Anda di halaman 1dari 35

Refleksi Kasus

Diare Akut tanpa Dehidrasi

Pembimbing :
Dr. Pramulia Hartadi

Oleh :

Laelatun Nafillah 201820401011136

SMF ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refleksi kasus dengan tema
“Diare Akut tanpa dehidrasi” untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam hal penyusunan refleksi kasus ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. dr. Gita Sekar P, M.Pd,Ked dan dr. Djaka Handaja, MPH selaku
pembimbing stase Ilmu kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang
2. drg. Raya Mulyasari selaku Kepala Puskesmas Kota Wilayah Selatan
Kota Kediri
3. dr. Hartadi Pramulia selaku pembimbing di Puskesmas Poned
Balowerti Kota Kediri
4. Seluruh teman-teman dokter muda kelompok D31

Penulis menyadari dalam penyusunan refleksi kasus ini masih jauh


kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan dalam menyempurnakan laporan refleksi kasus ini. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Malang, September 2020

Penulis

ii
BAB 1

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : An. HS Tanggal Pmx : 27-09-20

Usia : 3 th Agama : Islam

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Semanggi Raya No.40 Tegal

1.2 Anamnesis

● Keluhan Utama : BAB cair

● Riwayat Penyakit Sekarang

BAB cair semenjak 1 hari yang lalu, 6 kali. Warna kuning,

konsistensi cair, ampas (+), lendir (-), darah (-), sudah diberikan obat zinc

dan sedikit mereda tetapi masih lemas. Selain itu, pasien juga mengeluh

demam sejak 2 hari sebelum diare, demam terus menerus dan sudah

diberikan paracetamol. Kemudian mereda namun ibu pasien mengatakan

masih sumer-sumer, keluhan batuk (-), pilek (-). Pasien mengeluh mual,

muntah (+) sebanyak 1 kali berupa cairan disertai ampas, sebanyak 1/2

gelas aqua, ibu pasien mengatakan bahwa perut pasien terasa sakit, BAK

(+) nomal. Sejak demam nafsu makan pasien menurun.

Saat ini (27/09/2020 jam 09.30) pasien BAB sebanyak 2x masih cair,

BAK (+) terakhir 1 jam yang lalu. Pasien sudah tidak demam, tidak mual

dan muntah lagi. Pasien mau makan dan minum yang diberikan oleh

ibunya.

● Riwayat Penyakit Dahulu

3
− Diare (+) 2 bulan yang lalu

− Alergi obat maupun makanan disangkal

● Riwayat Penyakit Keluarga

− Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

● Riwayat Perilaku Sosial

− Pasien suka jajan sembarangan di luar rumah

− Di rumah menggunakan pompa listrik

− Pasien kurang menjaga kebersihan dirinya seperti jarang mencuci

tangan sebelum makan atau sesudah main

− Kegiatan sehari-hari kadang bermain di dalam dan di luar dengan

teman – temannya jika siang atau sore hari

− Di rumah tinggal dengan kedua orang tuanya.

● Riwayat Kelahiran

SC/cukup bulan/bidan/3100 gram, Ikterus (-), kesulitan bernafas (-),

sianosis (-)

● Riwayat Gizi

− ASI eksklusif 8 bulan, dilanjutkan MPASI

− Saat ini sudah makan nasi dengan lauk, makan 3x sehari dirumah.

1.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Kompos Mentis GCS: E4V5M6

Tanda-tanda vital : N 80x/menit Suhu 36.6 ºC

RR 22x/menit

Status Gizi WHO

4
BB: 15 kg TB: 86 cm

BB/TB: gemuk BB/U: gizi baik TB/U: pendek

Status Generalis

a. K/L: a/i/c/d -/-/-/-, mata cowong (-), pembesaran KGB (-)

b. Pemeriksaan Thoraks

● Paru-paru :

Inspeksi : Simetris +, retraksi -/-

Palpasi : gerak dinding dada simetris, fremitus taktil simetris

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.

Auskultasi : Ves +/+, rh-/-, wh -/-

● Jantung :

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak.

Palpasi : Tidak teraba iktus cordis

Perkusi : Batas jantung normal, tidak ada pembesaran

Auskultasi : S1/S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

c. Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : flat

Auskultasi : BU (+) ↑

Palpasi : soefl, massa (-), NT (+) epigastrium

Perkusi : Timpani

d. Pemeriksaan ekstremitas: AHKM +/+, CRT <2s, turgor kulit kembali cepat

e. Pemeriksaan genitalia: phymosis +

5
1.4 Pemeriksaan Penunjang

(-)

1.5 Problem List

− Watery diarrhea

− Demam

− Mual

− Muntah

1.6 Resume

BAB cair semenjak 1 hari yang lalu, 6 kali. Warna kuning,

konsistensi cair, ampas (+), lendir (-), darah (-), sudah diberikan obat zinc

dan sedikit mereda tetapi masih lemas. Selain itu, pasien juga mengeluh

demam sejak 2 hari sebelum diare, demam terus menerus dan sudah

diberikan paracetamol. Kemudian mereda namun ibu pasien mengatakan

masih sumer-sumer. Pasien mengeluh mual, muntah (+) sebanyak 1 kali

berupa cairan disertai ampas, sebanyak 1/2 gelas aqua, ibu pasien

mengatakan bahwa perut pasien terasa sakit, BAK (+) nomal. Sejak

demam nafsu makan pasien menurun.

Saat ini (27/09/2020 jam 09.30) pasien BAB sebanyak 2x masih cair,

BAK (+) terakhir 1 jam yang lalu. Pasien sudah tidak demam, tidak mual

dan muntah lagi. Pasien mau makan dan minum yang diberikan oleh

ibunya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mata cowong (-), BU (+) ↑,

nyeri tekan (+) epigastrium, akral hangat kering merah, turgor kulit

kembali cepat, dan CRT <2 detik, phymosis (+)

1.7 Diagnosis

6
Diare Akut tanpda dehidrasi

1.8 Planning

Diagnosis: (-)

Terapi:

● Rehidrasi Oral Aktif dengan Oralit/diare 1 sachet/diare

● Zinc 1x20 ml

● Paracetamol 150 mg jika demam >37,5oC

● Diet lunak TKTPRS serta konsumsi banyak cairan

● Konsul dengan dokter spesialis urologi mengenai phymosis pasien

untuk saran pro-sirkumsisi

Edukasi

● Menjelaskan tentang kondisi pasien pada keluarga yaitu pasien terkena

diare dikarenakan kurangnya menjaga kebersihan diri, sehingga

membuat adanya gejala mual dan muntah.

