Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPENDUDUKAN BAB 8

PEMBANGUNAN BERWAWASAN KEPENDUDUKAN

DI SUSUN OLEH :

1. ANITA SOFIRANIKA 1211021010


2. ERINDA FRISTRIANI 1211021046
3. ULFA PUSPITA SARI 1211021120
4. VIVI NINGTIA SARI 1211021124

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

2015
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat Indonesia masih menikmati pertumbuhan ekonomi tinggi pada awal
dasawarsa 1990-an, tidak sedikit ekonom yang meragukan kemampuan Indonesia untuk
mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut. Terlepas dari persoalan moral
hazard dan rent seeking behavior yang terdapat pada sebagian besar pelaku ekonomi di
Indonesia, para ekonom yang masuk dalam aliran pesimistis tersebut berpandangan bahwa 
Indonesia telah salah dalam mengambil strategi pembangunan ekonomi. Hill (1996)
mengemukakan bahwa dalam kurun waktu 1966 sampai dengan akhir tahun 1970-an, para
ekonom di Indonesia telah berhasil mengembangkan sektor industri dengan penuh kehati-
hatian dan disesuaikan dengan kondisi makro ekonomi yang ada. Namun sejak awal tahun
1990-an perkembangan industri tersebut berubah dengan lebih menekankan pada industri
berteknologi tinggi. Dampaknya adalah terjadi tekanan yang sangat berlebihan pada
pembiayaan yang harus ditanggung oleh pemerintah.

Apa yang dapat dipelajari dari krisis ekonomi yang berlangsung saat ini adalah bahwa
Indonesia telah mengambil strategi pembangunan ekonomi yang tidak sesuai dengan potensi
serta kondisi yang dimiliki. Walaupun pada saat ini indikator makro ekonomi  seperti tingkat
inflasi  serta pertumbuhan ekonomi telah menunjukkan ke arah perbaikan, terlalu dini untuk
mengatakan telah terjadi perkembangan ekonomi secara fundamental. Tidak ada suatu
jaminan bahwa Indonesia tidak akan mengalami krisis pada masa mendatang jika faktor-
faktor mendasar belum tersentu sama sekali. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negri,
yang dipandang sebagai pangkal permasalahan krisis ekomoni saat ini, masih belum dapat
diselesaikan. Bahkan, ada kecendrungan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap pinjaman
luar negri ini menjadi semakin mendalam. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negri
tersebut tidak akan berkurang jika pemerintah tidak melakukan perubahan mendasar terhadap
strategi pembangunan ekonomi yang ada pada saat ini. Diperlukan suatu strategi baru dalam
pembangunan ekonomi dengan mengedepankan pembangunan ekonomi berwawasan
kependudukan.
Proses pembangunan dilaksanakan berdasarkan dengan memanfaatkan segala potensi
yang dimiliki yaitu kondisi geografi, sumber daya modal, dan sumber kekayaan alam untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, melalui suatu langkah pemanfaatan potensi yang
terpadu dan menyeluruh sehingga semua kebutuhan pembangunan terpenuhi, dengan tetap
memeprhatikan terciptanya kondisi kesejahteraan dan kemanan bagi masyarakat.

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan


pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai
dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan
pendapatan bagi penduduk suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari
pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan
ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan
ekonomi.

Pada dasarnya terdapat beberapa unsur terkait dalam kegiatan pembangunan yaitu,
unsur pemerintah (pusat dan daerah), swasta dan masyarakat. Setiap unsur tersebut
mempunyai peranan, fungsi dan tanggung jawab masing-masing untuk mendukung
keberhasilan pembangunan.

Pembangunan berwawasan kependudukan adalah konsepsi yang menyatukan


pembangunan dan kependudukan dalam suatu konsepsi secara komprehensif dan integral.

Kaitan Pembangunan Berwawasan Kependudukan Dengan Wasantara Dan Ketahanan


Nasional

Wawasan nasional adalah wawasan nusantara (wasantara) yang bersumber dan dijiwai
oleh pancasila dan undang-undang dasar 1945. Korelasi wawasan nusantara ini, dengan
konsepsi pembangunan berwawasan kependudukan demi kelangsungan hidup masyarakat
dan pembangunan, dapat ditinjau dari aspek-aspek sebagai berikut :

1. Kesatuan Ideologi dan Politik


Kebulatan wilayah nasional dengan segala isi kekayaanya merupakan satu kesatuan
wilayah, wadah dan ruang hidup serta kesatuan matra seluruh bangsa Indonesia.
Dalam aspek kesejahteraannya, bangsa Indonesia bersatu karena senasib dan
sepenanggungan yang memiliki tekad yang sama untuk mencapai cita-cita melalui
pembanguanan nasional yang berkelanjutan, aman dan sejahtera, pembangunan
berwawasan kependudukan yang rasional, terencana, bertahap, efisien dan efektif.
2. Kesatuan Ekonomi
Pemanfaatan ekonomi dari aspek kependudukan harus dilandasi oleh prinsip-prinsip
keserasian dan keseimbangan di seluruh wilayah Indonesia, tanpa mengabaikan ciri
khas suatu daerah dengan daerah lainnya, di wilayah kesatuan RI. Kesatuan ekonomi
nasional adalah landasan bagi kebangkitan bangsa Indonesia yang harus diciptakan
secara bijaksana dalam era otonomi daerah.
3. Kesatuan Sosial Budaya
Perikehidupan bangsa Indonesia merupakan kehidupan yang serasi, dengan tingkat
kemajuan masyarakat yang seimbang dan selaras dengan mengimplementasikan hal-
hal sebagai berikut:
 Nilai-nilai budaya harus tetap lestari, meskipun tidak menolak kehadiran
budaya asing yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa.
 Ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan dalam pembangunan berwawasan
kependudukan. Diharapkan dapat pula diwujudkan pembangunan yang
berwawasan kependudukan yang mampu meningkatkan kualitas, mobilitas,
dan penyebaran sumber daya.

Pembangunan merupakan hal tak terpisahkan dari perjalanan suatu bangsa. Dari
waktu ke waktu suatu pembangunan selalu menjadi isu yang tidak pernah hilang dan selalu
actual. Berbagai macam strategi pembangunan diterapkan demi tercapainya suatu tujuan yang
diidealkan walaupun terkadang pencapaian itu masih tetap belum sesuai dari apa yang
diharapkan.

Dimensi penduduk sangat penting perannya selain dimensi pertumbuhan ekonomi


dalam suatu pembangunan wilayah ataupun Negara. Jumlah dan kualitas penduduk
merupakan salah satu pertimbangan yang sangat penting dalam perencanaan kota dan
wilayah. Dengan jumlah penduduk yang tidak terkendali akan timbul kekhawatiran
pemborosan uang Negara, karena seiring dengan pertumbuhan penduduk maka pemenuhan
kebutuhan penduduk terhadap sarana dan prasarana akan turut meningkat. Di sisi lain jumlah
penduduk yang banyak juga dapat menjadi aset, selagi pemerintah dapat memanajemen dan
mengarahkan penduduk (sebagai dimensi pembangunan) untuk menjadi kekuatan baru dalam
pembangunan wilayah.  Akan tetapi melihat kecendrungan yang terjadi serta gaya
pemerintahan yang ada saat ini, ada baiknya jika pemerintah memperhatikan dalam hal
pengendalian jumlah penduduk Indonesia yang saat ini tidak terkontrol.
Suatu pembangunan dapat tercapai apabila kondisi masyarakat benar-benar siap
secara mental maupun secara intelektual agar masyarakat mudah memahami apa sebenarnya
yang ingin dicapai dan masyarakat itu sendiri memiliki kesiapan mental untuk menerima
sebuah perubahan. Jika demikian hal paling mendasar yang harus terlebih dahulu dibangun
ialah masalah kependudukannya. Pembangunan yang baik membutuhkan perencanaan
pembangunan yang matang.
BAB II

ISI

2.1 Ruang Lingkup dan Pengertian


2.1.1 Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah


tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Misalnya pertumbuhan
penduduk Indonesia dari tahun 2005 ke tahun 2010 adalah perubahan jumlah
penduduk Indonesia dari tahun 2005 sampai 2010.

