lain.2

B. Rumusan masalah
1. Menjelaskan pengertian Stratifikasi Sosial?
2. Menjelaskan Hukum sebagai Variabel Kuantatif?
3. Menjelaskan Pengaruh Statifikasi Sosial terhadap Fungsi Hukum?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa-apa tentang Stratifikasi Sosial
2. Untuk mengetahui bagaimana Hukum sebagai Variabel Kuantatif
3. Untuk mengetahui Pengaruh Stratifikasi Sosial terhadap Fungsi Hukum

2
https://wisnu.blog.uns.ac.id/2009/07/28/stratifikasi-sosial-dan-hukum/

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Wirausaha
1. Definisi Karakter
Akar kata karakter dapat dilacak dari kata latin Kharakter, Kharassein,
Kharax, yang maknanya tools for marking, to engrave, dan pointed stake. Kata ini
mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahasa Prancis caractere pada abad ke-
14 dan kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi character, sebelum
akhirnya menjadi bahasa Indonesia karakter. Karakter mengandung pengertian (1)
suatu kualitas positif yang dimiliki seseorang, sehingga membuatnya menarik dan
atraktif; (2) reputasi seseorang; dan (3) seseorang yang memiliki kepribadian yang
eksentrik.
Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; watak;
sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari
pada yang lain Dengan pengertian di atas dapat di katakan bahwa membangun
karakter (Character bulding) ia proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian
rupa, sehingga “Berbentuk” unik, menarik, dan berbeda atau dapat di bedakan
dengan orang lain. Ibarat sebuah huruf dalam alfabet yang tak pernah sama antara
yang satu dengan yang lainnya, demikianlah orang yang berkarakter dapat
dibedakan satu dengan lainnya (termasuk dengan yang tidak/belum berkarakter
atau “Berkarakter” tercela).
2. Ciri-ciri Karakter Wirausaha
Mc Clelland mengajukan konsep Need for Achievement (selanjutnya
disingkat (N-Ach) yang diartikan sebagai virus kepribadian yang menyebabkan
seseorang ingin berbuat lebih baik dan terus maju, selalu berpikir untuk berbuat
yang lebih baik, dan memiliki tujuan yang realistis dengan mengambil tindakan
berisiko yang benar-benar telah diperhitungkan.
Mc Clleland memerinci karakteristik mereka yang memiliki N-Ach yang
tinggi sebagai berikut:
a) Lebih menyukai pekerjaan dengan risiko yang realistis.
b) Bekerja lebih giat dalam tugas-tugas yang memerlukan kemampuan mental.
c) Tidak bekerja lebih giat karena adanya imbalan uang.
d) Ingin bekerja pada situasi di mana dapat diperoleh pencapaian pribadi
(personal achievement).
e) Menunjukan kinerja yang lebih baik dalam kondisi yang memberikan umpan
balik yang jelas positif.
f) Cenderung berpikir ke masa depan serta memiliki pemikiran jangka
panjang.
Ukuran N-Ach mampu menunjukan seberapa besar jiwa entrepreneur
seseorang. Semakin besar/tinggi nilai N-Ach seseorang, semakin besar pula bakat
potensialnya untuk menjadi entrepreneur yang sukses. Untuk lebih jelasnya
mengenai ciri-ciri dan penggolongan karakteristik wirausaha disajikan pada
Gambar 1.1 berikut:

Motivasi Motivasi
Berprestasi Berprestasi
Pekerja keras, Tidak Pekerja keras, Tidak
menyerah, Semangat, KARAKTER menyerah, Semangat,
WIRAUSAHA
Jaringan Usaha
Mengadapi Perubahan
Jaringan kerja,
Berpikir kritis,
Banyak teman, Kerja
Menyenangkan, Proaktif,
sama.
Kreatif, Inovatif, Efisien,

Mengadapi Perubahan
Keberanian, Bertindak, Tim yang baik,
Berjiwa besar, Berani mengambil
resiko, Having mentor,
Gambar Terbuka,
1.13
B. Proses Kewirausahaan
4
1.
3. Jenis Stratifikasi Sosial
Dalam stratifikasi sosial ada dua jenis yang membedakan, yakni;
3
https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/16/090000069/stratifikasi-sosial-arti-dasar-dan-
jenisnya.
4
https://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi_sosial.

4
a) Stratifikasi Sosial Tertutup
Stratifikasi sosial tertutup terjadi jika masyarakat tidak dapat beralih dari
satu strata ke strata lain. Pada stratifikasi tersebuta biasanya terjadi dalam
lingkungan masyarakat yang menetapkan sistem kasta maupun feodal. Contoh
pada stratifikasi sosial tertutup bisa dilihat pada sistem kasta seperti di Bali dan
India.

b) Stratifikasi sosial terbuka


Stratifikasi sosial terbuka terjadi jika masyarakat dapat beralih dari satu
strata ke strata lain. Ketika dasar stratifikasi yang digunakan kekayaan, apakah
tiap strata dapat beralih dari atas ke bawah atau sebaliknya? Siapa pun bisa beralih
dari memiliki kekayaan berlimpah, akhirnya menjadi orang yang tidak memiliki
apa pun. Sebaliknya dari orang yang hanya memiliki sedikit kekayaan, akhirnya
mendapat harta berlimpah. Jadi yang membedakan stratifikasi sosial tertutup dan
Stratifikasi sosial terbuka adalah keterbukaan stratifikasi sosial diukur dari
mudah-tidaknya. Kemudian sering tidaknya seseorang yang mempunyai status
sosial tertentu memperoleh strata yang lebih tinggi.5

