DI SUSUN OLEH :
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Pada saat Indonesia masih menikmati pertumbuhan ekonomi tinggi pada awal
dasawarsa 1990-an, tidak sedikit ekonom yang meragukan kemampuan Indonesia untuk
mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut. Terlepas dari persoalan moral
hazard dan rent seeking behavior yang terdapat pada sebagian besar pelaku ekonomi di
Indonesia, para ekonom yang masuk dalam aliran pesimistis tersebut berpandangan bahwa
Indonesia telah salah dalam mengambil strategi pembangunan ekonomi. Hill (1996)
mengemukakan bahwa dalam kurun waktu 1966 sampai dengan akhir tahun 1970-an, para
ekonom di Indonesia telah berhasil mengembangkan sektor industri dengan penuh kehati-
hatian dan disesuaikan dengan kondisi makro ekonomi yang ada. Namun sejak awal tahun
1990-an perkembangan industri tersebut berubah dengan lebih menekankan pada industri
berteknologi tinggi. Dampaknya adalah terjadi tekanan yang sangat berlebihan pada
pembiayaan yang harus ditanggung oleh pemerintah.
Apa yang dapat dipelajari dari krisis ekonomi yang berlangsung saat ini adalah bahwa
Indonesia telah mengambil strategi pembangunan ekonomi yang tidak sesuai dengan potensi
serta kondisi yang dimiliki. Walaupun pada saat ini indikator makro ekonomi seperti tingkat
inflasi serta pertumbuhan ekonomi telah menunjukkan ke arah perbaikan, terlalu dini untuk
mengatakan telah terjadi perkembangan ekonomi secara fundamental. Tidak ada suatu
jaminan bahwa Indonesia tidak akan mengalami krisis pada masa mendatang jika faktor-
faktor mendasar belum tersentu sama sekali. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negri,
yang dipandang sebagai pangkal permasalahan krisis ekomoni saat ini, masih belum dapat
diselesaikan. Bahkan, ada kecendrungan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap pinjaman
luar negri ini menjadi semakin mendalam. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negri
tersebut tidak akan berkurang jika pemerintah tidak melakukan perubahan mendasar terhadap
strategi pembangunan ekonomi yang ada pada saat ini. Diperlukan suatu strategi baru dalam
pembangunan ekonomi dengan mengedepankan pembangunan ekonomi berwawasan
kependudukan.
Proses pembangunan dilaksanakan berdasarkan dengan memanfaatkan segala potensi
yang dimiliki yaitu kondisi geografi, sumber daya modal, dan sumber kekayaan alam untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, melalui suatu langkah pemanfaatan potensi yang
terpadu dan menyeluruh sehingga semua kebutuhan pembangunan terpenuhi, dengan tetap
memeprhatikan terciptanya kondisi kesejahteraan dan kemanan bagi masyarakat.
Pada dasarnya terdapat beberapa unsur terkait dalam kegiatan pembangunan yaitu,
unsur pemerintah (pusat dan daerah), swasta dan masyarakat. Setiap unsur tersebut
mempunyai peranan, fungsi dan tanggung jawab masing-masing untuk mendukung
keberhasilan pembangunan.
Wawasan nasional adalah wawasan nusantara (wasantara) yang bersumber dan dijiwai
oleh pancasila dan undang-undang dasar 1945. Korelasi wawasan nusantara ini, dengan
konsepsi pembangunan berwawasan kependudukan demi kelangsungan hidup masyarakat
dan pembangunan, dapat ditinjau dari aspek-aspek sebagai berikut :
Pembangunan merupakan hal tak terpisahkan dari perjalanan suatu bangsa. Dari
waktu ke waktu suatu pembangunan selalu menjadi isu yang tidak pernah hilang dan selalu
actual. Berbagai macam strategi pembangunan diterapkan demi tercapainya suatu tujuan yang
diidealkan walaupun terkadang pencapaian itu masih tetap belum sesuai dari apa yang
diharapkan.
