Disusun oleh :
Kelas : R41
Jakarta
2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan. Atas
karunia-Nya berupa nikmat iman dan kesehatan ini akhirnya penulis bisa menyelesaikan
makalah bertema Pancasila. Tidak lupa shawalat serta salam tercurahkan bagi Baginda
Agung Rasulullah SAW yang syafaatnya akan kita nantikan kelak.
Makalah berjudul “Organisasi PGRI dan Serikat Pekerja” dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan dan PGRI. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang telah mendukung serta membantu penyelesaian makalah. Harapannya,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekaligus menumbuhkan
rasa cinta tanah air.
Wassalamualaikum wr.wb
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan.............................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................................2
ii
C. Landasan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG)......................................23
ii
BAB V PENUTUP...........................................................................................................28
A. Kesimpulan.........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PGRI adalah organisasi perjuangan, organisasi profesi dan organisasi
ketenagakerjaan yang berfokus pada bidang keguruan. PGRI sebagai tempat
berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan lainnya merupakan organisasi
perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan yang berdasarkan
Pancasila, bersifat independen, dan non politik praktis, secara aktif menjaga, memelihara,
mempertahankan, dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa yang dijiwai
semangat kekeluargaan, kesetiakawanan sosial yang kokoh serta sejahtera lahir batin,
dan kesetiakawanan organisasi baik nasional maupun internasional.
Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa
Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun
1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu,
Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Tahun 1932 nama Persatuan Guru
Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini
mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan
semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia”
ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia. Pada zaman pendudukan Jepang
segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat
lagi melakukan aktivitas.
1
C. Tujuan
Untuk lebih mempermudah pembaca mempelajari, menemukan dan mengetahui
hal-hal yang ada di PGRI. Selain itu tujuan yang sangat penting yaitu, untuk lebih
mempermudah mengetahui struktur-struktur organisasi PGRI serta asal-usul berdirinya
PGRI.
2
BAB II
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, jati diri adalah ciri-ciri, gambaran atau suatu
benda, identitas. inti, jiwa dan daya gerak dari dalam, spiritualisasi. Jati diri PGRI adalah
identitas organisasi guru yang diwujudkan oleh PGRI sebagai pribadi, sebagai warga
Negara dan sebagai tenaga profesi. Menurut PB PGRI (2000), jati diri PGRI merupakan
urat nadi perkembangan dan keberadaan PGRI dalam keseluruhan perjalanan bangsa
untuk mewujudkan hak-hak asasi guru sebagai pribadi, warga Negara dan pengembang
profesi. Sebagaimana telah tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga (AD/ART) PGRI pasal 3, bahwa jati diri PGRI adalah sebagai berikut:
3
baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara, maupun pemangku profesi
keguruan. PGRI berjuang untuk mewujudkan hak-hak kaum guru dalam wadah
NKRI.
3. PGRI sebagai organisasi ketenagakerjaan
PGRI sebagai organisasi ketenagakerjaan adalah organisasi yang menyadari
bahwa anggotanya mempunyai hak untuk bekerja, untuk memilih tempat kerja secara
bebas untuk memperoleh lingkungan kerja yang pantas dan aman dan untuk
dilindungi dan hak untuk mendapatkan upah dan pekerjaan secara adil tanpa
diskriminasi serta hak untuk membentuk dan bergabung dalam serikat pekerja (traid
union) untuk melindungi kebutuhan-kebutuhannya.PGRI merupakan wadah
pejuangan hak-hak azasi guru sebagai pekerja terutama dalam kaitannya dengan
kesejahteraan. Ketenagakerjaan atau disebut organisasi serikat pekerja adalah suatu
jenis organisasi yang didirikan sendiri oleh anggotanya, dilaksanakan oleh
anggotanya dan untuk kepentingan anggotanya itu sendiri tanpa intervensi dari pihak
luar. Dari ringkasannya dari anggota dan untuk anggota. Itulah serikat pekerja. Guru
sebagai kelompok tenaga kerjaprofesional memerlukan jaminan yang pasti
menyangkut hukum, kesejahteraan, hak-hak pribadi sebagai warga Negara.
