Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN II

EPIDERMIS DAN DERIVATNYA

Dosen Pengampu:

Dr. Evika Sandi Safitri, M.P.

Ruri Siti Resmisari, M.Si

Asisten Laboratorium:

Alviana Rochmania

Disusun Oleh:

Nama : Vivi Yenni Aryanti

NIM : 19620056

Kelas : Biologi B

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pada hakekatnya, sel-sel yang berfungsi sebagai jaringan pelindung memiliki


struktur khusus seperti sel-sel epidermis dan derivatnya. Jaringan pelindung memiliki
berbagai peran, antara lain untuk mencegah air, kerusakan mekanis, melindungi jaringan di
bawahnya dari perubahan suhu yang ekstrim, dan menjaga tumbuhan dari kehilangan zat-
zat makanannya. Sel-sel epidermis beserta derivatnya terletak pada seluruh bagian paling
luar tubuh tumbuhan dan membentuk jaringan kulit. Jaringan kulit tersebut terdiri dari
epidermis, stomata, trikoma, litosit, sel-sel kipas, sel-sel silica, dan lain-lain (Hidayat,
1995).

Epidermis merupakan lapisan sel-sel paling luar dan menutupi permukaan daun,
bunga, buah, biji, batang dan akar. Berdasarkan ontogeninya, epidermis berasal dari
jaringan meristematic yaitu protoderm. Epidermis berfungsi sebagai pelindung bagian
dalam organ tumbuhan. Berdasarkan fungsi tersebut, epidermis dapat berkembang dan
mengalami modifikasi seperti stomata dan trikomata. Setiap jenis tumbuhan memiliki
struktur sel epidermis yang berbeda. Perbedaan struktur sel epidermis yang dimaksud dapat
berupa bentuk dan susunan sel epidermis, letak atau kedudukan stomata terhadap sel
tetangga, arah membukanya stomata, bentuk stomata, jumlah sel epidermis dan stomata,
jarak antar stomata, panjang sel epidermis dan stomata (Sari dan Herkules, 2017).

Epidermis biasanya terdapat pada seluruh organ tumbuhan yang tidak mengalami
penebalan sekunder. Lamanya epidermis di dalam organ tumbuhan tidak sama dengan
proses pertumbuhan sekunder. Sel epidermis memiliki bentuk, ukuran serta susunan yang
beragam. Akan tetapi sel epidermis selalu tersusun rapat membentuk lapisan yang kompak
tanpa ruang interselular (Sutrian, 2004).

Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Hijr ayat 19 yang artinya, “Dan Kami telah
menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan
padanya segala sesuatu menurut ukuran.” Melalui ayat tersebut, kita dapat mengambil
makna bahwa segala sesuatu yang berada di muka bumi ini telah Allah kehendaki dan
memiliki proporsinya masing-masing. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya epidermis
beserta derivatnya yang memiliki berbagai macam bentuk, ukuran serta fungsi yang tidak
lepas dari kuasa dan kehendak Allah Swt, sehingga diharapkan dapat menambah keimanan
bagi orang-orang yang mengetahuinya.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka praktikum ini sangat penting dilakukan guna
mengetahui berbagai macam bentuk, susunan dan jenis dari sel epidermis beserta derivatnya
meliputi; stomata, trikomata, sel kipas, litokis serta velamen.

1.2. Tujuan Praktikum


Tujuan dari dilaksanakannya praktikum ialah sebagai berikut:
1. Mengamati berbagai tipe stomata pada daun.
2. Mengamati berbagai macam bentuk trikomata.
3. Mengamati bentuk dan struktur sel kipas (bulliform cells) pada daun.
4. Mengamati bentuk sel litokis pada daun.
5. Mengamati velamen pada penampang melintang akar spesies anggrek.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Epidermis

Kata epidermis berasal dari Bahasa Yunani, yaitu epi berarti atas dan derma berarti
kulit. Maka epidermis adalah lapisan-lapisan sel yang berada di lapisan paling luar pada alat-
alat tumbuhan primer, seperti akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Menurut para ahli,
epidermis umumnya tersusun dari satu lapisan sel saja dan pada irisan permukaan sel-selnya
tampak berbagai bentuk, seperti isodiametris yang memanjang, berlekuk atau bentuk
lainnya. Di dalam sel epidermis tidak terdapat ruang antar sel dikarenakan susunan sel-
selnya yang begitu rapat. Pada dinding sel epidermis terdapat protoplasma yang jumlahnya
sangat sedikit, meskipun demikian hal inilah yang menandakan bahwa sel-sel epidermis itu
masih hidup (Sutrian, 2004).

Menurut Anu dkk (2017), epidermis merupakan lapisan sel-sel paling luar dan
menutupi permukaan daun, bunga, buah, biji, batang dan akar. Jaringan epidermis berfungsi
melindungi jaringan di bawahnya dari lingkungan luar, berperan dalam pengaturan
pertukaran gas pada daun dan bagian permukaan luarnya dilapisi oleh kutikula. Sel
epidermis berbentuk tubular dengan susunan rapat tanpa ruang interseluler. Permukaan daun
yang menghadap ke atas dikenali dengan epidermis atas (sisi adaksial) dan permukaan yang
lain dikenal dengan epidermis bawah (sisi abaksial).

Epidermis adalah system sel-sel yang bervariasi struktur dan fungsinya, yang
menutupi tubuh tumbuhan. Struktur yang demikian tersebut dapat dihubungkan dengan
peranan jaringan tersebut sebagai lapisan yang berhubungan dengan lingkungan luar.
Adanya bahan lemak, kutin dan kutikula dapat membatasi penguapan, pada dinding terluar
menjadikannya kompak dan keras, sehingga dapat dianggap sebagai penyokong mekanis. Di
antara sel-sel epidermis terdapat derivatnya antara lain yang disebut stomata, trikoma, sel
kipas, sel silika dan sel gabus (Haryanti, 2010).

Meskipun dari segi ontogeny seragam, dari segi morfologi maupun fungsi sel
epidermis tidak seragam. Selain sel epidermis biasa, terdapat pula sel epidermis yang telah
berkembang menjadi sel rambut, sel penutup pada stomata, serta sel lain. Epidermis secara
umum terdiri dari satu lapisan sel. Pada beberapa tumbuhan, sel protoderm pada daun
membelah dengan bidang pembelahan sejajar dengan permukaan, dan turunannya dapat
membelah lagi sehingga terjadi epidermis berlapis banyak (Hidayat, 1995). Menurut Iserep
(1993), tahap awal perkembangan epidermis secara ontogenik tidak sama antara yang
terdapat pada akar dengan yang ada pada pucuk. Epidermis biasanya terdapat pada seluruh
kehidupan organ-organ tumbuhan yang tidak mengalami penebalan sekunder.