B. Hukum dan Gejala Sosial


(Zainuddin Ali, 2010: 58)
Soerjono Soekanto mengungkapkan bahwa rule of law berarti persamaan di
hadapan hukum, yaittu setiap warga negara harus tunduk kepada hukum.
Demikian pengertian yang dapat dipahami dari suatu negara hukum. Namun
demikian, terhadap kecenderungan keterkaitan antara hukum dengan gejala-
gejala social, dalam hal ini stratifikasi social yang terdapat pada setiap
masyarakat. Tujuann kajiannya tidak lain hanya untuk mengidentifikasi fakta,
yang mungkin ada manfaaatnya di dalam pelaksanaan penegakan hukum yang

5
https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/16/090000069/stratifikasi-sosial-arti-dasar-dan-
jenisnya.

5
saat ini banyak dipersoalkan oleh masyarakat di Indonesia, terutama masyarakat
yang mendiami wilayah perkotaan.
Kasus- kasus semacam ini dapat di ungkapakan, miasalnya peristiwa
penembakan mahasiswa Trisakti dan Universitas Tadulako oleh oknum aparat
keamanan ketika melakukan aksi demonstrasi atas porotes terhadap situasi kondisi
perekonomian negara, Dwifungsi ABRI dan semacamnya, baik di Jakarta,
Makasar, dan Palu. Terhadap kasus penembakan tersebut, muncul pertanyaan
mengapa oknum aparat POLRI dan/ atau TNI melakukan penembakan terhadap
Mahasiswa? Mungkin akan dapat diungkapkan latar belakang sosialnya, sehingga
kita semua akan lebih mengerti mengapa peristiwa- peristiw tersebut terjadi di
negara hukum yang berdasarkan Pancasila.
Selama ini memang terjadi banyak peristiwa yang agaknya “mengejutkan”,
datangnya sedemikian bertubu- tubi, sehingga kelihatan bahwa mekanisme hukum
memeng kurang efektif; seolah- olah telah terjadi anarki di dalam kesibukan
penegakan hukum. Untuk praktisnya, di dalam tulisan ini hukum diartikan sebgai
aturan yang ditetapkan oleh penguasa. Peraturan- peraturan tadi dapat bersifat
umum dan dapat juga bersifat khusus dari sudut ruang lingkup norma- normanya.
Hal itu kemudian dihubungkan dengan stratifikasi social, oleh karena masih
memerlukan penelitian yang lebih mendalam. Jadi, hukum di sini diartikan
sebagai suatu jenis social control yang diterapkan oleh penguasa.

C. Hukum sebagai Variabel Kuantitatif


Suatu variable adalah karakteristik dari suatu gejalah yang berubah- ubah,
tergantung dari situasi atau kondisi di mana keadaan tersebut berada atau terjadi.
Ada suatu pendapat dalam sosiologi yang melihat hukum sebagai suatu variable
kuantitatif, oleh karena menurut situasi dan kondisi, hukum dapat bertambah atau
bahkan berkurang di dalam perwujudannya. Suatu pengaduan di kantor polisi
misalnya, adalah peristiwa hukum apabila dibandingkan dengan suatu kantor
polisi yang sama sekali tidak ada pengaduan semacam itu. (Zainuddin Ali, 2010:
58).

6
Secara kuantitatif terjadi lebih banyak proses hukum apabila frekuensi
gugatan pada suatu pengadilan negeri adalah tinggi, bila dibandingkan pada suatu
keadaan pengadilan yang sama sekali kurang terjadi gugatan- gugatan. Kalau
penguasa pada suatu masa mengeluarkan lebih banyak peraturan tertulis daripada
masa lain, maka terdapat lebih banyak hukum.
Hal di atas ditemukan melalui pendekatan sosiologis sebagai salah satu
dasar perikelakuan yang nyata ataupun fakta yang terlihat. Hal ini mungkin berarti
pada suatu ketika jenis- jenis social control lainnya lebih menonjol peranannya
daripada hukum. Sebab, integrasi dan keteraturan dalam masyarakat tidak hanya
di sebabkan oleh adanya hukum, akan tetapi justru mungkin karena adanya jenis-
jenis social control lain, seperti kaidah- kaidah kesusilaan, sopan santun dan
seterusnya. Maka adakalanya para sosiolog bertitik tolak pada hipotesis, bahwa
bertambahnya hukum adalah sesuai dengan berkurangnya jenis- jenis social
control lainnya; atau berkurangnya hukum adalah sejalan dengan bertambahnaya
jenis- jenis control social selain hukum. (Zainuddin Ali, 2010: 59).
“Social Control” biasanya diartikan sebagai suatu proses, baik yang
direncanakan maupun tidak , yang bersifat, mendidik, mengajar, atau bahkan
memaksa warga-warga masyarakat agar mematuhi sistem kaedah-kaedah dan
nilai-nilai yang berlaku. Perwujudan “social control” tersebut mungkin sesudah
pemidanaan, konpensasi, terapi maupun konsiliasi. Perwujudan “social control”
tersebut di atas tidaklah berdiri sendiri dalam wujud-wujudnya yang murni akan
tetapi murni merupakan kombinasi antara berbagai alternatif. Di Indonesia,
misalnya dikenal delik-delik aduan, yang tergantung pada inisiatif korban. Di
dalam kenyataannya masing-masing wujud tersebut akan menonjol pada situasi-
situasi tertentu yang merupakan refleksi keadaan masyarakat. (Soerjono dan
Mustafa, 1982: 195).