● Menjelaskan terapi yang akan dilakukan pada pasien, yaitu pemberian

obat minum seperti obat anti muntah, obat diare serta oralit yang

diminum setiap BAB cair.

● Menjelaskan kemungkinan komplikasi kepada keluarga seperti salah

satunya adalah dehidrasi.

● Edukasi kepada ibu atau keluarga pasien cara membuat oralit dirumah

dengan air 1 gelas (200 cc) kemmudian masukkan 1 bungkus oralit dan

aduk sampai larut. Jika memang tidak ada oralit bisa menggunakan

satu sendok teh gula dan 1/4 sendok teh garam kemudian larutkan

kedua bahan dengan air matang 1 gelas (200 cc).

7
● Edukasi tentang makan sedikit-sedikit tapi sering, makan makanan

yang tinggi protein dan kalori namun rendah serat, tidak makan sayur

dan buah dulu untuk sementara waktu serta memperbanyak asupan

cairan.

● Edukasi pada kedua orangtua untuk lebih memperhatikan makanan

maupun minuman yang dikonsumsi oleh anaknya dikemudian hari

serta kebersihan diri anaknya.

1.9 Prognosis

Dubia ad bonam.

TERAPI KOMPERHENSIF

UPAYA & PERILAKU KESEHATAN


KETERANGAN
N (RASIONAL
KOMPONEN URAIAN UPAYA & PERILAKU
O ATAU
IRRASIONAL)
Membaca poster dan leaflet tentang
1 Promotif Rasional
diare
Memilih makanan yang terjamin
kebersihannya, mencuci tangan
2 Preventif Rasional
dengan air dan sabun sebelum dan
sesudah makan
Saat ini : Rehidrasi Oral Aktif
dengan Oralit/diare 1 sachet/diare,
paracetamol 150 mg jika demam
3 Kuratif >37,5oC, Zinc 1x20ml Rasional
- Non medikamentosa: Diet lunak
TKTPRS serta konsumsi banyak
cairan
Makan makanan yang bergizi dan
4 Rehabilitatif Rasional
terjamin kebersihannya

STATUS SOSIAL
N
KOMPONEN KETERANGAN (Deskripsikan dengan lengkap dan jelas)
O
Aktifitas Kegiatan sehari-hari pasien bermain didalam dan di luar
1
sehari-hari rumah dengan teman – temannya jika siang atau sore hari.

8
Di rumah tinggal dengan kedua orang tuanya. Pasien suka
jajan sembarangan di luar rumah. Pasien kurang menjaga
kebersihan dirinya seperti jarang mencuci tangan sebelum
makan atau setelah bermain
2 Status Gizi BB : 15 kg, TB : 86 cm, BB/TB : gemuk

3 Pekerjaan -
Jaminan
4 BPJS
Kesehatan

FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN


N KOMPONEN
KETERANGAN
O LINGKUNGAN
Rumah kondisi baik dengan ventilasi yang baik,
pencahayaan cukup, lantai keramik, jarak antara rumah
dan langit-langit ± 3 m, 1 toilet jongkok dan 1 toilet
1 Fisik
duduk, sumber air dari pompa, ada air selokan didepan
rumah, berdebu karena di pinggir jalan kampung.
Tempat sampah ada diluar rumah.
2 Biologi -

3 Kimia -
Rumah pasien berdempetan dengan tetangga sekitar,
4 Sosial pasien sering bergaul dengan teman sebaya di
sekitarnya
5 Budaya Pasien suka jajan sembarangan di luar rumah

6 Psikologi -
Untuk saat ini yang bekerja orangtua pasien, dan
7 Ekonomi
berpenghasilan cukup.
8 Ergonomi -

PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF:
A. ASPEK PERSONAL
Uraian Masalah: BAB cair 6x, warna kuning konsistensi cair, ampas (+).
Tidak ada lender dan darah (-). Sudah diberikan obat zinc dan sedikit mereda
tetapi masih lemas. 2 hari sebelum diare demam, mual, muntah (+) 1x cairan
dan ampas (1/2 gelas aqua). Saat pemeriksaan diare 2x, cair (+), mual muntah

9
(-), makan dan minum sudah seperti biasanya.
Yang mendasari pasien datang ke dokter : BAB cair
Intervensi/Penatalaksanaan:
a. Promotif: Dokter menyarankan ibu pasien untuk mengikuti penyuluhan
mengenai penyakit, gejala, serta komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien ketika diare.
b. Preventif: Menyarankan kepada keluarga pasien untuk mengurangi
membeli makanan diluar yang tidak terjamin kebersihannya. Menjaga
kebersihan diri yaitu mencuci tangan sebelum makan dan setelah
bermain.
c. Kuratif: Rehidrasi Oral Aktif dengan Oralit/diare 1 sachet/diare,
Paracetamol 150 mg jika demam >37,5o C, Zinc 20ml x1. Non
medikamentosa: perbanyak konsumsi cairan dan asupan nutrisi,
d. Rehabilitatif: Makan makanan bergizi dan bersih, serta mengikuti
petunjuk dokter tentang terapi yang diberikan

