LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR ATAU PATAH TULANG
Oleh:
Kelompok I
Ni Putu Giri Adi Antari KP.12.19.001
Ni Putu Ayu Devi Natalia Chessy KP.12.19.002
Ni Made Denita Dwi Pradina KP.12.19.003
Ni Nengah Tingki Niti Andari KP.12.19.004
Putri Nunung Mayah KP.12.19.005
Tania Kharisma Putri KP.12.19.006
Ni Putu Indah Suryandari KP.12.19.007
Anabella Gracia Eurica Silooy KP.12.19.008
Ni Kadek Dewi Pratiwi KP.12.19.009
I Dewa Gede Indra Bagus Tridana KP.12.19.010
Dewa Ketut Ardika KP.12.19.011
Wira Janila Da Costa Pareira KP.12.19.012
Ni Made Galuh Murnialita KP.12.19.013
Ni Ketut Amritha KP.12.19.014
Ni Kadek Poppy Indriana KP.12.19.015
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
STIKES KESDAM IX/UDAYANA DENPASAR
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR ATAU PATAH TULANG
A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal dari
suatu tulang (Black 2014). Fraktur atau patah tulang adalah kondisi dimana
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus secara sempurna atau
sebagian yang disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare,
2013). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik bersifat total
maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitarnya (Helmi, 2012).
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang
disebut dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang
terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku,
bahu, pergelangan tangan, dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah,
pergelangan kaki). Fraktur dapat meimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi
normal, deformitas, kemerahan, krepitasi, dan rasa nyeri (Ghassani, 2016)
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:
1. Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan
memberi bentuk tubuh.
2. Proteksi Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting,
misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan
paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk
oleh tulang-tulang kostae (iga).
3. Ambulasi dan Mobilisasi Adanya tulang dan otot memungkinkan
terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang
memberikan suatu system pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot
yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit
yang digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat padanya.
4. Deposit Mineral Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen-
elemen lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.
5. Hemopoesis Berperan dalam bentuk sel darah pada redmarrow. Untuk
menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.
C. ETIOLOGI
Fraktur dan dislokasi tulang belakang dapat disebabkan oleh berbagai
macam diantaranya fraktur dan dislokasi primer akibat trauma, atau sekunder
akibat nontrauma seperti osteoporosis, keganasan, dan infeksi. Penyebab paling
sering dari fraktur dan dislokasi tulang belakang primer yang disebabkan oleh
cidera adalah high-energy trauma seperti kecelakaan motor dan jatuh dari
ketinggian.
Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Leucht et al. dengan
menggunakan metode retrospektif pada 562 pasien dengan fraktur tulang
belakang akibat trauma didapatkan 77% fraktur tulang belakang berkaitan
dengan terjadinya kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian yang terjadi
secara signifikan lebih tinggi pada spina torakal
Menurut pendapat Sachdeva, 2000 dalam Kristiyanasari, 2012:16 adalah
sebagai berikut:
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatic pada tulang dapat disebabkan oleh:
1. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah seacara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, seperti:
1. Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali atau progresif.
2. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
3. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin
D.
4. Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989).
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum
tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan,
kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom
pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang
yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan
nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika
terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum
tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak
tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain.
Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan
menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung
syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang
mempengaruhi terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan
durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi
kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan ad anya
densitas tulang tulang. Yang dapat menyebabkan terjadinya patah pada tulang
bermacam-macam antara lain trauma (langsung dan tidak langsung), akibat
keadaan patologi serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak
langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan
pada tulang dapat berupa teknan berputar, membengkok, kompresi bahkan
tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena kelemahan tuklang
sebelumnya akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam tulang. Akibat trauma
pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Sementara
fraktur spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi terus menerus misalnya
pada orang yang bertugas kemiliteran.
E. PATHWAY
F. KLASIFIKASI
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera, sedangkan
fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan
jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan
keparahannya (Black dan Hawks, 2014):
1. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
2. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
3. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada
jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan
derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
1. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada
bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak
berhubungan dengan bagian luar.
2. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya
luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan
udara luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang
yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak
semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka
memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor
penyulit lainnya.
3. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas
terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut :
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen
pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2
inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
6. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur
impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain).
7. Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar
x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah
tersebut.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rontgen: menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis
fraktur.
2. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI: memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
3. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah
trauma.
5. Kretinin: trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi
mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi
ikuti dengan imobilisasi, biasanya dilakukan pada patah tulang radius distal. Cara
keempat adalah reposisi dengan traksi secara terus-menerus selama masa
tertentu. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang apabila direposisi akan
terdislokasi di dalam gips. Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan
imobilisasi dengan fiksasi luar. Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif
diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif. Cara ketujuh berupa
reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang biasa disebut dengan
ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Cara yang terakhir berupa eksisi
fragmen patahan tulang dengan prostesis (Sjamsuhidayat dkk, 2010). Menurut
Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain:
a. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk
mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis
tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk
menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan
kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang
memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka.Reduksi terbuka dilakukan
dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk mempertahankan posisi
sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi interrnal tersebut
antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke
dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open Reduction Internal
Fixation). Pembedahan terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga
bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali.
c. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat
atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang
mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.Setelah
pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan. Menurut
Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori
yaitu:
1. Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan
rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur
jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot yang
diperbaiki post bedah.
2. Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat,
katrol atau tongkat
3. Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot.
Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6
minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang
mengalami gangguan ekstremitas atas.
ASUHAN KEPERAWATAN
POST OPERASI FRAKTUR
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan
yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat , diharapkan dapat mencapai tujuan
dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan
klien (Potter dan Perry, 2010).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan
kontak dengan klien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan data subyektif
dan obyektif dari klien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain. Selain itu,
evaluasi juga dapat meninjau ulang pengetahuan tentang status terbaru dari
kondisi, terapi, sumber daya pemulihan, dan hasil yang diharapkan. (Potter dan
Perry, 2010).
Menurut Wilkinson dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, (2010) evaluasi dari
tindakan mobilisasi dini baik ROM aktif maupun ROM pasif antara lain
meningkatnya mobilitas klien sehingga klien mampu melakukan pergerakan dan
perpindahan , klien mampu memenuhi kebutuhan aktivitas secara mandiri,
mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas, dapat memperagakan pengguanaan
alat bantu untuk mobilisasi, dan mempertahankan mobilitas secara optimal
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/135/jtptunimus-gdl-nurhidayah-6731-2-
babii.pdf Diakses pada tanggal 28 Februari 2021 Pukul 13.00