ISI
Pt = Po + (B-D) + (IM-OM)
Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Lampung dari tahun 1971 – 2010 (BAPPEDA
Prov Lampung)
Tahun 1971 1980 1990 2000 2010
Jumlah 2.777.008 4.624.785 6.017.573 6.657.759 7.690.508
Dari data tersebut diatas dapat terlihat bahwa Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi
Lampung dari Tahun ke tahun mengalami peningkatan. Banyak faktor yang menyebabkan hal
itu terjadi, salahsatunya adalah Migrasi. Seperti yang kita ketahui bahwa Transmigrasi
dilakukan sudah pada masa kolonialisme belanda sekitar tahun 1905. Dan dilakukan kembali
pada masa pemerintahan orde baru sekitar tahun 1971 sebagai program pemerintah dalam
melakukan pemerataan penduduk. Karena selain program KB pada waktu itu untuk menekan
jumlah penduduk juga dilakukan program transmigrasi sebagai upaya menekan laju
pertumbuhan penduduk di suatu kawasan yang padat penduduk.
2.1.2 Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan
melewati batas negara atau batas administrasi dengan tujuan untuk menetap. Orang
yang berimigrasi disebut Imigran. Seseorang disebut migran apabila orang tersebut
bergerak melintasi batas provinsi menuju ke provinsi lain, dan lamanya tinggal di
provinsi tujuan adalah enam bulan atau lebih.
1. Faktor ekonomi, yaitu ingin mencari kehidupan yang lebih baik di tempat yang baru
2. Faktor keselamatan, yaitu ingin menyelamatkan diri dari bencana alam seperti tanah
longsor, gempa bumi, banjir, gunung meletus dan bencana alam lainnya.
3. Faktor keamanan, yaitu migrasi yang terjadi akibat adanya gangguan keamanan
seperti peperangan, dan konflik antar kelompok
4. Faktor politik, yaitu migrasi yang terjadi oleh adanya perbedaan politik di antara
warga masyarakat seperti RRC dan Uni Soviet (Rusia) yang berfaham komunis
5. Faktor agama, yaitu migrasi yang terjadi karena perbedaan agama, misalnya terjadi
antara Pakistan dan India setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris
6. Faktor kepentingan pembangunan, yaitu migrasi yang terjadi karena daerahnya
terkena proyek pembangunan seperti pembangunan bendungan untuk irigasi dan
PLTA
7. Faktor pendidikan, yaitu migrasi yang terjadi karena ingin melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Dari ketujuh faktor diatas ada dua faktor yang mendorong penduduk melakukan Migrasi
dari Desa ke Kota atau yang lazim disebut Urbanisasi. Yaitu faktor Ekonomi dan
Pendidikan.
2.1.3 Urbanisasi
Melihat cara hidup orang kota dan kehidupan kota, menarik minat orang desa
untuk pergi ke kota. Mereka orang desa ingin pergi ke kota karena di kota banyak
hiburan, banyak lapangan kerja, dan kelihatan mudah mencari uang. Urbanisasi yang
tinggi tentu berdampak pada tingginya pertumbuhan penduduk di perkotaan.
Tingginya Pertumbuhan penduduk diperkotaan tentu akan menimbulkan juga
permasalahan-permasalah. Ketidak mampuan para imigran untuk mencari pekerjaan
membuat mereka pasrah bekerja apa saja untuk mencari nafkah di perkotaan.
Imigran yang tidak mempunyai keahlian inilah yang menjadi masalah yang
harus diatasi guna membendung pertumbuhan penduduk, karena mereka tentu akan
melahirkan keturunan juga yang akan menjadikan beban bagi suatu kawasan
perkotaaan. Karena mereka yang lahir di lingkungan kumuh sebagian besar menjadi
gelandangan dan anak jalanan yang akan menambah beban pemerintah daerah.
Dampak lebih lanjut ketika arus urbanisasi tidak bisa dikendalikan maka
pertumbuhan penduduk akan meningkat. Para imigran yang bermodalkan nekat saja
mencari penghasilan di perkotaan tentu akan melestarikan keturunan juga. Bukan
tidak mungkin ketika anak-anak mereka lahir di lingkungan kumuh perkotaan akan
menjadi gelandangan dan hanya akan menjadi beban saja.
