Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rizkia Okta Tiara (18211065)

Kelas : IAT (IV D)


Mafatih Al-Ghaib
 Fakhruddin Al-Razi merupakan julukan bagi Muhammad ibn Umar ibn Husayn
ibn Hasan ibn Ali, beliau seorang ulama syafi’iyyah dan Ash’ariyyah yang lahir
pada 544 H/1149 M di kota Ray, Iran. Wafat pada tahun 606 H/1209 M.
Ayahnya seorang ulama madzhab Syafi’i dna juga ulama ilmu kalam
Asy’ariyyah. Al-Razi berguru kepada ayahnya hingga ia tumbuh menjadi
seorang Syafi’iyyah dan Asy-‘ariyyah. Salah satu orientasi karya Al-Razi adalah
menolak pemikiran Muktazilah, yaitu; memaparkan pandangan lawan polemic,
menjelaskan titik kelemahannya, menjelaskan pandangan yang sebenarnya,
membangun argumen yang menguatkan dan khas kaum mutaakhirin dan
pandangan logis dari Syafi’i-Asy’ari. Kitabnya banyak memuat banyak hal
selain tafsir. Al-Razi dikenal Syakh Al-Islam karena beliau member misi
penguat Ahlusunnah, begitupu dalam Thariqat muta’akhirin dikenal al-Imam
dalam khazanah ushul fiqh. Tema qiyas menjadi focus kajian dari Al-Razi
karena cirri khas ari ulama muta’akhirin (madzhab syafi’I dan asy’ari). Karya
Al-Razi adalah perluasan dari karya Imam Al-Ghazali yang isinya memberi
pengantar tentang struktur pengetahuan. Teknik penulisannya juga sama dengan
karya Al-Ishraf Fi Ilmi Al-Kalam, yang menempatkan kualitas ilmu kalam dalam
struktur pengetahuan yang logis. Mafatih Al-Ghaib dikategorikan sebagai jenis
tafsir bil Ra’yi. Secara umum Al-Razi menggunakan metode kalam dengan
pendekatan filosofis, meski terkadang terkesan berlebihan dalam
menyampaikannya. Al-Razi juga memasukan data yang tidak berhubungan
dengan tafsirannya, dan tafsir Al-Razi lebih unggul dari tafsir bil Ra’yi lainnya
dari sisi kuantitas.
Al-Razi membahas Al-Fatihah dalam 1 Jilid kitabnya setebal 293
halaman. Pada penafsiran QS.Al-Anbiya: 1-2, Al-Razi menampilkan 1)
Munasabah dan 2) kritik terhadap kelompok Muktazilah. Bisa deiperoleh dua
simpulan: 1) karakteristik (metode) tafsir Al-Razi tidak baku dalam
sistematikanya, 2) Tidak mengutamakan metodologi penafsirannya, tetapi
menitik beratkan pada pembahasan dan penolakan pada ajaran lawan
polemiknya.
Sistematika penafsiran QS. Al-Fatihah Al-Razi yaitu meyebut nama
surat, tempat turunnya, bilangan ayatnya, perkataan-perkataan yang terdapat di
dalamnya, menyebut satu atau beberapa ayat, mengulas kecocokan adengan ayat
lain, sehingga pembaca dapat terfokus pada satu topic tertentu pada sekumpulan
ayat. Ada juga yang mengatakan menggunakan tiga tahap, yaitu; 1) Al-Razi
menjelaskan peta ulum Fatihah per-kata, 2) Fatihah sebagai kesatuan surat, 3)
tafsir ijmali yang membahas aspek-aspek eksternal.
1. Peta ‘Ulum Al-Fatihah, merupakan penjabaran dan rasionalisasi tema-tema
yang ia sebut “’Ulum al-Fatihah”.
a. Kajian Al-Fatihah sebagai Ayat; beliau melahirkan kajian dari redaksi teks
yang ringkas. Beliau menggunakan teknik sabr wa taqsim, sehingga tidak
bisa disebutkan tidak memiliki hubungna dengan ayat yang dibahas. Beliau
membahas dari sudut kebahasaan, sudut ilmu tajwid. Dan konsentrasi pada
kajian ilmu kalam tidak lepas dari karya Al-Razi. Al-Razi juga mengangkat
beberapa kajian khusus tentang pandangan Jabariyah dan Qadariyah
tentang ta’awudz dan dalil tentang keberadaan jin. Pandangan Al-Ghazali
juga memiliki tema tersendiri dlama tafsir ini. Salah satu bentuk kajian
teologi Al-Razi yang sangat kental tariqat al-muta’akhirin yang logis-
ontologis dapat ditemukan pada ulasannya tentang beberapa prediksi
terhadap Allah. Beberapa kalangan mengembangkan kajian tentang nama-
nama Allah, misalnya dzat, nafs, nur, jawhar, dan jism. Yang dapat
diterima Al-Razi hanya istilah dzat. Dia berargumen bahwa penyebutan
dzat tidak bisa dihindari, karena menyebut sifat tidak mungkin dinisbahkan
kepada sifat yang lain. Al-Razi memuat pandangan-pandangan tentang
materi-materi yang sepintas tidak memiliki keterkaitan yang kuat dengan
ayat yang dibahas, seperti pembahasan nahwu yang detail dengan al-
Fatihah.
b. Kajian al-Fatihah sebagai surat; Al-Razi menyebut 12 nama surat al-