Pertumbuhan di suatu wilayah dipengaruhi oleh besarnya kelahiran, kematian


dan migrasi. Pertumbuhan penduduk dapat dihitung dengan persamaan berimbang
(The Balancing Equation) dengan rumus :

Pt = Po + (B-D) + (IM-OM)

JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN


BPS TAHUN 2010

Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio


Lampung Barat 222.605 196.432 419.037 113,32
Tanggamus 280.837 255.776 536.613 109,80
Lampung Selatan 470.303 442.187 912.490 106,36
Lampung Timur 488.670 462.969 951.639 105,55
Lampung Tengah 598.522 572.195 1.170.717 104,60
Lampung Utara 298.169 286.108 584.277 104,22
Way Kanan 210.042 196.081 406.123 107,12
Tulang Bawang 206.812 191.094 397.906 108,23
Pesawaran 206.223 192.625 398.848 107,06
Pringsewu 187.982 177.387 365.369 105,97
Mesuji 98.399 89.008 187.407 110,55

Tulangbawang Barat 129.072 121.635 250.707 106,11


Bandar Lampung 445.959 435.842 881.801 102,32
Metro 73.027 72.444 145.471 100,80
Provinsi Lampung 3.916.622 3.691.783 7.608.405 106,09

Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Lampung dari tahun 1971 – 2010 (BAPPEDA
Prov Lampung)
Tahun 1971 1980 1990 2000 2010
Jumlah 2.777.008 4.624.785 6.017.573 6.657.759 7.690.508

Dari data tersebut diatas dapat terlihat bahwa Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi
Lampung dari Tahun ke tahun mengalami peningkatan. Banyak faktor yang menyebabkan hal
itu terjadi, salahsatunya adalah Migrasi. Seperti yang kita ketahui bahwa Transmigrasi
dilakukan sudah pada masa kolonialisme belanda sekitar tahun 1905. Dan dilakukan kembali
pada masa pemerintahan orde baru sekitar tahun 1971 sebagai program pemerintah dalam
melakukan pemerataan penduduk. Karena selain program KB pada waktu itu untuk menekan
jumlah penduduk juga dilakukan program transmigrasi sebagai upaya menekan laju
pertumbuhan penduduk di suatu kawasan yang padat penduduk.

2.1.2 Migrasi

Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk


adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk
ada yang bersifat nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik nasional maupun
internasional, dan ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap). Mobilitas
penduduk permanen disebut migrasi.

Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan
melewati batas negara atau batas administrasi dengan tujuan untuk menetap. Orang
yang berimigrasi disebut Imigran. Seseorang disebut migran apabila orang tersebut
bergerak melintasi batas provinsi menuju ke provinsi lain, dan lamanya tinggal di
provinsi tujuan adalah enam bulan atau lebih.

Orang yang bermigrasi ditengarai oleh berbagai faktor, yaitu :

1. Faktor ekonomi, yaitu ingin mencari kehidupan yang lebih baik di tempat yang baru
2. Faktor keselamatan, yaitu ingin menyelamatkan diri dari bencana alam seperti tanah
longsor, gempa bumi, banjir, gunung meletus dan bencana alam lainnya.
3. Faktor keamanan, yaitu migrasi yang terjadi akibat adanya gangguan keamanan
seperti peperangan, dan konflik antar kelompok
4. Faktor politik, yaitu migrasi yang terjadi oleh adanya perbedaan politik di antara
warga masyarakat seperti RRC dan Uni Soviet (Rusia) yang berfaham komunis
5. Faktor agama, yaitu migrasi yang terjadi karena perbedaan agama, misalnya terjadi
antara Pakistan dan India setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris
6. Faktor kepentingan pembangunan, yaitu migrasi yang terjadi karena daerahnya
terkena proyek pembangunan seperti pembangunan bendungan untuk irigasi dan
PLTA
7. Faktor pendidikan, yaitu migrasi yang terjadi karena ingin melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.

Dari ketujuh faktor diatas ada dua faktor yang mendorong penduduk melakukan Migrasi
dari Desa ke Kota atau yang lazim disebut Urbanisasi. Yaitu faktor Ekonomi dan
Pendidikan.

2.1.3 Urbanisasi

Urbanisasi merupakan bagian dari migrasi (mobilitas sosial). Urbanisasi


adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Ada dua faktor yang sering dijadikan
alasan mengapa orang-orang berpindah tempat dari desa ke kota. Ekonomi dan
Pendidikan ditengarai sebagai faktor utama pendorong penduduk berpindah ke kota
untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Melihat cara hidup orang kota dan kehidupan kota, menarik minat orang desa
untuk pergi ke kota. Mereka orang desa ingin pergi ke kota karena di kota banyak
hiburan, banyak lapangan kerja, dan kelihatan mudah mencari uang. Urbanisasi yang
tinggi tentu berdampak pada tingginya pertumbuhan penduduk di perkotaan.
Tingginya Pertumbuhan penduduk diperkotaan tentu akan menimbulkan juga
permasalahan-permasalah. Ketidak mampuan para imigran untuk mencari pekerjaan
membuat mereka pasrah bekerja apa saja untuk mencari nafkah di perkotaan.

Imigran yang tidak mempunyai keahlian inilah yang menjadi masalah yang
harus diatasi guna membendung pertumbuhan penduduk, karena mereka tentu akan
melahirkan keturunan juga yang akan menjadikan beban bagi suatu kawasan
perkotaaan. Karena mereka yang lahir di lingkungan kumuh sebagian besar menjadi
gelandangan dan anak jalanan yang akan menambah beban pemerintah daerah.

2.1.4 Urbanisasi dan dampaknya bagi pertumbuhan penduduk di perkotaan


Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi
masalah karena mereka mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota.
Namun, kenyataannya ialah banyak di antara mereka yang datang ke kota tanpa
keterampilan kecuali bertani. karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh
pekerjaan yang layak. Terpaksa mereka bekerja sebagai buruh harian, pembantu
rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang sejenis. Bahkan, mereka yang
gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan
tunasusila. Hal itu mendorong mereka melakukan perbuatan yang kurang benar.
Misalnya, mendirikan gubuk-gubuk liar di tepi jalur kereta api, di daerah-daerah jalur
hijau, dan di daerah-daerah bantaran sungai.

Bukan tidak mungkin angka pengangguran kemiskinan dan kriminalitas juga


akan meningkat seiring dengan peningkatan arus urbanisasi yang tinggi. Karena
pertumbuhan penduduk yang tinggi akan berdampak pada pangan. Semakin banyak
penduduk maka semakin banyak pula kebutuhan pangan yang harus terpenuhi.

Pertumbuhan penduduk yang tinggi membuat pemerintah berupaya keras


menyediakan lapangan pekerjaan, serta kebutuhan papan juga harus ditingkatkan
seiring dengan menigkatnya pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang
tidak segera diatasi   akan berdampak pada lebih banyak aspek, diantaranya
Pendidikan, sosial budaya, kesehatan dan gizi, politik hukum dan keamanan.