Bagi mereka yang menetap di perkotaan kemudian bisa bertahan hidup dengan
bekerja di perusahaan tertentu tentu akan merasa bangga ketika pulang ke kampung
halaman atau biasa dalam tradisi masyarakat Indonesia disebut mudik. Mudik juga
bisa memicu urbanisasi tinggi dan tentu akan kembali menambah kepadatan
penduduk perkotaan. bagi mereka yang dianggap sukses pulang ke kampung halaman
akan dicontoh oleh sanak saudaranya untuk meningkatkan taraf hidup lebih baik
dengan mencari peruntungan mengadu nasib di perkotaan. Tentu hal ini akan
berdampak pada meningkatnya pertumbuhan penduduk perkotaan akibat dampak
urbanisasi.
Pada data IPM provinsi lampung dari tahun 2006-2011 tersebut terlihat bahwa hasil
pengukuran IPM yang terus meningkat setiap tahunnya yang mengindikasikan bahwa kualitas
penduduk seperti kesehatan dan pendidikan berjalan dengan baik seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi di provinsi lampung. Karena Pembangunan
berwawasan kependudukan lebih berdampak besar pada peningkatan kesejahteraan penduduk
secara keseluruhan dibandingkan dengan orientasi pembangunan ekonomi yang berorientasi
pada pertumbuhan.
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka laju pertumbuhan angkatan
kerjanya cukup tinggi. Permasalahan yang ditimbulkan oleh besarnya jumlah dan
pertumbuhan angkatan kerja tersebut di satu pihak menuntut kesempatan kerja yang lebih
besar, di pihak lain menuntut pembinaan angkatan kerja agar mampu menghasilkan keluaran
yang lebih tinggi sebagai prasyarat untuk memasuki era globalisasi. Dan inilah yang
seharusnya dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi ketika
pertumbuhan penduduk tinggi.
Ada beberapa alasan yang melandasi pemikiran bahwa penduduk merupakan isu yang
sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional. Berbagai pertimbangan tersebut
adalah sebagai berikut.
Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka
yang panjang. Karena dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang panjang,
seringkali peranan penting penduduk dalam pembangunan terabaikan. Sebagai contoh,
beberapa ahli kesehatan memperkirakan bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan
memberikan dampak negative terhadap kesehatan seseorang pada 25 tahun kedepan atau
satu generasi. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kondisi sumber daya
manusia Indonesia pada generasi mendatang, yaitu pada tahun 2022. Demikian pula, hasil
program keluarga berencana yang dikembangkan selama 30 tahun yang lalu (1968), baru
dapat dinikmati dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan demikian, tidak
dimasukkannya dimensi kependudukan dalam rangka pembangunan nasional sama
artinya dengan menyengsarakan generasi penduduk pada masa mendatang.
Pada saat Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi diawal dasawarsa
1990-an tidak sedikit ekonom yang meragukan kemampuan Indonesia untuk
mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonom tersebut. Terlepas dari persoalan “moral
hazard” dan “rent seeking behavior” yang terdapat pada sebagian besar pelaku ekonomi
di Indonesia, para ekonom yang masuk dalam aliran pesimistis diatas berpandangan
bahwa Indonesia telah salah dalam mengambil strategi pembangunan ekonominya.
Dalam kurun waktu 1996 samapai akhir tahun 1970an, para ekonom di Indonesia telah
berhasil mengembangkan sumber-sumber dengan penuh kehati-hatian dan disesuaikan
dengan kondisi makro ekonomi yang ada. Namun sejak awal 1990-an perkembangan
sumber tersebut berubah dengan lebih menekankan pada sumber berteknologi tinggi.
Dampaknya adalah terjadi tekanan yang sangat berlebihan pada pembiayaan yang harus
ditanggung oleh pemerintah.