2.2.Derivat Epidermis
2.2.1. Stomata

Stomata adalah celah di antara epidermis yang diapit oleh 2 sel epidermis
khusus yang disebut sel penutup. Di sekat sel penutup terdapat sel-sel yang
mengelilinginya disebut sel tetangga. Sel penutup dapat membuka dan menutup sesuai
dengan kebutuhan tanaman akan transpirasinya, sedangkan sel-sel tetangga turut serta
dalam perubahan osmotic yang berhubungan dengan pergerakan sel-sel penutup.
Stomata terdapat pada semua bagian tumbuhan yang terdedah ke udara, akan tetapi lebih
banyak terdapat pada daun. Sel-sel penutup tanaman dikotil umumnya berbentuk ginjal,
sedangkan monokotil mempunyai bentuk seragam dan strukturnya spesifik yang jika
dilihat dari permukaan sel terlihat sempit di bagian tengah dan membesar pada ujungnya
(Haryanti, 2010).

Menurut Anu dkk (2017), stomata merupakan modifikasi dari sel epidermis
daun berupa sepasang sel penjaga yang bisa menimbulkan celah sehingga uap air dan
gas dapat ditukarkan antara bagian dalam dari stomata dengan lingkungan. Stomata
biasanya ditemukan pada bagian tumbuhan yang berhubungan dengan udara terutama
daun, batang dan rhizome. Stomata umumnya terdapat pada bagian bawah daun, akan
tetapi pada beberapa jenis tumbuhan, stomata dapat dijumpai pada permukaan atas dan
bawah daun. Ada pula tumbuhan yang hanya memiliki stomata pada permukaan atas
daun, yaitu pada Bunga lili air. Menurut fungsi, bentuk, ukuran dan susunan sel-sel
epidermis tidaklah sama pada berbagai jenis tumbuhan, demikian juga dengan bentuk
atau tipe stomata.

Sel penutup pada stomata umumnya berbentuk ginjal, akan tetapi pada
tumbuhan monokotil ada yang berbentuk halter. Adanya stomata memungkinkan
terjadinya hubungan antara bagian dalam tubuh tumbuhan dengan lingkungan luar. Hal
ini berguna bagi proses fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Stomata berasal dari sel
protoderm yang terdapat pada meristem apical (Fahn, 1991).

Tipe stomata pada daun sangat bervariasi. Berdasarkan susunan sel epidermis
yang berdekatan dengan sel tetangga, tipe stomata pada dikotil dibedakan menjadi lima
jenis. Pertama, Anomositik, yaitu sel penutup dikelilingi oleh sejumlah sel tertentu yang
tidak berbeda dengan epidermis yang lain dalam bentuk maupun ukurannya. Dapat
ditemukan pada Ranunculaceae, Capparidaceae, Cucurbitaceae. Kedua, Anisositik,
yaitu setiap sel penutup dikelilingi oleh 3 sel tetangga yang ukurannya tidak sama,
terdapat pada Cruciferae dan Solenaceae. Ketiga, Parasitik, yaitu setiap sel penjaga
bergabung dengan satu atau lebih sel tetangga. Sumbu membujurnya sejajar dengan
sumbu sel tetangga dan aperture, terdapat pada Rubiceae dan Magnoliaceae. Keempat,
Diasitik, yaitu setiap sel penutup dikelilingi oleh dua sel tetangga dengan dinding sel
yang membentuk sudut siku-siku terhadap sumbu membujur stomata, terdapat pada
Cariophyllaceae dan Acanthaceae. Kelima, Aktinositik, yaitu setiap sel penutup
dikelilingi oleh sel tetangga campuran dari tipe-tipe tersebut dan tipe tambahan dapat
terjadi pada spesies dari berbagai familia (Haryanti, 2010).

2.2.2. Trikomata

Trikoma merupakan salah satu derivate dari epidermis yang berasal dari Bahasa
Yunani yang artinya rambut-rambut yang tumbuh dan berasal dari sel-sel epidermis
dengan bentuk, susunan serta fungsinya yang bervariasi. Trikoma pada jaringan
epidermis memiliki sifat khusus sebagai daya pertahanan dari serangga, yang ditentukan
oleh adanya kelenjar (glandular) atau tidak (non-glandular), kerapatan, panjang, bentuk,
dan ketegakan trikoma. Struktur maupun morfologi trikoma memiliki keragaman dan
dapat dijadikan sebagai kunci dari identifikasi marga, spesies, subspecies dan varietas
dari berbagai family yang diteliti (Dewi dkk, 2015).

Menurut Hidayat (2013), trikoma merupakan tonjolan epidermis arah keluar


yang bersifat sebagai alat tambahan pada tumbuhan. Trikoma sering dijumpai pada
organ yang masih aktif yaitu pada organ batang, buah, akar dan daun. Trikoma pada
daun terdapat pada permukaan atas saja dan permukaan bawah saja, atau keduanya.

Beberapa sel epidermis daun atau cabang membentuk tonjolan dalam bentuk
rambut atau trikoma. Trikoma dapat tersebar dalam bentuk tunggal maupun
bergerombol. Trikoma dapat terdiri dari sel tunggal atau beberapa sel yang bergabung
dengan berbagai bentuknya, mulai dari bentuk sederhana sebagai tonjolan hingga
membentuk bangunan kompleks yang bercabang-cabang atau berbentuk bintang. Sel-
sel penyusun trikoma dapat berupa sel hidup atau sel mati (Fahn, 1991).

Hidayat (1995), dalam bukunya menyatakan bahwa trikoma dapat dibagi


menjadi beberapa jenis, yaitu trikoma yang tidak menghasilkan sekret dapat berbentuk
rambut bersel satu atau sel banyak, rambut sisik yang memipih dan bersel banyak,
rambut bercabang dan bersel banyak, dan rambut akar. Sedangkan trikoma yang
menghasilkan sekret dapat bersel satu atau bersel banyak dan berupa sisik, trikoma yang
menghasilkan sekret yang kental atau koleter, rambut gatal, dan trikoma yang
menghasilkan nectar.