Di sisi lain, urbanisasi menyebabkan pertambahan penduduk kota semakin


cepat. Pertambahan penduduk kota mendorong dibukanya pusat-pusat perdagangan,
pusat-pusat industri, dan dikembangkannya fasilitas transportasi, komunikasi,
kesehatan, dan pendidikan. Namun yang terjadi di Indonesia adalah jika kita melihat
kota metropolitan Jakarta, dibukanya pusat-pusat fasilitas publik juga akan
meningkatkan kesenjangan sosial. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin
miskin. Terlebih jika dibangun sebuah pusat perbelanjaan akan mematikan sumber
pendapatan masyarakat menengah kebawah. Tentu ini merupakan rangkaian masalah
yang harus diselesaikan dan dipikirkan matang-matang oleh para stakeholder
pembangunan dan para perencana wilayah.

Dampak lebih lanjut ketika arus urbanisasi tidak bisa dikendalikan maka
pertumbuhan penduduk akan meningkat. Para imigran yang bermodalkan nekat saja
mencari penghasilan di perkotaan tentu akan melestarikan keturunan juga. Bukan
tidak mungkin ketika anak-anak mereka lahir di lingkungan kumuh perkotaan akan
menjadi gelandangan dan hanya akan menjadi beban saja.

Bagi mereka yang menetap di perkotaan kemudian bisa bertahan hidup dengan
bekerja di perusahaan tertentu tentu akan merasa bangga ketika pulang ke kampung
halaman atau biasa dalam tradisi masyarakat Indonesia disebut mudik. Mudik juga
bisa memicu urbanisasi tinggi dan tentu akan kembali menambah kepadatan
penduduk perkotaan. bagi mereka yang dianggap sukses pulang ke kampung halaman
akan dicontoh oleh sanak saudaranya untuk meningkatkan taraf hidup lebih baik
dengan mencari peruntungan mengadu nasib di perkotaan. Tentu hal ini akan
berdampak pada meningkatnya pertumbuhan penduduk perkotaan akibat dampak
urbanisasi.

2.1.5 Pertumbuhan Penduduk yang tinggi berdampak positif

Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan rendahnya sarana publik merupakan


sesuatu yang tidak seharusnya diharapkan. Pertumbuhan penduduk yang tinggi tentu
harus dibarengi dengan kualitas sarana penunjang publik seperti pendidikan dan
kesehatan. Saat ini pemerintah lebih mengutamakan pembangunan fisik dengan
membangun gedung-gedung tinggi ketimbang memperhatikan jumlah pertumbuhan
penduduk di perkotaan. Jumlah pertumbuhan penduduk yang terus meningkat tidak
selamanya menjadi masalah ketika dalam pengelolaannya baik, seharusnya bisa
menjadikan pertumbuhan penduduk yang berdampak positif.

Pertumbuhan penduduk yang berdampak positif salah satunya adalah


meningkatnya Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena itu, meskipun program keluarga
berencana (KB) digalakkan Indonesia, di sisi lain diperlukan angka pertumbuhan
penduduk yang tinggi untuk meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi. Pendapat
yang didasarkan atas kajian penelitian itu dilontarkan oleh dosen Sekolah Tinggi
Teologia (STT) Baptis Jakarta, Wilson Rajagukguk dalam disertasi doktornya di
Universitas Indonesia (UI), Depok. Penelitian itu berangkat dari keinginan
membuktikan dan mencari kebenaran mengenai adakah hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan simulasi dan analisis yang dilakukan dalam penelitiannya,
ternyata terlihat kalau angka pertumbuhan ekonomi proporsional terhadap angka
pertumbuhan penduduk. Ini berarti, pertumbuhan penduduk di Indonesia berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Wilson ini diperkuat dengan
argumen yang dikemukakan oleh Jones (1995), yaitu pertumbuhan ekonomi yang
tinggi pada masa lalu disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi.

2.2 Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan

Secara sederhana pembangunan berwawasan kependudukan mengandung dua makna


sekaligus yaitu, pertama, pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan
yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada. Penduduk harus
dijadikan titik sentral dalam proses pembangunan. Penduduk harus dijadikan subjek dan
objek dalam pembangunan. Pembangunan adalah oleh penduduk dan untuk penduduk.
Makna kedua dari pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan
sumber daya manusia. Pembangunan lebih menekankan pada peningkatan kualitas
sumber daya manusia dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur semata-mata.

Jargon pembangunan berwawasan kependudukan sudah lama didengar dalam bentuk


atau format lain, tetapi masih mengalami banyak hambatan dalam pelaksanaannya. Sudah
lama didengung-dengungkan mengenai penduduk sebagai subjek dan objek
pembangunan, atau jargon mengenai pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, atau
pembangunan bagi segenap rakyat. Sudah saatnya jargon tersebut  diimplementasikan
dengan sungguh-sungguh jika tidak ingin mengalami krisis ekonomi yang lebih hebat lagi
pada masa mendatang. Dengan demikian, indikator keberhasilan ekonomi harus diubah
dari sekedar GNP atau GNP per kapita menjadi aspek kesejahteraan atau memakai
terminologi UNDP adalah indeks pembangunan manusia (HDI), indeks kemiskinan sosial
(HPI), dan indeks pemberdayaan gender (GEM), dan sejenisnya.

Memang mempergunakan strategi pembangunan berwawasan kependudukan untuk


suatu pembangunan ekonomi akan memperlambat tingkat pertumbuhan ekonomi. Namun,
ada suatu jaminan bahwa perkembangan ekonomi yang di capai akan lebih
berkesinambungan (sustainable). Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya
akan membawanya pada peningkatan ketimpangan pendapatan. Industrialisasi dan
liberalisasi yang terlalu cepat akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tetapi
sekaligus juga meningkatkan jumlah pengangguran dan setengah menganggur.
Mengapa selama ini Indonesia mengabaikan pembangunan berwawasan
kependudukan. Hal ini tidak lain karena keinginan pemerintah untuk mempertahankan
laju pertumbuhan ekonomi yang harus senantiasa tinggi. Pertumbuhan ekonomi menjadi
satu-satunya ukuran keberhasilan pembangunan nasional. Walaupun Indonesia memiliki
wawasan trilogi pembangunan, yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas, pada
kenyataannya pertumbuhan senantiasa mendominasi strategi pembangunan nasional.
Karena mengabaikan aspek pemerataan pembangunan akhirnya muncul keadaan
instabilitas dan kesenjangan antara golongan dan wilayah.

Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan tanpa melihat potensi


penduduk yang ada nyatanya tidak berlangsung secara berkesinambungan. Jika dikaitkan
dengan dengan krisis ekonomi dewasa ini, terjadi krisis tersebut tidak lepas dari kebijakan
ekonomi yang kurang memperhatikan dimensi kependudukan. Strategi ekonomi makro
yang tidak dilandasi pada situasi/kondisi ataupun potensi kependudukan yang ada
menyebabkan pembangunan ekonomi tersebut menjadi sangat rentan terhadap perubahan.
Belum terjadi strategi pembangunan yang berorientasi serius pada aspek kependudukan
selama ini.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI LAMPUNG


TAHUN 2006 – 2010

Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009 2010 2011


Lampung Barat 66,78 67,74 68,21 68,83 69,28 69,72
Tanggamus 69,02 69,62 70,19 70,84 71,31 71,83
Lampung Selatan 67,76 68,39 68,79 69,51 70,06 70,53
Lampung Timur 68,64 69,23 69,68 70,20 70,73 71,26
Lampung Tengah 69,09 69,40 69,93 70,38 70,74 71,29
Lampung Utara 68,49 68,97 69,40 69,85 70,36 70,81
Way Kanan 68,08 68,46 68,98 69,46 69,92 70,43
Tulang Bawang 68,20 68,63 69,14 69,63 70,34 70,96
Pesawaran *) *) 68,73 69,43 69,77 70,30
Pringsewu **) **) **) 71,74 71,97 72,37
Mesuji ***) ***) ***) 67,06 67,49 67,98
Tulangbawang Barat ***) ***) ***) 68,53 68,98 69,32
Bandar Lampung 73,76 74,29 74,86 75,35 75,70 76,29
Metro 75,19 75,31 75,71 75,98 76,25 76,95
Provinsi lampung 69,38 69,78 70,30 70,93 71,42 71,94
Sumber : (Data Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Indeks Badan Perencana
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Lampung).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah


pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup
untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah
negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk
mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.