Fatihah, slaha satunya adlaah Umm al-KItab yang berarti intisari. Al-Razi
mengungkap beberapa riwayat tentang sabab nuzul. Menurut riwayat
pertama, Al-Fatihah diturunkan di Makkah. Sedangkan menurut riwayat
yang kedua, Al-Fatihah diturunkan di Madinah. Selebihnya Al-Razi
menjelasan pembahasan Fiqhiyyah seputar bacaan Al-Fatihah.
2. Tafsir ayat Al-Fatihah.
Pada ayat kedua tentang nikmat, Al-Razi menampilkan perdebatan
kalangan qadariyah dan jabariyyah, apakah iman merupakan nikmat atau
bukan. Pada ayat ketiga, Al-Razi menampilkan perbedaan qiraah dalam
membaca malik. Ayat keempat, pada kata iyyâka nasta’în ditafsirkan sebagia
berikut; 1) saya beribadah, maka berilah kesempatan untuk
menyempurnakannya, 2) saya beribadah, namun hati selalu berpaling, maka
hindarkanlah hati saya bertawajjuh, 3) saya tidak butuh bantuan siapapun
kecuali Allah. Pada ayat kelima, simpulan yang diambil adalah orang yang
shalat sudah pasti mendapat petunjuk. Lalu Al-Razi menjawab 4 jawaban
dalam hal mengapa masih minta petunjuk padahal sudah mendapat petunjuk.
Banyak aspek bahkan melampaui materi yang dikemukakan dalam surat Al-
Fatihah ini.
3. Tafsir Ijmali. Pada pembahasan ini cukup jelas karakter tariqat muta’akhirin.
Pertama, ulasan teolgi dan kebahasaan dlaam tafsir ini dibingkai secara logis
dan rasional. Kedua, penyatuan antara bayani dan irfani berjalan dengan tidak
mencolok.
Al-Razi dalam bingkai madzhabnya adalah memperbanyak bangunan
atas madzhab Asy-ariyyah dengan kajian filsafat dan ketuhanan. Karakteristik
pemikiran dna penafsiran Al-Razi memberikan kajian yang sangat luas.
Tetapi, keluasannya itu menghilangkan focus kajiannya.
 Tafsir falsafi. Tafsir falsafi cenderung membangun proposisi universal
berdasarkan logika; karena peran logika begitu mendominasi, metode ini kurang
memperhatikan aspek historitas kitab suci. Keunggulan metode ini adalah
kemampuannya membangun abstraksi dan proposisi makna-makna tersembunyi
yang diangkat dari teks kitab suci kemudian dikomunikasikan kepada
masyarakat tanpa hambatan budaya dan bahasa.
Pendekatan yang digunakan dalma tafsir falsafi adalah penggunaan akal yang
lebih dominan sehingga ayat-ayat yang ada dipahami dengan rasio mufasir
sendiri. Pendapat yang mengemukakan dua cara dalam menyelaraskan antara
agama dan filsafat sebagai berikut; Pertama, membawa nash-nash al-Qur’an
pada pandangan-pandangan filsafat agar keduanya Nampak seiring sejalan.
Kedua, mereka mengemukakan Al-Qur’an dengan menggunakan teori-teori
filsafat. Artinya, filsafat melampaui Al-Qur’an. Cara ini berbahaya dari cara
yang pertama.
 Metode penafsiran Falsafi terbagi menjadi dua, yaitu: a) menafsirkan ayat Al-
Qur’an dengan cara membenturkannya dengan teori-teori filsafat yang ada, b)
menafsirkan dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an dengan idea tau teori filsafat.
 Kelebihan dan kekurangan tafsir falsafi adalah menunjukan makna al-Qur’an
yang sangat luas dan dalam, menjadikan AL-Qur’an seperti cakrawala yang
dapat didekati dengan pendekatan apapun. Kelemahannya adalah kekhawatiran
akan membahayakan akidha islam, dan terkadang terkesan berlebihan.
 Tokoh-tokoh tafsir falsafi: Al-Farabi dan Ibnu Sina.
 Mafatih al-Ghaib menjadi objek pembahasan disini adala karena ia termasuk
dalam kitab yang paling terkenal. Al-Razi sangat menguasai ilmu logika dan
filsafat serta menonjol dalam bidang ilmu kalam.
 Sumber rujukan Mafatih Al-Ghaib banyak mengutip dari para mufassir
terkemuka seperti Ibn Abbas, Ibn Kalbi, Mujahid, Qatadah, dan lain-lain. Dlaa
kaitannya dengan muktazilah beliau mengutip dari Abu Muslim al-Ashfahani,
Al-Qaddi Abdul Jabbar, dan Al-Zamakhsyari.
 Metode penafsiran ini menggunakan metode Tahlili.
 Disimpulkan bahwa kitab ini:
1. Tafsir Bil Ra’yi yang berpengaruh pada corak tafsirnya
2. Pengaruh faham atau madzhab yang dianut menjadi penyebab ketidak
objektifan dalam menjelaskan makna kandungan Al-Qur’an, ketika
menggunakan keahlian bidang yang dikuasai penulisnya dlaam menafsirkan
ayat.

Anda mungkin juga menyukai