B. ASPEK KLINIS
Uraian Masalah: BAB cair 6x, warna kuning konsistensi cair, ampas (+).
Tidak ada lender dan darah (-). Sudah diberikan obat zinc dan sedikit mereda
tetapi masih lemas. 2 hari sebelum diare demam, mual, muntah (+) 1x cairan
dan ampas (1/2 gelas aqua). Saat pemeriksaan diare 2x, cair (+), mual muntah
(-), makan dan minum sudah seperti biasanya.
DD: Diare Akut dengan dehidrasi
Intervensi/Penatalaksanaan:
a. Promotif: Dokter menyarankan untuk mengikuti penyuluhan mengenai
penyakit, gejala, serta komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ketika
diare dan penatalaksanaannya.
b. Preventif: Menyarankan kepada keluarga untuk mengurangi makan
makanan yang belum tentu terjamin kebersihannya, membersihkan
lingkungan sekitar dan menjaga kebersihan diri, memasak sendiri supaya
terjamin kebersihannya
c. Kuratif: Rehidrasi Oral Aktif dengan Oralit/diare 1 sachet/diare,
Paracetamol 150 mg jika demam >37,5oC, Zinc 20ml x1. Non
medikamentosa: perbanyak konsumsi cairan dan asupan nutrisi,
d. Rehabilitatif: Makan makanan bergizi, meminum obat secara teratur,
menjaga kebersihan diri dan lingkungan

C. ASPEK INTERNAL
Uraian Masalah:
1. Genetik: -
2. Gaya hidup : kebiasaan pasien makan makanan dari luar rumah dan tidak
mencuci tangan sebelum makan serta setelah bermain
Intervensi/Penatalaksanaan:
a. Promotif: Keluarga pasien mencari informasi mengenai edukasi atau
penyuluhan tentang diare, penyebab, dan penanganannya serta konseling
mengenai kebersihan diri dan lingkungan.
b. Preventif: Menyarankan kepada keluarga untuk mengurangi pembelian

10
makanan yang kebersihannya kurang terjamin, membersihkan
lingkungan sekitar, memasak sendiri supaya terjamin kebersihannya
c. Kuratif: -
d. Rehabilitatif: -

D. ASPEK EKSTERNAL
Uraian Masalah:
1. Psikososial: orang tua pasien tidak mencontohkan cuci tangan sebelum
makan ataupun setelah berpergian dari luar rumah.
2. Lingkungan: cukup baik.
Intervensi/Penatalaksanaan:
a. Promotif: Memberikan konseling atau penyuluhan tentang diare,
penyebab, dan penanganannya serta konseling mengenai kebersihan diri
dan lingkungan.
e. Preventif: Selalu mencuci tangan sebelum makan dan setelah bermain
dari luar rumah
b. Kuratif: -
c. Rehabilitatif: -

E. ASPEK FUNGSI SOSIAL


Uraian Masalah:
Tingkat 2, masih bisa melakukan aktifitas sederhana seperti makan, minum
obat.
Intervensi/Penatalaksanaan:
a. Promotif: Memberikan konseling tentang diare, penyebab, dan
penanganannya serta konseling mengenai kebersihan diri dan
lingkungan.
b. Preventif: Mengurangi pembelian makanan atau minuman yang belum
terjamin kebersihannya, membersihkan lingkungan sekitar dan menjaga
kebersihan diri, memasak sendiri supaya terjamin kebersihannya
c. Kuratif: -
d. Rehabilitatif: Istirahat yang cukup, makan makanan bergizi, pola hidup
sehat dengan makan makanan masakan rumah serta rajin cuci tangan
sebelum makan atau sesudah bermain.

ASPEK REFLEKSI KASUS

Refleksi dari Aspek Keislaman


WHO pada tahun 1984 menyatakan bahwa kesehatan manusia seutuhnya
ditunjukkan oleh 4 hal, yaitu sehat secara biologis, psikologik, social, dan
spiritual. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan

11
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan
penuh rasa percaya dengan Tuhan.
Rasulullah pernah memaparkan perihal berobat dalam beberapa haditsnya.
Diantaranya :
1. Dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rasullulah bersabda:
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan
penyakitnya maka ia akan sembuh dengan seizing Allah”
2. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasullullah bersabda :
“Tidaklah Allah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan
pula obatnya”
 Teori: Dari penjelasan tersebut, maka telah jelas Islam memerintahkan
agar berobat pada saat ditimpa penyakit. Bahkan seandainya tidak ada
perintah rinci dari hadist tentang keharusan berobat, maka prinsip pokok
yang diangkat dari Al Qur’an dan Hadist cukup untuk dijadikan dasar
dalam upaya kesehatan dan pengobatan. Selain itu juga kebersihan
lingkungan menjadi salah satu faktor utama demi berlangsungnya hidup
yang bersih, sehat, dan nyaman. Terhindar dari berbagai macam penyakit
sangat diinginkan oleh setiap orang.
o An. HS sudah sesuai dengan tuntunan Hadist tersebut, bahwa An.
HS berusaha untuk mendapat pengobatan saat ia ditimpa penyakit.
Dan dokter sebagai perantara kesembuhan penyakit An. HS dan
An. HS akan sembuh atas izin Allah subhannahu wa ta’ala.
o Dokter yang mengobati An. HS dapat melakukan pendekatan lagi
kepada pasien dan keluarga pasien dari sisi keagamaan dengan
mengingatkan untuk selalu percaya kepada kuasa Allah SWT agar
pasien semakin mendapatkan keyakinan, keikhlasan, dan kekuatan
dalam dirinya sendiri untuk memperoleh kesembuhan dari Allah
SWT.
 Kesenjangan: Pasien masih kurang dalam kebersihan diri ataupun
lingkungan, atau dalam hal pola hidup bersih dan sehat masih kurang.
Setelah bermain, atau sebelum makan pasien tidak mencuci tangan. Serta

12
dari ibu atapun keluarga pasien tidak membiasakan diri untuk mencuci
tangan sebelum makan atau sesudah pasien bermain dari luar.
 Saran: Diharapkan pasien menjaga diri dengan berperilaku hidup bersih
dan sehat, serta keluarga yang tinggal bersama dengan pasien juga dapat
menerapkan hal tersebut agar pasien dapat meniru atau mengikuti apa
yang diajarkan oleh keluarga dengan baik apalagi pasien masih dalam
masa pertumbuhan sehingga akan sangat baik jika membiasakan diri sejak
kecil berperilaku baik dengan pola hidup bersih dan sehat.
Selain itu juga sebagai dokter harus dapat melihat dari semua aspek,
dengan adanya kasus diare ataupun kasus lainnya yang muncul didaerah
tersebut kita dapat melakukan upaya penyuluhan atau edukasi sebagai
bentuk promosi kesehatan agar dapat berkurangnya kasus yang sama
sehingga kita dapat meningkatkan kesehatan.