Pada data IPM provinsi lampung dari tahun 2006-2011 tersebut terlihat bahwa hasil
pengukuran IPM yang terus meningkat setiap tahunnya yang mengindikasikan bahwa kualitas
penduduk seperti kesehatan dan pendidikan berjalan dengan baik seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi di provinsi lampung. Karena Pembangunan
berwawasan kependudukan lebih berdampak besar pada peningkatan kesejahteraan penduduk
secara keseluruhan dibandingkan dengan orientasi pembangunan ekonomi yang berorientasi
pada pertumbuhan.

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka laju pertumbuhan angkatan
kerjanya cukup tinggi. Permasalahan yang ditimbulkan oleh besarnya jumlah dan
pertumbuhan angkatan kerja tersebut di satu pihak menuntut kesempatan kerja yang lebih
besar, di pihak lain menuntut pembinaan angkatan kerja agar mampu menghasilkan keluaran
yang lebih tinggi sebagai prasyarat untuk memasuki era globalisasi. Dan inilah yang
seharusnya dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi ketika
pertumbuhan penduduk tinggi.

2.3 Dimensi Penduduk dalam Pembangunan Nasional

Ada beberapa alasan yang melandasi pemikiran bahwa penduduk merupakan isu yang
sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional. Berbagai pertimbangan tersebut
adalah sebagai berikut.

Pertama, penduduk merupakan pusat dari seluruh kebijakan dan program


pembangunan yang dilakukan. Dalam GBHN dengan jelas dikemukakan bahwa
penduduk adalah subjek dan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan maka
penduduk harus dibina dan dikembangkan agar mampu menjadi penggerak
pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus dapat dinikmati oleh penduduk yang
bersangkutan. Dengan demikian, pembangunan harus dikembangkan dengan
memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif
dalam dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya, pembangunan baru dapat dikatakan
berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti luas yaitu kualitas
fisik maupun nonfisik yang melekat pada diri penduduk itu sendiri.

Kedua, keadaan penduduk yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan


yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar, jika diikuti
dengan kualitas penduduk yang memadai, akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan
ekonomi. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar, jika diikuti tingkat kualitas yang
rendah, menjadikan penduduk tersebut hanya sebagai beban bagi pembangunan nasional.
Iskandar (1974) memperkirakan bahwa tanpa adanya program pengendalian pertumbuhan
penduduk maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1995 akan berjumlah 237 juta
jiwa. Kenyataannya, jumlah penduduk pada tahun tersebut adalah sekitar 194 juta jiwa.
Dengan demikian, program pengendalian pertumbuhan penduduk telah berhasil
melakukan penghematan untuk berbagai pengeluaran bagi sekitar 43 juta jiwa penduduk.
Pengeluaran tersebut dapat digunakan untuk program lain yang bermanfaat bagi
peningkatan kualitas penduduk, seperti kesehatan dan pendidikan, yang sangat diperlukan
intuk investasi pada masa mendatang.

Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka
yang panjang. Karena dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang panjang,
seringkali peranan penting penduduk dalam pembangunan terabaikan. Sebagai contoh,
beberapa ahli kesehatan memperkirakan bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan
memberikan dampak negative terhadap kesehatan seseorang pada 25 tahun kedepan atau
satu generasi. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kondisi sumber daya
manusia Indonesia pada generasi mendatang, yaitu pada tahun 2022. Demikian pula, hasil
program keluarga berencana yang dikembangkan selama 30 tahun yang lalu (1968), baru
dapat dinikmati dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan demikian, tidak
dimasukkannya dimensi kependudukan dalam rangka pembangunan nasional sama
artinya dengan menyengsarakan generasi penduduk pada masa mendatang.

Perhatian pemerintah terhadap kependudukan dimulai sejak pemerintah pemerintah


Orde Baru memegang kendali. Konsep pembangunan manusia seutuhnya , yang tidak
lain adalah konsep pembangunan kependudukan, mulai diterapkan dalam perencanaan
pembangunan Indonesia yang sistematis dan terarah sejak Repelita I pada tahun 1969.
Namun sedemikian jauh, walaupun pada tataran kebijakan telah secara sungguh-sungguh
mengembangkan konsep pembangunan yang berwawasan kependudukan, pemerintah
tampaknya belum dapat secara optimal mengimplementasikan dan mengintegrasikan
kebijakan tersebut dalam berbagai program sektoral.

Pada saat Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi diawal dasawarsa
1990-an tidak sedikit ekonom yang meragukan kemampuan Indonesia untuk
mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonom tersebut. Terlepas dari persoalan “moral
hazard” dan “rent seeking behavior” yang terdapat pada sebagian besar pelaku ekonomi
di Indonesia, para ekonom yang masuk dalam aliran pesimistis diatas berpandangan
bahwa Indonesia telah salah dalam mengambil strategi pembangunan ekonominya. 
Dalam kurun waktu 1996 samapai akhir tahun 1970an, para ekonom di Indonesia telah
berhasil mengembangkan sumber-sumber dengan penuh kehati-hatian dan disesuaikan
dengan kondisi makro ekonomi yang ada. Namun sejak awal 1990-an perkembangan
sumber tersebut berubah dengan lebih menekankan pada sumber berteknologi tinggi.
Dampaknya adalah terjadi tekanan yang sangat berlebihan pada pembiayaan yang harus
ditanggung oleh pemerintah.

Apa yang dapat dipelajari dari krisis ekonomi yang berlangsung  beberapa waktu yang
lalau yaitu bahwa Indonesia telah mengambil strategi pembangunan ekonomi yang tidak
sesuai dengan potensi serta kondisi yang dimiliki. Walaupun  sumber makro ekonomi
seperti tingkat inflasi serta pertumbuhan ekonomi telah menunjukkan kearah perbaikan,
namun terlalu dini untuk mengatakan telah terjadi perkembangan ekonomi secara
fundamental. Lagi pula tidak ada suatu jaminan bahwa Indonesia tidakakan kembali
mengalami krisis dimasa mendatang, jika sumber-faktor mendasar belum tersentuh sama
sekali. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri yang dipandang sebagai pangkal
permasalahan krisis ekonomi saat ini masih belum dapat diselesaikan. Bahkan ada
kecenderungan ketergantungan Indonesia terhadap pinjaman luar negeri ini menjadi
semakin mendalam. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri tersebut tidak akan
berkurang jika pemerintah tidak melakukan perubahan mendasar terhadap strategi
pembangunan ekonomi yang ada pada saat ini. Diperlukan suatu strategi baru dalam
pembangunan ekonomi dengan mengedepankan pembangunan ekonomi berwawasan
kependudukan sehingga dicapai pembangunan yang berkelanjutan.
Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan tanpa melihat potensi
penduduk serta kondisi sumberdaya alam dan lingkungan yang ada nyatanya tidaklah
berlangsung secara berkesinambungan (sustained). Jika dikaitkan dengan krisis ekonomi,
terjadinya krisis tersebut tidak lepas dari kebijaksanaan ekonomi yang kurang
mengindahkan dimensi kependudukan dan lingkungan hidup. Strategi ekonomi makro
yang tidak dilandasi pada situasi/kondisi ataupun potensi kependudukan yang ada
menyebabkan pembangunan ekonomi tersebut mejadi sangat rentan terhadap perubahan.