D. Struktur Sosial dan Hukum


Struktur sosial secara harfiah, struktur bisa diartikan sebagai susuanan atau
bentuk. Struktur tidak harus dalam bentuk fisik, ada pula struktur yang berkaitan

7
dengan sosial. Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau susunan
sosial yang membentuk keompok-kelompok sosial dalam masyarakat.
Susunannya bisa vertikal atau horizontal. George Simmel merumuskan bahwa
struktur sosial adalah kumpulan individu serta pola perilakunya. Soerjono
Soekanto, struktur sosial adalah hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan
peranan-peranan social.
1. Struktur sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Muncul pada kelompok masyarakat
Struktur sosial hanya bisa muncul pada individu-individu yang memiliki
status dan peran. Status dan peranan masing-masing individu hanya bisa terbaca
ketika mereka berada dalam suatu kelompok atau masyarakat. Status yang
berbeda itu merupakan pencerminan hak dan kewajiban yang berbeda-beda.
b. Berkaitan erat dengan kebudayaan.
Kelompok masyarakat lama kelamaan akan membentuk suatu kebudayaan
dan memiliki struktur sosialnya sendiri.
Fungsi Struktur Sosial
1. Fungsi Identitas
Struktur sosial berfungsi sebagai penegas identitas yang dimiliki oleh sebuah
kelompok. Kelompok yang memiliki kesamaan dalam latar belakang ras, sosial
dan budaya akan mengembangkan struktur sosialnya sendiri sebagai pembeda dari
kelompok lain.
2. Fungsi Kontrol,
Dalam kehidupan bermasyarakat, selalu muncul kecenderungan dalam diri
individu untuk melanggar norma, nilai, atau peraturan lain yang berlaku dalam
masyarakat. Jika individu tadi mengingat peranan dan status yang dimilikinya
berada dalam struktur sosial, kemungkinan individu tersebut akan mengurungkan
niatnya melanggar aturan karena pelanggaran aturan akan berpotensi
menimbulkan konsekuensi yang pahit.
3. Fungsi Pembelajaran

8
Individu belajar dari struktur sosial yang ada dalam masyarakatnya. Hal ini
dimungkinkan mengingat masyarakat merupakan salah satu tempat berinteraksi.
Banyak hal yang dapat dipelajari dari sebuah struktur sosial masyarakat, dimulai
dari sikap, kebiasaan, kepercayaan, dan kedisiplinan.
Struktur ataupun dinamika sosial tidaklah terlepas dari interaksi dan sebagai
dasar dari interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dianamis
menyangkut antara hubungan orang perorangan atau diri pribadi (my self), antara
kelompok dengan kelompok, atau antara orang perorangan atau diri pribadi
dengan kelompok manusia lainnya. Adapun pokok bahasan dalam struktur sosial
dan hukum paling tidak ada tiga hal yang senyatanya hidup dan berproses dalam
interaksinya di masyarkat, yaitu :
a. Hubungan antara kaidah-kaidah sosial dengan hukum.
b. Hubungan antara lembaga-lembaga sosial dengan hukum
c. Hubungan antara lapisan-lapisan sosial dengan hukum.
2. Hubungan Kaidah-Kaidah Sosial dan Hukum
Dalam proses kehidupan tentang manusia menemui pengalaman yang
memengaruhi latar kehidupannya terutama bagaimana cara untuk bertahan hidup
atau memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupannya (primary needs) paling
tidak antara lain: sandang, pangan, papan, keselamatan jiwa dan harta, harga diri,
potensi untuk berkembang, serta kasih sayang.
Sistem nilai yang senyatanya hidup di masyarakat adalah berpengaruh
terhadap pola- pola berpikir manusia sehingga dengan modal primer pola- pola
berpikir tersebut menjadi pedoman mental. Kemudian pola- pola pikir manusia
memengaruhi tingkah laku yang pada akhirnya berproses membentuk kaidah-
kaidah social.
Secara sosiologis adalah sangat lumrah atau wajar dalam proses kehidupan
dalam masyarakat terjadinya beberapa perbedaan yaitu antara kaidah- kaidah
hukum dengan peri-kelakuan social (social behavior) yang senyatanya terjadi di
masyarakat. Terjadinya perbedaan itu lebih disebabkan karena kaidah hukum
hanyalah konsepsi sebagai patokan tentang apa- apa tindakan dan atau perilaku

