Anda di halaman 1dari 11

Embriologi genitalia wanita

Sistem genitalia
Diferensiasi sek merupakan proses komplek yang dipengaruhi banyak gen, meliputi beberapa
gen autosomal. Kunci untuk perbedaan seksual adalah kromosom Y yang mengandung gen
SRY (sex-determining region on Y) terdapat pada lengan pendek (Yp11). Produk protein gen
ini adalah faktor transkripsi yang memulai rangkaian rudimentari organ seksual. Protein SRY
adalah testis-determining factor; mempengaruhi pembentukan genital laki-laki. Tanpa adanya
SRY maka akan terbentuk genitalia wanita.

Gonad
Walaupun sek embrio ditentukan secara genetik pada saat fertilisasi, gonad tidak
menunjukkan karakteristik laki-laki maupun perempuan hingga usia tujuh minggu. Gonad
pada mulanya berupa sepasang garis longitudinal disebut garis genital atau gonadal (gambar
(14.17).

Mereka terbentuk oleh proliferasi epitel dan kondensasi mesenkim. Sel germinal tidak
tampak dalam garis genital hingga perkembangan enam minggu. 
Sel germinal primordial pertama kali muncul pada tahap awal perkembangan diantara sel
endoderm pada dinding yolk sac dekat dengan allantois (gbr 14.18A). Mereka bermigrasi
dengan gerakan ameboid sepanjang bagian dorsal mesenterium hindgut, sampai di gonad
primitif pada awal minggu ke lima dan menginvasi garis genital pada minggu keenam (gbr
14.18B).

Jika gagal mencapai garis genital, maka gonad tidak akan terbentuk. Oleh karena itu sel
germinal primordial memiliki pengaruh induktif pada perkembangan gonad menjadi ovarium
atau testis. Segera sebelum dan selama kedatangan sel germinal primordial, epitel garis
genital berproliferasi dan sel epitel melakukan penetrasi mesenkim. Mereka membentuk
sejumlah primitive sex cord (gbr 14.19). Pada embrio laki-laki maupun perempuan, primitive
sex cord terhubung dengan permukaan epitel dan  sel tersebut tidak mungkin berdiferensiasi
menjadi gonad laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu disebut indifferent gonad.

Ovarium
Pada embrio wanita dengan sek kromosom XX dan tanpa kromosom Y, primitive sex cord
memisahkan diri menjadi kelompok sel (gbr 14.21 dan 14.22A). Kelompok tersebut, meliputi
sel germinal primitif, menempati daerah medular ovarium. Akhirnya mereka menghilang dan
diganti oleh stroma vaskular yang membentuk medula ovarium (gbr 14.22).
Permukaan epitel gonad perempuan, tidak seperti pada laki-laki, terus berproliferasi. Pada
minggu ke tujuh, primitive sex cord membentuk generasi kedua yaitu cortical cords yang
memasuki lapisan dalam mesenkim tetapi masih dekat dengan permukaan (gbr 14.22A). Pada
bulan ke empat, cortical cord membelah menjadi kelompok sel terisolasi, yang masing-
masing mengelilingi satu atau lebih sel germinal primitif (gbr 14.22B). Sel germinal
selanjutnya berkembang menjadi oogonia dan melingkari sel epitel, membentuk sel folikular.

jadi dapat dinyatakan bahwa genetik sek embrio ditentukan pada saat fertilisasi, tergantung
apakah spermatosit membawa kromosom X atau Y. Pada embrio dengan kromosom sek XX,
jaringan medular gonad mengalami regresi dan jaringan kortikal terbentuk (gbr 14.21 dan
14.22). Pada embrio dengan kromosom sex XY, jaringan medular berkembang menjadi testis
sedangkan jaringan kortikal sekunder tidak terbentuk (gbr 14.20 dan 14.21).