Apa yang dapat dipelajari dari krisis ekonomi yang berlangsung beberapa waktu yang
lalau yaitu bahwa Indonesia telah mengambil strategi pembangunan ekonomi yang tidak
sesuai dengan potensi serta kondisi yang dimiliki. Walaupun sumber makro ekonomi
seperti tingkat inflasi serta pertumbuhan ekonomi telah menunjukkan kearah perbaikan,
namun terlalu dini untuk mengatakan telah terjadi perkembangan ekonomi secara
fundamental. Lagi pula tidak ada suatu jaminan bahwa Indonesia tidakakan kembali
mengalami krisis dimasa mendatang, jika sumber-faktor mendasar belum tersentuh sama
sekali. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri yang dipandang sebagai pangkal
permasalahan krisis ekonomi saat ini masih belum dapat diselesaikan. Bahkan ada
kecenderungan ketergantungan Indonesia terhadap pinjaman luar negeri ini menjadi
semakin mendalam. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri tersebut tidak akan
berkurang jika pemerintah tidak melakukan perubahan mendasar terhadap strategi
pembangunan ekonomi yang ada pada saat ini. Diperlukan suatu strategi baru dalam
pembangunan ekonomi dengan mengedepankan pembangunan ekonomi berwawasan
kependudukan sehingga dicapai pembangunan yang berkelanjutan.
Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan tanpa melihat potensi
penduduk serta kondisi sumberdaya alam dan lingkungan yang ada nyatanya tidaklah
berlangsung secara berkesinambungan (sustained). Jika dikaitkan dengan krisis ekonomi,
terjadinya krisis tersebut tidak lepas dari kebijaksanaan ekonomi yang kurang
mengindahkan dimensi kependudukan dan lingkungan hidup. Strategi ekonomi makro
yang tidak dilandasi pada situasi/kondisi ataupun potensi kependudukan yang ada
menyebabkan pembangunan ekonomi tersebut mejadi sangat rentan terhadap perubahan.
Pada waktu yang bersamaan terjadi penurunan angka kematian bayi akibat
upaya peningkatan kesehatan, hal tersebut terjadi perubahan kondisi peningkatan
harapan hidup dari 1000 kelahiran bayi 145 diantaranya tidak mencapai usia tahun
pertama pada tahun 1971 menjadi dari 1000 bayi lahir hanya 35 yang meninggal
sebelum usia satu tahun.
Teori klasik transisi demografi adalah salah satu dari teori yang menjelaskan
perubahan persepsi tentang jumlah anak ideal yang lebih kecil. Perubahan presepsi
ini terjadi karena adanya perubahan sumber akibat pertumbuhan ekonomi,
industrialisasi dan urbanisasi yang menyebabkan terjadinya penurunan angka
kematian. Pada kondisi tersebut mendorong pasangan untuk melakukan perhitungan
secara ekonomis tentang biaya membesarkan anak. Jika jumlah anak terlalu banyak,
anak akan menjadi beban dan tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar.
Hubungan antara kependudukan dari aspek kuantitas dan kualitas. Dari sudut
jumlah penduduk dapat bersifat negative maupun positif. Penduduk besar atau
banyak berkualitas dapat menjadi modal dalam pembangunan, sebaliknya penduduk
besar atau banyak akan menjadi beban bagi pembangunan jika kualitasnya rendah.
Jumlah penduduk sedikit namun berkualitas meskipun sumber alam terbatas
pertumbuhan ekonomi dapat berkembang atau tumbuh dengan pesat,sebaliknya
jumlah besar atau banyak kualitas sumber daya manusianya rendah, meskipun sumber
daya alam banyak akan berdampak kepada kondisi ketahanan nasional.
Dalam Teori Capital; modal adalah uang yang diubah menjadi suatu barang
dagangan untuk diubah kembali dari suatu barang dagangan menjadi lebih banyak
uang dari pada jumlah aslinya. Selanjutnya dikatakan dari barang tersebut ada ember
atau komponen tenaga kerja (labour) kumpulan upah yang dibayarkan kepada pekerja
dikonsumsi kepada barang-barang sekunder maupun primer akan menumbuhkan
tingkat produksi, produksi meningkat akan menambah jumlah investasi sedang upah
yang tidak dibayarkan oleh produsen (ada selisih antar jam kerja dengan upah yang
diterima. Karl Marx dalam bukunya (Das Capital) nilai lebih tersebut oleh produsen
dijadikan kembali modal dan seterusnya demikian pada akhirnya menjadi salah satu
sumber investasi.