9
social yang dicita- citakan sehingga merupakan abstraksi sebagai wujud dari pola-
pola dan atau variable-variable perilaku dan atau tindakan social yang akan
terjadi.
Setiap masyarakat memang memerlukan system pengendalain social
(mechanism of social control), yaitu suatu proses yang di rencanakan agar
masyarakat selalu berada dalam situasi tertib. Dari banyak macam pengendalian
social, sudah barang tentu tidak semuanya termasuk dalam kaidah- kaidah hukum,
kemudian yang menjadi pertanyaan kita adalah apa yang membedakan kaidah
hokum dengan kaidah- kaidah lainnya.
Dalam hal system hukum, sebagai pokok atau inti dari suatu system hukum
adalah sangat terletak pada kesatuan antara “primary rules” dan “secondary rules”
H. L. A. Hert dalam Qomariah (2002) bahwasanya inti dari suatu system hokum
terletak pada kesatuan aturan- aturan utama (primary rules) dan aturan- aturan
(secondary rules). Semakin modern, kompleks suatu masyarakat maka primary
rules semakin pudar. Untuk mengelolah perubahan dan atau proses pemudaran
dan atau proses sebaliknya, maka diperlukan ketentuan- ketentuan sekunder yang
terdiri dari:
a. Rules of recogrition; aturan- aturan yang menjelaskan apa yang dimaksudkan
dengan aturan utama dan dimana perlu.
b. Rules of change; aturan yang mensahkan adanya aturan- aturan utama yang
baru.
c. Rules of adjudication, aturan- aturan yang memberikan hak- hak kepada
orang perseorangan untuk menentukan apakah pada peristiwa- peristiwa tertentu
suatu aturan utama dilanggar.
d. Reinstitutionalization of norm; (pelembagaan kembali dari norma- norma).
Yang dimakud hukum terdiri dari aturan- aturan atau kebiasaan ejektif yang
telah mengalamu proses perkembangan kembali artinya kebiasaan dari lembaga-
lembaga kemasyarakatan tertentu diubah sedemikian rupa sehingga dapat
dipergunakan oleh lembaga- lembaga kemasyarakatan lainnya yang memang

10
dibentuk untuk maksud tersebut. Menurut Bahannam dalam Qomariyah (2002),
bahwa lembaga hukum itu mencakup dua jenis aturan:
1) Hukum substantive; penetapan kembali daripada aturan lembaga- lembaga
non hukum.
2) Hukum ajektif; aturan yang mengatur aktifitas- aktifitas daripada lembaga-
lembaga hukum itu sendiri.
Jadi bisa saja kita katakan bahwa aturan dan lembaga- lembaga hukum adalah
mengatur hampir di seluruh perilaku social dalam masyarakat.
3. Hubungan antara Lembaga-Lembaga Sosial dan Hukum
Lembaga- lembaga social atau institusi social adalah sebagai sarana atau alat
yang bisa menjadi perlengkapan suatu masyarakat sehingga untuk menjamin agar
kebutuhan- kebutuhan dalam masyarakat dapat terpenuhi sesuai proses dan fakta
social hokum yang hidup di masyarakat. Salah satu dari banyak kebutuhan dalam
proses bermasyarakat yang senyatanya dirasakan oleh setiap hak hidup yang
paling asasi adalah akan kebutuhan rasa keadilan, keadilan diakui sebagai
kebutuhan masyarakat yang melahirkan lembaga atu institusi hukum.
Sebagai langkah indentifikasi agar lembaga- lembaga hokum kelihatan
mempunyai ciri- ciri tersendiri sehingga memudahkan kita memahami lembaga
hokum. Berikut adalah ciri- ciri lembaga hukum:
Ø Mempunyai dimensi stabilitas, adalah menimbulkan suatu kemantapan serta
keteraturan dalam hal proses usaha manusia untuk memperoleh keadilan.
a. Menyumbangkan suatu kerangka social terhadap kebutuhan- kebutuhan yang
hidup di masyarakat. Dan tututan kebutuhan yang bersifat pribadi bertemu dengan
pembatasan- pembatasan yang hal mana dibuat oleh masyarakat
b. Sebagai kerangka social untuk kebutuhan manusia itu maka lembaga hokum
menampilkan wujudnya dalam bentuk norma.
c. Proses jalinan antara lembaga, sehingga perubahan suatu lembaga akan
memengaruhi lembaga.
Lembaga social yang juga hokum termasuk salahsatu diantara lembaga social
tersebut memanglah perlu pelembagaan, hal ini agar kaedah- kaedah hukum

11
mudah diketahui, mudah dimengerti, ditaati, dihargai dalam proses kehidupan
sehari- hari yang pada gilirannya masyarakat menjiwai (internalized). Kemudian,
penyelenggaraan hokum adalah sebagai lembaga social yang erat berkaitan
dengan tingkat kemampuan suatu masyarakat.

E. Pengaruh Stratifikasi Sosial terhadap Fungsi Hukum


Keadilan adalah milik setiap orang. Setiap orang berhak merasakan sebuah
keadilan termasuk juga keadilan hukum. Sebagaimana juga yang terdapat dalam
sebuah asas hukum yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kedudukan
yang sama di hadapan hukum (equality before the law). Hukum tidak memandang
kaya atau miskinnya seseorang. Setiap orang baik kaya ataupun miskin punya hak
yang sama untuk merasakan keadilan hukum. Namun, pada kenyataanya, tidak
demikian. Terkadang terkesan bahwa hukum lebih berpihak pada kaum strata atas.
Lapisan kelas atas masih dianggap sebagai personifikasi dari sebuah struktur
dalam masyarakat. Termasuk juga struktur hukumnya. Yang menentukan hukum
adalah kaum kalangan atas dan kaum strata bawah dianggap sebagai alat struktur
dan pelaksana dari struktur.
Hukum berlaku top-down. Artinya bahwa hukum ditentukan oleh kalangan
atas kemudian diterapkan pada masyarakat kalangan bawah. Pada posisi inilah
kaum strata bawah mulai tertekan. Tertekan oleh sebuah aturan yang ditetapkan
oleh strata atas. Hukum yang dibuat oleh kaum strata atas dimasuki oleh
kepentingan-kepentingan mereka sendiri. Keadaan ini di perparah lagi dengan
pengetahuan kaum miskin yang terbatas tentang hukum. Oleh karena itu, saat
hukum menghadapkan antara kaum strata atas dengan kaum strata bawah kaum
strata atas secara tidak langsung lebih unggul.
Bahasan mengenai keadilan hukum bagi masyarakat miskin memang perlu
untuk diungkapkan. Realita yang ada sekarang ini adalah hukum tidak berpihak
pada kaum miskin, Masyarakat mempunyai struktur yang bertingkat. Tingkatan-
tingkatan di dalam masyarakat ini desebut dengan stratifikasi social.
Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi dan kelasyang lebih rendah. Selanjutnya