Duktus genital
Periode Indifferen
Pada awalnya embrio laki-laki maupun perempuan memiliki dua pasang duktus genital:
duktus mesonefrikus (wolffian) dan duktus para mesonefrikus (mullerian). Duktus
paramesonefrikus muncul sebagai invaginasi longitudinal epitel diatas permukaan
anterolateral daerah urogenital. Pada bagian atas duktus terbuka ke dalam kavum abdomen
dengan struktur menyerupai corong. Pada bagian kaudal berjalan disebelah lateral duktus
mesonefrikus, kemudian melintasi duktus mesonefrikus dan mengarah ke kaudomedial (gbr
14.23).

Pada garis tengah menempel dengan duktus paramesonefrikus dari bagian samping. Dua
duktus pada mulanya dipisahkan oleh septum tetapi kemudian berfusi menjadi saluran uterus
(gbr 14.24A). Ujung kaudal mengarah pada dinding belakang sinus urogenital membentuk
tuberkel mullerian. Duktus mesonefrikus terbuka ke arah sinus urogenital pada salah satu
tuberkel mulerian.

Regulasi molekuler dalam perkembangan duktus genital


SRY adalah gen utama dalam perkembangan testis dan berpengaruh secara langsung pada
gonad dan secara tidak langsung pada duktus mesonefrikus. Jadi, SRY memacu testis
mengeluarkan faktor kemotaktik yang menyebabkan tubulus dari duktus mesonefrikus
menembus  gonad dan memacu perkembangan testikuler lebih lanjut.
Terbukti, tanpa adanya penetrasi oleh tubulus tersebut, diferensiasi testis akan gagal. SRY
juga mengatur  faktor steroidogenesis 1 (SF1) yang bekerja melalui faktor transkripsi lain,
SOX9 untuk memacu diferensiasi sel sertoli dan leydig. Sel sertoli kemudian memproduksi
mullerian inhibiting substance (MIS) atau juga disebut anti mullerian hormone (AMH) yang
menyebabkan regresi duktus paramesonefrikus. Sel leydig memproduksi testosteron, yang
memasuki jaringan sel target dalam kondisi tetap atau dirubah menjadi dihidrotestosteron
oleh enzim 5α reductase.

testosteron dan dihidrotestosteron terikat pada reseptor protein intraseluler dengan afinitas
tinggi dan akhirnya komplek hormon-reseptor ini akan terikat pada DNA untuk meregulasi
transkripsi gen spesifik dan produk protein mereka (gbr 14.25). Testosteron memacu virilisasi
duktus mesonefrikus sedangkan dihidrotestosteron memacu diferensiasi genitalia eksterna
laki-laki (gbr 14.26).

diferensiasi seksual pada wanita sebelumnya dianggap karena tidak adanya kromosom Y,
tetapi sekarang diketahui terdapat beberapa gen yang memacu perkembangan ovarium.
Sebagai contoh, DAX1, golongan reseptor hormon, berlokasi pada lengan pendek kromsom
X dan bekerja dengan menurunkan aktifitas SF1, sehingga mencegah diferensiasi sel sertoli
dan leydig. Faktor pertumbuhan WNT4 juga berpengaruh pada diferensiasi ovarium dan pada
ekspresi awal pada gonad dipelihara pada wanita dan mengalami penurunan pada laki-laki.
Dengan tidak adanya produksi MIS oleh sel sertoli, duktus paramesonefrikus distimulasi oleh
estrogen dan terbentuk tuba uterina, uterus, servik dan vagina bagian atas. Estrogen juga
mempengaruhi pembentukan genitalia eksterna berupa labia mayora, labia minora, klitoris
dan vagina bawah (gbr 14.26).

