Anda di halaman 1dari 2

Abu Jahal yang Kehilangan Jejak Muhammad

Memburu Muhammad adalah judul cerita ketiga belas yang dipilih sebagai judul buku
kumpulan cerita karya Feby Indirani ini. Di bagian ini, dalam ceritanya Feby menghidupkan
kembali sosok Abu Jahal yang sedang berburu Muhammad, ia mendatangi kelurahan dan
menanyakan kepada petugas tentang keberadaan Muhammad.
Abu Jahal menyandera seorang ibu petugas kelurahan, sebelum akhirnya Ikrimah –
lengkapnya Muhammad Ikrimah – menyediakan diri untuk membantu Abu Jahal menelusuri
jutaan data dan nama Muhammad. Namun, sayangnya tak pernah ada (tak ditemukan) lagi
sosok Muhammad, bahkan yang sedikit mirip pun.
“Carikan aku Muhammad yang benar!”
“Kau buat daftar tersangka Muhammad yang paling mungkin, temukan lokasinya. Lalu, aku
akan menghampiri mereka!”
Begitulah Abu Jahal memerintah Ikrimah.
Sederet nama disebut: Muhammad Jusuf Kalla, Goenawan Mohamad, Muhammad
Nazaruddin. Namun, tak satu pun yang cocok!
“Itu sungguh aneh! Lalu, untuk apa kalian semua bernama Muhammad kalau mirip pun
tidak? Cuma jadi pencuri, politisi haus kuasa, atau semata orang tak berguna?”
Feby membangun alusi-alusi dalam cerita ini. Banyak orang yang mengagulkan nama dan
tampilan, tapi tak berbanding sesuai dengan tutur dan lakunya.
Hampir keseluruhan cerita dalam buku Memburu Muhammad ini memotret kehidupan nyata
di sekitar kita. Imajinatif, meledek sekaligus mengajak kita merenung.
Di bagian awal, Feby telah membuka dan memulai ceritanya dengan lakon yang akrab
dengan kehidupan di sekitar kita, kebiasaan menggunjing dan membicarakan aib dan dosa
orang lain. Secara apik, sindirian itu disusun dalam kisah Annisa dan Ihsan, dua sahabat kecil
yang resah, jijik dan mual dengan kondisi sekitarnya. Setiap hari ‘dua anak kecil’ ini
menyaksikan kedua orang tua mereka menyantap bagian-bagian tubuh orang yang sudah
meninggal (bangkai), bukan sekadar sebagai menu makanan utama di meja makan tetapi juga
sebagai ‘cemilan’ menjelang tidur.
Tak hanya kedua orang tua mereka, setiap kali keduanya bertemu orang dewasa, di angkot,
sekolah, pasar, bau khas seperti daging busuk yang terselip di gigi atau kuku tiba-tiba meruap
dari mulut orang-orang dewasa itu. Bau amis yang nyinyir, meski terkadang tertutupi oleh
harum pasta gigi, parfum atau aroma pengharum lainnya. Semakin banyak orang dewasa
berkumpul, semakin kuat pula aroma busuk itu tercium.
Dalam cerita ini, Feby jelas sedang menyindir kebiasaan bergunjing, membicarakan
keburukan orang lain yang disebut oleh kitab suci sama dengan memakan bangkai saudara
sendiri.
Sebagai pembaca, saya tak memiliki alasan untuk tidak merekomendasikan kumpulan cerita
Memburu Muhammad ini untuk dibaca. Bagi saya, lewat imajinasinya, Feby Indirani sukses
menggambarkan realitas kehidupan di Indonesia paling mutakhir. Sebuah negara yang kini
dihuni oleh jutaan orang yang doyan merawat dengki, melestarikan ujub, riya' dan ghibah.
Manusia-manusia yang menggemari bangkai saudaranya sendiri sebagai makanan.
Memburu Muhammad adalah narasi yang bercerita soal kepedihan, membaca buku ini
menyeret kita untuk menafakuri gurat-gurat lukisan tentang Islam yang semakin sulit
diterjemahkan, samar. Kiwari, yang lebih sering tampil adalah karnaval kesalehan yang
gandrung bicara kesalahan orang lain, jago memukul ketimbang merangkul.

Lewat buku ini, Feby sukses bertakhta di atas imajinasinya –istilah Nadirsyah Hosen dalam
Pengantar buku ini-. Feby mengoreksi segala laku keberagamaan dengan imajinasinya yang
liar, tetapi menohok, tepat sasaran. Tak ada alasan untuk marah, sekali pun itu –sebagian
orang menilai provokatif- dengan judul dan cover buku ini, kecuali mereka memang sadar
ingin berkelahi dengan imajinasi Feby Indirani.
Saat lauching buku ini secara daring (24/11/2020) lalu, Feby yang menyebut karakter
ceritanya sebagai Islamisme magis adaptasi dari istilah realisme magis, mengakui sedang
menawarkan percakapan baru dan sudut pandang baru. Baginya, bahwa unsur magis yang
dibawa ketika seseorang bicara tentang agama banyak hal yang tidak bisa diindera secara
kasat mata, tapi ia percaya itu sangat nyata dan memengaruhi kehidupan fisikalnya. Dan,
Buku Memburu Muhammad ini mendedahkan lebih jauh soal Islam yang dipercaya di
Indonesia.
Pengakuan itu tentu tak berlebihan. Saat kita berusaha menelusuri alur cerita dalam buku ini,
sudut pandang baru itu kerap terasa dalam setiap dialog, jenaka sekaligus serius, ada banyak
pertanyaan dan pernyataan yang selama ini jarang disentuh, yang secara tidak sadar akan
‘menyeret’ kita untuk memotret banyak kejadian di sekitar kita. Bisa jadi, kita membaca buku
ini, tetapi justru membayangkan ‘yang lain’.
Dan benar, imajinasi yang lebih liar itu baru dimulai ketika kita menutup halaman terakhir
buku ini, kemudian melayang dengan serpihan imajinasi sendiri. Membelah imajinasi sebagai
Abu Jahal yang terus berikhtiar menemukan Muhammad, atau sekadar mengaku-aku
mewarisi keluhuran pekerti yang diteladankan Muhammad.

Data Buku
Judul: Memburu Muhammad | Penulis: Feby Indirani | Penerbit: Bentang Pustaka | Tahun
Terbit: Oktober 2020 | Tebal: xiv+210 hlm.

Anda mungkin juga menyukai