2.2.3. Sel Kipas (Bulliform Cell)

Sel kipas merupakan sederet sel yang lebih besar daripada sel epidermis
lainnya, berdinding tipis, bervakuola besar dan berisi air. Fungsi sel kipas sendiri adalah
melindungi jaringan di bawahnya agar tidak mengalami kerusakan akibat kehilangan air
yang lebih besar serta membuka dan menutup daun dalam proses penggulungan daun.
Sel kipas ini mengandung banyak air, tanpa atau hampir tidak mengandung kloroplas
dan hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak ada kutikula. Oleh sebab itu sel ini akan
kehilangan air melalui transpirasi lebih cepat daripada sel epidermis lainnya. Saat
terjadinya kekurangan air, tekanan turgor pada sel ini menurun dan memungkinkan daun
menggulung ke dalam (Ai dan Lenak, 2014).

Sel kipas adalah sel epidermis yang terspesialisasi di permukaan bawah daun
pada semua ordo Liliopsida kecuali Helobiae. Penyusutan sel kipas pada bagian bawah
(adaksial) daun dekat tulang daun bagian tengah dikaitkan dengan penggulungan daun
pada padi dan jenis rerumputan lainnya. Peningkatan jumlah dan ukuran dari sel kipas
berkaitan dengan terjadinya penggulungan daun (Ai dan Lenak, 2014).

Tumbuhan rumput-rumputan dan banyak monokotil lain mempunyai epidermis


daun yang mempunyai sel-sel dengan bentuk khusus yang disebut sel-sel kipas atau
bulliform cells atau motor cells. Sel-sel ini lebih besar daripada sel epidermis normal
dengan dinding tipis dan vakuola besar. Sel-sel kipas ini tersusun berderet di seluruh
permukaan atas daun atau hanya di antara alur-alur berkas pengangkut. Pada irisan
melintang bentuknya menyerupai kipas dengan sel yang paling besar berada di tengah
(Trisiswanti dan Sugimin, 2020).

2.2.4. Litokis, Sel Silica dan Sel Gabus

Selain stomata dan trikomata, ada pula derivate epidermis khusus yang lain.
Pada epidermis batang Graminae, misalnya tebu dan bambu, epidermis di atas tulang
daun ada yang berbentuk Panjang dan ada pula yang pendek. Sel pendek mengandung
kristal silica dan suberin, karena itu disebut sebagai sel silica dan sel gabus yang
berpasangan. Pada tumbuhan dari familia Moraceae, Urticaceae dan Cucurbitaceae
ditemukan bentuk khusus pada epidermis daunnya, yaitu litokis. Bentuk selnya lebih
besar daripada sel epidermis normal dan mengalami penebalan ke sebelah atas ke arah
lumen sel (Trisiswanti dan Sugimin, 2020). Litokis merupakan derivate epidermis yang
memiliki bentuk khusus. Dindingnya mengalami penebalan ke arah lumen sel,
epidermis yang mengalami penebalan dari luar ke dalam. Penebalan ini berbentuk
rumah lebah mengandung selulosa dan kalsium karbonat yang disebut sistolit (Iserep,
1993).

Sel silica dan sel gabus sering kali secara berturut-turut terbentuk secara
berpasangan di sepanjang daun. Sel-sel silica yang berkembang sepenuhnya
mengandung badan-badan silica yang berupa massa silica yang isotropic dan di bagian
tengahnya berupa granula-granula renik. Jika diamati dari permukaan, sel-sel silika
memiliki bentuk yang bervariasi berupa bulatan, elips, halter, atau pelana. Sel silica
hanya dijumpai dalam jumlah kecil pada sel yang masih muda dan akan bertambah
banyak seiring dengan pertumbuhan sel menjadi tua (Fahn, 1991).

2.2.5. Velamen

Tanaman pada lingkungan epifit memiliki batasan tertentu dalam memenuhi


nutrisinya. Banyak ciri anatomi yang biasa ditemukan pada tumbuhan epifit terkait
dengan pengambilan air dan nutrisi, seperti sisik penyerap di Bromeliaceae atau
velamen radicum di Orchidaceae. Di antara ciri-ciri adaptif akar anggrek, keberadaan
velamen ialah yang paling menonjol. Peran penting dari velamen ialah menyerap air dan
mengalirkannya ke batang. Selain fungsi penyerapan air, velamen juga mengurangi
penguapan air pada saat ketersediaan air rendah dan memberikan sifat mekanis
perlindungan untuk root (Joca dkk, 2017).

Akar anggrek terutama yang epifit diselubungi oleh velamen, yaitu lapisan sel
berdaging yang berperan dalam penyerapan dan penyimpanan air. Akar anggrek
bervelamen merupakan lapisan luar yang terdiri dari beberapa lapis sel berongga dan
transparan, serta merupakan lapisan pelindung pada system saluran akar. Velamen ini
berfungsi melindungi akar dari kehilangan air selama proses transpirasi dan evaporasi,
menyerap air, melindungi bagian dalam akar, serta membantu melekatnya akar pada
benda yang ditumpanginya (Sugiyarto dkk, 2016).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1.Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ialah sebagai berikut:
1. Mikroskop cahaya 1 buah
2. Gelas benda dan penutup 1 buah
3. Kuas 1 buah
4. Pinset kecil 1 buah
5. Jarum preparat 1 buah
6. Pipet tetes 1 buah
7. Silet 1 buah
8. Kobokan Secukupnya
9. Lap 1 buah
3.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ialah sebagai berikut:
1. Air Secukupnya
2. Daun Rhoeo discolor 1 lembar
3. Preparat awetan Zea mays (Jagung) 1 buah
4. Daun Canna indica 1 lembar
5. Daun Terong (Solanum melongena) 1 lembar
6. Daun Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) 1 lembar
7. Daun Waru (Hibiscus tiliaceus) 1 lembar
8. Preparat awetan irisan melintang daun Ficus elastica 1 buah