Refleksi dari Aspek Etika/moral


Komisi etik yang ada di berbagai Negara yang memberikan pendapat dan
pegangan mengenai hak etika dalam ranah praktek kedokteran dengan
memperhatikan beberapa asas, yaitu :
1. Keinginan untuk bertindak yang didasarkan untuk selalu berbuat baik
(beneficience) yang berarti seorang dokter harus menyediakan kemudahan
bagi pasiennya dalam mengambil langkah positif.
Pada kasus An. HS sesuai dengan asas beneficience. Tindakan agar
keadaan An. HS tidak bertambah parah telah dilakukan dengan baik oleh
dokter yang menangani, dengan memberikan obat-obatan serta penjelasan
mengenai apa yang terjadi pada pasien kepada keluarganya.
Tindakan dokter yaitu memberikan obat-obatan yang sesuai dengan
penyakit yang diderita oleh pasien sehingga keadaan pasien dapat
membaik.
2. Tindakan yang dilakukan tidak bertujuan untuk kejahatan (non-
maleficence) yaitu seorang dokter selalu memilihkan semua bentuk
pengobatan yang baik dan beresiko seminimal mungkin bagi pasiennya.

13
Pada kasus An. HS juga diterapkan prinsip non-maleficence yang terlihat
saat planning terapi.
Dokter meresepkan obat yang rasional sesuai indikasi, dan
mempertimbangkan efek samping yang mungkin dialami pasien, serta
mempertimbangkan dosis obat pasien karena masih anak-anak.
3. Tindakan yang dilakukan sesuai dengan hukum dan norma yang telah
diakui di masyarakat (justice) yaitu seorang dokter memperlakukan semua
pasiennya sama rata dan adil.
Dokter tidak membeda-bedakan dalam menangani pasien, pada era BPJS
sekarang ini. Dan juga tetap bersikap baik, serta menghormati, dan
berempati terhadap kondisi pasien pada saat memeriksa keadaan pasien.
Selain itu, dokter juga menerapkan etika dalam berkomunikasi maupun
bertingkah laku secara baik di depan pasien, teman sejawat, maupun rekan kerja
yang lain.
Dokter yang menangani pasien An. HS sudah mengamalkan aspek
etika/moral sehingga hal tersebut perlu dipertahankan di setiap melayani pasien
agar pasien selalu merasa dihargai dan mendapatkan pelayanan yang baik dari
Dokter.
4. Autonomy: Seorang dokter menghargai kebebasan setiap orang agar selalu
bisa menentukan nasibnya sendiri, artinya seorang dokter menghormati
pasiennya sebagai individu yang memiliki martabat dan berhak
menentukan nasibnya sendiri.
Prinsip autonomy yang diterapkan pada pasien terdapat pada
tindakan dokter yang memberikan penjelasan dan kebebasan pasien
untuk memilih obat apalagi pada anak kecil, seorang ibu pasti ingin efek
samping minimal untuk anaknya.
Refleksi dari Aspek Medikolegal
Medikolegal adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga
medis dengan menggunakan ilmu dan teknologi kedokteran atas dasar
kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan hukum dan untuk melaksanakan
peraturan yang berlaku. Aspek tersebut meliputi inform concent kepada pasien.
Dalam pasien ini dokter memberikan inform concent mulai dari memperkenalkan

14
diri, hingga meminta izin untuk memeriksa kondisi pasien dan melihat regio tubuh
yang dikeluhkan pasien.
Selain itu dokter juga menjaga privasi dan merahasiakan segala yang
diketahui tentang An. HS, seperti pada saat diskusi hanya menggunakan nama dan
alamat inisial.
Dokter yang menangani pasien An. HS sudah mengamalkan aspek
medikolegal sehingga hal tersebut perlu dipertahankan di setiap melayani pasien
agar pasien selalu merasa aman ketika periksa ke Dokter karena privasinya
dilindungi dan tidak merasa dilecehkan ketika Dokter memeriksa bagian tubuhnya
yang sakit.
Refleksi dari Aspek Sosio Ekonomi
 Teori: Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. KLB diare terjadi 10 kali pada tahun 2018 yang tersebar di 8
provinsi, 8 kabupaten/kota. Jumlah penderita 756 orang dan kematian 36
orang (CFR 4,76%) (Kemenkes RI, 2018). Lebih dari 90% diare akut
disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10 % karena sebab lain
(World Gastroenterology Organisation, 2017).
 Kesenjangan: Pasien masih anak-anak yang bermain dengan teman-
temannya diluar rumah yang terkadang tidak ditemani oleh orangtua
pasien (ibu maupun ayah) sehingga kedua orangtua pasien tidak
mengetahui apa yang dimakan atau mungkin apa saja yang pasien lakukan
saat bermain.
 Saran: Tindakan kita sebagai dokter dapat memberikan edukasi mengenai
pentingnya menjaga kebersihan diri kepada pasien melalui keluarganya
dan memberikan motivasi kepada ibu pasien agar semangatnya dalam
mengantarkan anaknya berobat tetap terjaga serta dapat membantu
meminumkan obat kepada pasien sehingga dapat membantu kesembuhan
pasien. Selain itu juga sebagai dokter perlu menjelaskan cara tatalaksana
awal penanganan diare dengan menggunakan oralit atau cara membuat
oralit dirumah.
o Ditinjau dari aspek sosial ekonomi pasien, pasien merupakan
golongan menengah dengan rumah sederhana. Pasien merupakan