B. Dasar PGRI
Jati diri PGRI memiliki dasar yang dalam dan kokoh. Dengan dasar yang kokoh itu
jati diri PGRI menjadi landasan filosofi yang kuat bagi PGRI dalam mengemban misi
sebagai organisasi perjuangan organisasi profesi, organisasi ketenagakerjaan. Dasar –
dasar Jatidiri PGRI, meliputi :
1. Dasar Historis
PGRI berdasar hakekat kelahirannya merupakan bagian dari perjuangan semesta
rakyat indonesia melalui profesi keguruan menyebarkan semangat perjuangan dalam
merebut, menegakkan, menyelamatkan dan mempertahankan kemerdekaan negara
kesatuan republik indonesia 17 agustus 1945 yang berdasarkan pancasila dan uud
1945
4
2. Dasar idiologis – politis
Secara idiologis-politik, pgri berkwajiban untuk mewujudkan cita-cita
kemerdekaan melalui pembangunan nasional dibidang pendidikan serta terikat
dengan pelaksanaan pancasila dan undang-undang dasar 1945 secara murni dan
konsekwensi.
3. Dasar sosiologi dan iptek
Dalam pengabdiannya, pgri selalu bersifat responsif, adaptif, inovatif dan selektif
terhadap keadaan masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
5
D. Ciri Jati Diri PGRI
1. Nasionalisme
Nasionalisme adalah kesadaran suatu warga Negara yang secara professional atau
actual bersama – sama mencapai, mempertahankan dan mengabdiakan identitas,
intergritas kemakmuran dan kekuatan bangsa secara mandiri. Dalam hal ini PGRI
mengutamakan persatuan dan kesatuan sebagai modal dasar dengan memupuk sikap
dan sifat patriotisme sebagai jiwa dan semangat PGRI dalam melaksanakan misinya.
Indonesia yang merupakan Negara kepulauan dengan berbagai macam suku bangsa,
bahasa daerah, budaya dan dapat istiadat perlu mewujudkan persatuan dan kesatuan.
Sikap ini harus diawali dari kehidupan sehari –hari di rumah, dalam pergaulan,
disekkolah. Hal itu akan terwujud jika kita bila diantar kita saling mengenal,
memahami, saling menghormati dan saling menghargai.
2. Paham demokrasi
Paham demokrasi diawali dalam system pemerintahan kota bangsa Yunanai (508
SM). Bentuk pemerintahan baru itu kemudian dinamakan “ demokrasi”, artinya
pemerintahan oleh rakyat. Jadi demokrasi itu sudah ada sebelum Kristen dan islam
lahir sebagai agama besar di dunia. Kemudian demokrasi memasuki abad
Rasionalisme yaitu suatu aliran mendasarkan pemikiran atas akal semata – mata.
Suatu teori yang mengandung prinsip – prinsip keadilan yang universal, yang berlaku
bagi semua waktu dan semua manusia. Teori ini mendasari pengertian dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi didasarkan bahwa semua manusia pada
prinsip kedaulatan rakyat yang mengandung pengertian bahwa semua manusia pada
dasarnya memiliki kebebasan dan hak serta kewajiban yang sama. Kesamaan hak dan
mengeluarkan pendapat telah dilakukan dalam kehidupan sehari – hari, seperti gotong
– royong, dalam organisasi masyarakat dan dalam organisasi sekolahan.
6
3. Kemitraan
Kata “mitra” mempunyai arti teman, sahabat atau kawan kerja. Menjalin
kemitraan berarti menjalin persahabatan. Seseorang yang menjalain persahabatan
dengan orang lain diharpkan memperoleh kebahagiaan dan keuntungan dikedua belah
pihak. PGRI sebagai oraganisasi pejuang pendidik dan pendidik pejuang selalu
berusaha menjalain dan mengembangkan kemitraan dalam bentuk kerjasama nasional
maupun internasional. Kesemuannya itu dimaksudkan untu kmembela hak dan nasib
pekerja pada umumnya dan guru pada khususnya.
4. Unitarisme
Pengertian “unitarisme” mengandung arti suatu ajaran atau paham yang
menginginkan suatu bentuk kesatuan ( misalnya Negara kesatuan). Sedang pengertian
ciri unitarisme dalam organisasi PGRI ialah semua guru dapat menjadi anggota
dengan tidak membedakan latar belakang, tingkat dan jenis kelamin, status, asal –
usul serta adat istiadat. Sikap dan perilaku yang unitaristik ditandai dengan sikap
yang toleran, sabar dan penuh pengertian. Sangat tidak terpuji sebagai siswa lembaga
PGRI, apabila disekolah ada berbagai kelompok yang menonjolkan adanya
perbedaan yang didasarkan pada agama, ras, suku dan social ekonomi.