duktus genitalia wanita


duktus paramesonefrikus berkembang menjadi duktus genital utama wanita. Mulanya, tiga
bagian dapat dikenali yaitu (a) bagian cranial yang terbuka pada kavum abdomen, (b) bagian
horizontal yang melintasi duktus mesonefrikus dan (c) bagian kaudal yang bergabung dengan
duktus mesonefrikus dari sisi yang berlawanan (gbr 14.24A). Dengan penurunan ovarium,
kedua bagian pertama berkembang menjadi tuba uterina (gbr 14.24B) dan bagian kaudal
bergabung membentuk saluran uterus. Saat bagian kedua duktus paramesonefrikus bergerak
ke mediokaudal, garis urogenital bertahap mengarah pada bidang transversal (gbr 14.28 A
dan B). Setelah duktus berfusi pada garis tengah, lipatan transversal pelvik terbentuk
(14.28C). Lipatan ini, yang meluas dari bagian samping duktus paramesonefrikus yang
berfusi menuju dinding pelvis adalah ligamentum latum uteri. Tuba uterina terletak pada
batas atas dan ovarium terletak pada permukaan belakang. Uterus dan ligamentum latum
membagi kavum pelvis menjadi kavum uterorektal dan kavum uterovesikal. Duktus
paramesonefrikus yang berfusi membentuk corpus dan servik uteri. Mereka dikelilingi oleh
lapisan mesenkim yang membentuk pelindung muskular uterus yaitu miometrium dan lapisan
peritoneum yaitu perimetrium.
Vagina
Segera setelah ujung duktus paramesonefrikus mencapai sinus urogenital (gbr 14.29A dan
14.30A), dua evaginasi padat muncul dari bagian pelvis sinus (gbr 14.29B dan 14.30B).
Evaginasi tersebut, bulbus sinovaginal berproliferasi dan membentuk lempeng vagina padat.
Proliferasi berlanjut pada bagian kranial lempeng vagina, melebarkan jarak antara uterus dan
sinus urogenital. Pada bulan ke lima, vagina sudah seluruhnya mengalami kanalisasi.
Perluasan vagina menyerupai sayap disekitar uterus disebut fornik vagina berasal dari
paramesonefrik (gbr 14.30C). Sehingga vagina memiliki dua pembentuk, bagian atas berasal
dari uterus dan bagian bawah dari sinus urogenital. Lumen vagina tetap terpisah dari sinus
urogenital oleh selaput tipis yaitu hymen (gbr 14.29C dan 14.30C), yang terdiri dari lapisan
epitelial sinus dan lapisan tipis sel vagina. Ini biasanya membentuk lubang kecil selama masa
perinatal. Waniita masih menyisakan beberapa jaringan tubulus eksekretorius kaudal dan
kranial di mesovariumn, dimana mereka membentuk epoophoron dan paroophoron (14.24B).
Duktus mesonefrikus menghilang kecuali sedikit bagian kranialditemukan di epoophoron dan
biasanya bagian kecil di kaudal yang ditemukan di dinding uterus atau vagina seperti kista
Gartner
Defek uterus dan vagina
Duplikasi uterus diakibatkan oleh tidak adanya fusi duktus para mesonefrikus. Bentuk paling
berat adalah uterus didelfis, bentuk yang ringan berupa uterus arkuatus (gambar). Salah satu
anomali yang banyak dijumpai adalah uterus bicornis berupa uterus ganda dengan satu
vagina. Keadaan ini banyak dijumpai pada mamalia seperti primata. Pasien dengan atresia
duktus paramesonefrikus komplit atau parsial, bagian rudimenter menjadi bagian tambahan
pada sisi yang berkembang normal. Oleh karena lumen tersebut tidak terdapat hubungan
dengan vagina, maka sering dijumpai komplikasi. Kelainan ini dikenal sebagai uterus
bikornis unikolis dengan bagian rudimenter. Jika atresia terjadi pada kedua sisi,
mengakibatkan atresia servik. Jika tabung sinovaginal gagal menyatu akan terjadi vagina
ganda, dan jika tidak berkembang semuanya, maka akan terjadi atresia vagina. Pada atresia
vagina biasanya dijumpai kantong vagina yang mengelilingi daerah servik. Kantong vagina
tersebut berasal dari duktus paramesonefrikus (gbr 14.31).

Genitalia eksterna
Tahap indifferent
Pada perkembangan minggu ketiga, sel mesenkim yang berasal dari regio primitive streak
berpindah menuju sekitar membran kloaka membentuk pasangan lipatan cloacal. Bagian
kranial lipatan kloakal membentuk tuberkel genital. Lipatan kaudal dibagi menjadi lipatan
uretral dan lipatan anal (gbr 14.32). Sementara itu, penonjolan lain berupa genital swelling
tampak pada tiap sisi lipatan urethral. Genital swelling akan berubah menjadi scrotal pada
laki-laki dan labia mayora pada perempuan. Pada akhir minggu ke enam, masih sulit
membedakan jenis kelamin (gbr 14.34).