15
seorang anak yang suka bermain didalam ataupun diluar dengan
teman – temannya pada siang atau sore hari. Pasien suka jajan
sembarangan di luar rumah. Pasien kurang menjaga kebersihan
dirinya seperti jarang mencuci tangannya sebelum makan dan setelah
bermain. Pasien merupakan individu yang jarang mencuci tangan
dengan sabun sebelum makan, pasien terkadang mencuci tangan
menggunakan air mengalir tetapi tanpa sabun, pasien lebih sering
hanya mengelap tangan di bajunya saja kemudian menyantap
makanan, ketika dirumah. Begitupun yang dilakukan pasien sebelum
terkena diare saat ini. Selain itu rumah pasien berdempetan dengan
tetangga sekitar.
o Ditinjau dari aspek sosial, hubungan pasien dengan masyarakat sekitar
serta keluarga baik. Penderita diare membutuhkan dukungan dari
keluarga terdekat agar tetap mau untuk minum air putih serta obat,
sehingga kondisi diare tidak memburuk. Keluarga An. HS sangat
mendukung dan mensupport An. HS untuk berobat, terbukti dengan
ibu dan ayah pasien yang setia mengantar pasien untuk segera
ditangani oleh dokter.
Refleksi dari Aspek Psikologis
Seorang anak yang mengalami diare akan timbul masalah yang
membutuhkan masa pemulihan baik secara fisik maupun psikis. Pada An. HS
masalah psikologis yang muncul dikarenakan kecemasannya tentang kondisi
tubuhnya yang lemas dan sulit makan. Namun rasa cemas dan ketakutan An. HS
masih dapat ditoleransi oleh psikologis An. HS.
Dokter yang menangani An. HS dapat selalu memberikan motivasi kepada
pasien dan keluarganya agar dapat melalui musibah ini dengan baik sehingga
dapat membantu An. HS beserta keluarga untuk selalu berfikir postif sehingga
mempercepat pemulihan dari penyakitnya tersebut.

16
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari

biasanya atau lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih

lembek atau cair (kandungan air pada feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih

dari 200 gram atau 200ml/24jam) (Dennis, 2016).

2.2 Epidemiologi

Menurut data dari World Health Organization (WHO) dan UNICEF, terdapat

1,87 juta orang meninggal akibat kasus gastroenteritis setiap tahunnya di seluruh

dunia. Diare merupakan penyakit endemis potensial Kejadian Luar Biasa (KLB)

yang sering disertai dengan kematian di Indonesia. Tahun 2017 jumlah penderita

diare semua umur yang dilayani di sarana kesehatan sebanyak 4.274.790 penderita

dan terjadi peningkatan pada tahun 2018 yaitu menjadi 4.504.524 penderita atau

62,93% dari perkiraan diare di sarana kesehatan. Insiden diare semua umur secara

nasional adalah 270/1.000 penduduk. Terjadi 10 kali KLB Diare pada tahun 2018

yang tersebar di 8 provinsi, 8 kabupaten/kota. Jumlah penderita 756 orang dan

kematian 36 orang (CFR 4,76%) (Kemenkes RI, 2018).

2.3 Etiologi

Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari World

Gastroenterology Organisation, ada beberapa agen yang bisa menyebabkan

terjadinya gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-infeksi. Lebih dari 90%

17
diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10 % karena sebab lain

(World Gastroenterology Organisation, 2017).

2.3.1 Faktor Infeksi

a. Virus

Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari

gastroenteritis

akut adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara lain Rotavirus, Human

Caliciviruses (HuCVs) , dan Adenovirus.

b. Bakteri

Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut

bakteri yang sering menjadi penyebabnya adalah Escherichia coli, Shigella

species, Vibrio cholera, Salmonella.

c. Parasitic agents

2.3.2 Non –Infeksi

a. Malabsorpsi/ maldigesti Kurangnya penyerapan seperti:

1. Karbohidrat: Monosakrida (glukosa), disakarida (sakarosa)

2. Lemak: Rantai panjang trigliserida

3. Asam amino

4. Protein

5. Vitamin dan mineral

b. Imunodefisiensi

Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu

hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit

18
granulomatose kronik, defisiensi IgA dan imunodefisiensi IgA

heavycombination.

c. Terapi Obat

Orang yang mengonsumsi obat-obatan antibiotik, antasida dan masih

kemoterapi juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut

d. Lain-lain

Tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom Zollinger-

Ellison, neuropati diabetes sampai kondisi psikis juga dapat menimbulkan

gastroenteritis akut.

2.4 Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya diare adalah faktor – faktor yang

memungkinkan terjadinya diare, antara lain:

 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku disengaja dalam

pembudayaan hidup bersih dengan maksud bersentuhan langsung dengan

kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini

akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi lingkungan

yang dapat menyebabkan diare, antara lain.

 Penyediaan Jamban

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas

pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau

tempat duduk dengan leher angsa yang dilengkapi dengan unit

penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Pengelolaan

19
Sampah Sampah adalah setiap bahan yang untuk sementara tidak dapat

dipergunakan lagi dan harus dibuang atau dimusnahkan

 Personal Higiene

Personal higiene adalah cara perawatan diri manusia untuk

memelihara kesehatan mereka secara fisik dan psikisnya. Dalam

kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan

harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan

psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai

individu dan kebiasaan. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan

kurang diperhatikan, hal ini terjadi karena kita menganggap masalah

kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus

dapat mempengaruhi kesehatan secara umum.

2.5 Patogenesis

Diare adalah pembalikan status penyerapan air bersih dan absorpsi

elektrolit menjadi sekresi. Gangguan seperti itu bisa merupakan hasil dari

kekuatan osmotik yang bertindak dalam lumen untuk mengarahkan air ke usus

atau hasil dari keadaan sekretori aktif yang diinduksi dalam enterosit. Dalam

kasus sebelumnya, diare bersifat osmolar, seperti yang diamati setelah konsumsi

gula yang tidak dapat diserap seperti laktulosa atau laktosa dalam malabsorber

laktosa. Sebaliknya, dalam keadaan sekretori aktif yang khas, sekresi anion yang

ditingkatkan (kebanyakan oleh kompartemen sel crypt) paling baik dicontohkan

oleh diare yang diinduksi enterotoksin. Pada diare osmotik, keluaran tinja

sebanding dengan asupan substrat yang tidak terserap dan biasanya tidak masif;

tinja diare segera menurun dengan penghentian nutrisi, dan celah ion tinja tinggi,