5. Profesionalisme
Kata “Profesionalisme” diturunkan dari kata “professional” yang berarti segala
sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilandasi pendidikan seseorang
dikatakan professional apabila ia telah mendapatkan pendidikan dan kepandaian
khusus untuk menjalankan pekerjaannya. Ciri profesioanlisme artinya PGRI
mengutamakan karya dan kemampuan profesionalisme dikalangan siswa. PGRI
mewajibkan siswa belajar sungguh – sungguh sesuai dengan bakat minat dan cita –
citanya, agar memperoleh suatu keahlian atau dalam mengerjakan sesuatu.
7
6. Kekeluargaan
Hubungan sosial dalam bentuk kekeluargaan sangat dikenal di Indonesia. Sikap
kekeluargaan ditunjukan dalam sikap dan perilaku keseharian. Sikap gotong –
royong, ramah, tenggang rasa, saling membantu dan rasa senasib dan
sepenanggungan dapat dilihat dalam kehidupan didesa. Dalam kekeluargaan akan
tumbuh sikap saling asah, asuh, ajrih. Saling asah berarti saling membntu dalam
memperoleh pengetahuan, saling asih berkaitan dengan kasih saying sesame siswa
lembaga PGRI. Saling Asuh mempunyai makna saling mengingatkan apabila ada
kesalahan. Ajrih berarti sikap segan atau hormat, sikap takut melanggar tata tertib
atau peraturan, baik yang diatur oleh manusia maupun yang diatur dalam agama.
7. Kemandirian
Organisasi PGRI memiliki ciri kemandirian, artinya bahwa dalam melaksanakan
sesuatu tidak sepenuhnya bergantung pada pihak lain, PGRI bertumpu pada
kepercayaan, kemampuan diri sendiri, tanpa ketertarikan dan ketergantungan pada
pihak lain. Dalam era globalisasi dengan pesatnya kemajuan teknologi dan informasi
sangat memerlukan kemandirian dan kerja sama antar bangsa. Seseorang memiliki
kemandirian apabila mempunyai kemampuan, percaya diri serta keberanin untuk
berbuat dan bertindak untuk mencapai kemajuan. Kemandirian yang harus dimiliki
siswa lembaga pendidikan PGRI, adalah berrbekal pengadaan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kemampuan berinteraksi dengan orang lain.\
8. Non Partai
Ciri non partai artinya bahwa PGRI tidak mempunyai hubungan organisasi
dengan sosial politik namapun sebagai organisasi. PGRI tidak menganut suatu paham
politik tertentu, tidak menjadi bagian dari partai dari politik apapun dan tidak
melakukan kegiatan – kegiatan politik praktik seperti yang dilakukan oleh partai
politik. Hakekat dan ciri non partai politik adalah kemandirian yang berarti memiliki
kemampuan diri. Disekolah ciri non partai ini harus dapat ditunjukkan dalam
wawasan wiyata mandala. Arti kata “ wawasan” berarti pandangan, “ wiyata” berarti
pengajaran. Jadi wawasan wiyata mandala adalah suatu pandangan bahwa sekolah
adalah lingkungan belajar mengajar, yang terlepas dari pengaruh apapun yang dapat
mengganggu proses belajar mengajar tersebut. Kewajiban siswa PGRI harus dapat
8
menciptakan wawasasn wiyata mandala disekolah. Untuk menciptakannya, siswa
harus menjaga pengaruh – pengaruh dari luar yang dapat mengganggu proses belajar
mengajar. Misalnya pengaruh untuk ikut tawuran atau berkelahi, ikut serta berpolitik
praktis.
9. Jiwa, Semangat dan Nilai-niali 1945
Jiwa, Semangat dan Nilai-niali 1945 itu adalah upaya PGRI dalam menegakkan
dan melestarikan semangat perjuangan kemerdekaan 1945 sebagai jiwa kejuangan
bangsa kepada generasi penerus. Semangat para pejuang dan pendiri bangsa selalu
disertai dengan semangat rela berkorban, pantang mundur, dan pengabdian kepada
bangsa Indonesia tanpa pamrih. Rela berkorban bukan berarti mengorbankan diri
dengan sia – sia, tetapi berkorban dalam membela keadilan dan kebenaran. Rela
berkorban harus disertai keiklasan dan kejujuran. Sikap pantang mundur memeberi
makna tidak mudah putus asa. Siswa PGRI harus terus belajar. Kegagalan merupakan
awal keberhasilan. Belajar dan bekerja merupakan motto lembaga pendidikan PGRI.