3.2.Langkah Kerja
Langkah kerja yang dilakukan dalam praktikum ialah sebagai berikut:
3.2.1. Pengamatan daun Cymbopogon nordus
1. Diambil preparat awetan irisan melintang daun Cymbopogon nordus (sere) atau
Oryza sativa (padi) dan diamati di bawah mikroskop.
2. Dicari epidermis atas atau bawah dengan perbesaran 10 x 10, jika kurang besar
dipergunakan perbesaran 10 x 45.
3. Digambar dan diberi keterangan.
3.2.2. Pengamatan daun Ficus elastica
1. Diambil preparat awetan irisan melintang daun Ficus elastica dan diamati di
bawah mikroskop.
2. Diperhatikan litosit dan sistolit dengan menggunakan perbesaran 10 x 10, jika
kurang jelas maka dipergunakan perbesaran 10 x 45.
3. Diperhatikan lapisan 1-4 mulai dari luar dan diamati apakah memiliki bentuk dan
ukuran yang sama. Pada lapisan tersebut terdapat satu hingga beberapa sel yang
memiliki ukuran lebih besar daripada sel lain dan di dalamnya terdapat bentuk
menyerupai sarang lebah. Sel yang lebih besar dinamakan litosit sedangkan sel
yang menyerupai sarang lebah dinamakan sistolit.
4. Digambar lapisan sel 1-4, termasuk litosit dan sistolit.
3.2.3. Pengamatan pada daun Rhoeo discolor
1. Diambil daun Rhoeo discolor, dibuat preparat sayatan daun seperti kegiatan pada
nomor 2.
2. Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10.
3. Diperhatikan stomata dan trikomanya.
4. Digambar bagaimana bentuk sel penutupnya. Jika kurang jelas maka dipergunakan
perbesaran 10 x 45.
5. Digambar dan diberi keterangan.
3.2.4. Pengamatan pada daun Canna indica
1. Diambil daun Canna indica (Bunga kana), dibuat preparat sayatan daun seperti
kegiatan pada nomor 2.
2. Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10.
3. Diperhatikan stomata dan trikomanya.
4. Digambar bagaimana bentuk sel penutupnya. Jika kurang jelas maka dipergunakan
perbesaran 10 x 45.
5. Digambar dan diberi keterangan.
3.2.5. Pengamatan pada daun Solanum melongena
1. Diambil daun Solanum melongena (Terong), dibuat preparat sayatan daun seperti
kegiatan pada nomor 2.
2. Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10.
3. Diperhatikan stomata dan trikomanya.
4. Digambar bagaimana bentuk sel penutupnya. Jika kurang jelas maka dipergunakan
perbesaran 10 x 45.
5. Digambar dan diberi keterangan.
3.2.6. Pengamatan pada daun Hibiscus rosa-sinensis
1. Diambil daun Hibiscus rosa-sinensis (Kembang Sepatu), dibuat preparat sayatan
daun seperti kegiatan pada nomor 2.
2. Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10.
3. Diperhatikan stomata dan trikomanya.
4. Digambar bagaimana bentuk sel penutupnya. Jika kurang jelas maka dipergunakan
perbesaran 10 x 45.
5. Digambar dan diberi keterangan.
3.2.7. Pengamatan pada daun Hibiscus tiliaceus
1. Diambil daun Hibiscus tiliaceus (waru), dibuat preparat sayatan daun seperti
kegiatan pada nomor 2.
2. Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10. Diperhatikan adanya
trikoma.
3. Digambar bagaimana bentuk trikomata. Jika kurang jelas maka dipergunakan
perbesaran 10 x 45.
4. Digambar dan diberi keterangan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.Stomata Rhoeo discolor


3.1.1. Tabel hasil pengamatan

Hasil pengamatan stomata pada daun Rhoeo discolor dengan perbesaran 400x.

Foto Pengamatan Foto Literatur

1
1
2

2
3

(Khairani, 2020)
Keterangan: Keterangan:
1. Celah stomata 1. Celah stomata
2. Sel penutup 2. Sel penutup
3. Sel tetangga 3. Sel tetangga

3.1.2. Klasifikasi

Menurut Kadir (2008), klasifikasi dari tanaman Rhoeo discolor ialah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Commelinales

Family : Commelinaceae
Genus : Rhoeo

Spesies : Rhoeo discolor

3.1.3. Pembahasan

Tabel di atas merupakan hasil pengamatan stomata pada daun Rhoeo discolor.
Pengamatan dimulai dengan membuat preparat pada gelas benda. Preparat dibuat dengan
mengoleskan cairan kutek bening pada permukaan daun Rhoeo discolor. Kutek kemudian
didiamkan sesaat hingga setengah kering dan selanjutnya direkatkan isolasi pada
permukaan daun tersebut. Setelah isolasi merekat dengan sempurna, isolasi ditarik
kembali dan kemudian direkatkan ke atas gelas benda. Preparat siap diamati di bawah
mikroskop dan diatur pada perbesaran 400x, kemudian diamati keberadaan dan morfologi
stomatanya.

Stomata merupakan derivate epidermis yaitu berupa celah yang di kedua sisinya
terdapat struktur yang dinamakan sel penutup. Di sekeliling sel penutup tersebut terdapat
sel lain yang ukurannya lebih besar daripada sel penutup, yang disebut dengan sel
tetangga. Kedua sel ini akan saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan transpirasi
tanaman. Penjelasan di atas sesuai dengan pernyataan Haryanti (2010), yang menyatakan
bahwa stomata merupakan celah di antara epidermis yang diapit oleh 2 sel epidermis
khusus yang disebut sel penutup. Di sekat sel penutup terdapat sel-sel yang
mengelilinginya disebut sel tetangga. Sel penutup dapat membuka dan menutup sesuai
dengan kebutuhan tanaman akan transpirasinya, sedangkan sel-sel tetangga turut serta
dalam perubahan osmotic yang berhubungan dengan pergerakan sel-sel penutup.

Dengan adanya sel penutup dan sel tetangga, maka celah pada stomata dapat
membuka dan menutup secara berkala. Proses membuka dan menutup pada stomata ini
berfungsi sebagai jalannya pertukaran antara uap air dan gas yang nantinya akan berguna
untuk proses fotosintesis. Hal ini sesuai dengan penjelasan Anu dkk (2017), yang
menyatakan bahwa sepasang sel penjaga pada stomata bisa menimbulkan celah sehingga
uap air dan gas dapat ditukarkan antara bagian dalam dari stomata dengan lingkungan.