12
menurut Sorokin, dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya keseimbangan
dalam pembagian hak dan kewajiba, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai
sosial dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat. Stratifikasi
berdampak pada diskriminasi antara kelas sosial satu dengan kelas sosial yang
lain. Kelas sosial yang lebih tinggi akan diperlakukan lebih istimewa daripada
kelas sosial yang tingkatannya lebih rendah.
Adanya diskriminasi di dalam masyarakat yang disebabkan oleh pembedaan
kelas sosial ini coba diatasi dengan hukum. Hukum menjanjikan adanya
kesetaraan di hadapan hukum. Salah satu asas hukum adalah equality before the
law yang artinya adalah kedudukan setiap orang adalah sama di hadapan hukum.
Hukum tidak membedakan status, kedudukan, kasta, dan kelas sosial. Semua
sama dihadapan hukum. Namun stratifikasi tetap saja muncul. Oleh karena itu,
antara hukum dan relita sosial terjadi sebuah kesenjangan yang biasa disebut
dengan legal gap. Terjadi perbedaan antara apa yang seharusnya terjadi menurut
hukum dengan apa yang terjadi di dalam masyarakat.
Masyarakat merupakan struktur organisasi kehidupan bersama. Di dalam
struktur, setiap orang memainkan perannya masing-masing. Suatu peran
berhubungan dengan peran yang lain. Hal tersebutlah yang membuat stratifikasi
sosial tetap ada walaupun hukum berusaha untuk menghilangkannya. Setiap peran
mempunyai tugasnya masing-masing. Aktivitas kerja seseorang berkaitan dengan
peran yang dimainkannya disebut dengan Ocupation. Keanekaragaman peran
yang ada dalam masyarakat menimbulkan apresiasi yang berbeda terhadap
pemegang peran. Ada profesi yang dianggap ada pada struktur lapisan atas seperti
contohnya presiden, menteri, pengusaha, dosen, guru, dan profesi lain yang
dipandang oleh masyarakat baik. Namun ada juga kelompok profesi yang menurut
masyarakat dianggap berada pada struktur lapisan masyarakat tingkat bawah
seperti tukang becak, kuli, dan profesi yang lain yang dianggap masyarakat
kurang terpandang. Walaupun secara moral pekerjaan tersebut tidak tercela,
namun tetap saja oleh masyarakat dipandang rendah.

13
Hal yang terjadi kemudian adalah disfungsi hukum bagi masyarakat kalangan
bawah. Hukum tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Seharusnya hukum
tidak membeda-bedakan dan berlaku adil bagi semua kalangan. Namun hal
tersebut tidak terjadi dalam struktur ini. Hukum tidak berpihak pada rakyat
miskin. Keadaan ini membuat berlakunya diskriminasi hukum di dalam
masyarakat. Bagi masyarakat lapisan atas, hukum terkesan amat menguntungkan.
Hal ini disebabkan karena memang merekalah yang menentukan hukum. Bagi
masyarakat lapisan bawah, dirasakan banyaknya ketidak adilan dalam hukum
yang berlaku. Akibatnya, masyarakat strata bawah akan lebih cenderung untuk
menyelesaikan perkara-perkara lewat caranya sendiri dari pada cara-cara formal
menurut prosedur Hukum (Soetandyo, 2008: 189).
Adanya diskriminasi bagi masyarakat miskin membuat kalangan idealis dari
kaum elite membuat sebuah konsep bantuan hukum bagi kalangan bawah.
Bantuan hukum bagi masyarakat strata bawah terdapat dalam dua model. Dua
model tersebut berbentuk bantuan secara konvensional dan bantuan secara
structural. Para ahli hukum yang berprofesi sebagai pengacara mencoba
membantu mengatasi persoalan kesenjangan kaya-miskin ini dengan cara
memberikan bantuan hukun secara cuma-cuma kepada golongan miskin, apabila
golongan miskin ini harus berperkara dan beracara di siding-sidang pengadilan.
Bantuan ini desebut dengan legal aid. Menurut pendapat para ahli hukum yang
peduli terhadap rakyat miskin tanpa bantun hukum yang serius dari pihak-pihak
yang mengerti hukum modern, orang miskin akan terdiskriminasi oleh hukum.
Bantuan hukum macam ini akan membantu kaum miskin untukdiperlakukan sama
di hadapan hukum. Dengan bantuan hukum yang diberikan, kepercayaan kalangan
miskin terhadap hukum tidak akan hilang. Bentuk inilah yang kemudian disebut
dengan bantuan secara konvensional.
Menurut pandangan kaum kritisi, bantuan hukum yang terbatas pada bantuan
hukum dalam persidangan saja belum cukup untuk melepaskan kaum miskin dari
diskriminasi yang disebabkan oleh stratifikasi. Bantuan hukum juga dilakukan
dengan memperjuangkan kaum miskin pada rancangan undang-undang yang akan