20
melebihi 100 mOsm / kg. Pada diare sekretori, proses transpor ion sel epitel

berubah menjadi sekresi aktif. Penyebab paling umum dari diare sekretorik onset

akut adalah infeksi bakteri pada usus. Beberapa mekanisme mungkin sedang

bekerja. Setelah kolonisasi, patogen enterik dapat melekat atau menyerang epitel;

mereka dapat menghasilkan enterotoksin (eksotoksin yang memperoleh sekresi

dengan meningkatkan messenger kedua intraseluler) atau sitotoksin. Hal itu juga

dapat memicu pelepasan sitokin yang menarik sel-sel inflamasi, yang, pada

gilirannya, berkontribusi pada sekresi teraktivasi dengan menginduksi pelepasan

agen-agen seperti prostaglandin atau faktor pengaktif trombosit. Ciri-ciri diare

sekretori meliputi tingkat pembersihan yang tinggi, kurangnya respons terhadap

puasa, dan celah ion feses yang normal (yaitu, 100 mOsm / kg atau kurang), yang

menunjukkan bahwa penyerapan nutrisi masih utuh (Guandalini, 2018).

2.6 Manifestasi Klinis

Diare akut didefinisikan sebagai timbulnya tiba-tiba 3 atau lebih tinja per hari

dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari; diare kronis atau persisten didefinisikan

sebagai episode yang berlangsung lebih dari 14 hari. Perbedaan tersebut memiliki

implikasi tidak hanya untuk klasifikasi dan studi epidemiologi tetapi juga dari

sudut pandang praktis, karena diare yang berkepanjangan sering memiliki etiologi

yang berbeda, menimbulkan masalah manajemen yang berbeda, dan memiliki

prognosis yang berbeda (Guandalini, 2018).

Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi. dari salah satu

hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual (93%), muntah (81%)

atau diare (89%), dan nyeri abdomen (76%) umumnya merupakan gejala yang

paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Selain itu terdapat tanda-tanda

21
dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan

turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat pada <10 % pada hasil

pemeriksaan. Sedangkan gatroenteritis akut karena infeksi bakteri yang

mengandung atau memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik

(watery diarhhea) dengan gejala-gejala mual, muntah, dengan atau tanpa demam

yang umumnya ringan, disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses

lembek atau cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam

setelah makan atau minurnan yang terkontaminasi. (Bresse et al, 2012).

2.7 Diagnosis

Alur Diagnosis diare (Marcellus, 2014):

22
2.8 Penatalaksanaan

Pada umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh cepat dengan

sendirinya melalui rehidrasi dan obat antidiare, terapi dapat diberikan dengan:

1. Memberikan cairan dan diet adekuat

2. Obat antidiare:

3. Antimikroba bila perlu (IDI, 2017)

23
Apabila terjadi dehidrasi, ditentukan derajat dehhidrasi, dan ditangani

berdasarkan derjat dehidrasinya. Menurut Kemenkes RI tatalaksana diare pada

balita adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yaitu:

1. Oralit, berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi

dehidrasi.

2. ZINC diberikan selama 10 hari berturut-turut

3. ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang

sama pada waktu anak sehat, untuk mencegah kehilangan berat badan serta

pengganti nutrisi yang hilang.

4. Antibiotik hanya diberikan pada diare berdarah, kolera dan diare dengan

masalah lain.

5. Segera kembali ke petugas kesehatan jika ada demam, tinja berdarah,

muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus diare makin

sering atau belum membaik dalam 3 hari.

2.9 Komplikasi

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,

terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat

mengarah terjadinya hipokalemia dan asidosis metabolic. Pada kasus-kasus yang

terlambat mendapat pertolongan medis, syok hipovolemik sudah tidak dapat

diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal dan selanjutnya terjadi gagal

multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan

tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai. Haemolityc Uremic

Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh EHEC. Risiko HUS meningkat

24
setelah infeksi EHEC dengan 15 penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya

dengan penggunaan antibiotik masih kontroversial. (Barr et al, 2017)

2.10 Prognosis

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan

terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik

dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,

morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia.

Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan

dengan sindrom uremik hemolitik. (Barr et al, 2017)

25
BAB 3

PEMBAHASAN

Seorang anak laki-laki usia 3 tahun datang dengan keluhan BAB cair

semenjak 1 hari yang lalu, 6 kali. Warna kuning, konsistensi cair, ampas (+),

lendir (-), darah (-), sudah diberikan obat zinc dan sedikit mereda tetapi masih

lemas. Selain itu, pasien juga mengeluh demam sejak 2 hari sebelum diare,

demam terus menerus dan sudah diberikan paracetamol. Kemudian mereda namun

ibu pasien mengatakan masih sumer-sumer, keluhan batuk (-), pilek (-). Pasien

mengeluh mual, muntah (+) sebanyak 1 kali berupa cairan disertai ampas,

sebanyak 1/2 gelas aqua, ibu pasien mengatakan bahwa perut pasien terasa sakit,

BAK (+) nomal. Sejak demam nafsu makan pasien menurun.

Saat ini (27/09/2020 jam 09.30) pasien BAB sebanyak 2x masih cair, BAK

(+) terakhir 1 jam yang lalu. Pasien sudah tidak demam, tidak mual dan muntah

lagi. Pasien mau makan dan minum yang diberikan oleh ibunya. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan mata cowong (-), BU (+) ↑, nyeri tekan (+)

epigastrium, akral hangat kering merah, turgor kulit Kembali cepat dan CRT <2

detik.

Penegakan Diagnosis

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemungkinan diagnosis

adalah diare akut. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar

dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan

frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (DepKes

RI, 2011). Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, dan tidak didapatkan

26
darah disebut sebagai diare cair akut (WHO, 2009). Pada pasien ini didapatkan

keluhan BAB 6 kali dengan konsistensi cair dan terjadi kurang dari 2 minggu.

Gejala awal dari diare akut biasanya juga diikuti dengan mual, nyeri perut

dan meningkatnya suhu tubuh. Diare akut biasanya terjadi pada anak-anak.