Rhoeo discolor merupakan tumbuhan monokotil yang berasal dari family


Commelinaceae. Berdasarkan gambar hasil pengamatan pada tabel di atas, dapat diamati
bahwa stomata Rhoeo discolor memiliki empat sel tetangga yang mengelilingi sel
penutup. Dengan demikian, stomata Rhoeo discolor termasuk ke dalam tipe stomata
monokotil tipe I. Hal ini sejalan dengan pernyataan Stebbins dan Kush (1961) dalam
Mulyani (2017), yang menyatakan bahwa pada stomata tumbuhan monokotil tipe I sel
penutupnya dikelilingi oleh empat hingga enam sel tetangga yang dapat ditemukan pada
Araceae, Commelinaceae, Musaceae, Strelitziaceae, Cannaceae dan Zingiberaceae.

3.2.Trikoma Hibiscus rosa-sinensis


3.2.1. Tabel hasil pengamatan

Hasil pengamatan trikoma pada Hibiscus rosa-sinensis dengan perbesaran 100x.

Foto Pengamatan Foto Literatur

2
(Hibiscus rosa-sinensis)
(Hidayat, 2013)
Keterangan: Keterangan:
1. Trikoma bintang 1. Trikoma bintang
2. Trikoma uniseluler 2. Trikoma uniseluler

3.2.2. Klasifikasi

Menurut Lawrence (1951), klasifikasi dari tanaman Hibiscus rosa-sinensis


ialah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Malvales
Family : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Species : Hibiscus rosa-sinensis
3.2.3. Pembahasan
Tabel di atas merupakan hasil pengamatan trikomata pada daun Hibiscus rosa-
sinensis. Pengamatan diawali dengan pembuatan preparat sayatan pada daun Hibiscus
rosa-sinensis. Preparat sayatan daun kemudian diletakkan di atas gelas benda dan diberi
tetesan air. setelah itu, preparat ditutup menggunakan cover glass dan preparat telah siap
untuk diamati. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan
perbesaran 100x dan kemudian diamati keberadaan trikomata pada daun Hibiscus rosa-
sinensis.

Trikoma merupakan salah satu derivate epidermis berupa tonjolan ke arah luar
dengan struktur menyerupai rambut-rambut. Trikoma memiliki berbagai macam bentuk
mulai dari trikoma tunggal, bintang, hingga bercabang banyak. Pendapat tersebut sesuai
dengan pernyataan Fahn (1991), yang menyatakan bahwa trikoma dapat tersebar dalam
bentuk tunggal maupun bergerombol. Fahn (1991) juga menambahkan bahwa trikoma
dapat terdiri dari sel tunggal atau beberapa sel yang bergabung dengan berbagai
bentuknya, mulai dari bentuk sederhana sebagai tonjolan hingga membentuk bangunan
kompleks yang bercabang-cabang atau berbentuk bintang. Sel-sel penyusun trikoma
dapat berupa sel hidup atau sel mati

Berdasarkan gambar pengamatan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa daun
Hibiscus rosa-sinensis memiliki trikoma dengan dua tipe yang berbeda, yaitu trikoma
dengan bentuk bintang dan trikoma uniseluler sederhana. Keragaman bentuk trikoma
pada satu spesies ini bukanlah hal yang baru, karena Setjo dkk (2004) telah
mengungkapkan di dalam bukunya bahwa bentuk trikoma dapat berbeda pada
tumbuhan yang sama. Trikoma dapat terletak di permukaan atas daun (adaksial)
maupun pada permukaan bawah daun (abaksial). Adapun berdasarkan ada tidaknya
kelenjar sekret, trikoma Hibiscus rosa-sinensis termasuk tipe trikoma non-glandular
atau trikoma yang tidak menghasilkan sekret. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sutrian
(1992) dalam Hidayat (2013), yang menyebutkan bahwa tipe trikoma yang dimiliki oleh
Hibiscus rosa-sinensis yaitu trikoma non-glandular dengan tipe bintang dan uniseluler
yang sederhana.

3.3.Trikoma Hibiscus tiliaceus


3.3.1. Tabel hasil pengamatan

Hasil pengamatan trikoma pada Hibiscus tiliaceus dengan perbesaran 100x.

Foto Pengamatan Foto Literatur


1
1

(Hibiscus tiliaceus) (Hidayat, 2013)


Keterangan: Keterangan:
1. Trikoma 1. Trikoma

3.3.2. Klasifikasi

Menurut Heyne (1987), klasifikasi dari tanaman Hibiscus tiliaceus ialah


sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Subclass : Sympetalae
Ordo : Malvales
Family : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Species : Hibiscus tiliaceus
3.3.3. Pembahasan
Tabel di atas merupakan hasil pengamatan trikomata pada daun Hibiscus
tiliaceus. Pengamatan diawali dengan pembuatan preparat sayatan pada daun Hibiscus
tiliaceus. Preparat sayatan daun kemudian diletakkan di atas gelas benda dan diberi
tetesan air. setelah itu, preparat ditutup menggunakan cover glass dan preparat telah siap
untuk diamati. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan
perbesaran 100x dan kemudian diamati keberadaan trikomata pada daun Hibiscus
tiliaceus.
Trikoma merupakan salah satu derivate epidermis berupa tonjolan ke arah luar
dengan struktur menyerupai rambut-rambut. Trikoma memiliki berbagai macam bentuk
mulai dari trikoma tunggal, bintang, hingga bercabang banyak. Pendapat tersebut sesuai
dengan pernyataan Fahn (1991), yang menyatakan bahwa trikoma dapat tersebar dalam
bentuk tunggal maupun bergerombol. Fahn (1991) juga menambahkan bahwa trikoma
dapat terdiri dari sel tunggal atau beberapa sel yang bergabung dengan berbagai
bentuknya, mulai dari bentuk sederhana sebagai tonjolan hingga membentuk bangunan
kompleks yang bercabang-cabang atau berbentuk bintang. Sel-sel penyusun trikoma
dapat berupa sel hidup atau sel mati.

Berdasarkan gambar hasil pengamatan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa
daun Hibiscus tiliaceus memiliki trikoma berbentuk bintang dan juga terdapat trikoma
bercabang banyak. Trikoma Hibiscus tiliaceus merupakan trikoma dengan tipe non-
glandular dikarenakan tidak menghasilkan zat sekret. Pernyataan ini sesuai dengan
pernyataan Sutrian (1992) dalam Hidayat (2013), yang menyebutkan bahwa tipe
trikoma yang dimiliki oleh Hibiscus tiliaceus yaitu trikoma non-glandular dengan tipe
bintang dan uniseluler yang sederhana.