14
diberlakukan. Pada bentuk bantuan ini, para ahli hukum akan berusaha agar hak-
hak kaum miskin tidak terpinggirkan, Perjuangan semacam ini disebut dengan
legal service. Bantuan model ini juga disebut dengan bantuan secara struktural.
Pada dasarnya, kebijakan dalam bantuan hukum struktural ditempuh untuk
merealisasikan apa yang disebut dengan kebijakan diskriminasi terbalik atau yang
sering disebut juga kebijakan diskriminatif positif.
Dikatakan demikian karena diskriminasi yang diputuskan untuk dilakukan itu
demi hukum akan memberikan kesempatan dan hak yang lebih kepada mereka
yang berada pada strata bawah dibanding dengan strata atas. Langkah-langkah
legislatif untuk membuat undang-undang baru dilakukan dengan sadar untuk
memajukan kepentingan sosial ekonomi mereka yang ada pada strata bawah.
Hukum perundang-undangan yang dibuat atas dasar kebijakan seperti itu dikenal
secara luas sebagai hukum perundang-undangan sosial. Contoh dari kebijakan
sosial adalah kebijakan pajak yang diberlakukan secara progresif. Bagi kalangan
atas, ia akan membayar pajak yang jumlahnya lebih besar. Pendapatan pajak dari
kalangan strata atas tersebut pada akhirnya akan disalurkan kepada kaum yang
berada pada strata bawah dengan cara pembagian subsidi dan penyediaan layanan
umum. (Soetandyo, 2008:193).
Masyarakat dalam realitanya memiliki lapisan-lapisan di dalamnya. Terdapat
masyarakat lapisan atas yang ditempati oleh orang-orang kaya dan terpandang dan
masyarakat lapisan bawah yang ditempai masyarakat miskin. Hal tersebut tidak
dapat dihilangkan. Hukum berusaha menghilangkan perbedaan ini dengan
mengusung asas equality before the law yang artinya bahwa kedudukan setiap
orang adalah sama di hadapan hukum tidak memandang kaya atau miskin. Namun
pelapisan sosial tetap saja tidak dapat dihilangkan karena di dalam masyarakat
terdapat peranan yang dimainkan masing-masing individu. Setiap peran yang
dimainkan memiliki prestige yang berbeda. Ada peran yang dianggap oleh
masyarakat baik, ada pula yang dianggap tidak baik.
Stratifikasi sosial ini pada akhirnya akan melahirkan sebuah stratifikasi
hukum. Hal ini disebabkan karena ada asumsi yang mengatakan bahwa yang

15
menentukan hukum yang berlaku adalah masyarkat kalangan atas. Masyarakat
kalangan atas berusaha memasukkan kepentingannya pada aturan yang ditetapkan.
Hal ini membuat kaum miskin semakin terpojok. Hal ini membuat kaum elite
yang idealis berpikir bagaimana caranya untuk memberikan bantuan hukum bagi
kalangan msikin. Bantuan diberikan dengan dua cara. Cara yang pertama melalui
proses yuridis yaitu pendampingan hukum terhadap kasus yang menimpa kaum
miskin atau biasa disebut dengan legal aid dan proses legislatif yang dilakukan
dengan cara memperjuangkan hak-hak kaum miskin dalam pembuatan suatu
undang-undang yang biasa disebut dengan legal service. Stratifikasi sosial
memang tidak dapat dihilangkan. Namun sebenarnya hal tersebut tidak perlu
dihilangkan. Hal tersebut adalah sebuah dinamika dalam masyarakat. Stratifikasi
dengan system yang terbuka akan menimbulkan sebuah persaingan yang sehat.
Kaum strata atas akan berusaha meraih strata atas, sedangkan masyarakat strata
atas akan mempertahankan kedudukannya.
Hal yang harus dihilangkan adalah diskriminasi dalam hukum. Tidak
seharusnya hukum hanya dibuat oleh kaum strata atas saja. Hukum menyangkut
kehidupan setiap orang. Tidak peduli dari strata atas atau bawah. Oleh kerena itu,
hukum seharusnya dibuat secara bersama-sama untuk kebaikan bersama. Semua
kalangan harus dilibatkan dalam sebuah perumusan hukum agar hukum dapat
diterima semua pihak.6

F. Pengertian Proses Kewirausahaan


Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami
atau didesain, mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya
lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin dikenali oleh
perubahan yang diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek di bawah
pengaruhnya.

6
http://ozhyrosita.blogspot.com/2012/05/hukum-dan-stratifikasi-sosial.html

16
Proses kewirausahaan diawali dengan suatu aksioma, yaitu adanya
tantangan. Dari tantangan tersebut timbul gagasan, kemauan, dan dorongan untuk
berinsiatif, yang tidak lain adalah berpikir kreatif dan bertindak inovatif (Suryana,
2006: 3). Inovasi tersebut dipengeruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal
dari pribadi maupun di luar pribadi.

Secara internal, keinovasian dipengaruhi oleh faktor yang bersal dari


individu, seperti locus of control, toleransi, nilai-nilai, pendidikan, pengalaman.
Sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan diantaranya model peran,
aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu, inovasi berkembang menjadi
kewirausahaan melalui proses yang dipengaruhi oleh lingkungan, organisasi dan
keluarga.