Penyebab tersering dari diare akut adalah infeksi pada gastrointestinal, virus

maupun bakteri, sangat jarang parasit. Infeksi disebarkan dari jalur fecal-oral

seperti makanan maupun minuman yang terkontaminasi. Virus yang

menyebabkan diare akut juga dapat di sebarkan melalui jalur udara. Selain infeksi

gastrointestinal, terdapat penyebab lain seperti intoksikasi makanan, laksatif,

maupun kondisi terkait stress. Pada diare akut terdapat koloni kuman pada usus

kecil dan atau usus besar. Pada diare akut karena virus, terdapat koloni virus di

usus kecil yang kemudian akan menginvasi dan merusak epitel usus (Radlovic,

2015).

Komplikasi awal dari diare akut adalah dehidrasi yang diakibatkan oleh

diarea, muntah dan demam. Berdasarkan derajat keparahannya, dapat dibagi

menjadi tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan/sedang dan dehidrasi berat (Depkes RI,

2011).

Gambar 1.1 Klasifikasi Derajat Dehidrasi (Depkes RI, 2011)

27
Berdasarkan tabel tersebut, maka tingkat dehidrasi pada pasien ini masuk

dalam tingkat tanpa dehidrasi karena tidak didapatkan mata cowong pada

pemeriksaan fisik.

Penatalaksanaan diare

Pasien mendapat terapi :

● Rehidrasi Oral Aktif dengan Oralit/diare 1 sachet/diare

● Paracetamol 150 mg jika demam >37,5o C

● Zinc 20 mlx1

● Diet lunak TKTPRS dan asupan nutrisi serta cairan

Prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti cairan yang hilang

dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga keseimbangan

hemodinamik kembali tercapai. Selama terjadi gastroenteritis, mukosa usus tetap

mempertahankan kemampuan absorbsinya. Kandungan natrium dan sodium

dalam proporsi tepat dapat dihantarkan melalui cairan dari lumen usus ke dalam

sirkulasi. Banyak cairan tidak cocok digunakan sebagai cairan pengganti,

misalnya jus apel, susu, air jahe, dan air kaldu ayam karena mengandung glukosa

terlalu tinggi dan atau rendah natrium (Leksana, 2015).

Adanya muntah bukan merupakan kontraindikasi pemberian ORS (Oral

Rehydration Solution), Defisit cairan harus segera dikoreksi dalam 4 jam dan ORS

harus diberikan dalam jumlah sedikit tetapi sering, untuk meminimalkan distensi

lambung dan refleks muntah (Leksana, 2015).

Untuk kasus diare, di Puskesmas Kota Wilayah Selatan Kota Kediri

memiliki UKM Essensial bagian P2 (Pencegahan dan Pengendalian) Diare.

28
Terdapat program LROA (Layanan Rehidrasi Oral Aktif), yaitu salah satu layanan

di fasyankes, yang menyediakan:

- layanan konseling rehidrasi diare

- tatalaksana diare

- upaya yang harus dilakukan dan harus diketahui apabila terjadi diare

- pencegahan diare

- informasi lain terkait diare kepada orang tua/pengasuh bayi/balita yang

datang ke fasyankes dan pembina masyarakat/kader dalam upaya pencegahan dan

tatalaksana diare di masyarakat.

Hal ini merupakan sarana pemberian oralit dan observasi atau pengamatan

selama 4 jam untuk penderita diare dehidrasi ringan/sedang serta penyuluhan atau

peragaan tentang cara pemberian oralit. Sebagai upayaa terobosan untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat/ibu rumah tangga,

kader dan petugas kesehatan dalam tatalaksana penderita diare. LROA bertujuan

untuk:

− Menyediakan pusat informasi tentang diare dan tatalaksananya

− Melakukan konseling rehidrasi

− Menyediakan layanan oralit dan zinc, serta

− Melakukan pembinaan pada masyarakat untuk dapat melakukan upaya

pencegahan dan penatalaksanaan diare pada kesempatan pertama.

Penderita diare harus segera ditatalaksana untuk mencegah dehidrasi,

mencegah gangguan nutrisi dengan memberikan makan selama dan sesudah diare

dan memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat.

29
Selain itu, perlu juga diperhatikan hal lain seperti perilaku hidup bersih

dan sehat (PHBS) pasien. PHBS terkait penyakit diare ini adalah penggunaan air

bersih, mencuci tangan dengan sabun, dan penggunaan jamban sehat. UKM

Puskesmas Essensial bagian Promosi Kesehatan memiliki salah satu upaya

pencegahan berupa penyuluhan di Posyandu-Posyandu di kelurahan wilayah kerja

Puskesmas Kota Wilayah Selatan dan di dalam Puskesmas. Materi penyuluhan

beragam, salah satunya penyuluhan PHBS ataupun penyuluhan tentang penyakit-

penyakit seperti Diare, DBD ataupun penyakit yang saat itu sedang meningkat

angka kejadiannya. Audiens diharapkan dapat menerima dan memahami hal-hal

yang perlu diketahui seperti pentingnya melakukan cuci tangan, penyebab sebuah

penyakit, gejala, penanganan awal dan tanda bahaya dari tiap penyakit yang

disuluhkan maupun pada keadaan bagaimana pasien harus kembali ke fasilitas

pelayanan kesehatan ketika sudah diberi pengobatan awal. Pada kasus diare,

seperti yang tertera pada Buku Bagan MTBS, Ibu diharapkan membawa kembali

anaknya ketika didapatkan tinja campur darah atau anak malas minum.

Penyuluhan dapat diberikan oleh petugas Puskesmas, Pemegang Program

ataupun melalui kader-kader yang sudah diberi penyuluhan sebelumnya. Evaluasi

dari penyuluhan adalah perubahan perilaku serta angka kejadian dari penyakit

terkait. Namun, masihlah sulit untuk melihat perubahan perilaku setiap orang

dikarenakan selain usaha dari luar, seperti diberikannya penyuluhan, juga harus

adanya kesadaran diri untuk merubah perilaku menjadi lebih baik. Pemantauan

lebih lanjut masih sulit dilakukan juga dikarenakan tidak setiap penyuluhan

didatangi oleh audiens yang sama, sehingga sulit untuk dilakukannya follow up

perubahan perilaku.