3.4.Trikoma Solanum melongena


3.4.1. Tabel hasil pengamatan
Hasil pengamatan trikoma pada Solanum melongena dengan perbesaran 100x.

Foto Pengamatan Foto Literatur

1 1

(Solanum melongena) (Dewi dkk, 2015)


Keterangan: Keterangan:
1. Trikoma 1. Trikoma

3.4.2. Klasifikasi
Menurut Sahetapy (2012), klasifikasi dari tanaman Solanum melongena ialah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Family : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum melongena
3.4.3. Pembahasan
Tabel di atas merupakan hasil pengamatan trikomata pada daun Solanum
melongena. Pengamatan diawali dengan pembuatan preparat sayatan pada daun Solanum
melongena. Preparat sayatan daun kemudian diletakkan di atas gelas benda dan diberi
tetesan air. setelah itu, preparat ditutup menggunakan cover glass dan preparat telah siap
untuk diamati. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan
perbesaran 100x dan kemudian diamati keberadaan trikomata pada daun Solanum
melongena.
Trikoma merupakan salah satu derivate epidermis berupa tonjolan ke arah luar
dengan struktur menyerupai rambut-rambut. Trikoma memiliki berbagai macam bentuk
mulai dari trikoma tunggal, bintang, hingga bercabang banyak. Pendapat tersebut sesuai
dengan pernyataan Fahn (1991), yang menyatakan bahwa trikoma dapat tersebar dalam
bentuk tunggal maupun bergerombol. Fahn (1991) juga menambahkan bahwa trikoma
dapat terdiri dari sel tunggal atau beberapa sel yang bergabung dengan berbagai
bentuknya, mulai dari bentuk sederhana sebagai tonjolan hingga membentuk bangunan
kompleks yang bercabang-cabang atau berbentuk bintang. Sel-sel penyusun trikoma
dapat berupa sel hidup atau sel mati.
Berdasarkan gambar pengamatan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa daun
tanaman Solanum melongena yang memiliki nama local terong ini memiliki jenis trikoma
tipe non-glandular yang berbentuk bintang atau stellata dengan banyak lengan dimana
rata-rata terdiri dari tujuh hingga delapan lengan. Pernyataan tersebut sesuai dengan
penjelasan Harisha (2013) dalam Dewi dkk (2015), yang menyatakan bahwa pada genus
Solanum telah ditemukan jaringan trikoma yang berjenis non-glandular dengan bentuk
stellata atau dikatakan menyerupai bintang pada organ daunnya.

3.5.Sel Kipas Zea mays


3.5.1. Tabel hasil pengamatan
Hasil pengamatan sel kipas pada daun Zea mays dengan perbesaran 400x.

Foto Pengamatan Foto Literatur

1
2

(Ai dan Lenak, 2014)

Keterangan: Keterangan:
1. Sel kipas 1. Sel kipas
2. Tulang daun

3.5.2. Klasifikasi
Menurut Tjitrosoepomo (1983), klasifikasi dari tanaman Zea mays ialah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Graminae
Family : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
3.5.3. Pembahasan
Tabel di atas merupakan hasil pengamatan sel kipas (bulliform cells) pada daun
Zea mays (jagung). Pengamatan diawali dengan pembuatan preparat berupa sayatan
melintang daun Zea mays, yang kemudian diletakkan di atas gelas objek dan ditetesi air.
Selanjutnya preparat pada gelas objek ditutup menggunakan cover glass dan siap diamati.
Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x kemudian
diamati keberadaan sel kipas. Pada umumnya, sel kipas ini terletak pada permukaan atas
daun.
Berdasarkan hasil pengamatan dan gambar literatur pembanding pada tabel di
atas, dapat dilihat bahwa sel kipas memiliki bentuk yang lebih besar daripada sel yang
lain. Hal ini dikarenakan sel kipas memiliki dinding sel yang tipis dan di dalamnya
mengandung air. Pernyataan tersebut sesuai dengan Ai dan Lenak (2014), yang
mengartikan bahwa sel kipas merupakan sederet sel yang lebih besar daripada sel
epidermis lainnya, berdinding sel tipis, memiliki vakuola yang besar dan di dalamnya
berisi air. Pada umumnya, sel kipas banyak terdapat pada family rumput-rumputan dan
berbagai tumbuhan monokotil yang lain. Sel-sel kipas ini tersusun berderet di seluruh
permukaan atas daun atau hanya pada di antara alur-alur berkas pengangkut. Jika
diperhatikan pada gambar pengamatan irisan melintang, sesuai dengan namanya sel kipas
memiliki bentuk menyerupai kipas dengan sel yang paling besar berada di tengah.
Sel kipas pada daun Zea mays dan tumbuhan yang lain memiliki fungsi sebagai
perlindungan dari kerusakan sel di bawahnya dan peran utamanya ialah berperan dalam
proses penggulungan daun pada saat daun mengalami kekurangan air. Pernyataan
tersebut sesuai dengan penjelasan Ai dan Lenak (2014), yang menyatakan bahwa fungsi
sel kipas sendiri ialah melindungi jaringan di bawahnya agar tidak mengalami kerusakan
akibat kehilangan air dalam jumlah besar serta memiliki peran membuka dan menutup
daun dalam proses penggulungan daun. Ai dan Lenak (2014) juga menambahkan bahwa
sel kipas ini mengandung banyak air, hampir tidak mengandung kloroplas dan hanya
terdapat sedikit kutikula yang mengakibatkan sel kipas akan lebih cepat kehilangan air
pada proses transpirasi daripada sel epidermis lainnya. Ketika terjadi kekurangan air,
tekanan turgor pada sel kipas akan menurun dan memungkinkan daun untuk menggulung
ke arah dalam.
3.6.Litokis Ficus elastica
3.6.1. Tabel hasil pengamatan

Hasil pengamatan litokis pada Ficus elastica dengan perbesaran 400x.

Foto Pengamatan Foto Literatur


1 1

(Rohmana, 2015)
Keterangan: Keterangan:
1. Litokis 1. Litokis

3.6.2. Klasifikasi

Menurut Novalinda (2020), klasifikasi dari tanaman Ficus elastica ialah


sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rosales
Family : Moraceae
Genus : Ficus
Spesies : Ficus elastica
3.6.3. Pembahasan

Tabel di atas merupakan hasil pengamatan litokis pada daun Ficus elastica atau
daun tumbuhan karet. Pengamatan diawali dengan pembuatan preparat awetan irisan
melintang dari daun Ficus elastica. Preparat awetan daun kemudian diletakkan di atas
gelas objek, lalu ditetesi dengan air dan ditutup menggunakan cover glass. Preparat
kemudian diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x dan
diamati keberadaan litokis.