Sifat pengabdian kepada bangsa pernyataan sikap seluruh rakyat sebagai bangsa
Indonesia dari sabang sampai merauke. Membela bangsa Indonesia perlu ditumbuh
kembangkan.
E. Sifat PGRI
9
BAB III
10
Etika, pada hakikatnya merupakan dasar pertimbangan dalam pembuatan
keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara umum
etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam
interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang
sebaikbaiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku.
Bisa ditarik kesimpulan bahwa kode etik guru indonesia adalah himpunan nilai-
nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematis dalam
suatu sistem yang utuh dan bulat. Kode etik guru indonesia berfungsi sebagai landasan
moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas
pengabdianya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam
kehidupan sehari hari di masyarakat. Dengan demikian , kode etik guru indonesia
merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota
profesi keguruan.
Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan
menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi
undang-undang. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan
norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam
hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi,
organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial,
etika dan kemanusiaan. Dalam buku lain, Kata “etik” berasal dari bahasa Yunani,
“ethos” yang berarti watak, adab atau cara hidup. Dapat diartikan bahwa etik itu
menunjukkan “cara berbuat yang menjadi adat, karena persetujuan dari kelompok
manusia”. Atau secara harfiah kode etik berarti sumber etik. Jadi kode etik guru itu
dapat diartikan sebagai aturan tata susila keguruan.
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan dan dipatuhi
oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam
hidupnya di masyarakat.
Jika lebih diperinci lagi, Maksud kode etik adalah norma-norma yang mengatur
hubungan kemanusiaan (relationship) antara guru dan lembaga pendidikan
(sekolah), guru dan sesama guru, guru dan peserta didik, guru dan lingkungannya.
11
Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Artinya setiap
pendidik yang profesional akan melaksanakan etika jabatannya sebagai pendidik.
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) dalam temu karya pendidikan III dan
rakornas di Bandung Tahun 1991 mengemukakan kode etik sarjana pendidikan
Indonesia sebagai berikut:
1) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia dan jujur berdasarkan Pancasila dan
UUD 45.
2) Menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik.
3) Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.
4) Selalu menjalankan tugas dengan berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan
Ilmu Pendidikan.
5) Selalu melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Pada intinya dapat disimpulkan bahwa kode etik tersebut mengatur tentang apa
yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan guru dalam menjalankan tugas
profesionalnya.
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah
guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat
fisiknya Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan
secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan
bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar,
mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Guru semestinya dipilih dari sekian banyak orang yang mencalonkan diri, dan
diambil yang memenuhi syarat. Inilah guru yang mulia, sebagai pewaris Nabi.Tugas
guru bukan sebatas penyampai mata pelajaran ke sana kemari, dari satu sekolah ke
sekolah yang lain. Semestinya kita harus jujur, jika bangsa Indonesia yang saat ini
belum bangkit, dan bahkan justru bertambah bebannya adalah sebagai akibat dari
mempercayakan guru kepada orang-orang yang bukan semestinya. Kualitas pendidikan
sangat ditentukan oleh kualitas guru. Sebagai contoh sederhana, kita harus pahami
bahwa jika siswa tidak pintar ilmu fiqih, bukan kemudian hanya menyalahkan para
12
siswanya sulit diajari ilmu fiqih, atau referensi yang kurang lengkap, tetapi hal itu
disebabkan, salah dalam memilih guru, karena dia bukan bidangnya.
B. Tujuan Kode Etik Guru
Dalam setiap profesi tentunya memiliki kode etik masing-masing yang harus
dipatuhi oleh segenap jajaran yang ada pada profesi tersebut dan dalam hal ini adalah
profesi guru. Tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan
mengadakan kode etik adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau
masyarakat, agar mereka jangan sampai memendang rendah atau remeh terhadap
suatu profesi. Oleh karena itu setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai
tindakan yang dapat mencemarkan nama baik tprofesi terhadap masyarakat.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Kesejahteraan dalam konteks ini meliputi kesejahteraan yang bersifat lahir
(material) ataupun kesejahteraan yang bersifat batin (spiritual atau mental).
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan
pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah
mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya.
Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan
para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi, kode etik juga memuat norma-norma dan
anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu
pengabdian para anggotanya.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap
anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan
kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
13
C. Fungsi Kode Etik Guru
Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan
pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan
oleh : Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai
pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang
professional. Biggs dan Blocher ( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu
: (1) Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah. (2) Mencegah terjadinya
pertentangan internal dalam suatu profesi. (3) Melindungi para praktisi dari kesalahan
praktik suatu profesi. Oteng Sutisna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru
dengan teman kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam
bidang mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik. Sutan Zahri dan Syahmiar
Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri,
antara lain :
1. Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan
pemerintah.
3. Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab
pada profesinya.
4. Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan
profesinya dalam melaksanakan tugas.
Ketaatan guru pada Kode Etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai
dengan norma- norma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang
oleh etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya selama
menjalankan tugas-tugas profesional dan kehidupan sebagai warga negara dan anggota
masyarakat. Dengan demikian, aktualisasi diri guru dalam melaksanakan proses
pendidikan dan pembelajaran secara profesional, bermartabat, dan beretika akan
terwujud.
Kode Etik Guru dibuat oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. PGRI misalnya,
telah membuat Kode Etik Guru yang disebut dengan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI).
14
KEGI ini merupakan hasil Konferensi Pusat PGRI Nomor V/Konpus II/XIX/2006
tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta yang disahkan pada Kongres XX PGRI No.
07/Kongres/XX/PGRI/2008 tanggal 3 Juli 2008 di Palembang. KEGI ini dapat menjadi
Kode Etik tunggal bagi setiap orang yang menyandang profesi guru di Indonesia atau
menjadi referensi bagi organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI untuk
merumuskan Kode Etik bagi anggotanya.
Dengan demikian akan terciptanya suasana yang harmonis dan semua anggota akan merasakan
adanya perlindungan dan rasa aman dalam melakukan tugas-tugasnya. Secara umum, kode etik
ini diperlukan dengan beberapa alasan, antara lain :
a. Untuk melindungi pekerjaan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan yang telah
ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
b. Untuk mengontrol terjadinya ketidakpuasan dan persengketaan dari para
pelaksana, sehingga dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan
eksternal pekerjaan.
c. Melindungi para praktisi di masyarakat, terutama dalam hal adanya kasus-kasus
penyimpangan tindakan.
d. Melindungi anggota masyarakat dari praktek-praktek yang menyimpang dari
ketentuan yang berlaku.
Di dalam Pasal 28 undang-undang nomor 8 tahun 1974 menjelaskan tentang
pentingnya kode etik guru dengan jelas menyatakan bahwa" pegawai negeri sipil
memiliki kode etik sebagai pedoman sikap, sikap tingkah laku dan perbuatan di dalam
dan di luar kedinasan." Dalam penjelasan undang undang. Tersebut dinyatakan Bahwa
dengan adanya kode etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara
dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
15
melaksanan tugasnya dan dalam pergaulan sehari hari. Selanjutnya dalam kode etik
pegawai negeri sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab pegawai negeri .
Soetjipto dan Raflis Kosasi menegaskan bahwa kode etik suatu profesi adalah
norma norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan
tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma norma tersebut berisi
petunjuk petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan
profesinya dan larangan larangan yaitu ketentuan ketentuan tentang apa yang tidak boleh
diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi
mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam
pergaulannya sehari-hari dalam masyarakat.
4) Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang
tua murid sebaik-baiknya bagikepentingan anak didik.
16
7) Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan
lingkungan maupun didalamhubungan keseluruhan.
Kode etik guru merupakan suatu yang harus dilaksanakan sebagai barometer dari semua
sikap dan perbuatan guru dalam berbagai segi kehidupan, baik dalam keluarga , sekolah
maupun masyarakat.
4) Kerja sama lembaga pendidikan dengan orang tua dan dengan tokoh-tokoh
masyarakat perlu ditingkatkan.
7) Kalau pendidik melanggar kode etik pendidik tidak mempan dinasehati atau
dihimbau oleh pemimpin lembaga, maka para pemimpin itu dapat mengenakan
sanksi kepada mereka sesuai dengan aturan yang berlaku atau sesuai dengan
peraturan lembaga bersangkutan yang sudah disepakati bersama.
17
E. Nilai-nilai Dasar dan Nilai Operasional Kode Etik Guru
Pasal 5
3). Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan
kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,
Pasal 6
1) Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan
Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
2) Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif
mengenai perkembangan peserta didik.
3) Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan
orangtua/walinya.
18
Hubungan Guru dengan Masyarakat :
1) Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien
dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
2) Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
3) Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
19
3. Meningkatkan kesejahteraan para pendidik.
4. Sejalan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan para pendidik, kerjasama
lembaga pendidikan dengan orang tua, dan dengan tokoh-tokoh masyarakat juga
perlu ditingkatkan.