Perkembangan genitalia eksterna wanita


Estrogen memacu perkembangan genitalia eksterna wanita. Tonjolan genitalia memanjang
hanya sedikit dan membentuk klitoris; lipatan urethral tidak menyatu seperti pada laki-laki
tetapi berkembang menjadi labia minora. Pembengkakan genital membesar dan membentuk
labia mayora. Lekukan urogenital terbuka dan membentuk vestibula. Walaupun tonjolan
genital wanita tidak memanjang secara ekstensive, tonjolan tersebut lebih besar dibandingkan
pada laki-laki selama masa awal perkembangan (gbr 14.34 dan 14.36). Sehingga penggunaan
panjang tonjolan sebagai kriteria penentuan jenis kelamin pada usg menghasilkan kesalahan
identifikasi selama bulan ketiga dan keempat kehamilan.

korelasi klinis
Gangguan diferensiasi sex
Sindroma klinefelter dengan kariotipe 47, XXY (atau variasi lain XXXY) merupakan
abnormalitas diferensiasi seksual mayor yang sering dijumpai dengan frekuensi 1/500 pria.
Pada pasien mengalami infertil, ginekomastia, gangguan maturasi seksual yang bervariasi dan
beberapa kasus dengan androgenisasi rendah. Nondisjunction pada homolog XX merupakan
penyebab utama. Pada disgenesis gonad tidak dijumpai oosit dan ovarium tampak sebagai
gonad streak. Individu secara fenotip perempuan tetapi memiliki variasi komplemen
kromosom termasuk XY. Swyer syndrome (Disgenesis gonad perempuan XY) akibat mutasi
atau delesi gen SRY. Individu tampak sebagai perempuan normal tetapi tidak menstruasi dan
tidak mengalami perkembangan seksual sekunder saat pubertas. Pasien dengan Turner
syndrome juga memiliki disgenesis gonad. Mereka memiliki kariotipe 45,X dan postur tubuh
pendek, lengkungan palatum tinggi, webbed neck, dada seperti papan, anomali jantung dan
ginjal serta puting inversi (gbr 14.37). Tidak adanya oosit pada 45,X diakibatkan oleh
tingginya kehilangan oosit dan bukan karena abnormalitas sel germinal.