Berdasarkan foto pengamatan pada tabel di atas, dapat diartikan bahwa sel
litokis merupakan salah satu derivate epidermis yang ukuran selnya lebih besar daripada
sel-sel lainnya. Sel litokis mengalami penebalan ke arah lumen sel. Jika diperhatikan,
bentuk sel litokis menyerupai sarang lebah dan di dalamnya terdapat sistolit. Pernyataan
di atas sesuai dengan Iserep (1993), yang menyatakan bahwa dinding litokis mengalami
penebalan ke arah lumen sel dan epidermis yang mengalami penebalan dari luar ke
dalam. Iserep (1993), juga menambahkan jika penebalan ini berbentuk rumah lebah
yang di dalamnya mengandung selulosa dan kalsium karbonat yang disebut sistolit.

Litokis memiliki bentuk yang tidak teratur dan dapat mengisi seluruh ruang sel.
Sel tersebut mengandung kristal-kristal dengan berbagai bentuk yang tersusun atas zat
pektin, selulosa dan kalsium karbonat. Hal ini sejalan dengan Sumardi dan Agus (1992),
yang menyatakan bahwa litokis mengandung satu atau lebih kristal yang berbentuk
prisma, bintang, jarum, seperti butir pasir maupun bentuk yang lain. Sumardi dan Agus
(1992) juga menambahkan bahwa kristal-kristal yang terbentuk di dalamnya
menyerupai sarang lebah yang tersusun dari zat pektin, selulosa dan kalsium karbonat.

3.7.Velamen Dendrobium sp.


3.7.1. Tabel hasil pengamatan

Hasil pengamatan velamen pada Dendrobium sp. dengan perbesaran 400x.

Foto Pengamatan Foto Literatur

1
(Joca dkk, 2017)
Keterangan: Keterangan:
1. Velamen 1. Velamen
*Tumbuhan Dendrobium fimbriatum

3.7.2. Klasifikasi
Menurut Dyah (2005), klasifikasi dari tanaman Dendrobium sp. ialah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Ordo : Orchidales
Family : Orchidaceae
Genus : Dendrobium
Spesies : Dendrobium sp.
3.7.3. Pembahasan
Tabel di atas merupakan hasil pengamatan velamen pada akar Dendrobium sp.
atau spesies anggrek. Preparat dibuat dari irisan penampang melintang akar Dendrobium
sp.. Preparat irisan tersebut kemudian diletakkan di atas objek gelas dan ditetesi air.
Setelah itu, preparat ditutup menggunakan cover glass dan siap diamati. Pengamatan
menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x dan diamati struktur lapisan
dari velamen.
Dikarenakan anggrek merupakan tanaman epifit, maka ia membutuhkan struktur
sel akar yang mendukung untuk tetap bisa memenuhi nutrisinya, yang didapatkan dari
penyerapan air dan zat lainnya dari udara oleh akar. Permasalahan ini telah terjawab
dengan adanya struktur berupa velamen pada akar anggrek yang memiliki peran penting
terkait pengambilan nutrisi pada anggrek. Velamen merupakan derivate epidermis yang
berada di luar korteks dan selnya telah mati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Joca dkk
(2017), yang menyebutkan bahwa banyak ciri anatomi yang biasa ditemukan pada
tumbuhan epifit terkait dengan pengambilan air dan nutrisi, salah satunya ialah adanya
velamen pada family Orchidaceae. Joca dkk (2017) juga menambahkan bahwa velamen
tersebut berada pada eksternal ke endodermis, lapisan luar korteks, dan terdiri dari sel-sel
yang telah mati.
Berdasarkan hasil pengamatan pada akar Dendrobium sp. di atas, dapat diartikan
bahwa velamen merupakan derivate epidermis yang berada di lapisan luar setelah korteks.
Dapat terlihat pula bahwa velamen terdiri dari beberapa lapis sel yang berongga. Jika
dilihat dari letaknya yang berada di lapisan paling luar, maka sudah pasti bahwa velamen
memiliki fungsi perlindungan bagi sel-sel di bawahnya. Penjelasan di atas sesuai dengan
pernyataan Sugiyarto dkk (2016), yang menyatakan bahwa velamen pada anggrek
merupakan lapisan luar yang terdiri dari lapis-lapis sel berongga dan transparan, serta
merupakan lapisan pelindung pada system saluran akar. Sugiyarto dkk (2016) juga
menambahkan bahwa fungsi dari velamen ialah untuk melindungi akar dari kehilangan
air selama proses transpirasi dan evaporasi, menyerap air, melindungi bagian dalam akar,
serta membantu melekatkan akar anggrek pada benda yang ditumpanginya.
BAB V