2.3.1 Tinjauan  Aspek  Kependudukan

Dalam  analisis demografi hubungan kependudukan  dipetakan dalam tiga


kelompok. Interaksi  ketiga kelompok tersebut dijelaskan sebagai berikut. Kelompok
pertama adalah kelompok perubahan-perubahan parameter dinamika kependudukan
yang mencakup fertilitis, mortalitas, dan mobilitas. Perubahan dalam kelompok ini
mempengaruhi kelompok kedua yaitu jumlah komposisi dan pertumbuhan penduduk,
perubahan kelompok kedua ini kemudian akan mempengaruhi kondisi berbagai aspek
ekonomi, budaya dan lainnya. Pada kelompok ketiga  berbagai hal dari kelompok
ketiga akan mempengaruhi kembali perubahan-perubahan parameter dinamika
kependudukan pada kelompok satu, kelompok kedua, dan kelompok ketiga itu
sendiri.

Keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika


pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar jika
diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan merupakan pendorong bagi
pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan
tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi
pembangunan.

Dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka


yang panjang. Karena  dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang panjang,
sering kali peranan penting penduduk dalam pembangunan terabaikan. Sebagai
contoh,beberpa ahli kesehatan memperkirakan bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan
memberikan dampak  terhadap kesehatan seseorang selama 25 tahun kedepan atau
satu genarasi. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kondisi sumberdaya
manusia Indonesia pada generasi mendatang. Demikian pula, hasil program keluarga
berencana yang dikembangkan 30 tahun yang lalu (1968), baru dapat dinikmati dalam
beberapa tahun terakhir ini. Dengan demikian, tidak diindahkannya dimensi
kependudukan dalam rangka pembangunan nasional sama artinya dengan
“menyengsarakan” generasi berikutnya.

Pengkondisian aspek-aspek tersebut dalam suatu  rekayasa demografi akan 


menciptakan suatu keadaan terjadinya transisi  demografi yang dalam jangka  panjang
akan merubah  komposisi struktur umur dari proporsi umur penduduk muda ke
proporsi penduduk usia kerja dan peningkatan usia harapan hidup.

Pada waktu yang bersamaan terjadi penurunan angka kematian bayi akibat
upaya peningkatan kesehatan, hal tersebut terjadi perubahan kondisi  peningkatan
harapan hidup dari 1000 kelahiran bayi  145 diantaranya tidak mencapai usia tahun
pertama pada tahun  1971 menjadi dari 1000 bayi lahir hanya 35 yang meninggal
sebelum usia satu tahun.

Keberhasilan tersebut  telah  mengubah kondisi piramida penduduk serta 


peningkatan usia harapan hidup dimana menurunnya angka kelahiran dan kematian
dan disertai angka peningkatan harapan hidup telah mengubah struktur umur
penduduk yakni menurunnya proporsi penduduk usia dibawah  15 tahun diikuti
dengan meningkatnya proporsi usia produktif 15-64 tahun dan meningkatnya proporsi
penduduk usia tua yaitu 65 tahun keatas.Penurunan proporsi anak dibawah usia 15
tahun tentunya meringankan beban  dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar seperti
pangan ,sandang, pelayanan kesehatan, perbaikan gizi dan pendidikan sehingga
menjadi peluang investasi upaya meningkatkan  kualitas SDM dari aspek pendidikan
dan kesehatan.

Dampak dari penurunan kelahiran dan penurunan kematian mengakibatkan  


transisi demografi yakni penurunan fertilitas yang panjang bersamaan dengan
penurunan angka kematian   dirasakan  dalam jangka panjang  akibat terjadi
perubahan struktur umur penduduk dari penduduk muda menjadi umur peduduk
dewasa, perubahan   struktur umur penduduk menyebabkan menurunnya angka
ketergantungan  (dependensi ratio) dari 86 per 100 pada tahun 1971 menjadi 54 pada
tahun 2000 artinya pada setiap 100 penduduk kerja akan mempunyai tanggungan  54
penduduk non produktif  pada kondisi tersebut terjadi peluang untuk melakukan
investasi dalam  meningkatkan kulitas sumber daya manusia pada ember pendidikan
dan kesehatan.
Penurunan  fertilitas yang diikuti dengan penurunan jumlah kematian bayi
akan menyebabkan proporsi penduduk usia kerja akan semakin besar dibandingkan
dengan penduduk muda.  Usia prima produktifitas seseorang  berdasarkan hasil
penelitian berada pada  antara  usia 20-54 tahun. Pada Kondisi usia tersebut juga
medorong pengkondisian SDM  generasi lanjutan menjadi lebih berkualitas seiring
dengan peningkatan penghasilan.

Penurunan fertilitas dan besarnya keluarga ideal memungkinkan perempuan


mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal lain yang bukan melahirkan
dan merawat anak karena masa melahirkan dan merawat anak menjadi  pendek. Pada 
kondisi  ini menjadi peluang meningkatkan pendidikan dan  ketrampilan sehingga
menjadi  berkualitas  dan siap untuk memasuki pasar  tenaga kerja. Jika kondisi ini
berlanjut  akan menciptakan poduktifitas nasional dan   tentunya  akan  memperkuat
kondisi  ketahanan nasional.

Teori tentang perubahan prilaku melahirkan yang menyebabkan menurunnya


tingkat fertilitas dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu; (1)  Teori atau hipotesa
tentang yang berkaitan dengan sumber-faktor yang mempengaruhi motivasi atau
tujuan tentang jumlah anak ideal; (2) Teori yang menerangkan penurunan fertilitas
karena adanya pengendalian kelahiran atau karena adanya alat kontrasepsi yang 
memungkinkan tercapainya pengendalian kelahiran.

Teori klasik transisi demografi adalah salah satu dari teori yang menjelaskan
perubahan persepsi tentang jumlah  anak ideal yang  lebih  kecil. Perubahan presepsi
ini terjadi karena adanya perubahan sumber akibat pertumbuhan ekonomi,
industrialisasi dan urbanisasi yang menyebabkan terjadinya penurunan angka
kematian. Pada kondisi tersebut mendorong pasangan  untuk  melakukan perhitungan
secara ekonomis tentang  biaya membesarkan anak. Jika jumlah  anak terlalu banyak,
anak akan menjadi  beban dan tentunya  membutuhkan biaya yang cukup besar.

Hubungan antara kependudukan dari aspek kuantitas dan kualitas. Dari sudut
jumlah penduduk  dapat bersifat negative maupun positif. Penduduk besar atau
banyak berkualitas dapat menjadi modal dalam pembangunan, sebaliknya penduduk
besar atau banyak akan menjadi beban bagi pembangunan jika kualitasnya rendah.
Jumlah penduduk sedikit namun berkualitas meskipun sumber alam terbatas
pertumbuhan ekonomi dapat berkembang atau tumbuh dengan pesat,sebaliknya
jumlah besar atau banyak kualitas sumber daya manusianya rendah, meskipun sumber
daya alam banyak akan berdampak kepada kondisi ketahanan nasional.

Berbagai bukti empiris menunjukkan bahwa  kemajuan suatu bangsa sebagian


besar ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM); dan bukan oleh
melimpahnya sumber daya alam (SDA). Negara-negara maju saat ini pada umumnya
tidak mempunyai SDA yang memadai tapi mempunyai SDM yang tangguh.
Sebaliknya banyak negara berkembang (termasuk Indonesia) mempunyai SDM yang
melimpah, tapi tanpa diimbangi dengan SDM yang baik, tetap tertinggal dari negara-
negara yang sudah berkembang lainnya.  Di samping program pendidikan dan
kesehatan, program pengaturan kelahiran  mempunyai peran penting dalam
pembangunan SDM. Di samping secara makro berfungsi untuk mengendalikan
kelahiran, secara mikro  bertujuan untuk membantu keluarga dan individu untuk
mewujudkan keluarga-keluarga yang berkualitas menuju kondisi ketahanan nasional
yang diharapkan.