Oleh karena perkembangan seksual laki-laki dan perempuan dimulai dalam cara yang sama,
tidak mengherankan jika abnormalitas dalam diferensiasi dan determinasi sek terjadi. Pada
beberapa kasus abnormalitas tersebut mengakibatkan individu dengan karakteristik sex
ganda, dikenal sebagai hermafrodit. Hermafrodit murni memiliki jaringan testiskular dan
ovarium, biasanya bergabung sebagai ovotestis. Dalam 70% kasus memiliki kariotipe 46,XX
dan memiliki uterus. Genitalia eksterna ambigu atau cenderung perempuan dan kebanyakan
individu tumbuh sebagai perempuan.
Pada pseudohermafrodit, genotip dikaburkan dengan fenotip jenis kelamin lain. jika seorang
pseudohermafrodit memiliki testis, pasien tersebut disebut sebagai pseudohermafrodit pria,
jika memiliki ovarium disebut pseudohermafrodit wanita. Pseudohermafrodit wanita
kebanyakan disebabkan oleh Congenital Adrenal Hiperplasia (syndrom adrenogenital).
Abnormalitas biokimia pada kelenjar adrenal mengakibatkan penurunan produksi hormon
steroid dan peningkatan produksi hormon adrenocortikotropik (ACTH). Kebanyakan kasus,
21-hidroxylation terhambat, seperti 17-hydroxyprogesterone (17-OHP) tidak dirubah menjadi
11-deoxycortisol. Kadar ACTH meningkat sebagai respon terhadap produksi kortisol yang
rendah, yang memscu peningkatan 17-OHP. Akibatnya terjadi produksi androgen berlebih.
Pasien memiliki kromosom 46,XX, kromatin dan ovarium tetapi produksi androgen yang
berlebih mengakibatkan maskulinisasi genitalia eksterna. Maskulinisasi ini bervariasi dari
pembesaran klitoris dan genitalia pria.  Umumnya terjadi hipertrofi klitoris dan fusi parsial
labia mayora sehingga tampak seperti skrotum serta sinus urogenital kecil persisten (gbr
14.38).
Pseudohermafrodit pria memiliki kromosom 46,XY dan sel mereka umumnya tidak
berkromatin. Penurunan produksi hormon androgenik dan MIS mengakibatkan kondisi ini.
Karakteristik internal dan eksternal bervariasi, tergantung pada derajat perkembangan
genitalia ekstrena dan adanya derivat paramesonefrikus.
Androgen insensitivity syndrome (testicular feminization) terjadi pada pasien dengan
kromosom 46,XY tetapi dengan genitalia eksterna perempuan (gbr 14.39). Kelainan ini
akibat gangguan reseptor androgen atau kegagalan respon komplek reseptor-
dihidrotestosteron. Akibatnya, produksi androgen testis tidak efektif memacu diferensiasi
genitalia pria. Oleh karena pasien tersebut memiliki testis dan MIS, sistem paramesonefrik
tertekan dan tuba uterina dan uterus tidak ada. Vagina pendek dan buntu. Testis berada di
inguinal atau labial, tetapi tidak terjadi spermatogenesis. Terdapat peningkatan risiko sekitar
33% terbentuknya tumor testis pada umur 50 tahun. Sindrom ini terkait x-linked recessive
yang terjadi pada 1/20.000 kelahiran hidup.

Sistem urinaria dan genitalia keduanya berasal dari jaringan mesodermal

Genitalia terdiri dari (a) gonad atau kelenjar sek primitif; (b) duktus genitalis dan (c) genitalia
eksterna. Ketiga komponen tersebut mengalami fase indifferent yang membentuk menjadi
laki-laki atau perempuan. Gen SRY pada kromosom Y menghasilkan testes-determining
factor dan mengatur pembentukan kelamin laki-laki. Ekspresi gen SRY mengakibatkan (a)
pembentukan testis (b) pembentukan tunika albuginea dan (c) kegagalan pembentukan
ovarium. Tidak adanya gen SRY,  maka adanya kombinasi antara DAX1 yang menurunkan
SF1 dan berjalannya ekspresi WNT4 pada gonad menyebabkan pembentukan ovarium
dengan (a) terbentuknya kortikal, (b) hilangnya kelenjar medular (testis) dan kegagalan
terbentuknya tunika albuginea (gbr 14.21). 
Jika sel germinal primordial gagal mencapai gonad indiferent, gonad akan tetap indifferent
atau tidak ada. Sistem duktus indeferent dan genitalia eksterna berkembang dibawah
pengaruh hormon. Testosteron menghasilkan sel Leydig pada testis memacu perkembangan
duktus mesonefrikus (vas deferens epididymis), sedangkan MIS yang dihasilkan sel sertoli
testis menyebabkan regresi duktus paramesonefrikus (sistem duktus wanita).
Dihydrotestosterone menstimulasi pembentukan genitalia eksterna, penis, skrotum dan
prostat. Estrogen mempengaruhi perkembangan sistem paramesonefrikus wanita, meliputi
tuba uterina, uterus, servik dan bagian atas vagina. Mereka juga memacu diferensiasi
genitalia eksterna, mencakup klitoris, labia dan bagian bawah vagina (gbr 14.26). Gangguan
produksi atau gangguan sensitivitas terhadap hormon testis mengakibatkan pembentukan
karakteristik wanita dibawah pengaruh estrogen maternal dan plasenta.

Dapus : jurnal sumatera utara tetang sistem reproduksi wanita

Anda mungkin juga menyukai