Demikian pula, berbagai studi dan literature memperlihatkan bahwa investasi dalam
kesehatan dan pendidikan dalam jangka panjang berdampak positif pada pertumbuhan
ekonomi. Studi yang dilakukan oleh Rosenzweig (1998) misalnya menemukan hubungan
positif sebesar 0,49 antara enrollment rate sekolah dasar dari wanita usia 10-14 tahun
terhadap peningkatan GNP per kapita. Demikian pula ditemukan hubungan positif
sebesar 0,54 antara tingkat melek huruf dengan pertumbuhan GNP per kapita. Studi
tersebut dilakukan atas data makro dari 94 negara berkembang.
Ada beberapa kritik lagi yang ditujukan kepada konsep pembangunan yang
berorientasi pada masa pertumbuhan yaitu 1) prakarsa biasanya dimulai dari pusat dalam
bentuk rencana formal, 2) proses penyusunan program bersifat statis dan didominasi oleh
pendapat pakar dan teknokrat, 3) teknologi yang digunakan biasanya bersifat scientific
dan bersumber dari luar, 4) mekanisme kelembagaan bersifat top-down, 5)
pertumbuhannya cepat, tetapi bersifat mekanistik, 6) organisatornya adalah para pakar
spesialis, dan 7) orientasinya adalah bagaimana menyelesaikan program/proyek secara
cepat sehingga mampu mengahasilkan pertumbuhan. Dengan memperhatikan kriteria
tersebut, tampak bahwa peranan penduduk lokal dalam proses pembangunan sangat
sedikit.
Beberapa kata kunci yang perlu diberikan penekanan pada pembangunan daerah
adalah 1) pembangunan daerah disesuaikan dengan prioritas dan potensi setiap daerah,
dan 2) ada keseimbangan pembangunan antardaerah. Kata kunci pertama mengandung
makna pada kesadaran pemerintah untuk melakukan desentralisasi pembangunan,
terutama berkaitan dengan beberapa sektor pembangunan yang dipandang sudah mampu
dilaksanakan di daerah masing-masing. Hal ini berarti bahwa pengambilan keputusan
pembangunan berada pada tingkat daerah.
Kata kunci kedua mengandung makna adanya kenyataan bahwa setiap daerah
memiliki potensi, baik alam, sumber daya manusia, maupun kondisi geografis yang
berbeda-beda, yang menyebabkan ada daerah yang memiliki potensi untuk berkembang
secara cepat dan sebaliknya ada daerah yang kurang dapat berkembang karena berbagai
keterbatasan yang dimilikinya. Adanya perbedaan potensi antardaerah ini menyebabkan
peran pemerintah pusat sebagi pengatur kebijakan pembangunan nasional tetap
diperlukan agar timbul keselarasan, keseimbngan, dan keserasian perkembangan semua
daerah, baik yang memilki potensi yang berlebih maupun yang kurang memiliki potensi.
Dengan demikian, melalui otonomi dalam pengaturan pendapatan, sistem pajak,
keamanan warga, sistem perbankan, dan berbagai pengaturan lain yang diputuskan daerah
sendiri, pembangunan setempat dijalankan.
Ada beberapa ciri kependudukan Indonesia pada masa depan yang harus dicermati
dengan benar oleh para perencana pembangunan, baik ditingkat pusat maupun di tingkat
daerah. Beberapa ciri penduduk pada masa depan adalah sebagai berikut :
Penduduk yang makin berpendidikan dan sehat akan membentuk sumber daya
manusia yang makin produktif. Tantangannya adalah menciptakan lapangan kerja
yang memadai sebab bila tidak, jumlah penganggur yang berpendidikan akan
bertambah. Keadaan ini dengan sendirinya merupakan pemborosan terhadap investasi
nasional karena sebagian besar dana tercurah dalam sektor pendidikan, disamping
kemungkinan terjadinya implikasi sosial lainnya yang mungkin timbul.