Dalam kaitan tersebut peningkatan kondisi ketahanan nasional dari delapan


aspek keterkaitannya dengan program  keluarga berencana tidak dapat dipisahkan dari
kebijakan pembangunan  kependudukan secara umum.  Salah satu arah kebijakan
pembangunan nasional mengamanatkan pentingannya “meningkatkan kualitas
penduduk melalui pengendalian kelahiran” dan   “Program Keluarga Berencana”
salah satu dari lima program pokok bidang kependudukan dan KB. “Program KB
dilakukan dengan upaya-upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga”. Bahwa program Kependudukan
dan Keluarga Berencana sangat bermanfaat bagi pembangunan sumber daya manusia
yang berkualitas.

Kegagalan program KB dalam mengendalikan angka kelahiran akan


menggangu tatanan ketahanan nasional sehingga berdampak kepada menciptakan
kondisi mengurangi atau bahkan meniadakan hasil-hasil pembangunan dan dapat
ember beban yang sangat berat bagi pemerintah untuk menyediakan berbagai
kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, lapangan kerja, kesehatan,
pendidikan dan lain sebagainya bahkan justru akan menurunkan kualitas SDM. Oleh
karena itu konsep pembangunan berwawasan kependudukan melalui kebijakan
penduduk tumbuh seimbang harus menjadi sumber agar tercipta kondisi ketahanan
nasional yang diharapkan dan menjadi strategis dalam menghadapi tantangan dari luar
maupun dari dalam pada era desentralisasi dan globalisasi.

2.1.2 Tinjauan  Aspek  Ekonomi

Kependudukan dan pembangunan disebutkan bahwa salah satu modal dasar


pembangunan adalah penduduk yang berkualitas sangat penting dan strategis bagi
pembangunan disegala bidang. Artinya jumlah penduduk berkualitas yang
mempunyai kompetensi dapat dibina dan didayagunakan secara efektif dan akan
menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi dan sangat menguntungkan bagi 
ketahanan nasional.

Dalam Teori Capital; modal adalah uang yang diubah menjadi suatu barang
dagangan untuk diubah kembali dari suatu barang dagangan menjadi lebih banyak
uang dari pada jumlah aslinya. Selanjutnya dikatakan dari barang tersebut ada ember
atau komponen tenaga kerja (labour) kumpulan upah yang dibayarkan kepada pekerja
dikonsumsi kepada barang-barang sekunder maupun primer akan menumbuhkan
tingkat produksi, produksi meningkat akan menambah jumlah investasi sedang upah
yang tidak dibayarkan oleh produsen (ada selisih antar jam kerja dengan upah yang
diterima. Karl Marx dalam bukunya (Das Capital) nilai lebih tersebut oleh produsen
dijadikan kembali modal dan seterusnya demikian pada akhirnya menjadi salah satu
sumber investasi.

Tumbuhnya investasi akan menyerap tenaga kerja, manusia bekerja akan


memperoleh upah, upah sebagian dikonsumsi dan sebagian ditabung, jumlah
tabungan tersebut oleh Bank disalurkan untuk kredit salah satunya untuk investasi,
proses akumulasi tersebut menumbuhkan perekonomian nasional  yang akan
tercermin dalam Produk Domestic Bruto.

Model-model ekonomi tentang  tabungan yang berhubungan langsung dengan


penduduk adalah age dependency model, dengan landasan pemikiran bahwa
terhindarnya kelahiran  bayi akan menyebabkan menurunnya sejumlah konsumsi
yang  mendorong meningkatnya tabungan  dan selanjutnya menyebabkan terjadinya
pembentukan modal.  Selain itu ada model accounting effects dan behavioral effect
dimana penduduk muda dan penduduk lansia mengkonsumsi barang melebihi apa
yang mereka produksi. Sedangkan penduduk usia kerja cenderung mempunyai tingkat
output tinggi dan cenderung mempunyai tingkat tabungan yang lebih tinggi.
Penelitian juga menemukan bahwa penduduk mulai menabung lebih banyak  pada
usia 40-65 tahun dimana pada kondisi tersebut tidak terbebani oleh pembiayaan
pengurusan anak.

Peningkatan jumlah penduduk usia  kerja akan meningkatkan tersedianya


modal manusia (human capital) dalam jumlah yang banyak. Penurunan angka
kematian dan meningkatnya  harapan hidup manusia akan meningkatkan propensitas
(bagian kekayaan yang diinvestasikan)  orang tua untuk menanamkan investasi modal
manusia dalam diri anak-anak. Perbaikan kesehatan dan penurunan kematian akan
memicu akumulasi modal (human capital accumulation).

Peningkatan harapan hidup manusia sampai 45-55 tahun diperkirakan menjadi


pemicu terkuat investasi modal manusia karena ini merupakan usia yang menentukan
dimana investasi sumber daya  manusia terbayar kembali. Peningkatan harapan hidup
ini telah mengubah gaya hidup masyarakat di segala aspek kehidupan. Sikap dan
prilaku masyarakat tentang pendidikan, keluarga, masayarakat peranan perempuan
dalam pekerjaan mengalami pergeseran hal ini menyangkut perubahan dan budaya 
yang pada  akhirnya pandangan terhadap manusia meningkat dan dihargai  sebagai
bukan hanya produksi.

Korelasi dua komponen tersebut mengkondisikan meningkatnya kesejateraan


penduduk dengan semakin sejahtera, kualitas sumber daya  manusia meningkat
seiring membaiknya  tingkat  penghasilan masyarakat yang tercermin dari
pengeluaran riil per kapita penduduk. Ketidak berhasilan dalam mengendalikan
kelahiran dan menjadikan penduduk yang berkualitas akan menjadikan pertumbuhan
ekonomi tidak dapat ember manfaat kepada kemakmuran masyarakat.Dengan kata
lain pertumbuhan ekonomi harus diupayakan setinggi mungkin, pertumbuhan
penduduk harus dikendalikan, kualitas SDM  dan produktifitas harus ditingkatkan
sehingga memperkokoh kondisi  ketahanan nasional.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa  dengan konsep pembangunan


berwawasan kependudukan (people center development) akan mendorong
peningkatan kualitas SDM dengan meningkatnya kualitas SDM akan mendorong
produktifitas sehingga akan semakin berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan nasional yang akan memperkuat ketahanan nasional, sebaliknya
kokohnya ketahanan nasional akan mendorong lajunya pembangunan nasional.

2.4 Mengintegrasikan Kependudukan dalam Perencanaan Pembangunan

Pembangunan kependudukan adalah pembangunan sumber daya manusia. Berbagai


studi dan literature memperlihatkan bahwa kualitas Sumber daya Manusia memegang
peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Dalam jangka
pendek investasi dalam sumber daya manusia tampak sebagai suatu upaya yang sia-sia.
Namun, dalam jangka panjang investasi tersebut justru mendorong pertumbuhan
ekonomi. Johnson dan Lee (1987) melakukan analisis dengan model regresi antara
pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi pada 75 negara berkembang. Dua
ukuran pertumbuhan ekonomi yang digunakan yaitu GNP pada tahun 1989 dan GNP per
kapita antara tahun 1980-1989. Pertumbuhan penduduk dibagi menjadi dua bagian,
pertumbuhan penduduk masa lalu, yaitu pertumbuhan penduduk per tahun antara 1965-
1980 dan pertumbuhan penduduk saat ini, yaitu pertumbuhan penduduk per tahun anatara
tahun 1980-1989. Pembagian ini dilakukan untuk mengetahui dampak jangka pendek dan
jangka panjang dari pertumbuhan penduduk itu terhadap pertumbuhan ekonomi. Studi
tersebut menemukan hubungan bahwa pertumbuhan penduduk yang tinggi antara 1980-
1989 berhubungan dengan rendahnya GNP per kapita pada tahun 1989 dan berhubungan
dengan rendahnya GNP antara tahun 1980-1989.