Kode etik hanya ditetapkan oleh organisasi profesi yang berlaku dan memikat para
anggotanya. Penetapan kode etik ditetapkan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan
demikian, penetapan kode etik tidak dapat dilakukan oleh orang secara per orangan, tetapi
harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota profesi dan
organisasi tersebut.
Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur
pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara
khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dibuatkan ke
dalam bentuk aturan atau kode tertulis yang secara sistematik dan sengaja dibuat
berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada serta pada saat yang dibutuhkan akan bisa
difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara
logika-rasional umum (common sense) di nilai menyimpang dari kode etik.
Sedangkan secara umum etika dapat diartikan sebagai disiplin filosofis yang sangat
diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan pola-
pola perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku.
Dengan adanya etika profesi guru, guru dapat memilih dan memutuskan
perilaku yang paling baik sesuai dengan norma-norma moral yang berlaku. Dengan
demikian akan terciptanya suatu pola-pola hubungan antar guru-murid, juga dalam
hubungannya guru dengan masyarakat yang baik dan harmonis, seperti saling
menghormati, saling menghargai, tolong menolong dan sebagainya.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat
memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bila mana dalam elit profesional tersebut
ada kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin
memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.
20
Sering kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi,
sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu
dapat meningkatkan menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila
demikian, aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku
meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya
memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
Adapun sanksi yang dikenakan kode etik guru tersebut adalah guru dapat diberhentikan tidak
dengan hormat dari jabatan sebagai guru, karena :
1) Teguran
2) Peringatan tertulis
3) Penundaan pemberian hak guru
4) Penurunan Pangkat
5) Pemberhentian dengan hormat
6) Pemberhentian tidak dengan hormat.
21
BAB IV
1. Kekurangan jumlah guru (shortage), khususnya pada daerah terluar, terdepan, dan
tertinggal.
22
4. Guru-guru yang kompetensinya masih kurang (low competence).
a. Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang
kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan
tinggi yang terakreditasi.
23
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
24
D. Tujuan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG)
Dengan demikian, tujuan program Pendidikan profesi Guru (PPG) adalah untuk
mewujudkan guru-guru yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya, yang
pengakuan secara tertulisnya dibuktikan dengan dimilikinya Sertifikat Pendidikan
Profesional.
25
E. Proses Penyelenggaraan Program PPG
Proses penyelenggaraan Program PPG mengacu pada standar proses pada Standar
Pendidikan Guru. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 55 Tahun
2017 tentang Standar Pendidikan Guru Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa standar proses
merupakan kriteria minimal pelaksanaan pembelajaran pada Program PPG untuk memperoleh
capaian pembelajaran lulusan sebagai Guru profesional.
Permendikbud Nomor 37 Tahun 2017 (untuk dalam jabatan) dan Permendikbud
Nomor 87 Tahun 2013 (untuk prajabatan). Berikut ringkasannya :
c. Guru dalam Jabatan atau pegawai negeri sipil yang mendapatkan tugas mengajar
yang sudah diangkat sampai dengan akhir tahun 2015 (SK Bupati untuk guru
honorer/GTT).
26
2. PPG Prajabatan
6) Berusia maksimal 28 tahun dan belum menikah (bersedia tidak menikah sampai
selesai studi PPG).
7) Selain peserta dengan kriteria di atas, PPG Prajabatan juga ditujukan bagi lulusan
SM-3T (Sarjana Mendidik Di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal).
27
27
BAB V
PENUTUP
B. KESIMPULAN
PGRI sebagai tempat berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan
lainnya merupakan organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi
ketenagakerjaan yang berdasarkan Pancasila, bersifat independen, dan non politik
praktis, secara aktif menjaga, memelihara, mempertahankan, dan meningkatkan
persatuan dan kesatuan bangsa yang dijiwai semangat kekeluargaan, kesetiakawanan
sosial yang kokoh serta sejahtera lahir batin, dan kesetiakawanan organisasi baik
nasional maupun internasional. PGRI berjuang untuk mewujudkan hak-hak kaum guru
dalam wadah NKRI. Kinerja guru professional akan tercermin dalam pelaksanaan
tugasnya yang dilandasi keahlian dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki
oleh guru professional diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang
diprogramkan secara khusus.
28
DAFTAR PUSTAKA
iv