Faktor – Faktor Pemicu Kewirausahaan


David C. McClelland, mengemukakan bahwa kewirausahaan
(entrepreneurship) ditentukan oleh:

 Motif berprestasi (achievement), orang yang berwirausaha dengan tujuan


prestasi dan dengan prestasi yang di capai diharapkan akan memberikan
kepuasan pada dirinya.7
 Optimisme (optimism), seorang wirausaha selalu harus optimis dapat
mencapai tujuan dan sasaran dengan tepat dan selalu memperbaharui
tujuan dalam jangka waktu tertentu.
 Sikap-sikap nilai (value attitudes), seorang wirausaha memiliki nilai
keperibadian yang luhur dan menjadi contoh bagi orag lain.
 Status kewirausahaan (entreprenuerial status) atau keberhasilan, seorang
wirausaha yang sukses akan dihargai lebih tinggi dalam kehidupan
bermasyarakat dan menciptakan peluang baru.

7
Suryana Dr, Msi. 2006. Kewirausahaan : Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses
Edisi revisi. Jakarta. Salemba empat.

17
Ibnoe Soedjono dan Roopke, menyatakan bahwa proses
kewirausahaan atau tindakan kewirausahaan (entrepreneurial action)
merupakan fungsi dari:

 Property Right (PR), seseorang akan berusaha bekerja keras sebaik-


baiknya pada usaha yang menjadi miliknya.
 Competency/ability (C), oang yang mempunyai kompetensi dalam
mengerjakan segala sesuatu menjadi lebih mudah dan mampu
menyelesaikan segala pekerjaan dengan hasil yang terbaik.
 Incentive (I), harapan memperoleh insentif yang lebih besar menjadi
pendorong perilaku sorang wirausaha untuk bekerja keras dan penuh
kedisiplinan.
 External Environment (E). lingkungan dapat menjadi pemicu
berwirausaha, seperti ketidakpuasan dalam bekerja pada perusahaan orang
lain, peluang usaha terbuka lebar, PHK.

Kemampuan berwirausaha (entrepreneurial) merupakan fungsi dari


perilaku kewirausahaan dalam mengkombinasikan kreativitas, inovasi, kerja
keras, dan keberanian menghadapi resiko untuk memperoleh peluang.
Kekuatan apa yang mendorong tren kewirausahaan dalam perekonomian kita?
Faktor – faktor mana yang membawa kita ke era kewirausahaan ini? Beberapa
faktor yang paling menonjol mencakup berikut ini :

1) Pendidikan kewirausahaan

Banyak akademi dan universitas menyadari bahwa kewirausahaan


merupakan mata kuliah yang sangat populer. Dewasa ini, lebih dari 2.100
akademi dan universitas menawarkan mata kuliah kewirausahaan dan
bisnis kecil pada sekitar 200.000 mahasiswa. Banyak akademi dan

18
universitas kesulitan memenuhi permintaan akan mata kuliah
kewirausahaan dan bisnis kecil.8

2) Faktor ekonomi dan demografi

Hampir dua pertiga dari para wirausahawan memulai bisnis mereka


antara umur 25 – 44 tahun dan banyak penduduk bangsa ini masuk dalam
kisaran umur ini. Selain itu, pertumbuhan ekonomi antara tahun 1980-an
dna 1990-an telah menciptakan jumlah kemakmuran yang cukup besar
diantara orang – orang dari kelompok umur ini dan berbagai peluang
bisnis yang dapat mereka manfaatkan.

3) Pergeseran ke ekonomi jasa

Sektor jasa menghasilkan 80 persen dari seluruh jenis pekerjaan


dan menyumbang 64 persen Produk Domestik Bruto (PDB) di Amerika
Serikat, yang mencerminkan peningkatan tajam sejak satu dasawarsa lalu.
Karena biaya pendirian yang relative rendah, bisnis jasa telah menjadi
sangat populer diantara para wirausahawan. Meledaknya sektor jasa akan
terus menyediakan semakin banyak peluang bisnis, dan tidak semuanya
bergerak dalam bidang teknologi tinggi.

4) Kemajuan teknologi

Dengan bantuan mesin bisnis modern seperti komputer pribadi,


laptop, mesin faks, foto kopi, printer berwarna, mesin penjawab telepon,
dan voice mail, seseorang dapat bekerja di rumah seperti layaknya bisnis
besar. Pada zaman dulu, tingginya biaya teknologi membuat perusahaan
kecil tidak mungkin bersaing dengan perusahaan besar yang mampu
membeli alat – alat tersebut. Dewasa ini, harga komputer dan alat
komunikasi lain terjangkau oleh perusahaan kecil.

8
Zimmerer Thomas & Scarborough Norman. 2008. Kewirausahaan dan Manajemen
Usaha Kecil Edisi 5 Buku 1. Jakarta. Salemba Empat.

19
5) Gaya hidup bebas

Kewirausahaan cocok dengan gaya hidup orang Amerika yang


menyukai kebebasan dan kemandirian. Orang ingin bebas memilih tempat
tinggal mereka, jam kerja yang mereka sukai dan apa yang mereka
kerjakan. Meskipun jaminan keuangan tetap merupakan tujuan penting
bagi hampir semua wirausahawan, banyak dari wirausahawan itu yang
memberikan prioritas utama pada masalah – masalah gaya hidup seperti
memiliki lebih banyak waktu untuk keluarga dan teman, lebih banyak
waktu senggang dan lebih bisa mengendalikan tekanan pekerjaan.