Demikian pula, berbagai studi dan literature memperlihatkan bahwa investasi dalam
kesehatan dan pendidikan dalam jangka panjang berdampak positif pada pertumbuhan
ekonomi. Studi yang dilakukan oleh Rosenzweig (1998) misalnya menemukan hubungan
positif sebesar 0,49 antara enrollment rate sekolah dasar dari wanita usia 10-14 tahun
terhadap peningkatan GNP per kapita. Demikian pula ditemukan hubungan positif
sebesar 0,54 antara tingkat melek huruf dengan pertumbuhan GNP per kapita. Studi
tersebut dilakukan atas data makro dari 94 negara berkembang.

Dalam hal mengintegrasikan dimensi penduduk dalam perencanaan pembangunan


daerah maka manfaat paling mendasar yang diperoleh adalah besarnya harapan bahwa
penduduk yang ada di daerah tersebut menjadi pelaku pembnagunan dan penikmat hasil
pembangunan. Itu berarti bahwa pembangunan berwawasan kependudukan lebih
berdampak besar pada peningkatan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan
dibandingkan dengan orientasi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada
pertumbuhan. Dalam pembangunan berwawasan kependudukan, ada suatu jaminan akan
keberlangsungan proses pembangunan. Pembangunan berwawasan kependudukan
menekankan pada pembangunan lokal, perencanaan berasal dari bawah (bottom-up
planning) , disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, dan yang lebih
penting adalah melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan.

Sebaliknya, orientasi pembangunan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan


membawa pada peningkatan ketimpangan pendapatan. Industrialisasi dan liberalisasi
yang terlalu cepat memang akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tetapi
sekaligus juga meningkatkan jumlah pengangguran dan setengah menganggur,
sebagaimana yang terlihat selama ini di Indonesia. Demikian pula, dalam pertumbuhan
ada yang dinamakan dengan limit to growth . Konsep ini mengacu pada kenyataan bahwa
suatu pertumbuhan ada batasnya. Jika batas itu terlampaui, yang akan terjadi adalah
terjadinya pemusnahan atas hasil-hasil pembangunan tersebut. Tampaknya ini yang
sedang berlangsung di Indonesia dengan terjadinya krisis ekonomi sekarang ini. Jika
diingat beberapa tahun yang lalu, selalu ada peringatan bahwa perekonomian kita terlalu
memanas dan lain sebagainya. Hal itu adalah kata lain bahwa pertumbuhan ekonomi kita
sedang memasuki apa yang disebut dengan limit to growth , bahwa pertumbuhan ekonomi
tersebut tidak dapat dipacu lebih tinggi lagi dengan melihat kondisi fundamental yang
ada.

Ada beberapa kritik lagi yang ditujukan kepada konsep pembangunan yang
berorientasi pada masa pertumbuhan yaitu 1) prakarsa biasanya dimulai dari pusat dalam
bentuk rencana formal, 2) proses penyusunan program bersifat statis dan didominasi oleh
pendapat pakar dan teknokrat, 3) teknologi yang digunakan biasanya bersifat scientific
dan bersumber dari luar, 4) mekanisme kelembagaan bersifat top-down, 5)
pertumbuhannya cepat, tetapi bersifat mekanistik, 6) organisatornya adalah para pakar
spesialis, dan 7) orientasinya adalah bagaimana menyelesaikan program/proyek secara
cepat sehingga mampu mengahasilkan pertumbuhan. Dengan memperhatikan kriteria
tersebut, tampak bahwa peranan penduduk lokal dalam proses pembangunan sangat
sedikit.

Kritik para ahli terhadap orientasi pembangunan yang mengutamakan pada


pertumbuhan tersebut telah berlangsung pada paro waktu pertama pada atahun 1980-an.
Para cendikiawan dari MIT dan club of Rome pada kurun waktu tersebut secara gencar
mengkritik orientasi pembangunan ekonomi tersebut. Dari berbagai kajian dan diskusi
tersebut munculah perspektif pembangunan yang kemudian dikenal dengan konsep
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Konsep pembangunan
berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai pembangunan untuk memenuhi kebutuhan pada
saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang. Dalam konsep
pembangunan berkelanjutan, secara implisit terkandung makna pentingnya
memperhatikan aspek kependudukan dalam pelaksanaan pembangunan.

Pembangunan yang berwawasan kependudukan menuntut strategi pembangunan yang


bersifat bottom-up planning. Melalui pendekatan ini, tujuan utama seluruh proses
pembangunan adalah lebih memeratakan kesejahteraan penduduk daripada
mementingkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pendekatan bottom-up
berupaya mengoptimalkan penyebaran sumber daya yang dimiliki dan potensi keseluruh
wilayah dan membangun sesuia dengan potensi dan masalah khusus yang dihadapi oleh
daerah masing-masing.

Pada saat ini banyak pemerintah di Negara-negara berkembang mengikuti aliran


bottom-up palnning dengan maksud lebih menyeimbangkan pelaksanaan pembangunan,
dalam arti memanfaatkan ruang dan sumber daya secara lebih efisian. Pendekatan
bottom-up mengisyratakan kebebasan daerah atau wilayah untuk merencanakan
pembangunan sesuai dengan keperluan dan keadaan daerah masing-masing. Oleh karena
itu, otonomi yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada setiap daerah agar mampu
mengatur dan menjalankan berbagai kebijakan yang dirumuskan sendiri guna
peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah atau kawasan yang bersangkutan.
Melalui otonomi daerah, yang berarti adalah desentralisasi pembangunan, maka laju
pertumbuhan antar daerah akan semakin seimbang dan serasi sehingga pelaksanaan
pembangunan nasional serta hasil-hasilnya merata di seluruh Indonesia.

Beberapa kata kunci yang perlu diberikan penekanan pada pembangunan daerah
adalah 1) pembangunan daerah disesuaikan dengan prioritas dan potensi setiap daerah,
dan 2) ada keseimbangan pembangunan antardaerah. Kata kunci pertama mengandung
makna pada kesadaran pemerintah untuk melakukan desentralisasi pembangunan,
terutama berkaitan dengan beberapa sektor pembangunan yang dipandang sudah mampu
dilaksanakan di daerah masing-masing. Hal ini berarti bahwa pengambilan keputusan
pembangunan berada pada tingkat daerah.

Kata kunci kedua mengandung makna adanya kenyataan bahwa setiap daerah
memiliki potensi, baik alam, sumber daya manusia, maupun kondisi geografis yang
berbeda-beda, yang menyebabkan ada daerah yang memiliki potensi untuk berkembang
secara cepat dan sebaliknya ada daerah yang kurang dapat berkembang karena berbagai
keterbatasan yang dimilikinya. Adanya perbedaan potensi antardaerah ini menyebabkan
peran pemerintah pusat sebagi pengatur kebijakan pembangunan nasional tetap
diperlukan agar timbul keselarasan, keseimbngan, dan keserasian perkembangan semua
daerah, baik yang memilki potensi yang berlebih maupun yang kurang memiliki potensi.
Dengan demikian, melalui otonomi dalam pengaturan pendapatan, sistem pajak,
keamanan warga, sistem perbankan, dan berbagai pengaturan lain yang diputuskan daerah
sendiri, pembangunan setempat dijalankan.

Ada beberapa ciri kependudukan Indonesia pada masa depan yang harus dicermati
dengan benar oleh para perencana pembangunan, baik ditingkat pusat maupun di tingkat
daerah. Beberapa ciri penduduk pada masa depan adalah sebagai berikut :

1. Pendidikan yang meningkat

Penduduk yang makin berpendidikan dan sehat akan membentuk sumber daya
manusia yang makin produktif. Tantangannya adalah menciptakan lapangan kerja
yang memadai sebab bila tidak, jumlah penganggur yang berpendidikan akan
bertambah. Keadaan ini dengan sendirinya merupakan pemborosan terhadap investasi
nasional karena sebagian besar dana tercurah dalam sektor pendidikan, disamping
kemungkinan terjadinya implikasi sosial lainnya yang mungkin timbul.