2. Peningkatan kesehatan.
Usia harapan hidup yang tinggi dan jumlah penduduk usia lanjut yang semakin besar
akan juga menuntut kebijakan-kebijakan yang serasi dan sesuai dengan perubahan
tersebut. Suatu tantangan pula untuk dapat memanfaatkan penduduk usia lanjut yang
berpotensi agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya.
3. Pergeseran usia
Pada saat ini di Indonesia telah terjadi proses tansisi umur penduduk dari penduduk
muda ke penduduk tua (ageing process). Pergeseran struktur umur muda ke umur tua
akan membawa konsekuensi peningkatan pelayanan pendidikan, terutama pendidikan
tinggi dan kesempatan kerja. Pergeseran struktur umur produktif ke umur tua pada
akhirnya akan mempunyai dampak terhadap persoalan penyantunan penduduk usia
lanjut. Bersamaan dengan perubahan sosial ekonomi diperkirakan akan terjadi
pergeseran pola penyantunan usia lanjut dari keluarga kepada institusi. Apabila hal ini
terjadi, tanggung jawab pemerintah akan semakin berat.
Perubahan pola kelahiran dan kematian akan berpengaruh pada struktur rumah
tangga. Pada masa depan ukuran rumah tangga akan semakin mengecil, tetapi
jumlahnya akan semakin banyak. Dengan makin mengecilnya jumlah anak yang
disertai dengan peningkatan kesehatan penduduk, seiring dengan peningkatan tingkat
pendidikan dan keterampilan yang lebih baik, tercipta kesempatan pula bagi individu
maupun keluarga untuk melakukan mobilitas ke daerah lain, apalagi bila otonomi
daerah dilaksanakan sesuai dengan aturan dan keperluannya.
6. Peningkatan intensitas mobilitas
Mobilitas penduduk yang tinggi, baik secara internal maupun internasional, menuntut
jaringan prasarana yang makin baik dan luas, serta akan bergeser kepeda pergeseran
norma-norma masyarakat, seperti ikatan keluarga dan kekerabatan. Kesemuanya ini
dapat membawa dampak yang berjangka panjang terhadap perubahan sosial budaya
masyarakat.
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka laju pertumbuhan angkatan
kerjanya cukup tinggi. Permasalahan yang ditimbulkan oleh besarnya jumlah dan
pertumbuhan angkatan kerja tersebut di satu pihak menuntut kesempatan kerja yang
lebih besar, di pihak lain menuntut pembinaan angkatan kerja agar mampu
menghasilkan keluaran yang lebih tinggi sebagai prasyarat untuk memasuki era
globalisasi.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Situasi yang kita hadapi saat ini memaksa kita untuk tetap terus menyesuaikan diri
terhadap situasi dan seagala fenomena-fenomena yan ada. Dalam proses penyesuaian diri
tersebut tentunya suatu strategi yang jitulah yang harus diterapkan. Strategi yang digunakan
tentunya merupakan hasil dari evaluasi-evaluasi terhadap strategi-strategi yang pernah
diterapkan sebelumnya. Dari strategi pembangunan yang diterapkan dengan cara
meanutamakan faktor ekonomi sebagai hal paling utama yang harus dibangun, Bangsa
Indonesia akhirnya menghadapi kegagalan dalam pembangunan. Jelas bahwa masalah
kependudukanlah yang lebih utama yang harus terlebih dahulu menjadi prioritas dalam
pembangunan baik secara kualitas maupun kuantitas.
https://dewiultralight08.wordpress.com/2011/03/10/jurnal-pembangunan-berwawasan-
kependudukan/ diakses pada tanggal 13/05/15 pukul 21.35
http://stormharven.blogspot.com/2013/05/pembangunan-berwawasan-kependudukan.html
diakses pada tanggal 13/05/15 pukul 21.45
https://books.google.co.id/books?
id=pembangunan+berwawasan+kependudukan+referensi+buku&source diakses pada tanggal
13/05/15 pukul 22.00