6) e-Commerce dan World Wide Web

Kemajuan World Wide Web yang merupakan jaringan sangat besar


yang menghubungkan komputer diseluruh dunia melalui internet dan
membuka lautan informasi kepada penggunanya telah mengembangkan
ribuan usaha kewirausahaan sejak tahun 1993. Perdagangan online tumbuh
dengan sangat cepat,menciptakan berbagai peluang bagi wirausahawan
yang paham akan internet.

Sekitar 57 persen dari perusahaan kecil memiliki akses dengan


internet dan 70 persen memiliki situs Web. Perusahaan yang memiliki
Web dengan cepat meraih keuntungan yang paling sering disebutkan
sehubungan dengan meluncurkan situs web adalah adanya tambahan
pelanggan, pada kenyataannya, setelah meluncurkan situs, 41 persen dari
perusahaan kecil dilaporkan mengalami peningkatan penjualan. Lima
puluh lima persen dari perusahaan kecil dengan situs web melaporkan
bahwa situs mereka dapat mencapai titik impas atau laba.

7) Peluang internasional

Bisnis kecil tidak lagi dibatasi oleh batas negara dalam mencari
pelanggan. Pergeseran ke ekonomi global yang dramatis telah membuka

20
pintu pada peluang bisnis yang luar biasa bagi wirausahawan yang
berkeinginan menguasai seluruh dunia. Perusahaan kecil membentuk 97
persen dari seluruh bisnis yang terlibat dalam kegiatan ekspor, tetapi
hanya menyumbang 30 persen dari penjualan ekspor negeri ini.

Perusahaan – perusahaan kecil yang telah berhasil memperluas diri


ke dalam pasar luar negeri cenderung untuk bersandar pada strategi –
strategi berikut ini :

 Meneliti pasar luar negeri secara menyeluruh


 Berfokus pada satu negara pada awalnya
 Menggunakan sumber daya pemerintah yang dirancang untuk
membantu perusahaan kecil dalam memantapkan keberadaannya di
pasar internasional
 Membangun aliansi dengan mitra setempat

21
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai perbedaan posisi sosial individu-


individu dalam masyarakat. Pengertian stratifikasi sosial dapat pula berupa
pengelompokan masyarakat secara sosial, budaya, ekonomi atau politik dalam
lapisan-lapisan yang jenjang. Dasar pembeda antar satu posisi sosial dengan posisi
sosial lainnya berupa perbedaan ekonomi, kekayaan, status sosial, pekerjaan,
kekuasaan, dan sebagainya.
2. Suatu variable adalah karakteristik dari suatu gejalah yang berubah- ubah,
tergantung dari situasi atau kondisi di mana keadaan tersebut berada atau terjadi.
Ada suatu pendapat dalam sosiologi yang melihat hukum sebagai suatu variable
kuantitatif, oleh karena menurut situasi dan kondisi, hukum dapat bertambah atau
bahkan berkurang di dalam perwujudannya. Suatu pengaduan di kantor polisi
misalnya, adalah peristiwa hukum apabila dibandingkan dengan suatu kantor
polisi yang sama sekali tidak ada pengaduan semacam itu. (Zainuddin Ali, 2010:
58).
3. Keadilan adalah milik setiap orang. Setiap orang berhak merasakan sebuah
keadilan termasuk juga keadilan hukum. Sebagaimana juga yang terdapat dalam
sebuah asas hukum yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kedudukan
yang sama di hadapan hukum (equality before the law). Hukum tidak memandang
kaya atau miskinnya seseorang. Setiap orang baik kaya ataupun miskin punya hak
yang sama untuk merasakan keadilan hukum.
Hukum berlaku top-down. Artinya bahwa hukum ditentukan oleh kalangan
atas kemudian diterapkan pada masyarakat kalangan bawah. Pada posisi inilah
kaum strata bawah mulai tertekan. Tertekan oleh sebuah aturan yang ditetapkan
oleh strata atas. Hukum yang dibuat oleh kaum strata atas dimasuki oleh
kepentingan-kepentingan mereka sendiri. Keadaan ini di perparah lagi dengan
pengetahuan kaum miskin yang terbatas tentang hukum. Oleh karena itu, saat
hukum menghadapkan antara kaum strata atas dengan kaum strata bawah kaum
strata atas secara tidak langsung lebih unggul.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa terdapat banyak
kesalahan baik dari segi kalimat maupun kata-kata, untuk itu penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini dikemudian hari. Semoga makalah ini bisa bermamfaat bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/16/090000069/stratifikasi-sosial-
arti-dasar-dan-jenisnya. 07 Mei 2020

https://wisnu.blog.uns.ac.id/2009/07/28/stratifikasi-sosial-dan-hukum/. 07 Mei
2020

https://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi_sosial. 07 Mei 2020

http://ozhyrosita.blogspot.com/2012/05/hukum-dan-stratifikasi-sosial.html. 07
Mei 2020

Suryana Dr, Msi. 2006. Kewirausahaan : Pedoman Praktis, Kiat dan


Proses Menuju Sukses Edisi revisi. Jakarta. Salemba empat.
Zimmerer Thomas & Scarborough Norman. 2008. Kewirausahaan dan
Manajemen Usaha Kecil Edisi 5 Buku 1. Jakarta. Salemba Empat.

24

Anda mungkin juga menyukai