2. Peningkatan kesehatan.

Usia harapan hidup yang tinggi dan jumlah penduduk usia lanjut yang semakin besar
akan juga menuntut kebijakan-kebijakan yang serasi dan sesuai dengan perubahan
tersebut. Suatu tantangan pula untuk dapat memanfaatkan penduduk usia lanjut yang
berpotensi agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya.

3. Pergeseran usia
Pada saat ini di Indonesia telah terjadi proses tansisi umur penduduk dari penduduk
muda ke penduduk tua (ageing process). Pergeseran struktur umur muda ke umur tua
akan membawa konsekuensi peningkatan pelayanan pendidikan, terutama pendidikan
tinggi dan kesempatan kerja. Pergeseran struktur umur produktif ke umur tua pada
akhirnya akan mempunyai dampak terhadap persoalan penyantunan penduduk usia
lanjut. Bersamaan dengan perubahan sosial ekonomi diperkirakan akan terjadi
pergeseran pola penyantunan usia lanjut dari keluarga kepada institusi. Apabila hal ini
terjadi, tanggung jawab pemerintah akan semakin berat.

4. Jumlah penduduk perkotaan semakin banyak

Seiring dengan peningkatan status sosial ekonomi masyarakat, persentase penduduk


yang tinggal di perkotaan meningkat dari tahun ke tahun. Urbanisasi ini akan menjadi
masalah yang semakin rumit. Penduduk perkotaan akan bertambah terus sejalan
dengan pertumbuhan penduduk. Dengan demikian, tuntutan fasilits perkotaan akan
bertambah pula. Tambahan volume fasilitas perkotaan akan sangat berpengaruh
terhadap keadaan dan perkembangan fisik kota yang bersangkutan. Meningkatnya
sarana perhubungan dan komunikasi antardaerah, termasuk dipedesaan, menyebabkan
orang dari perdesaan tidak perlu lagi melakukan migrasi dan berdiam di perkotaan.
Mereka cukup menuju perkotaan manakala diperlukan. Ini dapat dilakukan oleh
meraka dalam kurun waktu harian, mingguan, bahkan bulanan. Dengan semakin
berkembangnya sarana transportasi dan komunikasi, pola mobilitas penduduk seperti
itu akan semakin banyak dilakukan, sementara migrasi permanen cenderung akan
semakin berkurang.

5. Jumlah rumah tangga meningkat, struktur semakin kecil

Perubahan pola kelahiran dan kematian akan berpengaruh pada struktur rumah
tangga. Pada masa depan ukuran rumah tangga akan semakin mengecil, tetapi
jumlahnya akan semakin banyak. Dengan makin mengecilnya jumlah anak yang
disertai dengan peningkatan kesehatan penduduk, seiring dengan peningkatan tingkat
pendidikan dan keterampilan yang lebih baik, tercipta kesempatan pula bagi individu
maupun keluarga untuk melakukan mobilitas ke daerah lain, apalagi bila otonomi
daerah dilaksanakan sesuai dengan aturan dan keperluannya.
6. Peningkatan intensitas mobilitas

Mobilitas penduduk yang tinggi, baik secara internal maupun internasional, menuntut
jaringan prasarana yang makin baik dan luas, serta akan bergeser kepeda pergeseran
norma-norma masyarakat, seperti ikatan keluarga dan kekerabatan. Kesemuanya ini
dapat membawa dampak yang berjangka panjang terhadap perubahan sosial budaya
masyarakat.

7. Tingginya pertumbuhan angkatan kerja

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka laju pertumbuhan angkatan
kerjanya cukup tinggi. Permasalahan yang ditimbulkan oleh besarnya jumlah dan
pertumbuhan angkatan kerja tersebut di satu pihak menuntut kesempatan kerja yang
lebih besar, di pihak lain menuntut pembinaan angkatan kerja agar mampu
menghasilkan keluaran yang lebih tinggi sebagai prasyarat untuk memasuki era
globalisasi.

8. Perubahan lapangan kerja

Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan pembangunan pada umumnya, lapangan


pekerjaan penduduk berubah dari yang bersifat primer, seperti pertanian,
pertambangan, menuju lapangan pekerjaan sekunder atau bangunan, dan pada
akhirnya akan menuju lapangan kerja tersier atau sektor jasa. Berbagai ciri dan
fenomena diatas sudah sepantasnya diamati secara seksama, terutama dalam rangka
menetapkan alternative kebijakan selanjutnya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Era globalisasi dewasa ini mengharuskan setiap bangsa melakukan penyesuaian


dengan menyeluruh. Era yang ditandai dengan makin maraknya investasi pada manusia dan
penghargaan yang tinggi terhadap manusia itu menuntut pula kebebasan pada setiap individu
untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan pilihannya.

Situasi yang kita hadapi saat ini memaksa kita untuk tetap terus menyesuaikan diri
terhadap situasi dan seagala fenomena-fenomena yan ada. Dalam proses penyesuaian diri
tersebut tentunya suatu strategi yang jitulah yang harus diterapkan. Strategi yang digunakan
tentunya merupakan hasil dari evaluasi-evaluasi terhadap strategi-strategi yang pernah
diterapkan sebelumnya. Dari strategi pembangunan yang diterapkan dengan cara
meanutamakan faktor ekonomi sebagai hal paling utama yang harus dibangun, Bangsa
Indonesia akhirnya menghadapi kegagalan dalam pembangunan. Jelas bahwa masalah
kependudukanlah yang lebih utama yang harus terlebih dahulu menjadi prioritas dalam
pembangunan baik secara kualitas maupun kuantitas.

Dalam hal mengintegrasikan dimensi penduduk dalam perencanaan pembangunan


daerah maka manfaat paling mendasar yang diperoleh adalah besarnya harapan bahwa
penduduk menjadi pelaku pembangunan dan penikmat hasil pembangunan. Itu berarti bahwa
pembangunan berwawasan kependudukan lebih berdampak besar pada peningkatan
kesejahteraan penduduk secara keseluruhan dibandingkan dengan orientasi pembangunan
ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan. Dalam pembangunan berwawasan
kependudukan, ada suatu jaminan akan keberlangsungan proses pembangunan. Pembangunan
berwawasan kependudukan menekankan pada pembangunan lokal, perencanaan berasal dari
bawah (bottom up planning), disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat local,
dan yang lebih penting adalah melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan. Sebaliknya,
orientasi pembangunan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan membawa pada
peningkatan ketimpangan pendapatan. Industrialisasi dan liberalisasi yang terlalu cepat
memang akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tetapi sekaligus juga meningkatkan
jumlah pengangguran dan setengah menganggur, sebagaimana yang terlihat selama ini di
Indonesia. Demikian pula, dalam pertumbuhan ada yang dinamakan dengan limit to growth.
Konsep ini mengacu pada kenyataan bahwa suatu pertumbuhan ada batasnya.
REFERENSI

https://dewiultralight08.wordpress.com/2011/03/10/jurnal-pembangunan-berwawasan-
kependudukan/ diakses pada tanggal 13/05/15 pukul 21.35

http://stormharven.blogspot.com/2013/05/pembangunan-berwawasan-kependudukan.html
diakses pada tanggal 13/05/15 pukul 21.45

https://books.google.co.id/books?
id=pembangunan+berwawasan+kependudukan+referensi+buku&source diakses pada tanggal
13/05/15 pukul 22.00

https://fahrurozisaputra.wordpress.com/2012/12/07/67/ diakses pada tanggal 18/05/15 pukul


20.12

Anda mungkin juga menyukai