30
Air merupakan kebutuhan dasar yang digunakan sehari-hari, adapun syarat

air bersih agar tidak terkena penyakit ialah air tidak berwarna, tidak keruh, bebas

pasir, debu, lumpur, busa, dan kotoran lainnya, tidak berasa, serta tidak berbau.

Air yang digunakan di rumah pasien adalah air tanah yang diambil dengan pompa

listrik. Belum diperiksa apakah memenuhi syarat air bersih atau tidak karena

memang tidak dilakukan pengecekan air pada rumah pasien. Orangtua pasien

cukup diberitahu tentang syarat air yang bersih, kemudian dilakukan pengecekan

sendiri kepada air masing-masing di rumahnya.

Mencuci tangan dengan sabun penting dilakukan untuk membunuh kuman

dan bakteri yang dapat menimbulkan penyakit. Mencuci tangan dilakukan dengan

6 langkah dan harus selalu dilakukan setiap kali tangan kotor seperti setelah

memegang uang, memegang binatang ataupun berkebun, setelah buang air besar,

setelah menceboki bayi atau anak, sebelum makan dan menyuapi anak, sebelum

memegang makanan, serta sebelum menyusui bayi. Pasien merupakan individu

yang jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, pasien terkadang

mencuci tangan menggunakan air mengalir tetapi tanpa sabun, pasien lebih sering

hanya mengelap tangan di bajunya saja kemudian menyantap makanan, ketika

dirumah maupun di sekolahnya. Begitupun yang dilakukan pasien sebelum

terkena diare saat ini. Pasien mengaku sering melihat kedua orangtuanya tidak

mencuci tangan sebelum makan, sehingga anak meniru kedua orangtuanya. Dalam

hal ini, seharusnya orang tua juga mendapatkan penyuluhan terutama tentang

PHBS karena anak dirumah akan meniru perilaku orang tuanya sebagai role

model.

31
Jamban merupakan suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan

kotoran manusia. Syarat jamban sehat ialah tidak mencemari sumber air minum

(jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan minimal 10 meter),

tidak berbau, kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus, tidak

mencemari tanah disekitarnya, dilengkapi dinding dan atap pelindung, penerangan

dan ventilasi cukup, lantai kedap air dan luas ruangan memadai, serta tersedia air,

sabun, dan alat pembersih. Rumah pasien memiliki satu toilet jongkok dan satu

toilet duduk yang dipakai untuk seluruh anggota keluarga di rumah dan terletak

didalam rumah.

32
BAB 4

KESIMPULAN

BAB cair semenjak 1 hari yang lalu, 6 kali. Warna kuning, konsistensi cair,

ampas (+), lendir (-), darah (-), sudah diberikan obat zinc dan sedikit mereda

tetapi masih lemas. Selain itu, pasien juga mengeluh demam sejak 2 hari sebelum

diare, demam terus menerus dan sudah diberikan paracetamol. Kemudian mereda

namun ibu pasien mengatakan masih sumer-sumer, keluhan batuk (-), pilek (-).

Pasien mengeluh mual, muntah (+) sebanyak 1 kali berupa cairan disertai ampas,

sebanyak 1/2 gelas aqua, ibu pasien mengatakan bahwa perut pasien terasa sakit,

BAK (+) nomal. Sejak demam nafsu makan pasien menurun.

Saat ini (27/09/2020 jam 09:30) pasien BAB sebanyak 2x masih cair, BAIK

(+) terakhir 1 jam yang lalu. Pasien sudah tidak demam, tidak mual dan muntah

lagi. Pasien mau makan dan minum yang diberikan oleh ibunya. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan mata cowong (-), BU (+) ↑, nyeri tekan (+)

epigastrium, akral hangat kering merah, turgor kulit kembali cepat, dan CRT <

detik, serta pada genitalia didapatkan phymosis (+)

Pasien mendapat terapi Rehidrasi Oral Aktif dengan Oralit/diare 1

sachet/diare, Paracetamol 150mg jika demam >37,5oC, Zinc 20mlx1, Diet lunak

TKTPRS serta penambahan asupan nutrisi dan cairan. Program Puskesmas

Perawatan Kota Wilayah Selatan oleh UKM Esensial P2 Diare yang terkait adalah

pencatatan kejadian diare pada balita menggunakan formulir MTBS, dan

pemberian terapi oralit. Serta pencegahan diare dengan penyuluhan PHBS melalui

program UKM Esensial Promosi Kesehatan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Arsurya Y, et al, 2017, Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Penanganan


Diare dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Korong Gadang
Kecamatan Kuranji Kota Padang, Jurnal Kesehatan Andalas, Vol 6.
Barr W, dan Smith A, 2017, Diarrhea in Adult, http://Acute Diarrhea in Adults
WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH, MD
Lawrence Family Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts
Bresee J, et al, 2012, The Etiology of Severe Acute Gastroenteritis Among Adults
Visiting Emergency Departments in the United States, Journal of Infectious
Diseases, 205(9), pp.1374-1381.
Dennis L., et al, 2016, Harrison's Gastroenterology and Hepatology, 3rd Edition.
Philadelphia: McGraw Hill.
DepKes RI, 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan: Lintas Diare. Direktorat

Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Guandalini S, et al, 2018, Diarrhea, dalam Medscape,


https://emedicine.medscape.com/article/928598-overview, diakses 4 Maret
2020
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 2017, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, Jakarta: PB IDI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), 2018, Data dan
Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2018, Jakarta: Kemenkes RI
Marcellus SK, Daldiyono, 2014, Diare Akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jakarta: Interna Publishing
Profil Kesehatan Puskesmas Kota Wilayah Selatan Tahun 2018, Kediri:
Puskesmas Kota Wilayah Selatan Kota Kediri
Radlovic N., et al., 2015. Acute Diarrhea in Children. Srp Arh Celok Lek 143

(11-12):755-762.

34
Rahman HF, et al, 2016, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diare Di Desa Solor Kecamatan Cermee Bondowoso, Nurseline Journal
Vol. 1
Worldgastroenterology, 2017, World Gastroenterology Organisation
http://www.worldgastroenterology.org/guidelines/global-guidelines/acute-
diarrhea/acute-diarrhea-english
WHO, 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman

Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota.

35

Anda mungkin juga menyukai