PENUTUP

5.1.Kesimpulan
Kesimpulan dari dilaksanaknnya praktikum epidermis dan derivatnya ialah sebagai berikut:
1. Stomata adalah celah di antara epidermis yang diapit oleh 2 sel epidermis khusus yang
disebut sel penutup. Di sekat sel penutup terdapat sel-sel yang mengelilinginya disebut
sel tetangga. Sel penutup dapat membuka dan menutup sesuai dengan kebutuhan
tanaman akan transpirasinya, sedangkan sel-sel tetangga turut serta dalam perubahan
osmotic yang berhubungan dengan pergerakan sel-sel penutup. Tipe stomata pada daun
Rhoeo discolor merupakan stomata dengan empat hingga enam sel tetangga yang
mengelilingi sel penutup.
2. Trikoma merupakan tonjolan epidermis arah keluar yang bersifat sebagai alat tambahan
pada tumbuhan. Trikoma sering dijumpai pada organ yang masih aktif yaitu pada organ
batang, buah, akar dan daun. Trikoma pada daun terdapat pada permukaan atas saja dan
permukaan bawah saja, atau keduanya. Berdasarkan pengamatan trikoma pada Hibiscus
rosa-sinensis, Hibiscus tiliaceus, dan Solanum melongena, didapatkan hasil bahwa
ketiga spesies ini memiliki trikoma tipe non-glandular dimana trikoma tidak
menghasilkan sekret dengan bentuk bervariasi, mulai dari uniseluler hingga bentuk
menyerupai bintang dengan banyak lengan.
3. Sel kipas merupakan sederet sel yang lebih besar daripada sel epidermis lainnya,
berdinding tipis, bervakuola besar dan berisi air. Fungsi sel kipas sendiri adalah
melindungi jaringan di bawahnya agar tidak mengalami kerusakan akibat kehilangan
air yang lebih besar serta membuka dan menutup daun dalam proses penggulungan
daun. Berdasarkan hasil pengamatan, sel kipas pada daun Zea mays tersusun berderet di
seluruh permukaan atas daun atau hanya di antara alur-alur berkas pengangkut. Pada
irisan melintang bentuknya menyerupai kipas dengan sel yang paling besar berada di
tengah
4. Litokis merupakan derivate epidermis yang memiliki bentuk khusus. Dindingnya
mengalami penebalan ke arah lumen sel, epidermis yang mengalami penebalan dari luar
ke dalam. Penebalan ini berbentuk rumah lebah mengandung selulosa dan kalsium
karbonat yang disebut sistolit
5. Velamen pada anggrek merupakan lapisan luar yang terdiri dari lapis-lapis sel berongga
dan transparan, serta merupakan lapisan pelindung pada system saluran akar. Fungsi
dari velamen ialah untuk melindungi akar dari kehilangan air selama proses transpirasi
dan evaporasi, menyerap air, melindungi bagian dalam akar, serta membantu
melekatkan akar anggrek pada benda yang ditumpanginya.
5.2.Saran
Praktikum dengan judul “Epidermis dan Derivatnya” telah terlaksana dengan baik
dan teratur. Saran terhadap praktikum selanjutnya ialah agar praktikan tetap focus dan
bersungguh-sungguh dalam menjalankan praktikum, mengingat praktikum kali ini hanya
diadakan secara online dikarenakan kondisi yang tidak memungkinkan untuk melakukan
praktikum secara langsung di laboratorium. Dengan pemahaman yang baik meskipun hanya
secara online, diharapkan di waktu yang akan datang para praktikan tetap bisa menjalankan
praktikum secara langsung di laboratorium dengan tanpa kesulitan.
DAFTAR PUSTAKA

Ai, N. S. dan Lenak, A. A. 2014. Penggulungan Daun pada Tanaman Monokotil saat
Kekurangan Air (Leaf Rolling in Monocotyledon Plants under Water Deficit). Jurnal
Bioslogos. 4(2): 49-55.

Anu, O., Rampe, H. L., dan Pelealu, J. J. 2017. Struktur Sel Epidermis dan Stomata Daun
Beberapa Tumbuhan Suku Euphorbiaceae. Jurnal MIPA UNSRAT Online. 6(1): 69-73.

Dewi, V. P., Hindun, I., dan Wahyuni, S. 2015. Studi Trikoma Daun pada Famili Solanaceae
sebagai Sumber Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia. 1(2): 209-218.

Dyah, W. D. 2005. Bertanam Anggrek. Jakarta: Penebar Swadaya.

Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press.

Haryanti, S. 2010. Jumlah dan Distribusi Stomata pada Daun Beberapa Spesies Tanaman
Dikotil dan Monokotil. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 13(2): 21-28.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I. Cetakan ke-1. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan.

Hidayat, E. B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung: ITB.

Hidayat, Z. 2013. Tipe Trikoma dan Stomata pada Daun dari Beberapa Spesies Hibiscus
(Malvaceae). EKSAKTA. 1(14): 77-82.

Iserep, S. 1993. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Bandung: ITB.

Joca, T. A. C, dkk. 2017. The Velament of Epiphytic Orchids: Variation in Structure and
Correlations with Nutrient Absorption. Flora. 230(2017): 66-74.

Kadir, A. 2008. Tanaman Hias Bernuansa Varigata. Yogyakarta: Lily Publisher.

Khairani, N. 2020. Identifikasi Tipe Stomata pada Tumbuhan Angiospermae di Kampus UIN
Ar-Raniry sebagai Referensi Praktikum Anatomi Tumbuhan. Skripsi. Universitas Islam
Negeri Ar-Rainy Darussalam, Banda Aceh.

Lawrence, G. H. M. 1951. Taxonomy of Vascular Plants. New York: The Macmillan Company.

Mulyani, Sri. 2006. Anatomi tumbuhan. Penerbit Kansius Anggota IKAPI : Yogyakarta.

Novalinda, C. 2020. Daun Karet Manfaat Bagi Kesehatan. Medan: UNPI PRESS.
Rohmana, A. 2015. Sitologi (Penebalan Dinding Sel & Plasmolisis). Diakses melalui
https://aulyarohmana16. wordpress.com /2015/06/09/sitologi-penebalan-dinding-sel-
dan-plasmolisis/ pada tanggal 2 Maret 2021.

Sahetapy, M. 2012. Respon Terong (Solanum melongena L.) terhadap Perlakuan Dosis Pupuk
Herbafarm. Jurnal Ilmiah Unklab. 16(1): 1-7.

Sari, W. D. P. dan Herkules. 2017. Analisis Struktur Stomata pada Daun Beberapa Tumbuhan
Hidrofit sebagai Materi Bahan Ajar Mata Kuliah Anatomi Tumbuhan. Jurnal Biosains.
3(3): 156-161.

Setjo, S., Kartini, E., Saptasari, M., dan Sulisetijono. 2004. Anatomi Tumbuhan. Malang:
Universitas Negeri Malang.

Sugiyarto, L., Umniyatie, S., dan Henuhili, V. 2016. Keanekaragaman Anggrek Alam dan
Keberadaan Mikoriza Anggrek di Dusun Turgo Pakem, Sleman Yogyakarta. Jurnal
Sains Dasar. 5(2): 71-80.

Sumardi, I., Agus, P., dkk. 1992. Struktur dan Perkembangan Tumbuh-Tumbuhan. Jakarta:
Dirjend Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.

Sutrian, Y. 2004. Pengantar Anatomi Tumbuh-Tumbuhan tentang Sel dan Jaringan. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.

Tjitrosoepomo. 1983. Botani Umum I. Bandung: Angkara Raya.

Trisiswanti dan Sugimin. 2020. Efektifitas Teknik Clearing Daun untuk Pengamatan
karakteristik Mikromarfologi. Indonesian Journal of Laboratory. 2(3): 47-53.

Anda mungkin juga menyukai